• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III METODE PENELITIAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB III METODE PENELITIAN"

Copied!
35
0
0

Teks penuh

(1)

BAB III

METODE PENELITIAN

Metode penelitian merupakan cara untuk memecahkan masalah, dengan menggunakan teknik serta alat-alat tertentu untuk mencapai tujuan penelitian yang telah ditetapkan dan dapat dipertanggungjawabkan keilmiahannya. Dalam bab ini akan dibahas mengenai berbagai hal yang berhubungan dengan metode penelitian, meliputi pendekatan penelitian, desain penelitian, variabel penelitian, definisi operasional, manipulasi, populasi dan sampel penelitian, subyek penelitian, persiapan dan tahapan penelitian, prosedur eksperimen, rancangan eksperimen, instrumen penelitian dan terakhir teknik analisis data.

3.1. Pendekatan Penelitian

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kuantitatif. Maksud pendekatan kuantitatif yaitu data penelitian adalah berupa angka-angka dan analisis dilakukan menggunakan perhitungan statistik (Sugiyono, 2014). Alasan peneliti menggunakan pendekatan kuantitatif karena peneliti bermaksud untuk menghilangkan subjektifitas dalam penelitian.

3.2. Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian yang bersifat eksperimental (experimental), dengan pola "pretest-posttest design" (Christensen, 2007). Sebagaimana makna eksperimen itu sendiri yang berarti observasi di bawah

(2)

kondisi buatan (artificial condition) di mana kondisi tersebut dibuat dan diatur oleh si peneliti, maka penelitian eksperimental ini adalah penelitian yang dilakukan dengan mengadakan manipulasi terhadap objek penelitian, di bawah kondisi yang dibuat dan diatur oleh si peneliti, dengan menyertakan adanya kontrol (Nazir, 2005). Peneliti memilih penelitian eksperimental karena metode ini lebih tepat untuk menguji ada tidaknya pengaruh suatu pemberian treatmen atau tindakan terhadap aspek psikologi individu, dalam hal ini resiliensi.

3.3. Variabel Penelitian

Penelitian ini, terdiri atas dua variabel yaitu variabel bebas dan variabel terikat, yang diuraikan sebagai berikut :

a. Variabel Bebas: Latihan HIIT (X)

b. Variabel Terikat: Tingkat Resiliensi Perawat (Y)

3.4. Definisi Operasional

Definisi operasional dari beberapa variabel yang digunakan dalam penelitian ini antara lain adalah :

a. Latihan HIIT (High Intensity Interval Training) sebagai variabel bebas (X) adalah latihan kardiorespiratori dengan menggabungkan gerakan berintensitas tinggi dalam interval waktu, diselingi gerakan dengan intensitas rendah atau pemulihan (recovery) (Schoenfeld dan Dawes, 2009). Latihan ini diberikan kepada perawat selama delapan minggu. Periode latihan intensitas tinggi membuat badan melakukan usaha maksimal (full-effort) yang mengakibatkan detak jantung

(3)

bekerja 85%-95% dari detak jantung maksimal. Sedangkan periode pemulihan (recovery) membuat detak jantung berada 40%-50% detak jantung maksimal.

Pengukuran intensitas latihan HIIT dimonitor dengan mengukur denyut nadi secara manual. Untuk penelitian ini digunakan teknik pengukuran denyut nadi Arteri Radialis (Radial Pulse Rate), yaitu dengan cara menyentuh daerah pergelangan tangan sebelah luar menggunakan ujung jari telunjuk dan jari tengah untuk merasakan denyut nadi Arteri Radialis (Swartz, 2014). Denyut nadi yang teraba dirasakan dan dihitung selama 15 detik. Hasil hitungan kemudian dikalikan 4 untuk hasil per menit. Perhitungan denyut nadi maksimal (DNM) berdasarkan umur, DNM sesuai umur = 220 – umur dalam tahun. Untuk DNM selama 1 menit dipakai sebagai patokan tercapainya intensitas latihan pada seseorang (Giriwijoyo dan Sidik, 2013).

Gambar 3.1.

Teknik Menghitung Denyut Nadi Arteri Radialis

Disediakan training logbook atau buku catatan latihan yang diisi oleh subyek (Denyut nadi latihan dan jumlah gerakan yang dilakukan ketika latihan).

(4)

b. Tingkat Resiliensi adalah level suatu kemampuan yang dicapai oleh perawat di dalam mengatasi dan beradaptasi terhadap kejadian yang berat atau masalah yang terjadi dalam kehidupan. Perawat mampu bertahan dalam keadaan tertekan, dan beradaptasi dalam menghadapi masalah dan belajar dari pengalaman. Tingkat resiliensi pada perawat diukur dari skala resiliensi yang diadaptasi dari aspek-aspek resiliensi Reivich dan Shatte (2002) yaitu emotion regulation, impulse control, optimism, causal analysis, empathy¸ self-efficacy, dan reaching out.

Data mengenai resiliensi dapat diketahui dari perolehan skor hasil pengisian kuesioner, bahwa semakin tinggi skor yang diperoleh maka semakin tinggi pula tingkat resiliensi yang dimiliki perawat, sebaliknya semakin rendah skor yang diperoleh maka semakin rendah pula tingkat resiliensi yang dimiliki perawat.

3.5. Manipulasi

Latihan HIIT pada penelitian ini didesain sedemikian rupa sehingga mampu memenuhi kriteria aktifitas fisik HIIT yang terdiri dari gabungan gerakan-gerakan berintensitas tinggi dalam interval tertentu yang relatif singkat, diselingi periode istirahat atau gerakan dengan intensitas rendah yang memungkinkan terjadinya masa pemulihan secara aktif disela-selanya. Seluruh subyek diharuskan melengkapi paket latihan yang berlangsung selama 8 (delapan) minggu berupa 3 (tiga) sesi latihan per minggu, yang dilakukan pada hari Senin, Rabu, dan Jumat. Masing-masing sesi latihan terdiri beberapa bagian, yaitu antara lain : a)

(5)

Pemanasan (warming up), b) Latihan Inti (exercise) , dan c) Pendinginan (cooling down).

Sebelum melaksanakan latihan HIIT, subyek diminta untuk melakukan pemanasan (warming up) dengan tujuan meningkatkan aliran darah ke otot untuk mempersiapkan kemampuan membawa nutrisi ke otot dan membuang limbah metabolisma dari otot pada saat melakukan latihan, sehingga menghindarkan terjadinya cedera otot atau cedera sendi. Selain itu, gerakan-gerakan pemanasan tersebut juga akan mempersiapkan sistem keseimbangan dan koordinasi untuk mengurangi resiko jatuh dan membuat gerakan lebih gesit. Pemanasan dilakukan dengan cara melakukan gerakan lompat-lompat ringan ditempat selama 1 menit dilanjutkan dengan peregangan tubuh (stretching) menurut urutan berikut ini (Nelson dan Kokkonen, 2007) :

a. Otot paha depan, dilakukan dengan cara memegang ujung jari kaki dalam posisi berdiri sehingga terlihat seperti menekuk lutut ke belakang. Telapak kaki diusahakan menempel ke bagian belakang paha, dengan demikian otot paha depan akan merasakan regangan. Gerakan ditahan selama kurang lebih 8 (delapan) hitungan, untuk selanjutnya berganti paha kaki sebelah.

b. Otot betis belakang, diregangkan dengan cara berdiri condong ke depan sambil bertumpu pada kaki bagian depan, bersamaan itu berkonsentrasi dan merasakan regangan pada otot betis kaki bagian belakang. Gerakan ditahan selama kurang lebih 8 (delapan) hitungan, untuk selanjutnya berganti kaki sebelah.

(6)

c. Bagian belakang paha dan betis, dilakukan peregangan dengan menyandarkan salah satu kaki pada balok kayu atau benda apapun yang lebih tinggi daripada lantai. Badan dicondongkan ke belakang, dan sambil memfokuskan diri pada regangan yang dirasakan oleh bagian belakang paha dan betis ditahan pada posisi gerakan ini selama kurang lebih 8 (delapan) hitungan, untuk selanjutnya berganti kaki sebelah.

d. Bahu dan lengan bagian atas. Sambil masih dalam posisi berdiri, gerakan peregangannya adalah dengan cara mendekatkan salah satu lengan pada dada, mengambil lengan menggunakan lengan yang berlawanan. Lengan ditarik sampai dirasakan bahwa bahu sedang diregangkan. Selain itu juga bisa didorong lengan yang diregangkan ke arah berlawanan untuk mengontraksi otot, jika dirasakan bahwa Anda yang meregang adalah dada dan bukannya bahu.

e. Otot dada, diregangkan dengan cara mentautkan kedua jari-jari tangan dan kiri di belakang punggung. Selanjutnya perlahan-lahan naikkan tautan jari tersebut, dalam kondisi sendi siku tangan dalam keadaan lurus, bila perlu bisa diminta tolong teman untuk menaikkan tautan jari tersebut. Dirasakan cukup apabila terasa ada regangan pada dada. Gerakan ditahan selama kurang lebih 8 (delapan) hitungan, istirahat sebentar, dan kemudian diulangi lagi.

(7)

Gambar 3.2.

(8)

f. Punggung bagian atas, dengan fokus di sekitar tulang belikat maka peregangan dilakukan dengan cara mengulurkan lengan ke depan, mentautkan jari-jari kedua tangan bersama-sama dan berusaha mendorong lengan lebih jauh sehingga tulang belikat seolah-olah terdorong dan teregang ke arah berlawanan.

g. Otot triceps, yaitu otot bagian belakang lengan atas diregangkan dengan cara seolah-olah menggapai atas dengan salah satu lengan lalu dilanjutkan dengan menekuk siku lengan tersebut dan menempatkannya di belakang kepala dan di antara tulang belikat. Untuk lebih meregangkan otot triceps, maka siku tangan berlawanan berusaha menarik siku lengan yang diregangkan ke arah kepala.

h. Kepala dan leher, dimulai dengan gerakan menundukkan kepala ke depan yang ditahan selama kurang lebih 8 (delapan) hitungan, disusul dengan memiringkan kepala dengan telinga mendekati bahu yang ditahan juga kurang lebih 8 (delapan) hitungan, dan selanjutnya memiringkan kepala ke belakang dan putar kepala dari kiri ke kanan, lalu ke kanan ke kiri dalam gerakan 30 derajat. Sebagai perhatian, perlu dipastikan bahwa saat kepala miring ke

(9)

belakang, rahang dijaga agar tetap santai dan biarkan mulut sedikit terbuka. i. Otot paha bagian dalam, diregangkan dengan cara berdiri condong ke samping tubuh sambil bertumpu pada salah satu kaki namun sementara itu berkonsentrasi dan merasakan regangan pada otot paha bagian dalam kaki yang berlawanan. Gerakan ditahan selama kurang lebih 8 (delapan) hitungan, untuk selanjutnya berganti kaki sebelah.

j. Otot adduktor paha bagian dalam, diregangkan dalam posisi duduk, mempertemukan kedua telapak kaki sambil badan diatur agak condong ke depan sambil berkonsentrasi dan merasakan regangan pada otot adduktor paha bagian dalam kedua kaki. Gerakan ditahan selama kurang lebih 8 (delapan) hitungan, untuk selanjutnya istirahat sebentar dan dilanjutkan gerakan berikutnya.

k. Otot paha dan betis bagian belakang, diregangkan dalam posisi duduk, dimana salah satu kaki dijulurkan ke depan sambil mengatur badan agak condong ke depan. Sementara itu kedua tangan juga diulurkan ke depan meraih ujung jari kaki sambil berkonsentrasi dan merasakan regangan pada otot paha dan betis bagian belakang. Gerakan ditahan selama kurang lebih 8 (delapan) hitungan, untuk selanjutnya berganti kaki sebelah.

l. Otot paha bagian luar, peregangan dilakukan dalam posisi duduk, gerakan peregangannya adalah dengan cara mendekatkan salah satu kaki ke dada menyilang kaki yang berlawanan, sementara kaki berlawanan tersebut dijulurkan lurus ke depan. Tangan membantu menahan dan mendorong kaki yang diregangkan, sampai dirasakan bahwa otot paha luar sedang

(10)

diregangkan. Gerakan ditahan selama kurang lebih 8 (delapan) hitungan, untuk selanjutnya berganti kaki sebelah.

m. Otot pantat, peregangan dilakukan dalam posisi berbaring, gerakan peregangannya adalah dengan cara mendekatkan salah satu kaki ke dada menumpang di atas kaki yang berlawanan, tangan membantu mengambil kaki yang diangkat ke dada, dimana kaki itu ditarik sampai dirasakan bahwa otot pantat sedang diregangkan. Gerakan ditahan selama kurang lebih 8 (delapan) hitungan, untuk selanjutnya berganti kaki sebelah.

n. Otot harmstring paha bagian belakang, sama seperti sebelumnya peregangan dilakukan dalam posisi berbaring, gerakan peregangannya adalah dengan cara menjulurkan salah satu kaki ke atas sehingga terlihat lurus, tangan membantu mengangkat kaki itu semaksimal mungkin sampai dirasakan bahwa otot harmstring sedang diregangkan. Gerakan ditahan selama kurang lebih 8 (delapan) hitungan, untuk selanjutnya berganti kaki sebelah.

o. Punggung bagian bawah, juga hampir sama dengan gerakan sebelumnya peregangan dilakukan dalam posisi berbaring, gerakan peregangannya adalah dengan cara menjulurkan salah satu kaki ke atas kemudian menekuknya di lutut, tangan membantu menekan dan menarik lulut itu semaksimal mungkin sampai dirasakan bahwa otot punggung bagian bawah sedang diregangkan. Gerakan ditahan selama kurang lebih 8 (delapan) hitungan, untuk selanjutnya berganti kaki sebelah.

p. Punggung bagian bawah, juga hampir sama dengan gerakan sebelumnya, hanya saja gerakan peregangannya adalah dengan cara menjulurkan kedua

(11)

kaki ke atas kemudian menekuknya di lutut, tangan membantu menekan dan menarik lutut itu semaksimal mungkin sampai dirasakan bahwa otot punggung bagian bawah sedang diregangkan. Gerakan ditahan selama kurang lebih 8 (delapan) hitungan, untuk selanjutnya dilanjutkan Gerakan Inti.

Latihan inti pada sebuah sesi latihan HIIT akan selalu diawali dengan pemanasan selama 5 - 10 menit, dengan melakukan gerakan-gerakan yang secara bertahap meningkat secara perlahan segera setelah tubuh sudah menghangat, maka tiba saatnya untuk melakukan latihan inti. Rasio gerakan dan masa istirahat untuk HIIT pada penelitian ini adalah 10 detik high effort : 20 detik recovery. Tetap melakukan gerakan-gerakan aktif ringan selama masa pemulihan akan membantu tubuh untuk membuang produk-produk zat sisa metabolisme dan menggantikannya dengan energi baru untuk siap melakukan gerakan intensitas tinggi selanjutnya. Jumlah set latihan interval sedikit dahulu, baru kemudian perlahan-lahan ditingkatkan sesuai kemampuan.

Gerakan pada latihan inti penelitian ini adalah gerakan-gerakan yang melibatkan hampir semua otot tubuh dan diperkirakan mampu membantu memunculkan efek HIIT pada subyek. Diantara gerakan yang dipilih peneliti untuk diikutkan sebagai modul latihan HIIT dalam penelitian ini adalah: push up, squat, burpee, jumping jack, dan lunge.

a. Push Up, dilakukan dengan cara meletakkan tangan di lantai dengan posisi terbuka selebar bahu. Kaki bertumpu pada ujung jari kaki, hingga tubuh berposisi lurus sempurna. Diusahakan agar posisi atau bongkong tidak

(12)

menonjol ke atas. Bahu diturunkan sampai membentuk siku 90 derajat. Kemudian dorong bahu dan lengan hingga lurus kedepan dengan sambil mengambil nafas. Gerakan diulangi sesuai kemampuan.

Gambar 3.3. Gerakan Push Up

b. Squat, posisi tubuh diatur sedemikian sehingga berdiri dengan kaki kira-kira selebar bahu, jari kaki sedikit mengarah keluar, dan lutut bergerak ke arah luar. Dari posisi berdiri, lutut ditekuk seolah-olah akan duduk untuk mencapai posisi jongkok. Saat menekuk lutut punggung harus tetap lurus, tumit tetap menempel pada lantai, dan paha tetap sejajar dengan lantai, untuk jangkauan gerakan secara penuh. Jongkok dilakukan sampai otot betis menyentuh paha. Setelah itu kembali ke posisi berdiri. Gerakan diulangi sesuai kemampuan.

Gambar 3.4. Gerakan Squat

(13)

c. Burpee, dimulai dari posisi berdiri dengan terbuka selebar bahu. Kemudian, tubuh diturunkan ke posisi jongkok dilanjutkan dengan meletakkan tangan pada lantai di depan tubuh. Selanjutnya kaki ditendang ke belakang sehingga berubah menjadi posisi push-up. Tangan harus dijaga agar tetap kokoh di lantai untuk menyokong tubuh. Dada kemudian diturunkan untuk melakukan push-up dan segera dinaikkan kembali. Berlanjut dengan menarik kaki kembali ke posisi semula, berdiri, dan kemudian lompat ke udara sambil menepukkan tangan di atas kepala. Lalu akhirnya kembali ke posisi berdiri semula. Gerakan diulangi sesuai kemampuan.

Gambar 3.5. Gerakan Burpee

d. Jumping Jack, dimulai dari posisi berdiri dengan kaki rapat dan tangan diletakkan menempel di samping paha. Selanjutnya melompat sambil menggeser kedua kaki secara bersamaan ke arah luar, dibarengi kedua tangan menepuk di atas kepala. Posisi badan selama gerakan tetap tegak lurus, disusul dengan lompatan kembali sambil merapatkan kaki dan meletakkan tangan kembali di samping paha. Gerakan diulangi sesuai kemampuan.

(14)

Gambar 3.6. Gerakan Jumping Jack

e. Lunge, dimulai dari posisi berdiri tegak dengan kedua kaki terbuka selebar pinggul dan kedua tangan pun di pinggul. Sambil tetap menarik otot perut ke dalam dan ke atas, salah satu kaki dilangkahkan sekitar 0,6 sampai dengan 0,9 m ke depan. Saat melangkah, jaga jari tetap menempel lantai tetapi tumit terangkat dilanjutkan pada saat bersamaan menekuk kedua lutut. Posisi ini dipertahankan selama 1-5 detik, untuk kemudian dilanjutkan dengan mengangkat tumit dan menarik kaki kembali ke posisi awal. Lakukan gerakan berikutnya dengan melangkahkan kaki yang berlawanan. Gerakan diulangi sesuai kemampuan.

Gambar 3.7. Gerakan Lunge

(15)

3.6. Populasi dan Sampel Penelitian 3.6.1. Populasi

Populasi merupakan keseluruhan subjek penelitian atau seluruh data yang menjadi perhatian peneliti (Sugiyono, 2014), maka yang menjadi populasi penelitian ini adalah seluruh perawat di RSAU dr. Mohammad Sutomo, Pontianak, Kalimantan Barat yang berjumlah 86 orang. Peneliti memilih rumah sakit ini dengan pertimbangan bahwa perawat di rumah sakit belum pernah melakukan latihan HIIT.

3.6.2. Sampel

Sampel adalah sebagian atau wakil dari populasi yang diteliti (Arikunto, 2010) untuk mendapatkan data yang representatif, tidak selalu perlu untuk meneliti semua individu dalam populasi. Sampel merupakan bagian dari populasi yang diambil melalui cara-cara tertentu dan memiliki karakteristik tertentu, yang dianggap bisa mewakili populasi. Jumlah populasi penelitian ini terdiri atas 86 perawat. Sebagaimana yang dikutip dari Arikunto (2010) bahwa jika jumlah populasi kurang dari 100 orang lebih baik diambil semua, maka semua populasi penelitian ini diambil sebagai sampel, dinamakan pula total sampling. Namun demikian, kriteria sampel meliputi kriteria inklusi dan eksklusi, dimana kriteria tersebut menentukan dapat tidaknya sampek tersebut digunakan.

3.6.3. Teknik Pengelompokkan Sampel Penelitian

(16)

memiliki kesempatan yang sama untuk menjadi subyek penelitian (Periantalo, 2016). Peneliti membagi sampel secara random menjadi 2 dengan jumlah yang sama yaitu kelompok eksperimen dan kelompok kontrol).

3.6.4. Subyek Penelitian 3.6.4.1. Kriteria Inklusi

Kriteria inklusi adalah kriteria dimana subyek penelitian dapat mewakili dalam sampel penelitian yang memenuhi syarat sebagai sampel (Notoatmojo, 2002). Beberapa kriteria yang menjadikan seorang individu sebagai subyek sampel penelitian ini antara lain adalah :

a. Bersedia menjadi subyek dan mengikuti prosedur penelitian secara konsisten.

b. Telah bekerja sebagai perawat di RS dr. Mohammad Sutomo minimal 6 bulan.

c. Berusia antara 20 - 40 tahun.

d. Sehat jasmani rohani, dan tidak dalam pengobatan untuk penyakit apapun.

3.6.4.2. Kriteria Eksklusi

Kriteria ekslusi merupakan kriteria dimana subyek penelitian tidak dapat mewakili dalam sampel penelitian karena tidak memenuhi syarat sebagai sampel (Notoatmojo, 2002). Apabila seorang perawat memiliki kriteria berikut ini, maka tidak akan diikutsertakan dalam penelitian, yaitu :

(17)

a. Sedang tidak di tempat kerja karena alasan penugasan, pendidikan, dll.

b. Menolak berpartisipasi karena alasan dan sebab apapun.

3.6.4.3. Kontrol Lingkungan Fisik

Kontrol lingkungan fisik dilakukan agar tidak terjadi bias yang muncul diakibatkan kondisi sekitar yang kurang kondusif bagi latihan HIIT, misalnya suhu udara panas dan lembab. Oleh karena itu dilakukan pengontrolan lingkungan fisik antara lain dengan cara :

a. Aula tempat latihan dilengkapi AC yang disetel pada suhu nyaman ruangan 24-26 C.

b. Pakaian diseragamkan berupa kaos dan training pack yang terbuat dari bahan kain nyaman.

c. Aula diterangi oleh lampu neon 15 watt sebanyak 6 buah.

3.7. Tempat dan Waktu Penelitian a. Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di RSAU dr. Mohammad Sutomo, Pontianak, Kalimantan Barat yang merupakan salah satu institusi dengan tenaga perawat yang memiliki kriteria sesuai kebutuhan penelitian.

b. Waktu Penelitian

Penelitian ini akan diawali dengan observasi pendahuluan pada bulan Februari 2016, dilanjutkan dengan Pre Experimental Measurement, Treatment,

(18)

dan Post Experimental Measurement berkisar bulan Maret hingga Mei 2016.

3.8. Persiapan dan Tahapan Penelitian 3.8.1. Persiapan Penelitian

Persiapan penelitian sebagai berikut:

1. Melakukan studi kepustakaan guna merumuskan masalah penelitian, kerangka berpikir tinjauan teoritis dan metode penelitian yang tepat untuk penelitian ini.

2. Meminta surat pengantar dari Fakultas Psikologi Universitas Mercu Buana untuk melakukan uji coba alat ukur dan ijin untuk melakukan penelitian kepada Direktur Rumah Sakit.

3. Membuat proposal penelitian untuk diajukan kepada Kepala Rumah Sakit RSAU dr Soetomo Pontianak.

4. Peneliti melakukan translasi (Bahasa Inggris – Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris – Bahasa Inggris) dan adaptasi alat ukur resiliensi di dalam penelitian ini. Alat ukur yang sudah diadaptasi dari Reivich dan Shatte (2002) selanjutnya diperiksa oleh dosen atau expert judgement dan dilakukan uji coba ketepatan alat ukur terkait konten maupun bahasa yang digunakan. 5. Pelaksanaan Latihan HIIT

6. Waktu pelaksanaan selama 3 kali dalam satu minggu yang dilakukan 8 minggu pada bulan Maret - Mei 2016.

(19)

Gambar 3.8. Tahapan Penelitian 3.9. Prosedur Eksperimen Minggu 1 Waktu Materi Senin 07.00 - 07.20 Perkenalan

(20)

Senin 07.20-07.50 Latihan Grup 1

Pemanasan dan Peregangan selama 5 menit

Latihan Inti selama 8-20 menit :

Burpee 10 detik, istirahat 20 detik sebanyak 3 set (setelah 3 set, dilakukan hitung nadi secara bersama-sama selama 15 detik) Squat 10 detik, istirahat 20 detik sebanyak 3 set

(setelah 3 set, dilakukan hitung nadi secara bersama-sama selama 15 detik) Jumping Jack 10 detik, istirahat 20 detik sebanyak 3 set (setelah 3 set, dilakukan hitung nadi secara bersama-sama selama 15 detik) Lunge 10 detik, istirahat 20 detik sebanyak 3 set

(setelah 3 set, dilakukan hitung nadi secara bersama-sama selama 15 detik) Push up 10 detik, istirahat 20 detik sebanyak 3 set (setelah 3 set, dilakukan hitung nadi secara bersama-sama selama 15 detik)

Peregangan dan Pendinginan selama 5 menit Senin 07.50-08.20 Latihan Grup 2

(21)

Latihan Inti selama 8-20 menit :

Burpee 10 detik, istirahat 20 detik sebanyak 3 set (setelah 3 set, dilakukan hitung nadi secara bersama-sama selama 15 detik) Squat 10 detik, istirahat 20 detik sebanyak 3 set

(setelah 3 set, dilakukan hitung nadi secara bersama-sama selama 15 detik) Jumping Jack 10 detik, istirahat 20 detik sebanyak 3 set (setelah 3 set, dilakukan hitung nadi secara bersama-sama selama 15 detik) Lunge 10 detik, istirahat 20 detik sebanyak 3 set

(setelah 3 set, dilakukan hitung nadi secara bersama-sama selama 15 detik) Push up 10 detik, istirahat 20 detik sebanyak 3 set (setelah 3 set, dilakukan hitung nadi secara bersama-sama selama 15 detik)

Peregangan dan Pendinginan selama 5 menit Rabu dan Jumat Mengulangi Prosedur Hari Senin

Minggu 2

Waktu Materi

Senin 07.00 - 08.20 Prosedur sama dengan Minggu 1 Rabu dan Jumat Mengulangi Prosedur Hari Senin

(22)

Minggu 3

Waktu Materi

Senin 07.00-07.30 Latihan Grup 1

Pemanasan dan Peregangan selama 5 menit Latihan Inti selama 8-20 menit :

Burpee 15 detik, istirahat 30 detik sebanyak 3 set (setelah 3 set, dilakukan hitung nadi secara bersama-sama selama 15 detik) Squat 15 detik, istirahat 30 detik sebanyak 3 set

(setelah 3 set, dilakukan hitung nadi secara bersama-sama selama 15 detik) Jumping Jack 15 detik, istirahat 30 detik sebanyak 3 set (setelah 3 set, dilakukan hitung nadi secara bersama-sama selama 15 detik) Lunge 15 detik, istirahat 30 detik sebanyak 3 set

(setelah 3 set, dilakukan hitung nadi secara bersama-sama selama 15 detik) Push up 15 detik, istirahat 30 detik sebanyak 3 set (setelah 3 set, dilakukan hitung nadi secara bersama-sama selama 15 detik)

Peregangan dan Pendinginan selama 5 menit Senin 07.30-08.00 Latihan Grup 2

Pemanasan dan Peregangan selama 5 menit

Pemanasan dan Peregangan selama 5 menit

Latihan Inti selama 8-20 menit :

Burpee 15 detik, istirahat 30 detik sebanyak 3 set (setelah 3 set, dilakukan hitung nadi secara bersama-sama selama 15 detik) Squat 15 detik, istirahat 30 detik sebanyak 3 set

(23)

(setelah 3 set, dilakukan hitung nadi secara bersama-sama selama 15 detik) Jumping Jack 15 detik, istirahat 30 detik sebanyak 3 set (setelah 3 set, dilakukan hitung nadi secara bersama-sama selama 15 detik) Lunge 15 detik, istirahat 30 detik sebanyak 3 set

(setelah 3 set, dilakukan hitung nadi secara bersama-sama selama 15 detik) Push up 15 detik, istirahat 30 detik sebanyak 3 set (setelah 3 set, dilakukan hitung nadi secara bersama-sama selama 15 detik)

Peregangan dan Pendinginan selama 5 menit Rabu dan Jumat Mengulangi Prosedur Hari Senin

Minggu 4

Waktu Materi

Senin 07.00 - 08.00 Prosedur sama dengan Minggu 3 Rabu dan Jumat Mengulangi Prosedur Hari Senin

Minggu 5

Waktu Materi

Senin 07.00-07.40 Latihan Grup 1

Pemanasan dan Peregangan selama 5 menit

(24)

selama 15 detik) Squat 20 detik, istirahat 40 detik sebanyak 3 set

(setelah 3 set, dilakukan hitung nadi secara bersama-sama selama 15 detik) Jumping Jack 20 detik, istirahat 40 detik sebanyak 3 set (setelah 3 set, dilakukan hitung nadi secara bersama-sama selama 15 detik) Lunge 20 detik, istirahat 40 detik sebanyak 3 set

(setelah 3 set, dilakukan hitung nadi secara bersama-sama selama 15 detik) Push up 20 detik, istirahat 40 detik sebanyak 3 set (setelah 3 set, dilakukan hitung nadi secara bersama-sama selama 15 detik)

Peregangan dan Pendinginan selama 5 menit Senin 07.40-08.20 Latihan Grup 2

Pemanasan dan Peregangan selama 5 menit

Pemanasan dan Peregangan selama 5 menit

Latihan Inti selama 8-30 menit :

Burpee 20 detik, istirahat 40 detik sebanyak 3 set (setelah 3 set, dilakukan hitung nadi secara bersama-sama selama 15 detik) Squat 20 detik, istirahat 40 detik sebanyak 3 set

(25)

selama 15 detik) Jumping Jack 20 detik, istirahat 40 detik sebanyak 3 set (setelah 3 set, dilakukan hitung nadi secara bersama-sama selama 15 detik) Lunge 20 detik, istirahat 40 detik sebanyak 3 set

(setelah 3 set, dilakukan hitung nadi secara bersama-sama selama 15 detik) Push up 20 detik, istirahat 40 detik sebanyak 3 set (setelah 3 set, dilakukan hitung nadi secara bersama-sama selama 15 detik)

Peregangan dan Pendinginan selama 5 menit Rabu dan Jumat Mengulangi Prosedur Hari Senin

Minggu 6

Waktu Materi

Senin 07.00 - 08.00 Prosedur sama dengan Minggu 5 Rabu dan Jumat Mengulangi Prosedur Hari Senin

Minggu 7

Waktu Materi

Senin 07.00-07.40 Latihan Grup 1

(26)

Latihan Inti selama 8-30 menit :

Burpee 25 detik, istirahat 50 detik sebanyak 3 set (setelah 3 set, dilakukan hitung nadi secara bersama-sama selama 15 detik) Squat 25 detik, istirahat 50 detik sebanyak 3 set

(setelah 3 set, dilakukan hitung nadi secara bersama-sama selama 15 detik) Jumping Jack 25 detik, istirahat 50 detik sebanyak 3 set (setelah 3 set, dilakukan hitung nadi secara bersama-sama selama 15 detik) Lunge 25 detik, istirahat 50 detik sebanyak 3 set

(setelah 3 set, dilakukan hitung nadi secara bersama-sama selama 15 detik) Push up 25 detik, istirahat 50 detik sebanyak 3 set (setelah 3 set, dilakukan hitung nadi secara bersama-sama selama 15 detik)

Peregangan dan Pendinginan selama 5 menit Senin 07.40-08.20 Latihan Grup 2

Pemanasan dan Peregangan selama 5 menit Latihan Inti selama 8-30 menit :

Burpee 25 detik, istirahat 50 detik sebanyak 3 set (setelah 3 set, dilakukan hitung nadi secara bersama-sama selama 15 detik) Squat 25 detik, istirahat 50 detik sebanyak 3 set

(setelah 3 set, dilakukan hitung nadi secara bersama-sama selama 15 detik) Jumping Jack 25 detik, istirahat 50 detik sebanyak 3 set

(27)

(setelah 3 set, dilakukan hitung nadi secara bersama-sama selama 15 detik) Lunge 25 detik, istirahat 50 detik sebanyak 3 set

(setelah 3 set, dilakukan hitung nadi secara bersama-sama selama 15 detik) Push up 25 detik, istirahat 50 detik sebanyak 3 set (setelah 3 set, dilakukan hitung nadi secara bersama-sama selama 15 detik)

Peregangan dan Pendinginan selama 5 menit Rabu dan Jumat Mengulangi Prosedur Hari Senin

3.10. Rancangan Eksperimen

Rancangan penelitian eksperimen ini dalam bentuk pretest-posttest design. Pretest-posttest design merupakan suatu disain eksperimen di mana dampak treatmen dinilai dengan membandingkan perbedaan antara skor pretest dan skor posttest kelompok eksperimen dan kelompok kontrol (Christensen, 2007). Berikut rancangan dari pretest-posttest design:

Gambar 3.9.

Pretest-posttest Design (sumber Christensen, 2007)

Keterangan :

 R : Partisipan ditangani secara random ke dalam kelompok eksperimen dan kelompok kontrol

(28)

 Y KE1 : Pengukuran kondisi awal kelompok eksperimen  Y KE2 : Pengukuran kondisi akhir kelompok eksperimen

 X : Treatment atau pemberian perlakuan berupa latihan HIIT  Y KK1 : Pengukuran kondisi awal kelompok kontrol

 Y KK 2 : Pengukuran kondisi akhir kelompok kontrol

Prosedur di dalam penelitian dengan pretest-posttest design, partisipan ditangani secara random untuk kelompok-kelompok dan kemudian diberikan pretest pada variabel dependen, Y, yaitu resiliensi. Variabel independen, X yaitu latihan HIIT ditangani atau diberikan suatu perlakuan berupa latihan untuk kelompok eksperimen, sedangkan kelompok kontrol tidak diberikan latihan HIIT, dan kemudian kelompok eksperimen dan kelompok kontrol diberikan post test pada variabel dependen, Y atau variabel resiliensi. Perbedaan skor keduanya baik pada pre test dan post test kelompok eksperimen dan kelompok kontrol diuji secara statistik untuk menilai dampak variabel dependen atau variabel latihan HIIT.

3.11. Instrumen Penelitian 3.11.1. Skala Resiliensi

Alat ukur resiliensi menggunakan alat ukur dari Reivich dan Shatte (2002) yang telah diadaptasi ke dalam Bahasa Indonesia dan disesuaikan konteksnya dengan fenomena yang akan diteliti. Alat ukur resiliensi ini terdiri dari 7 aspek, yaitu (1) Emotion Regulation, (2) Impulse Control, (3) Optimism, (4) Causal Analysis, (5) Empathy, (6) Self-efficacy, (7) Reaching out. Total item di dalam alat

(29)

ukur ini sebanyak 56 item. Tabel 3.1. akan memperlihatkan secara lebih lengkap mengenai pembagian item per aspek resiliensi pada alat ukur.

Tabel 3.1.

Aspek, Indikator dan Nomor Item Alat Ukur Resiliensi

No Aspek Indikator favorabl

e unfavorable Jumlah

1 Emotion

regulation Mampu mengendalikan emosi dalam menghadapi tekanan 1, 2*,3*,4 5*,8* 8 Mampu menampilkan emosi

yang wajar sesuai dengan keadaan

6,7

2 Impulse

control Mampu mengendalikan impuls yang muncul dari dalam diri 9,10*,12* 13,14*,16 8 Mampu mengendalikan perilaku 11 15

3 Optimism Berpikir positif tentang keadaan

yang dihadapi saat ini 17*,18* 22,23 8

Berpikir positif akan keadaan yang akan dihadapi di masa depan

19*,20 21,24

4 Causal

analysis

Mampu mengidentifikasikan penyebab dari permasalahan yang muncul

25,26* 30*,31* 8

Mampu menganalisis kemampuan diri dalam

menghadapi permasalahan yang ada

27*,28 29*,32*

5 Empathy Mampu mengenali emosi orang lain

33,34*,3 6*

37*,38* 8

Yakin pada kemampuan sendiri untuk membantu kesulitan orang lain

35 39,40

6 Self

(30)

Yakin akan kemampuan diri untuk dapat sukses di masa depan

42,44 46,48*

7 Reaching

out

Berani menghadapi resiko dari situasi yang tidak

menyenangkan

49*,50 51,53*,54, 55

8

Mengambil aspek positif dari sebuah permasalahan

52 56*

Jumlah 56

* item tidak digunakan

Instrumen penelitian ini berbentuk angket dengan tingkat pengukuran ordinal kategori jawaban terdiri dari 5 tingkatan untuk analisis secara kuantitatif. Alternatif jawaban tersebut dapat diberi skor dari 1 sampai dengan 5 sebagai berikut. Untuk favorable, yaitu “Sangat Setuju Sekali” (SSS) diberi nilai 5, “Sangat Setuju” (SS) diberi nilai 4, “Netral” (N) diberi nilai 3, “Tidak Setuju” (TS) diberi nilai 2, “Sangat Tidak Setuju” (STS) diberi nilai 1. Sebaliknya Untuk Unfavorable, yaitu: “Sangat Setuju Sekali” (SSS) diberi nilai 1, “Sangat Setuju” (SS) diberi nilai 2, “Netral” (N) diberi nilai 3, “Tidak Setuju” (TS) diberi nilai 4, “Sangat Tidak Setuju” (STS) diberi nilai 5.

Tabel 3.2.

Format Skoring Skala Likert

Kategori SSS SS N TS STS

Favorable 5 4 3 2 1

Unfavorable 1 2 3 4 5

Adapun alat ukur resiliensi dalam penelitian ini menggunakan model skala Likert yang diukur berdasarkan aspek-aspek resiliensi mengadaptasi pengukuran Reivich dan Shatte (2002).

(31)

3.12. Pengukuran Resiliensi

3.12.1 Langkah-langkah Adaptasi Alat Ukur

Langkah-langkah di dalam melakukan adaptasi skala resiliensi adalah sebagai berikut:

a. Peneliti melakukan adaptasi dan translasi (bahasa Inggris – Indonesia dan bahasa Indonesia – Inggris) alat ukur resiliensi Reivich dan Shatte (2002) di dalam penelitian ini.

b. Selanjutnya diperiksa oleh dosen atau expert judgement dlakukan pemeriksaan ketepatan alat ukur terkait konten maupun bahasa yang digunakan.

c. Dilakukan uji coba untuk mengukur validitas dan reliabilitas alat ukur sebanyak 3 (tiga) kali.

d. Membuang item-item yang validitas dan reliabilitasnya rendah.

3.12.2. Skoring

Dalam pemberian skor digunakan skala Likert. Proses skoring akan dilakukan penjumlahan dari semua skor item resiliensi yang ada. Hasilnya berupa skor kasar yang kemudian akan dilakukan penggolongan tingkat resiliensi subyek ke dalam 3 kategori yaitu rendah, sedang, dan tinggi.

3.13. Analisis Data

3.13.1 Teknik Uji Instrumen

(32)

yang digunakan untuk menjawab masalah penelitian adalah Independent Sample T-Test.

3.13.2. Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur

Untuk mengetahui apakah suatu alat ukur merupakan alat ukur yang baik atau tidak adalah dengan cara melakukan uji validitas dan reliabilitas. Alat ukur dikatakan alat ukur yang baik apabila alat ukur tersebut mengukur apa yang diukur, menghasilkan pengukuran yang konsisten serta mempunyai daya pembeda (Anastasi dan Urbina, 2007).

3.13.2.1. Validitas

Validitas alat ukur adalah sejauh mana akurasi suatu alat tes atau skala dalam menjalankan fungsi pengukurannya. Pengukuran dikatakan mempunyai validitas yang tinggi apabila menghasilkan data secara akurat memberikan gambaran mengenai variabel yang diukur seperti dikehendaki oleh tujuan pengukuran tersebut (Azwar, 2012).

Terdapat beberapa cara untuk menguji validitas suatu alat ukur, antara lain dengan menggunakan face validity, validitas isi (content validity), validitas kriteria (criterion validity), dan validitas konstruk (construct validity). Pada penelitian ini dilakukan teknik uji validitas isi dan validitas konstruk. Validitas isi alat ukur dilakukan dengan cara menggunakan penilaian yang dilakukan oleh ahli

(33)

(expert judgement) yaitu dosen yang memang ahli dalam resiliensi. Selanjutnya validitas konstruk digunakan untuk melihat apakah alat ukur sudah benar-benar mengukur konstruk yang hendak diukur. Koefisien validitas kurang dari 0,3 biasanya dianggap sebagai tidak memuaskan (Azwar, 2012) dan item yang validitasnya kurang dari 0,3 tidak digunakan.

Makna skor diacukan pada posisi relatif skor terhadap suatu norma (mean) skor populasi teoretik sebagai parameter sehingga hasil ukur yang berupa angka (kuantitatif) dapat diintepretasikan secara kualitatif (Azwar, 2015).

Biasanya, skor mentah (raw score) yang merepresentasikan hasil pengukuran suatu skala merupakan penjumlahan dari skor item-item dalam skala tersebut sehingga skor dapat langsung dimaknai dengan mengacu kepada norma interpretasi yan telah dibuat. Cara kategorisasi adalah kategorisasi berdasar signifikansi perbedaan. Cara ini bertujuan untuk kategorisasi individu dalam ke dalam jenjang-jenjang Rendah, Sedang, dan Tinggi namun tidak dengan mengasumsikan distribusi populasi yang normal. Kategori ini terutama digunakan apabila jumlah individu dalam kelompok yang hendak didiagnosis tidak begitu besar (Azwar, 2015). Kategorisasi diagnosis berdasar skor sebagai berikut:

1. Skor rendah adalah skor subyek yang jatuh dibawah nilai rata-rata dikurangi standar deviasi.

2. Skor rata-rata adalah skor subyek yang jatuh diantara nilai skor tinggi dan skor rendah.

3. Skor tinggi adalah skor subyek yang jatuh dibawah nilai rata-rata dikurangi standar deviasi.

(34)

3.13.2.2. Reliabilitas

Reliabilitas merupakan konsistensi skor yang dicapai subyek yang sama ketika ia diuji-ulang dengan alat tes yang sama pada waktu berbeda atau dengan sejumlah item yang ekuivalen (Anastasi dan Urbina, 1997). Peneliti menggunakan teknik pengujian reliabilitas Cronbach Alpha karena merupakan penelitian dengan administrasi tunggal dan respon pada item-itemnya politomi. Pada teknik Cronbach Alpha ini akan terlihat konsistensi respon terhadap seluruh item di dalam alat ukur. Semakin homogen item-item dari alat ukur maka akan semakin tinggi konsistensi antar item yang berarti memiliki nilai koefisien yang tinggi (Anastasi dan Urbina, 1997). Item akan dinilai baik apabila memiliki skor reliabilitas diatas 0,6 (Kerlinger dan Lee, 2000).

Reliabilitas asli alat ukur dari Reivich dan Shatte (2002) menggunakan teknik Test-retest Reliability dan Inter-item Reliability. Berikut data korelasi antar item menggunakan Test-retest Reliability adalah:

Tabel 3.3. Test-retest Reliability

Faktor Average Inter-item r’s

Emotion Regulation .35 Impulse Control .16 Causal Analysis .13 Self-eficasy .19 Optimism .14 Empathy .34 Reaching Out .14

(35)

Data korelasi antar item-faktor menggunakan Inter-item Reliability sebagai berikut:

Tabel 3.4. Inter-item Reliability Faktor Average Item-factor r’s

Emotion Regulation .62 Impulse Control .45 Causal Analysis .49 Self-eficacy .49 Optimism .63 Empathy .66 Reaching Out .44

Referensi

Dokumen terkait

Sisa hasil usaha yang berasal dari usaha yang di selenggarakan untuk anggota dalam kegiatan koperasi dapat dibagikan untuk cadangan koperasi, untuk anggota sebanding

No Subbidang, Program, dan Kegiatan Frek & Durasi Mhs yg terlibat Keterangan A. Catatan: Kelompok II, III, dan IV dengan materi yang berbeda diberikan oleh

Sedangkan di Kabupaten Batanghari persentase pemotongan sapi betina produktif meningkat dengan kategori sedang (25,15%) namun kecendrungan pemotogannya meningkat

memberikan obat lewat telepon diterima secara benar Apa yang anda lakukan sebelum memberikan obat kepada pasien.

Sanksi administratif adalah sanksi yang di berikan oleh pemerintah kepada pemilik bangunan gedung dan/atau pengguna bangunan gedung tanpa melalui proses peradilan karena

Aplikasi dapat menampilkan resep makanan sesuai dengan nama resep yang dicari oleh pengguna dibuktikan pada PF- 004 Pengujian Memberikan Informasi Hasil Pencarian

Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) Pelaksanaan manajemen perilaku siswa melalui strategi MPT dalam meningkatkan partisipasi belajar siswa pada mata pelajaran Qur’an

Tumor otak mulai dikenal sebagai salah satu penyebab kematian dan kecacatan pada masyarakat disamping penyakit-penyakit seperti; stroke, dan lain-lain. Dengan kemajuan