• Tidak ada hasil yang ditemukan

Ketika Tuhan Tak Lagi Dibutuhkan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Ketika Tuhan Tak Lagi Dibutuhkan"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

Ketika Tuhan

(3)

Sanksi Pelanggaran Pasal 113

Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta

(1) Setiap Orang yang dengan tanpa hak melakukan pelanggaran hak ekonomi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf i untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp100.000.000 (seratus juta rupiah). (2) Setiap Orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin

Pencipta atau pemegang Hak Cipta melakukan pelanggaran hak ekonomi Pencipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf c, huruf d, huruf f, dan/atau huruf h untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara pa ling lama 3 (tiga) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah). (3) Setiap Orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin

Pencipta atau pemegang Hak Cipta melakukan pelanggaran hak ekonomi Pencipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf e, dan/atau huruf g untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau pidana denda pa ling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah). (4) Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud

pada ayat (3) yang dilakukan dalam bentuk pembajakan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah).

(4)

Penerbit PT Elex Media Komputindo

Ahmad Rifa’i Rif’an

Penulis Bestseller:

Tuhan, Maaf Kami Sedang Sibuk

Ketika Tuhan

(5)

Ketika Tuhan Tak Lagi Dibutuhkan

Ditulis oleh Ahmad Rifa’i Rif’an Art: Achmad Subandi © 2017 Ahmad Rifa’i Rif’an Hak Cipta Dilindungi oleh Undang-Undang

Diterbitkan Pertama kali oleh: Penerbit PT Elex Media Komputindo

Kelompok Gramedia–Jakarta 2017 Anggota IKAPI, Jakarta

717100762 ISBN: 978-602-04-1847-6

Dilarang keras menerjemahkan, memfotokopi, atau memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari penerbi

Dicetak oleh Percetakan PT Gramedia, Jakarta Isi di luar tanggung jawab percetakan

(6)

v Testimoni Karya Ahmad Rifa'i — vii

Kata Pengantar — xi

Ketika Tuhan Tak Lagi Dibutuhkan — xv Jihadnya Jihad — 1

Mata yang Takkan Menangis di Hari Kiamat — 7 Mengenakan Busana Tuhan — 13

Food, Fashion, and Fun — 19

Bahkan Tuhan Pun Kau Madu — 25 Merekonstruksi Orientasi Hidup — 30 Jangan Sampai Ada Tiadamu Dunia Sama Saja — 39

Saatnya Memperbaiki Makanan — 44 Dahsyatnya Al-Qur’an — 48 Akan Indah pada Waktunya — 56

Lillaahi — 63

Pentas Sandiwara — 68

Untung Allah Bukan Pendendam — 73 Kenangan — 81

Nikmatnya Daging Manusia — 85 Seratus Persen Terkabul — 90

Khusnul Khatimah — 103 Tuhan, Maaf, Saya sedang Sibuk — 107

(7)

Menggapai Malam Lailatul Qadar

vi

Untung Allah bukan Kapitalis —111

The Power of Wara’ —117

Mengerdilkan Ukhuwah — 122

Lu’lu’ul Maknun — 126

Lima Panduan, Lima Pegangan — 132 Cerdas Menghadapi Kaum Peminta — 140 Aku Rindu Abdi Negara yang Punya Malu — 145

Dahsyatnya Niat — 152

Halal — 156

Jemaah Facebook-iyah — 159

Laron Mendekati Pelita — 168 Kontribusi —176

Madinah Bergetar oleh Entrepreneur — 184 Tasbih Modern — 193

Belajar dari Jemaah — 196

Ziyadah — 198

Indikator Bahagia — 203

Ridha Rabb-ku Menjadi Dambaku — 212 Maslahat — 216

Profil Penulis — 225 Buku-Buku Karya Rifa'i — 227

(8)

xv

Ketika Tuhan

Tak Lagi Dibutuhkan

Ada pertanyaan menarik. Mana yang paling tepat:

• Manusia jadi bermoral karena percaya Tuhan, atau • Manusia percaya Tuhan karena manusia bermoral? Jawaban atas pertanyaan itu bisa jadi masih menyisakan perdebatan. Ada sebagian orang yang lebih percaya pada pernyataan kedua, yakni karena manusia memiliki morallah, sehingga ia lantas memercayai adanya Tuhan. Hal ini didasarkan pada perkembangan manusia yang sebenarnya sudah mengenal etika dan moral, bahkan sebelum mereka mengenal Tuhan. Salah seorang yang mendukung pendapat ini di antaranya adalah Frans de Waal, ahli primata dunia, biolog di Emory University.

Dalam bukunya yang berjudul The Bonobo and The Atheist, ia mengungkapkan tentang hasil penelitiannya selama bertahun-tahun terhadap primata besar seperti simpanse dan bonobo. Ia menunjukkan bahwa moralitas berkembang sebelum manusia dan kebudayaan manusia berkembang. Dalam penelitiannya ia menunjukkan ternyata primata besar memiliki empati, rasa keadilan, peduli, serta mampu berbagi dengan individu lain yang kurang beruntung.

Karakter-karakter positif yang ditunjukkan oleh primata tersebut membuat De Waal menyimpulkan bahwa primata

(9)

Ketika Tuhan Tak Lagi Dibutuhkan

xvi

pun sebenarnya punya akar moralitas. Bahkan dengan sangat gamblang ia lantas mengatakan, “Saya mengambil petunjuk-petunjuk kepedulian pada komunitas ini sebagai tanda bahwa penyusun utama moralitas lebih tua dari kemanusiaan, dan kita tidak perlu Tuhan untuk menjelaskan bagaimana kita bisa sampai pada posisi kita sekarang”.

Sebagian kita mungkin tidak merasa perlu mempermasalahkan pendapat De Waal, karena ia memang seorang Atheis. Maka wajar jika ia percaya bahwa sains sudah mampu menjelaskan semuanya. Menurutnya, tanpa adanya Tuhan, segala sesuatu di dunia ini bisa berjalan sebagaimana sistem semesta yang sudah begitu sempurna.

Namun saya ingin mengajak Anda untuk mengenang salah satu ilmuwan besar yang teorinya dikenal dengan hukum-hukum dalam Fisika. Ia mengungkapkan, “Kelangsungan sistem matahari, planet-planet, dan komet-komet, yang paling indah ini terjaga hanya karena petunjuk dan kehendak Zat yang Mahacerdas dan Mahakuasa. Zat ini mengatur segalanya, sebagai Tuhan semesta alam, dan atas nama kekuasaan-Nya. Dia biasa dipanggil Tuhan Yang Mahaagung, Penguasa semesta alam”.

Apa yang ingin saya sampaikan dari uraian tersebut? Yakni terkadang satu bidang, dalam hal ini sains, ternyata mampu membuat manusia menjadi atheis atau religius.

Bertuhan Sejak Belum Lahir

Mayoritas kaum agamawan percaya bahwa keyakinannya kepada Tuhan akan memiliki dampak terhadap perilaku manusia sehari-hari. Ketika seseorang percaya adanya Tuhan, maka ia akan lebih berhati-hati dalam bersikap. Karena apa yang ia perbuat, di tempat yang sunyi sekalipun, tak akan lepas dari pengawasan Tuhan. Selain itu, orang yang percaya tentang adanya Tuhan akan memiliki kesadaran bahwa suatu saat nanti ia akan

(10)

Ketika Tuhan Tak Lagi Dibutuhkan

xvii mempertanggungjawabkan segala yang dikerjakannya selama hidup.

Bahkan dalam agama Islam jelas-jelas bahwa ketauhidan kita sebenarnya sudah terikrar sebelum kita dilahirkan ke dunia ini. Sebagaimana yang tersurat dalam Firman-Nya: “Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): ‘Bukankah Aku ini Tuhanmu?’ Mereka menjawab: ‘Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi.’ (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: ‘Sesungguhnya kami (bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan)’.” (QS. Al-A’raaf: 172)

Dalam Tafsir Al-Lubaab Prof. Dr. Quraish Shihab mengungkapkan bahwa Allah mempersaksikan setiap manusia yang berakal tentang keesaan-Nya serta mengutus para nabi agar tidak ada yang berdalih bahwa dia tidak tahu. Pengakuan tentang keesaan-Nya melekat pada diri manusia. Ia adalah fitrah. Karena itu, pengingkaran yang terjadi dari siapa pun bersifat sementara, paling lama sampai sesaat sebelum rohnya berpisah dengan jasadnya, saat itu ia akan mengakui keesaan dan kuasa Allah.

Sukses Ritual, Sukses Sosial

Bagi seseorang yang beriman, kepercayaan kepada Allah hen-daknya tidak hanya membuatnya menjadi pribadi yang saleh dalam peribadatan ritual. Tetapi ia harus memiliki dampak terhadap kehidupan sosialnya.

Itulah sebabnya KH. Mustofa Bisri mengungkapkan bahwa sesungguhnya dikotomisasi antara kesalehan ritual dengan kesalehan sosial sangat tidak menguntungkan bagi kehidupan beragama di kalangan kaum muslim. Karena hakikatnya kesalehan dalam Islam hanya satu, yaitu kesalehan muttaqi (hamba yang bertakwa). Kesalehan tersebut sudah mencakup dua hal sekaligus: ritual dan sosial.

(11)

Ketika Tuhan Tak Lagi Dibutuhkan

xviii

Karena sejatinya semua ibadah mahdhah yang diwajibkan dalam Islam salah satu tujuan utamanya adalah membentuk manusia menjadi pribadi yang memiliki akhlak baik bagi sekitarnya.

Shalat kita harusnya mampu menghindarkan diri kita dari perbuatan keji dan mungkar. Zakat kita hendaknya menjadi pengingat bahwa dalam harta kita tersimpan hak mustahik (orang yang berhak menerima zakat). Puasa kita hendaknya mengasah sensitivitas sosial kita. Haji harusnya membuat pergaulan sosial kita lebih baik dari sebelumnya.

Bergantung Pada Allah

Selain memperbaiki akhlak kita kepada sesama, keimanan kita hendaknya memberi pengaruh positif terhadap mindset kita pada setiap peristiwa yang kita alami di dunia ini.

Jika saya tanya, ketika sedang sakit, siapa yang pertama kali kita ingat? Ya, obat dan dokter. Ketika sedang butuh uang, siapa yang pertama kali kita pikirkan? Ya, utang ke seseorang, koperasi, atau bank. Ketika kendaraan rusak, siapa yang pertama kali kita tuju? Ya, bengkel.

Kita mengaku bertauhid, kita merasa beriman, kita bilang berislam. Tetapi saat mendapat masalah hidup, yang pertama kali kita ingat bukannya Zat yang mempunyai segala solusi. Justru yang kita ingat adalah makhluk-Nya yang hanya menjadi perantara dari terselesaikannya masalah tersebut.

Dalam sebuah kajian, Ustaz Yusuf Mansur memiliki perumpaan yang menurut saya sangat bagus tentang hal ini. Saat rumah kita bocor, yang kita lakukan setiap hujan hanyalah mengepel lantai yang basah karena bocornya atap rumah kita. Begitu terus yang kita lakukan. Padahal harusnya saat kita tahu ada atap yang bocor, solusi sebenarnya bukan mengepel lantai setiap hujan. Tetapi dengan mencari di mana letak atap yang bocor, lalu memperbaikinya.

(12)

Ketika Tuhan Tak Lagi Dibutuhkan

xix Begitu juga dengan masalah dalam kehidupan kita. Setiap ada masalah hadir, hendaknya yang pertama kita pikirkan adalah di mana sumber masalah itu berasal. Masalah yang datang itu bentuknya ujian, teguran, atau azab? Saat problematikan hidup datang kepada kita, segera pertanyakan pada diri, masalah itu turun sebagai pengangkat derajat, atau justru sebagai siksa dari Allah sebelum siksa di akhirat?

Ketika Tuhan tak lagi dibutuhkan. Buku ini semoga bisa menjadi perenungan bersama bahwa konsekuensi keimanan sungguh agung. Dua di antaranya adalah membuat kita menjadi pribadi yang berakhlak, bermoral. Konsekuensi kedua adalah membuat kehidupan kita lebih damai, karena apapun peristiwa yang kita alami, yang kita ingat pertama kali adalah Allah ta’ala.

Referensi

Dokumen terkait

Dari tabel di atas bahwa penerapan media kartu hitung dalam pembelajaran matematika materi operasi hitung campuran pada siklus I, diperoleh nilai rata-rata kelas siswa 65,5

(1) Kepala Dinas mempunyai tugas memimpin, merumuskan kebijakan teknis operasional, mengkoordinasikan, melaksanakan kerja sama dan mengendalikan pelaksanaan urusan

BAHAGIAN/FAKULTI/PUSAT/KAMPUS CAWANGAN : UiTM UiTM CAWANGAN PERLIS CAWANGAN PERLIS JUSTIFIKASI PERMOHONAN JAWATAN PENGURUSAN LADANG. JUSTIFIKASI PERMOHONAN JAWATAN

[email protected] 30 A L Q U RA N • Sumber dan rujukan utama dalam hidup manusia • Mengandungi segala aspek kehidupan manusia • Tiada kelemahan dan kekurangan

Jika mahasiswa mempunyai kesamaan jawaban dalam representasi yang berbeda dan dalam satu konsep permasalahan fisika, dapat dikatakan mempunyai konsistensi representasi, baik

Bahwa sehubungan dengan dengan ditetapkannya Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi

2. memiliki < dari tahun pengalaman kerja profesional yang dipersyaratkan dalam KAK, pemberian nilai mengikuti kaidah interpolasi. nilai jangka waktu pengalaman

perpustakaan khusus adalah sebuah perpustakaan yang didirikan dan dibiayai oleh perusahaan komersial, asosiasi swasta, agen pemerintah, organisasi nonprofit, kelompok