• Tidak ada hasil yang ditemukan

VALIDASI MODEL REDAMAN HUJAN PADA DAERAH TROPIS DENGAN EFEK MULTIPLE SCATTERING MENGGUNAKAN UKURAN TITIK HUJAN BERDISTRIBUSI EKSPONENSIAL DAN WEIBULL

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "VALIDASI MODEL REDAMAN HUJAN PADA DAERAH TROPIS DENGAN EFEK MULTIPLE SCATTERING MENGGUNAKAN UKURAN TITIK HUJAN BERDISTRIBUSI EKSPONENSIAL DAN WEIBULL"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

Proceeding Seminar Tugas Akhir Jurusan Teknik Elektro FTI-ITS

VALIDASI MODEL REDAMAN HUJAN PADA DAERAH TROPIS DENGAN EFEK

MULTIPLE SCATTERING MENGGUNAKAN UKURAN TITIK HUJAN

BERDISTRIBUSI EKSPONENSIAL DAN WEIBULL

Fikih Fiddin A – 2207 100 108

Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi Sepuluh Nopember Kampus ITS Sukolilo, Surabaya 60111

Email : [email protected]

Abstrak

Redaman hujan menimbulkan penghamburan dan penyerapan gelombang elektromagnetik. Dampak yang timbul dari fenomena ini adalah menurunnya kualitas komunikasi. Salah satu metode estimasi redaman hujan adalah dengan mempertimbangkan efek multiple

scattering. Berdasarkan perhitungan dengan metode ini

didapatkan hasil bahwa redaman hujan mulai berpengaruh pada frekuensi 10 GHz dan mengalami nilai tertinggi pada frekuensi sekitar 125 GHz. Pada daerah tropis menunjukkan nilai redaman hujan terbesar. Hasil validasi menunjukkan bahwa model redaman dari model DSD Eksponensial Le Wei Li mendekati model redaman Sekine dengan nilai RMSD sebesar 1.28638. Model redaman hujan DSD Eksponensial Le Wei Li sesuai digunakan untuk prediksi redaman hujan di wilayah tropis. Nilai redaman hujan yang paling mendekati nilai redaman hujan ITU-R adalah nilai redaman yang menggunakan DSD Eksponensial Marshall-Palmer dan Le Wei Li. Dari validasi juga didapatkan hasil bahwa distribusi Eksponensial Lince dan Weibull Lince tidak valid untuk perhitungan redaman hujan spesifik.

Kata Kunci : Redaman Hujan, Multiple scattering, Distribusi Eksponensial, Distribusi Weibull

I. PENDAHULUAN

Perkembangan teknologi telekomunikasi berkembang dengan sangat cepat termasuk dalam komunikasi nirkabel (wireless). Hal ini ditandai dengan penggunaan frekuensi tinggi sampai dalam orde GHz. Gelombang ini dapat mengirimkan data informasi dengan kecepatan tinggi. Dengan tersedianya komunikasi kecepatan tinggi tersebut layanan internet dengan kecepatan tinggi, digital video, audio broadcasting dan video conference dengan kapasitas besar dan bandwidth yang lebar dapat bekerja dengan baik [1]. Misalnya, telekomunikasi dari pemancar ke penerima menggunakan Local to Multipoint Distribution System (LMDS) atau Broadband Wireless Access (BWA) yang mampu menyediakan layanan tersebut beroperasi pada frekuensi 20-40 GHz.

Pada komunikasi Ka-Band misalnya, dengan orde frekuensi mencapai 109 hertz (Gigahertz) maka panjang gelombang menjadi semakin pendek dan hal itu membuat mudah terganggu oleh masalah dalam perjalananya termasuk hujan, sehingga masalah hujan menjadi masalah penting untuk diperhitungkan. Dampak yang timbul dari fenomena ini adalah menurunnya kualitas komunikasi yang dapat berbentuk melemahnya penerimaan sinyal, gangguan antar saluran pada sistem polarisasi ganda, atau gangguan dari sistem komunikasi lain yang menggunakan daerah spektrum yang sama. Diantara semua gangguan sistem komunikasi tersebut, redaman adalah hal yang paling berpengaruh pada kualitas komunikasi terlebih pada penggunaan micro wave dan

millimeter wave. Pada frekuensi diatas 10 GHz akibat dari redaman hujan menjadi hal yang cukup signifikan untuk diperhitungkan[2]

Redaman hujan menimbulkan penghamburan dan penyerapan gelombang elektromagnetik. terlebih Indonesia merupakan negara tropis yang memiliki tingkat curah hujan yang tinggi, berbeda dengan negara non tropis lainnya, Redaman ini akan menjadi permasalah yang cukup penting dalam propagasi gelombang elektromagnetik mengingat pada daerah tropis mempunyai curah hujan yang tinggi. Curah hujan yang tinggi mengindikasikan bahwa titik hujan besar dan jarak antar titik hujan lebih rapat sehingga redaman yang ditimbulkan juga semakin besar.

Di dalam studi terkait redaman hujan dikenal beberapa macam penghamburan diantaranya adalah single scattering dan multiple scattering. Pada penelitian sebelumnya telah dirumuskan metode estimasi redaman hujan dengan mempertimbangkan efek multiple scattering [3] namun hasil yang didapat belum divalidasi dengan hasil pengukuran di lapangan. Oleh karena itu perlu dilakukan perhitungan redaman hujan menggunakan beberapa model distribusi titik hujan dan validasinya agar dapat dijadikan rekomendasi model redaman hujan.

II. METODE PERHITUNGAN DAN VALIDASI REDAMAN HUJAN

Metodologi yang digunakan pada penelitian tugas akhir ini dapat dilihat pada gambar 1.

A. Pembangkitan Titik Hujan

Untuk mencari nilai dari permitivitas air, titik hujan diasumsikan sebagai bola dielektrik yang memiliki permitivitas air yang bergantung pada frekuensi dan suhu. Konstanta dielektrik titik hujan ditunjukkan sebagai permitivitas kompleks sebagai berikut[4]:

𝜀𝜀 = 𝜀𝜀′ + 𝑖𝑖𝜀𝜀"

Dimana 𝜀𝜀′ dan 𝜀𝜀" adalah bagian real dan bagian imajiner. Persamaan diatas bergantung dari besarnya frekuensi dan suhu sebagai akibat dari interaksi mekanis antara radiasi gelombang elektromagnetik dan molekul air.

Konstanta dielektrik statik 𝜀𝜀0 dari air tergantung dari besar temperatur. Pada temperatur air antara -20o < T < 60o C, konstanta dielektrik statik air dapat direpresentasikan persamaan sebagai berikut[4]:

𝜀𝜀0(𝑇𝑇) = 77.66 − 103.3𝜃𝜃

Dengan nilai 𝜃𝜃 dapat dicari sebagai fungsi yang bergantung pada temperatur dan dinyatakan sebagai berikut[4]:

𝜃𝜃 = 1 − 300/[273.15 + 𝑇𝑇(𝑜𝑜𝐶𝐶)]

(1)

(2)

(2)

Proceeding Seminar Tugas Akhir Jurusan Teknik Elektro FTI-ITS Gambar 1 Bagan Metodologi

Model dari permitivitas kompleks air diekspresikan dengan Double Debye Model sebagai berikut[4]:

𝜀𝜀𝑟𝑟(𝑓𝑓) = 𝜀𝜀0− 𝜀𝜀1 �1 + � 𝑓𝑓𝛾𝛾 1� 2 � + 𝜀𝜀1− 𝜀𝜀2 �1 + � 𝑓𝑓𝛾𝛾 2� 2 � + 𝜀𝜀2− ⎣ ⎢ ⎢ ⎢ ⎡(𝜀𝜀0− 𝜀𝜀1) � 𝑓𝑓𝛾𝛾1� �1 + � 𝑓𝑓𝛾𝛾 1� 2 � +(𝜀𝜀1− 𝜀𝜀2) � 𝑓𝑓𝛾𝛾2� �1 + � 𝑓𝑓𝛾𝛾 2� 2 � ⎦ ⎥ ⎥ ⎥ ⎤ 𝑖𝑖 dimana: 𝜀𝜀1= 0.0671𝜀𝜀0 𝛾𝛾1= 20.20 + 146.4𝜃𝜃 + 316𝜃𝜃2 𝜀𝜀2= 3.52 + 7.52𝜃𝜃 𝛾𝛾2= 39.8𝛾𝛾1

Pada pembangkitan, titik hujan dibangkitkan secara random di ruang bebas berbasis koordinat bola yang mempunyai radius 𝑎𝑎𝑓𝑓[mm]. Volume kolektif dari sekumpulan titik hujan yang berjumlah 𝑄𝑄 dapat ditentukan melalui persamaan sebagai berikut[3]:

𝑉𝑉 =𝑁𝑁(∞) =𝑄𝑄 43𝜋𝜋𝑎𝑎𝑓𝑓

Berdasarkan persamaan 5, radius kolektif dari sekumpulan titik hujan dapat dicari dengan menggunakan persamaan berikut:

𝑎𝑎𝑓𝑓 = �4𝜋𝜋𝑁𝑁(∞)3𝑄𝑄 �

13

× 103 [mm]

Titik pusat dari titik hujan yang ke-q adalah (𝑟𝑟𝑞𝑞, 𝜃𝜃𝑞𝑞, 𝜙𝜙𝑞𝑞) dalam sistem koordinat bola. Untuk menggambarkan posisi masing-masing titik hujan secara random di ruang bebas ditentukan dengan persamaan di bawah ini dengan menggunakan bilangan random 𝜌𝜌 yang berkisar antara 0 sampai 1[3]:

𝑟𝑟𝑞𝑞 = 𝑎𝑎𝑓𝑓(𝜌𝜌1)1�3, 𝜃𝜃𝑞𝑞 = arccos(1 − 2𝜌𝜌2) , 𝜙𝜙𝑞𝑞 = 2(𝜌𝜌3− 1)𝜋𝜋

Pada pembangkitan radius titik hujan digunakan model distribusi yang sudah ada. Jumlah titik hujan yang dibangkitkan mengikuti persamaan sebagai berikut[3]:

𝑁𝑁(𝑎𝑎𝑞𝑞) 𝑁𝑁(∞) =

𝑞𝑞 − 1/2

𝑄𝑄 (𝑞𝑞 = 1,2, … , 𝑄𝑄)

Distribusi titik hujan untuk bentuk eksponensial dinyatakan sebagai fungsi hujan R (mm/jam). Model distribusi eksponensial dari ukuran titik hujan didapat menggunakan persamaan dibawah ini [5]:

𝑁𝑁 (𝑎𝑎) = 𝑁𝑁0 𝑒𝑒−Λ𝑎𝑎

𝑁𝑁 (𝑎𝑎) dalam mm-1m-3 adalah jumlah titik hujan yang

memiliki radius 𝑎𝑎 per satuan volume. Pada distribusi Eksponensial Marshall-Palmer nilai dari 𝑁𝑁0 sebesar 16000, Λ = 8.2𝑅𝑅−0.21[5], sedangkan pada distribusi Eksponensial Le Wei Li 𝑁𝑁0 sebesar 6359.391214 mm-1m-3, Λ = 5.631800038𝑅𝑅−0.1998560971 [6] dan pada distribusi Eksponensial Lince 𝑁𝑁0 sebesar 2108 mm-1m-3 Λ = 4.83𝑅𝑅−0.14[1].

Untuk membangkitkan titik hujan yang memiliki radius 𝑎𝑎𝑞𝑞 dari distribusi eksponensial menggunakan persamaan sebagai berikut[3]:

𝑎𝑎𝑞𝑞= −Λ1ln �1 −𝑞𝑞−

1 2

𝑄𝑄 � (𝑞𝑞 = 1,2, … , 𝑄𝑄)

Sedangkan pada distribusi titik hujan berdasarkan distribusi Weibull dinyatakan dengan[7]:

𝑁𝑁 (𝑎𝑎) = 𝑁𝑁𝑜𝑜 𝜂𝜂Λ (𝑎𝑎Λ)𝜂𝜂−1exp[−(𝑎𝑎Λ)]𝜂𝜂

Dimana pada distribusi Weibull Sekine nilai dari 𝑁𝑁𝑜𝑜= 1000, 𝜂𝜂 = 0.95R0.14, Λ = 0.13R0.44[7], dan pada distribusi Weibull

Lince 𝑁𝑁𝑜𝑜= 281.629, 𝜂𝜂 = 1.212R0.056, danΛ = 0.364R0.177[1]. Pada proses pembangkitkan titik hujan yang memiliki radius 𝑎𝑎𝑞𝑞 dari distribusi Weibull menggunakan persamaan sebagai berikut[3]: 𝑎𝑎𝑞𝑞= Λ �− ln �𝑞𝑞− 1 2 𝑄𝑄 �� 1 𝜂𝜂�

B. Perhitungan Redaman Hujan Spesifik

Untuk membuat pemodelan redaman hujan digunakan metode analisis numerik menggunakan persamaan yang telah dirumuskan pada penelitian sebelumnya [3] sebagai berikut:

Perhitungan secara teoritis tentang redaman oleh titik hujan dimulai dengan menguji bagaimana karakteristik gelombang elektromagnetik ketika bertabrakan dengan sebuah titik hujan. Dalam perhitungan ini digunakan absorpsi dan scattering cross section untuk menghitung perluasan yang menyebabkan berkurangnya energi dari gelombang radio yang mengenai titik hujan. Absorption cross section 𝜎𝜎�𝑎𝑎, adalah hasil bagi antara daya yang diserap oleh sekumpulan titik hujan dengan kerapatan daya pada suatu medan. Scattering

(8) (7) (4) (5) (6) (9) (10) (11) (12) (13) Pengukuran dan Perhitungan Redaman Hujan Sekine, Surabaya dan ITU-R Penarikan Kesimpulan Model DSD Eksponensi al Marshal-Palmer Validasi model redaman hujan Model DSD Weibull Sekine Model DSD Eksponensi al Le Wei Li Model DSD Weibull Lince Model DSD Eksponensi al Lince Analisis Numerik redaman hujan Analisis Numerik redaman hujan Analisis Numerik redaman hujan Analisis Numerik redaman hujan Analisis Numerik redaman hujan

(3)

Proceeding Seminar Tugas Akhir Jurusan Teknik Elektro FTI-ITS

cross section 𝜎𝜎�𝑠𝑠 adalah hasil bagi antara daya yang dihamburkan oleh sekumpulan titik hujan dengan kerapatan daya pada suatu medan elektromagnetik. Penjumlahan dari keduanya merupakan total cross section atau sama dengan total daya yang hilang dari gelombang radio akibat titik hujan yang disebut dengan extinction cross section 𝜎𝜎�𝑒𝑒[8].

Nilai dari 𝜎𝜎�𝑒𝑒 dapat dicari dengan menggunakan pendekatan pada persamaan di bawah ini[3]:

Nilai dari 𝜎𝜎�𝑒𝑒 adalah persamaan untuk mencari nilai dari extinction cross section. Nilai dari 𝐴𝐴̅𝑞𝑞𝑞𝑞 dan 𝐵𝐵�𝑞𝑞𝑞𝑞 pada persamaan diatas dapat diperoleh dengan cara mensubtitusikan dengan persamaan Mie’s Coefficients sebagai berikut[3]:

Persamaan di atas dapat diselesaikan dengan mensubtitusi nilai 𝐽𝐽𝑝𝑝𝑝𝑝= 𝑘𝑘0𝑎𝑎𝑝𝑝𝑗𝑗𝑝𝑝(𝑘𝑘0𝑎𝑎𝑝𝑝), 𝐽𝐽̌𝑝𝑝𝑝𝑝= 𝑘𝑘𝑎𝑎𝑝𝑝𝑗𝑗𝑝𝑝(𝑘𝑘𝑎𝑎𝑝𝑝), 𝐻𝐻𝑝𝑝𝑝𝑝 = 𝑘𝑘0𝑎𝑎𝑝𝑝ℎ𝑝𝑝(2)(𝑘𝑘0𝑎𝑎𝑝𝑝), ∆𝑝𝑝𝑝𝑝(1)= 𝐻𝐻𝑝𝑝𝑝𝑝𝐽𝐽̌′𝑝𝑝𝑝𝑝− √𝜀𝜀𝑟𝑟𝐻𝐻′𝑝𝑝𝑝𝑝𝐽𝐽̌𝑝𝑝𝑝𝑝 dan nilai dari ∆𝑝𝑝𝑝𝑝(2)= 𝐻𝐻′𝑝𝑝𝑝𝑝𝐽𝐽̌𝑝𝑝𝑝𝑝− √𝜀𝜀𝑟𝑟𝐻𝐻𝑝𝑝𝑝𝑝𝐽𝐽′�𝑝𝑝𝑝𝑝. Nilai 𝐽𝐽′𝑝𝑝𝑝𝑝, 𝐽𝐽̌′𝑝𝑝𝑝𝑝, 𝐻𝐻′𝑝𝑝𝑝𝑝 dinotasikan dengan mengganti variable 𝑘𝑘0𝑟𝑟 dengan 𝑘𝑘𝑟𝑟. Nilai dari 𝑗𝑗𝑝𝑝 merupakan spherical Bessel function of the first kind sedangkan nilai dari ℎ𝑝𝑝(2) merupakan spherical Hankel function of the second kind. Nilai 𝑘𝑘0 dan k dapat diganti dengan persamaan sebagai berikut:

𝑘𝑘0= �𝜀𝜀0𝜇𝜇0 𝑘𝑘 = 𝑘𝑘0�𝜀𝜀𝑟𝑟 Dimana:

𝜀𝜀0= 8.854187817 x 10−12 𝜇𝜇0= 1.256637061 x 10−6

𝜀𝜀𝑟𝑟 merupakan nilai permitivitas air kompleks yang berasal dari Double Debye Model

Dalam menghitung nilai dari extinction cross section dibutuhkan truncation number Nq. Nilai dari truncation number merupakan bilangan integer yang digunakan untuk menyatakan proses hamburan dan absorbsi dengan nilai error hamburan dan absorbsi terkecil. Nilai truncation number dapat digunakan persamaan 19 [3].

𝑁𝑁𝑞𝑞≈ 1 + 𝑘𝑘0𝑎𝑎𝑞𝑞+ 1.8(𝑘𝑘0𝑎𝑎𝑞𝑞)0.4 C. Validasi Redaman Hujan

1. Validasi Menggunakan Redaman Hujan Sekine

Hasil perhitungan pada penelitian Sekine di curah hujan 50 mm/jam dan temperatur 200C ditampilkan pada gambar 2.

Dari grafik tersebut kemudian diambil nilai redaman spesifik ditiap frekuensi. Redaman spesifik dari distribusi

Gambar 2. Grafik Validasi Redaman Sekine[7] weibull berdasarkan perhitungan Sekine ditunjukkan oleh garis (__________). Dari hasil pengambilan nilai ulang kemudian dibuat kurva redaman berdasarkan frekuensi. Setelah itu dibandingkan dengan grafik hasil perhitungan redaman hujan menggunakan analisis numerik.

2. Validasi Menggunakan Model Hujan Tropis

Dari hasil singkronisasi antara curah hujan dan redaman hujan dibuat pemodelan ARIMA dan didapatkan koefisien redaman hujan berdasarkan model terbaik melalui regresi. Nilai koefisien yang didapat adalah k = 2.642372 dan 𝛼𝛼 = 0.5886[9]. Dari koefisien tersebut kemudian dihitung nilai redaman menggunakan persamaan berikut:

𝛾𝛾 = 𝑘𝑘 . 𝑅𝑅𝛼𝛼 (𝑑𝑑𝐵𝐵/𝐾𝐾𝐾𝐾)

Selanjutnya dibuat kurva redaman berdasarkan curah hujan.

Hasil kurva yang dibuat dibandingkan dengan grafik hasil perhitungan redaman hujan menggunakan analisis numerik. 3. Validasi Menggunakan Koefisien ITU-R

Rekomendasi ITU-R P.838-3 2005 berlaku pada range frekuensi 1 – 1000 GHz dengan tipe polarisasi horizontal dan vertikal. Pada validasi ini digunakan frekuensi 28 GHz, 120 GHz dan 500 GHz. Nilai dari koefisien pada frekuensi 28 GHz, 120 GHz dan 500 GHz ditampilkan pada tabel 1.

Dari nilai koefisien tersebut digunakan persamaan 20 dengan memasukkan curah hujan mulai dari 1 mm/jam sampai 372 mm/jam setelah itu dibuat kurva redaman berdasarkan curah hujan. Kemudian dibandingkan dengan grafik hasil perhitungan redaman hujan menggunakan analisis numerik.

III. HASIL ANALISIS NUMERIK DAN VALIDASI REDAMAN HUJAN

Untuk membandingkan distribusi titik hujan pada distribusi eksponensial dan weibull dapat dilihat pada gambar 3. Dari grafik perbandingan distribusi titik hujan diatas dapat disimpulkan bahwa pada curah hujan rendah menunjukkan kemiringan terbesar di semua distribusi. Hal ini menunjukkan pada curah hujan rendah radius titik hujan yang berukuran

Tabel 1 Koefisien Redaman Hujan Spesifik ITU-R P.838-3 2005[10] f [GHz] kH αH kV αV 28 0.2051 0.9679 0.1964 0.9277 120 1.4866 0.6640 1.4911 0.6609 500 1.5418 0.6253 1.5366 0.6272 (14) (15) (16) (17) (18) (19) (20)

(4)

Proceeding Seminar Tugas Akhir Jurusan Teknik Elektro FTI-ITS Gambar 3. Perbandingan Berbagi model DSD dari kiri atas

R=1 mm/jam, R=32 mm/jam, R=128 mm/jam

besar jumlahnya lebih sedikit dari pada saat curah hujan tinggi. Sebaliknya pada curah hujan tinggi, radius titik hujan berukuran besar memiliki jumlah yang lebih banyak.

Hasil perbandingan rata-rata radius titik hujan dapat direpresentasikan pada gambar 4. Dari gambar tersebut dapat dianalisis bahwa bahwa rata-rata radius pada pembangkitan menggunakan distribusi eksponensial memiliki variasi rata-rata radius titik hujan paling sedikit dari pada pembangkitan titik hujan menggunakan distribusi Weibull. Oleh karena itu analisis yang digunakan dengan membandingkan pada model DSD Eksponensial dan Weibull sendiri-sendiri.

Pada distribusi titik hujan Eksponensial Marshal Palmer menunjukkan bahwa distribusi ini memiliki rata-rata radius yang paling kecil dari pada distribusi titik hujan yang lain. Rata-rata radius pada model DSD Weibull Lince pada curah hujan rendah lebih besar dari pada rata-rata radius pada DSD Weibull Sekine. Meskipun pada curah hujan tinggi rata-rata radius titik hujan pada DSD Weibull Sekine lebih besar dari pada rata-rata radius pada DSD Weibull Lince, namun sudah cukup untuk dapat menarik kesimpulan bahwa rata-rata radius titik hujan pada daerah tropis lebih besar dari pada rata-rata radius titik hujan pada daerah nontropis.

1. Hasil dan Validasi menggunakan Redaman Sekine

Hasil perbandingan grafik redaman hujan spesifik hasil perhitungan dengan grafik validasi ditunjukkan pada gambar 5. Pada grafik perbandingan tersebut dapat terlihat bahwa redaman hujan mulai berpengaruh pada frekuensi 10 GHz dan

Gambar 4. Perbandingan Pembangkitan Radius Titik Hujan pada Macam-Macam Distribusi

Gambar 5. Perbandingan Grafik Validasi Redaman Sekine dengan Grafik Perhitungan pada R=50 mm/jam dan T=200C memiliki nilai tertinggi disekitar 125 GHz. Pada frekuensi dibawah 40 GHz grafik redaman Hujan menggunakan DSD Weibull Sekine dan Eksponensial Le Wei Li menunjukkan nilai yang mendekati grafik validasi. Sedangkan pada frekuensi 120 GHz ke atas grafik redaman hujan menggunakan DSD Eksponensial Marshall-Palmer mendekati grafik validasi. Nilai redaman hujan spesifik pada DSD Weibull dan Eksponensial Lince jauh dari nilai pada grafik validasi. Hal ini dikarenakan DSD ini tidak valid untuk digunakan pada perhitungan redaman hujan. Model redaman dari model DSD Eksponensial Le Wei Li memiliki nilai RMSD terkecil pada validasi dengan redaman Sekine yaitu sebesar 1.28638. Hal ini menunjukkan bahwa Model redaman hujan menggunakan DSD Eksponensial Le Wei Li paling mendekati model redaman hujan Sekine.

2. Hasil dan Validasi menggunakan Model Redaman Hujan Tropis

Pada proses validasi kali ini dilakukan perhitungan redaman hujan melalui analisis numerik dengan mengasumsikan suhu hujan rata-rata pada T = 250C dan 32 titik hujan. Hasil perbandingan grafik perhitungan redaman hujan dengan analisis numerik menggunakan DSD Eksponensial dan Weibull dengan grafik validasi pada curah hujan dari 1 mm/jam sampai 372 mm/jam ditampilkan pada gambar 6.

Pada perbandingan grafik tersebut dapat dilihat bahwa grafik validasi pada curah hujan rendah memiliki nilai redaman hujan paling besar dari pada grafik yang lain sedangkan pada curah hujan tinggi, nilai redaman pada DSD Weibull Sekine jauh lebih besar. Nilai RMSD terkecil yaitu pada redaman hujan dari model DSD Weibull Sekine yaitu sebesar 10.78382 menunjukkan bahwa model redaman menggunakan model DSD Weibull Sekine nilainya mendekati model redaman hasil pengukuran. Namun karena grafik

Gambar 6. Perbandingan Grafik Validasi Redaman Surabaya dengan Grafik Perhitungan pada R=28 GHz dan T=250C

0 20 40 60 80 100 120 140 0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 1 Rai n Rat e Rata-rata Radius EKSPONENSIAL MP EKSPONENSIAL LE WEI LI EKSPONENSIAL LINCE WEIBULL SEKINE WEIBULL LINCE 0.E+00 5.E+00 1.E+01 2.E+01 2.E+01 3.E+01 3.E+01 1 10 100 1000 dB /km f [GHz] Grafik Validasi Eksponensial MP Eksponensial Le Wei Li Eksponensial Lince Weibull Sekine 0 20 40 60 80 100 120 0 50 100 150 200 250 300 350 400 dB /k m R [mm/jam] GRAFIK VALIDASI EKSPONENSIAL MP EKSPONENSIAL LE WEI LI EKSPONENSIAL LINCE WEIBULL SEKINE WEIBULL LINCE 1.E-08 1.E-06 1.E-04 1.E-02 1.E+00 1.E+02 1.E+04 0 1 2 3 4 1.E-02 1.E-01 1.E+00 1.E+01 1.E+02 1.E+03 1.E+04 0 1 2 3 4 1.E-01 1.E+00 1.E+01 1.E+02 1.E+03 1.E+04 0 1 2 3 4

(5)

Proceeding Seminar Tugas Akhir Jurusan Teknik Elektro FTI-ITS validasi yang merupakan hasil pengukuran redaman hujan di Surabaya memiliki model dengan pola yang mirip dengan grafik hasil perhitungan dengan menggunakan DSD Eksponensial Le Wei Li dengan nilai RMSD 17.57372 maka dapat disimpulkan bahwa model redaman hujan DSD Eksponensial Le Wei Li sesuai digunakan untuk prediksi redaman hujan di wilayah tropis.

3. Hasil dan Validasi menggunakan Model Redaman Hujan ITU-R

Pada perhitungan redaman hujan menggunakan analisis numerik dilakukan pada suhu T=250C dan Q=32. Perbandingan grafik antara hasil perhitungan dengan analisis numerik dan grafik validasi menggunakan ITU-R P.838-3 2005 dapat dilihat pada gambar 7, 8 dan 9.

Dari ketiga gambar dan nilai RMSD dapat dilihat bahwa semakin tinggi nilai curah hujan, maka semakin besar nilai redamannya. Nilai redaman hujan yang paling mendekati nilai redaman hujan ITU-R adalah nilai redaman yang menggunakan DSD Eksponensial Marshall-Palmer dan Le Wei Li. Pada frekuensi rendah nilai redaman menggunakan DSD Eksponensial Marshall-Palmer mendekati nilai redaman ITU-R polarisasi vertikal, sedangkan nilai redaman menggunakan DSD Eksponensial Le Wei Li mendekati nilai redaman ITU-R polarisasi horisontal. Pada frekuensi tinggi nilai redaman hujan menggunakan DSD Eksponensial Marshall-Palmer dan Le Wei Li diatas redaman hujan ITU-R. Untuk model redaman hujan menggunakan DSD Weibull Sekine memiliki selisih nilai yang cukup jauh di atas dari model ITU-R. Sedangkan model redaman hujan menggunakan DSD Eksponensial dan Weibull Lince menunjukkan nilai yang cukup rendah jika dibandingkan dengan model ITU-R. Ini menandakan bahwa model DSD Eksponensial dan Weibull Lince tidak valid untuk digunakan dalam perhitungan redaman hujan.

Gambar 7. Perbandingan Redaman ITU R dengan Perhitungan pada Frekuensi 28 GHz

Gambar 8. Perbandingan Redaman ITU R dengan Perhitungan pada Frekuensi 120 GHz

Gambar 9. Perbandingan Redaman ITU R dengan Perhitungan pada Frekuensi 500 GHz 4. Koefisien Redaman Hujan Spesifik

Dari data redaman hujan spesifik hasil perhitungan menggunakan analisis numerik kemudian diregresikan untuk mendapatkan koefisien k dan α. Regresi digunakan untuk mendapatkan pendekatan nilai dan model redaman hujan. Hasil regresi nilai redaman hujan spesifik pada frekuensi 10, 30, 50, 125 dan 500 GHz dapat dilihat pada tabel 2.

Tabel 2 Koefisien Redaman Hujan Spesifik

f [GHz] k α DSD Eksponensial Marshall-Palmer 10 0.001705 1.49209 30 0.174825 0.977883 50 0.755561 0.782375 125 1.986366 0.637638 500 2.053062 0.607631 DSD Eksponensial Le Wei Li 10 0.030048 1.092936 30 0.647265 0.792323 50 1.572321 0.672444 125 2.62464 0.589708 500 2.405931 0.579931 DSD Eksponensial Lince 10 0.013776 0.89847 30 0.356339 0.58261 50 0.827259 0.48526 125 1.357251 0.41543 500 1.247754 0.405752 DSD Weibull Sekine 10 0.003476 1.598678 30 0.163959 1.11148 50 0.584523 0.894172 125 1.095415 0.769385 500 0.961292 0.766718 DSD Weibull Lince 10 0.075958 0.5921 30 0.794843 0.432054 50 1.547546 0.349537 125 2.032204 0.300758 500 1.749648 0.300315 0 20 40 60 80 100 120 0 50 100 150 200 250 300 350 400 dB /k m R [mm/jam] ITU HORISONTAL ITU VERTIKAL EKSPONENSIAL MP EKSPONENSIAL LE WEI LI EKSPONENSIAL LINCE WEIBULL SEKINE WEIBULL LINCE 0 20 40 60 80 100 120 0 50 100 150 200 250 300 350 400 dB /k m R [mm/jam] ITU HORISONTAL EKSPONENSIAL MP EKSPONENSIAL LE WEI LI EKSPONENSIAL LINCE WEIBULL SEKINE WEIBULL LINCE 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 0 50 100 150 200 250 300 350 400 dB /k m R [mm/jam] ITU HORISONTAL EKSPONENSIAL MP EKSPONENSIAL LE WEI LI EKSPONENSIAL LINCE WEIBULL SEKINE WEIBULL LINCE

(6)

Proceeding Seminar Tugas Akhir Jurusan Teknik Elektro FTI-ITS

Tabel 3 Nilai RMSD Redaman Hujan Hasil Perhitungan dengan Validasi

Model DSD Redaman Sekine

Redaman Hujan Tropis ITU 28 GHz H ITU 28 GHz V ITU 120 GHz H ITU 500 GHz H Eksponensial MP 2.704289 29.09926 6.952313 1.823534 7.708532 8.777495 Eksponensial Le Wei Li 1.28638 17.57372 5.419442 13.27472 9.005429 9.182931 Eksponensial Lince 11.9472 51.54688 30.07785 21.35224 38.23308 31.76015 Weibull Sekine 1.660155 10.78382 25.35962 34.08087 16.42516 15.74842 Weibull Lince 12.01778 51.58176 30.19788 21.47269 40.51996 33.8993 IV. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan yang telah dilakukan pada penelitian ini, didapatkan kesimpulan bahwa Pada Curah hujan yang rendah, radius titik hujan yang berukuran besar jumlahnya lebih sedikit dari pada saat curah hujan tinggi. Sebaliknya pada curah hujan tinggi, radius titik hujan berukuran besar memiliki jumlah yang lebih banyak. Terlihat pada perhitungan di model DSD untuk curah hujan rendah memiliki grafik dengan kemiringan terbesar di semua distribusi. Rata-rata radius pada pembangkitan menggunakan distribusi eksponensial memiliki variasi rata-rata radius titik hujan terkecil dari pada pembangkitan titik hujan menggunakan distribusi Weibull. Rata-rata radius titik hujan pada daerah tropis lebih besar dari pada rata-rata radius titik hujan pada daerah nontropis.

Redaman hujan mulai berpengaruh pada frekuensi 10 GHz dan mengalami nilai tertinggi pada frekuensi sekitar 125 GHz. Semakin tinggi nilai curah hujan maka semakin besar pula nilai redaman hujannya. Nilai redaman hujan spesifik terbesar pada curah hujan rendah dan sedang yaitu pada model DSD Eksponensial Le Wei Li. Oleh karena distribusi titik hujan Eksponensial Le Wei Li diukur pada daerah tropis, maka dapat disimpulkan bahwa pada daerah tropis menunjukkan nilai redaman hujan terbesar. Pada curah hujan tinggi, nilai redaman hujan terbesar yaitu pada DSD Weibull Sekine

Model redaman dari model DSD Eksponensial Le Wei Li mendekati model redaman Sekine dengan nilai RMSD sebesar 1.28638. Model redaman hujan DSD Eksponensial Le Wei Li sesuai digunakan untuk prediksi redaman hujan di wilayah tropis. Nilai redaman hujan yang paling mendekati nilai redaman hujan ITU-R adalah nilai redaman yang menggunakan DSD Eksponensial Marshall-Palmer dan Le Wei Li. Distribusi Eksponensial Lince dan Weibull Lince menunjukkan nilai redaman yang terlalu kecil. Menunjukkan bahwa distribusi ini tidak valid untuk perhitungan redaman hujan spesifik.

V. DAFTAR PUSTAKA

[1] Markis, Lince (2007), “Karakteristik Distribusi Ukuran Titik Hujan dan Penggunaannya dalam Prediksi Redaman Hujan pada Sistem Komunikasi Gelombang Milimeter.” Tesis Jurusan Teknik Elektro ITS.

[2] Kanellopoulos J.D, Koukolas S.G (1991), “Outage Performance Analysis of Route Diversity Systems of Cellular Structure, Radio science Vol.26, Number 4, hal.891-899.

[3] Setijadi, Eko dkk., “Effect of Temperature and Multiple Scattering on Rain Attenuation of Electromagnetic Waves by a Simple Spherical Model.” PIER 99, 339-354, 2009.

[4] Liebe, H. J., G. A. Hu®ord, and T. Manabe, “A Model for The Complex Permittivity of Water at Frequencies Below 1THz," Int. J. Infrared Millimeter Waves, Vol. 12, No. 7, 659{675, 1991.

[5] Marshall, J. S. and W. M. Palmer, “The distribution of raindrops with size,” J. Meteorology, Vol. 5, 165-166, 1948.

[6] Yeo, Tat Soon., Pang-Shyan Kooi, Mook-Seng Leong, Le-Wei Li, “ Tropical Raindrop Size Distribution for the Prediction of Rain Attenuation of Microwaves in the 10-40 GHz Band.” IEEE Transaction on Antennas and Propagation. VOL. 49. NO. 1 Januari 2001

[7] Sekine, M., C.-D. Chen, dan T. Musha, “Rain attenuation from Log-normal AND Weibull Raindrop-size distribution,” IEEE Trans. Antennas Propagat., Vol. 35, No. 3, 358-359, 1987.

[8] Tsolakis, A. I. dan W. L. Stutzman, “Multiple Scattering of Electromagnetic Waves by Rain,” Radio Science, Vol. 17, No. 6, 1495-1502, 1982.

[9] Ariawan, R (2011), “Analisis Pola Hubungan Redaman Hujan Radio 28 GHz dengan curah Hujan Parsivel Disrometer sebagai Data Pemodelan ARIMA.” Tugas Akhir Jurusan Teknik Elektro ITS.

[10] ITU-R P.838-3, “Specific attenuation model for rain for use in prediction methods,” May 2005.

RIWAYAT PENULIS

Fikih Fiddin A, lahir di Gresik 29 Oktober 1989, merupakan anak kedua dari tiga bersaudara pasangan Khusnaini dan Dhuhroh. Memulai pendidikan formal di MI YKUI Maskumambang Dukun Gresik, kemudian meneruskan pendidikan di SLTPN 1 Bungah Gresik dan SMA Negeri 1 Sidayu Gresik. Lulus SMA tahun 2007 dan melanjutkan studi di jurusan Teknik Elektro ITS Surabaya melalui jalur SPMB. Selama menjadi mahasiswa penulis aktif dalam berbagai organisasi kemahasiswaan, antara lain sebagai staf PSDM Himatektro ITS, staf PSDI Kalam Himatektro ITS, staf Dikesma BEM FTI ITS, staf PPDSM JMMI ITS Koordinator Komisi Aspirasi LM ITS dan berprestasi di kegiatan ilmiah, seperti Juara II Kompetisi Pra-PKM-GT. Saat ini penulis sedang mengambil bidang studi Telekomunikasi Multimedia, aktif sebagai asisten praktikum, dan aktif sebagai anggota tim riset milimeter wave propagation di laboratorium Propagasi dan Antena Jurusan Teknik Elektro FTI-ITS. Email : [email protected]

Gambar

Gambar 2. Grafik Validasi Redaman Sekine[7]
Gambar 4. Perbandingan Pembangkitan Radius Titik Hujan  pada Macam-Macam Distribusi
Gambar 7. Perbandingan Redaman ITU R dengan  Perhitungan pada Frekuensi 28 GHz
Tabel 3 Nilai RMSD Redaman Hujan Hasil Perhitungan dengan Validasi

Referensi

Dokumen terkait

Nilai koefisien determinasi yang lebih rendah pada hubungan antara curah hujan dengan erosi dikarenakan peran tutupan tajuk dalam pengurangan erosi lebih besar dibandingkan

Dari perbandingan antara polarisasi vertikal dan sirkular dapat dilihat bahwa penggunaan polarisasi sirkular memiliki besar redaman hujan yang lebih kecil daripada

Nilai koefisien determinasi yang lebih rendah pada hubungan antara curah hujan dengan erosi dikarenakan peran tutupan tajuk dalam pengurangan erosi lebih besar dibandingkan

Berdasarkan grafik perbandingan nilai observasi dan nilai prakiraan curah hujan pada ketiga domain yang terdapat pada Gambar (4) terlihat hasil prakiraan dengan metode

Analisa Bobot (Score) memiliki sifat subjektif. Keoptimalan letak pos hujan rekomendasi dilihat dari perbandingan nilai RSME dan MAE yang terkecil antara pos hujan eksisting

Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa curah hujan dan ATS memiliki pengaruh yang cukup besar terhadap perubahan nilai NDVI (perubahan vegetasi) di kawasan Taman

Pada metode Point untuk di wilayah Sumbawa memiliki nilai curah hujan yang paling tinggi dibandingkan metode IDW dan metode Mean terhadap curah hujan observasi dilihat

Bertolak belakang dengan Stasiun Kemayoran yang memiliki nilai ambang tinggi yaitu 100 mm, jika Tanjung Priok berpeluang besar terjadi banjir untuk curah hujan &gt; 50