• Tidak ada hasil yang ditemukan

TEKNIK PENGELOLAAN AIR SURPLUS DAN DEFISIT DI KEBUN KELAPA SAWIT

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "TEKNIK PENGELOLAAN AIR SURPLUS DAN DEFISIT DI KEBUN KELAPA SAWIT"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

Volume 04, Nomor 1, Edisi November 2018

TEKNIK PENGELOLAAN AIR SURPLUS DAN DEFISIT DI KEBUN KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq.)

PT CITRA PUTRA KEBUN ASRI Herry Iswahyudi1 dan Hamzah1

Program Studi Budidaya Tanaman Perkebunan Politeknik Hasnur Email : herryex_area@yahoo.co.id

ABSTRAK

Oil palm plantations is a plant that has a comparative advantage compared to other vegetable oil crops. Some of the benefits of palm oil per hectare production is high, the long economic life, the power of adaptation to environmental stress, as well as extensive processing and utilization both in the field of food and non-food. Lack of water resulting in the plant photosynthesis will be disrupted because of a reduction in the formation and expansion of leaves. It causes decreased productivity of oil palm. Lands high groundwater or waterlogged, the roots will rot. In addition, the growth of stems and leaves are not indicative of good fruit production. Shortage (deficit) of water can be treated with water management such as manufacture rorak (silt pit) and rorak (flatbed). While the excess (surplus) can be solved by creating a water drainage channel. The data fields need to be seen and considered before determining the techniques to be used in addressing the problem of water surplus and deficit. Mechanically rorak and drainage channels made using excavators. Rorak able to accommodate and absorb runoff into the ground, slow the rate of runoff, which makes it easy to collect sediment back into the field of fitness, and improve the effectiveness of the diffusion channel. Rorak proven to reduce the water deficit problem that occurred in plantations. While drainage channel capable of channeling excess water so as not to hamper the activities of plantation and plants are not saturated with water, which can hinder plant growth and development.

Keywords: Oil Palm, Air, Deficit, Surplus, Rorak, and Drainage Channel PENDAHULUAN

Kelapa sawit merupakan tanaman industri penting penghasil minyak masak, industri maupun bahan bakar (biodiesel). Perkebunannya menghasilkan keuntungan besar dan merupakan komoditas unggulan dalam penerimaan devisa negara. Selain sebagai sumber devisa negara, kelapa sawit juga berperan dalam meningkatkan pendapatan petani sekaligus memberikan kesempatan kerja yang lebih luas.

Melihat kebutuhan akan kelapa sawit yang semakin meningkat, diperlukan suatu usaha untuk

meningkatkan produktifitas kelapa sawit. Defisit air mengakibatkan fotosintesis tanaman akan terganggu karena terjadi pengurangan dalam pembentukan dan perluasan daun. Hal itu menyebabkan produktivitas kelapa sawit menurun. Defisit air yang terjadi akan menganggu pertumbuhan dan produktifitas kelapa sawit 2–3 tahun ke depan. Balitklimat (2005), menjelaskan bahwa defisit air berdampak pada produksi buah dimana terjadinya penurunan produksi akibat terhambatnya pembentukan bunga, meningkatnya jumlah bunga jantan, pembuahan terganggu, gugur buah muda, bentuk

(2)

Volume 04, Nomor 1, Edisi November 2018

buah kecil dan rendemen minyak buah rendah.

Kelapa sawit tidak menyukai tanah yang sering tergenang air karena akarnya membutuhkan banyak oksigen. Menurut Sastrosayono (2003), lahan- lahan kelapa sawit yang mengalami surplus air atau tergenang, akar akan busuk. Pengelolaan air menjadi kegiatan yang sangat penting agar terhindar dari berbagai masalah akibat surplus ataupun defisit air.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini dilaksanakan selama 3 bulan, di kebun milik PT Citra Putra Kebun Asri Kec. Jorong, Kab. Tanah Laut, Prov. Kalimantan Selatan.

Pelaksanaan penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode deskripsi/survei. Langkah - langkah pelaksanaan yang dilakukan meliputi: 1) Pengamatan dilakukan pada lahan

perkebunan kelapa sawit baik TBM maupun TM.

2) Pengumpulan data dilakukan untuk mengetahui curah hujan, peta kontur, peta tata guna lahan dan peta jenis tanah pada lahan yang mengalami surplus atau defisit air untuk mengetahui penyebab masalah surplus atau defisit air 3) Pengamatan terhadap tipe saluran

drainase dilakukan pada lahan yang mengalami surplus air. Meteran (3m) digunakan untuk mengukur lebar atas saluran (m), lebar bawah saluran (m) dan kedalaman saluran (m). Stopwatch digunakan untuk mengukur kecepatan aliran air (m/detik). Busur derajat digunakan untuk mengukur titik temu (o). 4) Pengamatan terhadap rorak

dilakukan pada lahan yang mengalami defisit air. Meteran digunakan untuk pengukuran

panjang (m), lebar (m) dan tinggi (m) rorak.

5) Input data hasil pengamatan.

Pengumpulan data dari penelitian tentang teknik pengelolaan air di kebun kelapa sawit dilakukan dengan metode wawancara dan metode observasi/ pengamatan langsung di lapangan guna memperoleh data primer. Hasil dari metode observasi adalah foto-foto dan data-data terkait keadaan lahan perkebunan. Hasil dari wawancara dengan narasumber adalah diperolehnya data curah hujan, peta lahan, dan data jenis tanah di daerah kebun kelapa sawit. Data sekunder diperoleh dari membaca literatur dan dokumen milik perusahaan. Data sekunder akan mendukung data primer, sehingga dapat dihasilkan data-data penelitian yang valid. Data-data-data hasil penelitian akan disajikan dalam bentuk tabel data, grafik serta gambar. HASIL DAN PEMBAHASAN Faktor-faktor ketersediaan air Curah hujan

Menurut Manalu (2008), tingkat produktivitas tanaman kelapa sawit dan curah hujan sangat erat hubungannya..

Berikut grafik hari hujan periode 5 tahunan Divisi I PT CPKA

Sumber: Kantor Besar PT CPKA Gambar 1. Grafik hari hujan periode 5

(3)

Volume 04, Nomor 1, Edisi November 2018

Grafik tersebut menunjukkan bahwa secara merata bulan kering terjadi setiap bulan September dimana hari hujan terjadi 0-7 kali/bulan dengan curah hujan dibawah 100 mm/bulan. Kejadian yang sangat ekstrim pernah terjadi di tahun 2014 yang mana pada bulan September di tahun itu tidak ada hari hujan dalam satu bulan penuh. Tidak adanya hujan berarti berkurangnya ketersediaan air di perkebunan. Hal tersebut harus diatasi dengan pengelolaan air di dalam kebun agar produktivitas tanaman tetap stabil

Gambar 2. Grafik produksi TBS Divisi I tahun tanam

Berdasarkan grafik diatas naik-turunnya curah hujan tahunan tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap produksi TBS tahunan PT CPKA. Produksi TBS memang tidak hanya dilihat dari curah hujan karena masih banyak faktor yang mempengaruhi seperti pengelolaan teknis dilapangan. BJR memang sempat turun pada tahun 2009, namun saat itu belum ada pengamatan mengenai curah hujan. Pengamatan curah hujan baru dimulai pada tahun 2011 setelah dipasangnya ombrometer di halaman depan kantor besar PT CPKA. Kebun Divisi I tidak memperlihatkan adanya indikasi terjadi defisit air karena memang kebun di Divisi I banyak dilalui sungai-sungai kecil dan menjadi lintasan Sungai Swarangan. Sebaliknya karena banyaknya sungai

tersebut mengakibatkan sering terjadi surplus air di dalam kebun.

Penyinaran Matahari

Cahaya matahari memegang peranan penting terhadap ketersediaan air di perkebunan kelapa sawit. Lamanya penyinaran matahari akan membuat evaporasi dan evapotranspirasi menjadi lebih tinggi. Hal tersebut akan mengurangi ketersediaan air di perkebunan. Tanaman yang mengalami peningkatan proses evapotranspirasi akan memaksa akar tanaman untuk menyerap air di dalam tanah lebih banyak.

Tanaman akan beradaptasi dengan keadaan lingkungan. Jika ketersediaan air di dalam tanah tidak mencukupi, maka akan berakibat layunya pada daun tanaman karena tanaman mengalami dehidrasi. Tanaman kelapa sawit memerlukan ketersediaan air yang cukup terutama pada saat bulan kering. Kekurangan air akan berpengaruh terhadap produktivitas kelapa sawit karena proses fotosintesis tanaman terganggu.

Tanah

Tanaman kelapa sawit dapat tumbuh dengan baik di banyak jenis tanah, yang penting tidak kekurangan air pada musim kemarau dan tidak tergenang air pada musim hujan (drainase baik). Tanaman akan mengalami pembusukan akar jika terlalu lama tergenang air..

Tanah di kebun Divisi I dan II PT CPKA umumnya merupakan jenis tanah latosol. Tanah yang tergolong rawa hanya terdapat di Blok L Divisi I (Jorong) seluas 2 Ha dari total luas Blok 681 Ha. Jenis tanah pasir pengamat temui di Blok B05 dan B06 Divisi VII Bahulin. Jenis tanah erat kaitannya dengan ketersediaan air di dalam tanah. Beberapa jenis tanah dapat menyerap air dengan baik karena memiliki pori-pori tanah yang relatif besar seperti jenis tanah pasir.

(4)

Volume 04, Nomor 1, Edisi November 2018

Permasalahan Surplus dan Defisit Air Surplus air

Surplus air merupakan permasalahan yang umum terjadi pada perkebunan yang berada di daerah dataran rendah. Ketidak mampuan mengalirkan kelebihan air mengakibatkan genangan di lahan perkebunan.

Gambar 3 Surplus air di Divisi I

Gambar 4. Sungai yang melintasi kebun Divisi I (Jorong)

Sungai yang mempunyai lebar 20 m memiliki kedalaman hingga 3 m serta kecepatan arus 1 m/s. Sungai Swarangan ini bermuara di Pantai Swarangan Kecamatan Jorong. Sungai ini cukup deras, menunjukkan debit air yang cukup tinggi sehingga dapat dengan mudah menggenangi lahan perkebunan ketika naik ke permukaan. Defisit air

Defisit air berarti terjadinya kekurangan air yang ada di lahan

perkebunan akibat hilangnya air baik di permukaan maupun di dalam tanah. Kekurangan air umumnya terjadi pada saat musim kemarau yaitu ketika terjadi bulan kering dimana curah hujan < 100 mm/bulan. Ada tiga tipe hilangnya air dari tanah yaitu:

a) Perkolasi, gerakan air ke dalam tanah yang terjadi akibat tanah tidak mampu menahan kelebihan air hujan yang terjadi. Air yang hilang akibat perkolasi juga akan melarutkan garam-garam mineral yang ada di dalam tanah.

b) Run off, merupakan air berlebihan yang melalui permukaan tanah. Run off tidak hanya menghilangkan air tetapi juga mengikis tanah yang dilalui air (erosi).

c) Evaporasi, hilangnya air akibat terjadi penguapan. Hilangnya air melalui evaporasi tidak hanya terjadi pada tanah tetapi juga tanaman melalui evapotranspirasi.

Defisit air menyebabkan tanaman mengalami penurunan laju fotosintesis dan distribusi asimilat terganggu, berdampak negatif pada pertumbuhan tanaman baik fase vegetatif maupun fase generatif. Fase vegetatif, kekeringan pada tanaman kelapa sawit ditandai oleh kondisi daun tombak tidak membuka dan terhambatnya pertumbuhan pelepah. Kerusakan jaringan tanaman terjadi pada tanaman yang mengalami defisit air parah, dicerminkan oleh daun pucuk dan pelepah yang mudah patah. Fase generatif, defisit air berdampak pada produksi buah dimana terjadinya penurunan produksi akibat terhambatnya pembentukan bunga, meningkatnya jumlah bunga jantan, pembuahan terganggu, gugur buah muda, bentuk buah kecil dan rendemen minyak buah rendah (Balitklimat, 2005).

(5)

Volume 04, Nomor 1, Edisi November 2018

Teknik Pengelolaan Air

Pengelolaan air merupakan suatu kegiatan yang ditujukan untuk mengatur ketersediaan air di perkebunan, baik ketika surplus maupun defisit. PT Citra Putra Kebun Asri (Jorong Estate) melakukan pengelolaan air dengan membuat saluran drainase pada TBM dan TM serta pembuatan rorak (silt pit) dan rorak (flatbed). Saluran drainase

Pembuatan saluran drainase merupakan suatu usaha untuk mengeluarkan kelebihan air permukaan. Air permukaan dalam jumlah besar dapat memasuki lahan perkebunan jika terjadi banjir yang diakibatkan naiknya air sungai ke permukaan tanah. Banjir terjadi karena laju Infiltrasi dan evaporasi tidak sebanding dengan debit air yang masuk. Surplus air yang terjadi di lahan perkebunan tersebut akan menghambat berbagai aktivitas perkebunan terlebih lagi jika air telah menggenangi jalan.

Divisi I (Jorong) banyak dilintasi sungai-sungai kecil dan satu sungai besar. Sungai-sungai tersebut membuat kebun Divisi I (Jorong) mengalami kelebihan air terutama pada saat musim hujan. Kelebihan air yang terjadi membuat banyak tanaman mati dan tidak dapat tumbuh dengan baik.

Gambar 5. Pertumbuhan tanaman terhambat dan mati

Blok-blok di Divisi I berada di area dataran rendah yang landai hingga berombak. Ditinjau dari sudut ketinggian tempat (elevasi) kebun Divisi I termasuk dalam kelas elevasi 7-25 meter dpl. Area terendah berada di blok L14 dan L15 yang memiliki ketinggian tempat 7 meter dpl. Air sungai yang meluap akan terbawa ke area rendahan dan terus menggenangi lahan perkebunan seiring dengan banyaknya volume air yang masuk.

Saluran drainase di lahan TM dibuat di blok M03 dan M04 Divisi I (Jorong) dibuat dengan pola 4:1 dimana setiap empat pokok tanaman terdapat satu field drains. Sepanjang pinggiran kebun yang dekat dengan sungai dibuat ring drains. Fungsi dari ring drains adalah untuk menahan air sungai agar tidak langsung memasuki lahan perkebunan dengan membuat benteng dari tanah hasil galian ring drains tersebut. Outlet drains dibuat sejajar collection road dan dibelokkan menuju Sungai Swarangan.

Gambar 6. Saluran drainase TM di blok M03 dan M04

Saluran drainase di blok M03 dan M04 yang saat ini berpola 4:1 kedepan akan dijadikan pola 2:1. Hal tersebut dilakukan karena saluran drainase yang ada masih belum maksimal mengeluarkan kelebihan air pada saat terjadi banjir.

Pembuatan saluran drainase juga dilakukan di lahan TBM. Lahan TBM

(6)

Volume 04, Nomor 1, Edisi November 2018

Divisi I terletak di blok L12-L15. Saluran drainase di TBM tidak seperti lahan TM yang outletnya langsung menuju Sungai Swarangan. Saluran drainase di TBM memiliki water gate yang menghubungkan saluran kebun dengan Sungai Swarangan. Di blok L terdapat dua water gate permanen yang terletak diantara blok L12 dan L13 serta blok L14 dan L15. Water gate berfungsi untuk mengeluarkan kelebihan air di lahan perkebunan serta mencegah luapan air sungai memasuki area perkebunan. Water gate bekerja secara otomatis berdasarkan tekanan air. Water gate akan membuka ketika tekanan saluran air di dalam kebun lebih besar dari air sungai. Sebaliknya, water gate akan menutup secara otomatis jika tekanan air sungai lebih besar yaitu ketika debit air sungai naik akibat curah hujan yang tinggi. Water gate mengeluarkan kelebihan air melalui dua gorong- gorong berdiameter 70 cm.

Gambar 7. Water gate di blok L Divisi I (Jorong)

Pengamatan mengenai saluran drainase di TBM dilakukan di blok L14 dan L15. Field drains hanya dibuat di blok L14 dengan pola 2:1. Tanah di blok L15 merupakan rawa yang memiliki danau, sehingga jumlah air yang terlalu banyak menyulitkan pembuatan saluran drainase. Tanah rawa di blok L15 telah ditimbun dengan tanah

mineral guna memperbaiki topografi blok tersebut.

Kelapa sawit yang di tanam di rawa blok L15 menunjukkan pertumbuhan yang tidak baik, meskipun sudah mendapat treatment guna memperbaiki sifat dan struktur tanahnya. Kondisi tanah yang sering terendam menyebabkan tanah masam, jenuh air serta unsur hara tercuci. Field drains masih belum dibuat di blok L15 karena mempertimbangkan kondisi tanahnya yang buruk untuk tanaman kelapa sawit.

Gambar 8. Saluran drainase TBM blok L14 dan L15

Sepanjang perbatasan kebun dengan sungai dibuat ring drains. Sama halnya dengan blok M03 dan M04, saluran blok L14 dan L15 juga menjadi lintasan air Sungai Swarangan. Outlet drains saluran air dibuat di sepanjang collection road blok L15 dan menuju Sungai Swarangan. Saluran drainase di lahan TBM juga masih dalam tahap pengembangan karena masih diperlukan penambahan field drains guna menambah daya tampung air di dalam kebun. Adanya field drains membuat tanaman lebih sulit terendam air dan cepat menurunkan kelebihan air. Beberapa field drains juga masih belum terhubung dengan Outlet drains sehingga hanya berfungsi seperti silt pit. Saluran drainase yang dibuat di TBM dan TM memiliki junction 90o.

Junction dengan sudut tersebut

(7)

Volume 04, Nomor 1, Edisi November 2018

dapat mengakibatkan turbulensi. Menurut Pahan (2013), titik temu (junction) antar saluran air dibuat bersudut 60o-70o dan membentuk pola tulang ikan. Titik temu ini harus membelok ke arah aliran air dan tidak boleh tegak lurus. Berdasarkan pengamatan, junction dengan sudut 90o lebih mudah dibuat dan tidak menimbulkan masalah yang cukup berarti jika kecepatan arus tidak melebihi 0,8 m/s. Arus air yang melebihi 0,8 m/s dapat mengakibatkan erosi. Pengikisan tanah akibat erosi yang terjadi terus-menerus akan mengakibatkan pelebaran saluran, merusak jalan, merusak estetika kebun, hingga memutuskan jembatan penghubung.

Rorak (silt pit)

Rorak (silt pit) adalah lubang atau penampung yang dibuat memotong lereng berukuran kecil sampai sedang yang ditujukan untuk menampung dan meresapkan aliran permukaan ke dalam tanah, memperlambat laju aliran permukaan, mengumpulkan sedimen yang memudahkan mengembalikannya ke bidang olah, serta meningkatkan efektifitas saluran peresapan.

Pengamatan pembuatan rorak (silt pit) dilakukan di kebun TBM Divisi VII (Bahulin). Kebun Divisi VII memiliki tanah berpasir di blok B05 dan B06 yang tidak baik untuk pertumbuhan tanaman kelapa sawit. Tanah berpasir membuat pemupukan tidak efektif karena unsur hara yang diberikan mudah tercuci. Tanah di blok B05 dan B06 memiliki lapisan pasir sedalam 60 cm. Tanah berpasir memiliki kapasitas Infiltrasi yang tinggi sehingga membuat tanah banyak menyimpan air. Lapisan bawah tanah berpasir di blok B05 dan B06 terdapat lapisan harden yang membuat perkolasi terhambat. Lapisan

harden tersebut terbentuk dari tanah liat yang mempunyai kemampuan menahan air tertinggi dari berbagai jenis tanah. Adanya lapisan harden setelah lapisan pasir membuat tanah jenuh air dan menghambat pertumbuhan tanaman kelapa sawit.

Gambar 9. Profil tanah blok B05 dan B06 Divisi VII (Bahulin) Pembuatan rorak (silt pit) yang dilakukan di blok B05 dan B06 diharapkan mampu memperbaiki sifat tanah melalui sedimentasi. Silt pit nantinya dapat diisi dengan sisa tanaman seperti pelepah dan janjang kosong untuk meningkatkan kemampuan rorak dalam menyimpan dan menjerap sedimen. Silt pit dibuat dengan pola 2:1 yaitu setiap dua baris tanaman kelapa sawit terdapat satu silt pit sepanjang garis kontur. Satu rorak (silt pit) yang dibuat mewakili tiga pokok tanaman kelapa sawit. Rorak (silt pit) dibuat secara mekanik dengan menggunakan alat berat. Pembuatan rorak (silt pit) pada tanaman belum menghasilkan ini lebih mudah dilakukan karena alat berat yang digunakan masih dapat leluasa bergerak tanpa harus mengorbankan tanaman. Gambaran mengenai rorak (silt pit) di blok B05 dan B06 Divisi VII dapat dilihat pada gambar berikut

(8)

Volume 04, Nomor 1, Edisi November 2018

Gambar 10. Rorak (silt pit) di blok B05 dan B06 Divisi VII

(Bahulin)

Pembuatan silt pit secara mekanik memang lebih cepat dibandingkan secara manual. Silt pit hanya dibuat di blok B05 dan B06 karena hanya di blok tersebut yang tanahnya banyak mengandung pasir juga karena untuk menghemat biaya. Berdasarkan sumber sekunder pembuatan rorak (silt pit) terbukti mampu menghambat aliran permukaan, menampung massa tanah, memperbaiki penyerapan air ke dalam tanah dan dapat mengurangi dampak musim kering.

Gambar 11. pembuatan rorak (silt pit) Rorak (flatbed)

Berbeda dengan rorak (silt pit), rorak (flatbed) merupakan kolam-kolam datar bersambung yang mempunyai fungsi utama untuk menampung limbah cair PKS. Rorak (silt pit) dan rorak (flatbed), keduanya merupakan teknik

konservasi tanah dan air yang berguna untuk mencegah defisit air di perkebunan serta mampu mengurangi aliran permukaan dan erosi.

Rorak (flatbed) merupakan sistem yang digunakan di lahan bergelombang seperti bukit dengan membuat kolam-kolam datar bersambung. Kolam-kolam-kolam tersebut dapat mengalirkan limbah cair dari atas ke bawah berdasarkan kemiringan tertentu. Rorak (flatbed) Divisi II dibuat di blok O05 dan O06 tanaman menghasilkan karena memiliki lahan yang sesuai standar serta dekat dengan PKS.

Flatbed dibuat diantara pokok tanaman sejajar dengan garis kontur. Pola yang digunakan adalah 2:1 yang artinya setiap dua baris tanaman terdapat satu flatbed memanjang. Flatbed terletak di gawangan mati dan rumpukan pelepah diletakkan di gawangan hidup. Setiap satu flatbed mewakili tiga pokok tanaman kelapa sawit. Pelepah-pelepah yang diturunkan disusun di gawangan hidup dan diberi jarak untuk setiap susunannya untuk memudahkan lalu lintas pemanen. Gambaran mengenai rorak (flatbed) di blok O05 dan O06 Divisi II (Kuningan) dapat dilihat pada gambar berikut.

Gambar 12. Rorak (flatbed) di blok O05 dan O06 Divisi II

(9)

Volume 04, Nomor 1, Edisi November 2018

Rorak (flatbed) dibuat secara mekanik dengan menggunakan alat berat Setiap flatbed mampu menampung limbah cair PKS sebanyak 7200 liter. Flatbed tidak boleh dibuat terlalu dalam melebihi 0,6 m karena limbah cair yang ditampung. dapat meracuni tanaman jika konsentrasinya terlalu tinggi. Target pembuatan rorak (flatbed) adalah sebanyak 14 flatbed/hari.

Gambar 13. Pembuatan rorak (flatbed) Limbah cair PKS yang dialirkan ke dalam blok O05 dan O06 telah melalui treatment di kolam limbah sehingga kadar BOD dan COD serta pH limbah cair aman untuk tanaman kelapa sawit. Limbah cair yang dihasilkan oleh PKS dapat dijadikan sebagai pupuk karena didalamnya terdapat berbagai jenis unsur hara yang dibutuhkan tanaman. Limbah cair tersebut mengandung unsur nitrogen, fosfor, kalium, dan magnesium. Limbah cair PKS PT CPKA yang dialirkan ke kebun memiliki pH 4,9 yang masih aman untuk kebun. Limbah cair dialirkan menggunakan pipa PVC pada setiap flatbed dan dipasang kran (gate- valve) untuk pengaturan pengeluaran limbah cair.

Gambar 14. Pengaliran limbah cair PKS KESIMPULAN

Berdasarkan hasil dan pembahasan, maka dapat ditarik kesimpulan dari Tugas Akhir tentang Teknik Pengelolaan Air Surplus dan Defisit di Kebun Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) PT Citra Putra Kebun Asri, yaitu:

1) Faktor-faktor yang mempengaruhi surplus dan defisit air di perkebunan kelapa sawit adalah tinggi rendahnya curah hujan, lamanya penyinaran matahari, dan kemampuan tanah dalam menahan air.

2) Berbagai teknik pengelolaan air yang dilakukan untuk mengatasi surplus air dan defisit air antara lain: a. Pembuatan saluran drainase,

berfungsi untuk mengeluarkan kelebihan air permukaan sehingga dapat menghindarkan tanaman dari pencucian hara yang dapat menghambat pertumbuhan tanaman.

b. Pembuatan rorak (silt pit), berfungsi untuk menampung dan meresapkan aliran

permukaan serta

mengumpulkan sedimen untuk memperbaiki sifat- sifat tanah. c. Pembuatan rorak (flatbed), berfungsi untuk menampung limbah cair PKS yang dapat mencegah defisit air di lahan perkebunan.

(10)

Volume 04, Nomor 1, Edisi November 2018

DAFTAR PUSTAKA

Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi, 2007, Pengelolaan Air untuk Peningkatan Ketersediaan Air Tanaman Kelapa Sawit di

PTPN VIIICimulang.

http://balitklimat.litbang.pertania n.go.id/Diakses pada tanggal 19 Juni 2015.

Dariah A., Jubaedah et al., 2013,

Pengaruh Tinggi Muka Air

Saluran Drainase, Pupuk, dan AmelioranTerhadap Emisi CO2 pada Perkebunan Kelapa Sawit di Lahan Gambut, Jurnal Littri, 19 (2), 66-71.

Food and Agriculture Organization of the United Nations, 1970, The Oil Palm.http://www.fao.org/docrep/ 006/T0309E/T0309E01.htmDiak ses pada tanggal 29 Desember 2014.

Irvan H. , 2009, Pengelolaan Limbah Kelapa Sawit (Elaeis Guineensis Jacq.) di Sungai Pinang Estate,

PT Bina Sains Cemerlang,

Minamas Plantation, Sime Darby Group, Musi Rawas, Sumatera Selatan, Skripsi Sarjana FP IPB Bogor: tidak diterbitkan.

Manalu A.F., 2008, Pengaruh Hujan

terhadap Produktivitas dan

Pengelolaan Air di Kebun Kelapa

Sawit (Elaeis gueneensis)

Mustika Estate, PT Sajang

Heulang, Minamas Plantation,

Tanah Bumbu, Kalimantan

Selatan, Skripsi Sarjana FP IPB Bogor: tidak diterbitkan

Pahan I., 2013, Panduan Lengkap Kelapa Sawit, Jakarta: Penebar Swadaya

Sastrosayono S., 2003, Budi Daya Kelapa Sawit, Jakarta: Agro Media Pustaka. Simangunsong Z., 2011, Konservasi Tanah dan Air pada Perkebunan Kelapa

Sulystiono E., 2006, Pengelolaan Air

untuk Tanaman, Fakultas

pertanian, Bogor: IPB.

Sunarko, 2014, Budi Daya Kelapa Sawit di Berbagai Jenis Lahan, Jakarta

Gambar

Grafik  tersebut  menunjukkan   bahwa secara merata bulan kering terjadi  setiap  bulan  September  dimana  hari  hujan terjadi 0-7 kali/bulan dengan curah  hujan dibawah 100 mm/bulan
Gambar 3  Surplus air di Divisi I
Gambar 8. Saluran drainase TBM blok  L14 dan L15
Gambar 9. Profil tanah blok B05 dan  B06 Divisi VII (Bahulin)  Pembuatan    rorak    (silt    pit)    yang   dilakukan    di    blok    B05    dan    B06  diharapkan  mampu  memperbaiki  sifat  tanah  melalui  sedimentasi
+3

Referensi

Dokumen terkait

Nephrolepis biserrata merupakan salah satu gulma yang banyak tumbuh di kebun kelapa sawit terutama di areal kebun sawit menghasilkan (TM). Kondisi di bawah tegakan kelapa sawit

Peubah yang diamati pada kegiatan magang dengan aspek pengelolaan panen tanaman kelapa sawit ( Elaeis guineensis Jacq.) di Kebun Sei Air Hitam, PT Perdana Inti Sawit

Ahmad Abdul Aziz : Penentuan Kadar Air Dan Kotoran Minyak Sawit Mentah (CPO) Pada Tangki Penyimpanan Di Pabrik Kelapa SawiT PTPN.IV Kebun Adolina, 2010.. PENENTUAN KADAR AIR

Pengaturan tinggi muka air tersebut dilakukan dengan membuat sistem saluran drainase pada lahan gambut yang berfungsi membuang kelebihan air pada saat musim

Hasil analisis regresi pada tanaman kelapa sawit berumur 10 dan 20 tahun menunjukkan bahwa curah hujan dan hari hujan berpengaruh tidak nyata terhadap produksi

Kelapa sawit juga dapat tumbuh baik pada daerah dengan curah hujan diatas 3.000 mm/tahun, asal distribusinya tidak merata sepanjang tahun karena curah hujan yang

sedangkan curah hujan yang terjadi pada kebun Berangir memiliki curah hujan 2.818 mm/tahun sehingga dalam memenuhi kebutuhan air pada perkebunan kelapa sawit

(2005), dampak musim kemarau dan kekeringan terhadap pertumbuhan dan perkembangan tanaman kelapa sawit mulai terjadi bila defisit air mencapai 200 mm, namun