• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Udang (Penaeus modonon)

Udang merupakan jenis biota air,dan struktur tubuh terdiri dari badan beruas berjumlah 13 (5 ruas kepala dan 8 ruas dada) dan seluruh tubuh ditutupi oleh kerangka luar yang disebut eksosketelon. Umumnya udang yang terdapat di pasaran sebagian besar terdiri dari udang laut dan sebagian kecil saja yang terdiri dari udang air tawar, terutama di daerah sekitar sungai besar dan rawa dekat pantai. Udang air tawar pada umumnya termasuk dalam keluarga Palaemonidae, sehingga para ahli sering menyebutnya sebagai kelompok udang palaemonid. Udang laut, terutama dari keluarga Penaeidae, yang biasa disebut udang penaeid oleh para ahli (Menristek, 2003).

Udang dapat kita klasifikasikan sebagai berikut:

Kelas : Crustacea (binatang berkulit keras)

Sub Kelas : Malacostraca (udang-udangan tingkat tinggi) Super Ordo : Eucarida

Ordo : Decapoda (binatang berkaki sepuluh) Sub Ordo : Natantia (kaki digunakan untuk berenang) Famili : Palaemonidae, Penaeidae

(Menristek, 2003).

Tubuh udang terbagi atas tiga bagian besar, yakni kepala dan dada, badan, serta ekor. Sedangkan persentasenya adalah 36-49% bagian kepala, daging

(2)

keseluruhan 24-41% dan kulit ekor 17-23% dari seluruh berat badan, tergantung juga dari jenis udangnya (Suparno dan Nurcahaya, 1984).

2.1.1. Pendayagunaan Limbah Udang

Limbah udang yang mencapai 30-40% dari produksi udang beku belum banyak dimanfaatkan. Moelyanto (1979) mengatakan bahwa pemanfaatan limbah udang menjadi produk udang yang bernilai ekonomis tinggi merupakan contoh yang sangat baik untuk memperoleh bahan makanan dengan kandungan protein tinggi. Selama ini jengger udang telah dimanfaatkan sebagai bahan pembuat terasi, keripik udang dan petis serta pasta udang dan hidrolisat protein yang merupakan produk jenis baru dari limbah jengger udang. Akan tetapi pemanfaatan limbah ini hanya 3% dari skala limbah udang (Suparno dan Nurcahaya, 1974).

Menurut Moelyanto (1979), limbah udang selain dimafaatkan sebagai bahan pangan, dapat juga dipergunakan untuk keperluan industri. Pembuatan kitosan dari kulit udang dapat dipakai sebagai bahan kimia untuk industri dan kertas. Kepala udang yang menyatu dengan jengger udang sebagai limbah industri udang beku baru sebagian kecil yang dimafaatkan, yaitu dibuat tepung kepala udang yang dibuat sebagai pencampur bahan dalam pembuatan pellet untuk pakan ternak (Mudjiman, 1982).

Kulit udang mengandung unsur yang bermanfaat yaitu protein kalsium dan kitin yang mempunyai kegunaan dan prospek yang baik dalam industri. Protein dan kalsium dapat digunakan sebagai bahan tambahan dalam pembuatan pakan ternak, sedang kitin dapat dimanfaatkan sebagai surfaktan, zat pengemulsi, bahan tambahan untuk antibiotika dan kosmetik (Knorr, 1984).

(3)

2.1.2. Susunan Kimia Limbah Udang

Produk hasil perikanan mengandung dua unsur utama, yaitu air dan protein selain unsur lain yang terdapat dalam jumlah kecil. Susunan kimia limbah udang dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 2.1. Susunan kimia limbah udang (%)

Unsur Kepala Udang Jengger Udang

Air 78,51 69,30

Protein 12,28 20,70

Lemak 1,27 8,40

Abu 5,34 1,50

Sumber: Juhairi, 1986.

Kulit udang yang terdapat pada kepala, jengger dan tubuh udang mengandung protein 34,9%, kalsium 26,7%, khitin 18,1% dan unsur lain seperti zat terlarut, lemak dan protein tercerna sebesar 19,4% (Casio dkk.,1982).

2.2. Kitin dan Kitosan 2.2.1. Kitin

Kitin sebagai prekursor kitosan pertama kali ditemukan pada tahun 1811 oleh Henri Braconnot (Perancis) sebagai hasil isolasi dari jamur. Sedangkan kitin dari kulit serangga ditemukan kemudian pada tahun 1820. Kitin merupakan polimer kedua terbesar di bumi selelah selulosa. Kitin adalah senyawa amino polisakarida berbentuk polimer gabungan. Kitosan ditemukan C. Roughet pada tahun 1859 dengan cara memasak kitin dengan basa. Perkembangan penggunaan kitin dan kitosan meningkat pada tahun 1940-an, terlebih dengan makin diperlukannya bahan alami oleh berbagai industri sekitar tahun 1970-an. Penggunaan kitosan untuk aplikasi khusus, seperti farmasi dan kesehatan dimulai pada pertengahan 1980 - 1990. Umumnya kitin diisolasi melalui rangkaian proses produksi. Pertama, demineralisasi atau proses penghilangan mineral menggunakan asam. Kedua, deproteinasi atau proses

(4)

penghilangan protein menggunakan basa. Ketiga, dekolorisasi atau proses penghilangan warna menggunakan oksidator atau pelarut organik (Rismana, 2006).

Kitin merupakan salah satu biopolimer homopolisakarida yang tersedia sangat banyak di alam. Kitin terutama terdapat pada invertebrata laut, serangga, kapang dan beberapa jenis khamir. Kitin biasanya banyak ditemukan dalam keadaan bergabung dengan protein (Knorr, 1984).

Kitin merupakan biopolimer alami yang melimpah dari kulit luar kepiting, udang dan juga dinding sel jamur dan serangga. Pada saat ini hanya sedikit jumlah limbah dan cangkang yang dimanfaatkan sebagai pakan ternak atau sumber bahan kitin, sehingga pengolahan kerang – kerangan menimbulkan pencemaran lingkungan (Synowiecky and Al-Khateeb, 2003).

Komposisi kitin dan protein pada limbah Crustaceae dapat dilihat pada

Tabel 2.2 Komposisi (%) kitin dan protein berdasarkan berat kering pada limbah Crustaceae

Sumber Kitin Protein Kitin

Kepiting : Collnectes sapidus Chinocetes opilio

21,5 29,2

13,5 26,6 Udang: Pandanus borealis

Crangon crangon Penaeus monodon 41,9 40,6 47,4 17,0 17,8 40,4

Udang karang: Procamborus clarkii 29,8 13,2

Krill: Euphausia superba 41,0 24,0

Udang biasa 61,6 33,0

Sumber: Synowiecky and Al-Khateeb (2003)

2.2.2. Kitosan

Kitosan adalah senyawa polimer alam turunan kitin yang diisolasi dari limbah perikanan, seperti kulit. udang dan cangkang kepiting dengan kandungan kitin antara 65-70 persen. Sumber bahan baku kitosan yang lain di antaranya kalajengking, jamur, cumi, gurita, serangga, laba - laba dan ulat sutera dengan kandungan kitin antara 5-45 persen. Kitosan merupakan bahan kimia multiguna berbentuk serat dan merupakan

(5)

kopolimer berbentuk lembaran tipis, berwarna putih atau kuning, tidak berbau. Kitosan merupakan produk deasetilasi kitin melalui proses kimia menggunakan basa natrium bidroksida atau proses enzimatis menggunakan enzim chitin deacetylase. Serat ini bersifat tidak dicerna dan tidak diserap tubuh. Sifat menonjol kitosan adalah kemampuan mengabsorpsi lemak hingga 4-5 kali beratnya (Rismana, 2006).

Kitosan adalah senyawa kimia yang berasal dari bahan hayati kitin, suatu senyawa organik yang melimpah di alam ini setelah selulosa. Kitin ini umumnya diperoleh dari kerangka hewan invertebrata dari kelompok Arthopoda sp, Molusca sp, Coelenterata sp, Annelida sp, Nematoda sp, dan beberapa dari kelompok jamur Selain dari kerangka hewan invertebrata, juga banyak ditemukan pada bagian insang ikan, trakea, dinding usus dan pada kulit cumi-cumi. Sebagai sumber utamanya ialah cangkang Crustaceae sp, yaitu udang, lobster, kepiting, dan hewan yang bercangkang lainnya, terutama asal laut. Sumber ini diutamakan karena bertujuan untuk memberdayakan limbah udang (Hawab, 2005).

Kitosan adalah produk terdeasetilasi dari kitin yang merupakan biopolimer alami kedua terbanyak di alam setelah selulosa, yang banyak terdapat pada serangga, krustasea, dan fungi (Sanford and Hutchings, 1987). Diperkirakan lebih dari 109-1.010 ton kitosan diproduksi di alam tiap tahun. Sebagai negara maritim, Indonesia sangat berpotensi menghasilkan kitin dan produk turunannya. Limbah cangkang rajungan di Cirebon saja berkisar 10 ton perhari yang berasal dari sekurangnya 20 industri kecil. Kitosan tersebut masih menjadi limbah yang dibuang dan menimbulkan masalah lingkungan. Data statistik menunjukkan negara yang memiliki industri pengolahan kerang menghasilkan sekitar 56.200 ton limbah. Pasar dunia untuk produk turunan kitin menunjukkan bahwa oligomer kitosan adalah produk yang termahal, yaitu senilai $ 60.000/ton.

Kitosan merupakan senyawa turunan kitin, senyawa penyusun rangka luar hewan berkaki banyak seperti kepiting, ketam, udang dan serangga. Kitosan dan kitin termasuk senyawa kelompok polisakarida. Senyawa – senyawa lain yang termasuk kelompok polisakarida yang sudah tidak asing bagi kita adalah pati dan sellulosa. Polisakarida – polisakarida ini berbeda dalam jenis monosakarida penyusunnya dan

(6)

cara monosakarida – monosakarida berikatan membentuk polisakarida (Rismana, 2006).

2.2.3. Struktur Kitosan

Kitosan adalah jenis polimer rantai yang tidak linier yang mempunyai rumus umum (C6H11NO4)n atau disebut sebagai (1,4)-2-Amino-2-Deoksi-β-D-Glukosa, dimana strukturnya dapat dilihat sebagai berikut :

Gambar 2.1. Struktur Kitosan

2.2.4. Sifat – Sifat Kimia Kitin dan Kitosan

2.2.4.1. Sifat Kitin

Sifat utama kitin sangat sulit larut dalam air dan beberapa pelarut organik. Rendahnya reaktivitas kimia dan sangat hidrofobik, menyebabkan penggunaan kitin relatif kurang berkembang dibandingkan dengan kitosan dan derivatnya. Reaksi pada kondisi heterogen menimbulkan beberapa permasalahan termasuk tingkat reaksi yang rendah, kesulitan dalam substitusi regioselektif, ketidakseragaman struktur produk, dan degradasi parsil disebabkan kondisi reaksi yang kuat (Kaban, 2009).

Penggunaan kitin relatif lebih sedikit dibandingkan kitosan dan derivatnya. Aplikasi kitin yang utama adalah sebagai senyawa pengkelat logam dalam instalasi pengolahan air bersih atau limbah, kosmetik sebagai fungisida dan fungistatik penyembuh luka (Rismana 2006).

(7)

2.2.4.2. Sifat Kitosan

Menurut Rismana (2006) sifat alami kitosan dapat dibagi menjadi dua sifat besar yaitu, sifat kimia dan biologi. Sifat kimia kitosan sama dengan kitin tetapi yang khas antara lain :

• Merupakan polimer poliamin berbentuk linear. • Mempunyai gugus amino aktif.

• Mempunyai kemampuan mengikat beberapa logam. Sifat biologi kitosan antara lain:

• Bersifat biokompatibel artinya sebagai polimer alami sifatnya tidak mempunyai akibat samping, tidak beracun, tidak dapat dicerna, mudah diuraikan oleh mikroba (biodegradable).

• Dapat berikatan dengan sel mamalia dan mikroba secara agresif. • Bersifat hemostatik, fungistatik, spermisidal, antitumor, antikolesterol.

• Bersifat sebagai depresan pada sistem saraf pusat. Berdasarkan kedua sifat tersebut maka kitosan mempunyai sifat fisik khas yaitu mudah dibentuk menjadi spons, larutan, pasta, membran, dan serat. yang sangat bermanfaat.

Dalam hal kelarutan kitin berbeda dengan selulosa karena kitin merupakan senyawa yang stabil terhadap pereaksi kimia. Kitin bersifat hidrofobik, tidak larut dalam air, alkohol dan hampir semua pelarut organik. Kitin dapat larut dalam asam klorida, asam sulfat dan asam fosfat pekat (Roberts, 1992).

Kitosan dengan bentuk amino bebas tidak selalu larut dalam air pada pH lebih dari 6,5 sehingga memerlukan asam untuk melarutkannya. Kitosan larut dalam asam asetat dam asam formiat encer. Adanya dua gugus hidroksil pada kitin sedangkan kitosan dengan 1 gugus amino dan 2 gugus hidroksil merupakan target dalam modifikasi kimiawi (Hirano, dkk.,1987).

Sifat kation kitosan adalah linier polielektrolit, bermuatan positif, flokulan yang sangat baik, pengkelat ion – ion logam. Sifat biologi kitosan adalah non toksik, polimer alami, sedangkan sifat kimia seperti linier poliamin, gugus amino dan gugus

(8)

hidroksil yang reaktif. Aplikasi kitosan dalam berbagai bidang tergantung sifat – sifat kationik, biologi dan kimianya (Sandford dan Hutchings, 1987).

2.2.5. Kelarutan Kitosan

Kitosan yang disebut juga dengan β-1,4-2 amino-2-dioksi-D-glukosa merupakan senyawa yang sedikit larut dalam HCl, HNO3, dan H3PO4 dan tidak larut dalam H2SO4. Kitosan tidak beracun, mudah mengalami biodegradasi dan bersifat polielektrolitik. Disamping itu kitosan dapat dengan mudah berinteraksi dengan zat-zat organik lainnya seperti protein. Oleh karena itu, kitosan relatif lebih banyak digunakan pada berbagai bidang industri terapan dan industri kesehatan. Kitosan tidak larut dalam air, pelarut-pelarut organik, juga tidak larut dalam alkali dan asam-asam mineral pada pH di atas 6,5. Dengan adanya sejumlah asam, maka dapat larut dalam air-metanol, air-etanol, air-aseton, dan campuran lainnya. Kitosan larut dalam asam formiat dan asam asetat dan menurut Peniston dalam 20% asam sitrat juga dapat larut. Asam organik lainnya juga tidak dapat melarutkan kitosan, asam-asam anorganik lainnya pada pH tertentu setelah distirer dan dipanaskan dan asam sitrat juga dapat melarutkan kitosan pada sebagian kecil setelah beberapa waktu akan terbentuk endapan putih yang menyerupai jelly. ( Widodo. A, 2005 )

2.3. Karboksimetil Kitosan (KMK)

Karboksimetil kitosan (KMK) merupakan bahan alam yang berasal dari hewan yaitu senyawa turunan kitosan. Kitosan merupakan hasil deasetilasi (kehilangan gugus asetil) kitin. Kitin diisolasi dari kulit Crustacea sp, misalnya udang, ketam dan kepiting, serangga; jamur serta ragi (Fernandes-Kim, 2004). Karboksimetil kitosan dapat digunakan sebagai inhibitor korosi dalam media asam dan air (Cheng dkk., 2007; Erna dkk., 2009). Karboksimetil kitosan merupakan inhibitor yang baik dan berpotensi karena mengandung gugus fungsi -COOH, -OH dan –NH2 dalam molekulnya yang kaya akan pasangan elektron bebas dan sumbernya sangat melimpah di alam setelah selulosa. Tetapi penggunaan KMK sebagai inhibitor dalam air gambut

(9)

belum ada laporan. Oleh karena itu, melalui penelitian penggunaan KMK sebagai inhibitor diharapkan dapat meningkatkan nilai ekonomis produk kitosan secara

umum dan dapat digunakan secara luas.

Gambar 2.2. Struktur karboksimetil kitosan dalam suasana asam dan basa

Secara garis besar pembuatan karboksimetil kitosan meliputi pelarutan kitosan dengan asam asetat 1% untuk membebaskan kitosan dari bahan-bahan lain yang tidak larut, selanjutnya larutan kitosan tersebut dipresipitasi menggunakan larutan NaOH 5% hingga terbentuk gel kitosan yang berwarna putih. Gel kitosan yang diperoleh kemudian ditambah dengan asam monokloroasetat dengan rasio antara kitosan : asam monokloroasetat adalah 1 : 0,9(b/b) secara perlahan lahan. Proses eterifikasi dilakukan pada suhu 60,75, dan 90 C selama 4 jam. Setelah proses eterifikasi selesai dilakukan pengaturan tingakat keasaman hingga mencapai pH 5 menggunakan larutan NaOH 0,5%, selanjutanya dilakukan proses presipitasi menggunakan isopropil alkohol dengan rasio filtrat kitosan larut air dengan isopropil alkohol 1:2. Serat kitosan yang diperoleh kemudian diangin anginkan hingga kering dan selanjutnya digiling menjadi tepung kitosan larut air (Basmal et al.,2005).

2.4. Reaksi Alkalisasi dan Eterifikasi

Pada pembuatan karboksilmetil kitosan melalui 2 (dua) tahap reaksi, yaitu reaksi alkalisasi dan kedua reaksi eterifikasi. Pada reaksi pertama, yaitu alkalisasi merupakan reaksi antara selulosa dengan larutan soda (basa) menjadi alkali kitosan, sedangkan tahap kedua yaitu eterifikasi merupakan reaksi antara alkali kitosan dengan senyawa monokloro asetat menjadi karboksilmetil kitosan (KMK) yang membentuk larutan kental (viskous). Reaksi berlangsung dalam temperatur 60 – 90 oC dan waktu operasi antara 2 – 4 jam dan dilakukan pengadukan. (Ghozali, 2010)

Gambar

Gambar 2.2. Struktur karboksimetil kitosan dalam suasana asam dan basa

Referensi

Dokumen terkait

jenis lingkungan kerja terbagi menjadi dua yaitu lingkungan kerja fisik, yaitu semua keadaan yang berbentuk fisik yang terdapat di sekitar tempat kerja yang dapat mempengaruhi

Dalam kaitannya kaitannya dengan dengan pengurangan pengurangan risiko risiko bencana bencana maka maka upaya upaya yang yang dapat dapat dilakukan dilakukan untuk untuk

Pertama , faktor-faktor penyebab kurang diperhatikan pelestarian naskah kuno di perpustakaan Museum Radya Pustaka, yaitu (1) belum adanya anggaran khusus untuk kegiatan

Indeks Indikator Kini (IIK) merupakan indeks komposit dari beberapa indeks variabel yang dapat mengidentifikasi secara umum tentang kondisi perusahaan dan bisnis

Tampilan Potongan Memanjang Embung Setail KG2 Dari tampilan visual pada Gambar 28 , hasil komputasi dari simulasi banjir rancangan kala ulang dalam 1, 2, 5, 10, 20, dan 25

Perihal waktu untuk pertunjukan teater tanggapan, tentu juga bergantung dengan jadual inti acara hajatan, bisa di depan acara, di sela-sela acara, atau bisa di akhir

Sistem ini memang lebih rumit, tim yang menggunakannya disarankan memiliki skill, kekuatan fisik, serta kerja sama yang baik. Keunggulan dari sistem ini adalah pada daerah

Spektrofotometri adalah suatu metode analisis yang berdasarkan pada pengukuran serapan sinar monokromatis oleh suatu lajur larutan berwarna pada panjang gelombang yang spesifik