• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tinjauan Pasar Kerja Indonesia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Tinjauan Pasar Kerja Indonesia"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

International Labour Organization

1 Informasi ini disusun oleh RIchard Home, Sameer Khatiwada (Kantor Regional ILO untuk Asia dan Pasifik), dan Owais Parray (Kantor ILO di Jakarta). Informasi data diberikan oleh Rosamario Dasso Arana (Kantor Regional ILO untuk Asia dan Pasifik).

Agustus 2016

Tinjauan

1

Indonesia saat ini sedang berupaya menghadapi penurunan harga komoditas di tingkat global dan menyikapi perlambatan ekonomi yang dihadapi para mitra dagang utamanya. Faktor-faktor ini sangat memengaruhi prediksi pertumbuhan—mengurangi kemungkinan mencapai pertumbuhan sebesar 7 persen per tahun pada 2018— dengan berbagai konsekuensi buruk terhadap pasar kerja.

Catatan: Semua indikator pasar kerja dibuat berdasarkan estimasi Februari 2016 untuk populasi usia 15 tahun ke atas kecuali angka pekerjaan informal (2010/11).

Sumber: Economist Intelligence Unit (EIU) Country Data [Diperoleh pada 22 Juli 2016]; Badan Pusat Statistik (BPS), 2016. Survei Ketenagakerjaan Nasional

(Sakernas), Februari 2016 (BPS, Jakarta)

2013 2014 2015

PDB sesungguhnya (% perubahan tahun per tahun) 5.6 5.0 4.8

Investasi (% PDB) 32.0 32.6 33.2

Ekspor barang dan jasa (% PDB) 23.9 23.6 21.1

Harga konsumen (%perubahan tahun per tahun) 8.1 8.2 3.2

Perempuan Laki-laki Total

Angkatan kerja (juta) 49,543 78,138 127,672

Pekerjaan (ribu) 116.0 227.9 344.0

Angka partisipasi angkatan kerja (%) 52.7 83.5 68.0

Angka pengangguran (%) 5.3 5.7 5.5

Dewasa, usia 25+ 2.6 3.4 3.1

Orang Muda, usia 15-24 18.6 17.4 17.8

Pendapatan bulanan (Rp. Ribu) 1,878 2,348 2,181

Tingkat pekerjaan informal (%) 72.9 72.3 72.5

Tabel 1: Indikator Perekonomian dan Tenaga Kerja

Tinjauan Pasar Kerja Indonesia

Banyak di antaranya, seperti pengangguran dan kualitas kerja, yang memperberat tantangan yang sudah ada termasuk pengangguran muda dan informalitas. Karenanya, diperlukan perubahan kebijakan untuk memperkuat upaya mencapai kesetaraan gender dalam pasar kerja dan mengurangi ketimpangan pendapatan, terutama terkait dengan adopsinya Agenda Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Agenda).

(2)

Tinjauan Pasar Kerja Indonesia

4 Country Report: Indonesia, Economist Intelligence Unit (EIU), Juni 2016. berkontribusi sebesar 11 persen dan 13 persen terhadap ekspor Indonesia—akan menurunkan pendapatan ekspor Indonesia.

Saat harga komoditas sudah mencapai titik terendahnya 2016, PDB tahun ini diharapkan bertumbuh sebesar 5,1 persen dan pada 2017 sebesar 5.3 persen mengingat investasi publik terhadap infrastruktur dan konsumsi publik meningkat (Gambar 1).4 Namun, pertumbuhan ekonomi dalam dua tahun ke depan diperkirakan sedikit lebih rendah dibandingkan target 7 persen pemerintah, yang diharapkan dapat tercapai pada 2018. Pertumbuhan ekonomi yang melamban akan berdampak pada pasar kerja dan kondisi sosial, mengingat Indonesia saat ini sedang menghadapi pengangguran kaum muda, informalitas dan kesenjangan gender.

Pengurangan dalam ekspor komoditas

menyebabkan perlambatan pertumbuhan

ekonomi, namun prediksi pertumbuhan

ekonomi terlihat lebih positif

Setelah melalui pertumbuhan ekonomi yang lumayan kuat, di mana perekonomian Indonesia tumbuh sebesar 6 persen antara tahun 2011 dan 2013, pertumbuhan melamban hingga 5 persen pada 2014 dan 4,8 persen pada 2015.2 Pada kwartal pertama tahun 2016, perekonomian meningkat pada 4,9 persen dibandingkan pada kwartal yang sama di tahun sebelumnya. Melambatnya ekspor dan pertumbuhan investasi akibat menurunnya harga komoditas memainkan peran penting dalam perlambatan ekonomi.3 Kinerja perekonomian yang menurun di antara mitra-mitra perdagangan regional, seperti China dan Jepang—yang

2 EIU Country Data [Diperoleh pada 22 Juli 2016].

3 Produk-produk ekspor terbesar Indonesia termasuk batu bara, minyak sawit, minyak dan gas bumi, minyak mentah dan karet.

Gambar 1: Tingkat pertumbuhan PDB berdasarkan komponen utama, 2010-2017 (%)

Catatan: Data 2016 dan 2017 merupakan perkiraan

Sumber: EIU Country Data [Diperoleh pada 22 Juli 2016]

Tingkat pertumbuhan PDB dan kontribusi (%)

Konsumsi pribadi Konsumsi pemerintah Investasi tetap bruto Neraca eksternal Saham -2,0 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2015 2017 -1,0 0,0 1,0 2,0 3,0 4,0 5,0 6,0 7,0 8,0

(3)

5 Bank Dunia. Indonesia Economic Quarterly, “Resilience through reforms”, Juni 2016

Tingkat heterogenitas penyerapan tenaga

kerja yang besar berdasarkan provinsi

Disparitas yang luas terlihat pada angka pengangguran provinsi. Pada Februari 2016, angka pengangguran di Riau diperkirakan sebesar 9 persen—tertinggi dari seluruh provinsi. Hal serupa juga terlihat di Aceh, Kalimantan Timur dan Jawa Barat yang mencapai di atas 8 persen.

Peningkatan yang terjadi di provinsi-provinsi ini diduga terkait dengan menurunnya ekspor komoditas, sementara di Jawa Barat diperkirakan akibat stagnannya pertumbuhan manufaktur. Namun penting untuk dicatat bahwa pengangguran di provinsi-provinsi ini secara historis memang lebih tinggi dari angka rata-rata nasional.

Provinsi dengan angka pengangguran terendah meliputi Bali, Papua dan Yogyakarta, di mana pada Februari 2016 berada di bawah 3 persen. Bali merupakan daerah tujuan wisata utama di Indonesia dan terus menarik jutaan wisatawan luar dan dalam negeri setiap tahunnya. Alhasil, perekonomian Bali cenderung lebih kuat menghadapi kerentanan pengangguran dan mampu mempertahankan tingkat pengangguran yang rendah di bawah 3 persen. Daerah-daerah lain dengan tingkat pengangguran rendah termasuk Sulawesi Tengah, Maluku Utara dan Nusa Tenggara Timur. Tidak seperti Bali, rendahnya tingkat pengangguran pada provinsi-provinsi ini menggambarkan kemiskinan dan tingginya tingkat pekerjaan pada

Prediksi jangka panjang akan

membutuhkan diversifikasi dari

komoditas, terutama pada sektor

manufaktur

Pada jangka menengah dan panjang, Indonesia perlu mencari mesin pendorong pertumbuhan untuk mendukung penciptaan lapangan kerja dan produktivitas. Untuk itu, kebijakan harus terfokus pada sektor manufaktur dan jasa kelas tinggi untuk memastikan pertumbuhan di masa depan menjadi lebih inklusif dan ramah terhadap tenaga kerja. Ini terbukti pada sektor manufaktur yang harus kembali pada tingkatan pertumbuhan sama sebelum krisis finansial pada 1997. Menurut studi terkini5 proporsi ekspor global Indonesia pada sektor manufaktur tetap stagnan pada angka

0,6 persen. Karenanya, kendati jumlah tenaga kerja pada sektor perdagangan dan jasa mengalami pertumbuhan selama beberapa tahun terakhir, ini hanya terjadi pada rantai pemasok tahap akhir, yang mengakibatkan pekerjaan yang ada tidak terlalu produktif.

Lebih dari 7 juta orang tetap menganggur

meski terjadi penurunan tingkat

pengangguran

Pada Februari 2016, lebih dari 7 juta orang di Indonesia menganggur, menurun dari dari 8,3 juta pada 2010 dan 10,1 juta pada 2007 (Gambar 2). Angkatan kerja pada Februari 2016 tetap berada di angka 127,1 juta jiwa, namun jumlah ini menurun dari 128,3 juta pada tahun sebelumnya. Akibatnya, tingkat partisipasi angkatan kerja menurun dari 69,5 persen pada Februari 2015 menjadi 68 persen pada Februari 2016. Tingkat partisipasi pekerja perempuan berada pada 52,1 persen yang tetap rendah dibandingkan pekerja laki-laki pada 83,4 persen.

Sementara itu, tingkat pengangguran pada Februari 2016 tercatat 5,5 persen, turun dari 5,8 persen pada tahun sebelumnya. Tingkat pengangguran mengalami penurunan dari 6,3 persen pada 2012 dan 7,4 persen pada 2010. Ini diakibatkan oleh penurunan angkatan kerja pada periode yang sama.

Sumber: Sakernas (terbitan Februari), 2005-2016.

Gambar 2: Jumlah pengangguran dan tingkat pengangguran di Indonesia, 2005-16

Jumlah pengangguran dalam juta Tingkat pengangguran (%)

Total pengangguran Tingkat pengangguran

2,00 2,00 4,00 4,00 6,00 6,00 8,00 8,00 10,00 10,00 12,00 12,00 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016

(4)

Tinjauan Pasar Kerja Indonesia

perekonomian informal yang cenderung ‘menutupi’ kondisi sesungguhnya yang umum terjadi pada provinsi-provinsi yang belum berkembang di Indonesia.

Tingginya angka pengangguran

kaum muda tetap menjadi

tantangan terbesar, bersama

dengan informalitas

Pada Februari 2016, tingkat pengangguran kaum muda di Indonesia tetap berkisar pada 17,8 persen, turun dari 20,6 persen pada tahun sebelumnya. Namun pengangguran kaum muda di Indonesia masih terbilang tinggi jika dibandingkan dengan negara-negara lain di kawasan ini. Sebagai contoh adalah China dengan tingkat pengangguran kaum muda pada 2015 berkisar 12,1 persen.

Menurut perkiraan regional ILO, pada 2015, rata-rata angka pengangguran muda di Asia Timur adalah sebesar 11,7 persen,

sementara Asia Tenggara sebesar 13,1 persen. Selanjutnya, rasio pengangguran muda dan dewasa—5,8 kali lebih tinggi dibandingkan tingkat pengangguran dewasa—dinilai lebih tinggi dibandingkan rata-rata nasional. Rasio pengangguran muda-dewasa di Asia Timur adalah 3,2, sementara Asia Tenggara 5,1.6

Salah satu tantangan pasar kerja yang dihadapi oleh Indonesia saat ini adalah tingginya informalitas. Berdasarkan estimasi global terkini, pekerjaan informal sebagai persentase dari pekerjaan di sektor non-pertanian diperkirakan mencapai 72,5 persen di Indonesia.7

Angka ini lebih tinggi dibandingkan China dan Thailand (Gambar 3). Tingkat informalitas Indonesia dapat disejajarkan dengan India dan Pakistan—negara-negara dengan tingkat informalitas tertinggi secara global.

Mengingat prevalansi informalitas, pekerjaan yang rentan (jumlah pekerja keluarga yang tidak dibayar) dari jumlah pekerja keseluruhan juga terbilang tinggi di Indonesia.8

Kesenjangan gender dalam pasar

kerja hanyalah gambaran kecil dari

ketidakadilan gender yang lebih besar

Di Indonesia, kaum perempuan cenderung mendapatkan upah yang lebih buruk dibandingkan laki-laki di pasar kerja. Dari semua indikator pasar kerja, perempuan tertinggal. Dengan diadopsinya Agenda Pembangunan Berkelanjutan, ini menjadikan tujuan mencapai keadilan gender pada 2030—salah satu dari 17 Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs)—sebagai sebuah tugas besar. Sebagai contoh, menurut data Februari 2015, partisipasi pasar kerja di kalangan perempuan di Indonesia hanya sebesar 50,9 persen—lebih rendah dibandingkan sejumlah mitra-mitra regional (Gambar 3). Bahkan kesenjangan tingkat partisipasi kerja antara laki-laki dan perempuan mencapai 33 persen, lebih rendah dibandingkan Fiji namun lebih tinggi dibandingkan sejumlah negara di kawasan ini. Begitu pula dengan kesenjangan upah yang diterima. Menurut data angkatan kerja Februari 2016, rata-rata perempuan mendapatkan penghasilan sebesar 78 persen 6 ILO Trends Econometric Models, November 2015

7 Sumber: Statistical Update on Employment in the Informal Economy, Departemen Statistik ILO, Juni 2012

8 ILO Trends Econometric Models, November 2015

Bahkan pada Februari 2016, diperkirakan 58,2 persen lebih tinggi dari rata-rata negara Asia Timur dan Tenggara. Pada 2015, misalnya, negara-negara dengan pekerjaan rentan seperti China, Malaysia dan Filipina masing-masing sebesar 45,5 persen, 22,1 persen dan 37,4 persen.

Catatan: Data mengenai informalitas tidak tersedia di seluruh negara di Asia dan Pasifik.

Sumber: “Data Statistik ketenagakerjaan terkini pada sektor informal” Statistik ILO Statistics, Juni 2012. Gambar 3: Pekerjaan informal sebagai bagian dari pekerjaan sektor

non-pertanian di Asia, 2012

India Pakistan Indonesia Filipina Vietnam Sri Lanka Thailand Cina 0 10 40 70 20 50 80 30 60 90 83,6 78,4 72,5 70,1 68,2 62,1 42,3 32,6

(5)

dibandingkan rekan kerja laki (Rp. 2,3 juta untuk laki-laki dibandingkan Rp. 1,8 juta untuk perempuan).9

Ketimpangan pendapatan terus meningkat,

diperburuk dengan kesenjangan

keterampilan pada angkatan kerja

Dalam beberapa tahun terakhir, ketimpangan pendapatan di Indonesia meningkat dengan cepat dibandingkan negara-negara tetangga di Asia Timur dan Asia Tenggara. Misalnya, pada tahun 2000 koefisien Gini—salah satu koefisien yang digunakan untuk menilai ketimpangan pendapatan— berada pada posisi 0,30 (salah satu yang terendah di kawasan ini), yang mengalami peningkatan menjadi 0,41 pada 2013.10

Selanjutnya, konsumsi per orang bagi 10 persen orang-orang terkaya di Indonesia bertumbuh hingga 6 persen per tahun antara tahun 2003 hingga 2010, sementara hanya bertumbuh kurang dari 2 persen bagi 40 persen golongan masyarakat termiskin.

9 BPS, 2016. Sakernas, February 2016 (BPS, Jakarta)

10 World Bank, 2015. Indonesia’s Rising Divide (World Bank, Jakarta)

Salah satu penentu ketimpangan di Indonesia, seperti yang terlihat dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM), adalah ketidaksetaraan akses terhadap pekerjaan yang berkualitas baik. Tujuan pemerintah untuk mengurangi ketimpangan—Koefisien Gini sebesar 0,36 pada 2019— dan mencapai SDG 10 akan sangat sulit kecuali intervensi publik dilakukan secara bersama-sama untuk menangani masalah ketimpangan ini. Selain memperkuat program perlindungan sosialnya, Indonesia juga perlu mendorong peluang pelatihan keterampilan bagi angkatan kerjanya untuk meningkatkan produktivitas.

Memang bukti terkini menunjukkan bahwa kurang dari 9 persen orang (1,1 juta) dalam angkatan kerja memiliki gelar universitas. Di antara mereka yang memiliki latar belakang pendidikan universitas hanya 2,7 juta (kurang dari seperempat) berasal dari daerah pedesaan. Selanjutnya, lebih dari 16 persen (20,6 juta) tidak lulus sekolah dasar (SD) atau bahkan tidak pernah bersekolah sama sekali dan sebagian besar (67 persen) berasal dari daerah pedesaan. Transformasi struktural ekonomi untuk menuju sektor yang lebih produktif memerlukan upaya menjawab kesenjangan keterampilan dan meningkatkan peluang pendidikan dan pelatihan.

Source: ILO - Trends Econometric Models, November 2015.

Gambar 4: Kesenjangan gender dalam tingkat partisipasi angkatan kerja

Tingkat partisipasi angkatan kerja (%)

Perempuan dalam TPAK (%)

Fiji

Indonesia Filipina Mongolia

Papua New Guinea Malaysia

Cina

Myanmar Thailand Kamboja Vietnam

Laos

Kesenjangan gender dalam TPAK (%)

Perbedaan antara tingkat partisipasi laki-laki dan

perempuan 37,0 0 -5,0 10 0,0 30 10,0 60 25,0 80 35,0 20 5,0 50 20,0 40 15,0 70 30,0 90 40,0 50,9 49,3 50,5 62,9 63,6 56,5 75,5 73,8 75,1 69,6 77,7

(6)

Tinjauan Pasar Kerja Indonesia

Prediksi dan Peluang Kebijakan

Kendati Indonesia mengantisipasi perlambatan ekonomi dalam jangka menengah, perekonomian Indonesia masih menjadi salah satu pertumbuhan ekonomi yang terbesar dan tercepat di dunia. Namun demikian, upaya-upaya selanjutnya diperlukan untuk mengembangkan dasar transformasi struktural yang kuat yang sejalan dengan pekerjaan layak dan kualitas pekerjaan.

Melangkah ke depan, kebijakan industri yang menciptakan lebih banyak lagi pekerjaan produktif harus menjadi perhatian utama. Lebih lanjut, untuk menanggulangi kesenjangan keterampilan secara efektif, pendidikan dan Pelatihan harus menjadi prioritas. Selain itu, mengantisipasi keterampilan yang dibutuhkan dalam menghadapi perkembangan teknologi akan menjadi kunci dalam mendorong pertumbuhan produktivitas (lihat Kotak 1).

Menghadapi beratnya tantangan pasar kerja Indonesia, termasuk meluasnya informalitas, kesenjangan gender dan ketenagakerjaan muda, dibutuhkan serangkaian kebijakan mengenai pekerjaan layak. Untuk memastikan keterpaduan di antara kebijakan ekonomi dan sosial, dialog konstruktif yang melibatkan pemerintah, pengusaha, pekerja dan pemangku kepentingan sangat diperlukan.

Agenda Pembangunan Berkelanjutan yang baru saja diadopsi, meski terbilang besar dalam skala dan aspirasi, memberikan kesempatan unik untuk membangun visi pembangunan bersama di Indonesia. Hal ini tidak hanya membantu penyusunan kebijakan yang mengarah pada sosio-ekonomi yang berkelanjutan, tapi juga memberikan kesempatan dan kerangka baru pada keterpaduan dan koordinasi kebijakan yang sejalan dengan pendekatan berbasis bukti dalam pembuatan kebijakan.

Kotak1: Pengembangan keterampilan diperlukan untuk menanggulangi kehilangan pekerjaan akibat otomatisasi

Lebih dari 60 persen pekerja yang menerima gaji pada industri padat karya di Indonesia menghadapi risiko tinggi otomatisasi, menurut laporan terbaru ILO.1 Indonesia sangat

rentan terkena dampak teknologi akibat tingginya sektor manufaktur padat karya dan jasa—misalnya mereka yang mudah tergantikan otomatisasi. Sementara para manufaktur lebih memilih pekerja yang lebih terampil untuk mendukung dan mengelola teknologi, para pekerja dengan keterampilan rendah cenderung untuk digantikan dengan otomatisasi. Laporan ini, yang dibuat berdasarkan survei yang dilakukan di seluruh negara ASEAN (1,224 survey di Indonesia) melihat sejumlah industri yang berkontribusi pada pertumbuhan dan ketenagakerjaan, seperti: otomotif dan onderdil; listrik dan elektronik; tekstil, pakaian dan alas kaki; alihdaya proses

bisnis; dan eceran. Jumlah pekerja penerima upah yang berisiko di industri tersebut mencapai setinggi 85 persen pada eceran dan 64 persen pada sektor tekstil, pakaian jadi dan alas kaki serta lebih dari 60 persen di sektor otomotif dan elektronik.

Untuk mengantisipasi perubahan ini, angkatan kerja harus dilengkapi dengan keterampilan yang sesuai dan sesuai dengan kebutuhan seperti analis data dan teknologi informasi (Gambar B1). Karenanya penting bagi pengusaha, pemerintah, pekerja dan pemangku kepentingan untuk terlibat dan merespons perubahan-perubahan yang terjadi di tempat kerja. Hubungan yang membangun antara pemerintah, mitra sosial dan lembaga pelatihan pendidikan serta pelatihan menjadi penting untuk mengantisipasi permintaan keterampilan dan program pelatihan di masa mendatang.

Catatan: Jawaban dari pertanyaan: “Dapatkah Anda menyebutkan bidang-bidang fungsional di mana perubahan kerja dapat mengubah tempat kerja?”

Sumber: ILO retail survey, 2016; ILO (2016) op. cit

1. Sumber: ILO, 2016. ASEAN in Transformation: How technology is changing jobs and enterprises (ILO, Bangkok)

Gambar B.1: Perubahan persyaratan keterampilan dalam angkatan kerja ASEAN seiring peningkatan penggunaan teknologi Syarat keterampilan Analis data 24 19 19 14 11 Kecakapan hidup Teknologi informasi

Pemasaran digital/Media sosial Pengetahuan produk

Referensi

Dokumen terkait

Bu araştırma ile öğretmenlerin yaşam boyu öğrenme ve özyönetim, öğrenmeyi öğrenme, inisiyatif ve girişimcilik, bilgiyi elde etme, dijital, karar verebilme

Activity Diagram Form Input Data Barang (Pupuk) Keluar dapat dilihat pada Gambar III.25.. Tambah Data

[r]

Apabila filing sistem abjad yang dipilih sebagai sistem penyimpanan, maka nama merupakan ciri atau identitas penting di dalam pencarian dokumen sesuai dengan

Adapun pendapat dari M Cherief Bassiouni tentang ekstradisi yaitu 21 : “proses hukum berdasarkan perjanjian, hubungan timbal balik, rasa hormat, atau hukum nasional,

manajemen konflik. Tahap ini sangat penting karena tahap ini membicarakan apa yang harus dilakukan sebagai langkah pertama menuju langkah berikutnya. Pada tahap ini

Dengan ini saya menyatakan bahwa Tugas Akhir dengan judul “SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN PENEMPATAN POSISI IDEAL PEMAIN SEPAK BOLA MENGGUNAKAN ALGORITMA FUZZY (STUDI

Walaupun impedansi bukan fasor, namun karena keduanya berupa pernyataan kompleks, maka operasi-operasi fasor dapat diterapkan pada keduanya.. tegangan dan arus