• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA Reklame

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "TINJAUAN PUSTAKA Reklame"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

Reklame

Komunikasi adalah penyampaian pesan seseorang atau lembaga kepada seseorang atau banyak orang, baik secara langsung atau tidak langsung dengan menggunakan media. Iklan adalah bentuk komunikasi tidak langsung didasari pada informasi tentang keunggulan suatu produk yang disusun sedemikian rupa sehingga menimbulkan rasa menyenangkan dan akan mengubah pikiran seseorang untuk melakukan pembelian. Bentuk komunikasi tersebut salah satunya dapat dilakukan dengan media reklame. Reklame merupakan benda, alat, perbuatan atau media yang menurut bentuk susunan dan ragamnya untuk tujuan komersil dan dipergunakan untuk memperkenalkan, menganjurkan, dan memujikan suatu barang, jasa, atau orang, untuk menarik perhatian umum sehingga peletakannya harus dapat dilihat, dibaca, dan didengar dari suatu tempat oleh umum, kecuali yang dilakukan oleh pemerintah (Perda Bogor No .4 Tahun 2005).

  Peraturan tentang reklame di Kota Bogor tertuang dalam Perda No. 4 Tahun 2005 tentang Penyelenggaraan Reklame. Penyelenggaraan reklame adalah rangkaian kegiatan dan pengaturan yang meliputi perencanaan, jenis, perizinan, penyelenggara, pengawasan, pengendalian, dan penertiban reklame dalam rangka mewujudkan pemanfaatan ruang kota yang serasi. Peraturan tersebut dijelaskan jenis-jenis reklame, yaitu:

1. Reklame Bando, adalah reklame yang diselenggarakan menggunakan bahan besi, kayu, kertas, plastik, Fibre Glass, kaca, batu, logam, alat penyinar atau alat lain bersinar. Reklame ini dipasang pada tempat yang disediakan (berdiri sendiri) atau dengan cara digantungkan dan ditempelkan melintang (berseberangan) di atas jalan sarana dan prasarana kota.

2. Reklame rombong, adalah reklame yang diselenggarakan menggunakan bahan kayu, kertas, plastik, Fibre Glass, kaca, batu, logam, alat penyinar atau alat lain yang bersinar. Reklame ini dipasang pada kios dan penyelenggaraannya ditujukan di luar sarana dan prasarana kota milik orang pribadi atau badan. 3. Reklame peragaan adalah reklame yang diselenggarakan dengan cara

(2)

4. Reklame film atau slide adalah reklame yang diselenggarakan dengan cara menggunakan klise berupa kaca atau film, dan barang-barang lain sejenisnya sebagai alat untuk diproyeksikan pada layar atau benda lain.

5. Reklame suara adalah reklame yang diselenggarakan dengan menggunakan kata-kata yang diucapkan atau dengan suara yang ditimbulkan dari atau oleh peralatan atau visualisasi apapun.

6. Reklame udara adalah reklame yang diselenggarakan di udara dengan menggunakan gas, laser, pesawat atau alat lain yang sejenisnya.

7. Reklame berjalan adalah reklame yang diselenggarakan dengan membawanya berkeliling dengan berjalan kaki, kendaraan bermotor atau tidak bermotor. 8. Reklame selebaran atau brosur adalah reklame yang berbentuk lembaran lepas

diselenggarakan dengan cara menyebarkan selebaran atau brosur atau pamflet. 9. Reklame Baliho adalah reklame yang diselenggarakan dengan menggunakan

bahan kayu, plastik, dan sejenisnya dengan jangka waktu paling lama 1 bulan. 10. Reklame Papan (Billboard) adalah reklame yang diselenggarakan dengan

menggunakan bahan kayu, kertas, plastik, fibre glass, kaca, batu, logam, alat penyinar atau alat lain yang bersinar yang dipasang pada tempat yang disediakan (berdiri sendiri) atau dengan cara digantungkan atau ditempelkan. 11. Megatron, Videotron, Large Electronic Display (LED), Video Wall dan

Dynamic Wall adalah reklame menggunakan layar monitor besar berupa

program reklame atau iklan bersinar dengan gambar dan atau tulisan berwarna yang dapat berubah-ubah, terprogram, dan difungsikan dengan tenaga listrik. 12. Reklame umbul-umbul atau banner atau Spanduk adalah reklame yang

diselenggarakan menggunakan bahan kain, plastik, dan sejenisnya dalam jangka waktu paling lama 1 minggu.

13. Reklame poster atau tempelan stiker adalah reklame berbentuk lembaran lepas. Reklame ini diselenggarakan dengan cara disebarkan atau diminta untuk ditempelkan, diletakkan, dipasang, dan digantungkan pada tempat umum.

Perda Bogor No. 4 Tahun 2005 mendefinisikan berbagai istilah penyelenggaraan reklame. Pola penyebaran reklame adalah peletakkan reklame yang tercermin dalam peta sebagai acuan dan arahan penyelenggaraan reklame.

(3)

Bidang reklame adalah bagian atau muka reklame yang dimanfaatkan guna tempat

atau penyajian gambar, naskah, dan kata dari pesan-pesan penyelenggaraan reklame. Tinggi reklame adalah jarak antara ambang paling bawah bidang reklame ke permukaan tanah rata-rata atau bidang atap datar atau plat beton dan sejenisnya yang memenuhi kelayakan konstruksi tempat kedudukan peletakkan kaki konstruksi reklame. Panggung reklame adalah sarana atau tempat pemasangan satu atau beberapa bidang reklame yang diatur secara terpadu dengan baik dalam suatu komposisi yang estetik, baik dari segi kepentingan penyelenggaraan, masyarakat yang melihat maupun keserasiannya dengan pemanfaatan ruang kota beserta lingkungan sekitarnya. Definisi-definisi itu akan mempermudah untuk memahami kajian reklame dan dalam aplikasi penyelenggaraan reklame.

Dasar pertimbangan penyelenggaraan media reklame ditentukan memperhatikan kepentingan masyarakat, pemerintah daerah dan pihak pengusaha (biro iklan) untuk menempatkan media reklame sesuai dengan fungsinya sebagai media informasi sekaligus sebagai komponen kota yang berpengaruh pada keindahan kota. Oleh karena itu, aspek estetika menjadi dasar pertimbangan dalam menata media reklame. Prinsip desain perlu diperhatikan dalam menyusun pedoman teknis penataan reklame. Selain itu, faktor estetika diperlukan untuk menyampaikan isi pesan. Kegiatan mengenalkan, menganjurkan, dan memujikan suatu barang dan jasa reklame tertuang dalam pesan. Pesan yang disampaikan oleh media reklame harus dapat tersampaikan oleh pembacanya. Menurut Kasali (1993) menyatakan bahwa keefektifan media luar ruang didasarkan pada:

1. Jangkauan, yakni kemampuan media menjangkau sasaran.

2. Frekuensi, yakni kemampuan media mengulang pesan iklan yang sama kepada pengamat.

3. Kontinuitas, yakni kesinambungan media menyampaikan pesan sesuai strategi periklanan.

4. Ukuran, yakni kemampuan media memberikan ukuran yang dituntut pesan. 5. Warna, yakni kemampuan media menyajikan tata warna.

6. Pengaruh, yakni kekuatan pesan iklan yang kreatif. Pesan harus singkat dan ditampilkan secara jelas. Media harus dapat dibaca sekitar tujuh detik dan menggunakan huruf yang mudah terbaca dari jarak relatif jauh.

(4)

Untuk menciptakan estetika yang tinggi, lanskap jalan mempunyai kriteria-kriteria yang menjadi aspek pertimbangan dalam menyusun elemen-elemennya. Banyak kriteria-kriteria dari berbagai macam sumber yang dapat dijadikan acuan estetika lanskap. Litbang PEMDA Bandung (2004) membuat kriteria-kriteria estetika lanskap dan aspek-aspek yang menciptakan estetika seperti bentuk, ukuran, penempatan, jumlah, orientasi, dan pencahayaan (Tabel 1).

Tabel 1. Pertimbangan Prinsip Desain Penataan Media

Aspek Keindahan Konstruksi

Bentuk dan ukuran

Indah sesuai dengan : 1. Bentuk lanskap

2. Karakteristik lingkungan Indah sesuai dengan :

1. Karakteristik kawasan di kiri kanan jalan 2. Bentuk lanskap

3. Skala struktur/bangunan Penempatan Indah sesuai dengan :

1. Fungsi kawasan di kiri kanan jalan 2. Bentuk lanskap

Jumlah Indah sesuai dengan :

1. Karekteristik fungsi kawasan di kiri kanan jalan 2. Bentuk lanskap

Dengan memperhatikan:

1. Lebar kavling atau jarak antar bangunan 2. Orientasi pemasangan

3. Bentuk lanskap 4. Jenis Media Reklame

5. Keberadaan media reklame yang lain Orientasi Indah menurut :

1. Fungsi kawasan di kanan jalan 2. Bentuk lanskap

Dengan memperhatikan: 1. Bentuk lanskap 2. Jenis media reklame

3. Keberadaan media reklame yang lain 4. Jumlah media reklame dan lebar kavling Pencahayaan Indah menurut :

1. Fungsi kawasan di kanan jalan

(5)

Pola penyebaran dan peletakan reklame di suatu kawasan harus mempertimbangkan estetika, keserasian bangunan dan lingkungan sesuai dengan Rencana Tata Ruang Kota dan Wilayah (RTRW). Pola penyebaran tersebut diletakkan sepanjang jalur jalan tertentu dan meliputi titik reklame di dalam sarana dan prasarana kota dan di luar sarana dan prasaran kota. Keputusan Menteri Dalam Negeri No. 15 tahun 1999 mengatakan bahwa nilai strategis titik reklame dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti tata guna lahan atau potensi dari kawasan tersebut dalam mencapai sasaran pemasangan reklame, ukuran reklame, sudut pandang reklame, kelas jalan, harga lokasi pemasangan reklame. Nilai strategis tersebut menyebabkan perlu adanya kontrol dari pemerintah setempat terhadap peletakkan reklame.

Menurut Perda Bogor No. 18 Tahun 2008, peletakan titik reklame di luar sarana dan prasarana kota dapat diletakkan sepanjang jalur jalan tertentu. Peletakannya memperhatikan estetika, keserasian bangunan dan lingkungan dengan rencana tata ruang kota dapat ditempatkan:

1. Di atas bangunan

2. Menempel pada bangunan 3. Di halaman

4. Di areal terbuka.

Peletakkan reklame di dalam sarana dan prasaran di kota Bogor diletakkan sepanjang jalur jalan tertentu pada sarana dan prasarana kota, seperti:

1. Sisi luar trotoar atau bahu jalan; 2. Median jalan;

3. Shelter; 4. Jembatan

5. terowongan penyeberangan orang; 6. Ruang Terbuka Hijau;

7. Ornamen kota;

8. Terminal dan pangkalan angkutan; 9. Stasiun kereta api;

10. Gelanggang olahraga;

(6)

Peletakkan reklame di dalam sarana dan prasarana kota Bogor terdapat larangan-larangan, meliputi:

1. Trotoar 2. saluran

3. Ruas-ruas jalan bagian dalam yang mengitari kawasan Kebun Raya Bogor dan Istana Bogor.

4. Jl. Ir. H. Juanda mulai dari depan kejaksaan hingga simpang Jl. Pengadilan. 5. Sebelah barat Jl. Jend Sudirman mulai persimpangan Jl. Absesin s/d Simpang

Jl. R.E Martadinata.

6. komersial pada area sarana pemerintah, tempat ibadah, dan sarana pendidikan formal.

Menurut Simonds (1983), pengontrolan zona reklame diperlukan untuk melindungi vista dan pemandangan yang ada serta mempertahankan kualitas jalan dan lingkungan sekitarnya. Salah satu cara untuk mengontrol adalah dengan pengelompokkan berbagai informasi dan penempatan pada titik lokasi yang ditentukan, misalnya area peristirahatan, taman lingkungan, pusat perdagangan dan jasa atau titik lain yang mudah dilihat oleh pengamat. Perda Bogor No. 4 tahun 2005 menyebutkan bahwa penyelenggaraan reklame dilaksanakan menurut jalur jalan. Jalur jalan adalah suatu prasarana perhubungan darat dalam bentuk apapun yang mempunyai nilai strategis untuk peletakkan titik reklame. Penyelenggaraan reklame diletakkan sepanjang jalur jalan tertentu yang diatur oleh walikota meliputi:

1. Jalur jalan khusus adalah suatu prasarana perhubungan darat dalam bentuk apapun yang mempunyai nilai stategis khusus untuk peletakkan titik reklame. 2. Jalur jalan utama adalah suatu prasarana perhubungan darat dalam bentuk

apapun yang mempunyai nilai strategis utama untuk peletakkan titik reklame. 3. Jalur jalan I adalah suatu prasarana perhubungan darat dalam bentuk apapun

yang mempunyai nilai strategis jalur kelas 1 (satu) untuk peletakkan reklame. 4. Jalur jalan II adalah suatu prasarana perhubungan darat dalam bentuk apapaun

yang mempunyai nilai strategis jalur 2 (dua) untuk peletakkan titik reklame. 5. Jalur jalan III adalah suatu prasarana perhubungan darat dalam bentuk apapun

(7)

Visual

American Society of Landscape Architects (1979) mengemukakan dua

aspek penting sumberdaya visual yang dilakukan dalam penilaian visual, yaitu karakter visual dan kualitas visual. Karakter visual dibedakan menjadi dua level, yaitu pola elemen dan pola karakter. Pola elemen terdiri dari form, line, color, serta texture. Pola karakter terdiri dari dominance, scale, diversity, dan continuity. Sedangkan kriteria menilai kualitas visual terdiri dari vividness, intactness, dan

untiy (Tabel 2). Estetika pemandangan merupakan salah satu sumber daya visual

yang penting. Estetika pemandangan dapat meningkatkan kualitas lingkungan dan dapat memberikan efek visual yang menyenangkan. Pada suatu pemandangan lanskap yang estetik, banyak faktor yang membentuk dan mempengaruhinya. Menurut Harris dan Dines (1983) ada lima faktor visual dalam persepsi dan identifikasi, yaitu ketajaman visual, pandangan sekeliling, kedalaman persepsi, pandangan yang menyilaukan, dan kepulihan pandangan serta pandangan terhadap warna.

Wujud visual yang berbeda-beda dimiliki untuk setiap benda yang memiliki karakteristik yang berbeda sesuai dengan karakter masing-masing. Menurut Laurie (1975), visual dapat dimanipulasi menciptakan kesan ruang tertentu. Ciri visual suatu benda dipengaruhi jarak antara pengamat dengan benda yang diamati. Untuk Visualisasi di malam hari, dimana matahari sedang menerangi belahan bumi bagian lain maka pencahayaan diperlukan untuk menerangi kawasan tersebut sehingga lanskap tersebut dapat dinikmati di malam hari. Dimana keindahan suatu lanskap dapat dinikmati jika ada cahaya yang menerangi dan tidak menyilaukan. Elemen lanskap selain memiliki wujud visual berdasarkan karakteristik yang dimilikinya juga dapat membentuk visual lanskap. Visual lanskap dapat ditampilkan secara indah dengan penataan setiap elemen secara proporsional dan pencahayaan untuk visualisasi di malam hari, sesuai dan harmonis.

Struktur visual suatu lanskap ditentukan oleh terlihat tidaknya pemandangan dari satu titik pandang, jarak antara pengamat dan obyek yang diamati. Ashihara (1970) menyatakan seseorang dapat melihat sebuah objek sebagai suatu kesekuruhan pada sudut 27º apabila jarak ke objek sama dengan dua

(8)

kali tinggi objek. Struktur visual suatu lanskap ditentukan oleh titik pandang, jarak pengamat dan objek, sudut tampak, sudut bidang yang tidak tampak, sudut depresi, sudut elevasi dan cahaya (Higuchi, 1988). Ruang lingkup pandang pengamat terhadap suatu objek dipengaruhi oleh pergerakan yang dilakukannya (Hoobs, 1995). Beberapa parameter digunakan untuk menentukan kualitas visual suatu lanskap yaitu kesatuan sumber daya visual lanskap dalam membentuk suatu unit visual yang harmonis dan koheren, kesan hidup dari penggabungan elemen-elemen pembentuk lanskap serta keutuhan kondisi lanskap alami.

Tabel 2. Aspek Sumberdaya Visual Sumberdaya

Visual

Atribut visual

Aspek Karakteristik aspek

Karakter Visual

Pola Elemen

Form Kelompok visual, besarnya atau bentuk.

Line Edges suatu objek atau bagian dari

objek.

Color Keseluruhan nilai suatu objek atau mencerminkan keterangan yaitu terang, gelap, dan hue yaitu merah, hijau.

Texture Kekasaran suatu permukaan.

Pola Karakter

Dominance Posisi, luasan, atau kekontrasan dasar

pola elemen.

Scale Hubungan ukuran antara komponen lanskap dan sekitarnya.

Diversity Fungsi dalam jumlah, keragaman, dan penyatuan pola elemen visual.

Continuity Aliran yang tidak mengganggu pola elemen dalam lanskap dan pengelolaan hubungan visual antara komponen lanskap.

Kualitas Visual Vividness Kombinasi memoribility komponen lanskap dengan pola visual yang menarik perhatian dan berbeda dari yang lain.

Intactness Kesatuan antara lanskap buatan dan alami.

Unity Hubungan visual dan keharmonisan komposisi lanskap secara individu.

(9)

Estetika

Estetika merupakan istilah yang erat hubungannya dengan keindahan. Menurut Prall dalam Porteous (1977), estetika adalah salah satu tindakan manusia untuk menghasilkan sesuatu yang indah dan berguna. Estetika menurut Simonds (1983) merupakan hubungan yang harmonis dari semua elemen atau komponen yang dirasakan. Estetika dalam suatu lanskap dapat berarti keindahan yang dapat mempengaruhi kualitas suatu lingkungan dan merupakan salah satu Sumberdaya alam sehingga perlu dilestarikan dan ditingkatkan kualitasnya. Estetika secara umum dapat didefinisikan sebagai suatu pengetahuan tentang keindahan atau pembelajaran keselarasan terhadap alam atau seni. Estetika berkaitan erat dengan penilaian secara visual, karena penilaian suatu obyek melalui penampakan visual sangat mudah ditangkap oleh indera manusia. Estetika secara umum selalu berhubungan dengan bentuk dan kualitas suatu material. Bentuk material merupakan wujud fisik yang dapat ditangkap oleh mata dan berkaitan dengan warna serta tekstur dari material.

Kualitas visual estetik merupakan hasil pertemuan antara unsur fisik lanskap dan proses psikologis dari pengamat (Daniel, 2001). Menurut Nasar (1988), kualitas estetik suatu lanskap dapat ditentukan oleh dua macam penilaian estetik, penilaian formal dan simbolik. Estetik formal menilai suatu obyek berdasarkan bentuk, ukuran, warna, kompleksitas, dan keseimbangan suatu obyek. Sedangkan estetik simbolik menilai suatu obyek berdasarkan makna konotatif dari obyek tersebut setelah dialami oleh pengamat.

Lanskap Jalan

Lanskap adalah wajah dan karakter lahan atau tapak dan bagian dari muka bumi ini dengan segala sesuatu dan apa saja yang ada di dalamnya baik bersifat alami dan buatan, yang merupakan total dari bagian hidup manusia beserta makhluk hidup lainnya. Lanskap dapat diartikan sejauh mata memandang sejauh indera dapat menangkap dan sejauh imajinasi dapat menangkap serta membayangkan objek yang menjadi bidang pengamatan (Rachman, 1984). Jadi, Lanskap adalah bentang alam tempat tinggal makhluk hidup dengan karakterisik masing-masing.

(10)

Jalan adalah suatu prasarana perhubungan darat dalam bentuk apapun, meliputi semua bagian jalan termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu lintas. Dirjen Bina Marga (1980) menerangkan, jalan merupakan suatu kesatuan sistem jaringan jalan yang mengikat dan menghubungkan pusat-pusat pertumbuhan dengan wilayah yang berada dalam pengaruh pelayanannya dalam suatu hubungan hirarki. Menurut Peraturan Pemerintah No. 34 Tahun 2006, jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu lintas, yang berada pada permukaan tanah, di atas permukaan tanah, di bawah permukaan tanah dan atau air, serta di atas permukaan air, kecuali jalan kereta api, jalan lori, dan jalan kabel. Maka dari itu, perlu adanya peraturan-peraturan yang dapat melancarkan kegiatan di jalan.

Peraturan Pemerintah nomor 34 Tahun 2006 menyebutkan bahwa jalan arteri primer didesain berdasarkan kecepatan paling rendah 60 kilometer per jam dengan lebar badan jalan minimal 11 meter. Pada jalan arteri primer lalu lintas jarak jauh tidak boleh terganggu oleh lalu lintas ulang alik, lalu lintas lokal, dan kegiatan lokal. Jalan arteri sekunder didesain berdasarkan kecepatan rencana paling rendah 30 kilometer per jam dengan lebar badan jalan paling sedikit 11 meter. Sedangkan Jalan kolektor primer didesain berdasarkan kecepatan rencana paling rendah 40 kilometer per jam dengan lebar badan jalan paling sedikit 9 meter. Jalan lokal primer didesain berdasarkan kecepatan rencana paling rendah 20 kilometer per jam dengan lebar badan jalan paling sedikit 7,5 meter.

Menurut Carpenter, Walker dan Lanphear (1975) perencanaan lanskap jalan memerlukan pemikiran seksama, tidak hanya memperhatikan fungsi seperti keamanan, kesenangan, dan ekonomi, tetapi juga mempertimbangkan nilai estetika. Estetika tersebut dapat dihadirkan melalui elemen lanskap. Berdasarkan sifatnya, elemen dalam lanskap jalan dibagi menjadi elemen keras (bangunan) dan elemen lunak (vegetasi). Vegetasi lanskap (soft material) merupakan elemen lunak dan bersifat alami yang pemilihan dan pengaturan tanaman bersifat melengkapi (Carpenter, 1975). Bangunan lanskap (hard material) yaitu semua elemen lanskap yang bersifat keras. Bangunan dalam lanskap termasuk ke dalam unsur buatan manusia yang keberadaannya memiliki fungsi dan estetika tertentu.

(11)

Ketinggian bangunan merupakan intensitas pemakaian ruang secara vertikal, yang diasumsikan bahwa satu lantai bangunan mempunyai ketinggian 3-5 meter. Ketinggian bangunan di Kota Bogor direncanakan sampai dengan tahun 2009 adalah sebagai berikut :

1. Ketinggian bangunan sangat rendah dan rendah ditempatkan di jalan lokal atau lingkungan yaitu untuk kawasan permukiman, hutan kota, daerah konservasi dan jalur hijau.

2. Ketinggian bangunan tinggi ditempatkan pada jalan sekunder dikawasan pendidikan, perdagangan dan jasa, perkantoran atau pemerintahan

3. Ketinggian bangunan sangat tinggi ditempatkan pada jalan primer yaitu untuk perdagangan dan jasa serta perkantoran atau pemerintahan dengan memperhatikan view di sekitarnya. (BAPPEDA, 1999).

Untuk bangunan reklame, jarak pandang pengamat dari kendaraan ditentukan oleh tinggi bangunan (H), ukuran bangunan dan kecepatan kendaraan itu sendiri (V). Semakin besar ukuran dan tinggi bangunan, maka jarak pandang pengamat ke bangunan akan semakin jauh. Untuk aplikasinya, pengguna kendaraan bermotor dapat menggunakan zona aman ”12 detik” (Hough, 1989). Zona aman ini digunakan untuk melihat suatu pandangan pada kecepatan tertentu kendaraan bermotor. Contoh: Asep mengendarai motor dengan kecepatan 60 kilometer per jam. Apabila Asep memakai pedoman Jarak Pandang 12 Detik, jarak (dalam meter) yang harus diawasi oleh Asep adalah jarak yang ditempuh motor setiap detik x 10. Jarak yang ditempuh motor Asep setiap detik adalah: Diketahui:

Kecepatan rata-rata (V) = 60 km/jam = 60.000 m / 3.600 detik = 16,6 m / detik Apabila menggunakan pedoman jarak pandang 12 detik (t):

Jarak terjauh pandangan (S) = Kecepatan (V) x Waktu (t) Jarak terjauh pandangan (S) = 16,6 m/detik x 12 detik

= 199,2 meter

= 199 meter

Jadi, pada kecepatan 60 km/jam motor Asep berjalan sejauh 16,6 m setiap detik. Jika Asep memakai pedoman Jarak Pandang 12 Detik, Asep harus mengawasi lalu lintas di depannya sejauh 199 m.

(12)

Scenic Beauty Estimation (SBE)

Kualitas lanskap atau pemandangan dapat dipengaruhi visual lanskap tersebut. Menurut Booth (1983), estetika digunakan sebagai dasar dalam visual lanskap. Pemandangan atau kualitas estetika lanskap dapat diukur berdasarkan penilaian manusia. Pemandangan lanskap tersebut merupakan sumberdaya alam yang sangat penting dan secara objektif sulit untuk dapat diukur karena bersifat kualitatif. Selain itu, estetika bersifat subjektif bagi setiap orang. Untuk itu, nilai pemandangan lanskap perlu ditransformasikan dari nilai kualitatif menjadi nilai kuantitatif. Menurut Daniel dan Boster (1976), penilaian nilai tersebut dapat ditransformasikan dari nilai kualitatif menjadi nilai kuantitatif.

Menurut Daniel dan Boster (1976), kategori dalam metode penilaian kualitas pemandangan dibagi menjadi tiga, yaitu:

1. Invetarisasi deskriptif

Inventaris yang menggambarkan keadaan suatu objek atau tapak. Pendekatan inventaris ini memerlukan komponen-komponen yang mempengaruhi keindahan lanskap sebagai referensi penilaian estetika lanskap. Setiap kehadiran maupun tidak kehadiran komponen maupun kombinasi komponen perlu diamati, dicatat dan dihitung.

2. Survei dan kuisioner

Kuisioner dan survei telah secara luas digunakan untuk menentukan keinginan berbagai alternatif-alternatif manajemen. Suatu survei dapat menyediakan satu evaluasi atau penilaian atas mutu pemandangan dengan menandakan pilihan-pilihan sampel. Pertanyaan-pertanyaan sangat luas dan umum bisa diajukan sebagai satu pembuka atau menstimulasi responden. Tanggapan-tanggapan dari hasil kuisioner biasanya dibandingkan dan dianalisis untuk menghasilkan indikasi-indikasi ringkasan pendapat dan pilihan dari golongan responden. Setelah itu, pilihan-pilihan dihubungakan dengan keindahan lanskap.

3. Evaluasi berdasarkan preferensi.

Pendekatan ini menggunakan prosedur pertanyaan tentang estetika lanskap dengan menggunakan foto dan grafik. Foto-foto yang ingin ditampilkan harus memperhatikan sudut pandang atau poin yang menguntungkan untuk dinilai kualitas estetikanya.

(13)

Estetika lanskap ini dapat diduga melalui persepsi manusia terhadap suatu lanskap dengan metode Scenic Beauty Estimation (SBE). Menurut Daniel dan Boster (1976), Scenic Beauty Estimation (SBE) adalah suatu metode untuk menilai suatu tapak melalui pengamatan foto berdasarkan suatu hal yang disukai keindahannya secara kuantitatif sebagai sebuah alternatif dalam sistem manajemen lanskap alam. Berbagai modifikasi dalam metodenya sangat potensial untuk dijadikan dasar dalam perencanaan, perancangan, pengelolaan suatu tapak.

Persepsi dan Preferensi

Porteous (1977) mendefiniskan persepsi sebagai respon langsung dari suatu tindakan yang dihasilkan dari kombinasi faktor eksternal yaitu keadaan fisik dan sosial. Respon ini berupa pemahaman ataupun pemberian makna atas informasi terhadap stimulus. Stimulus didapat dari proses penginderaan terhadap objek, peristiwa, atau hubungan-hubungan antar gejala yang selanjutnya diproses oleh otak (Gambar 1). Menurut Simonds (2006), persepsi merupakan proses yang terjadi karena rangsangan terhadap panca indera dan bagian dari kognisi manusia. Persepsi terjadi karena setiap manusia memiliki indera untuk menyerap objek-objek serta kejadian di sekitarnya. Jadi, persepsi adalah tanggapan atau penerimaan langsung dari suatu objek. Masing-masing orang mempunyai persepsi tentang suatu objek tergantung dari preferensi masing-masing.

(14)

Preferensi adalah tindakan untuk memilih, ditentukan oleh banyak faktor sebagai bagian dari proses pengambilan keputusan. Faktor yang mempengaruhi preferensi masyarakat terhadap suatu kualitas visual objek atau lanskap ditentukan oleh kualitas objek atau lanskap tersebut maupun keadaan psikologis masyarakat yang mengamati. Menurut Laurie (1975), hal yang mempengaruhi persepsi dan preferensi manusia terhadap lingkungan adalah usia, tingkat sosial, latar belakang budaya, pengalaman masa lampau, dan kegiatan rutin seseorang.

Pada aplikasinya, pengambilan keputusan dalam ilmu lanskap dapat ditemukan di setiap kegiatan seperti pengambilan keputusan dalam penilaian visual lanskap. Visual lanskap yang ada menimbulkan persepsi dari masing-masing individu yang timbul sebagai akibat dari adanya preferensi tiap-tiap individu pula. Pengambilan keputusan manusia terdiri dari berbagai tahap, yaitu: (1) persepsi, (2) Pengambilan sikap, (3) Penerimaan nilai-nilai, (4) Preferensi, (5) Kepuasan (Porteous, 1977). Laurie (1990) menyatakan terdapat banyak hal yang mempengaruhi persepsi seseorang terhadap suatu objek dalam mengambil keputusan. Hal yang mempengaruhi persepsi dan preferensi manusia adalah usia, tingkat sosial, latar belakang budaya, pengalaman-pengalaman masa lampau, dan kegiatan rutin seseorang.

Simulasi Komputer

  Menurut McHaney (1991), kegiatan simulasi adalah suatu model untuk menghasilkan kesimpulan yang dapat menyediakan pengetahuan dalam berbagai elemen dunia nyata, dengan konsep pemodelan yang diciptakan melalui program dengan menggunakan komputer. Simulasi adalah suatu peniruan sesuatu yang nyata, keadaan sekelilingnya (state of affairs), atau proses. Aksi melakukan simulasi sesuatu secara umum mewakilkan suatu karakteristik kunci atau kelakuan dari sistem-sistem fisik atau abstrak.

Pemakaian komputer dalam pekerjaan desain sudah semakin luas dan sekarang mempengaruhi semua aspek aplikasi ilmu arsitektur lanskap (Harris dan Dines, 1988). Lebih lanjut Harris dan Dines menjelaskan komputer digunakan untuk bookeeping dan surat menyurat, inventaris landuse dan sumberdaya, berbagai analisis, permasalahan alokasi landuse, tugas site engineering, dan

(15)

pekerjaan studio. Simulasi komputer berupa ramalan terhadap hal-hal yang belum direalisasikan dalam dunia nyata dengan menggunakan media komputer yang dimaksudkan untuk mempermudah melakukan ramalan-ramalan tersebut. Kegiatan simulasi komputer dapat dilakukan dengan berbagai software seperti

Software Adobe Photoshop dan Google sketchup.

Software Adobe Photoshop CS2 adalah program yang digunakan untuk editing foto, retouch foto, photo realistic image, ilustrasi kartun, desain web,

layout halaman sederhana, hingga texturing 3D (Jeprie, 2008). Sedangkan menurut Agung (2005), Program software Photoshop CS2 merupakan software desain grafis dan editing foto digital yang lebih baik dibandingkan seri terdahulu. Menurut Karno (2005), Software Adobe Photoshop CS2 merupakan program aplikasi pengolah image atau gambar. Versi program ini banyak sekali dan telah mengalami perkembangan. Akan tetapi, photoshop CS2 adalah versi yang mempunyai ukuran ringan dengan kualitas gambar yang maksimal sehingga menjadi prioritas utama penggunaannya (Gambar 2). Sedangkan Software Google

Sketchup adalah program modeling 3 dimensi yang diperuntukkan bagi para

profesional di bidang arsitektur, teknik sipil, pembuat film, pengembang game, dan profesi terkait (Arifinez, 2009). Program Google Sketchup memiliki kelebihan pada kemudahan penggunaan dan kecepatan dalam melakukan desain yang berbeda dengan program 3 dimensi CAD lainnya. Program ini dapat menyajikan suatu desain dalam bentuk 3 dimensi dengan kualitas baik namun ukuran file yang cukup ringan (Gambar 2).

  

Gambar 2. Contoh Hasil Software Adobe Photoshop (kiri) dan Google sketchup (kanan).

Gambar

Tabel 1. Pertimbangan Prinsip Desain Penataan Media
Tabel 2. Aspek Sumberdaya Visual  Sumberdaya
Gambar 1. Kerangka Persepsi Visual (Sumber: Porteous, 1977) .

Referensi

Dokumen terkait

Puji syukur peneliti panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, taufiq dan hidayah-Nya, sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi yang

196 S1AW10QD PMS GV KPP BEA CUKAI 107 / PEMATANGSIANTAR WILAYAH I / MEDAN Jl. Sisingamangaraja No.66 Pematangsiantar Kota Pematangsiantar Sumatera Utara 197 S1AW10QF SIM

Galaxy VS bisa mendukung hingga 2 UPS redundansi dalam sistem paralel 1+1 disederhanakan dengan UIB pemutus masukan unit bersama dan SSIB pemutus masukan sakelar statis. Sistem

Setiap manusia tidak akan terlepas dari orang-orang yang berbeda disekelilingnya ataupun tempat mereka bekerja untuk berinteraksi dan berkomunikasi. Mereka akan

Dengan menggunakan tegangan 220V untuk 110V spec untuk 4 jam atau berhenti selama power on dan pahala jika damageable (kualitas tertinggi dari ISO) - Keamanan tes destruktif,

Benda ui * )ontoh tanah - yang diteliti dalam per)obaan ini adalah tanah yang diperoleh dari hasil pemboran dengan tangan. Pemboran dilakukan pada lokasi disekitar halaman

Metode aplikasi bakteri tidak berpengaruh nyata terhadap berat tajuk tanaman, panjang akar dan tinggi tanaman tetapi dipengaruhi oleh jenis bakteri, semua bakteri yang

dikarenakan pada perlakuan P6 tanpa penambahan tepung labu kuning dan tepung koro pedang memiliki warna tepung putih dibandingkan tepung