• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. sistem tertentu agar dapat terus berjalan. Selayaknya mesin, suatu pemerintahan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. sistem tertentu agar dapat terus berjalan. Selayaknya mesin, suatu pemerintahan"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pemerintahan suatu negara dapat dianalogikan sebagai seperangkat mesin. Semua komponen yang ada di dalamnya harus bekerja secara sinergis dalam satu sistem tertentu agar dapat terus berjalan. Selayaknya mesin, suatu pemerintahan negara terdiri dari komponen-komponen yang terus bekerja. Komponen ini adalah lembaga eksekutif negara. Suatu pemerintahan membutuhkan lembaga-lembaga yang memiliki tugas pokok, fungsi, dan kewenangan untuk mengatasi persoalan-persoalan publik. Apabila ada satu lembaga eksekutif yang tidak bekerja dengan baik, maka akan mengganggu kinerja dari suatu pemerintahan. Apabila kinerja pemerintahan terganggu maka akan menghambat pemenuhan salah satu fungsi pemerintah, yaitu fungsi pelayanan. Suatu lembaga eksekutif tentu saja beranggotakan individu-individu pilihan yang tergabung dalam suatu organisasi. Individu-individu pilihan yang mengisi jabatan-jabatan dalam suatu lembaga eksekutif adalah Aparatur Sipil Negara. Sehingga dapat dipahami bersama bahwa kinerja dari Aparatur Sipil Negara memengaruhi jalannya suatu pemerintahan.

Pasal 1 ayat (3) Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyatakan bahwa Negara Indonesia adalah negara hukum sehingga kekuasaan negara harus dijalankan atas dasar hukum yang adil dan baik. Sesuai dengan amanat konstitusi, maka harus ada pengaturan mengenai hak dan

(2)

kewajiban, tata tertib, tupoksi, dan wewenang dari Aparatur Sipil Negara agar fungsi pemerintahan dapat berjalan dengan optimal. Pengaturan mengenai wewenang, tata tertib, tupoksi, hak dan kewajiban dapat ditemukan di Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara.

Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 mendefinisikan Aparatur Sipil Negara sebagai pegawai negeri sipil dan pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja yang diangkat oleh pejabat Pembina kepegawaian dan diserahi tugas dalam suatu jabatan pemerintahan atau diserahi tugas negara lainnya yang digaji berdasarkan peraturan perundang-undangan. Dari definisi tersebut dapat diperoleh pemahaman bahwa Pegawai Aparatur Sipil Negara atau Pegawai ASN terdiri dari Pegawai Negeri Sipil atau PNS dan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja atau PPPK yang mengemban tugas kenegaraan dan mendapatkan gaji berdasarkan peraturan perundang-undangan. Pasal 1 angka 3 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 menyatakan bahwa PNS adalah warga negara yang memenuhi syarat tertentu, diangkat sebagai Pegawai ASN secara tetap oleh pejabat Pembina kepegawaian untuk menduduki jabatan pemerintahan. Definsi PPPK dapat ditemukan dalam Pasal 1 angka 4, yaitu warga negara Indonesia yang memenuhi syarat tertentu, yang diangkat berdasarkan perjanjian kerja untuk jangka waktu tertentu dalam rangka melaksanakan tugas pemerintahan. Dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara memang disebutkan bahwa ASN terdiri dari PNS dan PPPK namun saat ini ASN yang ada hanyalah PNS karena belum ada Peraturan Pemerintah yang mengatur lebih lanjut mengenai PPPK. Sehingga perlu diketahui bahwa

(3)

ruang lingkup Pegawai ASN saat ini dipersempit sebagai PNS saja. Agar dapat menjalankan tupoksi dan wewenangnya dengan baik maka PNS ini perlu dikelola dan dibina dalam suatu mekanisme tertentu. Mekanisme tersebut adalah Manajemen ASN atau Manajemen Kepegawaian. Drs. M. Manullang mengenai manajemen kepegawaian berpendapat bahwa1

“Manajemen kepegawaian adalah seni dan ilmu perencanaan, pelaksanaan, dan pengontrolan tenaga kerja untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan terlebih dahulu dengan meninggalkan kepuasan hati pada diri pekerja. Atau dengan kata lain, manajemen kepegawaian adalah suatu ilmu yang memelajari cara bagaimana memberikan fasilitas untuk mengembangkan kemampuan dan rasa partisipasi pekerja dalam suatu aktivitas demi tercapainya tujuan.”

Manajemen ASN menurut Pasal 1 angka 5 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 adalah pengelolaan ASN untuk menghasilkan Pegawai ASN yang profesional, memiliki nilai dasar, etika profesi, bebas dari intervensi politik, bersih dari praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme. Manajemen ASN meliputi penyusunan dan penetapan kebutuhan, pengadaan, pangkat dan jabatan, pengembangan karier, pola karier, promosi, mutasi, penilaian kinerja, penggajian dan tunjangan, penghargaan, disiplin, pemberhentian, jaminan pensiun dan jaminan hari tua, dan perlindungan. Lembaga negara yang berwenang untuk melakukan pembinaan dan menyelenggarakan Manajemen ASN secara nasional adalah Badan Kepegawaian Negara atau BKN sesuai dengan isi Pasal 1 angka 21 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014.

1 http://seputarpengertian.blogspot.co.id/2014/12/seputar-pengertian-manajemen-kepegawaian.html. Diakses pada tanggal 23 Juli 2015.

(4)

Selain sebagai penyelenggara Manajamenen ASN, BKN juga memiliki fungsi penyimpanan informasi PNS yang telah dimutakhirkan oleh Instansi Pemerintah serta bertanggung jawab atas pengelolaan dan pengembangan Sistem Informasi ASN. Oleh karena fungsi yang telah disebutkan di atas, BKN bertugas untuk mengendalikan seleksi calon PNS, membina dan menyelenggarakan penilaian kompetensi serta mengevaluasi pelaksanaan penilaian kinerja PNS oleh Instansi Pemerintah, membina Jabatan Fungsional di Bidang Kepegawaian, mengelola dan mengembangkan sistem informasi kepegawaian ASN berbasis kompetensi didukung oleh sistem informasi kearsipan yang komprehensif, menyelenggarakan administrasi kepegawaian ASN, dan menyusun norma, standar, dan prosedur teknis pelaksanaan kebijakan manajemen ASN serta mengawasi dan mengendalikan pelaksanaannya. Pengaturan mengenai Manajemen ASN dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 ini merupakan salah satu bentuk dari reformasi birokrasi yang dilakukan oleh pemerintah di bidang kepegawaian.

Jon S.T Quah yang dikutip dalam makalah karya Rahmad Nuryadi Putera dkk, mendefinisikan reformasi sebagai suatu proses untuk mengubah proses, prosedur birokrasi publik dan sikap serta tingkah laku birokrat untuk mencapai efektivitas birokrasi dan tujuan pembangunan nasional.2 Kedudukan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2015 tentang Aparatur Sipil Negara ini sangat strategis dalam reformasi birokrasi, khususnya terkait dengan Manajemen Aparatur Sipil

2 Rahmad Nuryadi Putera, dkk, 2013, Reformasi Birokrasi (Birokrasi di Indonesia). Makalah FISIP Universitas Negeri Riau. hlm. 1

(5)

Negara. Dengan adanya Undang-Undang ASN ini diharapkan dapat semakin memperkokoh landasan hukum pelaksanaan reformasi birokrasi di Republik Indonesia. Tujuan yang ingin dicapai melalui reformasi birokrasi adalah tercapainya pelayanan publik yang efektif dan efisien. Namun sekali lagi perlu ditekankan bahwa Aparatur Sipil Negara dalam hal ini hanya terdiri dari PNS saja karena belum ada pengaturan lebih lanjut mengenai PPPK.

Demi mencapai pelayanan publik yang efektif dan efisien tentu saja seorang PNS harus menjalankan tugas dan kewajiban yang telah diamanatkan oleh peraturan perundang-undangan. Sebagai ujung tombak dari pemerintah, apabila PNS tidak dapat menunaikan kewajibannya maka fungsi pelayanan pemerintah akan terganggu. Untuk meningkatkan persentase keberhasilan menjalankan tupoksinya, PNS memerlukan layanan-layanan yang dapat mendukung kinerjanya. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara telah mengatur mengenai hak-hak yang diterima PNS sebagai jaminan kesejahteraan bagi PNS. Dengan demikian PNS memiliki hak dan kewajiban yang seimbang. Pemenuhan hak-hak PNS ini merupakan salah satu bentuk pelayanan pemerintah bagi PNS. Diharapkan dengan adanya pelayanan-pelayaan bagi PNS ini dapat menciptakan kinerja birokrasi yang profesional dan akuntabel.

Pelayanan yang efektif dan efisien kepada PNS dapat meningkatkan produktivitas kerja PNS sehingga seorang PNS dapat menjalankan tupoksinya dengan optimal. Melihat kebutuhan tersebut, BKN sebagai penyelenggara Manajemen ASN memandang perlu adanya reformasi dalam pemberian pelayanan

(6)

bagi PNS dengan memanfaatkan teknologi informasi. BKN telah menyusun kebijakan untuk meningkatkan pelayanan kepada PNS. Salah satu kebijakan yang diambil oleh BKN adalah mereformasi Kartu Pegawai Negeri Sipil atau KARPEG sehingga tidak hanya sebatas sebagai Kartu Identitas saja. Kartu Pegawai Negeri Sipil yang selama ini digunakan belum dapat dimanfaatkan untuk kemudahan dan pemberian pelayanan secara multiguna kepada PNS, Penerima Pensiun, dan keluarganya, sehingga BKN memandang perlu diadakan reformasi fungsi Kartu Pegawai Negeri Sipil agar dapat memberikan manfaat bagi PNS. Untuk itu perlu dibangun sistem layanan yang lebih efektif dan efisien bagi PNS dengan memanfaatkan teknologi informasi. Pembangunan sistem layanan yang lebih efektif dan efisien dengan memanfaatkan teknologi informasi juga merupakan salah satu bentuk dari reformasi birokrasi di bidang Manajemen ASN.

Dalam rangka pembangunan sistem layanan yang lebih efisien, Badan Kepegawaian Negara telah mengeluarkan Peraturan Kepala Badan Kepegawaian Negara Nomor 7 Tahun 2008 tentang Kartu Pegawai Negeri Sipil Elektronik (KPE). Dalam pertimbangannya, Peraturan Kepala BKN Nomor 7 Tahun 2008 menyatakan bahwa Kartu Pegawai Negeri Sipil (KARPEG) yang ada belum bisa dimanfaatkan untuk kemudahan pemberian pelayanan secara multiguna kepada PNS dan untuk itu perlu dibangun suatu sistem layanan yang lebih efisien dengan memanfaatkan teknologi informasi melalui KPE. Dalam definisinya, Kartu Pegawai Negeri Sipil Elektronik (KPE) merupakan Kartu Identitas Pegawai Negeri Sipil yang memuat data Pegawai Negeri Sipil dan keluarganya secara elektronik. Sebagai bagian dari reformasi birokrasi, Kartu Pegawai Negeri Sipil

(7)

Elektronik diharapkan dapat memangkas berbagai birokrasi sehingga dapat mengurangi beban PNS dalam pengurusan administrasi kepegawaian dan memberikan kemudahan-kemudahan dalam mendapatkan hak-haknya.

Peraturan Kepala BKN Nomor 7 Tahun 2008 dikeluarkan sebelum adanya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara. Meskipun Peraturan Kepala BKN ini berdasarkan dari Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok Pokok Kepegawaian sebagaimana yang telah diubah dalam Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 tetapi Peraturan Kepala BKN ini tidak bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara. Justru Undang-Undang ini memiliki semangat yang sama dalam reformasi birokrasi di bidang kepegawaian dan mulai menjajaki e-government. Peraturan Kepala BKN Nomor 7 Tahun 2008 mengamanatkan untuk memanfaatkan teknologi informasi dalam penyimpanan informasi kepegawaian dan pelayanan kepada PNS. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 juga mengamanatkan pemanfaatan teknologi informasi dalam Manajemen ASN. Sehingga dengan adanya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 semakin mengukuhkan BKN untuk memanfaatkan teknologi informasi dalam pembentukan sistem informasi kepegawaian dan memberikan pelayanan berbasis elektronik kepada PNS. Namun untuk membangun sistem layanan ini tentu saja diperlukan anggaran yang besar.

Kegiatan pengembangan KPE ini telah dirintis sejak tahun 2006 yang dituangkan dalam perjanjian kerjasama antara Badan Kepegawaian Negara dengan PT. Sucofindo (Persero) tentang Pembangunan, Penerapan, dan

(8)

Pengembangan Kartu Pegawai Negeri Sipil Elektronik dalam Sistem Layanan Pegawai Negeri Sipil dengan perjanjian kerjasama Nomor 01/KS/I/06, 070/DRU-I/RKT/2006, tanggal 23 Januari 2006. Sejalan dengan hal tersebut kemudian dibentuk tim persiapan implementasi KPE dengan asumsi sumber pendanaan tidak membebankan APBN melainkan berasal dari pemangku kepentingan terkait, misalkan instansi, perbankan, atau yang lainnya. Dari hasil penelitian awal, Penulis mendapatkan gambaran besaran anggaran yang diperlukan untuk pengimplementasian kebijakan KPE

Tabel I.1

TAHUN NAMA PEKERJAAN PEMENANG

LELANG HARGA 2010 Pekerjaan Implementasi Sistem Biometrik PNS Berbasis Elektronik PT. Sucofindo Rp. 32.998.152.000 Pengadaan Pencetakan Kartu KPE Blank

PT. Sumber Berkat Usaha

Mandiri

Rp. 167.640.000

2011 Pengadaan Pencetakan Kartu KPE Blank

PT. Hadinata Sapta Mulya

Rp. 115.472.500

2012 Pengadaan Anjungan KPE CV. Sarana Informatika Nusantara Rp. 922.350.000 Implementasi Sistem Biometrik PNS Berbasis Elektronik PT. Sucofindo Rp. 27.283.388.000

2013 Jasa Implementasi Sistem Biometrik PNS Berbasis Elektronik

PT. Sucofindo Rp. 40.779.134.000

2014 Jasa Implementasi Sistem Biometrik PNS Berbasis Elektronik

(9)

2015 Pengadaan Printer dan Alat Personalisasi KPE

Pixel Strategist Integral

Rp. 548.000.000

TOTAL Rp. 136.711.390.000

Sumber: website LPSE Kementerian Keuangan

Dengan demikian dapat dilihat bahwa anggaran yang digunakan dalam mempersiapkan sistem KPE nasional ini sedikitnya mencapai ± Rp. 136.711.390.000,00 (seratus tiga puluh enam miliar tujuh ratus sebelas juta tiga ratus sembilan puluh ribu rupiah) yang seluruhnya bersumber dari APBN.

Dalam Pasal 7 Peraturan Kepala BKN Nomor 7 Tahun 2008 tentang Kartu Pegawai Negeri Sipil Elektronik disebutkan bahwa KPE dan KPE Tambahan bertujuan untuk memudahkan pelayanan kepada Pegawai Negeri Sipil, penerima pensiun Pegawai Negeri Sipil dan keluarganya. Untuk itu sudah sepantasnya anggaran yang besar tersebut dapat mewujudkan tujuan ini. Kemudahan pelayanan ini berupa pemangkasan berbagai birokrasi sehingga mengurangi beban administrasi PNS dalam mendapatkan haknya. Dengan dipangkasnya berbagai birokrasi ini diharapkan dapat memberikan pelayanan yang efektif dan efisien bagi PNS sehingga tidak perlu lagi repot-repot dalam pengurusan administrasi. Hasilnya adalah PNS tidak lagi perlu buang-buang waktu untuk hal-hal yang tidak produktif lagi seperti mengantri, mengurus dokumen administrasi dari satu loket ke loket lainnya, atau membawa uang gaji dalam bentuk tunai kemudian menyetorkannya ke bank. Dengan diberikannya KPE ini, PNS akan mendapatkan pelayanan yang lebih cepat, aman, dan nyaman. Dengan demikian, PNS memiliki lebih banyak waktu untuk melaksanakan pekerjaannya sehingga produktivitas

(10)

PNS akan meningkat. Peningkatan produktivitas PNS ini tentu saja akan memengaruhi kualitas pelayanan publik. Seperti itulah tujuan dan dampak yang diharapkan dari pemberian KPE kepada PNS.

KPE mulai tahun 2008 telah dilaksanakan penerapannya secara nasional yang diawali dari Provinsi Kalimantan Timur, Provinsi Kepulauan Riau, Provinsi DKI Jakarta, Provinsi Daerah Istimewa Aceh dan Provinsi Jawa Timur yang telah dilakukan pemotretan dan sidik jari bagi seluruh Pegawai Negeri Sipil yang ada di daerah tersebut. Untuk tahun 2009 beberapa daerah yang mengajukan permohonan dan disetujui adalah Provinsi Sumatera Utara, Provinsi Sumatera Selatan, Provinsi Bangka Belitung, Provinsi Sumatera Barat, Provinsi Lampung, Provinsi Papua, Provinsi DIY dan Provinsi Jawa Tengah.

Pada tanggal 15 Agustus 2009, Peraturan Kepala Badan Kepegawaian Negara Nomor 7 Tahun 2008 ditindak lanjuti dengan penandatanganan

Memorandum of Understanding (MoU) antara Kepala BKN dengan Gubernur,

Bupati dan Walikota DIY dan Jawa Tengah. Sebagai pihak ketiga dalam MoU ini adalah Bank BPD DIY yang merupakan bank daerah. Memorandum of

Understanding tersebut dilanjutkan dengan dilakukannya penghimpunan data

biometrik dari PNS di Provinsi DIY oleh mitra BKN yaitu PT. Sucofindo. Penghimpunan data biometrik ini dilakukan dengan pemotretan dan perekaman sidik jari. Bank BPD DIY diberi wewenang untuk memberikan pelayanan-pelayanan dalam hal transaksi keuangan bagi PNS. Pelayanan tersebut tidak terbatas hanya penarikan gaji menggunakan KPE saja melainkan untuk transaksi keuangan lainnya.

(11)

Dengan anggaran yang begitu besar, sudah sepantasnya KPE ini dapat memberikan manfaat yang besar pula bagi PNS. Apabila anggaran yang besar ini hanya mampu mempercantik KARPEG saja maka aspek kemanfaatan dari kebijakan ini tidak terpenuhi. Kartu Pegawai Negeri Sipil Elektronik idealnya merupakan wujud nyata dari reformasi birokrasi di bidang Manajemen ASN. Dengan adanya dukungan layanan pemerintah kepada PNS melalui KPE ini, diharapkan dapat meningkatkan efektivitas dan efisiensi pemenuhan hak PNS sehingga dapat menciptakan PNS yang profesional. Aparatur negara yang profesional akan melahirkan pemerintahan yang efektif dan efisien. Apabila pengimplementasian dari kebijakan ini tidak berjalan dengan optimal, maka kemudahan layanan yang seharusnya diterima oleh PNS tidak akan tersampaikan. Apabila tujaun dan dampak yang diharapkan tidak tercapai maka reformasi birokrasi yang menelan biaya ratusan miliar rupiah ini akan menjadi sebuah pemborosan keuangan negara saja.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas dapat diambil rumusan masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana implementasi Peraturan Kepala Badan Kepegawaian Negara Nomor 7 Tahun 2008 tentang Kartu Pegawai Negeri Sipil Elektronik di lingkungan Pemerintah Kota Yogyakarta?

2. Bagaimana implementasi layanan pengambilan gaji dengan menggunakan KPE di lingkungan Pemerintah Kota Yogyakarta?

(12)

3. Bagaimana hambatan yang dihadapi dalam pelaksanaan Peraturan Kepala Badan Kepegawaian Nomor 7 Tahun 2008 tentang Kartu Pegawai Negeri Sipil Elektronik di lingkungan Pemerintah Kota Yogyakarta?

C. Keaslian Penelitian

Selama proses penyusunan, penulis menemukan beberapa penelitian mengenai reformasi birokrasi, yaitu:

1. EVALUASI KEBIJAKAN PEMERINTAH KOTA BANDAR

LAMPUNG DALAM IMPLEMENTASI KARTU PEGAWAI

ELEKTRONIK yang disusun oleh Dedi Saputra. 3

a. Rumusan Masalah:

i. Bagaimana Evaluasi Kebijakan Pemerintah Kota Bandar Lampung dalam Implementasi Kartu Pegawai Negeri Sipil Elektronik?

b. Tujuan Penelitian:

i. Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengevaluasi dan menganalisis pelaksanaan Kebijakan Pemerintah Kota Bandar Lampung dalam Implementasi Kartu Pegawai Negeri Sipil Elektronik.

3

Dedi Saputra, 2014, Evaluasi Kebijakan Pemerintah Kota Bandar Lampung Dalam Implementasi

Kartu Pegawai Elektronik, Tesis, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Negeri

(13)

Perbedaan antara penelitian tersebut dengan penelitian yang penulis lakukan terletak objek penelitian. Penulis meneliti mengenai implementasi dari Peraturan Kepala Badan Kepegawaian Negara Nomor 7 Tahun 2008 tentang Kartu Pegawai Negeri Sipil Elektronik di Kota Yogyakarta secara kronologis. Untuk mengetahui implementasi Peraturan Kepala BKN No. 7 Tahun 2008 ini, Penulis menggunakan perspektif pelaksana kebijakan dan kelompok sasaran kebijakan. Sehingga Penulis dapat menjelaskan kesesuaian antara proses implementasi kebijakan KPE oleh BKD Kota Yogyakarta dengan regulasi yang berlaku. Selain itu Penulis juga dapat menjabarkan implementasi dalam kaitannnya dengan terpenuhinya tujuan, manfaat, dan fungsi pelayanan KPE bagi PNS Pemerintah Kota Yogyakarta sesuai dengan ketentuan Peraturan Kepala BKN No. 7 Tahun 2008.

Berbeda dengan penelitian karya Dedi Saputra yang dalam penelitiannya mengevaluasi kebijakan-kebijakan yang diambil oleh Pemerintah Kota Bandar Lampung dalam mengimplementasikan kebijakan tersebut. Dedi Saputra menggunakan perspektif pejabat pelaksana lapangan dalam menganalisis implementasi sehingga hanya terfokus pada tindakan atau perilaku para pejabat di lapangan dalam upayanya untuk menanggulangi gangguan yang terjadi di wilayah kerjanya demi keberhasilan implementasi kebijakan. Sehingga penelitian karya Dedi Saputra ini menekankan pada aspek internal Pemerintah Kota Bandar Lampung terkait implementasi kebijakan KPE. Penelitian Dedi Saputra ini

(14)

tidak menekankan pada impact KPE bagi PNS Pemerintah Kota Bandar Lampung.

2. EFEKTIVITAS REFORMASI BIROKRASI DI SEKRETARIAT

PRESIDEN KEMENTERIAN SEKRETARIAT NEGARA RI DALAM PENCAPAIAN PROGRAM PENGUATAN AKUNTABILITAS KINRJA yang disusun oleh Prita Raska.

a. Rumusan Masalah:

i. Mengapa masih terdapat kategori pencapaian kinerja yang kurang baik di Sekretariat Presiden Kementerian Sekretariat Negara RI dalam upaya melaksanakan reformasi birokrasi pada pencapaian program penguatan akuntabilitas kinerja?

b. Tujuan Penelitian:

i. Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang memengaruhi efektivitas reformasi birokrasi di dalam pencapaian program Penguatan Akuntabilitas Kinerja berdasarkan kategori pencapaian kinerja yang kurang baik pada Sekretariat Presiden Kementerian Sekretariat Negara Republik Indonesia.

Perbedaan antara penelitian karya Prita Raska dengan penelitian karya Penulis terletak pada objek penelitian, lokasi penelitian, subjek penelitian. Objek penelitian dalam skripsi karya Prita Raska adalah

(15)

efektivitas reformasi birokrasi di Sekretarian Presiden Kementerian Sekretariat Negara RI. Oleh karena itu penelitian tersebut diselenggarakan di DKI Jakarta tepatnya di Kemeterian Sekretariat Negara Republik Indonesia dengan subjek penelitian Sekretariat Presiden. Hasil dari penelitian karya Prita Raska ini adalah pelaksanaan program penguatan akuntabilitas di Sekretariat Presiden belum sepenuhnya efektif. Hal tersebut diakibatkan oleh kekurangan Sumber Daya Manusia (SDM). Jumlah SDM yang kurang mengakibatkan output yang tidak optimal dalam melaksanakan program akuntabilitas. Kekurangan SDM ini juga mengakibatkan sosialisasi, koordinasi, dan pencapaian kinerja yang belum optimal. Di sisi lain, objek penelitian karya Penulis adalah implementasi Peraturan Kepala BKN Nomor 7 Tahun 2008 tentang KPE di lingkungan Pemerintah Kota Yogyakarta. Oleh karena itu lokasi penelitiannya adalah Kota Yogyakarta. Dengan demikian dapat dilihat perbedaan penelitian karya Penulis dan Prita Raska sangat berbeda meskipun sama-sama bertemakan reformasi birokrasi.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan bermanfaat baik secara teoritis maupun praktis, sebagai berikut:

1. Manfaat Akademis

Penelitian ini merupakan wujud pelaksanaan dari salah satu Tri Dharma Perguruan Tinggi. Hasil penelitian ini diharapkan bisa menjadi

(16)

sebuah wawasan baru dalam perkembangan ilmu hukum terutama Hukum Administrasi Negara. Penelitian ini juga diharapkan bisa sebagai khasanah pengetahuan mengenai implementasi kebijakan khususnya kebijakan KPE di lingkungan Pemerintah Kota Yogyakarta.

2. Dalam praktik

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sudut pandang baru kepada pihak-pihak yang terkait dalam pengimplementasian KPE dan manajemen PNS seperti Badan Kepegawaian Negara, Pemerintah Kota Yogyakarta Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, dan Badan Kepegawaian Daerah Kota Yogyakarta.

E. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Objektif

a. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui impelementasi Peraturan Kepala Badan Kepegawaian Negara Nomor 7 Tahun 2008 tentang Kartu Pegawai Negeri Sipil Elektronik di lingkungan Pemerintah Kota Yogyakarta.

b. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui implementasi layanan pengambilan gaji dengan menggunakan KPE di lingkungan Pemerintah Kota Yogyakarta.

c. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hambatan-hambatan yang ditemui dalam pengimplementasian kebijakan Kartu Pegawai

(17)

Negeri Sipil Elektronik di lingkungan Pemerintah Kota Yogyakarta serta upaya-upaya yang ditempuh oleh BKD Kota Yogyakarta untuk mengatasi hambatan-hambatan dalam pengimplementasian Peraturan Kepala BKN No. 7 Tahun 2008 tentang KPE di lingkungan Pemerintah Kota Yogyakarta.

Referensi

Dokumen terkait

Pada hari ini Selasa tanggal Satu Bulan Agustus Tahun Dua ribu tujuh belas kami selaku Pokja III bertempat di Kantor Unit Layanan Pengadaan Kabupaten Barito Timur ditetapkan

Melihat pada arah dari paradigma pembangunan yang sekarang dicanangkan, dan juga melihat pada program yang dijalankan dalam membuat rencana pembangunan tersebut, maka diperlukan

Dengan mendasarkan pada Peraturan Walikota Yogyakarta Nomor Tahun 2018 Tentang Pedoman Pembuatan Memori Jabatan Bagi Pejabat Pimpinan Tinggi Pratama, Pejabat

Tujuan penelitian ini adalah untuk meneliti pengaruh penambahan PEG400 pada ciri bioplastik polihidroksialkanoat (PHA). PHA diperoleh dengan mengkultivasikan Ralstonia

1) Menerapkan prinsip corporate govenrnance yang baik. 2) Melaksanakan tanggung jawab sosial perusahaan. 3) Membuat laporan tentang kegiatan tentang penanaman modal dan

Kelompok Kerja Unit Layanan Pengadaan Dinas Kesehatan

Sumber data dalam sebuah penelitian dibedakan menjadi dua yaitu sumber data primer (primary) dan sumber data sekunder (sekunder). Sumber primer adalah suatu objek

Within the Learn to Write Proposals (www.learntowriteproposals.co.uk) Bid Management Toolkit you will find great tools to help you ˘ the Bid Capture Plan helps you define your