• Tidak ada hasil yang ditemukan

DAMPAK KETERLAKSANAAN PROGRAM LIFE SKILLS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "DAMPAK KETERLAKSANAAN PROGRAM LIFE SKILLS"

Copied!
170
0
0

Teks penuh

(1)

DAMPAK KETERLAKSANAAN PROGRAM LIFE SKILLS DALAM PENINGKATAN KECAKAPAN HIDUP BUDIDAYA IKAN

LELE DI DESA KARANGPATIHAN KECAMATAN BALONG KABUPATEN PONOROGO

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh :

Nanda Indra Tawakal NIM. 12102241004

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN LUAR SEKOLAH JURUSAN PENDIDIKAN LUAR SEKOLAH

(2)
(3)
(4)
(5)

MOTTO

Jangan hanya berangan-angan, buktikan mulai dari sekarang (penulis)

Semua cita-cita dan ambisi hanya bisa direngkuh apabila kita mau terus belajar berbagai hal, di mana pun dan kepada siapa pun

(6)

PERSEMBAHAN Atas karunia ALLAH SWT

Aku Persembahkan Karya Tulis ini Kepada :

1. Bapak dan ibu yang telah mencurahkan segenap kasih sayangnya serta do’a

yang tidak pernah lupa mereka panjatkan, sehingga penulis dapat berhasil menyusun karya ini. Terimakasih atas semua pengorbananmu yang telah diberikan.

2. Almamaterku Universitas Negeri Yogyakarta yang telah memberikan ilmu dan

pengetahuan yang begitu besar. 3. Agama, Nusa, dan Bangsa.

(7)

DAMPAK KETERLAKSANAAN PROGRAM LIFE SKILLS DALAM PENINGKATAN KECAKAPAN HIDUP BUDIDAYA IKAN

LELE DI DESA KARANGPATIHAN KECAMATAN BALONG KABUPATEN PONOROGO

Oleh

Nanda Indra Tawakal NIM 12102241004

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk: (1) mendeskripsikan keterlaksanaan program life skills budidaya ikan lele. (2) mendeskripsikan dampak dari keterlaksanaan program life skills pada peningkatan kecakapan hidup budidaya ikan lele.

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif jenis deskriptif. Tempat penelitian di Desa Karangpatihan Kecamatan Balong Kabupaten Ponorogo. Informan penelitian ini adalah tokoh masyarakat, pengelola program, serta warga masyarakat yang mengikuti program. Pengumpulan data dilakukan dengan teknik observasi, dokumentasi, dan wawancara. Teknik analisis data dilakukan menggunakan metode induktif. Komponen analisis data dalam penelitian ini: pengumpulan data, reduksi data, display data, dan membuat kesimpulan. Untuk memperoleh keabsahan data digunakan trianggulasi sumber dan teknik.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa: (1) Pelaksanaan program life skills budidaya ikan lele guna memberikan keterampilan dan kemampuan budidaya ikan lele kepada warga masyarakat dan guna untuk menambah pendapatan warga masyarakat. Adapun fakor pendukung dari keterlaksanaan program ini ialah: dukungan dari warga masyarakat dan pemerintah desa, semangat yang tinggi dari pengelola. Faktor penghambat dari program ini ialah warga masyarakat sulit diajak maju, warga masih berpendidikan rendah, kurangnya ketersediaan air. (2) Dampak peogram life skills budidaya ikan lele yaitu peningkatan kemampuan dari sasaran program. Dampak yang ditimbulkan dirinci dalam empat asepek kecakapan hidup yaitu: kecakapan vokasional, kecakapan akademik, kecakapan personal, dan kecakapan sosial.

(8)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan segala rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Dampak Keterlaksanaan Program Life Skills Dalam Peningkatan Kecakapan Hidup Budidaya Ikan Lele di Desa Karangpatihan Kecamatan Balong Kabupaten Ponorogo” disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pendidikan di Universitas Negeri Yogyakarta.

Penulis menyadari dalam menyelesaikan skripsi ini tidak terlepas dari adanya bantuan berbagai pihak. Dalam kesempatan ini perkenankanlah penulis mengucapkan terimakasih kepada :

1. Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan, yang telah memberikan fasilitas dan

sarana sehingga studi saya berjalan dengan lancar.

2. Ketua Jurusan Pendidikan Luar Sekolah yang telah memberikan kelancaran

di dalam menyusun skripsi.

3. Bapak RB.Suharta, M.Pd., dosen pembimbing skripsi yang telah berkenan

mengarahkan dan membimbing penulis hingga menyelesaikan skripsi.

4. Bapak Hiryanto, M.Si., dosen penasehat akademik yang selalu memberikan

motivasi dalam proses pembelajaran dan dalam penyusunan skripsi.

5. Bapak dan ibu Dosen Jurusan Pendidikan Luar Sekolah, Fakultas Ilmu

Pendidikan, Universitas Negeri Yogyakarta, yang telah mendidik dan memberikan ilmu pengetahuan sebagai bekal proses penelitian ini.

6. Bapak Camat Balong dan Bapak Kepala Desa Karangpatihan yang telah

memberikan ijin dan bantuan untuk penelitian.

7. Warga masyarakat Desa Karangpatihan yang telah membantu kelancaran

penelitian dan memberikan informasi yang sangat dibutuhkan dalam penyusunan skripsi ini.

8. Bapak, Ibu, adikku atas doa, perhatian, kasih sayang, dan segala

dukungannya.

9. Sahabatku di rumah (Purba, Joni, kholib, Rori, Diaz dan Arga) dan sahabat-sahabatku (Rizca, Lina, Ambar, Citra, Icha, Hening, Yudis, Widi, Bram,

(9)
(10)

DAFTAR ISI hal

HALAMAN JUDUL………. i

HALAMAN PERSETUJUAN………... ii

HALAMAN SURAT PERNYATAAN……….. iii

HALAMAN PENGESAHAN………... iv

HALAMAN MOTTO……… v

HALAMAN PERSEMBAHAN……… vi

ABSTRAK………. vii

KATA PENGANTAR………... viii

DAFTAR ISI……….. x

DAFTAR TABEL……….. xiii

DAFTAR GAMBAR……….. xiv

DAFTAR LAMPIRAN……….. xv

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah………... 1

B. Identifikasi Masalah ………. …... 9

C. Pembatasan Masalah ………... 9

D. Rumusan Masalah ………. …... 9

E. Tujuan Penelitian ………... 10

F. Manfaat Penelitian ………... 10

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Pustaka ...………... 12

1. Pengertian Dampak………... 12

2. Life Skils a. Hakikat Life Skills ………... 12

b. Jenis-jenis Life Skills……….... 17

c. Tujuan Pendidikan Kecakapan Hidup (Life Skills). ………... 22

3. Pemberdayaan Masyarakat a. Pengertian Pemberdayaan………... 23

(11)

4. Budidaya Ikan Lele………... 27

B. Kajian Penelitian Yang Relevan………... 29

C. Kerangka Berfikir………. …... 31

D. Pertanyaan Penelitian………. …. 32

BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan Penelitian………. .... 33

B. Subjek Penelitian………. …... 35

C. Waktu, Tempat, dan Setting Penelitian………... 36

D. Teknik Pengumpulan Data……….... 36

E. Instrumen Penelitian………. …... 40

F. Teknik Analisis Data………. ….. 41

G. Pemeriksaan Keabsahan Data………... 44

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ………... 46

1. Keadaan Geografis………. ... 46

2. Keadaan Masyarakat………... 47

a. Keadaan Penduduk………... 47

b. Keadaan Ekonomi………... 49

c. Keadaan Sosial Keagamaan ………. 51

d. Keadaan Pendidikan………. 52

3. Sarana dan Prasarana Desa Karangpatihan ………... 53

B. Hasil Penelitian 1. Keterlaksanaan Program Life Skills Budidaya Ikan Lele…………... 55

a. Pelaksanaan Program ………... 55

1) Latar Belakang Program ………... 56

2) Tujuan ………. …... 58 3) Sasaran ………. ….... 59 4) Materi ………. …... 60 5) Metode Pembelajaran ……….... 61 b. Faktor Penghambat ………... 63 c. Faktor Pendukung ………... 66

(12)

2. Dampak Keterlaksanaan Program ……….... 69

a. Dampak Pada Kecakapan Vokasional……….... 71

b. Dampak Pada Kecakapan Akademik………... 73

c. Dampak Pada Kecakapan Personal………... 74

d. Dampak Pada Kecakapan Sosial……… 77

C. Pembahasan 1. Keterlaksanaan Program Life Skills Budidaya Ikan Lele………... 78

2. Dampak Keterlaksanaan Program Life Skills Dalam Peningkatan Kecakapan Hidup Budidaya Ikan Lele Warga Masyarakat…………... 83

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ………... 89

B. Saran ………... 90

DAFTAR PUSTAKA ………. ….... 91

(13)

Daftar Tabel hal

Tabel 1. Teknik Pengumpulan Data………... 40

Tabel 2. Jumlah Penduduk………... 48

Tabel 3. Jumlah Kepala Keluarga………... 48

Tabel 4. Jumlah Anak Usia Sekolah Dan Balita………... 49

Tabel 5. Mata Pencaharian Penduduk………... 50

Tabel 6. Data Agama Warga Masyarakat... 51

Tabel 7. Daftar Pendidikan Penduduk………... 53

Tabel 8. Sarana Desa Karangpatihan………... 54

Tabel 9. Data Perbandingan Usaha Warga Masyarakat Sebelum Mengikuti Program Dan Sesudah Mengikuti Program………... 72

(14)

Daftar Gambar hal Gambar 1. Skema Terinci Life Skills………... 18 Gambar 2. Komponen Analisis Data ………... 40 Gambar 3. Peta Lokasi ………... 47

(15)

Daftar Lampiran hal

Lampiran 1. Pedoman Observasi………... 93

Lampiran 2. Pedoman Dokumentasi……….. 94

Lampiran 3. Pedoman Wawancara……….... 95

Lampiran 4. Display, Reduksi, dan Kesimpulan………... 106

Lampiran 5. Catatan Lapangan……….. 121

Lampiran 6. Catatan Wawancara………... 141

Lampiran 7. Gambar Sarana Prasaran……… 146

Lampiran 8. Dokumentasi………... 149

(16)

BAB 1 PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan merupakan suatu pengaruh bagi bangsa Indonesia untuk menjadikan Indonesia lebih maju dan berkembang. Sebagai negara yang masih berkembang, pendidikan di Indonesia masih jauh tertinggal di bandingkan dengan negara-negara di Asia maupun negara berkembang lainya. Unesco pada tahun 2012 melaporkan bahwa Indonesia berada di peringkat ke-64 dari 120 berdasarkan penilaian Education Development Indekx (EDI). Total nilai EDI tersebut diperoleh dari rangkuman perolehan emat kategori penilaian, yaitu angka partisipasi pendidikan dasar, angka melek huruf pada usia 15 tahun, angka partisipasi menurut kesetaraan gender, angka bertahan siswa hingga kelas V (Kompasiana.com).

Di sisi lain, kasus putus sekolah anak-anak usia sekolah di Indonesia juga masih tinggi. Berdasarkan data BPS tahun 2011, rata-rata nasional angka putus sekolah kelompok umur 7-12 tahun adalah 0,6 persen, untuk kelompok 13-15 tahun adalah 2,21 persen, dan kelompok umur 16-18 tahun adalah 3,14 persen. Sedangkan data dari Kemendikbud 2010, di Indonesia terdapat lebih dari 1,8 juta anak setiap tahun tidak dapat melanjutkan pendidikan, hal ini disebabkan oleh tiga faktor yaitu faktor ekonomi, anak-anak bekerja untuk menghidupi keluarga dan pernikahan di usia dini.

Di Ponorogo sendiri angka partisipasi pendidikan sudah lumayan baik. Namun angka APS menunjukkan trend penurunan seiring dengan kenaikan

(17)

usia, hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi jenjang pendidikan maka semakin rendah presentase penduduk yang sedang bersekolah. Angka Partisipasi Sekolah Kabupaten Ponorogo untuk anak usia 7-12 tahun adalah 98,84 persen, anak usia 13-15 tahun sebesar 97,55 persen, dan usia 16-19 tahun sebesar 65,72 persen.

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 pasal 26 ayat 1 Tentang Sistem Pendidikan Nasional :

Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

Melihat tujuan bernegara dan berbangsa, merujuk pada Undang Undang 1945 yaitu :

“untuk membentuk suatu pemerintahan negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.

Tujuan tersebut bisa tercapai jika sumber daya manusianya mempunyai kualitas yang dapat diandalkan, baik pada bidang ekonomi, sosial, maupun pendidikan yang menjadi tulang punggung kemajuan suatu bangsa.

Pada saat ini dunia pendidikan di Indonesia sedang menghadapi sebuah tantangan yang besar, sebagai akibat dari krisis ekonomi. Dunia pendidikan dituntut untuk mempertahankan hasil-hasil dari pembangunan pendidikan yang telah dicapai dan harus menyelesaikan masalah-masalah pendidikan yang belum terselesaikan. Untuk menghadapi era global, dunia

(18)

pendidikan dituntut untuk mempersiapkan suber daya manusia yang kompeten di bidangnya agar mampu bersaing dalam dunia kerja.

Departemen Pendidikan Nasional telah menetapkan berbagai kebijakan dan upaya, antara lain dengan terus mengupayakan pemeratan/perluasan akses terhadap pendidikan. Bagi masyarakat kurang mampu, mereka hanya memikirkan bagaimana hidup hari ini oleh karena itu mereka belajar untuk kehidupan, untuk itu masyarakat perlu didorong untuk mengembangkannya melalui pendidikan nonformal.

Jalur pendidikan ada tiga yakni pendidikan informal, pendidikan formal, dan pendidikan nonformal. Pendidikan informal adalah proses yang berlangsung sepanjang usia sehingga seseorang memperoleh nilai, sikap, keterampilan dan pengetahuan yang bersumber pada pengalaman hidup sehari-hari, pengaruh lingkungan termasuk di dalamnya adalah pengaruh kehidupan keluarga, hubungan dengan tetangga, lingkungan pekerjaan dan permainan, pasar, perpustakaan, dan media masa.

Pendidikan formal adalah kegiatan yang sistematis, berstruktur, bertingkat, berjenjang, dimulai dari sekolah dasar sampai dengan perguruan tinggi dan yang setaraf dengannya. Pemerataan akses pendidikan formal pada saat ini dirasa belum maksimal terlebih lagi untuk mereka yang tergolong pada masyarakat miskin. Mereka merasa bahwa pendidikan formal itu mahal dan memilih untuk tidak melanjutkan pendidikan sehingga kebodohan di Indonesia setiap tahun terus meningkat, oleh karena itu diperlukan pendidikan nonformal.

(19)

Pendidikan nonformal adalah pendidikan di luar sistem pendidikan formal namun kegiatannya juga terorganisir dan sistematis. Pendidikan nonformal ini dilakukan secara mandiri atau merupakan bagian penting dari kegiatan yang lebih luas, yang sengaja dilakukan untuk melayani peserta didik untuk mencapai tujuan. Tujuan dari pendidikan nonformal adalah menambah, mengganti, dan melengkapi pendidikan formal.

Pendidikan nonformal menekankan pada program yang mengacu pada pekerjaan masyarakat. Pendidikan nonformal berbeda dengan pendidikan formal. Program pendidikan nonformal mempersiapkan sasaran programnya untuk siap, mampu, dan terampil bekerja setelah menyelesaikan pendidikan. Satuan pendidikan nonformal berfungsi untuk mengembangkan kemampuan serta meningkatkan mutu kehidupan dan martabat masyarakat.

Apabila pendidikan nonformal ingin melayani, dicintai, dan dicari oleh masyarakat, maka harus berani meniru apa yang baik dari apa yang tumbuh di masyarakat dan kemudian diperkaya dengan sentuhan-sentuhan yang sistematis dengan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sesuai dengan lingkungan masyarakatnya. Strategi itulah yang perlu terus dikembangkan dan dilaksanakan oleh pendidikan nonformal dalam membantu menyediakan pendidikan bagi masyarakat khususnya usia produktif yang dikarenakan berbagai hal tidak terlayani oleh jalur formal.

Pada saat ini masih banyak masyarakat yang tidak melanjutkan atau tidak terlayani oleh pendidikan formal dengan tidak memiliki keahlian tertentu. Dari data di Kabupaten Ponorogo apabila dilihat menurut tingkat

(20)

pendidikan yang ditamatkan, pada tahun 2012 hampir 49,91 persen penduduk usia 10 tahun ke atas di kabupaten Ponorogo telah menamatkan pendidikan tingkat dasar. Dalam tiga tahun terakhir presentase penduduk usia 10 tahun ke atas yang tidak/belum pernah sekolah dan tidak/belum tamat SD menunjukkan kecenderungan menurun dari 31.15 persen pada tahun 2010 menjadi 29,84 persen.

Potensi lahan budidaya ikan di Indonesia dibagi menjadi beberapa golongan yaitu budidaya laut, tambak, kolam, keramba, jaring apung, dan sawah. Dari beberapa golongan budidaya ikan tersebut, budidaya dengan menggunakan kolam merupakan salah satu penghasil produksi ikan terbesar.

Ikan merupakan sumber protein hewani yang baik bagi kesehatan manusia karena ikan memiliki kandungan asam lemak omega-3 yang berperan dalam melindungi jantung. Daging ikan dapat menurunkan kolestrol dalam darah, mencegah terjadinya penggumpalan darah, dan sangat diperlukan untuk pembentukan otak dibandingkan dengan sumber protein lainnya.

Budidaya ikan lele merupakan salah satu jenis usaha yang semakin berkembang di kalangan masyarakat. Ikan lele pada saat ini merupakan salah satu jenis ikan air tawar yang sudah dibudidayakan secara komersial oleh masyarakat. Ikan lele dipilih sebagai ikan yang dibudayakan dikarenakan :

1. Dapat Dibudayakan Di Lahan dan Sumber Air Yang Terbatas

2. Teknologi Budidaya Mudah Dikuasai

(21)

4. Modal Usaha Yang Dibutuhkan Relatif Rendah.

Jika melihat uraian di atas membudidayakan ikan ikan lele tidak terlalu sulit. Ikan lele dapat dibudayakan di tempat yang sumber airnya terbatas selain itu untuk membudidayakan ikan lele tidak terlalu sulit. Hanya saja yang selalu menjadi masalah ialah masih kurangnya informasi dan ketersediaan tenaga terampil yang siap diterjunkan pada aktivitas budidaya tersebut, Sehingga hal itu menyebabkan pengetahuan masyarakat akan budidaya ikan lele masih kurang. Padahal banyak masyarakat yang ingin membudidayakan ikan lele namun mereka tidak memiliki keterampilan di bidangnya.

Salah satu bidang dari pendidikan nonformal yang sedang dikembangkan adalah pendidikan kecakapan hidup (life skills). Brolin (Anwar, 2013: 20) menjelaskan bahwa life skilsl constitute a continum of knowledge and aptitude that are necesary for a person to function effectively and to avoild interupptoins of employment experience. Dengan demikian life skills dapat dinyatakan sebagai kecakapan untuk hidup. Satori (Anwar, 2012: 20) istilah hidup tidak semata-mata memiliki kemampuan tertentu saja, namun ia harus memiliki kemampuan dasar pendukungnya secara fungsional seperti membaca, menulis, menghitung, merumuskan, dan memecahkan masalah, mengelola sumber daya, bekerja dalam tim, terus belajar di tempat kerja mempergunakan teknologi.

Anwar (2012: 20) mengatakan program pendidikan life skills adalah pendidikan yang dapat memberikan bekal keterampilan yang praktis,

(22)

terpakai, terkait dengan kebutuhan pasar kerja, peluang usaha dan potensi ekonomi atau industri yang ada di masyarakat.

Untuk pembangunan pendidikan agar pendidikan dapat berjalan dengan baik maka perlu adanya akses yang lebih besar kepada masyarakat. Masyarakat harus dilibatkan pada semua proses mulai dari perencanaan, pelaksanaan, serta evaluasi. Masyarakat pada saat ini bukan lagi hanya sebagai sasaran pembangunan saja atau tetapi juga merupakan subjek pembangunan. Penerapan perencanaan dari bawah yang melibatkan masyarakat merupakan salah satu perwujudan untuk memperoleh pendidikan yang benar-benar dan sesuai dengan kebutuhan masyarakat.

Pada saat ini banyak masyarakat tidak mengetahui potensi yang ada. Selain tidak mengetahui potensi-potensi yang ada, masyarakat sekarang juga kurang memiliki keterampilan, maka dari itu pemerintah perlu menggali dan mengembangkan potensi masyarakat agar dapat menunjang program pendidikan masyarakat.

Melihat permasalahan tersebut pemerintah perlu membuat kebijakan untuk program pendidikan masyarakat yang mengacu pada peningkatan kualitas dan kebermaknaan program. Dengan hal itu maka program tersebuat benar-benar sesuai dengan kebutuhan masyarakat, dan dapat memberdayakan masyarakat. Upaya tersebut juga dilaksanakan oleh pemerintah Desa Karangpatihan. Pemerintah desa dengan masyarakat mendirikan sebuah pusat pelatihan yang diberi nama Pusat Latihan Kelompok.

(23)

Penelitian ini dilakukan di wilayah desa Karangpatihan kecamatan Balong kabupaten Ponorogo. Desa Karangpatihan berada di tanah yang tandus kering, dengan kondisi alam yang seperti itu warga tidak mungkin dapat mengembangkan sektor ekonomi mereka di bidang pertanian atau perkebunan.

Untuk mengatasi hal tersebut pemerintah Desa Karangpatihan mendirikan sebuah lembaga pendidikan yang diberinama Pusat Latihan Kelompok (PLK). Lembaga tersebut didirikan dengan menggunakan dana swadaya masyarakat. Pusat Latihan Kelompok (PLK) ini memberikan pelatihan dan pembinaan usaha seperti budidaya lele, budidaya kambing, budidaya kelinci. Selain itu di Pusat Latihan Kelompok (PLK) itu memberikan pelatihan membuat berbagai kerajinan rumah tangga seperti membuat keset, lampion, tasbih, dan lain-lain.

Pada Program life skills budidaya ikan lele yang dilakukan di Pusat Latihan Kelompok (PLK) diikuti oleh warga Karangpatihan yang memiliki keterbatasan ekonomi. Progam ini dilaksanakan di desa Karangpatihan Kecamatan Balong Kabupaten Ponorogo. Instruktur pada pelatihan budidaya lele yaitu seseorang yang ahli dan berpengalaman dalam budidaya lele.

Dalam pembelajaran menggunakan 2 metode yaitu metode ceramah dan demonstrasi. Metode ceramah digunakan untuk menyampaiakan teori-teori dasar dalam hal membudidayakan lele. Sedangkan metode demonstrasi digunakan pada saat instruktur dan sasaran program mempraktekan

(24)

bagaimana cara membudidayakan lele. Pada program life skills instruktur sangat berperan penting dalam pembelajaran yang dilaksanakan.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka dapat ditentukan identifikasi masalah sebagai berikut :

1. Kualitas pendidikan yang ada pada saat ini masih rendah. 2. Jumlah anak putus sekolah masih tinggi.

3. Masih banyaknya masyarakat yang belum terlayani pendidikan formal.

4. Masih kurangnya informasi yang didapat masyarakat mengenai

pembudidayaan ikan lele dan ketersediaan tenaga terampil yang siap di terjunkan pada aktivitas budidaya ikan lele masih kurang.

5. Pengetahuan masyarakat akan budidaya ikan lele masih kurang.

6. Banyak warga masyarakat yang belum mengetahui potensi yang dimiliki.

7. Program life skills budidaya ikan lele yang di selenggarakan di desa

Karangpatihan ini belum diketahui dampaknya. C. Pembatasan masalah

Mengingat ada keterbatasan waktu, kemampuan, dan dana penelitian ini akan fokus pada Dampak keterlaksanaan Program Life Skill pada peningkatan kecakapan hidup budidaya lele di Desa Karangpatihan, kecamatan Balong kabupaten Ponorogo.

D. Rumusan masalah

Dengan pembatasan masalah di atas, dapat dirumuskan masalah yang akan dibahas dan diteliti mengenai :

(25)

1. Bagaimana keterlaksanaan program life skills Budidaya Ikan Lele di Desa Karangpatihan, Kecamatan Balong, Kabupaten Ponorogo?

2. Bagaimana dampak keterlaksanaan program life skills dalam peningkatan kecakapan hidup budidaya ikan lele warga masyarakat Desa Karangpatihan, Kecamatan Balong, Kabupaten Ponorogo?

E. Tujuan penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka penelitian ini bertujuan : 1. Mendeskripsikan keterlaksanaan program life skills budidaya ikan lele di

Desa Karangpatihan, Kecamatan Balong, Kabupaten Ponorogo.

2. Mendeskripsikan dampak dari keterlaksanaan program life skills pada peningkatan kecakapan hidup budidaya ikan lele di Desa Karangpatihan Kecamatan Balong, Kabupaten Ponorogo.

F. Manfaat penelitian

Adapun manfaat yang akan diperoleh dari penelitian ini, baik secara teoritis maupun secara praktis antara lain:

1. Manfaat Teoritis

a. Sebagai bahan perbandingan terhadap penelitian yang sama atau

penelitian lanjutan di masa yang akan datang 2. Manfaat Praktis

a. Sebagai bahan kajian atau bahan pertimbangan bagi pihak terkait untuk pengembangan program kecakapan hidup

b. Sebagai bahan kajian bagi pihak yang berminat untuk meneliti lebih

(26)

c. Dapat digunakan sebagai sumbangan dan referensi bagi penelitian yang akan datang.

(27)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Kajian Pustaka 1. Dampak

Dampak merupakan akibat yang diperoleh dari sebuah pengaruh yang berupa aktivitas. KBBI (2005: 234) dinyatakan dampak berarti benturan, pengaruh kuat yang mendatangkan akibat (baik negatif maupun positif). Pengaruh adalah daya yang ada dan timbul dari suatu (orang, benda) yang ikut membentuk watak, kepercayaan, atau perbuatan seseorang. Pengaruh adalah suatu keadaan dimana ada hubungan timbal balik antara apa yang mempengaruhi dengan apa yang dipengaruhi(KBBI Online, 2010).

Sedangkan menurut Otto Soemareonto dalam Hasmawati (2013: 129) dampak adalah suatu perubahan yang terjadi sebagai akibat suatu aktivitas dan aktivitas itu dapat dilakukan oleh manusia yang mengarah kepada perubahan dalam kehidupan manusia itu sendiri.

Berdasarkan dari pengertian di atas maka dapat disimpulkan dampak adalah akibat yang ditimbulkan dari suatu aktivitas dan tindakan yang mendatangkan akibat positif maupun negatif.

2. Life skills

a. Hakikat Life skills

Konsep life skills merupakan salah satu fokus analisis dalam pengembangan kurikulum pendidikan yang menekankan pada

(28)

kecakapan hidup atau bekerja. Brolin dalam Anwar (2012: 20) mengatakan life skills constitute a continium of knowledge and aptitude that are necessary for a person to function effectively and to avoild interupptions of employment experience. Pengertian di atas menyatakan kecakapan hidup merupakan serangkaiaan pengetahuan dan bakat yang diperlukan bagi seseorang yang dapat berfungsi secara efektif dan untuk menghindari hambatan-hambatan dalam bekerja. Life skills adalah kontinum pengetahuan dan kemampuan yang diperlukan oleh seseorang agar menjadi independen dalam kehidupan. Jamal (2009: 29).

Sementara itu Tim Broad-Based Education (2002: 9) menyatakan bahwa:

“life skills adalah kecakapan yang dimiliki seseorang untuk mau dan berani menghadapi problema hidup dan kehidupan secara wajar tanpa merasa tertekan, kemudian secara proaktif dan kreatif mencari serta menemukan solusi sehingga akhirnya mampu mengatasinya”.

Sejalan degan itu Anwar (2009: 20) menjelaskan bahwa :

“life skills merupakan kemampuan komunikasi secara efektif, kemampuan mengembangkan kerja sama, melaksanakan peranan sebagai warga negara yang bertanggung jawab, memiliki kesiapan serta kecakapan untuk bekerja, dan memiliki karakter dan etika untuk terjun ke dunia kerja.”

Berdasarkan pengertian-pengertian di atas maka dapat disimpulkan bahwa life skills adalah kemampuan dan keterampilan yang diperlukan seseorang untuk menjalankan kehidupan. Kecakapan tersebut mencakup segala aspek sikap perilaku manusia sebagai bekal

(29)

menjalankan kehidupannya. Program pendidikan life skills adalah pendidikan yang dapat memberikan bekal keterampilan yang praktis, terpakai, terkait dengan kebutuhan pasar kerja, peluang usaha, dan potensi ekonomi yang ada di masyarakat (Anwar, 2012: 20). Oleh karena itu, pendidikan life skills merupakan pendidikan yang memberi bekal dasar dan latihan yang dilakukan secara benar kepada peserta didik tentang nilai kehidupan sehari-hari agar seseorang tersebut mampu, sanggup, dan terampil menjalankan kehidupannya.

Dengan definisi di atas, maka pendidikan life skills harus merefleksikan nilai-nilai kehidupan sehari-hari, baik yang bersifat pencegahan ataupun penanganan. Seseorang dikatakan memiliki kecakapan hidup apabila orang tersebut mampu, sanggup, dan terampil menjalankan kehidupannya dengan nikmat dan bahagia. Kehidupan yang dimaksud meliputi kehidupan pribadi, kehidupan keluarga, kehidupan masyarakat, dan kehidupan-kehidupan lainnya. Ciri kehidupan itu adanya perubahan yang selalu menuntut kecakapan-kecakapan untuk menghadapinya. Oleh karena itu pendidikan formal maupun nonformal harus mengajarkan mengenai life skills.

Anwar (2009: 5) mengungkapkan bahwa memasuki era globalisasi di abab XXI diperlukan suatu paradigma baru dalam sistem pendidikan dunia, dalam rangka mencerdaskan umat manusia dan memelihara persaudaraan. Pemikiran tersebut telah disadari oleh

(30)

UNESCO yang telah merekomendasikan “empat pilar pembelajaran” dalam menghadapi era globalisasi, yaitu program pembelajaran yang diberikan hendaknya mampu memberikan kesadaran kepada masyarakat sehingga mau dan mampu belajar. Bahan belajar yang dipilih hendaknya mampu memberikan suatu pekerjaan alternatif kepada peserta didiknya, dan mampu memberikan motivasi untuk hidup dalam era sekarang dan memiliki orientasi hidup ke masa depan. Pembelajaran tidak cukup diberikan keterampilan untuk dirinya sendiri, tetapi juga keterampilan untuk hidup bermasyarakat, berbangsa, dan hidup antar bangsa-bangsa dengan semangat kesamaan dan kesejajaran.

Berkaitan dengan empat pilar pembelajaran tersebut, sesungguhnya program pendidikan life skills mempunyai ciri yang relevan sebagaimana diungkapkan oleh Depdiknas (2003) dalam Anwar (2009: 21) bahwa ciri pembelajaran life skills adalah :

1. Terjadi proses identifikasi kebutuhan belajar. 2. Terjadi proses penyadaran untuk belajar bersama.

3. Terjadi keselarasan kegiatan belajar untuk mengambangkan

diri, belajar, usaha mandiri, usaha bersama.

4. Terjadi proses penguasaan kecakapan personal, sosial,

vokasional, akademik, manajerial, kewirausahaan.

5. Terjadi proses pemberian pengalaman dalam melakukan

pekerjaan dengan benar, menghasilkan produk bermutu. 6. Terjadi proses interaksi saling belajar dari ahli.

7. Terjadi proses penilaian kompetensi.

8. Terjadi pendampingan teknis untuk bekerja atau membentuk

usaha bersama.

Dengan demikian, maka dari kedelapan ciri pembelajaran life skills tersebut merupkan suatu proses yang dapat mengantarkan

(31)

peserta didik kepada penguasaan suatu vokasi tertentu untuk diwujudkan menjadi susuatu yang bermanfaaf bagi kehidupannya pribadi maupun bermasyarakat untuk perbaikan kualitas hidupnya.

Program pembelajaran baik dalam jalur pendidikan formal maupun pendidikan non-formal wajib memberikan keterampilan pilihan life skills oleh nara sumber teknis, sehingga dengan memiliki keterampilan tersebut para peserta didik dapat memiliki bekal untuk dapat bekerja dan berusaha. Pada dasarnya life skills membantu peserta didik dalam mengembangkan kemampuan belajar (learning how to learn). Menghilangkan pola pikir yang tidak tepat (learning how to unlearn). Menyadari dan mensyukuri potensi diri untuk dikembangkan dan diamalkan, berani menghadapi problema kehidupan, dan memecahkan masalah secara kreatif.

Beberapa prinsip life skills education, yaitu :

1. Etika sosio-religius bangsa yang berdasarkan nulai-nilai

pancasila dpat diintegrasikan.

2. Pembelajaran menggunakan prinsip learning to know,

learning to do, learning to be, learning to live together and learning to cooperate.

3. Pengembangan potensi wilayah dapat direfleksikan dalam

penyelenggaraan pendidikan.

4. Penetapan manajemen berbasis masyarakat.

5. Paradikama learning for life dan scholl for work dapat menjadi dasar kegiatan pendidikan, sehingga memiliki pertautan dengan dunia kerja.

6. Penyelenggaraan pendidikan harus senantiasa mengerahkan

peserta didik agar: (a) membantu mereka untuk menuju hidup sehat dan berkualitas, (b) mendapatkan pengetahuan dan wawasan yang lebih luas, dan (c) memiliki akses untuk mampu memenuhi standar hidupnya secara layak (Direktorat Pendidikan Menengah Umum, 2002)

(32)

b. Jenis Life skills

Dalam pengembangan life skills tidak hanya melalui pendidikan formal saja, namun dapat dicapai melalui pendidikan nonformal melalui pelatihan-pelatihan maupun yang lainnya, sehingga pendidikan life skills dapat dijadikan terobosan untuk membekali manusia baik yang sedang mengenyam pendidikan formal maupun yang berada di lembaga nonformal atau masyarakat yang tidak sempat mengenyam pendidikan formal.

Konsep life skills mempunyai isi mengenai keterampilan atau kecakapan yang harus dimiliki seseorang dalam hidupnya. Life skills terbagi menjadi beberapa jenis, terdapat banyak pendapat mengenai jenis-jenis life skills. Tim Broad Based Education (2002: 10) mengklasifikasikan life skills menjadi dua yaitu kecakapan hidup generik dan kecakapan hidup spesifik. Kecakapan hidup generik terdiri dari kecakapan personal (personal skills) dan kecakapan sosial (social skills). Sedangkan kecakapan hidup spesifik terdiri dari kecakapan akademik (academic skills), dan kecakapan vokasional (vocational skills).

Sedangkan menurut Departemen Pendidikan Nasional dalam Anwar (2012:28), life skills (kecakapan hidup) dibagi menjadi empat jenis, yaitu : (1) Kecakapan personal (personal skills) yang mencakup kecakapan mengenal diri (self awareness) dan kecakapan berpikir rasional (sosial skills; (2) Kecakapan sosial (sosial skills); (3)

(33)

Kecakapan akademik (academic skills); (4) Kecakapan vokasional (vocational skills).

Gambar. 1 Skema Terinci Life skills (Ditjen Penmum. 2002 dalam Anwar, 2012:28).

a) Kecakapan Personal

Kecakapan personal adalah kecakapan yang diperlukan bagi seorang untuk mengenali dirinya secara utuh. Kecakapan personal ini termasuk dalam General Life skills (kecakapan generik). Kecakapan personal dibagi menjadi 2 macam yaitu, kecakapan mengenal diri dan kecakapan berfikir rasional. Kecakapan mengenal diri, pada dasarnya merupakan penghayatan diri sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa, anggota masyarakat dan warga negara, sekaligus menjadikan sebagai model dalam Life skills Kecakapan Personal Kecakapan Sosial Kecakapan Akademik Kecakapan Vokasional Kecakapan Mengenal Diri Kecakapan Berfikir Kecakapan Generik Kecakapan Spesifik

(34)

meningkatkan diri sebagai individu yang bermanfaat bagi diri sendiri dan lingkungannya.

Kemudian kecakapan berfikir rasional adalah kecakapan yang diperlukan dalam pengembangan potensi berfikir. Kecakapan berfikir rasional mencakup kecakapan menggali dan menemukan informasi, kecakapan mengolah informasi dan mengambil keputusan serta kecakapan memecahkan masalah secara kreatif. Hidayanto dalam Anwar (2012: 29) berpendapat untuk membelajarkan masyarakat, perlu adanya dorongan dari pihak luar atau pengkondisian untuk mengembangkan potensi yang ada pada diri masing-masing individu, dalam arti keterampilan yang diberikan harus dilandasi keterampilan belajar.

b) Kecakapan sosial

Kecakapan sosial ini termasuk dalam General Life skills (Kecakapan Hidup Generik). General Life skills ini diberlukan oleh semua orang, baik mereka yang sudah mempunyai pekerjaan, mereka yang tidak mempunyai pekerjaan, dan merka yang masih menempuh pendidikan. Kecakapan sosial mencakup kecakapan komunikasi dengan empati dan kecakapan bekerja sama.

Empati, sikap penuh pengertian dan seni komunikasi dua arah, harus ditekankan karena yang dimaksud dengan

(35)

berkomunikasi bukan hanya sekedar menyampaikan pesan tetapi isi dan sampainya pesan disertai dengan kesan yang baik dan akan menimbulkan hubungan yang harmonis. Komunikasi dapat melalui dua cara yaitu dengan lisan maupun tulisan. Untuk komunikasi lisan, kemampuan mendengarkan dan menyampaikan gagasan secara lisan perlu dikembangkan. Kecakapan mendengarkan dengan empati akan membuat orang mampu memahami isi dari suatu pembicaraan. Kecakapan menyampaikan pemikiran dengan empati, akan membuat orang dapat menyampaikan pemikiran dengan jelas dan menggunakan kata-kata santun, sehingga pesan yang akan disampaikan kepada lawan bicaranya dapat tersampaikan dengan baik dan lawan bicara merasa dihargai.

Sedangkan kecakapan kerjasama perlu dikembangkan supaya peserta didik menjadi terbiasa memecahkan permasalahan yang bersifat kompleks. Kerjasama yang dimaksud ialah bekerja sama adanya saling pengertian dan membantu antar sesama untuk mencapai suatu tujuan yang baik, hal ini dilakukan agar peserta didik menjadi lebih terbiasa dan dapat membangun semangat komunitas yang harmonis.

(36)

c) Kecakapan akademik

Kecakapan akademik seringkali disebut kemampuan berfikir ilmiah pada dasarnya merupakan pengembangan dari kecakapan berfikir rasional masih bersifat umum, kecakapan akademik ini seudah lebih mengarah kepada kegiatan yang bersifat akademik. Hal itu didasarkan pada pemikiran bahwa bidang pekerjaan yang ditangani lebih memerlukan kecakapan berfikir ilmiah.

Kecakapan akademik mencakup antara lain kecakapan melakukan identifikasi variabel dan menjelaskan hubungannya pada suatu fenomena tertentu, merumuskan hipotesis terhadap suatu rangkaian kejadian, serta merancang dan melaksanakan penelitian untuk membuktikan suatu gagasan atau keingintahuan. Kecakapan akademik penting bagi seseorang yang akan menekuni pekerjaan yang menekankan pada kecakapan berfikir.

d) Kecakapan vokasional

Kecakapan vokasional adalah kerampilan yang dikaitkan dengan berbagai bidang pekerjaan yang terdapat di dalam kehidupan masyarakat, Oleh karena itu kecakapan vokasional sering kali disebut juga dengan kecakapan kejuruan.

(37)

c. Tujuan Pendidikan Kecakapan Hidup (Life skills)

Meskipun banyak variasi dalam menyatakan tujuan pendidikan life skills, tetapi konvergensinya sangat jelas yaitu tujuan utama dari pendidikan life skills adalah menyiapkan peserta didik agar mereka mampu, sanggup, dan terampil menjaga kelangsungan hidupnya dan perkembangannya di masa yang akan datang. Pendidikan Life skills mempunyai esensi untuk meningkatkan relevansi pendidikan dengan nilai-nilai kehidupan nyata, baik preservatif maupun progresif.

Noval dalam Anwar (2012: 43) menyatakan bahwa tujuan pendidikan life skills adalah :

“to promote family srength and growth through education, to teach concepts and principles relevant to family living, to explore personal attitude and velues, and help members understand and accept the attitudes and values of other; to develop interpersonal skillss which contribute to familiy well-being; to reduce marrige and family conflict and therebyenhance service member productivity; and to encourage on-base delivery of family education program and referral as appropriate to community program”.

Sementara itu Anwar (2012: 43) mengungkapkan tujuan life skills adalah (1) mengaktualisasikan potensi peserta didik sehingga dapat digunakan untuk memecahkan problema yang dihadapi; (2) memberikan kepada sekolah untuk mengembangkan pembelajaran yang fleksibel, sesuai dengan prinsip pendidikan berbasis luas; dan (3) mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya di lingkungan sekolah dengan memberi peluang pemanfaatan sunber daya di lingkungan

(38)

sekolah dengan memberi peluang pemanfaatan sumber daya yang ada di masyarakat, sesuai dengan prinsip manajemen berbasis sekolah.

Lebih spesifiknya, tujuan pendidikan kecakapan hidup dapat dikemukanan sebagai berikut :

1) Memberdayakan aset kualitas batiniyah, sikap, dan

perbuatan lahiriyah peserta didik melalui pengenalan (logos), penghayatan (etos), dan pengalaman (patos) nilai-nilai kehidupan sehari-hari sehingga dapat digunakan untuk menjaga kelangsungan hidup dan perkembangannya.

2) Memberikan wawasan yang luas tentang pengembangan

karir, yang dimulai dari pengenalan diri, eksporasi karir, orientasi karir, dan penyiapan karir.

3) Memberikan bekal dasar dan latihan-latihan yang dilakukan secara benar mengenai nilai-nilai kehidupan sehari-hari yang dapat memampukan peserta didik untuk berfungsi menghadapi kehidupan masa depan yang serat kompetisi dan kolaborasi sekaligus.

4) Mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya sekolah melaui

pendekatan manajemen berbasis sekolah dengan mendorong peningkatan kemandirian sekolah, partisipasi stakholders, dan fleksibilitas pengolahan sumber daya sekolah.

5) Memfasilitasi peserta didik dalam memecahkan

permasalahan kehidupan yang dihadapi sehari-hari, misalnya kesehatan mental, dan fisik, kemiskinan, kriminal, pengangguran, lingkungan sosial dan pisik, narkoba, kekerasan, dan kemajuan ipteks (Anwar, 2012 : 43-44). 3. Pemberdayaan Masyarakat

Dalam penelitian ini kajian pemberdayaan masyarakat digunakan, hal itu dikarenakan konsep dari program life skills ini yaitu untuk memberdayakan warga masyarakat desa Karangpatihan.

a. Pengertian Pemberdayaan

Kindervatter, 1975 (dalam Salah Marzuki, 2010: 221) mengatakan bahwa pemberdayaan sebagai upaya untuk membuat orang memperoleh pemahaman pengendalian tentang

(39)

kekuatan-kekuatan sosial, ekonomi, dan politik guna memperbaiki kedudukannya di masyarakat. sedangkan Winarni, (dalam Ambar Teguh Sulistiyani, 2004: 79) mengungkapkan bahwa inti dari pemberdayaan adalah meliputi tiga hal, yaitu pengembangan (enabling), memperkuat potensi atau daya (enpowering), terciptanya kemandirian.

Konsep utama yang ada dalam pemberdayaan adalah memberikan kesempatan yang luas bagi masyarakat untuk menentukan sendiri arah kehidupan dalam komunitasnya. Dengan hal itu dapat disimpulkan pemberdayaan ialah suatu usaha yang diperuntukkan bagi masyarakat luas untuk mengembangkan keterampilan yang mereka miliki untuk meningkatkan kreatifitas dan kapasitas mereka dalam menentukan masa depan.

Pemberdayaan masyarakat merupakan sebuah proses yang tidak dapat diukur secara matematis, apalagi dengan sebuah pembatasan waktu dan dana (Suparjan dan Hempri Suyatno, 2003: 37). Pendekatan utama dalam konsep pemberdayaan dengan menempatkan masyarakat tidak sekedar sebagai objek saja, namun masyarakat juga sebagai subjek. Dalam konteks pemberdayaan masyarakat terkandung unsur partisipasi yaitu bagaimana masyarakat dilibatkan dalam proses pembangunan dan untk menikmati hasil pembangunan.

Pemberdayaan diharapkan menjadikan masyarakat menjadi mandiri dan berdaya. Suparjan dan Hempri (2003: 37) pemberdayaan

(40)

memiliki makna “membangkitkan sumber daya, kesempatan, pengetahuan, dan keterampilan mereka untuk meningkatkan kapasitas dalam menentukan masa depan mereka”. Schuler, Hashemi, dan Reley (dalam Edi Suharto, 2005: 64) mengembangkan 8 unsur indikator pemberdayaan, yaitu:

1) Kebebasan mobilitas: kemampuan individu untuk keluar

rumah tinggalnya seperti pasar, gedung bioskop, rumah ibadah, dan lain sebagainya. Mobilitas ini dianggap tinggi apabila mampu pergi sendirian.

2) Kemampuan membeli komoditas kecil: kemampuan individu

untuk membeli kebutuhan-kebutuhan keluarga sehari-hari seperti beras, inyak, sabun, rokok. Individu dianggap mampu melakukan kegiatan inisiatif, dan menggunakan uang sendiri.

3) Kemampuan membeli komoditas besar: kemampuan

individu untuk membeli barang-barang sekunder dan tersier, seperti lemari, kulkas, pakaian. Individu mempunyai poin tinggi bila atas inisiatif, keputusan sendiri, dan uang sendiri.

4) Terlibat dalam pembuatan keputusan-keputusan rumah

tangga: mampu membuat keputusan sendiri maupun bersama suami, isterimengenai keputusan keluarga, misalnya dengan renovasi rumah, pembelian mobil pengajuan kredit usaha.

5) Kebebasan relatif dari dominasi keluarga: berani menolak

untuk hal yang memaksakan, atau merugikan dirinya, misal barang yang diambil anak, melarang punya anak dan lain sebaginya.

6) Kesadaran hukum dan politik: mengetahui partai politik,

mengetahui pentingnya surat nikah, SIM, hukum waris.

7) Keterlibatan dalam kampanye, demo, utnuk membela

seseorang yang tertindas atau hal0hal lain yang tidak benar.

8) Jaminan ekonomi dan kontribusi terhadap keluarga:

memiliki rumah, tanah. Aset produktif, tabungan. Seseorang dianggap memiliki poin tinggi jika ia memiliki aspek-aspek tersebut secar sendiri ataupun terpisah dari pasangannya. b. Tujuan dan Ciri-ciri Pemberdayaan Masyarakat

Pemberdayaan masyarakat bertujuan untuk membuat masyarakat menjadi mandiri, dalam arti memiliki potensi untuk

(41)

mampu memecahkan masalah-masalah yang mereka hadapi, dan sanggup memenuhi kebutuhannya dengan tidak menggantungkan hidup pada bantuan orang lain. Gagasan yang terkandung dalam pembangunan masyarakat pada hakikatnya tidak sekedar membantu masyarakat dalam mengatasi masalah yang mereka hadapi. Pembangunan masyarakat merupakan usaha untuk membentuk kemandirian pada seluruh lapisan masyarakat sehingga mampu mengatasi permasalahan mereka sendiri. Pemberdayaan masyarakat mensyaratkan adanya partisipasi dari masyarakat, kreatifitas, dan inisiatif dari masyarakat untuk mengelola sumber daya yang telah ada guna mencapai kesejahteraan sosial bagi masyarakat itu sendiri.

Pemberdayaan masyarakat memusatkan pada partisipasi dan kemampuan masyarakat lokal dengan mendayagunakan sumber daya yang ada dengan kreatifitas dan inisiatif masyarakat itu sendiri. Dalam hal ini maka masyarakat perlu dilibatkan langsung dalam tahap perencanaan, pelaksanaan, hingga evaluasi program. Konsep pembangunan masyarakat mencoba meletakkan manusia sebagai unsur yang mutlak dalam suatu proses pembangunan. Namun di sisi lain, pembangunan masyarakat menghendaki terwujudnya suatu konsep pembangunan masyarakat yang berkelanjutan. Suparjan dan Hempri (2003 :26) mengatakan ada beberapa ciri utama dari konsep pemberdayaan masyarakat, yaitu: (1) sumber perencanaan pembangunan adalah prakarsa dan inisiatif masyarakat; (2)

(42)

penyusunan program oleh masyarakat; (3) teknologinya merupakan teknologi tepat guna yang bersumber dari ide dan kreatif masyarakat; (4) mekanisme kelembagaan bersifat bottom up; (5) menekankan pada proses dan hasil; (6) evaluasi berorientasi pada dampak dan peningkatan kapasitas masyarakat; (7) orientasinya adalah terwujudnya kemandirian masyarakat.

4. Budidaya Ikan Lele

Ikan lele merupakan salah satu jenis ikan yang sanggup hidup dalam kepadatan tinggi. Ikan ini memiliki tingkat konversi pakan menjadi bobot tubuh yang baik. Ikan lele merupakan jenis ikan yang mempunyai tipikal sangat mudah untuk dibudayakan. Berbeda dengan jenis ikan lainya, ikan lele tidak memerlukan air yang mengalir. Untuk itu, ikan lele dapat dibudayakan di daerah yang minim dengan jumlah air.

Nasrudin dalam Jaja (2013: 46) ) menyatakan ikan lele merupakan komoditas budidaya ikan air tawar yang memiliki rasa enak, harga relatif murah, toleran terhadap mutu air yang kurang baik, relatif tahan terhadap penyakit dan dapat dipelihara dihampir semua wadah. Dari berbagai keunggulan tersebut, maka usaha budidaya ikan lele dapat menciptakan lapangan kerja, meningkatkan pendapatan, peningkatan kemampuan dan dapat memenuhi kebutuhan gizi masyarakat. Rachmatun Suyanto (1999: 39) berpendapat bididaya ikan lele merupakan suatu kegiatan usaha yang meliputi tiga kegiatan pokok dalam kegiatan budidaya ikan lele yaitu kegiatan pembenihan, kegiatan pembesaran, dan kegiatan pemanenan.

(43)

Agus Bisena (2012: 3-5) berpendapat ada beberapa jenis ikan lele yang dikembangkan di Indonesia, antara lain :

a. Lele Lokal. Merupakan lele yang biasa hidup di selokan-selokan,

sungai, yang sering dipelihara sebagai sambilan oleh masyarakat. Lele jenis ini memiliki ciri-ciri sebagai berikut: patil beracun, berwarna hitam abu-abu, terkadang putih berbintik. Dalam pembudidayaan lele ini masa panen memerlukan waktu yang lumayan lama, antara enam sampai delapan bulan.

b. Lele Dumbo. Lele jenis ini memiliki tubuh yang begitu besar. Lele

dumbo memiliki masa panen yang singkat, yaitu 3 bulan. Telur lele ini lebih banyak dan lebih tahan penyakit, serta mempunyai kemampuan tinggi untuk berdaptasi pada lingkungan. Namun kualitas dari ikan jenis ini sangat dipengaruhi oleh system pembibitan dan induk yang digunakan. Lele dumbo bisa mencapai berat 2-3 kg per ekor dan jumlah telur yang dihasilkan mencapai 8.000 sampai 10.000 butir.

c. Lele Sangkuriang. Lele Sangkuriang merupakan jenis terbaru ikan lele. Lele ini merupakan galur unggul lele dumbo, yang pertama diproduksi oleh Balai Budidaya Air Tawar (BBAT) Sukabumi. Lele Sangkuriang tidak memiliki banyak perbedaan dengan jenis lele dumbo, hal itu dikarenakan lele Sangkuriang merupakan hasil upaya perbaikan mutu dari lele dumbo melalui rekayasa genetik. Generasi lele ini memiliki jumlah telur 33,33% lebih tinggi, dan juga memiliki masa pertumbuhan

(44)

yang lebih cepat mencapai 40% pada saat pendederan, dan 10% pada saat pembesaran dibandingkan dengan lele dumbo.

d. Lele Phyton. Morphology lele Phiton seperti lele biasa, hanya saja bagian kepalanya saja yang terlihat agak lonjong, mirip dengan ular phyton. Oleh karena iu bentuk tubuh itulah dikenal dengan lele phyton. Salah satu indikator tingginya kualitas lele phyton adalah konversi makan sebesar 1:1, yang artinya satu kilogram pakan menghasilkan satu kilo daging siap konsumsi. Lele jenis ini hanya dipelihara dua bulan, sedangkan lele dumbo memerlukan waktu hingga tiga bulan.

e. Lele Super Jumbo. Lele ini merupaka lele dumbo dengan ukuran

sangat besar. Dipasaran lele jenis ini tidak akan laku dijual, hal itu dikarenaka lele jenis ini sulit untuk diolah. Untuk lele jenis ini dikembangkan, dan diolah menjadi ikan dalam kemasan, yaitu berupa fillet tanpa tulang.

B. Kajian Penelitian yang Relevan

1. Penelitian yang dilakukan oleh Marta Dwi Ningrum (2015) yang berjudul “Dampak Program Pendidikan Kecakapan Hidup Di Taman Bacaan Masyarakat Mata Aksara Bagi Perempuan Di Desa Umbulmartani, Kecamatan Ngemplak, Kabupaten Sleman”. Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa program kecakapan hidup yang dilaksanakan oleh TBM Mata Aksara berupa pelatihan yaitu pembuatan bros flanel, pembuatan kaos flanel, tas resleting, nastar, coctail, dan kerudung payet. Program pendidikan kecakapan hidup di TBM Mata Aksara dilakukan

(45)

dengan 3 tahap yaitu persiapan/perencanaan, tahap pelaksanaan, dan tahap pendampingan. Pendampingan merupakan salah satu tindak lanjut program yang dilaksanakan oleh TBM Mata Aksara. Dampak program pendidikan kecakapan hidup yaitu adanya penambahan kemampuan ibu-ibu rumah tangga berupa pengetahuan dan keterampilan. Dampak lain secara lebih rinci dikategorikan menjadi empat kecakapan yaitu kecakapan akademik, kecakapan personal, kecakapan sosial, dan kecakapan vokasional.

2. Penelitian yang dilakukan oleh Puri Bhakti Renatama (2012) yang

berjudul “Dampak Pelaksanaan Program Pelatihan Kecakapan Hidup (Life skills) Rias Pengantin Yogya Putri Terhadap Kesempatan Kerja Dan Pendapatan Kaum Perempuan”. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pelaksanaan program pelatihan kecakapan hidup rias pengantin sangat bermanfaat dan dibutuhkan oleh sasaran program yang ingin mendapatkan lapangan pekerjaan ataupun mengembangkan usahanya di bidang rias pengantin. Setelah sasaran program mengikuti program pelatihan kecakapan hidup rias pengantin terjadi perubahan yang mencakup pengetahuan rias pengantin, sikap, dan keterampilan yang sangat mendukung dalam proses kegiatan. Dampak pelaksanaan dari program kecakapan hidup rias pengantin menunjukkan dampaj positif yaitu warga dapat bekerja secara mandiri dan berkelompok memanfaatkan pengetahuan yang dimiliki untuk memperoleh kesempatan kerja dan pendapatan.

(46)

Dari berbagai penelitian yang pernah dilakukan di atas ada perbedaan dan persamaannya dengan penelitian yang dilakukan. Persamaan dengan penelitian yang sudah ada yaitu mengenai dampak program life skills tetapi fokus penelitian berbeda baik dari segi setting penelitian atupun pokok permasalahan yang diteliti. Dengan penelitian yang sudah dilakukan di atas bahwa sejauh ini belum ada penelitian yang membahas tentang dampak program life skills terhadap peningkatan kemampuan berwirausaha di Desa Karangpatihan, Kecamatan Balong, Kabupaten Ponorogo.

C. Kerangka Berfikr Meningkatkan Kualitas Pendidikan NONFORMAL FORMAL INFORMAL PENDIDIKAN KECAKAPAN HIDUP (LIFE SKILLS)

PROGRAM LIFE SKILLS BUDIDAYA IKAN LELE

DAMPAK PENINGKATAN KECAKAPAN HIDUP BUDIDAYA

(47)

D. Pertanyaan Penelitian

1. Bagaimana keterlaksanaan program life skills mengenai Budidaya ikan

lele di Desa Karangpatihan, Kecamatan Balong, Kabupaten Ponorogo? a. Bagaimana pelaksanaan program life skills budidaya ikan lele di Desa

Karangpatihan, Kecamatan Balong, Kabupaten Ponorogo?

b. Faktor-faktor apa saja yang menghambat pelaksanaan program life

skills budidaya ikan lele di Desa Karangpatihan, Kecamatan Balong, Kabupaten Ponorogo?

c. Faktor apa saja yang mendukung pelaksanaan program life skills

budidaya ikan lele di Desa Karangpatihan, Kecamatan Balong, Kabupaten Ponorogo?

2. Bagaimana dampak keterlaksanaan program life skills dalam peningkatan kecakapan hidup budidaya ikan lele warga masyarakat Desa Karangpatihan, Kecamatan Balong, Kabupaten Ponorogo?

a. Bagaimana dampak kecakapan personal warga masyarakat?

b. Bagaiamana dampak kecakapan sosial warga masyarakat?

c. Bagaimana dampak kecakapan akademik warga masyarakat?

(48)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Pendekatan Penelitian

Ditinjau dari jenis datanya pendekatan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif. Sugiyono (2013: 15) berpendapat penelitian kualitatif adalah penelitian yang berlandaskan pada filsafat postpositivisme, yang digunakan untuk meneliti pada kondisi obyek yang alamiah, dimana peneliti adalah sebagai instrumen kunci, pengambilan sampel sumber data dilakukan secara purposife dan snowbaal, teknik pengumpulan dengan triangulasi (gabungan), analisis data yang bersifat induktif dan hasil penelitian kualitatif lebih menekankan makna dari pada generalisasi.

Moleong (2010: 6) mengatakan penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomana tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian misalnya perilaku, persepsi, tindakan, dll., secara holistik, dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah.

Sedangkan menurut Jonathan Sarwono(2006: 193) pendekatan kualitatif adalah suatu proses yang mencoba untuk mendapatkan pemahaman yang lebih baik mengenai kompleksitas yang ada di dalam lapangan. Penelitian kualitatif harus dilakukan secara intensif, peneliti diharuskan ikut berpartisipasi lama di lapangan, mencatat secara hati-hati apa yang terjadi,

(49)

melakukan analisis reflektif terhadap berbagai dokumen yang ditemukan di lapangan, dan membuat laporan penelitian secara mendetail (Sugiyono, 2013:22).

Lexy. J Moleong (2010: 8) mengatakan penelitian kualitatif memiliki ciri-ciri sebagai berikut : (1) Latar alamiah, (2) manusia sebagai alat instrumen, (3) metode kualitatif, (4) analisis data secara induktif, (5) teori dari dasar, (6) deskriptif, (7) lebih mementingkan proses dari pada hasil, (8) adanya batas yang ditentukan oleh fokus, (9) adanya kreteria khusus untuk keabsahan data, (10) desain yang bersifat sementara, (11) hasil penelitian dirundingkan dan disepakati bersama. Berdasarkan ciri-ciri tersebut peneliti dapat berkomunikasi secara langsung dengan subjek yang diteliti serta dapat mengamati mereka sejak awal hingga akhir penelitian. Data data yang diperoleh itulah yang nantinya diberi makna sesuai dengan teori-teori yang terkait dengan fokus masalah yang diteliti.

Untuk dapat mendeskripsikan tentang dampak program life skills jenis penelitian yang digunakan adalah jenis deskriptif. Nazir (2003: 54) mengatakan metode deskriptif adalah suatu metode dalam penelitian status sekelompok manusia, suatu objek, suatu kondisi, suatu sistem, pemikiran, ataupun suatu kilas peristiwa pada masa sekarang. Penelitian deskriptif kualitatif ini bertujuan untuk membuat deskripsi, gambaran secara sistematis, faktual, dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antar fenomena yang diamati.

(50)

Jadi dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa penelitian kualitatif berupaya mendeskripsikan, mencatat, analisis, dan menginterpretasikan kondisi yang yang ada di lapangan. Penelitian ini mengguunakan pendekatan kualitatif, karena pada hakekatnya peneliti ingin mendeskripsikan dan mengungkapkan secara mendalam bagaimana dampak program life skills terhadap peningkatan kemampuan berwirausaha budidaya ikan lele di Desa Karangpatihan, kecamatan Balong, kabupaten Ponorogo.

B. Subjek Penelitian

Pada penelitian ini, penentuan subjek dan objek penelitian didasarkan dari tujuan penelitian yaitu mendeskripsikan dampak program life skills dalam peningkatan kecakapan hidup budidaya ikan lele di Desa Karangpatihan, Kecamatan Balong, Kabupaten Ponorogo. Hal tersebut dilakukan guna memperoleh segala informasi yang dibutuhkan secara lengkap dan valid dalam penelitian.

Subjek penelitian merupakan sumber data untuk mendapatkan informasi-informasi yang diperlukan. Aswani Sudjud dalam Jonathan Sarwono (2006: 193) mengatakan yang sering ditemui dalam sebuah penelitian ialah subyek dan objek penelitian. Subjek penelitian adalah orang, hewan, atau benda yang dijadikan data penelitian sedangkan objek penelitian merupakan sesuatu yang dijadikan sasaran untuk diselidiki.

Pemilihan subjek dalam penelitian ini dilakukan dengan teknik purposive sampling. Teknik ini dilakukan guna untuk mendapatkan subyek penelitian yang tepat dan sesuai dengan tujuan penelitian. Dalam penelitian

(51)

ini yang dijadikan subjek penelitian adalah : (1) Warga Masyarakat yang mengikuti program (2) Pengelola Program (3) Tokoh masyarakat. Sedangkan objek yang dikaji dipenelitian ini adalah dampak keterlaksanaan program life skills dalam peningkatan kecapakan hidup budidaya ikan lele di Desa Karangpatihan, Kecamatan Balong, Kabupaten Ponorogo.

C. Waktu, Tempat, dan Setting Penelitian

Latar penelitian ini merupakan dampak program pendidikan life skills dalam peningkatan kecakapan hidup budidaya ikan lele di Desa Karangpatihan, Kecamatan Balong, Kabupaten Ponorogo. Lokasi penelitian ini Desa Karangpatihan, Kecamatan Balong, Kabupaten Ponorogo. Alasan Desa Karangpatihan dijadikan sebagai tempat penelitian, yaitu :

a) Desa Karangpatihan merupakan desa yang menyelenggarakan program

life skills mengenai budidaya ikan lele.

b) Mudah dijangkau peneliti, sehingga memperlancar proses penelitian. Waktu penelitian dilaksanakan pada tanggal 1 April hingga 30 Mei 2016. Untuk setting penelitian ini diawali dengan peneliti mendatangi satu persatu subjek penelitian dan mengamati kegiatan wirausaha yang dilakukan oleh warga masyarakat yang telah mengikuti pelatihan budidaya ikan lele di Desa Karangpatihan, Kecamatan Balong, Kabupaten Ponorogo.

D. Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian kualitatif yang menjadi intrumen utama yaitu peneliti sendiri. Dalam penelitian kualitatif pada awalnya permasalahan belum jelas dan belum pasti, maka yang menjadi instrumen adalah peneliti sendiri. Tetapi

(52)

setelah permasalahan yang akan dipelajari jelas, maka dapat dikembangkan suatu instrumen (Sugiyono, 2013: 307). Pengumpulan data penelitian ini dilakukan pada kondisi yang alamiah, sumber data primer, dan teknik pengumpulan data lebih banyak pada observasi, wawancara, dan dokumentasi.

1. Observasi atau pengamatan

Observasi merupakan cara pengumpulan data dengan melakukan pencatatan secara cermat dan sistematik. Observasi sebagai alat pengumpul data harus sistematis. Maksud hal tersebut observasi dilakukan menurut prosedur dan aturan yang ada.

Guba dan Lincon dalam Lexy J.Moleong (2010: 174) mengatakan dalam penelitian kualitatif, pengamatan harus dimanfaatkan sebesar-besarnya, dengan alasan sebagai berikut :

a. Teknik pengamatan didasarkan atas pengalaman secara langsung.

b. Teknik pengamatan memungkinkan peneliti melihat dan mengamati

sendiri, kemudian mencatat perilaku dan kejadian yang diamati sesuai dengan keadaan.

c. Pengamatan memungkinkan peneliti mencatat peristiwa dalam situasi

yang berkaitan dengan pengetahuan proposional.

d. Sering terjadi keraguan pada peneliti atas data yang didapat bias, maka untuk mengecek kebenaran data tersebut dengan memanfaatkan pengamatan.

(53)

f. Dalam kasus tertentu teknik kominikasi tidak dimungkinkan, pengamatan dapat menjadi alat yang bermanfaat.

Sugiyono (2013: 310-313) mengklasifikasikan observasi menjadi 3, yaitu : (1) Observasi Partisipatif, (2) Observasi terus terang atau tersamar, (3) Observasi tak berstruktur. Observasi ini berjutujan untuk menghimpun informasi yang lengkap, mendalam, dan tidak dibuat-buat (real). Dalam penelitian ini, metode observasi digunakan peneliti untuk mengumpulkan data mengenai dampak keterlaksanaan program life skills dalam peningkatan kecakapan hidup budidaya ikan lele di Desa Karangpatihan, Kecamatan Balong, Kabupaten Ponorogo.

2. Wawancara atau Interview

Wawancara digunakan sebagai teknik pengumpulan data apabila peneliti ingin melakukan studi pendahuluan untuk menemukan permasalahan yang harus diteliti, selain itu juga dapat digunakan peneliti untuk mengetahui hal-hal dari responden yang lebih mendalam.

Susan Stainback 1998 dalam Sugiyono (2013: 318) mengemukakan bahwa : Interveiwing provide the researcher a means to gain a deeper understanding of how the participant interpret a situation or phonemenom than can be gained through observation alon. Jadi dengan wawancara, peneliti akan mengetahui hal yang lebih mendalam mengenai partisipan dalam menginterpretasikan situasi dan fenomena yang terjadi, di mana hal ini tidak dapat ditemukan melalui observasi.

(54)

Wawancara berfungsi deskriptif yang maksudnya melukiskan dunia kenyataan yang dialami oleh orang lain. Wawancara merupakan salah satu alat yang ampuh untuk mengungkapkan kenyataan hidup, apa yang dipikirkan dan dirasakan orang mengenai berbagai aspek kehidupan. Dengan wawancara memungkinkan peneliti mengumpulkan daya yang sangat beragam dari responden dalam berbagai situasi.

Dalam penelitian ini teknik wawancara digunakan guna untuk mengumpulkan data sehingga terjadi kesesuaian antara pengamatan yang dilakukan dengan keterangan responden. Penelitian ini menggunakan wawancara semistruktur. Wawancara semiterstruktur termasuk dalam katagori in-depth intervew. Tujuan dari penggunaan wawancara semiterstruktur ialah untuk mendapatkan informasi secara lebih terbuka. Wawancara dilakukan untuk memperoleh informasi dari semua pihak terkait dalam program life skills yang telah dilaksanakan di Desa Karangpatiha, Kecamatan Balong, Kabupaten Ponorogo.

3. Dokumentasi

Dokumentasi sudah lama digunakan dalam penelitian sebagai sumber data, hal itu dikarenakan dalam berbagai hal dokumen merupakan sebagai sumber data yang dimanfaatkan untuk menguji, manafsirkan, bahkan lebih jauh lagi untuk meramalkan. Guba dan Lincon dalam Sugiyono (2013: 216) mengatakan dokumen ialah setiap bahan tertulis ataupun film.

(55)

Dokumen merupkan catatan peristiwa yang sudah berlalu (Sugiyono, 2013: 329). Dalam penelitian ini menggunakan dokumentasi berupa arsip tertulis, catatan-catatan kegiatan, foto-foto kegiatan, dan berbagai dokumen yang dapat digunakan sebagai pendukung hasil penelitian.

Tabel 1.Teknik pengumpulan data

No Aspek Sumber Data Teknik

1 Keadaan Fisik dan Profil Tokoh Masyarakat

(Kepala Desa) dan Pengelola Program

Observai, wawancara, Dokumentasi.

2 Kondisi Nonfisik Tokoh Masyarakat

(Kepala desa) dan Pengelola Program

Wawancara, Dokumentasi

3 Keterlaksanaan Program Pengelola Program,

Sasaran program, Tokoh Masyarakat.

Wawancara, Dokumentasi

4 Dampak Keterlaksanaan

Program Life skills

Pengelola Program, Sasaran program, Tokoh Masyarakat. Observasi, Wawancara, Dokumentasi E. Instrumen Penelitian

Suharsimi Arikunto (2010: 101) menjelaskan instrumen penelitian merupakan alat bantu bagi peneliti dalam mengumpulkan data supaya kegiatan tersebut menjadi sistematis dan dipermudah olehnya. Dalam

(56)

penelitian kualitatif instrumen utamanya adalah peneliti sendiri (Sugiyoni 2013:307). Namun setelah fokus penelitian jelas, maka akan dikembangkan instrumen penelitian sederhana yang digunakan untuk melengkapi data dan membandingkan dengan data yang telah ditemukan melalui observasi dan wawancara. Peneliti akan terjun langsung ke lapangan untuk melakukan pengumpulan data, analisis data, dan membuat kesimpulan.

Dari penjelasan di atas, maka dalam penelitian ini yang menjadi instrumen utama yaitu peneliti itu sendiri yang menggunakan alat bantu berupa pedoman observasi, pedoman wawancara, dan dokumentasi.

F. Teknis Analisis Data

Sugiyono (2013: 335) mengatakan analisis data merupakan proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan dokumentasi, dengan cara mengorganisasikan data ke dalam katagori, menjabarkan ke dalam unit-unit, melakukan sintesa, menyusun kedalam pola, memilih mana yang penting dan yang akan dipelajari, dan membuat kesimpulan sehingga mudah difahami oleh diri sendiri maupun orang lain.

Analisis data dalam penelitian ini sudah dilakukan sejak merumuskan dan menjelaskan masalah, sebelum terjun ke lapangan dan berlangsung secara terus menerus sampai penulisan hasil laporan penelitian selesai. Teknik analisis data dilakukan dengan menggunakan metode induktif yaitu data yang dikumpulkan sebagai hasil penelitian merupakan data-data yang masih perlu diuji atau diverifikasi dan diambil sebagai suatu kesimpulan.

(57)

Komponen dalam analisis data yang digunakan dalam penelitian ini ditunjukkan pada gambar 2.

Gambar 3.Komponen Dalam Analisis Data (Miles dan Huberman)

1. Pengumpulan Data

Pengumpulan data penelitian ini didapatkan dari hasil wawancara, dokumentasi dan observasi melalui subyek penelitian.

2. Reduksi Data

Mereduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan membuang yang tidak diperlukan. Dengan demikian data yang didapat memberikan sebuah gambaran yang lebih jelas dan mempermudah peneliti untuk melakukan pengumpulan data selanjutnya dan mencarinya bila diperlukan. Dalam mereduksi data, peneliti akan dipandu oleh tujuan yang akan dicapai. Tujuan utama dari penelitian kualitatif merupakan temuan.

PENGUMPULAN DATA DISPLAY DATA REDUKSI DATA MEMBUAT KESIMPULA

(58)

3. Display Data

Langkah setelah reduksi data ialah melakukan display data. Dalam penelitian kualitatif, penyajian data dilakukan dalam bentuk uraian singkat, bagan, hubungan antar katagori dan sejenisnya. Mile and Huberman dalam Sugiyono (2013:341) menyatakan : the most frequent form of display data for qualitative research data in the past has been narrative tax. Maksudnya yang paling sering digunakan untuk menyajikan data dalam penelitian kualitatif adalah dengan teks yang bersifat naratif.

Dengan mendisplaykan data, maka akan mempermudah peneliti untuk memahami apa yang telah terjadi dan mempermudah dalam merencanakan kerja selanjutnya berdasarkan apa yang telah difahami.

4. Membuat Kesimpulan

Langkah ketiga dalam analisis kualitatif yaitu penarikan kesimpulan. Dalam penelitian kualitatif kesimpulan awal yang dikemukakan masih bersifat sementara dan akan berubah bila tidak diemukan bukti-bukti yang kuat. Namun jika kesimpulan yang diungkapkan pada tahap awal didukung bukti yang kuat dan konsiten maka kesimpulan yang dikemukakan merupakan kesimpulan yang kredibel.

Oleh karena itu, kesimpulan dalam penelitian kualitatif mungkin dapat menjawab rumusan masalah yang telah dirumuskan sejak awal tetapi bisa juga tidak bisa menjawab rumusan masalah yang telah dirumuskan. Hal itu dikarenakan masalah dan rumusan masalah dalam penelitian

(59)

kualitatif masih bersifat sementara dan masih dapat berkembang setelah penelitian di lapangan.

G. Pemeriksaan Keabsahan Data

Untuk menetapkan keabsahan data diperlukan teknik pemeriksaan. Data yang telah dikumpulkan diklarifikasi berdasarkan dengan sifat tujuan penelitian untuk dilakukan pengecekan kebenaran melalui teknik triangulasi. Dalam penelitian ini periksaan keabsahan data menggunakan triangulasi. William Wiersma dalam Sugiyono (2013: 372) mengemukakan triangulation is qualitative cross-validation. It assesses the sufficiency of the data collection procedures. Triangulasi dalam pengujian kredibilitas ini diartikan sebagai pengecekan data dari berbagai sumber dengan berbagai cara, dan berbagai waktu.

Lexy J.Moleong (2010: 330) mengatakan triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsaan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain. Memanfaatkan sesuatu data yang lain guna untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data tersebut. Namun mengumpulkan data dari berbagi sumber tidak sendirinya memberikan gambaran lengkap masalah yang penulis sedang hadapi. Selain itu dalam triangulasi dapat temukan perbedaan informasi yang justru dapat merangsang pemikiran yang lebih mendalam.

Gambar

Tabel 1.Teknik pengumpulan data
Gambar 3.Komponen Dalam Analisis Data (Miles dan Huberman)  1.  Pengumpulan Data
Gambar 3. Peta Lokasi
Tabel  di atas menunjukkan penduduk desa karangpatiha  didominasi oleh laki-laki, akan teapi selisih dengan penduduk  perempuan tidak begitu banyak
+7

Referensi

Dokumen terkait

Prai Tengah Bandar Baharu PERAK S... 24/ 06/

Broke anode bisa disebabkan oleh suhu dan voltase yang tidak stabil saat proses reduksi, Rod Without Butt atau RWB ini disebabkan oleh tangkai anoda yang

[r]

Penelitian ini menyajikan analisis SWOT pada sebuah perusahaan agroindustri kopi yaitu Kadatuan Koffie yang melakukan proses bisnis agroindustri kopi dari hulu hingga

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh sikap sosial dan kompetensi pengetahuan IPS antara siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran

"COTTAGE BAYCITY" Dl KOTALAMA BON IANUKUALA ,i\aliivi«in imin i iiviuia Cottage Dengan Fasilitas Wisata Air dan Konsep Nostalgia Kota Lama Bontangkuala Roni Sumarna

(1) Tahap identifikasi, kegiatan yang dilakukan adalah mengidentifikasi siswa siswa yang memiliki kejenuhan belajar tinggi sehingga perlu diberikan layanan