• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 1 Pendahuluan. 1 NN, Badan Geologi Pastikan Penyebab Gempa di Yogyakarta, ANTARA News,

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 1 Pendahuluan. 1 NN, Badan Geologi Pastikan Penyebab Gempa di Yogyakarta, ANTARA News,"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 1 Pendahuluan

1. 1. Latar Belakang

Gempa bumi yang terjadi pada tanggal 27 Mei 2006 berkekuatan 5,9 Skala Richter pada kedalaman 17,1 km dengan lokasi pusat gempa terletak di dekat pantai pada koordinat 8,007 derajat Lintang Selatan-110,286 derajat Bujur Timur atau terletak pada posisi 25 kilometer Barat Daya kota Yogyakarta dan 115 kilometer Selatan Kota Semarang1, meninggalkan dampak penderitaan yang cukup besar bagi masyarakat Yogyakarta serta sebagian Jawa Tengah.

Dampak yang bisa dilihat adalah kehancuran, baik secara fisik maupun secara psikologis. Dampak fisik bisa dilihat ketika banyak bangunan, baik itu rumah tinggal maupun fasilitas umum yang hancur atau rusak, banyak harta benda yang menjadi kekayaan maupun yang menjadi penopang hidup masyarakat juga mengalami hal yang sama : hancur, hilang, atau rusak sehingga tidak bisa digunakan lagi. Korban jiwa mencapai ribuan orang, belum terhitung mereka yang mengalami luka-luka. Banyak keluarga yang kehilangan bukan hanya harta materi mereka, namun juga kehilangan anggota keluarga mereka. Orang tua yang kehilangan anaknya, anak yang kehilangan orang tuanya, suami yang kehilangan istrinya atau sebaliknya, bahkan tak sedikit yang kehilangan seluruh anggota keluarganya. Struktur dan sistem dalam masyarakat mengalami kekacauan, sektor perekonomian banyak yang terhenti, layanan di bidang pemerintahan setempat terganggu bahkan banyak yang lumpuh. Semua itu terjadi hanya dalam waktu kurang dari 1 menit.

Dampak psikologis yang dialami masyarakat terpancar di wajah para korban. Meskipun sulit bagi orang lain mengetahui apa yang sebenarnya mereka rasakan, namun orang lain akan bisa melihat bahwa dampak psikologis yang ditimbulkan adalah kesedihan yang mendalam dan bukan suatu keceriaan atau sukacita. Kesedihan yang akan sulit terlupakan bahkan mungkin akan mereka ingat selama sisa hidup mereka. Kesedihan

1

NN, “Badan Geologi Pastikan Penyebab Gempa di Yogyakarta”, ANTARA News, http://www.antara.co.id/print/?id=1148731680

(2)

yang menimbulkan luka batin cukup dalam dan sulit untuk dipulihkan. Kesedihan yang memunculkan pergumulan yang mungkin tidak akan mereka temukan jawabannya.

Dampak gempa bumi ini secara umum telah menyebabkan masyarakat korban menjadi “miskin”. Miskin bukan hanya menyangkut materi atau kekayaan, namun juga menyangkut kemiskinan non materi. Secara fisik sudah jelas terlihat mereka menjadi miskin tempat tinggal, pekerjaan, harta benda. Kemiskinan non materi akan kelihatan jika kita mau melihat bahwa banyak masyarakat yang kehilangan keluarga sebagai tempat mewujudkan dan mencurahkan rasa kasih sayang, sukacita dan kedamaian, keluarga yang juga menjadi penghibur ketika mereka mengalami kesedihan dan pemasalahan. Besarnya kehilangan yang harus mereka alami juga menyebabkan mereka miskin masa depan, pengharapan, rasa percaya diri dan terutama semangat untuk melanjutkan kehidupan mereka. Kondisi ini telah membuat mereka tidak bisa lagi mengaktualisasikan hak dan kewajiban mereka dalam kodratnya sebagai manusia seperti layaknya masyarakat lain yang tidak terkena dampak gempa. Martabat mereka sebagai manusia telah jatuh karena mereka tidak bisa mewujudkan tanggung jawabnya.

Dalam kondisi bencana alam seperti ini, banyak kemudian pihak–pihak yang bersimpati terhadap penderitaan mereka dan turun tangan untuk memberikan bantuan, baik materi maupun non materi kepada para korban bencana. Pihak–pihak ini dalam memberikan bantuan, dilakukan baik secara individu maupun berkelompok (lembaga) yang disalurkan melalui posko-posko bantuan yang banyak didirikan di daerah yang terkena dampak gempa bumi atau di lokasi yang dekat dengan daerah-daerah tersebut. Bentuk bantuan yang mereka berikanpun bermacam–macam. Bantuan yang berupa materi, misalnya bahan makanan (sembako), obat-obatan, pakaian, tenda-tenda sebagai tempat tinggal (berteduh) sementara, dan barang-barang kebutuhan hidup lainnya. Bantuan yang sifatnya non materi misalnya memberikan dukungan moral atau pendampingan bagi para korban bencana (trauma healing). Umumnya yang dilakukan adalah pendampingan bagi pemulihan psikologis korban bencana untuk bisa kembali pada kehidupan normal mereka atau paling tidak mendekati kehidupan normal.

Komunitas Peduli Korban Bencana (di singkat: KPKB) adalah salah satu organisasi independen yang pada awalnya dibentuk oleh beberapa orang yang tergerak hati untuk

(3)

memberikan bantuan kepada korban bencana. KPKB juga adalah salah satu di antara sekian banyak organisasi insidental (ad hoc) yang dibentuk sebagai respon terjadinya bencana tanggal 27 Mei 2006, dan penyusun juga bergabung menjadi salah satu relawannya. Pada awalnya, program KPKB hanyalah mendistribusikan bantuan yang datang dari kolega–kolega masing–masing anggota atau relawan selama masa tanggap darurat, dimana bantuan tersebut di distribusikan pada daerah–daerah yang membutuhkan bantuan dengan prioritas utamanya adalah pada daerah yang belum “tersentuh” oleh lembaga–lembaga donatur lain. Namun seiring dengan perkembangan bantuan yang diterima, KPKB kemudian membuat program yang lebih terarah dan mulai berkonsentrasi memberikan bantuan kepada masyarakat di 3 (tiga) titik lokasi, yaitu wilayah Jonggrangan (Bantul), Sentulrejo (Bantul) dan Geneng (Prambanan-Klaten).

1. 2. Permasalahan

Menjadi manusia yang miskin adalah keadaan yang tidak bisa dihindari oleh masyarakat korban. Martabat manusia sebagai citra Allah atau manusia yang diciptakan “segambar” dengan Allah yang terpancar dari kehidupan yang mereka jalani sebelum terjadi gempa bumi seakan jatuh pada tingkatan yang paling rendah seiring dengan kehilangan, penderitaan dan keadaan miskin yang mereka alami. Sebagai gambar Allah, manusia adalah ciptaan yang memiliki kemampuan untuk bertanggung jawab atas hidup yang dijalaninya, dengan kehendak bebas (free will) yang dianugerahkan Allah membuat manusia memiliki kemampuan untuk menentukan jalan hidupnya yang akan membawa manusia semakin dekat dengan Allah. Menjadi manusia yang bermartabat adalah menjadi manusia yang bisa mewujudnyatakan “gambar” Allah ini, yaitu ketika manusia bisa mewujudkan kasih dan tanggung jawab2. Akan tetapi ketika masyarakat korban harus menderita karena gempa, perwujudan akan kasih dan tanggung jawab manusia yang artinya perwujudan gambar Allah tidak terjadi. Martabat para korban memang jatuh namun bukan berarti hilang. Martabat mereka masih bisa dipulihkan.

Martabat manusia atau bisa juga disebut harga diri manusia adalah menyangkut perasaan seseorang. Ketika dia merasa bahwa dirinya sebagai manusia yang normal, dia

2

A. J. Plaisier, “Manusia, Gambar Allah : Terobosan-terobosan dalam Bidang Antropologi Kristen”, Jakarta, Gunung Mulia, 2000, hlm. 16

(4)

akan mampu untuk melangkah dengan penuh keyakinan, dia akan dapat mewujudkan kemandirian. Sebaliknya, ketika manusia merasa martabatnya jatuh bahkan merasa kehilangan martabat, dia tidak akan mampu menghadapi kehidupan yang penuh dengan tantangan. Dia akan merasa tersisihkan dari lingkungan, dia akan kehilangan rasa percaya diri dan kemandirian. Pemulihan martabat dalam kondisi seperti ini memang akan sulit dilakukan oleh para korban. Harus diakui bahwa untuk bisa memulihkan martabat seorang manusia, mereka membutuhkan bantuan dari orang lain. Dan seperti penyusun kemukakan sebelumnya, pulih-tidaknya martabat seseorang juga bisa dilihat dari kehidupan yang dijalaninya. Akan tetapi karena martabat berkenaan dengan perasaan seseorang, yang paling tahu apakah martabatnya sudah di dapat kembali (pulih) atau belum hanyalah mereka sendiri yang tahu, orang lain tidak akan tahu dengan pasti.

Kehadiran posko-posko bantuan memang memberikan setitik harapan bagi masyarakat korban untuk bisa memulihkan kondisi mereka, memberi harapan bahwa hidup mereka akan selamat dan terutama memberi harapan akan pulihnya martabat mereka. Akan tetapi bagi posko-posko bantuan tersebut, apakah bantuan yang mereka berikan, aksi kemanusiaan yang mereka lakukan sudah mengarah pada arah yang benar, artinya bahwa yang mereka lakukan sejalan dengan harapan masyarakat yaitu pulihnya martabat masyarakat korban?

Pertanyaan tersebut perlu di kemukakan karena diakui atau tidak, kenyataannya di tengah aksi kemanusiaan yang dengan penuh semangat mereka lakukan, tak sedikit pula di antara pihak–pihak yang memberikan bantuan, ternyata ada yang mempunyai motivasi–motivasi tertentu di balik bantuan yang mereka berikan, ada harapan–harapan tertentu yang mereka harap bisa di peroleh di kemudian hari. Harapan-harapan yang mungkin berbeda dengan harapan masyarakat korban. Sering pada akhirnya, motivasi– motivasi ini mengarah pada kepentingan-kepentingan agama, politik, status sosial yang semua itu menjadi keuntungan tersendiri bagi mereka (baik kelompok maupun individu), khususnya bagi pihak yang memberikan bantuan.

Dalam kelompok–kelompok yang didirikan oleh orang–orang Kristen sendiri misalnya, tidak sedikit yang kemudian memanfaatkan peristiwa bencana ini layaknya sebagai

(5)

“ladang pelayanan” bagi mereka. Bahkan tak sedikit pula yang menjadikan peristiwa ini sebagai ladang Pekabaran Injil dimana di dalam kegiatan pembagian bantuan yang mereka berikan, di sisipkan ajaran–ajaran Kristen kepada masyarakat yang belum beragama Kristen. Harapannya adalah bahwa masyarakat ini kemudian akan tertarik dengan agama Kristen dan jika mungkin kemudian memeluk agama Kristen. Motivasi– motivasi seperti inilah yang kemudian justru membawa masalah baru di tengah masyarakat, khususnya masyarakat yang mayoritas beragama selain Kristen. Masyarakat kemudian menjadi selektif dan sering pula kemudian menunjukkan sikap defensif bahkan penolakan terhadap bantuan yang diberikan oleh pihak–pihak yang berlatar belakang agama Kristen. Hak mereka untuk secara bebas memilih dan memeluk agama telah dilanggar oleh kelompok-kelompok semacam ini. Yang berarti pula martabat masyarakat yang seharusnya di hormati telah dicemari oleh sikap dan tindakan seperti ini.

Penderitaan yang dialami masyarakat seharusnya adalah penderitaan setiap orang yang mengaku peduli dengan masyarakat tersebut. Namun apakah kehadiran mereka yang bentuk kepeduliannya disalurkan melalui posko-posko bantuan sudah mengarah kepada tujuan yang benar, apakah kehadiran posko-posko sudah menuju pada pemulihan martabat masyarakat korban, atau justru sebaliknya malah semakin menjatuhkan martabat masyarakat tersebut?

Pertanyaan-pertanyaan inilah yang ingin penyusun cari jawabannya. Dan penyusun mencoba mensistematisasikan dalam beberapa butir pertanyaan sebagai berikut :

1. Apakah KPKB dan apa yang menjadi visi dan misi dari KPKB?

2. Bagaimana cara pelaksanaan atau praktek visi dan misi yang dimiliki KPKB dalam merespon pergumulan dan permasalahan masyarakat korban?

3. Bagaimana respon masyarakat korban terhadap aksi yang dilakukan untuk dan terhadap mereka?

4. Bagaimana secara teologis memahami upaya masyarakat korban untuk memulihkan martabat dalam kodrat mereka sebagai manusia?

(6)

1. 3. Batasan Permasalahan

Gagasan untuk mengambil pengalaman dan eksistensi KPKB selama memberikan bantuan untuk korban bencana gempa yang terjadi tanggal 27 Mei 2006 dengan cakupan wilayah Bantul dan Prambanan sebagai sumber data adalah karena di samping penyusun bisa mengulas profil suatu posko bantuan secara detail, juga karena penyusun melihat komitmen KPKB dalam memberikan bantuan kepada masyarakat korban salah satunya adalah berusaha memampukan masyarakat korban untuk bisa mandiri dalam mengatasi permasalahan yang sedang mereka hadapi. Menurut penyusun, hal ini merupakan suatu komitmen yang baik, artinya secara umum telah mengarah pada usaha kemandirian masyarakat yang akhirnya mengarahkan masyarakat untuk memulihkan martabatnya. Namun apa yang dilihat penyusun di sini masih perlu untuk dikaji dan dianalisa kebenarannya. Inilah yang akan penyusun coba lakukan melalui skripsi ini. Dari hasil analisa yang dilakukan akan disimpulkan dalam suatu refleksi, sehingga sekaligus menjadi batasan atas permasalahan yang hendak diangkat penyusun. Langkah ini perlu penyusun lakukan, demi tidak melebarnya permasalahan yang nantinya hendak penyusun refleksikan. Demikian juga dengan permasalahan yang diangkat juga secara khusus memfokuskan pada permasalahan pemulihan martabat sebagai manusia, bukan permasalahan lain yang tentunya juga muncul selama proses penyaluran bantuan (misalnya: korupsi, kolusi, nepotisme) yang terjadi dalam masyarakat. Kalaupun permasalahan ini perlu untuk dibahas, maka penyusun hanya akan membahasnya sebagai kaitan dengan permasalahan yang menjadi pokok bahasan penyusun.

1. 4. Rumusan Judul

Guna menjawab apa yang menjadi pertanyaan penyusun, kerangka dasar yang menjadi acuan penyusunan adalah melihat pada aktualisasi KPKB dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat korban bencana gempa bumi. Akan tetapi kerangka dasar ini tidak cukup hanya melihat dari sudut pandang pihak yang memberikan bantuan, karena permasalahan yang sebenarnya adalah pada upaya masyarakat korban itu sendiri dalam rangka usahanya untuk mengembalikan harga diri mereka atau martabat mereka sebagai manusia yang mempunyai tanggung jawab, sehingga sudut pandang masyarakat sendiri juga menjadi pokok pikiran yang akan menjadi bahasan dalam penyusunan skripsi ini. Dan dalam rangka ini peranan lembaga bantuan seperti KPKB menjadi faktor

(7)

pendukung usaha masyarakat korban. Karena itu dalam penyusunan skripsi ini penyusun memberikan rumusan judul :

UPAYA MASYARAKAT KORBAN MEMULIHKAN MARTABAT MANUSIA Refleksi atas Peran Serta Komunitas Peduli Korban Bencana (KPKB) dalam Memberikan Bantuan untuk Korban Gempa Bumi yang Terjadi

Di Yogyakarta dan Jawa Tengah

1. 5. Tujuan Penulisan

Setiap tindakan yang manusia lakukan, baik itu secara individu maupun kelompok, disadari atau tidak, tentu ada alasan dan tujuan yang menjadi latar belakang tindakan tersebut. Dalam hubungan dengan sesama manusia, tentu ada kesadaran bahwa semua manusia adalah ciptaan Allah yang mempunyai tanggung jawab yang sama. Manusia tidak diciptakan agar ia bisa sewenang–wenang ataupun tidak memperdulikan sesamanya3. Hakekat manusia adalah manusia yang bertanggung jawab dalam kasih kepada Allah, sesama dan kepada alam lingkungannya. Menjadi manusia yang bertanggung jawab adalah menjadi manusia yang mandiri dan mempunyai martabat. Martabat menjadi suatu identitas manusia dalam menjalani hidupnya karena bisa menjadi motivator bagi dia untuk percaya diri dan menjalani hidup dengan lebih baik. Ketika manusia tidak bisa lagi menjadi manusia yang bertanggung jawab, sama artinya dia tidak mempunyai martabat lagi.

Pelayanan kepada sesama sebagai bentuk dari tanggung jawab manusia kepada sesamanya dalam konteks bencana alam bisa juga didasari karena konsep tanggung jawab ini. Suatu pelayanan yang bisa dilakukan oleh setiap orang yang memahami akan tanggung jawabnya sebagai manusia tidak akan melihat orang lain dengan mempertimbangkan latar belakang orang tersebut. Satu-satunya pertimbangan adalah bahwa mereka adalah sama seperti kita, manusia yang diciptakan Allah untuk mengelola dan memelihara dunia ini dengan kasih yang telah dianugerahkan Allah. Sehingga ketika orang lain mengalami penderitaan, reaksi yang muncul dalam diri kita semata-mata didasari karena kasih.

3

E. Gerrit Singgih, Bergereja, Berteologi dan Bermasyarakat, Yogyakarta, Taman Pustaka Kristen, 1997, hal. 187

(8)

Gereja yang berdiam dan hidup di dunia ini, seharusnya tidak juga lantas berdiam diri dengan keadaan seperti ini. Karena seperti tercantum dalam Gaudium et Spes, Konstitusi Pastoral mengenai Gereja dalam dunia modern, yang dikeluarkan oleh Konsili Vatikan II, tanggal 7 Desember 1965 :

“Kegembiraan dan harapan, duka dan kecemasan orang-orang dewasa ini, terutama kaum miskin dan siapa saja yang menderita, merupakan kegembiraan dan harapan, duka dan kecemasan para murid Kristus pula.” (GS 1)4

Karena itu, dunia dan masyarakat yang berdiam di dalamnya juga merupakan kepedulian dan ladang pelayanan Gereja pula. Gereja di sini bukan mengacu pada bentuk fisik atau gedung saja, tapi pada persekutuan yang ada di dalamnya. Jika kemudian orang–orang yang terlibat di dalam KPKB adalah juga anggota persekutuan gereja, apakah mereka tidak bisa dikatakan sedang memberikan atau mewujudkan pelayanan kasih mereka kepada sesama? Atau jika di sesuaikan dengan apa yang tercantum dalam Gaudium et Spes, apakah pelayanan atau apa yang mereka lakukan tersebut juga menjadi perwujudan pelayanan dan perwujudan tanggung jawab mereka sebagai murid murid Kristus?

1. 6. Metode Penyusunan

Penyusunan skripsi ini akan menggunakan sumber informasi dari data lapangan yang telah dilakukan oleh KPKB untuk masyarakat korban bencana. Juga dari informasi yang diperoleh dari relawan–relawan yang ikut ambil bagian pelayanan yang dilakukan KPKB.

Data informasi juga akan menggunakan buku–buku, tulisan–tulisan yang sudah dapat dipertanggungjawabkan secara publik sebagai bahan atau sumber informasi bagi penyusunan skripsi ini. Dan dengan memakai metode deskriptif analitis, dimana terlebih dahulu di uraikan tentang deskripsi dari materi penulisan dan juga praktek–praktek apa saja yang sudah terjadi. Dari pendiskripsian ini kemudian penyusun akan menganalisa dengan berpedoman pada teori–teori pendukung dari literatur–literatur yang menjadi referensi penyusun.

4

J. B. Banawiratma dan Müller, J. Berteologi Sosial Lintas Ilmu, Yogyakarta : Kanisius, 1993, hal. 24 (lihat pula: Soetoprawiro, hlm. 56)

(9)

1. 7. Sistematika Penyusunan 1. Pendahuluan

Pada bagian ini akan penyusun uraikan tentang latar belakang, pokok permasalahan, rumusan judul dan sistematika penyusunan yang akan mengarahkan pada pembahasan sebagai isi dalam bab-bab selanjutnya.

2. KPKB dan Kontribusinya Dalam Memberikan Bantuan Untuk Korban Bencana

Bagian ini merupakan uraian data lapangan yang berupa gambaran umum tentang apa dan bagaimana KPKB, visi dan misi serta bagaimana pelaksanaan visi dan misi tersebut kepada masyarakat korban bencana. Garis besar uraian pada bab 2 ini adalah membahas permasalahan atau pertanyaan butir 1 dan 2.

3. Respon dan Pergumulan Masyarakat Korban.

Setelah membahas tentang profil KPKB dan kontribusinya dalam memberikan bantuan kepada masyarakat korban, dalam bab 3 ini penyusun hendak mencoba menganalisa penanganan korban yang terkena dampak gempa bumi dari sudut pandang masyarakat korban, khususnya tentang respon, pergumulan serta harapan masyarakat korban terhadap penanganan dampak bencana gempa bumi tersebut yang merupakan pertanyaan butir ke 3 dari pokok permasalahan yang hendak penyusun uraikan.

4. Memulihkan Martabat Manusia dalam Konteks Masyarakat Korban Bencana

Bagian ini membahas secara khusus tentang pendapat penyusun terhadap pertanyaan butir 4, yaitu tentang bagaimana langkah yang tepat dalam usaha untuk memulihkan martabat atau martabat manusia. Di dalam bab 4 ini lebih menitikberatkan pada pandangan penyusun terhadap aksi yang selama ini telah dilakukan oleh posko-posko peduli bencana, khususnya posko KPKB dan merefleksikannya dengan mengacu pada pengetahuan yang penyusun miliki dengan di dukung referensi literatu-literatur para ahli.

5. Kesimpulan dan penutup

Bab ini merupakan bagian akhir dari penyusunan skripsi yang berisikan kesimpulan atas semua yang telah disusun mulai bab pertama hingga selesainya skripsi ini.

Referensi

Dokumen terkait

dilakukannya suatu studi kelayakan investasi alat angkut Perum BULOG melalui optimasi rute dan jumlah kendaraan dalam penyaluran raskin divre DKI Jakarta dengan menggunakan

Implementasi tahun ke-2 proyek PHK-PKPD Fakultas Kedokteran UMI resminya dimulai bulan Januari 2012 tetapi karena masalah revisi TOR yang baru mulai dilakukan pada bulan

Puji Syukur Kehadirat Tuh an Yang Maha Esa atas segala nikmat dan karunia yang telah dilimpahkan sehingga penulis dap at menyelesaikan skripsi yang berjudul

2.1.3 Untuk mengedit tanggal dimulainya course dapat diedit dengan mengklik tombol ’ ’, seperti pada Gambar 2.4.. 2.1.4 Untuk mengedit tanggal berakhirnya course dapat

Food bar adalah campuran bahan pangan (blended food) yang diperkaya dengan nutrisi, kemudian dibentuk menjadi bentuk padat dan kompak (a food bar form). Tujuan

Secara singkat, faktor yang dapat menjadi daya tarik pusat kota bagi masyarakat untuk memilih tinggal di pusat kota tersebut yang dapat menyebabkan permukiman tumbuh

inderanya ,Anak mulaimeniru perilaku keagamaan secara sederhana danmulai mengekspre-sikan rasa sayang dan cinta kasih,Anak mampu meniru secara terbatas perilaku

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan yaitu mengenai Prosedur Pelaksanaan Audit Operasional Dalam Menunjang Keefektifan Pelayanan