• Tidak ada hasil yang ditemukan

Jurnal Manajemen Pendidikan Al Multazam PISSN : JMPA, Vol.3, No.1, April 2021

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Jurnal Manajemen Pendidikan Al Multazam PISSN : JMPA, Vol.3, No.1, April 2021"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

JMPA, Volume 3, Nomor 1, April 2021; pp.1-8; PISSN 2656-3258 EISSN 2775-9067

RELEVANSI SOSIOLOGI AGAMA DALAM KEHIDUPAN

KEMASYARAKATAN

Aliyah Mantik1, Jafar Sodiq2

Prodi Manajeman Pendidikan Islam, STIT Al Multazam, Lampung Barat, Lampung Jalan Abdul Hamid Rawas Kecamatan Pesisir Tengah Kabupaten Pesisir Barat

Email : mantikaliyah@gmail.com1, jafarsodiqmsi@gmail.com2

Received:22 Maret 2021; Revised: 5 April 2021; Accepted: 8 April 2021

Abstract

Sociology of Islam is a scientific discipline that freezes its studies in the realm of Islamic community groups. Sociology of Islam seeks to portray Islamic community groups that have a social cultural system that is built on their own system of values, beliefs, history, and morality. Sociology of religion tries to understand the meaning given by society to certain religious systems, by placing religion and human diversity as social phenomena. Sociology of religion includes efforts to develop and search for more appropriate concepts in accordance with the intent to better understand religious phenomena, so that humans can understand religion as human interests and activities. Religion is related to needs, feelings, aspirations, and concerns some essential aspects of the human condition, so an understanding of the sociology of religion is concerned only with its effect on human historical experience and in the development of society. Basically religion will give birth to society and grow to create a culture so that the dynamics of its development give birth to a society and in the end can bring up religion again and this continues to rotate as well as causal relationships between one variable and another, this is because of the rotation of the three variables. interconnected and included as external factors, namely religion, culture and social. Sociology of Islam reflects the religious attitude of Muslims in Indonesia which shows a three-phased historical and symbolic relationship pattern that can be summed up into four things, namely tensions in the formulation of the basic state, ideological tensions, state dictatorship, and majority domination.

Keywords: Sociology, Religion, Society

Abstrak

Sosiologi Islam adalah disiplin keilmuan yang membekukan kajiannya di ranah kelompok masyarakat Islam. Sosiologi Islam berupaya memotret kelompok masyarakat Islam yang memiliki sistem budaya kemasyarakatan yang terbangun atas sistem nilai, keyakinan, historis, dan moralitas sendiri. Sosiologi agama mencoba memahami makna yang diberikan oleh masyarakat kepada sistem agama tertentu, dengan meletakkan agama dan keberagaman manusia sebagai gejala sosial. Sosiologi agama mencakup usaha pengembangan dan pencarian konsep yang lebih tepat sesuai dengan maksud untuk lebih memahami fenomena agama, agar manusia dapat memahami agama sebagai kepentingan dan kegiatan manusia. Agama terkait dengan kebutuhan, perasaan, aspirasi, dan menyangkut beberapa aspek esensil keadaan manusia, maka pemahaman mengenai sosiologi agama hanya berhubungan dengan efeknya dalam pengalaman historis manusia dan dalam perkembangan masyarakat. Pada dasarnya agama akan melahirkan masyarakat dan tumbuh berkembang menciptakan sebuah budaya

(2)

sehingga pada dinamika perkembangannya melahirkan sebuah masyarakat dan pada akhirnya dapat kembali memunculkan agama dan hal ini terus berputar serta sebagai kausal yang saling berhubungan antara variabel yang satu dan lainnya, ini dikarenakan dari perputaran ketiga variabel besar yang saling berhubungan dan termasuk sebagai faktor luar yaitu agama, budaya dan sosial. Sosiologi Islam merefleksikan sikap keberagamaan umat Islam di Indonesia yang menunjukkan pola hubungan tiga fase historis dan simbolis dapat disimpulkan menjadi empat hal yakni ketegangan perumusan dasar negara, ketegangan ideologis, kediktatoran negara, dominasi mayoritas.

Kata Kunci: Sosiologi, Agama, Masyarakat

PENDAHULUAN

Agama merupakan salah satu aspek penting dalam kehidupan masyarakat yang perlu dipelajari oleh antropolog ataupun para ilmuwan sosial lainnya. Di dalam kehidupan masyarakat, agama muncul karena sifat ketauhidan masyarakat tersebut. Oleh karena itu agama perlu dipelajari dan dihayati oleh manusia karena kebutuhan manusia terhadap sang maha pencipta. Agama merupakan ajaran yang mengatur tata kepercayaan dan peribadatan kepada Tuhan Yang Maha Esa, serta tata kaidah terkait pergaulan manusia serta lingkungannya. Terdapat enam agama yang telah diakui di Indonesia yakni Agama Islam, Kristen Protestan, Katolik, Hindu, Buddha dan Konghucu. Tujuan adanya agama adalah supaya dalam manusia menjalani kehidupannya dengan cara lebih baik dimana ajaran atau aturan yang dianut atau dipercayai berasal dari Tuhan, menyampaikan firman Tuhan kepada sesama tentunya berisi kebaikan demi kepentingan manusia dan membuka jalan bagi manusia yang ingin bertemu degan Tuhan Yang Maha Esa(Noviana, 2019).

(Yusuf, 2020) Sedangkan, perspektif sosiologi memfokuskan pada realitas sosial yang menunjukkan bentuk – bentuk penyimpangan nilai dan tata laku yang tidak sesuai dengan ajaran Islam. Pada konteks ini, disiplin keilmuan sosiologi hadir sebagai pengurai kenyataan atau menghadirkan kenyataan sosial sebagai pembelajaran yang ditinjau dari aspek kelembagaan, struktural, kontrol, dan diskursus yang berlangsung dalam kelompok masyarakat. Sebab, fenomena keberagamaanbukan hanya sebagai persoalan individu tetapi juga persoalan kelompok atau bukan hanya persoalan teologis, pengetahuan, dan kesadaran. Tapi juga, persoalan struktural dimana penguasa atau negara terlibat dalam mengontrol keberagamaan.

(Badan Pusat Statistik, 2020) Distribusi populasi enam agama di Indonesia di dominasi agama Islam sebesar 87,18 atau sekitar 207.176.162 juta jiwa. Setelah itu diikuti agama kristen sebesar 6,96 % atau 16.528.513 juta jiwa. Sedangkan, agama Kristen Katolik sebesar 2,91% atau 6.907.873 juta jiwa, agama Hindu sebesar 1,69% atau 4.012.116 juta jiwa, agama Budha sebesar 0,72 % atau 1.703.254 juta jiwa, Konghucu sebesar 0,05 % atau 117.091 juta jiwa dan agama lain-lain 0,41 % atau 1.196.317 Juta jiwa. Data ini didasarkan dari pola distribusi populasi agama yang dirilis data Badan Pusat Statistik [BPS] Indonesia Tahun 2020 menunjukkan bahwa fenomena keberagamaan didominasi oleh keberadaan agama Islam. Data BPS juga menunjukkan Keberadaan Islam di posisi minoritas hanya empat dari tiga puluh tiga provinsi di antaranya Nusa Tenggara Timur [NTT] hanya sebesar 9,05 % selebihnya agama katolik sebesar 54,14 %, dan kristen 34,74 %. Ketiga ini sebagai agama dominan di NTT. Selanjutnya,Sulawesi Utara, di dominasi agama Kristen 63,60 dan Islam 30,90 %, Papua didominasi agama Kristen 65,48% dan Islam 15,89%, dan di Papua Barat agama Kristen sebesar 53,77 % dan Islam 38,40%.

Dalam realitasnya nilai mempunyai pengaruh dalam mengatur pola tingkah laku, pola berpikir dan pola bersikap. Nilai adalah daya pendorong dalam hidup, yang memberi makna

(3)

pada tindakan seseorang. Karena itu nila menjadi penting dalam kehidupan seseorang, sehingga tidak jarang pada tingkat tertentu orang siap untuk mengorbankan hidup mereka demi mempertahankan nilai. Agama mengajarkan pendidikan bagi manusia. Siapa yang dapat mengambil pelajaran dan mengamalkan pada orang lain serta menerapkan dalam kehidupan sehari-hari, selalu menjalankan perintah dan menjauhi larangan, maka ia akan memperoleh keselamatan didunia dan diakhirat. Agama juga mempunyai pengaruh sebagai motivasi dalam mendorong individu dalam melakukan aktivitas, karena perbuatan yang dilakukan dengan latar belakang keyakinan agama dinilai mempunyai unsur ketaatan. Keterkaitan ini akan memberi pengaruh diri seseorang untuk berbuat sesuatu. Dengan demikian peran agama dalam kehidupan manusia yaitu memenuhi kecenderungan alamiahnya, yakni kebutuhan akan ekspresi.

LANDASAN TEORI Sosiologi Agama

(Yusuf, 2020) Dalam disiplin ilmu-ilmu sosial terdapat cabang ilmu yang dinamakan Sosiologi yakni ilmu yang membahas atau mengkaji tentang hubungan (interaksi) antar manusia, baik secara personal maupun kolektif (Gowal, 2020). Sosiologi agama yang dimaksud Durkheim dalam “The Elementary Form of the Religious Life” memiliki tiga prinsip objektif. Pertama, sosiologi agama pada dasarnya bertujuan menganalisa agama-agama termasuk yang paling sederhana (primitif), yaitu totemis suku Aborigin di Australia. Hal ini dimaksudkan untuk menentukan bentuk-bentuk paling elementer dari aktifitas keagamaan. Durkheim menjelaskan yang dimaksud dengan “elementer” bukanlah asal-usul primer secara historis, akan tetapi bentuk-bentuk yang secara struktural menjadi basis dan landasan. Kedua, tujuan studinya ini adalah untuk menempatkan asal mula terciptanya konsep- konsep pemikiran atau katagori fundamental. Menurut Goddjin & W.Goddjin yang dikutip Hendropuspito (1984), (Yusuf, 2020) Sosiologi Agama merupakan bagian dari dari Sosiologi Umum yang sama-sama mempelajari ilmu budaya empiris (ada dalam fakta), profan dan positivistik yang berorientasi kepada kaidah-kaidah ilmu pengetahuan murni. Dengan kata lain, Sosiologi Agama sebagai ilmu yang mempelajari masyarakat beragama secara sosiologis guna mencapai penjelasan ilmiah yang pasti untuk kepentingan masyarakat agama dan masyarakat luas pada umumnya.

(Firdaus, 2015) Menurut pandangan sosiolog, agama yang terwujud dalam kehidupan masyarakat adalah fakta sosial. Sebagai suatu fakta sosial, agama dipelajari oleh sosiolog dengan menggunakan pendekatan ilmiah. Disiplin ilmu yang dipergunakan oleh sosiolog dalam mempelajari masyarakat beragama itu disebut Sosiologi Agama.

Peran Agama Dalam Masyarakat

(Amran, 2015) Agama adalah sistem keyakinan atau kepercayaan manusia terhadap sesuatu zat yang dianggap Tuhan. Keyakinan terhadap suatu zat yang dianggap Tuhan itu diperoleh manusia berdasarkan yang bersumber dari pengetahuan diri seperti yang dialami oleh Nabi Ibrahim, misalnya ketika daya nalarnya mencoba menelusuri alam ciptan Tuhan, sehingga pada akhirnya menemukan zat Allah sebagai Tuhan yang layak disembah karena maha pencipta alam semesta. Pengetahuan seseorang juga bisa diperoleh berdasarkan input yang datang dari luar, mungkin informasi dari orang tua, guru, atau dari tokoh yang memiliki otoritas ilmu pengetahuan. Secara sederhana, dapat dimengerti asal ada orang percaya kepada Zat Tuhan, berarti dia sudah beragama. Siapapun Tuhannya itu adalah hak setiap orang sesuai latar belakang pengetahuannya masing-masing

(4)

METODE PENELITIAN

Dalam penyelesaian masalalah yang dilakukan menggunakan metode Kulaitatif. Penelitian Kualitatif Berdasarkan Modul Rancangan Penelitian (2019) yang diterbitkan Ristekdikti, penelitian kualitatif bisa dipahami sebagai prosedur riset yang memanfaatkan data deskriptif, berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan pelaku yang dapat diamati. Penelitian kualitatif dilakukan untuk menjelaskan dan menganalisis fenomena, peristiwa, dinamika sosial, sikap kepercayaan, dan persepsi seseorang atau kelompok terhadap sesuatu. Maka, proses penelitian kualitatif dimulai dengan menyusun asumsi dasar dan aturan berpikir yang akan digunakan dalam penelitian. Data yang dikumpulkan dalam riset kemudian ditafsirkan. Di penelitian kualitatif, seperti halnya penelitian bidang sosiologi, akan mengungkap makna sosial dari fenomena yang didapatkan melalui subjek penelitian. Subjek ini biasanya didapatkan dari para partisipan atau responden. Dengan begitu, nantinya peneliti bakal berusaha menjawab bagaimana pengalaman sosio-kultural manusia dibentuk lalu memberinya makna.

PEMBAHASAN 1. Agama

Agama merupakan sala satu aspek penting dalam kehidupan masyarakat yang perlu dipelajari oleh antropolog ataupun para ilmuwan sosial lainnya. Didalam kehidupan masyarakat, agama muncul karena sifat ketahui dan masyarakat tersebut. Oleh karea itu agama perlu dipelajari dan diayati oleh manusia karena kebutuhan manusia terhadap sang maha pencipta. Agama adalah suatu kepercayaan yang dianut masyarakat yang mempercayai adanya. Tuhan yang memnciptakan dan mengatur alam semesta. Agama mengandung nilai-nilai kehidupan, yang didalamnya terdapat norma-norma yang mengatur kehidupan manusia yang menganutnya, sebagai pedoman dan petunjuk dalam hidupnya. Semua agama mengajarkkan kepada penganutnya kepada kebaikan. Suatu agama penting bagi kehidupan manusia, karena agama mengandung nilai-nilai positif yang menjadi acuan manusia dalam bertindak, mendorong manusia agar selalu hidup lebih baik lagi dari sebelumnya, selalu memperbaiki kehidupan di dunia agar kelak mendapatkan kehidupan yang baik di Akhirat.

Agama mengajarkan pendidikan bagi manusia. Siapa yang dapat mengambil pelajaran dan megamalkan pada orang lain serta menerapkan dalam keidupan sehari-hari, selalu menjalankan perintah dan menjalankan perintah dan menjauhi larangan, maka ia akan memperole keselamatan di dunia aakhirat. Agama juga mempunyai pengaruh sebagai motivasi dalam mendorong individu dalam melakukan aktivitas, karena perbuatan yang dilakukan dengan latar belakang keyakinan agama dinilai mempunyai unsur ketaatan. Keterkaitan ini akan memperi pengaruh diri seorang untuk berbuat sesuatu.[4]

2. Sosiologi Agama

Tindakan sosial sudah ada sejak manusia dilahirkan ke dunia ini, kemudian mereka membentuk koloni-koloni atau kelompok-kelompok yang sesuai dengan mereka baik dari segi ide maupun agama. Namun untuk lebih jelasnya penulis definisikan terlebih dahulu arti Sosiologi Agama. Pertama, sebagai landasan kerja, penulis pakai definisi Dr. H. Goddijn/Dr. W. Goddijn yang berbunyi sebagai berikut: Sosiologi Agama ialah bagian dari Sosiologi Umum (versi Barat) yang mempelajari suatu ilmu budaya empiris, profan dan positif yang menuju kepada pengetahuan umum, yang jernih dan pasti dari struktur, fungsi-fungsi dan perubahan-perubahan kelompok keagamaan dan gejala-gejala kekelompokan keagamaan.[5] Kedua, Sosiologi Agama ialah suatu cabang Sosiologi Umum yang mempelajari masyarakat agama secara sosiologis guna mencapai keterangan- keterangan ilmiah dan pasti demi kepentingan masyarakat agama itu tersendiri dan masyarakat luas pada umumnya. Segi-segi penting yang hendak ditonjolkan dalam definisi itu antara lain: (1) Sosiologi Agama adalah cabang dari

(5)

Sosiologi Umum. (2) bahwa Sosiologi Agama adalah sungguh ilmu sebagaimana Sosiologi Umum adalah benar-benar suatu ilmu. (3) Tugasnya, mencari keterangan ilmiah. Sedangkan menurut kamus Sosiologi adalah Sociology of Religion atau Sosiologi Agama adalah Sosiologi yang melibatkan analisa yang sistematik mengenai fenomena agama dengan menggunakan konsep dan metode Sosiologi.[6]

Sosiologi lahir karena keinginan untuk memahami kehidupan sosial dan bagaimana orang bertindak di dalamnya. Ilmu ini berkembang seiring dengan berlangsungnya evolusi sosial, politik dan budaya. Melalui obyeknya pula (di atas segala ilmu lainnya) menjadi cermin zamannya: ia mereflesikan nilai-nilai, kekhawatiran, hubungan-hubungan sosial, permasalahan ekonomi dan politik yang dihadapi pada masanya. Sisi pertama perubahan ini menyangkut sifat dasar masyarakat itu sendiri.

Sosiologi juga bertujuan mendeskripsikan masyarakat dan fungsinya sekonsisten mungkin. Para sosiolog pertama berusaha memberi ciri terhadap kedua hal yang silih berganti berlangsung di depan mata mereka.[7] Yaitu antara komunitas masyarakat dan masyarakat itu sendiri. Menurut pandangan sosiolog, agama yang terwujud dalam kehidupan masyarakat adalah fakta sosial. Sebagai suatu fakta sosial, agama dipelajari oleh sosiolog dengan menggunakan pendekatan ilmiah. Disiplin ilmu yang dipergunakan oleh sosiolog dalam mempelajari masyarakat beragama itu disebut Sosiologi Agama. Sosiologi Agama adalah suatu cabang ilmu yang otonom, muncul sekitar akhir abad ke 19. Pada prinsipnya ilmu ini sama dengan Sosiologi Umum, yang membedakannya adalah obyek materinya. Sosiologi Umum membicarakan semua fenomena yang ada pada masyarakat umum, sedangkan Sosiologi Agama membicarakan salah satu aspek dari berbagai fenomena sosial, yaitu agama dalam perwujudan sosial.

Jadi, hanya sosiologilah yang mampu mempelajari masyarakat secara umum, baik masyarakat agama ataupun masyarakat dalam arti yang seluas- luasnya. Selain ilmu sosiologi ilmu antropologi juga mempelajari masyarakat, tapi lebih cendrung kepada kebudayaannya dan biasanya ilmu antropologi lebih mempelajari masyarakat yang masih primitif, sedangkan ilmu sosiologi mempelajari masyarakat yang sudah maju atau masyarakat modern. Pada awalnya, pengertian sosiologi hanyalah ilmu yang mengkaji masyarakat. Pembelaan dan pengaruh Durkheimlah yang menyebabkan Sosiologi mendapat tempat dalam kehidupan modern, mulai dari masalah pemerintah, ekonomi, pendidikan ataupun forum-forum diskusi umum yang lain, mulai dari kampus sampai acara talk show di televisi.[8] Menurutnya, hanya sosiologilah yang akan bisa membantu memahami gejolak masyarakat yang bergerak di atas kaki mereka sendiri. Durkheim meyakini bahwa moralitas yang mengatur hubungan seseorang dengan orang lain dan menjadi patokan bagi seluruh anggota kelompok tidak bisa dipisahkan dari agama. Moralitas dan agama bahkan juga tidak bisa dipisahkan dari kerangka sosial.

3. Toleransi dan Intoleransi dalam Beragama

Istilah intoleransi berasal dari bahasa latin, toleran yang berarti membiarkan mereka yang berpikiran lain atau berpandangan lain tanpa dihalang-halangi. Mengutip dari Zagorin (2003) toleransi adalah istilah dalam konteks sosial, budaya, dan agama yang berarti sikap dan perbuatan yang melarang adnaya diskriminasi terhadap kelompok-kelompok yang berbeda atau tidak dapat diterima oleh mayoritas dalam suatu masyarakat mengizinkan keberadaan agama-agama lainnya. Dengan adanya toleransi dan kerukunan ini diharapkan dapat terwujudnya ketenangan, saling menghargai ketertiban dan keaktifan menjalankan ibadah menurut agama-agama lainnya. Kerukunan hidup antar umat beragama-agama merupakan ajaran agama-agama dan agama-agama adalah suatu hukum peraturan hidup yang bersumber pada Tuhan Yang Maha Esa.Situasi yang terjadi sat ini adalah timbulnya kemerosotan atas rasa dan semangat kebersamaan yang sejak dulu sudah dibangun. Intoleransi mulai muncul dan bahkan menebal.[9]

(6)

Hal ini terjadi karena mennigkatnya rasa bencii dan saling curiga diantara sesama anak bangsa. Bakan rasa individual semakin melekat dalam kehidupan sosial dan cenderung menutup diri dri orang lain. Intoleransi muncul karena hilangnya komitmen Untuk menjadikan toleransi sebagai jalan keluar untuk mengatasi berbagai persoalan ynag membuat bangsa terpuruk. Setiap agama tentu mengajarkan kebaikan tidak ada agama yang mengajarkan keburukan namun kenyataan yang terjadi adalah sering terjadi konflik dan pertikaian yang mengatasnamakan harga diri karena mempertahankan agama Setiap pemeluk agama akan memandang benar agama yang dipeluknya. Karenanya akan amat miskin untuk memisahkan suatu agama terhadap orang yang sudah beragama. Memberikan kebebasan kepada setiap pemeluk suatu agama untuk menjalankan agamanya secara patut adalah sikap demokratis didalam beragama. Dan memperkenalkan identitas agama yang dipeluknya kepada pemeluk agama lain agar saling memakhlumi dan menghormati adalah langkah arif dalam memina ubungan antar umat beragama.

4. Relevansi Sosiologi agama dalam menghadapi intoleransi umat beragama di Indonesia Sosiologi agama bermaksud untuk membantu para pemimpin agama dalam mengatasi permasalahan yang berkaitan dengan keagamaan. Misalnya konflik agama, perbecahaan agama, intoleransi agama dll. Tujuan dari sosiologi agama adalah mengungkapkan pola-pola sosial, mengontrol, mengendalikan tindakan serta perilaku keagamaan dalam kehidupan masyarakat, memahami nilai-nilai, norma, tradisi serta keyakinan yang dianut oleh masyarakat lain, memahami perbedaan yang ada, dan mencegah timbulnya konflik antar agama. Di dalamnya ditunjukan kekuatan-kekuatan-kekuatan sosial yang mendorong berdirinya, unsur-unsur budaya yang menopang kelangsungan hidupnya, dibandingkan dengan tuntutan-tuntunan modern dalam situasi yang sudah berubah, lantas mempersilahkan instansi yang berkepentingan untuk mengadakan perubahan yang sesuai atau tidak mengadakannya.

Intoleransi umat beragama adalah satu permasalahan agama yang saat ini masih sering dijumpai. Melihat permasalahan tersebut peran sosiologi agama sangat diperlukan. Sosiologi agama berusaha menetralkan emosi ketika mendapat sebuah perbedaan antar agama, walaupun mungkin sangat sulit namun penelitian terhadap agama juga sangat diperlukan dalam kajian sosilogi agama. Sosiologi agama tidak melulu tidak melihat agama apa yang akan diteliti tetapi semua agama dan di semua daerah didunia tanpa memihak dan

memilih-milih. Sosiologi agama ini diarakan kepada bagaimana cara seseornag beragama, melainkan diarakan kepada kehidupan agama yang mengembangkan atau menghambat kelangsungan hidup dan pemeliharaan keompok-kelompok masyarakat. Setiap agama tentu mengajarkan kebaikan tidak ada agama yang mengajarkan masih sangat sering terjadi karena masih ada individu yang mempunyai kefanatikan dalam beragama sehingga menganggap agamanya sendiri yang paling benar. Kasus ini perlu ditinjaklanjuti mulai dari apa penyebabnya sampai bagaimana mengatasinya.

Sosiolog agama mempunyai peran yang sangat besar dimana dengan adanya sosiologi agama pemimpin agama akan terbantu terkusus dalam pengendalian, pengontrolan, memberi pemahaman yang lebih tentang nilainilai, norma dan perilaku beragama dengan itu masalah -masalah keagamaan yang terjadi di negara dapat diatasi dengan memahami sosiologi agama. 5. Peranan Sosiologi Agama dalam Masyarakat

Sosiologi Agama bermaksud membantu para pemimpin agama dalam mengatasi masalah -masalah sosioreligius yang tidak kalah beratnya dengan -masalah--masalah sosial non keagamaan. Dalam bidang teoritis di mana para ahli keagamaan memerlukan konsep-konsep dan resep-resep ilmiah praktis yang sulit diperoleh dari teologi, maka Sosiologi Agama dapat memberikan sumbangannya. Terutama Sosiologi Agama Kristen, dapat memberikan

(7)

sumbangan yang berharga khususnya kepada teologi tentang Gereja (ekklesiologi), kepada misiologi dan tidak kurang kepada teologi pastoralpun pula kepada teologi pembebasan dan teologi pembangunan.

Kedudukan Sosiologi Agama sangat dekat dengan Sejarah dan filsafat dan merupakan suatu refleksi dan analisis sistematis terhadap masyarakat, kebudayaan dan agama sebagai proyek manusia. Tujuannya hendak mengungkapkan pola-pola sosial dasar dan peranannya dalam menciptakan masyarakat. Di dalamnya ditunjukkan kekuatan-kekuatan (sosial) yang mendorong berdirinya, unsur-unsur budaya yang menopang kelangsungan hidupnya, dibandingkan dengan tuntutan-tuntutan modern dalam situasi yang sudah berubah, lantas mempersilahkan instansi yang berkepentingan untuk mengadakan perubahan yang sesuai atau tidak mengadakannya. Arti dan makna dari sebuah kegiatan sosial hanya dimengerti dengan baik apabila orang dapat menemukan secepatnya tempat dan f ungsinya dalam keseluruhan sistem sosial. Namun Sosiologi Agama tidak mau mengutik hakekat dari apa “yang di luar” itu, tetapi hanya melihat pengaruhnya yang nyata, dalam arti sejauh hakekat itu telah mengambil bentuk yang kongkrit sebagai salah satu lembaga sosial.

Sosiologi Agama memusatkan perhatiannya terutama untuk memahami makna yang diberikan oleh suatu masyarakat kepada sistem agamanya sendiri dan berbagai hubungan antaragama dengan struktur sosial lainnya, juga dengan berbagai aspek budaya yang bukan agama, seperti magic, ilmu pengetahuan dan tehnologi. Para sosiolog agama akan berusaha menetralkan emosi mereka ketika mengkaji agama yang berbeda dengan agama mereka sendiri. Walaupun, mungkin hal itu tidak bisa lepas sama sekali, namun objektivitas penelitian terhadap agama sangat diharapkan dalam kajian Sosiologi Agama.Sosiologi Agama tidak melulu membicarakan suatu agama yang diteliti oleh para penganut agama tertentu, tetapi semua agama dan di semua daerah di dunia tanpa memihak dan memilih-milih. Pengkajiannya bukan diarahkan kepada bagaimana cara seseorang beragama, melainkan diarahkan kepada kehidupan agama secara kolektif terutama dipusatkan pada fungsi agama dalam mengembangkan atau menghambat kelangsungan hidup dan pemeliharaan kelompok-kelompok masyarakat. Perhatiannya juga ditunjukkan pada agama sebagai salah satu aspek dari tingkah laku kelompok dan kepada peranan yang dimainkannya selama berabad-abad hingga sekarang.

Jadi pelembagaan berlangsung pada tiga tingkat yang saling mempengaruhi; yaitu antara ibadah, doktrin dan organisasi. Ini sebenarnya beranjak dari kebutuhan akan stabilitas dan kesinambungan maupun kebutuhan melestarikan sisi keamanan. Kharisma yang ada diubah bentuknya ke dalam kharisma instansi dan spontanitas relatif yang ada pada periode yang lebih awal digantikan dengan bentuk-bentuk yang terlembaga pada tiga tingkat. Proses selanjutnya sering bergalau pada konflik yang tajam, keras dan berlangsung sepanjang abad. Proses mana ditampilkan oleh kebutuhan menjawab permasalahan yang timbul dari implikasi doktrin itu sendiri, kebutuhan untuk menafsirkan kembali untuk menafsirkan ajaran-ajaran tradisional agar isinya tetap relevan dengan situasi baru dan kebutuhan untuk menghadapi pengaruh eksentrik.Apa yang kita namakan “pelembagaan” yang kemudian melahirkan “rutinisasi kharisma” adalah suatu proses fundamental yang mendahului berdirinya organisasi keagamaan. Hal yang sama fundamental dan universalnya ialah protes. Pada umumnya, semua perkembangan, semua penyesuaian dengan masyarakat, semua inovasi, membangkitkan protes unsur-unsur kelompok agama yang tidak mampu menerima perubahan.

Dari segi pelembagaan organisasi keagamaan secara khusus, kita menjajaki kasus agama Kristen hanya karena dalam proses ini ia menawarkan contoh yang terbaik. Gerakan keagamaan lain dengan isi pengalaman keagamaan yang berbeda dan yang berada dalam kondisi sosial budaya yang berbeda pula tentu saja akan mengikuti jalur rutinisasi yang berbeda. Tetapi masalah invarian tertentu yang diilutrasikan oleh kasus Kristen ini tersurat di dalam proses itu sendiri. Penetapan stabilitas, usaha mencapai kesinambungan, evolusi dan formalisasi praktek

(8)

serta ritus, penyesuaian dengan masyarakat serta ide-ide dan nilai-nilai masyarakat itu, deferensiasi kedalaman dari berbagai kelompok keagamaan, protes yang sering kali melahirkan konflik dan perpecahan, semua hal itu merupakan masalah yang umum dijumpai dalam Sejarah organisasi keagamaan yang khusus yang manapun juga. Pelembagaan pada tiga tingkat ini, tingkat pemujaan atau ibadat, intelektual, organisasional, juga merupakan masalah umum dan perkembangan pada tiga tingkat ini biasanya berlangsung dalam saling hubungan yang intim. Dalam kasus Kristen kita melihat arti pemujaan, penting dan strategis, yang berlanjut terus dan menampilkan kembali pengalaman keagamaan yang asli di dalam transformasi simbolis. Dalam hubungan dan sikap-sikap pemujaan implisit terdapat benih-benih doktrin dan organisasi. Biasanya pemujaan itu penting bagi gerakan pengembangan seperti halnya yang sering terjadi dalam Kristen Purba. Perkecualian tampil bila suatu gerakan keagamaan itu nampak sebagai suatu proses terhadap perkembangan dan praktek pemujaan. Tetapi sikap-sikap ini memang bisa benar-benar dipahami hanya dalam hubungannya dengan protes terhadap kondisi yang pertama dari pemujaan itu sendiri. Karena itu dalam perkembangan gerakan keagamaan pemujaan itu juga merupakan unsur yang umum.

Sosiologi dan agama berinteraksi hanya dalam tingkat aktualisasi nilai- nilai transenden ke dalam nilai-nilai imanen, sehingga apa yang kemudian mengemuka sebagai tradisi suatu agama merupakan prototife agama yang telah memasyarakat atau bersosiologis. Namun yang pasti, titik temu yang sangat patut ditegaskan ialah bahwa manusia akan selalu melakukan pembedaan naturalistik, (dalam era modern) untuk membangun komunikasi dengan Tuhan dalam kaitannya dengan keberadaannya sebagai manusia yang zoon polition, homo religious, homo social.

KESIMPULAN

Setiap agama tentunya mempunyai tujuan yang baik dan mengajarkan yang baik. Belum ada yang dijumpai bahwa agama mengajarkan kejahatan. Tetapi terkadang ada pemeluk agama yang mempunyai rasa fanatisme negatif. Fanatisme negatif adalah mencintai dan memahami agama yang dimiliki secara berlebihan sehingga memicu seorang untuk membenci orang lain yang mempunyai agama yang berbeda. Fanatisme ini dapat merusak toleransi umat beragama dan menjadi intoleransi dengan umat beragama. Intoleransi adalah kemerosotan atas rasa dan semangat yang sudah dibangun. Umat beragama sudah kehilangan rasa solidaritas, kerukunan dan menghargai satu sama lain yang mempunyai agama yang berbeda. Intoleransi ini sangat mengenaskan dan membuat resah bangsa Indonesia. Dari intoleransi ini sosiologi agama mempunyai peran yang sangat penting. Sosiologi agama adala ilmu yang terkusus membahas terkait dengan agama dan masyarakat. Tujuan dari ilmu ini adalah membantu pemerintah dalam mengatasi permasalahan keagamaan yang ada di Indonesia. Misalnya intoleransi, konflik agama,dll. Selain itu ilmu ini berperan dalam membangun nilai, moral-moral, mengatur pola interaksi, mengontrol dan mengendalikan umat beragama. Masyarakat merupakan jalinan hubungan social dan masyarakat selalu berubah”. Kajian agama pada masyarakat berskala kecil Pada dasarnya keyakinan mereka akan kepercayaan agama yang mereka anut begitu kuat dan kental, tapi bilamana kehidupan modernisasi sudah merasuk mereka. Maka seolah-olah mereka terprofokasi oleh lingkungan baru mereka, hal itu cenderung kepada penghianatan agama, sehingga kurangnya amalan-amalan yang seharusnya mereka lakukan. Agama mempunyai kaitan yang sangat erat dalam kehidupan bermasyarakat, agama mempunyai fungsi sebagai peranan agama dalam mengatasi persoalan-persoalan yang timbul di masyarakat yang tidak dapat dipecahkan secara empiris karena keternatasan dan ketidakpastian. Pentingnya keterlibatan pemimpin agama dalam kegiatan pembangunan ini adalah dalam aspek pembangunan unsure ruhaniah. Dalam pelaksanaanya. Bahkan pemimpin agama dalam berperan lebih luas; bukan hanya terbatas pada pembangunan ruhani masyarakat tetapi juga

(9)

dapat berperan sebagai motivator, pembimbing. Dan pembei landasan etis dan moral serta menjadi mediator dalam seluruh kegiatan aspek pembangunan.

DAFTAR PUSTAKA

Amran, A. (2015). Peranan Agama Dalam Perubahan Sosial Masyarakat. Hikmah, 2(1), 23–39. Badan Pusat Statistik. (2020). STATISTIK INDONESIA 2020 Statistical Yearbook of Indonesia

2020. Badan Pusat Statistik. Diambil dari

https://www.bps.go.id/publication/2020/04/29/e9011b3155d45d70823c141f/statistik-indonesia-2020.html

Dadang Kahmad, Sosiologi Agama, Bandung: Rosda Karya, 2000.

Dadang Supardan, Pengantar Ilmu Social Sebuah Kajian Pendekatan Structural, Jakarta : Bumi Aksara, 2007.

Daniel L. Pals, Dekonstriksi Kebenaran Kritik Tujuh Teori Agama, Yogyakarta: IRCiSoD, 2001. Hartini, G. Kartasapoetra, Kamus Sosiologi dan Kependudukan, Jakarta: Bumi Aksara, 1992.

Firdaus. (2015). Relevansi Sosiologi Agama Dalam Kemasyarakatan. Al-AdYaNI, 10(2), 166– 186.

Hendro Puspito,O.C. Sosiologi Agama, Yogyakarta: Kanisius, 1983.

Imam Khoiri, Aneka Pendekatan Studi Agama, Yogyakarta: LkiS, 1999. J, Dwi Narwoko-Bagong Suyanto, Sosiologi Teks Pengantar Dan Terapan, (Ed.) 1, Cet 1, Jakarta : Kencana, 2004.

Noviana, M. (2019). Relevansi Sosiologi Agama Dalam Menghadapi Intoleransi Umat Beragama Di Indonesia.

Sulaeman, M, Munandar, Ilmu Social Dasar Teori Dan Konsep Social Edisi Revisi, Bandung : Eresco, 1993.

Tom Campbell, Tujuh Teori Social Sketsa Penilaian Perbandingan, Jogjakarta: Kanisius, 1994. Thomas F. O’Dea, Sosiologi Agama Suatu Pengenalan Awal, Jakarta: PT Raja Grafindo

Persada, 1996.

Yusuf, W. M. (2020). Sosiologi Agama. Sosiologi agama. Bandung: Prodi S2 Studi Agama-Agama UIN Sunan Gunung Jati.

https://eresources.perpusnas.go.id:2217/publications/177787/relevansi-sosiologiagama- dalam-kemasyarakatanl

Referensi

Dokumen terkait

Desalkelurahan tersebut dapat dibagi ke dalam tiga lapis, yaitu (1) wilayah primer adalah desalkelurahan yang secara administratif bersinggungan atau berbatasan langsung

Melalui pendekatan kualitatif, penelitian ini memberikan hasil bahwa penggembalaan jemaat dan seluruh elemen yang terlibat di dalamnya, perlu terus untuk memeriksa diri

NURDAHLIA. Peran Guru Pendidikan Agama Islam Dalam Mengatasi Kesulitan Membaca Al-Qur’an Siswa Kelas VII SMPN 3 Baraka Kab. Skripsi Prodi Pendidikan Islam, Fakultas Agama

Sumarno, “Peranan Guru Pendidikan Agama Islam Dalam Membangun Karakter Peserta Didik”, Jurnal Al Lubab, Volume 1, No.. Sutarman,M.,

Akhirnya, penulis menandaskan bahwa Alkitab dengan jelas menegaskan bahwa akal budi merupakan salah satu unsur batiniah manusia yang diciptakan oleh Allah sebagai media untuk

Sistem jual beli dropship dalam pelaksanaannya melibatkan beberapa pihak, antara lain dropshipper sebagai pihak yang menawarkan barang, supplier yang merupakan

Ada beberapa karateristik perkembangan anak usia sekolah dasar yang harus diketahui oleh guru agar dapat mengembangkan pembelajaran yang sesuai dengan

Dengan adanya perasaan nyaman yang dialami oleh guru, maka akan dapat meningkatkan motivas komitmen dan loyalitas mereka dalam mengerjakan tugus- tugas yang diemban