• Tidak ada hasil yang ditemukan

Masjid Raya Cipaganti, Heritage Kota Bandung yang Memadukan Gaya Arsitektur Jawa dan Eropa

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Masjid Raya Cipaganti, Heritage Kota Bandung yang Memadukan Gaya Arsitektur Jawa dan Eropa"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

Masjid Raya Cipaganti, Heritage Kota Bandung yang

Memadukan Gaya Arsitektur Jawa dan Eropa

Zulva Fachrina zfachrina@hotmail.com

Laboratorium Ilmu dan Rekayasa Komputasi, Teknik Informatika, Sekolah Teknik Elektro dan Informatika, Institut Teknologi Bandung.

Abstrak

Kota Bandung merupakan salah satu kota besar di Indonesia yang memiliki banyak bangunan heritage peninggalan zaman kolonial Belanda. Salah satu bangunan bersejarah yang masih dapat dijumpai sampai saat ini adalah Masjid Raya Cipaganti. Masjid Raya Cipaganti merupakan hasil karya Prof Kemal C.P. Wolff Shoemaker yang memadukan teknik arsitektur Eropa dengan seni tradisional Jawa. Perpaduan gaya Eropa dan Jawa ini yang membuat Masjid Raya Cipaganti menjadi salah satu peninggalan bersejarah yang menarik untuk dipelajari. Meskipun sudah mengalami renovasi beberapa kali, keunikan dan keantikan arsitektur bangunan asli Masjid Raya Cipaganti masih bisa dinikmati dan dieksplorasi sampai saat ini. Bangunan-bangunan heritage seperti Masjid Raya Cipaganti tersebut dapat dijadikan media pembelajaran sehingga sangat penting untuk dilestarikan dan dipertahankan. Oleh karena itu, makalah ini akan membahas mengenai deskripsi dan dokumentasi salah satu heritage Kota Bandung yaitu Masjid Raya Cipaganti yang memadukan arsitektur Eropa dan Jawa.

Kata-kunci : arsitektur, Eropa, heritage, Jawa, Masjid Raya Cipaganti Bandung

Pendahuluan

Kota Bandung merupakan salah satu kota besar di Indonesia yang menyimpan banyak peninggalan dan kisah bersejarah. Semasa pemerintahan Gubernur Jenderal Hindia Belanda Herman Willem Dandles pada awal abad ke-18, Kota Bandung tidak hanya mengalami perpindahan ibukota, namun juga terjadi perkembangan pembangunan sarana dan prasarana. Sejumlah bangunan kolonial bergaya art deco yang dibangun pada masa pemerintahan Hindia Belanda masih dipertahankan dan dapat dijumpai di sudut-sudut kota Bandung sampai sekarang, seperti Gedung Sate, Bank Indonesia, Gereja Bethel, dan Jalan Braga. Peninggalan-peninggalan yang dipertahankan dan dilestarikan tersebut merupakan bagian dari heritage Kota Bandung.

Pengertian Heritage menurut UNESCO adalah warisan atau budaya masa lalu yang saat ini dijalani manusia dan akan diteruskan kepada generasi mendatang. Berdasarkan Piagam Pelestarian Pusaka Indonesia yang dideklarasikan di Ciloto 13 Desember 2003, heritage disepakati sebagai pusaka. Menurut UU No 5 Th 1992 tentang Cagar Budaya, gedung atau bangunan yang berusia di atas 50 tahun bisa dikategorikan sebagai cagar budaya yang keberadaannya harus dilindungi dan dilestarikan. Berdasarkan definisi tersebut, bangunan-bangunan yang didirikan oleh pemerintah Hindia Belanda sejak abad 18 sampai awal tahun 1900an dapat dikatagorikan sebagai pusaka atau heritage.

(2)

merupakan bangunan unik dan bersejarah yang bergaya Eropa, namun memiliki unsur dan ornamen Jawa di dalamnya. Masjid ini dibangun oleh arsitek Belanda Prof Kemal C.P. Wolff Shoemaker yang juga merupakan professor di Technische Hogeschool Bandoeng atau yang sekarang dikenal sebagai Institut Teknologi Bandung (ITB). Latar belakang dan karakteristik rancangan Eropa dari Shoemaker serta pengetahuannya mengenai arsitektur tradisional Jawa yang dalam menjadikan perpaduan Jawa-Eropa Masjid Raya Cipaganti menjadi menarik untuk dipelajari.

Berdasarkan latar belakang tersebut, tujuan dari penulisan makalah ini adalah membahas mengenai deskripsi dan dokumentasi salah satu bangunan heritage tangible yang berada di Kota Bandung, yaitu Masjid Raya Cipaganti yang memadukan arsitektur Eropa dan Jawa.

Pembahasan

Masjid Raya Cipaganti merupakan salah satu peninggalan yang tidak hanya memiliki nilai sejarah, namun juga memiliki arsitektur yang indah dan unik. Masjid yang terletak di Jl. Cipaganti No 85 ini didirikan mulai dari 7 Februari 1933 sampai 27 Januari 1934 dan dirancang oleh Prof Kemal C.P. Wolff Shoemaker. Shoemaker adalah arsitek asal Belanda yang karya-karyanya masih dipertahankan sampai sekarang dan sebagian besar menjadi ikon Kota Bandung, seperti Gedung Asia Afrika, Vila Isola, Gereja Kathedral, Gereja Bethel, Vila Merah, dan Hotel Preanger. Dalam setiap karyanya, Shoemaker kerap menggabungkan unsur budaya timur dan barat, begitu pula dengan desain Masjid Raya Cipaganti. Masjid Raya Cipaganti memiliki nuansa art-deco khas Eropa dengan sentuhan seni tradisional Jawa dan dilengkapi dengan pengaruh dan kaligrafi Timur Tengah.

Gambar 1. Masjid Raya Cipaganti Bandung Sebelum Mengalami Renovasi (sumber:

(3)

Salah satu karakteristik bangunan kolonial Eropa yang dapat ditemui sejak abad ke-17 sampai dengan saat ini adalah keberadaan arsitektur lanskap berupa taman yang luas, terkadang dilengkapi dengan kolam, patung, atau semak-semak. Bangunan bernuansa Eropa umunya dibangun dengan jarak yang cukup jauh dengan bangunan lainnya untuk menciptakan arena yang privat. Bangunan kolonial dibangun dengan menggunakan batu bata yang pada masa tersebut diimpor langsung dari Belanda. Karakteristik umum lainnya dari langgam arsitektur Eropa adalah atap ubin yang besar, pilar-pilar penyangga, dan keberadaan beranda yang luas di depan bangunan. Salah satu contoh bangunan kolonial Belanda yang juga berada di Bandung adalah Gereja Bethel seperti dapat dilihat pada Gambar 2.

Sebelum mengalami renovasi, Masjid Raya Cipaganti memiliki kemiripan dari segi arsitektur dengan Gereja Bethel, yaitu dari pintu utama yang menjorok dan disangga dengan dua pilar di kanan dan kirinya. Bangunan masjid yang berwarna lembut dan dikelilingi pilar-pilar dari bata juga merupakan ciri khas arsitektur Eropa. Sampai saat ini, nuansa Eropa masih terasa pada Masjid Raya Cipaganti sejak memasuki halaman depan masjid. Masjid Raya Cipaganti terletak pada posisi yang strategis dan agak terpisah dari bangunan lainnya serta dikelilingi taman yang luas. Ciri khas desain dan arsitektur Eropa lainnya dapat ditemukan pada lampu gantung antik yang digantung di langit-langit ruang utama masjid. Lampu klasik Eropa tersebut terbuat dari logam berwarna kuning dan dihiasi dengan kaligrafi di sisi-sisinya. Gambar 4 menunjukkan lampu klasik peninggalan zaman kolonial Belanda yang masih terawat sampai sekarang.

Gambar 2. Gereja Bethel Bandung Karya Prof Kemal C.P. Wolff Shoemaker pada Tahun 1929 (sumber:

https://kangope.wordpress.com/2014/08/21/foto-bandung-di-tahun-1929/)

Gambar 3. Pembatas Dalam Masjid dari Bahan Kayu Jati

dengan Motif Relif Bunga (sumber: dokumentasi penulis)

Gambar 4. Lampu Antik Peninggalan Kolonial

(4)

dengan konstruksi bangunan yang terdiri dari 3 sektor, yaitu guru, pananggap, dan panitih yang dibedakan berdasarkan letaknya. Sedangkan menurut Pjiper (1947) sebagaimana dikutip oleh Budi (2004), terdapat 6 karakteristik masjid Jawa, yaitu lantainya berbentuk persegi, konstruksi tidak berdiri di atas tiang namun di atas landasan yang besar, atap yang lancip dan terdiri dari dua sampai lima lapisan, memiliki ekstensi ke barat atau barat laut untuk mihrab, memiliki beranda, dan ruang terbuka di sekitar masjid tertutup oleh dinding dengan hanya satu pintu masuk.

Seperti halnya masjid pada daerah Jawa pada umumnya, Masjid Raya Cipaganti mengambil konsep arsitektur Jawa bertipe Tajuk dengan atap lancip yang terdiri dari 3 lapisan. Karakteristik arsitektur Jawa juga dapat dilihat dari keberadaan 4 tiang penyangga atap yang berada di bagian tengah masjid. Keempat tiang yang disebut soko guru ini memberikan efek ruang vertikal. Keempat tiang penyangga tersebut dihiasi dengan kaligrafi Hamdallah yang berwarna hijau toska seperti dapat dilihat pada Gambar 7. Masjid Raya Cipaganti juga memiliki tiang penyangga di bagian terluar soko guru yang memisahkan sektor pananggap dan panitih. Karakteristik lain dapat dilihat dari penggunaan relung-relung tapal kuda menuju mimbar masjid (horseshoe arches) yang khas Timur Tengah, namun detail-detail relung mengandung seni dekorasi bangunan Jawa. Masjid ini juga memenuhi karakteristik masjid Jawa yaitu lantai yang berbentuk persegi, adanya ruang terbuka di sekitar masjid, serta pintu utama yang tertutup oleh penghalang dari bahan kayu jati dan diberi warna hijau. Pembatas tersebut memiliki motif bunga dan dilengkapi dengan kaligrafi di atasnya seperti dapat dilihat pada Gambar 3.

Perpaduan secara langsung antara langgam arsitektur Jawa dan Eropa dapat dilihat pada konstruksi atap dan serambi masjid. Atap masjid mengambil konsep arsitektur Jawa dengan tipe tajuk, namun menggunakan teknik kuda-kuda segitiga yang merupakan gaya arsitektur bangunan kolonial. Konstruksi atap dengan kuda-kuda seperti itu dapat dilihat pada atap Gereja Bethel. Masjid Raya Cipaganti juga memiliki serambi di sekeliling masjid yang umum terdapat pada Masjid Jawa, namun tertutupi oleh atap besar yang melewati sisi-sisi masjid seperti bangunan khas Eropa. Selain memadukan arsitektur Jawa dan Eropa, Masjid Raya Cipaganti juga menerapkan seni kaligrafi Timur Tengah. Kaligrafi yang sebagian besar bergaya Kufi dapat ditemukan di beberapa tempat Masjid Raya Cipaganti, seperti kolom soko guru, mihrab, dan relung tapal kuda.

Gambar 5. Karakteristik 5 Tipe Dasar Arsitektur

Bangunan Jawa (sumber: Traditional Javanese Residential Architecture Design and Thermal Comfort, Satwiko, 1999)

Gambar 6. Karakteristik 3 Sektor Bangunan Jawa

(sumber: Traditional Javanese Residential Architecture Design and Thermal Comfort, Satwiko, 1999)

(5)

Selain digunakan sebagai tempat beribadah, Masjid Raya Cipaganti juga digunakan sebagai tempat pembinaan para pejuang PETA dan masyarakat sekitar. Presiden pertama Republik Indonesia, Ir. Soekarno kerap berkunjung ke Masjid Raya Cipaganti ketika beliau berada di Bandung. Karena nilai sejarahnya itulah keberadaan Masjid Besar Cipaganti menjadi heritage yang harus dilindungi berdasar UU Cagar Budaya No 5/1992. Saat ini, di sekitar Masjid Raya Cipaganti telah dibangun berbagai sarana dan prasarana keagamaan seperti kantor DKM dan Taman Kanak-Kanak Al-Quran, menjadikannya bukan hanya tempat wisata bersejarah yang menarik untuk dikunjungi, namun juga tempat untuk menambah ilmu keagamaan.

Pelajaran

Berdasarkan pengamatan dan studi literatur yang dilakukan terhadap Masjid Raya Cipaganti, didapatkan beberapa pengetahuan tambahan mengenai bangunan heritage yang terdapat di Kota Bandung. Masjid Raya Cipaganti merupakan salah satu bangunan heritage peninggalan kolonial Belanda yang sampai saat ini masih dipertahankan dan dilestarikan oleh pemerintah dan masyarakat Kota Bandung. Meskipun sudah berdiri lebih dari 80 tahun dan dilakukan renovasi berkali-kali, Masjid Raya Cipaganti tetap mempertahankan sebagian besar bangunan aslinya sejak pertama kali didirikan. Masjid Raya Cipaganti merupakan bukti nyata bahwa bangunan heritage memiliki struktur yang kuat dan dapat dipertahankan dengan perawatan yang sesuai.

Banguan heritage seperti Masjid Raya Cipaganti juga dapat dijadikan media pembelajaran bagi generasi sekarang. Selain menyimpan nilai sejarah yang kuat, Masjid Raya Cipaganti juga memiliki nilai arsitektur tinggi yang dapat terus dipelajari dan dieksplorasi baik dalam bidang ilmu seni maupun arsitektur. Perpaduan gaya arsitektur Jawa dan Eropa dapat ditemukan pada konstruksi atap, pilar, dan serambi masjid. Dari Masjid Raya Cipaganti, dapat dipelajari bahwa perpaduan antara dua kebudayaan Timur dan Barat dapat menghasilkan desain arsitektur hybrid yang antik dan indah. Teknik-teknik arsitektur pada zaman Hindia Belanda tersebut kerap dijadikan acuan dalam pembanguan bangunan pada zaman modern karena memiliki nilai seni yang tinggi.

Selain sebagai pusaka, saksi sejarah, dan pembelajaran dalam bidang seni dan arsitektur, keberadaan bangunan-bangunan peninggalan zaman penjajahan Belanda juga memiliki banyak keuntungan dan kegunaan lainnya. Bangunan heritage tangible dapat menjadi atraksi turis asing dan tempat wisata yang membantu perekonomian negara. Bangunan heritage tangible juga dapat digunakan untuk mempelajari sosial dan politik pada zaman Hindia Belanda dari peninggalan maupun prasasti yang terdapat pada bangunan tersebut. Oleh karena itu, keberadaan bangunan heritage tangible seperti Masjid Raya Cipaganti sangat penting untuk dipertahankan dan dilestarikan.

Gambar 7. Tiang Penyangga dengan Ukiran Kaligrafi Bertulisakan Kalimat Hamdallah (sumber: dokumentasi penulis). Gambar 8. Mimbar Masjid dengan Relung Berbentuk Horseshoe Arches (sumber: dokumentasi penulis)

(6)

arsitektur tinggi karena memadukan gaya Eropa dengan tradisional Jawa. Gaya arsitektur Eropa dapat dilihat dari posisi letak masjid, lingkungan sekitar masjid yang dikelilingi taman, kuda-kuda atap masjid, pilar-pilar penyangga, dan penggunaan ornamen lampu antik bernuansa Eropa. Langgam arsitektur Jawa pada Masjid Raya Cipaganti dapat diamati dari penggunaan atap tajuk, lantai yang berbentuk segi empat, serambi di sekitar masjid, tiang penyangga soko guru, dan ukiran-ukiran pada kayu jati. Keberadaan bangunan heritage tangible yang memiliki nilai seni dan arsitektur tinggi seperti Masjid Raya Cipaganti sangat penting untuk dilestarikan untuk berbagai tujuan seperti media pembelajaran, saksi sejarah, maupun sebagai objek wisata. Oleh karena itu, perlu adanya pembelajaran dan publikasi lebih lanjut terhadap pusaka bersejarah baik yang tangible maupun intangible untuk memberikan pengetahuan dan kesadaran pada masyarakat.

Acknowledgment

Penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada Bapak Dr. Eng. Bambang Setia Budi, ST., MT. selaku dosen mata kuliah Arsitektur Islam. Tidak lupa penulis juga ingin mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang secara langsung maupun tidak telah membantu dalam merampungkan makalah ini. Semoga makalah ini dapat memberikan kontribusi terhadap perkembangan ilmu arsitektur, terutama terkait bangunan heritage di Indonesia.

Daftar Pustaka

Budewi. (2011). Heritage. Diambil dari http://heritagejava.com/10/heritage

Budi, B.S. (2001). Masjid Cipaganti, Masjid Pertama di Lingkungan Eropa. Pikiran Rakyat, 19 Juni 2001.

Budi, B.S. (2004). A Study on the History and Development of the Javanese Mosque Part 1: Review of Theoris on the Origin of the Javanese Mosque. Journal of Asian Architecture and Building Engineering, hal 189-195. Hardayanto, M. (2012). Masjid Cipaganti, Perpaduan Seni Jawa dan Eropa yang Eksotis. Diambil dari

http://www.kompasiana.com/mariahardayanto/masjid-cipaganti-perpaduan-seni-jawa-dan-eropa-yang-eksotis_55186084a333113107b665b7

Herdiana, I. (2011). Masjid Cipaganti Bandung, Magnet bagi Warga Belanda. Diambil dari

http://news.okezone.com/read/2011/08/08/427/489331/masjid-cipaganti-bandung-magnet-bagi-warga-belanda Jailani, H. (2010). Rindu Masjid: Masjid Raya Cipaganti Bandung. Diambil dari

http://bujangmasjid.blogspot.my/2010/11/masjid-raya-cipaganti-bandung.html

Kartono, J.L. (2005). Konsep Ruang Tradisional jawa dalan Konteks Budaya. Dimensi Interior, hal 124 – 136. Kusno, A. (2014). Behind the Postcolonial: Architecture, Urban Space, and Political Cultures in Indonesia. NY:

Routledege.

Nugroho, A.A (2011). Mengenal Lebi Jauh Arsitektur Kolonial Bandung. Diambil dari

https://arsitekturbicara.wordpress.com/2011/08/27/mengenal-lebih-jauh-arsitektur-kolonial-bandung/ Passchier, C. (2007). Colonial Architecture in Indonesia, References and Development. The Past in thePresent –

Architecture in Indonesia. Rotterdam: Nai010 Publisher.

Prijotomo, J. (1996). When West Meets East: One Century of Architecture in Indonesia (1890-1990s). Architronic, 1996.

Prita. (2009). Menelusuri Jejak Karya Schoemaker; Sang Arsitek Bandung. Diambil dari https://www.itb.ac.id/news/2586.xhtml

Satwiko, P. (1999). Traditional Javanese Residential Architecture Designs and Thermal Comfort. New Zeland: Victoria University of Wellington Press.

Gambar

Gambar 1. Masjid Raya Cipaganti Bandung Sebelum Mengalami Renovasi (sumber:
Gambar 2. Gereja Bethel Bandung Karya Prof Kemal C.P. Wolff Shoemaker pada Tahun 1929 (sumber:
Gambar  5.  Karakteristik  5  Tipe  Dasar  Arsitektur  Bangunan  Jawa  (sumber:  Traditional  Javanese  Residential  Architecture  Design  and  Thermal  Comfort,  Satwiko, 1999)
Gambar 7. Tiang  Penyangga dengan  Ukiran Kaligrafi  Bertulisakan Kalimat  Hamdallah   (sumber:  dokumentasi  penulis)

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil pengamatan yang telah dilakukan, aplikasi E-PBL berbasis web yang dirancang dalam penelitian ini berupa sebuah website yang berfungsi sebagai

Setelah terbitnya The Market Risk Amendment ( amandemen risiko pasar), mulai dikembangkan Capital Accord baru yang dikenal dengan Basel II. Ketentuan baru ditetapkan pada 2004 dan

bahwa sesuai Pasal 36 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, rencana rinci tata ruang kota sebagaimana dimaksud dalam huruf a antara lain berupa

Sehingga jika dilihat dari tabel diatas penilaian konsumen tentang variabel kepuasan konsumen di Sentra Gudeg Wijilan dengan indikator mutu produk menunjukkan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa parameter tinggi tanaman, jumlah daun, panjang daun dan lebar daun tidak berbeda nyata antar perlakuan komposisi pupuk daun, tetapi parameter

bahwa kondisi skenario 1, 2, 3 4 dan 5 yang dapat dibandingkan kinerja terhadap lingkungan karena adanya perbedaan penanganan akibat dari digunakannya bahan bakar

Kesehatan jiwa merupakan bagian integral dari kesehatan sehat jiwa tidak hanya Kesehatan jiwa merupakan bagian integral dari kesehatan sehat jiwa tidak

Tujuan metodologi pengajaran adalah untuk merencanakan dan melaksanakan cara-cara yang efektif untuk mencapai tujuan. Dasar pemilihan metode yang tepat adalah atau