ISBN

ISBN 978-602-8853-31-6 978-602-8853-40-8

APLIKASI Pichia spp., MUTAN HASIL REKAYASA GENETIKA,

YANG TAHAN CEKAMAN FERMENTASI, UNTUK OPTIMALISASI

PRODUKSI ETANOL DARI SUBSTRAT LIGNOSELULOSA

(The application of genetic engineered Pichia Spp., mutants that tolerance

against fermentation-related stresses, for optimum lignocellulosic ethanol

production)

Anja Meryandini, Rika Indri Astuti, Nisa Rachmania Mubarik Departemen Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Kampus

IPB Dramaga, Bogor, Jawa Barat 16680 ABSTRAK

Salah satu strategi peningkatan produksi green energy terutama bioetanol adalah dengan mengaplikasikan khamir unggul sebagai agen fermentasi. Pengembangan isolat khamir Pichia kudriavzevii unggulan yang tahan cekaman fermentasi dan mampu menggunakan berbagai sumber karbon dan nitrogen dalam rangka menudukung2ndgeneration of ethanol production menjadi fokus penelitian ini. Isolat khamir P. kudriavzevii mutan R-T1 dan T-T2 pengakumulasi prolin yang tahan cekaman fermentasi telah berhasil dikonstruksi dengan teknik mutagenesis. Kedua isolat resisten terhadap cekaman suhu tinggi (450_{C), oksidatif (10mM H}

2O2) dan etanol (15%). Berdasarkan analisis produksi etanol, preferensi sumber karbon kedua isolat berturut-turut glukosa> sukrosa> xilosa> glukosa: xilosa> maltosa> dekstrin. Diantara kedua isolat mutan, laju fermentasi tertinggi ditunjukkan oleh isolat T-T2 pada substrat glukosa 4% (57 ml CO2/jam) dan campuran 2% glukosa:2%xilosa (51.4 ml CO2/jam). Mutan T-T2 juga menunjukkan kemampuan yang baik dalam memproduksi etanol dibandingkan tipe liarnya terutama pada substrat glukosa (3.2%), xilosa (2.6%) dan substrat campuran (2.9%). Produksi etanol R-T1 dari substrat campuran tidak berbeda signifikan dengan T-T2, namun demikian, pada substrat glukosa dan xilosa produksi etanol R-T1 lebih rendah masing-masing 9 dan 7% dibandingkan T-T2. Berdasarkan uji penggunaan sumber nitrogen (NaNO3, NH4Cl, (NH4)2HPO4dan urea), produksi etanol tertinggi isolat R-T1 (2.6%) dan T-T2 (2.4%) ditunjukkan pada fermentasi dengan menggunakan NaNO3. Produksi etanol dengan sumber nitrogen NaNO3 pada T-T2 dan R-T1 lebih besar 20% dan 37% dibandingkan tipe liarnya. Hasil ini mengindikasikan bahwa NaNO3dapat digunakan sebagai sumber N anorganik substitutif terhadap sumber N organik yang umumnya non-ekonomis pada formulasi medium fermentasi. Dari penelitian ini diketahui bahwa produktivitas isolat mutan lebih tinggi dibandingkan dengan tipe liarnya dalam memproduksi etanol pada berbagai sumber karbon dan nitrogen. Hal ini mengindikasikan bahwa, pengembangan isolat mutan yang tahan cekaman berkorelasi positif terhadap peningkatan performa khamir sebagai agen fermentasi. Kemampuan isolat mutan dalam menggunakan substrat campuran glukosa dan xilosa berpotensi untuk aplikasinya pada produksi etanol dari substrat kompleks termasuk hidrolisat lignoselulosa.

Kata kunci: bioetanol, fermentasi, laju fermentasi, sumber karbon, nitrogen anorganik.

SEMNAS - Inovasi Agromaritim Menuju Kedaulatan Pangan & Daya Saing Bangsa 2018 ABTSRACT

One of the strategies to incerase the productions of green energy, especially bioethanol, is the application of potential yeast as fermentation agent. Therefore, development of yeast Pichia kudriavzevii that confers stress during fermentation and capable to use various carbon and nitrogen sources to support the 2nd_{generation of} ethanol productions, becomes the main focus of this research. We had constructed proline-accumulating P. kudriavzeii mutant strains, T-T2 and R-T1, that confers fermentation-stresses, including high temperature (450_{C), oxidative (10mM H}

2O2) and ethanol (15%) stresses. Based on ethanol production assays, the preference sugar sources for mutant strains was glucose> sucrose> xylose> glucose: xylose>maltose >dextrin. Amongst mutants, T-T2 showed higher fermentation rate both in 4% glucose (57ml CO2/hour) and sugar-mixture 2% glucose:2% xylose (51.4ml CO2/hour) than R-T1. In addition, T-T2 exhibited higher ethanol productions compared to wild type (WT) strains particularly in glucose (3.2%), xylose (2.6%) and sugar mixture (2.9%), as substrate. The ethanol productions between mutants were similar in sugar mixture, yet, R-T1 yielded 9% and 7% lower ethanol in glucose and xylose, as compared to T-T2. Based on nitrogen utilization assays (NaNO3, NH4Cl, (NH4)2HPO4 and urea), the highest ethanol productions by mutant was shown in NaNO3treatment as R-T1 and T-T2 produced 2.6 and 2.4% ethanol, respectively. Surprisingly, the ethanol productions by T-T2 and R-T1 in NaNO3were 20% and 37% higher than its WT. Suggesting that inorganic nitrogen, NaNO3, is potential substitute upon organic nitrogen sources in the formula of fermentation medium. Based on our research, the ethanol productivity of mutants in various carbon and nitrogen sources is higher than WT. Thus, it is worth noting that development of mutant thourgh mutagenesis has positive correlation toward yeast performance as fermentation agent. The ability of mutants to utilize sugar mixture (glucose and xylose) would promote its application in complex substrate-based ethanol productions, including lignocellulosic hydrolysate.

Keywords: bioethanol, fermentation, fermentation rate, carbon source, inorganic nitrogen.

BIOSENSOR ALKOHOL MENGGUNAKAN MIKROB INDONESIA

(Alcohol Biosensor Based On Indonesian Microbes)

Dyah Iswantini1_{, Sri Sugiarti}1_{, Henny Purwaningsih}1_{, Novik Nurhidayat}2_, Ismiyati Yusuf1

1_{Departemen Kimia, FMIPA, IPB}

2_{Bidang Mikrobiologi, Pusat Penelitian Biologi, LIPI} ABSTRAK

Alkohol khususnya etanol sering ditemukan dalam makanan yang dikonsumsi manusia. Menurut WHO, konsumsi alkohol merupakan faktor resiko terbesar ketiga di dunia dalam menimbulkan penyakit degeneratif dan kecacatan. Selain itu, di Indonesia khususnya bagi muslim sangat memerlukan informasi produk halal yang salah satu indikatornya ditentukan kandungan alkohol dalam makanan dan minuman dan produk-produk lain. Oleh karena itu diperlukan metode penentuan alkohol yang sensitif dan selektif. Berbagai jenis metode telah banyak dikembangkan untuk mengukur kadar alkohol, seperti metode titrasi redoks, kromatografi, dan spektroskopi, dan sebagainya. Namun, metode-metode tersebut memiliki kelemahan di antaranya biaya yang mahal, waktu yang lama, terkendala oleh kekeruhan contoh yang diukur karena tingginya konsentrasi contoh dan sensitivitas yang rendah. Sehingga dibutuhkan alternatif metode yang lebih tepat, mudah, cepat dan sensitif untuk mengukur kandungan alkohol/etanol. Biosensor elektrokimia merupakan alternatif metode yang dikembangkan yang tidak terkendala oleh tingginya konsentrasi contoh yang dideteksi. Namun demikian, penggunaan enzim alkohol dehidrogenase (ADH) dan alkohol oksidase (AOX) mahal, maka sangat penting digunakan mikrob yang menghasilkan enzim tersebut, sehingga biayanya murah karena tidak memerlukan pemurnian enzim. Untuk menjaga kestabilan enzim dalam mikrob yang digunakan untuk deteksi alkohol, maka dilakukan pembentukan biofilm. Maka sangatlah tepat dilakukan penelitian yang bertujuan untuk menghasilkan metode biosensor etanol/ alkohol yang valid, sensitif, selektif dan stabilitasnya tinggi sehingga dapat meningkatkan nilai tambah biodiversitas Indonesia. Serangkaian penelitian di tahun I (2018) telah dilakukan, khamirS. cerevisiae mampu membentuk biofilm pada permukaan SPCE sehingga khamir S. cerevisiae dapat digunakan dalam pengembangan biosensor alkohol. Biofilm S. cerevisiae memiliki aktivitas oksidasi alkohol dan stabilitas yang baik selama 49 hari. KhamirS. cerevisiae dapat digunakan sebagai pengenal biologis biosensor alkohol dengan kondisi optimum karena parameter anlitik yang dihasilkan lebih baik, seperti limit deteksi, limit kuantitasi, linearitas, sensitivitas, presisi, dan selektivitas.

Kata kunci: biosensor alkohol, biodiversitas Indonesia, alkohol dehidrogenase, alkohol oksidase, mikrob.

ABSTRACT

Alcohol, especially ethanol, is found in food. According to WHO, alcohol consumption is the third largest risk factor in the world in causing degenerative and disability diseases. In addition, in Indonesia, especially for Muslims, it is very necessary for information on halal products. Therefore we need a sensitive and selective method of determining alcohol. Various types of methods have been developed to measure

SEMNAS - Inovasi Agromaritim Menuju Kedaulatan Pangan & Daya Saing Bangsa 2018

alcohol levels, such as redox titration methods, chromatography, and spectroscopy, etc. However, these methods have disadvantages including the cost of being expensive, long time preparation, constrained by turbidity of the sample measured due to high sample concentrations and low sensitivity. So that an alternative method that is more precise, easy, fast and sensitive is needed to measure the alcohol / ethanol content. Electrochemical biosensor is an alternative method developed that is not constrained by the high concentration of samples detected. However, the use of enzymes is expensive, so it is very important to use microbes that produce these enzymes, so they are inexpensive because they do not require enzyme purification. To maintain the stability of the enzyme in microbes used for alcohol detection, biofilm formation is carried out. It is very appropriate to do research that aims to produce an ethanol / alcohol biosensor method that is valid, sensitive, selective and high stability. A research have been carried out, S. cerevisiae yeast was able to form biofilms on the SPCE surface so that S. cerevisiae yeast could be used in the development of alcohol biosensors. S. cerevisiae biofilm had alcohol oxidation activity and good stability for 49 days. Yeast S. cerevisiae can be used as a biological identifier of alcohol biosensors with optimum conditions because the resulting analytic parameters are better, such as detection limits, quantitation limits, linearity, sensitivity, precision, and selectivity.

Keywords: Alcohol biosensor, Indonesian biodiversity, alcohol dehydrogenase, microbes.

PRODUKSI BERSAMA BIOGAS DAN PUPUK CAIR DARI LIMBAH CAIR

INDUSTRI MINYAK KELAPA SAWIT

MENGGUNAKAN TEKNOLOGI NANOPARTIKEL

(Co-production biogas and liquid fertilizer from liquid waste of palm oil

industry using nanoparticle technology)

Yessie Widya Saria_{, Eka Listiani}a_{, Sumaya Yulia Putri}a_, Utami Dyah Safitrib_{, Zaenal Abidin}c

a_{Departemen Fisika, FMIPA, IPB} b_{Departemen Statistika, FMIPA, IPB}

c_{Departemen Kimia, FMIPA, IPB} ABSTRAK

Industri kelapa sawit merupakan salah satu industri strategis yang ada di Indonesia. Peningkatan produksi minyak sawit mentah diperkirakan akan terus terjadi. Salah satu pemicunya adalah adanya potensi minyak sawit mentah sebagai bahan baku produksi biodiesel. Namun demikian, tidak dapat dipungkiri bahwa peningkatan produksi kelapa sawit setiap tahunnya berimbas pada peningkatan dampak negatif terhadap lingkungan. Hal ini diantaranya terkait dengan limbah produksi. Terdapat dua jenis limbah produksi minyak sawit mentah, yaitu limbah padat dan limbah cair. Limbah cair industri kelapa sawit, yang dikenal dengan namaPalm Mill Oil Effluent (POME), memiliki kandungan organik yang tinggi sehingga dapat membahayakan lingkungan jika tidak dikelola dengan baik. Di sisi lain, kandungan organik POME yang tinggi jika dikelola dengan baik dapat menjadi investasi yang menguntungkan. Salah satu diantaranya yaitu sebagai bahan baku produksi biogas melalui proses anaerob. Biogas yang dihasilkan nantinya dapat digunakan sebagai bahan baku Pembangkit Listrik Tenaga Biogas (PLTBg). Telah dilakukan rekayasa nanoteknologi untuk meningkatan produksi biogas. Proses produksi biogas dilakukan selama 20 hari. Penambahan nanomaterial mampu meningkatkan biogas sebanyak 1.5 kali lebih tinggi. Produk samping yang dihasilkan dapat digunakan sebagai pupuk cair. Kata kunci: POME, nanomaterial,anaerob digestion.

ABSTRACT

The palm oil industry is one of the strategic industries in Indonesia. The increase in crude palm oil production is expected to continue. One of the triggers is the potential of crude palm oil as a raw material for biodiesel production. However, it cannot be denied that the increase in palm oil production every year has an impact on increasing negative impacts on the environment. This is related to production waste. There are two types of waste from crude palm oil production, namely solid waste and liquid waste. The palm oil industry's liquid waste, known as Palm Mill Oil Effluent (POME), has a high organic content that can endanger the environment if it is not managed properly. On the other hand, the high organic content of POME if managed properly can be a profitable investment. One of them is as a raw material for biogas production through anaerobic process. The resulting biogas can later be used as raw material for the Biogas Power Plant (PLTBg). Nanotechnology engineering has been carried out to improve biogas production. The biogas production process was carried out for

SEMNAS - Inovasi Agromaritim Menuju Kedaulatan Pangan & Daya Saing Bangsa 2018

20 days. The addition of nanomaterials can increase biogas by 1.5 times higher. By-products of this study can be used as liquid fertilizer.

POTENSI BEBERAPA JENIS TUMBUHAN PENGHASIL BIODISEL

SEBAGAI FITOREMEDITOR PADA LAHAN BEKAS

PERTAMBANGAN EMAS

(The prospect of several types of biodiesel-producing plants

as phytoremediators on gold mining land)

Hamim1_{, Deden Saprudin}2_{, Hirmas Fuady Putra}1_{dan Luluk Setyaningsih}3 1_{Departemen Biologi, FMIPA, IPB}

2_{Departemen Kimia, FMIPA, IPB}

3_{Fakultas Kehutanan, Universitas Nusa Bangsa, Bogor} ABSTRAK

Tumbuhan non-pangan penghasil biodiesel berpotensi besar untuk dikembangkan di areal bekas pertambangan sehingga selain berfungsi sebagai penghasil biodiesel juga dapat digunakan untuk fitoremediasi. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis respon morfologi, anatomi dan fisiologi dari 4 spesies penghasil biodiesel terhadap perlakuan limbah cair tambang emas, dan logam berat Pb dan Hg yang diberikan secara hidroponik. Penelitian terdiri dari dua tahap percobaan, yaitu (1) percobaan respons tumbuhan terhadap limbah tambang emas dan (2) percobaan respon tumbuhan terhadap perlakuan Pb dan Hg. Empat spesies tumbuhan menghasil biodiesel yaitu jarak pagar (Jatropha curcas), jarak kaliki (Ricinus communis), kemiri sunan (Reutealis trisperma) dan mindi (Melia azedarach) yang telah ditumbuhkan selama 2 bulan dipindahkan ke dalam kultur air dengan menggunakan media Hoagland dan diadaptasikan selama 3 minggu. Selanjutnya pada percobaan 1 tumbuhan diberi perlakuan limbah cair tambang emas dengan konsentrasi 0, 25, 50 dan 75%. Pada percobaan 2, tumbuhan diberi perlakuan dengan Pb(NO3)2 atau Hg(NO3)2 dengan konsentrasi 0, 0.5, 1, 2, dan 3 mM. Kedua jenis perlakuan diberikan dengan mengganti larutan dengan menggunakan larutan Hoagland yang baru. Perlakuan diberikan selama 3 minggu untuk dilihat respons morfologi, anatomi dan fisiologi keempat spesies tersebut. Hasil analisis limbah cair tambang emas menunjukkan kandungan CN yang sangat tinggi sementara kandungan logam berat Pb dan Hg terukur sangat rendah. Keempat spesies mengalami penghambatan pertumbuhan baik pada perlakuan limbah cair tambang emas maupun perlakuan dengan Pb dan Hg. Kedua jenis perlakuan tersebut juga menyebabkan terjadinya peroksidasi lipid ditandai dengan peningkatan kadar MDA pada jaringan tumbuhan khususnya pada perlakuan dengan konsentrasi tinggi. Sebaliknya semua perlakuan menyebabkan penurunan kandungan klorofil total daun dari keempat jenis spesies. Berdasarkan perubahan morfologi, anatomi maupun fisiologi, dari keempat spesies yang digunakan, kemiri sunan tergolong yang paling tahan terhadap perlakuan lembah cair tambang emas maupun Pb dan Hg diikuti oleh tanaman jarak pagar. Kata kunci: BBN, Fitoremediasi, tambang emas, Pb, Hg.

ABSTRACT

Non-edible oil producing species have the potential to be developed in ex-mining areas because besides able to produce biodiesel it also can be used for phytoremediation program. This study aimed to analyze the morphological, anatomical and physiological responses of 4 biodiesel-producing species to the

SEMNAS - Inovasi Agromaritim Menuju Kedaulatan Pangan & Daya Saing Bangsa 2018

treatment of gold mine wastewater, and heavy metals Pb and Hg. The study consisted of two experiments: (1) plant response to gold mine waste and (2) plant response to the treatment of Pb and Hg. Four non edible oil producing species namely jatropha (Jatropha curcas), castor bean (Ricinus communis), wild candlenut (Reutealis trisperma) and bead tree (Melia azedarach) grown for 2 months were transferred into water culture using Hoagland media and adapted for 3 weeks. In the first experiment, gold mine wastewater was treated with concentrations of 0, 25, 50 and 75%. In the second experiment, plants were treated with Pb(NO3)2or Hg (NO3)2 with concentrations of 0, 0.5, 1, 2, and 3 mM. The treatment was given for 3 weeks to see the morphological, anatomical and physiological responses of the four species. The results of gold mine wastewater analysis showed a very high cyanide content while the heavy metals including Pb and Hg content were very low. The four species experienced growth inhibition both in the treatment of gold mine wastewater and in treatment with Pb and Hg. Both types of treatment also cause lipid peroxidation characterized by an increase in MDA levels in plant tissues, especially in high concentration treatments. In contrast, all treatments caused a decrease in the total leaf chlorophyll content of the four species. Based on changes in morphology, anatomy and physiology, of the four species, wild candlenut was classified as the most resistant to the treatment of gold mines wastewater and Pb and Hg followed by Jatropha curcas.

KARAKTERISTIK GEN PENYANDI GLUKOSA OKSIDASE (GGOx) DARI

Aspergillus niger IPBCC 08.610

(Characterization of the glucose oxidase gene of aspergillus niger

IPBCC 08.610)

Laksmi Ambarsari, Popy Asri Kurniatin, Djarot Sasongko Hami Seno Departemen Biokimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,

Institut Pertanian Bogor ABSTRAK

Glukosa oksidase digunakan dalam berbagai kegiatan industri maupun pengembangan teknologi enzymatic fuel cell. Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa isolat lokal Aspergillus niger IPBCC 08.610 dapat menghasilkan glukosa oksidase. Namun, penelitian terkait gen penyandi glukosa oksidase (GGOx) dari isolat ini belum dilakukan. Penelitian ini bertujuan mendapatkan gen penyandi glukosa oksidase dari isolatA. niger IPBCC 08.610 dan mendapatkan karakteristi gen penyandi glukosa oksidase yang meliputi urutan dan panjang basa serta pola restriksinya. Gen glukosa oksidase didapatkan dari amplifikasi DNA genom dengan primer spesifik. Gen tersebut dikarakterisasi melalui teknik restriksi dengan endonukelase restriksi EcoRI dan PstI. Selain itu, gen juga disisipkan pada vektor pGEM®T-Easy dan ditransformasikan pada sel kompeten E. coli DH5α agar dapat dilakukan pengurutan basa nitrogen (sekuensing). Gen glukosa oksidase dari A niger IPBCC 08.610 memiliki ukuran sebesar 1860 bp dengan %GC sebesar 57.8%. Gen ini dapat direstriksi menjadi dua fragmen berukuran 908 bp dan 980 bp dengan EcoRI.

Kata kunci: Aspergillus niger, endonuklease restriksi, gen penyandi glukosa oksidase, kloning, sekuensing.

ABSTRACT

Glucose oxidase is used in various industry and development of enzymatic fuell cell. Previous research shown that local isolat of Aspergillus niger, A. niger IPBCC 08.610, could produce glucose oxidase. Research about the gene encoding glucose oxidase from this isolate has not been done. The purpose of this research is to obtain the gene encoding glucose oxidase and to obtain the characterisctic of the gene, such as the sequence,the length, and the restriction patterns Glucose oxidase gene was obtained by genomic DNA amplification with specific primers. The gene is characterized by restriction technique with restriction endonucleases EcoRI and PstI. The gene is inserted to vector pGEM®T-Easy and transformed into competent E.coli DH5α cells in order to perform sequencing. Glucose oxidase gene frome A. niger IPBCC 08.610 has a size of 1860 bp and the GC content is 57.8%. It can be restricted into two fragments with size 908 bp and 980 bp by EcoRI restriction.

Keywords: Aspergillus niger, cloning, glucose oxidase gene, restriction endonuclease, sequencing.

SEMNAS - Inovasi Agromaritim Menuju Kedaulatan Pangan & Daya Saing Bangsa 2018

KONVERSI MINYAK SAWIT EDIBLE OFFGRADE MENJADI ESTER ASAM

LEMAK-ETANOLAMINA SEBAGAI INHIBITOR KOROSI PADA LOGAM

BAJA KARBON DALAM MEDIUM NaCl

(Conversion of edible offgrade crude palm oil to fatty acid esteramina with

ethanolamine as carbon steel corrosion inhibitor in nacl medium)

Zainal Alim Mas’ud1,2_{, Mohammad Khotib}1,2_{, Komar Sutriah}1,2_{, Novian Darmawan}1

1_{Departemen Kimia, FMIPA, IPB;}2_{Laboratorium Terpadu IPB} ABSTRAK

Edible offgrade crude palm oil (EOG-CPO) merupakan produk samping proses milling dalam industri minyak sawit dengan kandungan asam lemak bebas dalam EOG-CPO dapat mencapai lebih dari 30%. Konversi EOG-CPO menjadi ester dengan etanolamina sebagai material antikorosi dilakukan melalui tahapan hidrolisis trigliserida, fraksinasi asam lemak, dan esterifikasi. Kinerja inhibitor dipantau dengan teknik polarisasi linier menggunakan potensiostat dalam medium NaCl 3.5%. Rendemen asam lemak dari proses hidorilisis basa sebesar 82-95% dengan komposisi asam lemak palmitat 45% oleat 43%, linoleat 11.12% dan stearat 3.74%. Pemisahan asam lemak jenuh dengan teknik inklusi urea menghasilkan asam lemak dengan kadar linoleat 81% (4o_{C), 74% (10}o_{C) dan 48% (suhu ruang). Esterifikasi} asam lemak dengan etanolamina menggunakan katalis H2SO4 pekat pada suhu 120o_{C berhasil dilakukan berdasarkan analisis gugus fungsi menggunkan FTIR.} Efisiensi inhibisi korosi pada baja karbon dari ester etanolamina yang diperoleh dari asam lemak kasar, hasil fraksinasi -4o_{C, 10}o_{C dan 25}o_{C pada konsentrasi 300 mg/L} berturut-turut sebesar 62.08, 61.72, 64.72, dan 32.39%. Ester dari asam lemak kasar memiliki aktivitas inhibisi korosi yang baik dan tidak berbeda signifikan dengan ester dari asam lemak hasil fraksinasi.

Kata kunci: Edible Off grade crude palm oil, ester asam lemak-etanolamina, inhibitor korosi, NaCl 3.5%w/v, baja kabon.

ABSTRACT

Edible offgrade crude palm oil (EOG-CPO) is a by-product of the milling process in palm oil industry with free fatty acid content of up to 30%. The conversion of EOGCPO to ester with ethanolamine as corrosion inhibitor is carried out throught hydrolysis of triglyceride, fatty acid fractionation, and esterification. Performance of corrosion inhibitor is monitored by linear polaization technique using potensiostate in 3.5 wt% NaCl medium. Alkaline hydrolysis of triglyceide is produced a fatty acid yield of 82-95% with composition palmitic acid 45%, oleic acid 43%, linoleic acid 11.12% and stearic acid 3.74%. Fatty acid fractionation using inclusion urea is produced a linoeic acid of 81% for 4o_{C, 74% for 10}o_{C dan 48% for 25}o_{C. Esterification of fatty acid with} ethanolamine using concetrated H2SO4catalyst at 120oC was succesfully carried out based on fuctional group analysis using FTIR. Corrosion inhibition efficiencies on carbon steel from ester etanolamine that obtained from crude fatty acid, fractionation of -4oC, 10oC, and 25oC at 300 mg/L were 62.08, 61.72, 64.72, and 32.39%, respectively. Ester of Crude fatty acid has good inhibition of corrosion and was not significally different from ester others.

Keywords: Edible Off grade crude palm oil, fatty acid-etanolamine ester, corrosion inhibitor, NaCl, carbon steel.

Sekretariat

Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM - IPB)

Gedung Andi Hakim Nasoetion Lantai 5 Kampus IPB Da maga Bogor 16680

r