• Tidak ada hasil yang ditemukan

Mikropropogasi Tunas kantong semar (Nepenthes gracillis Korth.) dengan pemberian NAA dan BAP secara in vitro

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Mikropropogasi Tunas kantong semar (Nepenthes gracillis Korth.) dengan pemberian NAA dan BAP secara in vitro"

Copied!
48
0
0

Teks penuh

(1)

MIKROPROPOGASI TUNAS

KANTONG SEMAR (Nepenthes gracillis Korth.)

DENGAN PEMBERIAN NAA DAN BAP SECARA IN VITRO

SKRIPSI

Oleh :

ARIANI SYAHFITRI HRP 060307031

DEPARTEMEN BUDIDAYA PERTANIAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

MIKROPROPOGASI TUNAS

KANTONG SEMAR (Nepenthes gracillis Korth.)

DENGAN PEMBERIAN NAA DAN BAP SECARA IN VITRO

SKRIPSI Oleh :

ARIANI SYAHFITRI HRP 060307031/PEMULIAAN TANAMAN

Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara

DEPARTEMEN BUDIDAYA PERTANIAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(3)

Judul Skripsi : Mikropropogasi Tunas kantong semar (Nepenthes gracillis Korth.) dengan pemberian NAA dan BAP secara in vitro

Nama : Ariani Syahfitri Hrp Nim : 060307031

Departemen : Budidaya Pertanian Program Studi : Pemuliaan Tanaman

Disetujui oleh Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Rosmayati, MS

Ketua Anggota Ir. Syafruddin Ilyas

Mengetahui:

(4)

i

ABSTRAK

ARIANI SYAHFITRI HRP : Mikropropogasi Tunas Kantong Semar (Nepenthes gracillis Korth.) Dengan Pemberian NAA dan BAP Secara In Vitro,

dibimbing oleh Prof. Dr. Ir. Rosmayati, MS dan Ir. Syafruddin Ilyas.

Pengaruh kombinasi NAA dan BAP terhadap mikropropogasi tunas kantong semar belum banyak diteliti saat ini. Untuk itu suatu penelitian telah dilakukan di Laboratorium Kultur Jaringan Fakultas Pertanian USU pada Maret-Juni 2010 menggunakan rancangan acak lengkap faktorial 2 faktor yaitu pemberian NAA (0, 0.5, 1 dan 1.5 mg/l) dan BAP (0, 1, 2, dan 3 mg/l). Parameter yang diamati adalah persentase eksplan yang hidup, persentase eksplan membentuk tunas, jumlah tunas, panjang tunas dan jumlah buku.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian NAA tidak berpengaruh nyata terhadap semua parameter pengamatan. Pemberian BAP berpengaruh nyata terhadap parameter jumlah tunas kecuali persentase eksplan yang hidup, persentase eksplan membentuk tunas, panjang tunas dan jumlah buku. Interaksi perlakuan tidak berpengaruh nyata terhadap semua parameter pengamatan. Hasil yang terbaik diperoleh pada kombinasi 1 mg/l NAA dengan 3 mg/l BAP.

(5)

ii

ABSTRACT

ARIANI SYAHFITRI HRP : Shoot Micropropogation of Kantong Semar

(Nepenthes gracillis Korth.) with giving NAA and BAP by In Vitro, supervised by Prof. Dr. Ir. Rosmayati, MS and Ir. Syafruddin Ilyas.

The combination effects of NAA and BAP about shoot micropropogation of kantung semar have not been researched enough today. Therefore, a research had been conducted at of College of Agriculture USU in March-June 2010 using factorial completely rendomized design with two factor that is giving NAA (0, 0.5, 1 dan 1.5 mg/l) and BAP (0, 1, 2, dan 3 mg/l). Parameters measured were percentage of eksplan live, percentage of eksplan shoot form, shoot amount, shoot height, and nood amount.

The result showed that giving NAA those not affected significantly on all parameters observed. Giving BAP affected significantly about shoot amount parameters except percentage of eksplan live, percentage of eksplan shoot form, shoot height, and nood amount. Interaction of the two factors those not affected significantly on all parameters observed. The best result was found in the combination of 1 mg/l NAA with 3 mg/l BAP.

(6)

iii

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Sosopan pada tanggal 28 Juni 1987 dari ayah Mester

Harahap dan ibu Ratna Sari Daulay. Penulis merupakan putri pertama dari empat

bersaudara.

Tahun 2005 penulis lulus dari SMA Negeri 18 Medan dan pada tahun

2006 masuk ke Fakultas Pertanian USU melalui jalur ujian tertulis Seleksi

Penerimaan Mahasiswa Baru. Penulis memilih program studi Pemuliaan

Tanaman, Departemen Budidaya Pertanian.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif sebagai pengurus Badan

Kenaziran Musholla (BKM) Al Mukhlisin, Himadita Nursery, Kelompok Aspirasi

Mahasiswa (KAM) Rabbani, Tim Mentoring Agama Islam, sebagai asisten

praktikum di Laboratorium Dasar Pemuliaan Tanaman. Selain itu, penulis juga

aktif dalam organisasi ekstrauniversitas Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim

(KAMMI).

Penulis melaksanakan praktek kerja lapangan (PKL) di Balai Penelitian

Sungei Putih Pusat Penelitian Karet dari tanggal 12 Juli sampai 8 Agustus 2009.

(7)

iv

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT atas segala rahmat

dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul

”Mikropropogasi Tunas Kantong Semar (Nepenthes gracillis Korth.) Dengan

Pemberian NAA Dan BAP Secara In Vitro”.

Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih

sebesar-besarnya kepada kedua orang tua penulis yang telah membesarkan,

memelihara dan mendidik penulis selama ini. Penulis menyampaikan ucapan

terima kasih kepada Prof. Dr. Ir. Rosmayati, MS dan Ir. Syafruddin Ilyas selaku

ketua dan anggota komisi pembimbing yang telah membimbing dan memberikan

berbagai masukan berharga kepada penulis dari mulai menetapkan judul,

melakukan penelitian, sampai pada ujian akhir.

Disamping itu, penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua staf

pengajar dan pegawai di Departemen Budidaya Pertanian, serta semua rekan

mahasiswa yang tak dapat disebutkan satu persatu di sini yang telah membantu

penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Semoga skripsi ini bermanfaat.

Medan, Juli 2010

(8)

v

DAFTAR ISI

Hal

ABSTRAK... i

ABSTRACT ... ii

RIWAYAT HIDUP ... iii

KATA PENGANTAR... iv

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

Penutup Kantong ... 6

Kantong Atas ... 6

Pembungaan ... 6

Habitat ... 7

Kultur Jaringan ... 7

Eksplan ... 8

Media Kultur ... 9

Lingkungan In Vitro ... 10

Zat Pengatur Tumbuh ... 12

Naftalen Asam Asetat (NAA) ... 13

Benzil Aminopurin (BAP) ... 14

BAHAN DAN METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian ... 16

Bahan dan Alat Penelitian ... 16

(9)

vi PELAKSANAAN PENELITIAN

Sterilisasi Alat ... 19

Pembuatan Larutan Stok ... 19

Pembuatan Media ... 19

Pemotongan Eksplan ... 20

Penanaman Eksplan ... 21

Pemeliharaan... 21

Parameter Pengamatan ... 21

Persentase Eksplan Yang Hidup (%) ... 21

Persentase Eksplan Membentuk Tunas (%) ... 21

Jumlah Tunas (buah)... 22

Panjang Tunas (cm) ... 22

Jumlah Buku (buah) ... 22

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Persentase Eksplan Yang Hidup (%) ... 23

Persentase Eksplan Membentuk Tunas (%) ... 24

Jumlah Tunas (buah)... 24

Panjang Tunas (cm) ... 26

Jumlah Buku (buah) ... 26

Pembahasan Pengaruh NAA Terhadap Mikropropogasi Kantung Semar ... 28

Pengaruh BAP Terhadap Mikropropogasi Kantung Semar ... 28

(10)

vii

DAFTAR TABEL

No. Hal

1. Pengaruh konsentrasi NAA dan BAP terhadap persentase

eksplan yang hidup ... 23

2. Pengaruh konsentrasi NAA dan BAP terhadap persentase eksplan membentuk tunas ... 24

3. Pengaruh konsentrasi NAA dan BAP terhadap jumlah tunas... 25

4. Pengaruh konsentrasi NAA dan BAP terhadap panjang tunas ... 27

(11)

viii

DAFTAR GAMBAR

No. Hal

(12)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Hal

1. Bagan penelitian ... 34

2. Tabel kegiatan penelitian ... 35

3. Komposisi media murashige dan skoog (MS) ... 36

4. Persentase eksplan yang hidup (%) ... 37

5. Persentase eksplan membentuk tunas (%) ... 38

6. Jumlah tunas (buah)... 39

7. Sidik ragam jumlah tunas (buah) ... 39

8. Panjang tunas (cm) ... 40

9. Sidik ragam panjang tunas (cm)... 40

10.Jumlah buku (buah) ... 41

11.Sidik ragam jumlah buku (buah) ... 41

12.Uji beda rataan mikropropogasi kantong semar dengan pemberian NAA dan BAP secara in vitro ... 42

(13)

i

ABSTRAK

ARIANI SYAHFITRI HRP : Mikropropogasi Tunas Kantong Semar (Nepenthes gracillis Korth.) Dengan Pemberian NAA dan BAP Secara In Vitro,

dibimbing oleh Prof. Dr. Ir. Rosmayati, MS dan Ir. Syafruddin Ilyas.

Pengaruh kombinasi NAA dan BAP terhadap mikropropogasi tunas kantong semar belum banyak diteliti saat ini. Untuk itu suatu penelitian telah dilakukan di Laboratorium Kultur Jaringan Fakultas Pertanian USU pada Maret-Juni 2010 menggunakan rancangan acak lengkap faktorial 2 faktor yaitu pemberian NAA (0, 0.5, 1 dan 1.5 mg/l) dan BAP (0, 1, 2, dan 3 mg/l). Parameter yang diamati adalah persentase eksplan yang hidup, persentase eksplan membentuk tunas, jumlah tunas, panjang tunas dan jumlah buku.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian NAA tidak berpengaruh nyata terhadap semua parameter pengamatan. Pemberian BAP berpengaruh nyata terhadap parameter jumlah tunas kecuali persentase eksplan yang hidup, persentase eksplan membentuk tunas, panjang tunas dan jumlah buku. Interaksi perlakuan tidak berpengaruh nyata terhadap semua parameter pengamatan. Hasil yang terbaik diperoleh pada kombinasi 1 mg/l NAA dengan 3 mg/l BAP.

(14)

ii

ABSTRACT

ARIANI SYAHFITRI HRP : Shoot Micropropogation of Kantong Semar

(Nepenthes gracillis Korth.) with giving NAA and BAP by In Vitro, supervised by Prof. Dr. Ir. Rosmayati, MS and Ir. Syafruddin Ilyas.

The combination effects of NAA and BAP about shoot micropropogation of kantung semar have not been researched enough today. Therefore, a research had been conducted at of College of Agriculture USU in March-June 2010 using factorial completely rendomized design with two factor that is giving NAA (0, 0.5, 1 dan 1.5 mg/l) and BAP (0, 1, 2, dan 3 mg/l). Parameters measured were percentage of eksplan live, percentage of eksplan shoot form, shoot amount, shoot height, and nood amount.

The result showed that giving NAA those not affected significantly on all parameters observed. Giving BAP affected significantly about shoot amount parameters except percentage of eksplan live, percentage of eksplan shoot form, shoot height, and nood amount. Interaction of the two factors those not affected significantly on all parameters observed. The best result was found in the combination of 1 mg/l NAA with 3 mg/l BAP.

(15)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Dalam bahasa Latin, kantong semar disebut “Nepenthes”. Nama tersebut

pertama kali dikenalkan oleh J.P. Breyne ketika dia sedang membuat deskripsi

jenis tumbuhan yang berasal dari Srilangka (1689). Nama Nepenthes diambil dari

sebuah nama gelas anggur. Keunikan dari tumbuhan ini adalah bentuk, ukuran,

dan corak warna kantongnya. Sebenarnya, kantong tersebut adalah ujung daun

yang berubah bentuk dan fungsinya menjadi perangkap serangga atau binatang

kecil lainnya. Dengan kemampuan itulah maka tumbuhan tersebut digolongkan

sebagai carnivorous plant (Mansur, 2006).

Nepenthes memang belum sepopuler tanaman hias lainnya, seperti

anggrek dan aglonema. Walaupun begitu, nama Nepenthes sudah terkenal di

mancanegara, tidak sedikit orang Thailand yang mengoleksinya. Bahkan,

budidaya tanaman dari famili Nepentheceae ini sudah berkembang menjadi skala

industri dan menyumbang devisa negara, seperti Belanda mampu menghasilkan

100.000-500.000 tanaman pertahun dengan nilai Euro 1.5-1.7 juta, Malaysia

produksi tanaman 3000 tanaman per bulan. Ironisnya, tanaman yang dijuluki

sebagai Carnivorous plant ini kebanyakan berasal dari Indonesia. Dari 103

spesies yang terdata di seluruh dunia, 64 spesies berasal dari Indonesia (65.92%).

Dan dari 65.92% ini jumlah Nepenthes yang ada di Indonesia, semua dalam

keadaan kritis, terkikis dan rawan dalam kepunahan (Penebar Swadaya, 2006).

Nepenthes merupakan tanaman langka. Sebagian bahkan sudah hampir

(16)

11

11

Endangered Species (CITES). Semua tanaman yang masuk dalam CITES dilarang

untuk diperdagangkan. Untuk menjaganya dari kepunahan, upaya

membudidayakan secara ex-situ (diluar habitat aslinya) saat ini banyak dilakukan.

Salah satunya adalah dengan kultur jaringan (Purwanto, 2007).

Kultur jaringan tanaman merupakan teknik menumbuh kembangkan

bagian tanaman, baik berupa sel, jaringan, atau organ dalam kondisi aseptik secara

in vitro. Teknik ini dicirikan oleh kondisi kultur yang aseptik, penggunaan media

kultur buatan dengan kandungan nutrisi lengkap dan zat pengatur tumbuh (ZPT) ,

serta kondisi ruang kultur yang suhu dan pencahayaannya terkontrol

(Yusnita, 2004).

Salah satu aspek yang terpenting dalam kultur jaringan adalah

kemampuan untuk beregenerasi dan memperbanyak tanaman (mikropropagasi).

Mikropropogasi adalah perbanyakan vegetatif tanaman dengan menggunakan

teknik in vitro. Dengan berkembangnya teknik mikropropagasi tanaman akhir

akhir ini, kendala dalam memperbanyak beberapa jenis tanaman dapat diatasi

(Wattimena dkk., 1992).

Perbanyakan tanaman dengan teknik mikropropogasi memiliki kelebihan,

yaitu tanaman dapat diperbanyak setiap saat tanpa tergantung musim karena

dilakukan di ruang tertutup, daya multiplikasinya tinggi dari bahan tanaman yang

kecil, tanaman dihasilkan seragam, dan bebas penyakit terutama bakteri dan

jamur. Jenis tanaman yang diperbanyak dengan teknik mikropropagasi ditujukan

(17)

12

12

tanaman hibrida yang tetua jantannya steril, tanaman langka, dan tanaman yang

selalu diperbanyak dengan cara vegetatif (Ekawati, 2010).

Media yang digunakan adalah media Murashige & Skoog (MS). Media

MS digunakan untuk hampir semua macam tanaman, terutama tanaman

herbaceus. Media ini mempunyai konsentrasi garam-garam mineral yang tinggi

dan senyawa N dalam bentuk NO3- dan NH4- (Hendaryono dan Wijayani, 1994).

Selain media, faktor lain yang menentukan keberhasilan kultur jaringan

adalah zat pengatur tumbuh (ZPT). ZPT yang banyak digunakan adalah Naftalen

Asam Asetat (NAA) dan Benzil Aminopurin (BAP). NAA merupakan golongan

auksin yang berfungsi dalam menginduksi pemanjangan sel, mempengaruhi

dominansi apikal, penghambatan pucuk aksilar dan adventif serta inisiasi

pengakaran, sedangkan BAP berfungsi merangsang pembelahan sel dalam

jaringan yang dibuat eksplan dan merangsang pertumbuhan tunas

(Wattimena dkk., 1992).

Penelitian tentang budidaya kantong semar hingga saat ini masih sangat

kurang, mengingat keterbatasan informasi tentang budidayanya secara in vitro pun

masih sangat terbatas. Berdasarkan uraian di atas, maka dipandang perlu untuk

melakukan penelitian mengenai pengaruh pemberian NAA dan BAP terhadap

(18)

13

13 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh NAA dan BAP serta

interaksi keduanya terhadap jumlah tunas dan jumlah buku pada mikropropogasi

tunas kantong semar secara in vitro.

Hipotesis Penelitian

1. Ada pengaruh tingkat konsentrasi NAA terhadap jumlah tunas dan jumlah

buku pada mikropropogasi tunas kantong semar

2. Ada pengaruh tingkat konsentrasi BAP terhadap jumlah tunas dan jumlah

buku pada mikropropogasi tunas kantong semar

3. Ada pengaruh interaksi antara tingkat konsentrasi NAA dan BAP terhadap

jumlah tunas dan jumlah buku pada mikropropogasi tunas kantong semar

Kegunaan Penelitian

Penelitian ini berguna untuk mendapatkan data penyusunan skripsi sebagai

salah satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana pertanian di Fakultas Pertanian,

Universitas Sumatera Utara, Medan dan diharapkan dapat pula berguna untuk

pihak-pihak yang berkepentingan dalam memperbanyak kantong semar.

(19)

TINJAUAN PUSTAKA

Botani Tanaman

Mansur (2006) menyebutkan bahwa Nepenthes ini berbeda dengan

tumbuhan carnivorous plant lainnya (Doaea muscipula, Drosera sp, Pinguicula sp

dan Utriculara sp), karena Nepenthes tidak memiliki bagian tubuh yang bergerak

aktif. Adapun klasifikasi tumbuhan ini sebagai berikut:

Kingdom : Plantae

Filum : Magnoliophyta

Kelas : Magnoliopsida

Subkelas : Dilleniidae

Ordo : Nepenthales

Famili : Nepentheceae

Genus : Nepenthes

Spesies : Nepenthes grasillis Korth.

Menurut Cheek dan Jebb (2001), morfologi Nepenthes grasillis ini, adalah

sebagai berikut:

Batang

Nepenthes grasillis tumbuh memanjat dengan tinggi 2-5 m, dengan bentuk

batang segitiga, diameter 2-4 mm, dengan sudut daun berbentuk bulat, dengan 2

(20)

15

15 Daun

Daun seperti kertas tidak bertangkai, posisi duduk, panjang 12-19 cm,

lebar 1.5-3.7 cm, berbentuk lanset, panjang sulur ≤ 15 cm, ujung daun runcing,

sayap batang agak ramping pada pangkal daun.

Kantong bawah

Kantong bawah berbentuk oval, bagian atas silindris, lebar pada bagian

tengah atas dengan ukuran 1.4-2.4 cm, lebar pada bagian tengah bawah dengan

ukuran 1.7-3.7 cm, terdapat 2 sayap tepi dengan lebar 3-5 mm, panjang struktur

tepi 1-2.5 mm, bagian tengah 0.5-2 mm, mulut kantong berbentuk oval, dengan

bibir berbentuk silindris, lebar 0.5 mm, tanpa cincin, tepi sebelah luar rata, tepi

sebelah dalam agak sepi.

Penutup kantong

Tanaman ini memiliki penutup yang berbentuk bulat oval, dengan

permukaan bawah tanpa anggota tubuh pada kelenjar nektar jarang, jumlah bintik

sedikit 20-30. Tepi besar dari padat, berbentuk kubah, dengan diameter 0.4 mm.

Lubang sentral menyerupai celah dengan diameter 0.1, panjang taji 5 mm.

Kantong atas

Kantong atas sama dengan kantong bawah tetapi setengah silindris dan

mengecil pada bagian pinggang, dengan panjang 7-14.5 cm dan lebar 1.8-4 cm,

lebarnya pada bagian basal hampir sampai 1.5-2.9 cm pada bagian pinggang, pada

(21)

16

16 Pembungaan

Bunga jantan dengan panjang 15-30 cm, panjang ibu tangkai bunga 1.2-5

cm, diameter 1.5 mm pada bagian bawah, 1 bunga pada setiap ibu tangkai,

panjang tangkai bunga 5-14 mm, panjang kelamin jantan 0.7-1 mm, panjang

kepala sari 0.7-1.5 mm, panjang bawah 14-30 mm, berbulu sederhana ± 0.1-0.3

mm, warna kantong hijau, merah, hijau bercampur merah, warna bunga ada yang

putih hijau, merah terang, atau coklat.

Habitat

Tanaman ini tumbuh pada kawasan hutan dataran rendah, hutan rawa

gambut, hutan kerangas, vegetasi pinggir sungai, pada ketinggian 0-1100 m dpl.

Sumatra, Kalimantan, Sulawesi, Singapura, Malaysia dan Thailand merupakan

daerah penyebarannya. Saat ini status terlindungi (PP No. 7 Tahun 1999).

Kultur Jaringan

Kultur jaringan itu sendiri dapat diartikan suatu metode untuk mengisolasi

bagian tanaman serta menumbuhkannya dalam kondisi yang aseptik. Sehingga

bagian tersebut dapat memperbanyak diri dan beregenerasi menjadi tanaman

lengkap (Hartman, et al, 2002).

Berbeda dengan teknik perbanyakan vegetatif konvensional, kultur

jaringan melibatkan pemisahan komponen-komponen biologis dan tingkat

pengendalian yang tinggi dalam memacu proses regenerasi dan perkembangan

jaringan. Setiap urutan proses dapat dimanipulasi melalui seleksi bahan tanaman,

(22)

17

17

seperti jamur dan bakteri. Semua itu dimaksudkan untuk memaksimalkan produk

akhir dalam bentuk kuantitas dan kualitas propagula berdasarkan prinsip

totipotensi sel (Zulkarnain, 2009).

Dibanding dengan perbanyakan tanaman secara konvensional,

perbanyakan tanaman secara kultur jaringan mempunyai beberapa kelebihan

sebagai berikut:

1. Untuk memperbanyak tanaman tertentu yang sulit atau sangat lambat

diperbanyak secara konvensional. Perbanyakan tanaman secara kultur

jaringan menawarkan peluang besar untuk menghasilkan jumlah bibit

tanaman yang banyak dalam waktu relatif singkat sehingga lebih ekonomis.

2. Perbanyakan tanaman secara kultur jaringan tidak memerlukan tempat yang

luas.

3. Teknik perbanyakan tanaman secara kultur jaringan dapat dilakukan

sepanjang tahun tanpa bergantung pada musim.

4. Bibit yang dihasilkan lebih sehat.

5. Memungkinkan dilakukannya manipulasi genetik.

(Yusnita, 2003).

Kultur jaringan akan lebih besar persentase keberhasilannya bila

menggunakan jaringan meristem. Jaringan meristem adalah jaringan muda, yaitu

jaringa n yang terdiri dari sel-el yang selalu membelah, dindingnya tipis, belum

mempunyai penebalan dari zat pektin, plasmanya penuh, dan vakuolanya

kecil-kecil. Kebanyakan orang menggunakan jaringan ini untuk tissue culture.

(23)

18

18

diperkirakan mempunyai zat hormone yang mengatur pembelahan

(Hendaryono dan Wijayani, 1994).

Eksplan

Eksplan artinya jaringan tanaman yang digunakan sebagai bahan tanam di

dalam botol. Eksplan dipilih dari jaringan yang masih muda karena jaringan

tersebut tersusun atas sel-sel yang masih muda dan selalu membelah. Dengan

demikian diharapkan nantinya bisa menghasilkan tanaman yang sempurna.

Sebagai eksplan Nepenthes, gunakan bagian daun, tunas pucuk, batang muda dan

bisa juga bagian jaringan lainnya (Purwanto, 2007).

Kondisi fisiologis eksplan memiliki peranan penting bagi keberhasilan

teknik kultur jaringan. Pierik (1997) menyatakan bahwa pada umumnya

bagian-bagian vegetatif lebih siap beregenerasi daripada bagian-bagian-bagian-bagian generatif. Eksplan

mata tunas yang diperoleh dari tanaman yang sedang istirahat, lebih sulit

berpoliferasi daripada mata tunas yang diperoleh dari tanaman yang sedang aktif

tumbuh. Hal itu sama halnya dengan kasus dormansi pada eksplan biji. Kondisi

fisiologis dari suatu tanaman bervariasi secara alami, sejalan dengan pertumbuhan

tanaman yang melewati fase-fase yang berbeda dan perubahan kondisi lingkungan

(Zulkarnain, 2009).

Dalam pemilihan bagian tanaman, perlu juga dipertimbangkan tujuan dari

kulturnya. Bagian-bagian tertentu akan memberikan variasi dalam jumlah

kromosom maupun variasi dalam beberapa gen. Endosperma hanya digunakan

(24)

19

19

varietaas yang digunakan juga ikut menentukan keberhasilan regenerasi

(Gunawan, 1995).

Media Kultur

Media kultur merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan

perbanyakan tanaman secara kultur jaringan. Berbagai komposisi media kultur

telah diformulasikan untuk mengoptimalkan pertumbuhan dan perkembangan

tanaman yang dikulturkan (Yusnita, 2003).

Sebelum membuat medium, maka terlebih dahulu kita harus menentukan

medium apa yang akan kita buat. Jenis medium dengan komposisi unsur kimia

yang berbeda dapat digunakan untuk media tumbuh dari jaringan tanaman yang

berbeda pula (Hendaryono dan Wijayani, 1994).

Medium yang digunakan untuk kultur in vitro tanaman dapat berupa

medium padat atau cair. Medium padat digunakan untuk menghasilkan kalus yang

selanjutnya diinduksi membentuk tanaman yang lengkap (disebut sebagai planlet),

sedangkan medium cair biasanya digunakan untuk kultur sel. Medium yang

digunakan mengandung lima komponen utama yaitu senyawa anorganik, sumber

karbon, vitamin, zat pengatur tumbuh dan suplemen organik (Yuwono, 2008).

Media yang digunakan secara luas adalah media MS yang dikembangkan

pada tahun 1962. Dari berbagai komposisi dasar ini kadang-kadang dibuat

modifikasi, misalnya hanya menggunakan ½ dari konsentrasi dari garam-garam

makro yang digunakan (1/2 MS) atau menggunakan komposisi garam makro

(25)

20

20

pengatur tumbuh yang akan digunakan disesuaikan dengan tujuan inisiasi kultur

(Gunawan, 1995).

Lingkungan In Vitro

Lingkungan kultur merupakan hasil interaksi antara bahan tanaman,

wadah kultur, dan lingkungan eksternal ruang kultur, memiliki pengaruh yang

sangat besar terhadap suatu sistem kultur jaringan. Secara teoritis, semua variabel

di dalam setiap wadah kultur pada ruang kultur yang sama adalah seragam.

Sebagai konsekuensinya, hal yang sama terjadi pula di wadah-wadah kultur pada

ruang kultur yang lain. Agar pertumbuhan kultur seragam maka keseragaman

faktor lingkungan harus diupayakan, tidak hanya di dalam ruang kultur, tetapi

juga di dalam semua wadah kultur dengan cara menggunakan wadah yang

seragam (Zulkarnain, 2009).

Lingkungan tumbuh yang dapat mempengaruhi regenerasi tanaman

meliputi:

• Temperatur

• Penyinaran: panjang penyinaran, intensitas penyinaran, dan kualitas sinar,

serta

• Ukuran wadah kultur

(Gunawan, 1995).

Dalam teknik kultur jaringan tanaman, cahaya dinyatakan dengan dimensi

lama penyinaran, intensitas dan kualitasnya. Prof. Murashige menyarankan untuk

(26)

21

21

merupakan pencerminan dari kebutuhan periodisitas tanaman yang bersangkutan

di lapangan. Kualitas cahaya mempengaruhi arah diferensiasi jaringan

(Yusnita, 2003).

Pengaruh intensitas cahaya terhadap pembentukan akar bergantung pada

cara pemberian cahaya tersebut. Protokorm Cymbidium yang berwarna hijau akan

membentuk akar dan tunas bila diberi intensitas cahaya 2200 sampai 2500 lux.

Namun, bila disimpan dalam gelap hanya membentuk tunas. Pembentukan akar

disini diduga ada kaitannya dengan metabolism nitrogen yang terjadi dengan

adanya cahaya. Untuk keperluan kultur jaringan cahaya putih dari lampu

flourscent dengan intensitas 1000 lux untuk fase inisiasi dan subkultur, sedangkan

untuk fase pengakaran dan persiapan planlet sebelum dilakukan aklimatisasi

menggunakan intensitas 3000 sampai 10000 lux. Intensitas yang lebih rendah

akan menghasilkan planlet yang mengalami etiolasi dengan daun yang berwarna

pucuk. Lama penyinaran yang dianjurkan adalah 16 jam per hari

(Wattimena, dkk, 1992).

Zat Pengatur Tumbuh

Zat pengatur tumbuh memegang peranan penting dalam pertumbuhan dan

perkembangan kultur. Faktor yang perlu mendapat perhatian dalam penggunaan

zat pengatur tumbuh antara lain jenis zat pengatur tumbuh yang akan digunakan,

konsentrasi, urutan penggunaan, dan periode masa induksi dalam kultur tertentu

(27)

22

22

Terdapat kisaran interaksi yang luas antara kelompok auksin dengan

kelompok sitokinin. Kedua kelompok zat pengatur tumbuh tersebut berinteraksi

pula dengan senyawa-senyawa kimia lainnya dan dipengaruhi oleh faktor-faktor

lingkungan seperti cahaya dan suhu. Pada kondisi tertentu, auksin dapat bereaksi

menyerupai sitokinin atau sebaliknya. Meskipun demikian, baik auksin maupun

sitokinin, keduanya seringkali diberikan secara bersamaan pada medium kultur

untuk menginduksi pola morfogenesis tertentu, walaupun rasio yang dibutuhkan

untuk induksi perakaran maupun pucuk tidak selalu sama. Terdapat keragaman

yang tinggi antargenus, antarspesies, bahkan antar kultivar dalam hal jenis serta

takaran auksin dan sitokinin yang dibutuhkan untuk menginduksi terjadinya

morfogenesis (Kyte, 1983) dan Torres, 1989).

Pierik (1997) mengemukakan bahwa fitohormon adalah senyawa-senyawa

yang dihasilkan oleh tanaman tingkat tinggi secara endogen. Senyawa tersebut

berperan merangsang dan meningkatkan pertumbuhan serta perkembangan sel,

jaringan dan organ tanaman menuju arah diferensiasi tertentu. Senyawa-senyawa

lain yang memiliki karakteristik yang sama dengan hormone, tetapi diproduksi

secara eksogen, dikenal sebagai zat pengatur tumbuh.

Naftalen asam asetat (NAA)

Auksin adalah sekelompok senyawa yang fungsinya merangsang

pemanjangan sel-sel pucuk yang spektrum aktivitasnya menyerupai IAA

(indole-3-acetic-acid). Pierik (1997) menyatakan bahwa pada umumnya auksin

(28)

23

23

Auksin berpengaruh pula untuk menghambat pembentukan tunas adventif dan

tunas aksilar, namun kehadirannya dalam medium kultur dibutuhkan untuk

meningkatkan embriogenesis somatik pada kultur suspensi sel. Konsentrasi auksin

yang rendah akan meningkatkan pembentukan akar adventif, sedangkan auksin

konsentrasi tinggi akan merangsang pembentukan kalus dan menekan

morfogenesis (Zulkarnain, 2009).

Pertumbuhan dari kultur jaringan atau organ dan In Vitro morfogenesis

lebih dipengaruhi oleh genotipe sumber jaringan atau organ yang digunakan

dibandingkan dengan faktor lainnya. Media dan kondisi fisik lingkungan tumbuh

kultur sering kali berbeda satu genus dengan genus yang lain, atau spesies

tanaman tertentu dengan spesies lain. Tidak jarang antar varietas yang memiliki

sifat dekat namun kebutuhannya akan lingkungan dan media berbeda

(Wattimena, dkk, 1992).

NAA juga mempunyai sifat-sifat yang tidak baik juga, karena mempunyai

kisaran kepekatannya yang sempit. Batas kepekatan yang meracun dari zat ini

sangat mendekati kepekatan optimum untuk perakaran. Dengan demikian,

kita perlu waspada agar kepekatan optimum ini tidak terlampaui

(Hendaryono dan Wijayani, 1994).

Hillman menekankan tentang sulitnya menganalisa kandungan hormone

pada tunas untuk mempelajari kemungkinan korelasi antara konsentrasinya

(29)

24

24

menganalisis kandungan hormone pada tunas-tunas yang sangat kecil dan

kandungan hormonnya juga sangat rendah (Lakitan, 1996).

Benzil aminopurin (BAP)

Sifat paling karakteristik yang berkaitan dengan sitokinin adalah

perangsangan mereka terhadap pembelahan sel pada kultur jaringan tanaman. Satu

dari reaksi yang benar-benar dramatis terhadap sitokinin adalah pembentukan

organ-organ yang terjadi di bawah kondisi yang tepat dalam berbagai kultur

jaringan. Heide (1965) menemukan bahwa sitokinin-sitokinin tertentu beberapa

kali lebih efektif daripada kinetin itu sendiri pada penginduksian pembentukan

tunas dan lebih jauh bahwa spesies atau kultivar tertentu Begonia yang biasanya

tidak membentuk tunas-tunas kebetulan di daun atau berbuat demikian hanya

kadang-kadang saja, dengan pemprosesan sitokinin mengeluarkan pembentukan

tunas yang melimpah (Wilkins, 1989).

Sitokinin biasanya tidak digunakan untuk tahap pengakaran pada

mikropropogasi karena aktivitasnya yang dapat menghambat pembentukan akar,

menghalangi pertumbuhan akar, dan menghambat pengaruh auksin terhadap

inisiasi akar pada kultur jaringan sejumlah spesies tertentu. apabila ketersediaan

sitokinin di dalam medium kultur sangat terbatas maka pembelahan sel pada

jaringan yang dikulturkan akan terhambat. Akan tetapi, apabila jaringan tersebut

disubkulturkan pada medium dengan kandungan sitokinin yang memadai maka

(30)

25

25

Zat pengatur tumbuh yang diberikan harus dapat diabsorbsi dan

ditranslokasikan ke jaringan target. Hal ini tentu tergantung dari formulasi dan

konsentrasi zat pengatur tumbuh sehingga dapat dikatakan bahwa pada

konsentrasi tersebut belum dapat diabsorbsi dan ditranslokasikan oleh tanaman

(31)

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Kultur Jaringan Tanaman,

Departemen Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara,

Medan yang dimulai pada bulan Maret sampai dengan Juni 2010.

Bahan dan Alat Penelitian

Bahan tanaman yang digunakan dalam penelitian ini adalah planlet

kantong semar. Bahan untuk media meliputi larutan stok media MS, NAA, BAP,

agar-agar, NaOH 1 N, HCl, pH meter/kertas lakmus, aluminium foil dan aquades.

Bahan sterilisasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah alkohol 96% dan

betadine.

Alat-alat yang digunakan adalah autoklaf, Laminar Air Flow (LAF), botol

kultur, erlenmeyer, pipet skala, gelas ukur, petridis, skalpel, gunting, bunsen,

timbangan analitik, hot plate, batang pengaduk, lemari es, kertas milimeter, pinset,

oven, dan alat-alat lainnya yang mendukung penelitian ini.

Metode Penelitian

Percobaan ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) Faktorial

dengan dua perlakuan, yaitu:

Faktor I : Tingkat konsentrasi Pemberian NAA dengan 4 taraf :

N0 = 0 mg/l

N1 = 0.5 mg/l

N2 = 1 mg/l

(32)

27

27

Faktor II : Tingkat Konsentrasi Pemberian BAP dengan 4 taraf :

B0 = 0 mg/l

B1 = 1 mg/l

B2 = 2 mg/l

B3 = 3 mg/l

Kombinasi perlakuan ada 16, yaitu:

N0B0 N1B0 N2B0 N3B0

N0B1 N1B1 N2B1 N3B1

N0B2 N1B2 N2B2 N3B2

N0B3 N1B3 N2B3 N3B3

Jumlah ulangan : 4 ulangan

Jumlah Kombinasi : 16 kombinasi

Jumlah Tanaman/botol : 1 tanaman

Jumlah sampel/botol : 1 tanaman

Jumlah seluruh botol : 64 botol kultur

Jumlah seluruh tanaman : 64 tanaman

Data hasil penelitian dianalisi dengan sidik ragam model linier sebagai

berikut:

(33)

28

28

Yijk = Hasil pengamatan dari konsentrasi pada taraf ke-i dan konsentrasi pada

taraf ke-j dalam ulangan ke-k

µ = Efek dari nilai tengah

αi = Efek dari konsentrasi NAA pada taraf ke-i

βj = Efek konsentrasi BAP pada taraf ke-j

(αβ)ij = Interaksi antara konsentrasi NAA dan BAP pada taraf ke-i dengan

konsentrasi BAP pada taraf ke-j

εijk = Galat dan konsentrasi NAA pada taraf ke-i dengan konsentrasi BAP

pada taraf ke-j dalam ulangan ke-k

Jika perlakuan (konsentrasi NAA, konsentrasi BAP dan interaksi) nyata

maka dilanjutkan dengan DMRT (Du n can Multiple Rang e Test) p ad a α = 5 %

(34)

PELAKSANAAN PENELITIAN

Sterilisasi Alat

Sterilisasi bermanfaat untuk membersihkan seluruh alat-alat yang

digunakan dalam kultur jaringan sehingga terbebas dari hal-hal yang dapat

menimbulkan kontaminasi. Alat-alat tersebut dicuci dengan deterjen, kemudian

dibilas dengan air, setelah itu dikeringkan. Kemudian alat seperti skalpel, pipa

skala, pinset dan cawan petri dibungkus dengan kertas, sedang untuk erlenmeyer

dan gelas ukur permukaannya ditutup dengan aluminium foil. Setelah itu, semua

botol kultur dan alat-alat dimasukkan ke dalam autoklaf pada tekanan 17,5 psi,

dengan suhu 1210C selama 60 menit. Kemudian alat-alat tersebut dimasukkan ke

dalam oven kecuali botol kultur.

Pembuatan Larutan Stok

Pembuatan larutan stok bertujuan untuk memudahkan pekerjaan dalam

membuat media. Larutan stok dibuat sesuai dengan komposisi media MS

(Lampiran. 3) yang diaduk dalam erlenmeyer dengan konsentrasi yang lebih

pekat. Setelah membuat larutan stok garam-garam, perlu dibuat stok zat pengatur

tumbuh biasanya dalam 100 ml. Stok harus disimpan di dalam lemari es.

Pembuatan Media

Media yang digunakan dalam penelitian ini adalah media MS dengan

menggunakan dua zat pengatur tumbuh NAA dan BAP. Untuk pembuatan media

1 liter dilakukan dengan mengisi beker gelas dengan aquades steril sebanyak 300

(35)

30

30

Piridoksin-HCl, dan Tiamin-HCl sebanyak 10 ml. Kemudian ditambahkan

Myo-inositol dan sukrosa. Setelah itu, ditambahkan aquades sampai mendekati

1000 ml. Lalu, pH-nya diukur dengan menggunakan pH meter dan dilihat

angkanya. Bila pH masih dibawah 5,7 maka perlu ditambah NaOH 1 N, tetapi bila

pH sampai mencapai 6,0 (melebihi 5,8) maka ditambah HCl 1 N. Kemudian,

ditambahkan aquades hingga volume mencapai 1000 ml. Lalu ditambahkan

agar-agar. Diaduk dengan menggunakan stirer sampai mendidih dan agar-agarnya larut

semua. Larutan dituangkan ke dalam 9 botol, masing-masing botol berisi 100 ml

dan sisanya disimpan dalam lemari pendingin. Setiap botol ditambahkan zat

pengatur tumbuh NAA dan BAP sesuai dengan kombinasi perlakuan. Kemudian

setiap media perlakuan dituangkan ke dalam botol kultur sesuai dengan

kombinasinya sehingga setiap botol kultur berisi 15 ml yang telah berlabel dan

ditutup dengan aluminium foil. Media ini selanjutnya disterilkan dengan autoklaf

pada suhu 1210C, tekanan 17,5 psi, selama 30 menit. Setelah itu media diletakkan

di dalam media kultur.

Pemotongan Eksplan

Eksplan yang digunakan adalah nodus ganda yang diambil dari planlet

dengan media MS. Planlet dikeluarkan dari botol kultur dengan menggunakan

pinset setelah itu planlet dipotong-potong dengan menggunakan skalpel.

Kemudian daun yang terdapat pada nodus ganda dipotong sepertiga. Pemotongan

(36)

31

31 Penanaman Eksplan

Penanaman eksplan dilakukan di LAF yang telah disterilkan dengan

alkohol 96%. Eksplan yang telah dipotong kemudian di celupkan ke dalam larutan

betadine dan dibilas dengan aquades steril hingga bersih sebanyak tiga kali.

Eksplan yang sudah steril diletakkan di petridis. Diambil botol media lalu di

dekatkan dengan api bunsen kemudian eksplan ditanam ke dalam botol media

sesuai dengan perlakuan, setiap botol media terdapat 2 eksplan. Setelah itu botol

media dikembalikan ke dalam ruang kultur.

Pemeliharaan

Botol-botol yang telah ditanami eksplan diletakkan pada rak-rak kultur di

dalam ruang kultur. Setiap hari disemprot dengan alkohol 96% agar bebas dari

organisme yang menyebabkan terjadi kontaminasi.

Parameter Pengamatan

Persentase eksplan yang hidup (%)

Pengamatan dilakukan pada akhir penelitian dengan menghitung jumlah

eksplan yang hidup.

Persentase eksplan yang hidup = Jumlah eksplan yang hidup x 100%

Jumlah eksplan seluruhnya

Persentase eksplan membentuk tunas (%)

Pengamatan dilakukan pada akhir penelitian dengan menghitung jumlah

(37)

32

32

Persentase eksplan membentuk tunas = Jumlah eksplan yang membentuk tunas x

Jumlah eksplan seluruhnya

Jumlah tunas (buah)

Dihitung pada akhir penelitian dengan menghitung jumlah tunas yang

muncul.

Panjang tunas (cm)

Diukur pada akhir penelitian dengan menggunakan kertas milimeter mulai

dari tempat munculnya tunas (pangkal) sampai ujung tunas tertinggi.

Jumlah buku (buah)

Dihitung pada akhir penelitian dengan menghitung jumlah buku yang

muncul.

(38)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Dari analisa data yang dilakukan, diperoleh bahwa pemberian NAA tidak

berpengaruh nyata terhadap semua parameter pengamatan, sedangkan pemberian

BAP berpengaruh nyata terhadap jumlah tunas dan tidak berpengaruh nyata

terhadap parameter pengamatan yang lain. Adapun interaksi antara NAA dan

BAP tidak berpengaruh nyata terhadap semua parameter.

Persentase eksplan yang hidup (%)

Dari data pengamatan persentase eksplan yang hidup pada Lampiran 4,

dapat dilihat bahwa perlakuan konsentrasi NAA, BAP dan interaksi antara kedua

perlakuan tidak berpengaruh nyata pada parameter persentase eksplan yang hidup.

Rataan persentase eksplan yang hidup dari perlakuan konsentrasi NAA

dan BAP dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Pengaruh konsentrasi NAA dan BAP terhadap persentase ekplan yang hidup

Dari Tabel 1 dapat dilihat bahwa semua perlakuan konsentrasi NAA, BAP

dan interaksi antara kedua perlakuan tidak berpengaruh nyata terhadap persentase

(39)

34

34 Persentase eksplan membentuk tunas (%)

Dari data pengamatan persentase eksplan membentuk tunas pada

Lampiran 5, dapat dilihat bahwa perlakuan konsentrasi NAA, BAP dan interaksi

antara kedua perlakuan tidak berpengaruh nyata pada parameter persentase

eksplan membentuk tunas.

Rataan persentase eksplan membentuk tunas dari perlakuan konsentrasi

NAA dan BAP dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Pengaruh konsentrasi NAA dan BAP terhadap persentase eksplan

Dari Tabel 2 dapat dilihat bahwa semua perlakuan konsentrasi NAA, BAP

dan interaksi antara kedua perlakuan tidak berpengaruh nyata terhadap persentase

ekplan membentuk tunas yaitu sebesar 100%.

Jumlah tunas (buah)

Dari data pengamatan jumlah tunas pada Lampiran 6 dan sidik ragam pada

Lampiran 7, dapat dilihat bahwa perlakuan konsentrasi BAP berpengaruh nyata

terhadap jumlah tunas sedangkan konsentrasi NAA dan interaksi antara kedua

perlakuan tidak berpengaruh nyata pada parameter jumlah tunas.

Rataan jumlah tunas dari perlakuan konsentrasi NAA dan BAP dapat

(40)

35

35

Tabel 3. Pengaruh konsentrasi NAA dan BAP terhadap jumlah tunas

Perlakuan N0 N1 N2 N3 Rataan

B0 1,25 1,50 1,50 1,00 1,31 c

B1 1,50 1,00 1,00 1,50 1,25 c

B2 1,50 1,50 2,00 1,50 1,63 b

B3 1,50 1,50 2,00 2,00 1,75 a

Rataan 1,44 1,38 1,63 1,50 1,48

Keterangan: Angka-angka yang diikuti huruf yang tidak sama menunjukkan pengaruh nyata pada uji jarak Duncan pada taraf kepercayaan 0,05

Dari Tabel 3 dapat dilihat bahwa jumlah tunas tertinggi pada perlakuan

NAA terdapat pada N2 yaitu sebesar 1,63 buah yang tidak berpengaruh nyata

terhadap semua perlakuan dan terendah pada N1 yaitu yaitu sebesar 1,38 buah.

Pada perlakuan BAP jumlah tunas tertinggi terdapat pada B3 yaitu sebesar

1,75 buah yang berpengaruh nyata terhadap semua perlakuan dan terendah pada

B1 yaitu yaitu sebesar 1,25 buah.

Pengaruh konsentrasi BAP pada jumlah tunas dapat dilihat pada

Gambar 1.

(41)

36

36 Panjang tunas (cm)

Dari data pengamatan panjang tunas pada Lampiran 8 dan sidik ragam

pada Lampiran 9, dapat dilihat bahwa perlakuan konsentrasi NAA, BAP dan

interaksi antara kedua perlakuan tidak berpengaruh nyata pada parameter panjang

tunas.

Rataan panjang tunas dari perlakuan konsentrasi NAA dan BAP dapat

dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Pengaruh konsentrasi NAA dan BAP terhadap panjang tunas

Perlakuan N0 N1 N2 N3 Rataan

Dari Tabel 4 dapat dilihat bahwa panjang tunas terpanjang pada perlakuan

NAA terdapat pada N0 yaitu sebesar 1,36 cm yang tidak berpengaruh nyata

terhadap semua perlakuan dan terendah pada N3 yaitu sebesar 0,72 cm.

Pada perlakuan BAP panjang tunas terpanjang pada perlakuan B3 yaitu

sebesar 1,16 cm yang tidak berpengaruh nyata terhadap semua perlakuan dan

terendah pada B2 yaitu sebesar 0,89.

Jumlah buku (buah)

Dari data pengamatan jumlah buku pada Lampiran 10 dan sidik ragam

(42)

37

37

interaksi antara kedua perlakuan tidak berpengaruh nyata pada parameter jumlah

buku.

Rataan jumlah buku dari perlakuan konsentrasi NAA dan BAP dapat

dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Pengaruh konsentrasi NAA dan BAP terhadap jumlah buku

Perlakuan N0 N1 N2 N3 Rataan

Dari Tabel 5 dapat dilihat bahwa jumlah buku tertinggi pada perlakuan

NAA terdapat pada N2 yaitu sebesar 3,00 buah yang tidak berpengaruh nyata

terhadap semua perlakuan dan terendah pada N1 yaitu sebesar 2,01 buah.

Pada perlakuan BAP jumlah buku tertinggi pada perlakuan B3 yaitu

sebesar 2,95 buah yang tidak berpengaruh nyata terhadap semua perlakuan dan

terendah pada B0 yaitu sebesar 1,75 buah.

Pembahasan

Pengaruh NAA terhadap mikropropogasi kantung semar

Dari hasil analisis data diketahui bahwa pemberian NAA tidak

berpengaruh nyata terhadap semua peubah amatan seperti persentase eksplan yang

hidup, persentase eksplan membentuk tunas, jumlah tunas, jumlah buku, dan

panjang tunas. Hal ini diduga karena NAA bekerja pada kisaran konsentrasi yang

(43)

38

38

diberikan kepada eksplan melebihi batas kepekatan maka NAA akan menjadi

racun bagi tanaman karena mendekati kepekatan optimum perakaran sehingga

pertumbuhan dari tunas akan terhambat. Hendaryono dan Wijayani (1994) NAA

juga mempunyai sifat-sifat yang tidak baik juga, karena mempunyai kisaran

kepekatannya yang sempit. Batas kepekatan yang meracun dari zat ini sangat

mendekati kepekatan optimum untuk perakaran. Dengan demikian, kita perlu

waspada agar kepekatan optimum ini tidak terlampaui. Selain itu, diduga karena

konsentrasi NAA yang diberikan belum tepat sehingga belum memberikan

pengaruh yang nyata terhadap eksplan yang dikulturkan. Gunawan (1992)

menyatakan faktor yang perlu mendapat perhatian dalam penggunaan zat pengatur

tumbuh antara lain jenis zat pengatur tumbuh yang digunakan, konsentrasi, urutan

penggunaan dan periode masa inkubasi dalam kultur tertentu. .

Pengaruh BAP terhadap mikropropogasi kantung semar

Dari hasil analisis data diketahui bahwa pemberian BAP berpengaruh

nyata terhadap jumlah tunas dan tidak berpengaruh nyata terhadap peubah amatan

yang lain seperti persentase eksplan yang hidup, persentase eksplan membentuk

tunas, jumlah buku, dan panjang tunas. BAP berpengaruh nyata terhadap jumlah

tunas, dikarenakan BAP yang diberikan kepada eksplan masih bisa diabsorbsi dan

ditranslokasikan ke jaringan sehingga proses pembentukan tunas berjalan dengan

baik. Namun, disisi lain pemberian BAP tidak menampakkan pengaruhnya

terhadap peubah amatan yang lain, hal ini diduga karena eksplan belum dapat

(44)

39

39

pertumbuhan dan perkembangan tanaman ada yang terhambat. Wattimena, dkk

(1992) menyatakan zat pengatur tumbuh yang diberikan harus dapat diabsorbsi

dan ditranslokasikan ke jaringan target. Hal ini tentu tergantung dari formulasi

dan konsentrasi zat pengatur tumbuh sehingga dapat dikatakan bahwa pada

konsentrasi tersebut belum dapat diabsorbsi dan ditranslokasikan oleh tanaman

untuk pertumbuhan dan perkembangan.

Pengaruh interaksi konsentrasi NAA dan BAP terhadap mikropropogasi kantung semar

Dari hasil analisis data diketahui bahwa interaksi NAA dan BAP tidak

berpengaruh nyata terhadap seluruh parameter pengamatan seperti persentase

eksplan yang hidup, persentase eksplan membentuk tunas, jumlah tunas, jumlah

buku, dan panjang tunas. Hal ini diduga karena interaksi konsentrasi NAA dan

BAP yang diberikan belum mampu mencapai taraf keseimbangan untuk

pertumbuhan dan morfogenesis tanaman. Wattimena (1992) menyatakan bahwa di

dalam kultur jaringan morfogenesis dari eksplan selalu tergantung dari interaksi

antara auksin dan sitokinin. Perlu diperhatikan bahwa apa yang digambarkan

tentang pengaruh interaksi auksin dan sitokinin merupakan gambaran kasar.

Interaksi yang ditemukan dalam praktek pada umumnya lebih kompleks.

Konsentrasi yang diperlukan dari masing-masing ZPT tersebut

(auksin dan sitokinin) tergantung dari jenis eksplan, genotipa, kondisi kultur serta

jenis sitokinin dan auksin yang dipergunakan. Selain itu, pada keadaan tertentu

(45)

40

40

pertumbuhan dan perkembangan eksplan menjadi terhambat. Didukung juga oleh

George dan Sherrington (1984) sitokinin biasanya tidak digunakan untuk tahap

pengakaran pada mikropropogasi karena aktivitasnya yang dapat menghambat

pembentukan akar, menghalangi pertumbuhan akar, dan menghambat pengaruh

(46)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Perlakuan konsentrasi NAA tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah

tunas dan jumlah buku pada mikropropogasi tunas kantong semar.

2. Perlakuan konsentrasi BAP berpengaruh nyata terhadap jumlah tunas

sedangkan terhadap jumlah buku tidak berpengaruh nyata pada

mikropropogasi tunas kantong semar.

3. Interaksi antara konsentrasi NAA dan BAP tidak berpengaruh nyata

terhadap jumlah tunas dan jumlah buku pada mikropropogasi tunas

kantong semar.

Saran

Perlu dilakukan penelitian lanjutan dengan menggunakan konsentrasi dan

zat pengatur tumbuh yang berbeda untuk melihat pengaruh yang paling baik

(47)

DAFTAR PUSTAKA

Cheek, M. Dan M. Jebb. 2001. Flora Malesiana Series I. Seed Plants. Volume 15. National Herbarium Netherland, Universitas Leiden Branch. Netherland.

Dwidjoseputro, D. 1981. Pengantar Fisiologi Tumbuhan. Penerbit PT Gramedia: Jakarta.

Ekawati, E. 2010. Modul Pjj Teknik Mikropropagasi Tanaman Perkebunan Bidang Peminatan Kultur Jaringan Tanaman. http://www.panpandiz.co.cc/2009/05/modul-pjj-teknik-mikropropagasi

tanaman.html. Diakses tanggal 19 Januari 2010.

Gardner, F. B., R.B. Pearce dan R. Mitchell, 1991. Fisiologi Tanaman Budidaya. Terjemahan H. Susilo dan Subiyanto. UI Press: Jakarta.

George, E.F and P.D. Sherrington. 1984. Plant Propagation by Tissue Culture, Handbook and Directory of Comercial Laboratoryes. Easter Press, England.

Gunawan, L.W. 1995. Teknik Kultur Jaringan In Vitro dalam Hortikultura. Penebar Swadaya: Jakarta.

Hartmann, H.T., D.E. Kester, F.T. Davies and R.L. Geneve. 2002. Plant Propagation Principles and Practiese, 6th Ed. New Delhi: Prentice Hall of Insia Private Limited.

Hendaryono, D.P.S. dan A. Wijayani. 1994. Teknik Kultur Jaringan, Pengenalan dan Petunjuk Perbanyakan secara vegetatip. Jogjakarta: Kanisius.

Hernawati dan Akhriadi. 2006. A File Guide to The Nepenthes of Sumatera. Jawa Barat. Indonesia. Sumatera Nature Study. pp.

Lakitan, B. 1995. Fisiologi Pertumbuhan dan Perkembangan Tanaman. RajaGrafindo Persada: Jakarta.

Mansur, M. 2006. Nepenthes Kantong Semar Yang Unik. Penebar Swadaya: Jakarta.

Penebar Swadaya. 2006. Trubus Info Kit, Nepenthes. Volume 05, Depok. Trubus. Penebar Swadaya: Jakarta.

(48)

32

32

Salisbury, F.B. dan Ross, W.C., 1995. Fisiologi Tumbuhan Jilit Tiga. Penerjemah. Lukman, D. R. Dan Sumaryono. Penerbit ITB: Bandung.

Soeryowinoto, M. 1996. Pemuliaan Tanaman Secara In Vitro. Kanisius: Jogjakarta.

Steel, R.G.D dan J.H. Torrie. 1995. Prinsip dan Prosedur Statistik. Gramedia, Pustaka Utama, Jakarta.

Sulaiman, A.H. 1996. Dasar-Dasar Biokimia untuk Pertanian, USU-Press, Medan.

Wattimena, dkk. 1992. Bioteknologi Tanaman. Laboratorium Kultur Jaringan Tanaman, Pusat Antar Spesies, IPB, Bogor.

Wilkins, M.B., 1992. Fisiologi Tanaman. Penerjemah Sutedjo M.M dan Kartasapoetra A.G. penerbit Bumi Aksara: Jakarta.

Yusnita, 2003. Kultur Jaringan. Cara Memperbanyak Tanaman Secara Efisien. Agromedia Pustaka: Jakarta.

Yuwono, T. 2008. Bioteknologi Pertanian. Gadjah Mada University Press: Yogyakarta.

Gambar

Tabel 1. Pengaruh konsentrasi NAA dan BAP terhadap persentase ekplan yang    hidup
Tabel 3. Pengaruh konsentrasi NAA dan BAP terhadap jumlah tunas
Tabel 4. Pengaruh konsentrasi NAA dan BAP terhadap panjang tunas
Tabel 5. Pengaruh konsentrasi NAA dan BAP terhadap jumlah buku

Referensi

Dokumen terkait

Pada tahap ini kegiatan yang dilakukan meliputi kegiatan peer coaching, dengan berdasar pada hasil rekaman atas kegiatan pembelajaran yang telah dilakukan.

Tinggi rendahnya lama penyalaan sampai menjadi abu disebabkan karena ukuran partikel dari serbuk limbah arang serbuk gergajian kayu yang lebih halus sehingga

Salah satu faktor yang menunjang pengakuan pendapatan adalah perlu adanya metode pengakuan pendapatan berdasarkan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No. 23

Berdasarkan perhitungan t-tes dengan taraf signifikansi 5% diperoleh t hitung = 2,27, sedangkan t tabel =1,68 Karena t hitung > t tabel sehingga dapat

Pembahasannya berupa cara kerja dan isi dari program yang ada pada aplikasi tersebut, dengan judul “Detektor Posisi Kendaraan bermotor dengan sensor GPS dan Aplikasi

Selanjutnya preskripsi pengaturan hasil pada hutan bekas tebangan lain yang tidak memiliki PUP, dengan menggunakan model komponen dinamika struktur tegakan yang diperoleh

Karena F hitung 41,855 > F Tabel 2,47 dan probabilitas jauh lebih kecil dari 0,05 maka model regresi dapat digunakan untuk memprediksi Keputusan Pembelian

Sejak Okun menemukan hubungan negatif antara tingkat pengangguran dengan kesenjangan output, penurunan setiap 1 persen tingkat pengangguran untuk setiap kenaikan 3 persen