• Tidak ada hasil yang ditemukan

penting tidak memiliki hubungan yang signifikan dengan persepsi petani terhadap program GP3K. Penelitian ini menganalisis hubungan antara

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "penting tidak memiliki hubungan yang signifikan dengan persepsi petani terhadap program GP3K. Penelitian ini menganalisis hubungan antara"

Copied!
36
0
0

Teks penuh

(1)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Penelitian Terdahulu

Nine Elegina Setiawan (2010) Persepsi Masyarakat Peserta Program

Operasi Daerah Agraria (PRODA) Sertifikasi Tanah Bersubsidi Di Kecamatan Tawwangsari Kabupaten Sukoharjo bahwa terdapat hubungan yang signifikan

antara umur, pendidikan formal, luas lahan, pendapatan dan motivasi dengan persepsi masyarakat peserta Program Operasi Daerah Agraria (PRODA) sertifikasi tanah bersubsidi di Kecamatan Tawangsari Kabupaten Sukoharjo, sedangkan pengalaman dan pendidikan non formal tidak terdapat hubungan yang signifikan. Penelitian ini program yang dikaji adalah Program Operasi Daerah Agraria (PRODA) sedangkan penelitian ini kajian terhadap program Kartu tani, disamping itu pula penelitian ini menggunakan analisis korelasi rank spearman serta uji beda U Mann Whitney untuk membedakan persepsi terhadap program Kartu Tani di tinjau dari lingkungan petani serta kedudukan di kelompok tani.

Penelitian yang dilakukan Indri Wahyuniarti (2011) dengan judul Persepsi

Petani Terhadap Bahan Pangan Organik di Desa Sukorejo Kecamatan Sambirejo Kabupaten Sragen bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara umur,

pendidikan non formal dan lingkungan sosial petani dengan persepsi petani terhadap bahan pangan organik di Desa Sukorejo dan tidak terdapat hubungan yang signifikan antara pendidikan formal, pendapatan serta pengalaman petani dengan persepsi petani. Pada penelitian faktor internal luas lahan tidak dianalisis serta faktor eksternal pada penelitian ini adalah lingkungan sosial sedangkan pada penelitian ini faktor eksternal yang dianalisis adalah lingkungan sosial, lingkungan petani serta kedudukan petani dalam kelompok tani.

Eko Budi Hariyani 2013 dalam penelitiannya yang berjudul Persepsi Petani

Terhadap Program Gerakan Peningkatan Produksi Pangan Berbasis Korporasi (GP3K) di Desa Jati Kecamatan Jaten Kabupaten Karanganyar diperoleh hasil

bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara pendidikan formal, pendidikan non formal, pengalaman, motivasi, lingkungan sosial dan kedekatan program dengan persepsi petani terhadap program GP3K. Umur yang dianggap faktor

(2)

penting tidak memiliki hubungan yang signifikan dengan persepsi petani terhadap program GP3K. Penelitian ini menganalisis hubungan antara faktor-faktor pembentuk perspsei dan kualitas informasi dengan persepsi petani terhadap program GP3K dengan metode analisis data menggunakan korelasi Parsial sedangkan penelitian ini menganalisis hubungan antara faktor-faktor persepsi dengan persepsi petani terhadap program Kartu Tani dengan menggunakan metode analisis data korelasi rank Spearman

Penelitian dengan judul Persepsi Petani Terhadap Padi Varietas Situ

Bagendit di Kecamatan Delanggu Kabupaten Klaten oleh Annisa Novitasari

(2013) menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara pendidikan non formal dan aksesibilitas petani dengan persepsi petani terhadap padi varietas situ bagendit sedangkan umur, pendidikan formal, pengalaman dan lingkungan sosial tidak memiliki hubungan yang signifikan. Faktor luas lahan dan pendapatan tidak dianalisis pada penelitian ini serta fokus penelitian pada varietas padi sedangkan dalam penelitian ini berfokus pada program Kartu Tani.

Penelitian yang dilakukan Agus Harianto (2014) dengan judul Tingkat

Persepsi Dan Adopsi Petani Padi Terhadap Penerapan System Of Rice Intensification (SRI) Di Desa Simarasok, Sumatera Barat bahwa usia, dan lama

usaha tani berpengaruh nyata dengan tingkat persepsi dan adopsi petani terhadap penerapan metode SRI sedangkan luas lahan, lama pelatihan, tingkat pendidikan tidak berpengaruh nyata dengan tingkat persepsi dan adopsi petani terhadap penerapan metode SRI. Pada penelitian ini analisis data menggunakan analisis regresi logistik dan uji Wald sedangkan pada penelitian ini menggunakan analisis rank spearman dan uji Beda.

(3)

B. Landasan Teori

1. Pembangunan Pertanian

Pembangunan pertanian dapat didefinisikan sebagai suatu proses perubahan sosial. Implementasinya tidak hanya ditujukan untuk meningkatkan status dan kesejahteraan petani semata, tetapi sekaligus juga dimaksudkan untuk mengembangkan potensi sumberdaya manusia baik secara ekonomi, sosial, politik, budaya, lingkungan, maupun melalui perbaikan (improvement), pertumbuhan (growth) dan perubahan (change) (Iqbal dan Sudaryanto, 2008)

Perbaikan kehidupan masyarakat (better community), yang tercermin dalam perbaikan pendapatan, stabilitas keamanan dan politik, yang sangat diperlukan bagi terlaksananya pembangunan pertanian yang merupakan subsistem pembangunan masyarakat (community deevelopment). Tentang hal ini, pengalaman menunjukan bahwa pembangunan pertanian tidak dapat berlangsung seperti diharapkan, manakala petani tidak memiliki cukup dana yang didukung oleh stabilitas politik dan keamanan serta pembangunan bidang dan sektor kehidupan yang lain. Sebaliknya, pembangunan pertanian menjadi tidak berarti manakala tidak memberikan perbaikan kepada kehidupan masyarakatnya (Mardikanto, 2009)

Menurut A T. Mosher dalam Lincolin Arsyad (1999) pembangunan pertanian jika ingin dikembangkan ada beberapa syarat - syarat, yaitu syarat-syarat mutlak dan syarat-syarat-syarat-syarat pelancar. Syarat-syarat-syarat mutlak adalah : a) Adanya pasar untuk hasil-hasil usaha tani, b) Teknologi yang senatiasa berkembang, c) Tersedianya bahan-bahan dan alat-alat produksi secara lokal, d) Adanya perangsang produksi bagi petani, e) Tersedianya pengangkutan yang lancar dan kontinyu, yang termasuk syarat-syarat atau sarana pelancar adalah : a) Pendidikan pembangunan, b) Kredit produksi, c) Kegiatan gotong royong petani, d) Perbaikan dan perluasan tanah pertanian, e) Perencanaan nasional pembangunan pertanian.

Menurut Mangunwidjaya (2005) pembangungan pertanian bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup petani khususnya petani kecil melalui

(4)

peningkatan pendapatan dan kegiatan usahatani pertaniannya, meningkatkan kemampuan petani serta daya saing produl dan jasa pertanian nasional, mencegah degradasi lingkungan akibat kegiatan sektor pertanian, menjamin ketahanan pangan yang dinamis, memanfaatkan sumber daya alam secara rasional, guna menjamin kegiatan pembangunan pertanian secara berkelanjutan.

Tujuan utama kebijakan pembangunan pertanian adalah meningkatkan produksi pangan dalam jumlah yang sama dengan permintaan akan bahan pangan yang semakin meningkat dengan harga bersaing di pasar dunia melalui produksi yang efisien (Van den Ban dan Hawkins 1999). Menurut Hasibuan (2001) kebijakan adalah suatu jenis rencana yang memberikan bimbingan berpikir dan arah dalam pengambilan keputusan. Karena dengan kebijakan ini maka rencana akan semakin baik dan menjuruskan daya pikir dari pengambil keputusan ke arah tujuan yang diinginkan.

Kebijakan adalah pernyataan - pernyataan atau pengertian – pengertian umum yang memberikan bimbingan berpikir dalam menentukan keputusan. Fungsinya adalah menandai lingkungan di sekitar yang dibuat,sehingga memberikan jaminan bahwa keputusan - keputusan itu akan sesuai dengan dan akan menyokong tercapainya arah atau tujuan (Harold Koontz dalam Hasibuan, 2001)

Pembangunan pertanian di Jawa Tengah memiliki peranan penting dan strategis dalam pembangunan nasional dan regional. Peranan sektor pertanian bukan saja terhadap ketahanan pangan, tetapi juga memberikan andil yang cukup besar terhadap kesempatan kerja, sumber pendapatan serta perekonomian regional (Faqih, 2009)

2. Petani

Menurut Hernanto (1995), petani adalah setiap orang yang melakukan usaha untuk memenuhi sebagian atau seluruh kebutuhan kehidupannya di bidang pertanian dalam arti luas yang meliputi usaha tani pertanian, peternakan, perikanan (termasuk penangkapan ikan), dan pemungutan hasil laut. Petani sebagai pengelola usahatani harus dapat mengatur, melaksanakan

(5)

dan mengawasi kegiatan usahataninya baik secara teknis maupun ekonomis. Disamping itu, tersedianya sarana produksi dan peralatan akan menunjang keberhasilan petani sebagai juru tani.

Wolf (1985) dalam Budiono et. al. (2006) menyatakan bahwa petani adalah orang desa yang kegiatannya bercocok tanam dan beternak, untuk memenuhi kebutuhannya. Soetriono (2006) menegaskan bahwa petani adalah manusia yang berusaha mengatur atau mengusahakan tumbuh-tumbuhan dan hewan serta memanfaatkan hasilnya. Petani sebaiknya memiliki kemampuan manajerial yang memungkinan mereka untuk membuat usahataninya lebih produktif sehingga dapat meningkatkan manfaat dan penerimaan hasil usahataninya.

Petani sebagai unsur usaha tani memegang peranan penting dalam pemeliharaan tanaman atau ternak agar dapat tumbuh dengan baik, ia berperan sebagai pengelola usaha tani. Petani sebagai pengelola usaha tani berarti ia harus mengambil berbagai keputusan dalam memanfaatkan lahan yang dimiliki atau disewa dari petani lainnya untuk kesejahteraan hidup keluarganya (Rodjak, 2006). Lebih lanjut Hernanto (1993) menyatakan petani banyak mempunyai sebutan fungsi dan kedudukan atas perannya, yaitu petani sebagai pribadi, petani sebagai kepala keluarga, petani sebagai guru, petani sebagai pengelola usahatani, petani sebagai anggota sosial atau kelompok, petani sebagai warga negara.

Ciri-ciri masyarakat petani sebagai berikut: 1) satuan keluarga (rumah tangga) petani adalah satuan dasar dalam masyarakat desa yang berdimensi ganda, 2) petani hidup dari usahatani, dengan mengolah tanah (lahan), 3) pola kebudayaan petani berciri tradisional dan khas, dan 4) petani menduduki posisi rendah dalam masyarakat, mereka adalah ’orang kecil’ terhadap masyarakat di atas-desa (Sajogyo, 1999). Adapun ”petani kecil” dengan ciri-ciri sebagai berikut: 1) berusahatani dalam tekanan penduduk lokal yang meningkat, 2) mempunyai sumberdaya terbatas sehingga menciptakan tingkat hidup yang rendah, 3) bergantung seluruhnya atau sebagian kepada produksi

(6)

yang subsisten, dan 4) kurang memperoleh pelayanan kesehatan, pendidikan, dan pelayanan lainnya (Arie Sujito, 2013).

3. Persepsi

Persepsi merupakan proses menerima informasi atau stimuli dari lingkungan dan mengubahnya kedalam proses pemberian arti atau makna terhadap lingkungan. Persepsi bisa terjadi dengan sendirinya. Sistem individu dalam persepsi berbeda, yaitu persepsi dalam belajar yang berbeda, kesiapan mental, kebutuhan dan motivasi persepsi gaya berpikir yang berbeda (kognitif

style). Persepsi adalah proses komunikasi karena jika persepsi kita tidak

akurat, tidak mungkin kita berkomunikasi dengan efektif. Persepsilah yang menentukan kita memilih sesuatu pesan dan mengabarkan pesan yang lain. Semakin tinggi derajat kesamaan persepsi antar individu, semakin mudah dan sering kita berkomunikasi (Van Den Ban dan Hawkins dalam Mulyana (2001))

“Perception is the process by which we receive information or stimuli from our environment and transform it into psychological awarness. Morgan describes perception as "the process of discriminating among stimuli and of interpreating their meanings. It interverne between sensory processe, on the one hand, and behaviour, on the other. Being an interverning process it is not directly observable”

Persepsi adalah proses bagaimana kita menerima informasi atau rangsangan dari lingkungan kita dan mengubahnya menjadi kesadaran psikologis. Morgan menjelaskan persepsi sebagai proses yang membedakan antara rangsangan dan interpretasi terhadap makna tersebut. Hal tersebut merupakan campur tangan antara proses sensori, disatu sisi, dan perilaku, di pihak lain. Menjadi proses campur tangan tidak langsung yang diamati (Hawkins et. al. 1982)

Menurut Rakhmat (2001) persepsi adalah pengalaman tentang objek, peristiwa, atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan. Selain itu persepsi juga diartikan sebagai pemberian makna pada stimuli indrawi (Sensory Stimuly). Persepsi juga dapat diartikan sebagai proses memberi makna pada sensasi sehingga manusia memperoleh pengetahuan baru, dengan kata lain persepsi

(7)

mengubah sensasi menjadi informasi. Sedangkan menurut Walgito (1990) persepsi merupakan suatu proses yang didahului oleh penginderaan, yaitu merupakan proses yang berwujud diterimanya stimulus oleh individu melalui alat reseptornya, namun proses itu tidak berhenti sampai disitu saja, melainkan stimulus itu dilanjutkan atau diteruskan ke pusat susunan syaraf yaitu otak dan terjadilah proses psikologis, sehingga individu menyadari apa yang ia lihat, apa yang ia dengar, dan individu mengalami persepsi.

Mulyana (2010) memaparkan persepsi adalah inti komunikasi, sedangkan penafsiran (interpretasi) adalah inti persepsi, yang identik dengan penyandian balik (decoding) dalam proses komunikasi. Persepsi disebut inti komunikasi, karena jika persepsi kita tidak akurat, tidak mungkin kita berkomunikasi dengan efektif. Persepsilah yang menentukan kita memilih suatu pesan dan mengabaikan yang lain. Semakin tinggi derajat kesamaan persepsi antar individu, semakin mudah dan semakin sering mereka berkomunikasi, dan sebagai konsekuensinya semakin cenderung membentuk kelompok budaya atau kelompok identitas.

Persepsi adalah penelitian bagaimana kita mengintegrasikan sensasi ke dalam persepsi objek, dan bagaimana kita selanjutnya menggunakan persepsi itu untuk mengenali dunia (persepsi adalah hasil dari proses perceptual) (Atkinson et. al, 2001). Persepsi adalah proses aktif dalam penggalian rangsangan sensorik, evaluasi, interpretasi dan tanggapan dari stimulus sensorik. Persepsi adalah hasil akhir dari interaksi antara rangsangan dan stimulus berdasarkan pengetahuan tentang Pengamat, sementara motivasi dan emosi memainkan peran penting dalam proses ini. Persepsi dipengaruhi oleh berbagai faktor-faktor individu yang dapat menyebabkan interpretasi (Thomson, 2008)

Walgito (2004) mengemukakan bahwa persepsi seseorang merupakan proses aktif yang memegang peranan, bukan hanya stimulus yang mengenainya tetapi juga individu sebagai satu kesatuan dengan pengalaman-pengalamannya, motivasi, serta sikapnya yang relevan dalam menanggapi

(8)

stimulus. Individu dalam hubungannya dengan dunia luar selalu melakukan pengamatan untuk dapat mengartikan rangsangan yang diterima dan alat indera dipergunakan sebagai penghubungan antara individu dengan dunia luar. Agar proses pengamatan itu terjadi, maka diperlukan obyek yang diamati alat indera yang cukup baik dan perhatian merupakan langkah pertama sebagai suatu persiapan dalam mengadakan pengamatan. Persepsi dalam arti umum adalah pengertian seseorang terhadap sesuatu yang akan membuat respons cara dan dengan sesuatu seseorang akan bertindak.

“Perception involves schemata, exploration, and stimuli. Perseptual schemata (interval representations) direct perceptual exploration towards relevant enviromental stimuli. Exploration may mean moving around, and allows sampling of the available stimuli. If the samples do not match the scema, then the schemata play a larger part. Such constructivist theories can explain visual illusion better than direct perception theories. If the stored information is being used to make sense of curren stimuli the illusion may be the result of applying thin knowledge incorectly”

Persepsi melibatkan skema eksplorasi, dan rangsangan. Perseptual skemata (representasi internal) eksplorasi perseptual langsung terhadap rangsangan lingkungan yang relevan. Eksplorasi dapat berarti bergerak dan memungkinkan sampling dari rangsangan yang tersedia. Jika sampel tidak cocok skema, maka skema yang memainkan ilusi visual yang lebih baik daripada langsung mengarah ke teori-teori persepsi. Jika informasi yang tersimpan digunakan untuk memahami rangsangan pada saat ini, ilusi

mungkin hasil penerapan pengetahuan yang salah (Neiser dalam Gavin, 1998).

Menurut Philip Kotler dalam Bilson Simamora (2004), persepsi diartikan sebagai proses dimana individu memilih, merumuskan dan menafsirkan masukan informasi untuk menciptakan suatu gambaran yang berarti mengenai dunia. Orang dapat memberikan persepsi yang berbeda terhadap rangsangan yang sama karena tiga proses persepsi, yaitu:

a. Perhatian yang selektif (eksposur selektif)

Orang pada umumnya dihadapkan pada jumlah rangsangan yang sangat banyak setiap hari dan tidak semua rangsangan ini dapatditerima.

(9)

Perhatian yang selektif berarti harus dapat menarik perhatian konsumen, dimana pesan yang disampaikan akan hilang bagi kebanyakan orang yang tidak berada dalam pasar untuk produk tersebut, kecuali untuk pesan yang cukup menonjol atau dominan yang mengelilingi konsumen pasar tesebut.

b. Gangguan yang selektif (distorsi selektif)

Rangsangan yang diperhatikan konsumen pun tidak selalu seperti apa yang dimaksud. Setiap orang berusaha menyesuaikan informasi yang masuk dengan pandangannya. Distorsi selektif menggambarkan kecenderungan orang yang meramu informasi ke dala pengertian pribadi. Orang cenderung menafsirkan informasi dengan cara yang lebih mendukung daripada menentang konsepsi yang telah dimilikinya.

c. Mengingat kembali yang selektif (retensi selektif)

Orang cenderung melupakan apa yang mereka pelajari dan menahan informasi yang mendukung sikap dan kepercayaan mereka. Mengingat yang selektif berarti mereka akan mengingat apa yang dikatakan pesaing. Konsumen akan mengingatnya pada saat ia mengingat tentang pemilihan sebuah produk.

Krech dan Crutchfield dalam Rakhmat (2005) menyatakan bahwa persepsi seseorang dipengaruhi oleh faktor fungsional, faktor struktural,dan perhatian.

a. Faktor fungsional ialah faktor-faktor yang bersifat personal. Misalnya kebutuhan individu, usia, pengalaman masa lalu, kepribadian, jenis kelamin, dan hal-hal lain yang bersifat subjektif. Faktor fungsional berasal dari kebutuhan, pengalaman masa lalu, serta hal-hal lain yang termasuk apa yang kita sebut sebagai faktor-faktor personal. Faktor fungsional yang mempengaruhi persepsi lazim disebut juga sebagai kerangka rujukan.

b. Faktor struktural adalah faktor di luar individu, misalnya lingkungan, budaya, dan norma sosial sangat berpengaruh terhadap seseorang dalam mempresepsikan sesuatu. Faktor-faktor struktural berasal semata-mata

(10)

dari sifat stimuli fisik dan efek-efek syaraf yang ditimbulkan pada sistem syaraf individu. Struktur diperoleh dengan jalan mengelompokkan berdasarkan kedekatan atau persamaan. Prinsip kedekatan menyatakan bahwa stimuli yang berdekatan satu sama lain akan dianggap sebagai satu kelompok.

c. Faktor perhatian yang mempengaruhi persepsi dibedakan menjadi faktor eksternal penarik perhatian dan faktor internal penaruh perhatian. Faktor eksternal penarik perhatian yaitu gerakan, intensitas stimuli, kebaruan, dan perulangan. Faktor internal penaruh perhatian seperti faktor biologis serta faktor sosiopsikologis.

Menurut Walgito (2004), untuk mengadakan persepsi adanya beberapa faktor yang berperan yang merupakan syarat agar terjadi persepsi yaitu sebagai berikut :

a. Objek yang dipersepsi

Objek menimbulkan stimulus yang mengenai alat indera atau reseptor. Stimulus dapat dating dari luar individu yang mempersepsi, tetapi juga dapat datang dari dalam individu yang bersangkutan yang langsung mengenai syaraf penerima yang bkerja sebagai reseptor.

b. Alat indera, syaraf dan pusat susunan syaraf

Alat indera atau reseptor merupakan alat untuk menerima stimulus. Disamping itu juga harus ada syaraf sensoris sebagai alat untuk meneruskan stimulus yang diterima dari reseptor ke pusat susunan syaraf, yaitu otak sebagai pusat kesadaran. Sebagai alat untuk mengadakan respon diperlukan syaraf motoris.

c. Perhatian

Untuk menyadari alat untuk mengadakan persepsi diperlukan adanya perhatian, yaitu merupakan langkah pertama sebagai suatu persiapan dalam rangka mengadakan persepsi. Perhatian merupakan pemusatanatau konsenstrasi dari seluruh aktivitas yang ditujukan kepada sesuatu atau sekumpulan objek.

(11)

4. Faktor-faktor Pembentuk Persepsi

Faktor yang mempengaruhi proses pembentukan persepsi yaitu faktor fungsional dan faktor struktural. Faktor fungsional berasal dari kebutuhan, pengalaman masa lalu, dan hal-hal lain yang termasuk ke dalam faktor personal, jadi yang menentukan persepsi bukan jenis atau bentuk stimulus, tetapi karakteristik orang yang memberi respon terhadap stimuli itu. Sedangkan faktor struktural berasal semata-mata dari sifat stimuli fisik dan efek-efek saraf yang ditimbulkannya pada sistem saraf individu. Itu berarti secara struktural persepsi ditentukan oleh jenis dan bentuk rangsangan yang diterima (David Krech dan Richard S. Cruthfield (1997) dalam Rakhmat (2002))

“Farmers’ perceptions seem to be based on a collective tradition with shared convictions, values, norms, and interests and on knowledge that is derived from comparable rearing, schooling and daily experiences on the farm”

Persepsi petani tampaknya didasarkan pada tradisi kolektif dengan berbagi keyakinan, nilai-nilai, norma, dan kepentingan dan pengetahuan yang berasal dari pemeliharaan sebanding, sekolah dan pengalaman sehari-hari di pertanian. (Te Velde et. al. (2002) dalam Kilic dan Bozkurt (2013))

Proses pembentukan persepsi diawali dengan masuknya sumber melalui suara, penglihatan, rasa, roma atau sentuhan manusia, diterima oleh indera manusia (sensory receptor) sebagai bentuk sensasi. Sejumlah besar sensasi yang diperoleh dari proses pertama diatas kemudian diseleksi dan diterima. Fungsi penyaringan ini dijalankan oleh faktor seperti harapan oleh faktor seperti harapan individu, motivasi, dan sikap. Sensasi diperoleh dari hasil penyaringan pada tahap kedua itu merupakan input bagi tahap ketiga, tahap pengorganisasian sensasi. Dari tahap ini akan diperoleh sensasi yang merupakan satu kesatuan yang lebih teratur dibandingkan dengan sensasi yang sebelumnya. Tahap keempat merupakan tahap penginterpretasian seperti pengalaman, proses belajar, dan kepribadian. Apabila proses ini selesai dilalui, maka akan diperoleh hasil berupa persepsi (Riadi, 2012).

(12)

Walgito (2004) mengemukakan bawa persepsi pada prinsipsnya di pengaruhi oleh faktor-faktor internal. Selain itu masih ada faktor lain yang dapat mempengaruhi proses persepsi, yaitu faktor stimulus itu berlangsung, dan ini merupakan faktor eksternal. Stimulus dan lingkungan sebagai faktor eksternal dan individu sebagai faktor internal saling berinteraksi dalam individu melahirkan persepsi. Sedangkan menurut Rakhmat (2001) keberagaman persepsi meliputi beberapa faktor personal yang ada pada diri individu umur, pendidikan, pengetahuan, pengalaman, luas penguasaan lahan dan sebagainya.

Persepsi tergantung pada tingkat stimulus yang ada serta respon yang akan diberikan, hal tersebut tergantung pada individu masing-masing, karena pembentukan persepsi dapat dipengaruhi dari faktor internal maupun faktor eksternal, meliputi :

a. Umur

Istilah usia diartikan dengan lamanya keberadaan seseorang diukur dalam satuan waktu di pandang dari segi kronologik, individu normal yang memperlihatkan derajat perkembangan anatomis dan fisiologik sama (Nuswantari, 1998).

Usia produktif dari seseorang antara umur 20 tahun sampai 55 tahun. Ketika berada dalam usia produktif seseorang dapat mengatur kegiatannya dengan bagus. Bagi petani yang lebih tua bisa jadi mempunyai kemampuan berusahatani yang konservatif dan lebih mudah lelah. Sedangkan petani muda mungkin lebih miskin dalam pengalaman dan keterampilan tetapi biasanya sifatnya lebih progresif terhadap inovasi baru dan relatif lebih kuat. Dalam hubungan dengan perilaku petani terhadap resiko, maka faktor sikap yang lebih progresif terhadap inovasi baru inilah yang lebih cenderung membentuk nilai perilaku petani usia muda untuk lebih berani menanggung resiko (Paramdiyan 1999; dan Soekartawi, 2002 )

Faktor personal yang mempengaruhi persepsi adalah umur, umur diantara 25-34 tahun dan 40-45 tahun adalah merupakan umur yang bisa

(13)

menimbulkan persepsi puas terhadap suatu pekerjaan. Umur akan mempengaruhi kemampuan fisik dan respon terhadap hal-hal baru dalam menjalankan usaha tani dan petani yang makin tua, pertimbangan dan pengambilan keputusan relatif lama dibandingkan petani muda (As’sad, 1995; dan Hernanto, 1984)

b. Pendidikan formal

Jenjang pendidikan tertinggi yang ditamatkan adalah jenjang pendidikan tertinggi yang ditamatkan oleh seseorang, yang ditandai dengan sertifikat/ijazah. SD meliputi Sekolah Dasar, Madrasah Ibtidaiyah dan sederajat. SMP meliputi jenjang pendidikan SMP Umum, Madrasah Tsanawiyah, SMP kejuruan dan sederajat. SM meliputi jenjang pendidikan Sekolah Menengah Atas (SMA), sekolah menegah kejuruan (SMK), Madrasah Aliyah dan sederajat. PT meliputi jenjang pendidikan Diploma I, II, III dan IV dan sederajat (Badan Pusat Statistik, 2016)

Menurut Tirtarahardja (2005) pendidikan formal merupakan pendidikan yang secara sengaja dirancang dan dilaksanakan dengan aturan-aturan yang ketat, seperti harus berjenjang dan berkesinambungan. Tingkat pendidikan petani sering disebut sebagai faktor rendahnya tingkat produktivitas usahatani. Tingkat pendidikan yang rendah maka petani akan lambat mengadopsi inovasi baru dan mempertahankan kebiasaan-kebiasaan lama. Sedangkan seseorang yang berpendidikan tinggi tergolong lebih cepat dalam mengadopsi inovasi baru (Soekartawi, 2002).

Keberagaman persepsi dipengaruhi oleh adanya kerangka rujukan yaitu faktor personal yang ada pada diri individu berupa pendidian, pengetahuan, dan sebagainya. Jadi perbedaan tingkat pendidikan akan menghasilkan tingkat persepsi yang berbeda pula terhadap suatu obyek yang diamati. Tingkat pendidikan petani baik formal maupun pendidikan non formal akan mempengaruhi cara berpikir yang diterapkan pada usahataninya (Rakhmat 1998; dan Hernanto 1984).

(14)

Menurut Mulyana (2001) tingkat pendidikan seseorang merupakan faktor internal yang mempengaruhi atensi, semakin besar perbedaan aspek-aspek internal maka semakin besar perbedaan persepsi mereka mengenai realita.

c. Pendidikan non formal

Pendidikan non formal adalah pengajaran sistematis yang diorganisir di luar sistem pendidikan bagi sekelompok orang untuk memenuhi keperluan khusus. Pendidikan non formal seperti penyuluhan pertanian, pemberantasan buta huruf, pendidikan bidang kesehatan, keluarga berencana, program pemerintah dan lain-lainnya, mempunyai potensi sangat besar didaerah pedesaan sebagai akibat kurang tersedianya pendidikan formal karena pendidikan non formal ini dapat dipergunakan sebagai sarana untuk meningkatkan standar kehidupan dan produktifitas kegiatan usaha yang dilakukan oleh masyarakat pedesaan (Suhardiyono, 1992)

“Non formal education refers to education which takes place outside of the formally organized school. Most typically, the term or phrase non formal education is used to refer to adult literacy and continuing education for adult”

Pendidikan formal mengarah pada pendidikan yang bertempat di luar dari aturan non formal. Khususnya, istilah atau ungkapan pendidikan nin formal digunakan pada orang dewasa yang buta huruf dan pendidikan lanjutan untuk orang dewasa (Spencer, 1981)

Pendidikan non formal adalah merupakan sistem pendidikan non formal bagi (masyarakat petani) untuk membuat mereka tahu, mau dan mampu berswadaya melaksanakan upaya peningkatan produksi, pendapatan/keuntungan dan perbaikan kesejahteraan keluarga (Mardikanto, 1993).

d. Pengalaman

Rakhmat (2005) menyatakan bahwa pengalaman mempengaruhi kecermatan persepsi. Pengalaman tidak selalu lewat proses belajar formal. Pengalaman bertambah juga melalui rangkaian peristiwa yang

(15)

pernah kita hadapi. Petani yang sudah lama berusahatani akan lebih mudah menerapkan teknologi dari pada petani pemula. Hal ini dikarenakan pengalaman yang lebih banyak dapat membuat perbandingan dalam mengambil keputusan. (Soekartawi, 1988).

Persepsi pada suatu waktu tertentu tergantung bukan saja pada stimulusnya sendiri, tetapi juga pada latar belakang beradanya stimuli itu, seperti pengalaman-pengalaman sensoris yang terdahulu. Pengalaman masa lalu yang dimiliki oleh seseorang akan mempengaruhi kecenderungan untuk merasa memerlukan dan menerima pengetahuan baru serta memberikan kontribusi terhadap minat dan harapannya untuk lebih baik (Mahmud 1990 dalam Mardikanto 1993).

e. Pendapatan

Menurut Soeharjo et. al (1973) pendapatan rumah tangga di definisikan sebagai total penerimaan dikurangi total pengeluaran baik dari kegiatan usaha tani maupun kegiatan luar usaha tani dalam suatu periode tertentu. Darwis (2008) mengemukakan secara garis besar ada dua sumber pendapatan rumah tangga yaitu dari sektor pertanian dan non pertanian. Struktur dan besarnya pendapatan dari sektor pertanian berasal dari usaha tani, peternakan dan buruh tani. Sedangkan dari non pertanian berasal dari usaha dagang, jasa, pegawai, buruh non pertanian dan pekerjaan lainnya diluar non pertanian

Menurut Penny (1990) pendapatan seseorang merupakan keseluruhan dari apa yang ia peroleh dari cara pemanfaatan tenaga kerja, tanah dan modal lainnya. Lebih lanjut dikatakan pendapatan merupakan suatu indikator daya, status, dan pengaruhnya, tidak terdapat batas atas bagi pendapatan, meskipun terdapat batas bawah secara praktis. Tingkat pendapatan (ekonomi) mempengaruhi persepsi seseorang terhadap suatu realitas. Semakin besar perbedaan pendapatan antara dua orang, maka semakin besar pula perbedaan persepsi seseorang terhadap realitas (Mulyana, 2005)

(16)

Berdasarkan penggolongannya, Badan Pusat Statistik (BPS, 2008) membedakan pendapatan menjadi 4 golongan yaitu :

1) Golongan pendapatan sangat tinggi, adalah jika pendapatan rata-rata lebih dari Rp 3.500.000,00 per bulan

2) Golongan pendapatan tinggi adalah jika pendapatan rata-rata antara Rp 2.500.000,00 s/d Rp 3.500.000,00 per bulan

3) Golongan pendapatan sedang adalah jika pendapatan rata-rata antara Rp 1.500.000,00 s/d Rp 2.500.000,00 per bulan

4) Golongan pendapatan rendah adalah jika pendapatan rata-rata Rp1.500.000,00 per bulan

Tingkat pendapatan (ekonomi) akan mempengaruhi persepsi individu terhadap suatu realitas. Mulyana (2001) mengemukakan bahwa semakin besar perbedaan pendapatan antara dua orang, maka akan semakin besar pula perbedaan persepsi seseorang terhadap realitas. Petani dengan tingkat pendapatan yang tinggi ada hubungannya dengan penggunaan inovasi. Petani dengan pendapatan tinggi akan lebih mudah melakukan sesuatu yang diinginkan sehingga akan lebih efektif dalam partisipasi.

f. Luas Lahan

Lahan memiliki arti lebih luas dari pada makna tanah mengingat tanah hanya merupakan salah satu aspek dari lahan. Proses perubahan pemanfaatan sifatnya cukup kompleks dimana mekanisme perubahannya melibatkan beberapa kekuatan seperti kekuatan pasar, sistem administratif yang dikembangkan oleh pemerintah dan juga kepentingan politik (Darwis, 2008).

Menurut Mosher (1965) dalam Damihartini (2005) lahan merupakan sarana produksi bagi usahatani, termasuk salah satu faktor produksi dan pabrik hasil pertanian. Lahan adalah sumberdaya alam fisik yang mempunyai peranan sangat penting bagi petani. Soekartawi (2002) menyatakan luas lahan yang selalu digunakan dalam skala usaha pertanian tradisional karena komunitas yang ditanam oleh

(17)

petani tradisional selalu seragam yakni jagung dan tanaman keras yang sejenisnya. Dengan demikian pedoman luas lahan juga secara otomatis mengaju pada nilai modal, aset dan tenaga kerja.

Menurut Lionberger dalam Mardikanto (1993) penguasaan lahan yaitu luas yang diusahakan juga dapat berpengaruh karena biasanya semakin luas lahan yang dimiliki maka semakin cepat seseorang mengadopsi, karena memiliki kemampuan ekonomi lebih baik. Sedangkan menurut Hernanto (1984), penggolongan petani berdasarkan luas tanahnya dibagi menjadi 4 yaitu : (1) golongan petani luas (lebih dari 2 Ha), (2) golongan petani sedang (0,5-2 Ha), (3) golongan petani sempit (0,5 Ha), (4) golongan buruh tani tidak mempunyai tanah.

g. Lingkungan sosial

Menurut Walgito (2003) lingkungan sosial merupakan lingkungan masyarakat dimana dalam lingkungan tersebut terdapat interaksi antara individu satu dengan lainnya. Petani sebagai pelaksana usaha tani (baik sebagai juru tani maupun sebagai pengelola) adalah manusia yang setiap pengambilan keputusan untuk usaha tani tidak selalu dapat dengan bebas dilakukannya sendiri, tetapi sangat ditentukan oleh kekuatan-kekuatan disekelilingnya. dengan demikian, jika ia inginmelakukan perubahan-perubahan untuk usaha taninya, dia juga harus memperhatikan pertimbangan-pertimbangan yang diberikan oleh lingkungan sosialnya (Mardikanto, 1993)

Lingkungan sosial mempengaruhi persepsi seseorang, karena persepsi adalah pandangan seseorang tentang suatu obyek atau kejadian. Persepsi ini dipengaruhi oleh individu-individu yang ada di sekitar mereka, sehingga setiap keputusan akan dipengaruhi oleh banyak pihak (Rakhmat, 2001).

h. Lingkungan petani

Lingkungan petani merupakan lingkungan tempat kelahiran serta dibesarkan hingga dewasa, dimana petani itu tinggal dan melakukan usahatani sehingga mempengaruhi perkembangan karakter pada petani.

(18)

Kedekatan petani terhadap lingkungannya akan mempengaruhi tingkat persepsi petani terhadap suatu obyek. Rakhmat (2001) mengemukakan bahwa kedekatan merupakan faktor ekstern yang mempengaruhi persepsi seseorang. Sedangkan Calhoun, et. al (1995) menyatakan bahwa makin dekat seseorang dengan orang lain secara geografis, akan makin tertarik seseorang pada orang lain.

i. Kedudukan dalam kelompok tani

Kelompok tani adalah petani yang dibentuk atas dassar kesamaan kepentingan kesamaan kondisi lingkungan (sosial, ekonomi, sumberdaya) keakraban dan keserasian yang dipimpin oleh seorang ketua (Trimo 2006 dalam Supit 2016). Kelompok tani terdiri dari anggota pengurus dan anggota non pengurus. Menurut Suhardiyono (1992) kelompok tani biasanya dipmpin oleh seorang ketua kelompok, yang dipilih atas dasar musyawarah dan mufakat diantara anggota kelompok tani. Pada waktu pemilihan ketua kelompok tani sekaligus dipilih kelengkapan struktur organisasi kelompok tani yaitu sekretaris kelompok, bendahara kelompok, serta seksi-seksi yang mendukung kegiatan kelompoknya. Seksi-seksi yang ada disesuai kan dengan tingkat dan volume kegiatan yang akan dilakukan. Masing-masing pengurus dan angguta kelompok tani harus memiliki tugas dan wewnang serta tanggung jawab yang jelas dan dimengerti oleh setiap pemegang tugasnya. Selain itu juga kelompok tani harus memiliki dan menegakkan peraturan-peraturan yang berlaku bagi setiap kelompokya dengan sanksi-sanksi yang jelas dan tegas.

5. Program Kartu Tani

Berdasarkan Petunjuk Teknis Kartu Tani melalui Aplikasi Sistem Informasi Manajeman Pangan Indonesia di Provinsi Jawa Tengah tahun 2015. Kartu Tani adalah kartu debit BRI co-branding yang digunakan secara khusus untuk membaca alokasi Pupuk Bersubsidi dan transaksi pembayaran Pupuk Bersubsidi di mesin Electronic Data Capture (EDC) BRI yang di tempatkan di Pengecer serta dapat berfungsi untuk melakukan seluruh transaksi

(19)

perbankan pada umumnya. Setiap transaksi penebusan pupuk bersubsidi secara otomatis akan mengurangi alokasi pupuk bersubsidi dan saldo di dalam rekening tabungan petani.

Di dalam sistem manajemen kuota akan tersimpan data base petani sesuai dengan RDKK dan kuota masing-masing petani, serta termonitor data petani yang membeli pupuk bersubsidi, jumlah pupuk yang sudah terjual dan sisa pupuk bersubsidi yang belum terbeli. Kartu Tani tersebut tercantum berapa alokasi masing-masing jenis pupuk bersubsidi, yaitu Urea, ZA, SP-36, NPK dan Organik, sehingga masing-masing anggota kelompok tani/petani hanya akan menerima jatah alokasi sesuai dengan RDKK yang tercantum dalam sistem.

a. Maksud, Tujuan dan Sasaran

Maksud penyusunan Petunjuk Teknis Aplikasi SIMPI melalui Kartu Tani adalah terwujudnya pendistribusian, pengendalian dan pengawasan pupuk bersubsidi kepada para petani yang berhak menerima di Provinsi Jawa Tengah.

Adapun tujuan yang ingin dicapai adalah terwujudnya distribusi pupuk bersubsidi sesuai dengan Asas 6 (enam) Tepat (tepat jumlah, jenis,waktu, tempat, mutu dan harga) serta pemberian layanan perbankan bagi petani di Jawa Tengah.

Sasaran dari penerapan Kartu Tani ini adalah semua petani di Jawa Tengah dengan kriteria :

1) Tergabung dalam kelompok tani dan telah diusulkan untuk memperoleh pupuk bersubsidi melalui Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok (RDKK) yang telah disahkan oleh Kepala Desa/Lurah dan Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL) sesuai ketentuan peraturan Perundang-undangan;

2) Mengusahakan lahan bagi petani, pekebun dan peternak dengan total luasan maksimal 2 (dua) hektar atau petambak dengan luasan maksimal 1 (satu) hektar setiap musim tanam per keluarga;

(20)

b. Aplikasi SIMPI

SIMPI adalah aplikasi yang digunakan dalam rangka penebusan dan pembayaran pupuk bersubsidi untuk petani. Aplikasi SIMPI digunakan untuk melakukan input datadan menyimpan database petani yang berisi diantaranya data yang terdapat di RDKK, identitas pribadi dan jumlah alokasi pupuk bersubsidi serta monitoring transaksi pembayaran pupuk bersubsidi untuk petani di pengecer yang ditunjuk.

Dalam aplikasi SIMPI dibutuhkan data usulan RDKK masing-masing kelompok tani dan data alokasi pupuk bersubsidi, serta administrator user yang memiliki akses untuk mengelola (membuat/mengubah/menghapus) seluruh User yang ada dalam aplikasi SIMPI.

1) Data usulan RDKK, dikelola mulai dari tingkat Desa, Kecamatan, Kabupaten dan Provinsi, dengan alur/matrik User ID Pengusulan RDKK sebagai berikut:

Gambar 2.1. Kerangka alur usulan RDKK

2) Data alokasi pupukbersubsidi, berdasarkan Permen, Pergub dan Perbup/Perwali, dengan alur/matrik User ID Alokasi sbb : DESA • Penyusun: kelompok Tani • Disetujui :Penyuluh • Diketahui: kepala Desa KECAMATAN • Rekapitulasi dan disetujui: Ka.UPTD/BP P/BP3K Kec. • Diketahui: Camat KABUPATEN • Rekapitulasi dan disetujui: Ka. Dinas yg membidangi Pertanian • Diketahui: Ka. SKPD yg membidangi penyuluhan PROVINSI • Rekapitulasi dan disetujui: Kepala Dinas Pertanian Provinsi • Diketahui: Kepala Set. Bakorluh

(21)

Gambar 2.2. Kerangka alur alokasi Pupuk Bersubsidi c. Pelaksanaan Kegiatan

Penerapan Kartu Tani dilaksanakan oleh Pemerintah Provinsi, Kabupaten/Kota se-Jawa Tengah, dan PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. yang meliputi :

1) Sosialisasi dan Pembinaan

a) Sosialisasi Kebijakan dan kegiatan penerapan aplikasi SIMPI melalui Kartu Tani diberikan kepada pelaksana/aparat daerah yang terkait, petani yang menjadi sasaran dan dilaksanakan baik secara langsung maupun tidak langsung. Sosialisasi secara langsung dilaksanakan melalui rapat koordinasi dan sinkronisasi kegiatan secara intensif dan berjenjang mulai dari Provinsi, Kabupaten/Kota sampai tingkat Kecamatan dan Desa/Kelurahan yang melibatkan dinas/instansi terkait. Sosialisasi secara tidak langsung dilaksanakan melalui bahan publikasi.

b) Sosialisasi yang bersifat teknis dilaksanakan oleh Tim Komisi Pengawasan Pupuk dan Pestisida (KP3) Provinsi dan Kabupaten/Kota. Selanjutnya Dinas Pertanian Tanaman Pangan PUSAT • Penyusun: KASUBDIT PUPUK • Disetujui dan diketahui: Direktur Pupuk dan Pestisida PROVINSI • Penyusun: Dinas Pertanian TPH. • Diketahui: Set Bakorluh KABUPATEN • Penyusun: Dinas Pertanian • Diketahui: SKPD Penyuluhan KECAMATAN • Penyusun: Kelompok Tani • Disetujui dan Diketahui Kepala Balai Penyuluhan/ BP3K

(22)

dan Hortikultura, Sekretariat Bakorluh, Dinas Pertanian Kabupaten/BP4K, BPP/BP3K dan PPLmelakukan sosialisasi penyusunan data RDKK Kelompok Tani sesuai dengan sistem Aplikasi Manajemen Kuota Subsidi Pupuk secara berjenjang. c) Pembinaan dilaksanakan oleh Tim KP3 Provinsi dan

Kabupaten/Kota dialokasikan melalui dana APBD di masing-masing Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD).

2) Pelatihan, Pendampingan dan Validasi Data Petani

a) Pendampingan penerapan aplikasi SIMPI melalui Kartu Tani dilakukan oleh Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota secara berjenjang (Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura, Sekretariat Bakorluh, Dinas Pertanian Kabupaten/BP4K, BPP/BP3K dan PPL), terutama dalam proses penyusunan dan upload data base RDKK dan identitas petani. b) Sekretariat Badan Koordinasi Penyuluh Provinsi Jawa Tengah

melakukan pendampingan penyusunan dan validasi data base RDKK

c) PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. melakukan pelatihan dalam proses upload data base RDKK dan identitas petani; approval dan verifikasi data RDKK; dan input alokasi pupuk bersubsidi di tingkat Provinsi, Kabupaten/Kota dan Kecamatan. 3) Penyusunan/Pengelola Data Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok

(RDKK) Tingkat Desa :

a) Penyusunan RDKK pupuk bersubsidi dilakukan oleh kelompok tani secara musyawarah yang dipimpin oleh ketua poktan dan didampingi Petugas Penyuluh Pertanian (PPL)

b) Dituangkan dalam Form RDKK sesuailampiran 1(Terlampir) danditandatangani oleh Ketua Poktan dan PPL serta Kepala Desa/Lurah sebagai pemeriksa kelengkapan dan kebenaran RDKK;

(23)

c) Pengurus gabungan kelompok tani (gapoktan) melakukan rekapitulasi RDKK Pupuk Bersubsidi dari poktan dan dituangkan dalam form yang ditandatangani oleh Ketua Gapoktan, PPL dan Kepala Desa.

Tingkat Kecamatan :

a) Gapoktan Kecamatan melakukan rekapitulasi RDKK Pupuk Bersubsidi Tingkat Kecamatan dari poktan dan tuangkan dalam form yang ditandatangani oleh Kepala UPTD/BPP/BP3K Kecamatan, dan Camat;

b) Kepala UPTD/BPP/BP3K Kecamatan(Pemegang user penyusun di tingkat Kecamatan)mengupload softcopy file RDKK Kelompok Tani dan identitas petani (NIK) ke dalam Aplikasi Manajemen Kuota Subsidi Pupuk;

c) Kepala UPTD/BPP/BP3K sebagai Pemeriksa/Penyetuju melakukan approval dan verifikasi data RDKK yang telah dikirim oleh penyusun di tingkat kecamatan untuk dikirim ke tingkat Kabupaten/Kota.

Tingkat Kabupaten/Kota :

a) Kepala Dinas yang menangani tanaman pangan melakukan rekapitulasi RDKK Pupuk Bersubsidi tingkat Kab./Kota dan dituangkan ke dalam form yang ditandatangani oleh Kepala Dinas yang bersangkutan dan Bapeluh/BP4K;

b) Melalui aplikasi manajemen kuota subsidi pupuk,Dinas Pertanianmelakukan rekap pengusulan RDKK seluruh Kecamatan untuk dikirimkan ke user Pemeriksa/Penyetuju di Tingakat Kabupaten/Kota

c) Dinas Pertanian sebagai Pemeriksa/Penyetuju tingkat Kabupaten/Kotamelakukan approval rekap data RDKK untuk dikirim ke user penyusun tingkat Provinsi.

(24)

Tingkat Provinsi :

a) Kepala Dinas yang menangani tanaman panganmelakukan rekapitulasi RDKK pupuk bersubsidi tingkat provinsi dan dituangkan ke dalam form yang ditandatangani oleh Kepala Dinas yang bersangkutan dan Kepala Sekretariat Bakorluh; b) Melalui aplikasi SIMPI, Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan

Hortikultura melakukan rekap pengusulan RDKK seluruh Kab./Kota untuk dikirim ke user Pemeriksa/Penyetuju di Tingkat Provinsi;

c) Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura sebagai Pemeriksa/Penyetuju tingkat Provinsi melakukan approval rekap data RDKK untuk dikirim ke Tingkat Kementerian.

4) Penyusun/Pengelola Data Alokasi Pupuk Bersubsidi

Tingkat Pusat (Kementerian Pertanian) : Kementerian Pertanian menetapkan alokasi pupuk bersubsidi per-Provinsi berdasarkan rekapitulasi RDKK per-Provinsi dengan mengeluarkan Peraturan Menteri tentangKebutuhan dan HET pupuk bersubsidi untuk sektor pertanian pada tahun berjalan.

Tingkat Provinsi :

a) Tim KP3 Provinsi menyusun alokasi pupuk bersubsidi per-Kabupaten/Kota berdasarkan Permentan;

b) Gubernur menetapkan alokasi pupuk bersubsidi per-Kabupaten/Kota melalui Peraturan Gubernur, tentang Pengadaan dan Penyaluran Pupuk Bersubsidi Untuk Sektor Pertanian pada tahun berjalan;

c) Dinas Perta nian Tanaman Pangan dan Hortikultura melakukan input alokasi pupuk bersubsidi tiap Kabupaten berdasarkan peraturan Gubernur ke dalam Aplikasi Manajemen Kuota Subsidi Pupuk;

(25)

d) Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura melakukan approval alokasi tiap Kabupaten untuk disetujui dan dikirim ke Kabupaten/Kota.

Tingkat Kabupaten/Kota :

a) Tim KP3 Kabupaten/Kota menyusun alokasi pupuk bersubsidi per-Kecamatan berdasarkan Pergub;

b) Bupati/Walikota menetapkan alokasi pupuk bersubsidi per-Kecamatan melalui Perbup./Perwali;

c) Dinas Pertanian melakukan input alokasi pupuk bersubsidi tiap Kecamatan berdasarkan peraturan Bupati/Walikota ke dalam Aplikasi Manajemen Kuota Subsidi Pupuk;

d) Dinas Pertanian melakukan approval alokasi tiap Kecamatan untuk disetujui dan dikirim ke Kecamatan.

Tingkat Kecamatan :

a) Kepala UPTD Kecamatan menyusun alokasi pupuk tiap-tiap petani secara proposional berdasarkan Peraturan Bupati/Walikota;

b) Kepala UPTD Kecamatan melakukan input penetapan alokasi pupuk bersubsidi tiap desa (secara manual/proposional) berdasarkan peraturan Bupati/Walikota;

c) Kepala BP3K, melakukan approval alokasi pupuk masing-masing petani berdasarkan kelompok tani di tiap desa, untuk disetujui sehingga data base manajemen kuota subsidi pupuk akan tersimpan dalam sistem.

5) Penerbitan Kartu Tani

a) Penerbitan Kartu Tani oleh PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. diberikan oleh BRI melalui unit langsung kepada petani yang direkomendasikan Pemerintah Provinsi Jawa Tengah melalui SIMPI dan di laporkan secara periodik.

b) Anggaran pelaksanaan sosialisasi dan pendampingan dalam penerapan SIMPI melalui Kartu Tani dialokasikan melalui dana

(26)

APBD Provinsi dan Kabupaten/Kota di masing-masing Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD).

6) Pembelian / pengambilan alokasi pupuk bersubsidi

a) Masing-masing pemilik kartu tani hanya dapat melakukan pengambilan alokasi pupuk besubsidi sesuai dengan dengan waktu kebutuhan yang tertera dalam RDKK.

b) Alokasi pupuk bersubsidi tidak dapat diambil sekaligus.

c) Pengambilan alokasi pupuk bersubsidi yang melebihi jadwal kebutuhan akan menjadi tanggung jawab pengambil.

7) Realokasi pupuk bersubsidi

Realokasi pupuk bersubsidi merupakan langkah yang harus diambil akibat perencanaan yang kurang tepat, karena perubahan iklim dan bencana alam yang terjadi.

a) Realokasi dilakukan sebagai langkah penyesuaian perencanaan atas alokasi pupuk sepanjang tidak melebihi alokasi satu tahun. b) Realokasi dilakukan setelah didahului dengan evaluasi kesiapan

pupuk menjelang musim tanam (3 kali/tahun) dan bila dipandang perlu.

c) Sosialisasi terhadap realokasi yang terjadi harus dilakukan melalui Rakor dan Sinkronisasi kegiatan secara intensif dan berjenjang mulai dari tingkat Provinsi, Kabupaten/Kota sampai tingkat Kecamatan dan Desa.

d) Akibat terjadinya realokasi, maka BRI dan para pihak terkait wajib melakukan up load, Approval dan verifikasi ulang terhadap usulan data rencana definitif kebutuhan kelompok dan alokasi pupuk bersubsidi.

(27)

C. Kerangka Berpikir

Program Kartu Tani merupakan upaya pemerintah Provinsi Jawa Tengah dalam menanggapi permasalahan kelangkaan pupuk bersubsidi, yang disebabkan karena distribusi wilayah untuk pupuk bersubsidi yang tidak tepat sasaran, yaitu dari segi jumlah, jenis, waktu, tempat, mutu dan harga. Program Kartu Tani dikembangkan dengan pola kerjasama antar Pemerintah Daerah Jawa Tengah dengan Bank BRI, maka penting perannya partisipasi petani dalam setia pelaksanaan kegiatan guna keberhasilan program tersebut.

Peran petani tidak terlepas dari penilaian dan pertimbangan petani terhadap program tersebut, yang disebut dengan perssepsi. persepsi adalah proses mengamati dan memahami suatu objek atau peristiwa melalui panca indera, sehingga tercipta penilaian dan pemahaman terhadap objek atau peristiwa tersebut. Persepsi terbentuk atas beberapa faktor, baik faktor internal atau dalam diri pribadi (umur, pendidikan formal, pendidikan non formal, pengalaman, pendapatan, luas lahan yang dimiliki) maupun faktor eksternal yaitu lingkungan sosial, lingkungan petani dan kedudukan petani dalam kelompok tani.

Adapun persepsi masyarakat terhadap program Kartu Tani terdiri atas persepsi terhadap pengertian program Kartu Tani, persepsi terhadap manfaat, dan persepsi terhadap kegiatan. Tingkat persepsi yang mempengaruhi petani terhadap Program Kartu Tani meliputi : Sangat baik, baik, buruk dan sangat buruk.

(28)

Gambar 2.3 Skema kerangka berpikir persepsi petani terhadap Program Kartu Tani

D. Hipotesis

Hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Diduga ada hubungan yang signifikan antara faktor-faktor pembentuk persepsi petani dengan persepsi petani terhadap program Kartu Tani di Kecamatan Kalijambe Kabupaten Sragen.

2. Diduga terdapat perbedaan persepsi yang signifikan terhadap program Kartu Tani di Kecamatan Kalijambe berdasarkan lingkungan petani yaitu jarak akses terhadap Kantor Kecamatan dan bank BRI setempat.

3. Diduga terdapat perbedaan persepsi yang signifikan terhadap program Kartu Tani di Kecamatan Kalijambe berdasarkan kedudukan petani dalam kelompok tani yaitu pengurus dan anggota.

Faktor-faktor internal pembentuk persepsi (X) : X1 Umur (Hernanto 1984)

X2 Pendidikan formal

(Rakhmat 1998) X3 Pendidikan non formal

(Rakhmat 1998) X4 Pengalaman (Rakhmat 1998) X5 Pendapatan (Mulyana 2005) X6 Luas Lahan (Soekartawi, 2002) Faktor-faktor eksternal pembentuk persepsi (X) : X7 Lingkungan sosial X8 Lingkungan petani X9 Kedudukan petani

dalam kelompok tani

Persepsi petani terhadap program Kartu Tani (Y) : Y1 Pengertian - Pemahaman Y2 Manfaat Y3 Kegiatan - Sosialisasi - Pendataan Sangat Baik Sangat Buruk Baik Buruk Lingkungan petani Kedudukan petani di kelompok tani

(29)

E. Definisi Operasional dan Pengukuran Variable 1. Definisi Operasional

a. Variable bebas (faktor pembentuk persepsi)

1) Umur merupakan usia petani responden (dalam tahun) pada saat penelitian dilakukan, yang diukur dengan skala rasio

2) Pendidikan formal merupakan tingkat pendidikan yang telah dicapai oleh petani responden didasarkan pada ijazah terakhir serta lama pendidikan yang ditempuh, yang diukur dengan skala ordinal

3) Pendidikan non formal merupakan pendidikan petani diluar pendidikan formal, seperti pelatihan, pengembangan keterrampilan, maupun penyuluhan, ditinjau dari frekuensi dalam mengikuti kegiatan non formal tersebut dalam rentang waktu 1 tahun terakhir. Diukur menggunakan skala ordinal.

4) Pengalaman merupakan lama petani dalam berusaha tani serta frekuensi petani responden dalam mengikuti program-program pemerintah dalam bidang pertanian dan respon petani terhadap program-program pemerintah tersebut dalam kurun waktu 10 tahun terakhir, diukur dengan skala ordinal

5) Pendapatan merupakan pendapatan seseorang yang diperoleh dari kegiatan usaha tani maupun non usaha tani dalam satu bulan, yang dinyatakan dalam rupiah dan diukur dengan skala ordinal

6) Luas lahan merupakan luas lahan yang dimiliki dan diikutsertakan dalam program Kartu Tani, diukur dengan skala rasio

7) Lingkungan sosial merupakan budaya petani responden yang dapat mempengaruhi baik secara langsung maupun tidak langsung, serta menjadi faktor pendorong maupun penghambat bagi responden dalam program Kartu Tani, seperti lembaga sosial dan media yang digunakan responden dalam mengakses informasi. Diukur dengan skala ordinal.

8) Lingkungan petani merupakan hubungan petani dengan lingkungan sistem sosial didasarkan dari tempat tinggal petani terhadap akses

(30)

informasi responden yang terkait program Kartu Tani, yaitu jarak antara petani terhadap instansi terkait program Kartu Tani dan frekuensi petani dalam akses informasi dari instansi terkait sehingga menentukan tingkat pemahaman responden dalam program tersebut, diukur dengan skala ordinal

9) Kedudukan di kelompok tani merupakan keanggotaan petani pada kelompok tani yaitu dari anggota pengurus dan anggota non pengurus pada saat penelitian ini dilakukan, keaktifan petani dalam kelompok tani serta frekuensi kehadiran petani dalam pertemuan kelompok tani, diukur menggunakan skala ordinal

b. Variable terikat (persepsi petani terhadap program Kartu Tani)

Persepsi petani terhadap program Kartu Tani yaitu penilaian dan pandangan petani terhadap program Kartu Tani yang dicerminkan pada pandangannya terhadap pengertian, manfaat dan kegiatan dalam program Kartu Tani. Diukur dengan skala ordinal

1) Persepsi petani terhadap pengertian program Kartu Tani yaitu pandangan petani tentang pemahaman terhadap program Kartu Tani, seperti pengertian, tujuan, instansi yang terkait, serta pandangan terkait teknis kegiatan dilapang program Kartu Tani. Diukur dengan skala ordinal.

2) Persepsi petani terhadap manfaat program Kartu Tani yaitu pandangan petani dalam menilai seberapa besar kemanfaatan program Kartu Tani, seperti terjaminnya pupuk bersubsidi dengan tepat, terjaminnya pendistribusian dan pengawasan pupuk bersubsidi, serta pemberian layanan perbankan bagi petani. Diukur dengan skala ordinal.

3) Persepsi petani terhadap kegiatan program Kartu Tani yaitu pandangan petani terhadap pelaksanaan kegiatan yang telah dilaksanakan dalam program Kartu Tani, seperti sosialaisasi, pendataan dan pelaksanaan teknis. Diukur dengan skala ordinal.

(31)

2. Pengukuran Variabel

a. Faktor Pembentuk Perseepsi Petani

Tabel 2.1 Faktor-faktor Pembentuk Persepsi Petani

No Variabel Indikator Kriteria Skor

1 Umur Usia responden pada waktu penelitian.  < 25 tahun  > 56 tahun  41-55 tahun  26-40 tahun 1 2 3 4 2 Pendidikan Formal Tingkat pendidikan formal yang telah ditempuh  Sangat rendah (SD)  Rendah (SLTP)  Tinggi (SLTA)  Sangat tinggi (Perguruan tinggi) 1 2 3 4 3 Pendidikan Non Formal Frekuensi kegiatan non formal yang pernah diikuti berupa penyuluhan dan pelatihan maupun pengembangan keterampilan lainnya dalam 1 tahun terakhit  Tidak pernah : 0  Jarang : 1-5 kali  Sering : 6-10 kali  Selalu : > 10 kali 1 2 3 4

4 Pengalaman Lamanya responden dalam berusaha tani

 < 1 tahun  1-5 tahun  6-10 kali  > 10 tahun 1 2 3 4 Frekuensi petani dalam mengikuti program-program pemerintah sebelum Kartu Tani dalam 10 tahun terakhir  Tidak pernah : 0  Jarang : 1-5 kali  Sering : 6-10 kali  Selalu : > 10 kali 1 2 3 4

(32)

Respon petani terhadap program pemerintah yang pernah diikuti  Tidak baik  Kurang baik  Baik  Sangat baik 1 2 3 4 5 Pendapatan Total pendapatan

responden dari kegiatan usahatani dan non usahatani dinyatakan dalam rupiah (satu bulan)

 Rendah : < Rp 1.500.000  Sedang : Rp 1.500.001- Ro 2.500.000  Tinggi : Rp 2.500.001- Rp 3.500.000  Sangat tinggi : Rp > 3.500.001- 1 2 3 4

6 Luas Lahan Luas lahan yang dimiliki dan diikutsertakan dalam program Kartu Tani

 <0,5 Ha  0,50-1,25 Ha  1,26-2 Ha  >2 Ha 1 2 3 4 7 Lingkungan Sosial Frekuensi petani dalam mendapatkan jaminan pupuk bersubsidi (harga dan ketersediaan)  Tidak Pernah  Jarang  Sering  Selalu 1 2 3 4 Banyaknya lembaga sosial masyarakat yang dapat mendorong petani dalam mengikuti program Kartu Tani

 0 elemen masyarakat  1-2 elemen masyarakat  3-4 elemen masyarakat  > 5 elemen masyarakat 1 2 3 4 Pengaruh dari lembaga sosial (keluarga, ppl, pengurus desa, dinas terkait dll) dalam mendorong petani mengikuti program Kartu Tani  Sangat tidak berpengaruh  Tidak berpengaruh  Berpengaruh  Sangat berpengaruh 1 2 3 4

(33)

Petani mengakses informasi terkait pertanian melalui surat kabar, televisi, radio maupun internet (1 bulan terakhir)  Tidak pernah  Jarang : 1- 5 kali  Sering : 6-10 kali  Selalu > 10 1 2 3 4 8 Lingkungan petani

Jarak antara petani dengan penyuluh/ kantor kecamatan  Sangat jauh > 5 km  Jauh 3,1-5 km  Dekat 1,1-3 km  Sangat dekat : < 1 km 1 2 3 4

Jarak antara petani dengan bank BRI setempat maupun instansi terkait program Kartu Tani

 Sangat jauh > 5 km  Jauh 3,1-5 km  Dekat 1,1-3 km  Sangat dekat : < 1 km 1 2 3 4 Frekuensi petani dalam mengakses informasi terkait program pertanian dari penyuluh pertanian maupun instansi terkait dalam 3 bulan terakhir  Tidak pernah : 0  Jarang : 1–2 kali  Sering : 3-4 kali  Selalu : > 5 kali 1 2 3 4 Frekuensi petani dalam mengakses layanan perbankan dalam 3 bulan terakhir  Tidak pernah : 0  Jarang : 1–2 kali  Sering : 3-4 kali  Selalu : > 5 kali 1 2 3 4 9 Kedudukan di kelompok tani Posisi responden dalam keanggotaan kelompok tani  Bukan anggota  Anggota  Pengurus  Ketua 1 2 3 4

(34)

Keaktifan petani dalam mengajukan ide/gagasan/pertanya an dalam setiap kegiatan penyuluhan  Tidak pernah  Jarang  Sering  Selalu 1 2 3 4 Frekuensi kehadiran petani dalam pertemuan kelompok tani dalam 1 tahun terakhir  Tidak pernah : 0  Jarang : 1-5 kali  Sering : 6-10 kali  Selalu : > 10 kali 1 2 3 4

b. Persepsi Petani Terhadap Program Kartu Tani

Tabel 2.2 Persepsi Petani Terhadap Program Kartu Tani

No Variabel Indikator Kriteria Skor

1 Pengertian Program Pandangan petani terhadap pemahaman terkait program Kartu Tani  Sangat buruk  Buruk  Baik  Sangat baik 1 2 3 4 Pandangan petani terhadap lembaga yang berperan di program Kartu Tani  Sangat buruk  Buruk  Baik  Sangat baik 1 2 3 4 Pandangan petani terhadap tujuan program Kartu Tani  Sangat buruk  Buruk  Baik  Sangat baik 1 2 3 4 2 Manfaat Program Pandangan petani bahwa program Kartu Tani akan terjaminnya pupuk bersubsidi dengan tepat (jumlah, jenis, waktu, tempat, mutu dan harga)

 Sangat buruk  Buruk  Baik  Sangat baik 1 2 3 4

(35)

Pandangan petani bahwa program Kartu Tani akan terjaminnya pendistribusian, pengendalian dan pengawasan pupuk bersubsidi kepada para petani yang berhak  Sangat buruk  Buruk  Baik  Sangat baik 1 2 3 4 Pandangan petani bahwa program Kartu Tani membantu petani dalam akses layanan perbankan.  Sangat buruk  Buruk  Baik  Sangat baik 1 2 3 4 3 Kegiatan Program Tanggapan petani bahwa sosialisasi program Kartu Tani sesuai dengan prosedur dan kebutuhan petani  Sangat buruk  Buruk  Baik  Sangat baik 1 2 3 4 Tanggapan petani bahwa pendataan program Kartu Tani mudah dan tidak membebani petani  Sangat buruk  Buruk  Baik  Sangat baik 1 2 3 4 Pandangan petani terhadap prosedur pelaksanaan pengambilan pupuk Bersubsidi program Kartu Tani  Sangat buruk  Buruk  Baik  Sangat baik 1 2 3 4

(36)

Secara ilmiah persepsi dapat diukur walaupun materi yang diukur bersifat abstrak, dimana persepsi adalah obyek diterjemahkan dalam sistem angka. Skala Likert digunakan dalam mengukur persepsi, Skala Likert bersifat favourable (mendukung) dan bersifat unfavourable (tidak mendukung). Persepsi petani terhadap Program Kartu Tani diukur dengan menggunakan pernyataan-pernyataan positif dan negatif. Selanjutnya responden diminta memberikan jawaban atau respon terhadap pernyataan-pernyataan yang diajukan kepada mereka, yaitu sebagai berikut :

 Pernyataan positif

a. Sangat Setuju (SS) : skor 4 b. Setuju (S) : skor 3 c. Tidak Setuju (TS) : skor 2 d. Sangat Tidak Setuju (STS) : skor 1  Pernyataan negatif

a. Sangat Setuju (SS) : skor 1 b. Setuju (S) : skor 2 c. Tidak Setuju (TS) : skor 3 d. Setuju Tidak Setuju (STS) : skor 4 F. Pembatasan Masalah

Adapun pembatasan masalah dalam penelitian ini yaitu :

1. Persepsi petani terhadap program Kartu Tani dalam penelitian ini meliputi : Pengertian program, Manfaat program, dan Kegiatan program.

2. Faktor pembentuk persepsi dalam penelitian ini dibatasi pada faktor umur, pendidikan formal, pendidikan non formal, pengalaman berusahatani, pendapatan, luas lahan, lingkungan sosial dan lingkungan petani serta kedudukan petani dalam kelompok tani.

3. Program Kartu Tani pada penelitian ini dalam tahap pendataan dan sosilalisasi program.

Gambar

Gambar 2.1. Kerangka alur usulan RDKK
Gambar 2.2. Kerangka alur alokasi Pupuk Bersubsidi  c.  Pelaksanaan Kegiatan
Gambar  2.3  Skema  kerangka  berpikir  persepsi  petani  terhadap  Program    Kartu Tani
Tabel 2.1 Faktor-faktor Pembentuk Persepsi Petani
+2

Referensi

Dokumen terkait

2 Pengetahuan umum responden mengenai karir bidang kehutanan 7 3 Instansi atau badan usaha yang menjadi pilihan mahasiswa 10 4 Faktor internal yang mempengaruhi pilihan pekerjaan

Pertama : Penelitian ini hanya mengungkapkan tiga faktor yang mempengaruhi pemahaman mahasiswa tentang perilaku war ga negara yang bertanggung jawab, yaitu (1) status sosial

Gambar 2.1 Skema Kerangka Berpikir Hubungan Faktor Sosial Ekonomi dengan Persepsi Petani Padi Terhadap Kredit Ketahanan Pangan dan Energi (KKP-E) di Kecamatan

Gambar 2.1 Skema Kerangka Berpikir Hubungan Faktor Sosial Ekonomi dengan Persepsi Petani Padi Terhadap Kredit Ketahanan Pangan dan Energi (KKP-E) di Kecamatan

Unit Kehutanan Batutegi dibagi menjadi 6 (enam) resort, mengingat keberadaan Gapoktan, sehingga kepemimpinan petani dapat disasar dan ditingkatkan. Keenam resor tersebut

Faktor sosial ekonomi petani dalam peremajaan kelapa sawit rakyat merupakan penentu persepsi atau pandangan petani terhadap kegiatan peremajaan menggunakan dana BPDPKS

(2016) karena lingkungan sosial merupakan fakto yang mempengaruhi petani untuk bisa menerima inovasi baru atau informasi baru yang mampu menambah pengetahuan dan