• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN ANTARA FAKTOR SOSIAL EKONOMI DENGAN PERSEPSI PETANI DALAM PEREMAJAAN KELAPA SAWIT RAKYAT MELALUI BADAN PENGELOLA DANA PERKEBUNAN KELAPA SAWIT (BPDPKS) DI KECAMATAN SUNGAI BAHAR SKRIPSI SULIYANI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "HUBUNGAN ANTARA FAKTOR SOSIAL EKONOMI DENGAN PERSEPSI PETANI DALAM PEREMAJAAN KELAPA SAWIT RAKYAT MELALUI BADAN PENGELOLA DANA PERKEBUNAN KELAPA SAWIT (BPDPKS) DI KECAMATAN SUNGAI BAHAR SKRIPSI SULIYANI"

Copied!
145
0
0

Teks penuh

(1)

KELAPA SAWIT RAKYAT MELALUI BADAN PENGELOLA DANA PERKEBUNAN KELAPA SAWIT (BPDPKS)

DI KECAMATAN SUNGAI BAHAR

SKRIPSI

SULIYANI

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS JAMBI

2022

(2)

KELAPA SAWIT RAKYAT MELALUI BADAN PENGELOLA DANA PERKEBUNAN KELAPA SAWIT (BPDPKS) DI

KECAMATAN SUNGAI BAHAR

SULIYANI (D1B018010)

SKRIPSI

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian Pada Fakultas Pertanian Universitas Jambi

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS JAMBI

2022

(3)
(4)

SULIYANI. “Hubungan Antara Faktor Sosial Ekonomi Dengan Persepsi Petani Dalam Peremajaan Kelapa Sawit Rakyat Melalui Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) di Kecamatan Sungai Bahar”. Dibimbing oleh Bapak Ir. Jamaluddin, M.Si dan Bapak Ir. Rendra, S.P.,M.Si.

Penelitian ini bertujuan untuk : (1) Mengetahui faktor pendidikan non formal, pengalaman usahatani, luas lahan, pendapatan, dan modal dalam peremajaan kelapa sawit rakyat melalui Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) di Kecamatan Sungai Bahar. (2) Mengetahui persepsi petani dalam peremajaan kelapa sawit rakyat melalui Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) di Kecamatan Sungai Bahar. (3) Menggambarkan hubungan antara faktor sosial ekonomi dengan persepsi petani dalam peremajaan kelapa sawit rakyat melalui Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) di Kecamatan Sungai Bahar. Penelitian ini dilaksanakan di Desa Berkah dan Desa Mekar Sari Makmur dengan ukuran sampel sebanyak 32 petani. Penelitian ini dilakukan dari bulan Juni 2022 hingga Juli 2022. Data yang telah diperoleh dari petani sampel di analisis secara statistik non parametrik dengan menggunakan uji Rank Spearman.

Hasil penelitian menunjukkan (1) faktor sosial ekonomi yang berhubungan dengan persepsi petani terhadap peremajaan kelapa sawit melalui BPDPKS yaitu faktor pengalaman usahatani berada pada kategori tinggi dengan persentase (71,9%), pendidikan nonformal pada kategori tinggi (78,1%), luas lahan pada kategori tinggi (65,6%), modal pada kategori tinggi (53,1%), dan pendapatan pada kategori tinggi (53,1%). (2) Persepsi petani terhadap peremajaan kelapa sawit melalui BPDPKS di Kecamatan Sungai Bahar pada kategori positif dengan persentase (81,2%). (3) Berdasarkan hasil uji Rank Spearman diperoleh bahwa faktor sosial ekonomi yaitu pengalaman berusahatani dengan korelasi rs = 0,85 thitung = 8,84, pendidikan nonformal rs = 0,79 t hitung = 7,01, luas lahan rs = 0,56 t hitung = 3,70, modal rs = 0,46 t hitung = 2,84 dan pendapatan rs = 0,48 t hitung = 2,99 yang memiliki arti berhubungan nyata dan signifikan yang bersifat positif, sehingga kedua variabel tersebut bersifat searah.

Kata Kunci : Faktor Sosial Ekonomi, Persepsi, Peremajaan

(5)

Yang bertanda tangan dibawah ini :

Nama : Suliyani

NIM : D1B018010

Jurusan/Program Studi : Agribisnis Dengan ini menyatakan bahwa :

1. Skripsi ini belum pernah diajukan dan tidak dalam proses pengajuan dimanapun juga dan oleh siapapun juga.

2. Semua sumber keputaskaan dan bantuan dari pihak yang diterima selama penelitian dan penyusunan skripsi ini telah dicantumkan atau dinyatakan pada bagian yang relevan dan skripsi ini bebas dari plagiarisme.

3. Apabila kemudian hari terbukti bahwa skripsi ini telah diajukan atau dalam proses pengajuan oleh pihak lain dan terdapat plagiarisme di dalam skripsi ini maka penulis bersedia menerima sanksi pasal 12 ayat (1) butir (g) Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 17 Tahun 2010 tentang pencegahan dan pengulangan plagiat di perguruan tinggi yakni pembatalan ijazah.

Jambi, Oktober 2022 Yang Membuat Pernyataan

Suliyani D1B018010

(6)

Penulis dilahirkan di Talang Belido Kecamatan Sungai Gelam Kabupaten Muaro Jambi pada tanggal 10 Desember 1999 dengan nama Suliyani. Penulis merupakan Kedua dari 2 bersaudara dari pasangan Bapak Sulaiman T. dan Ibu Jumini.

Penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar di SDN 83/IX Talang Belido pada tahun 2012, dan kemudian melanjutkan dengan menyelesaikan pendidikan SMPN 9 Muaro Jambi pada tahun 2015 dan pada tahun yang sama penulis melanjutkan pendidikan Sekolah Menengah Atas di SMAN 10 Muaro Jambi dan lulus pada tahun 2018.

Pada tahun 2018 penulis diterima sebagai salah satu mahasiswa di Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Jambi melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN). Pada tahun 2021 penulis lolos dan melaksanakan Kuliah Kerja Nyata (KKN Kebangsaan dan Bersama) di Kabupaten Tanjung Jabung Timur. Selama masa perkuliahan, penulis pernah mendapatkan juara III Mahasiswa Berprestasi Fakultas Pertanian dan penulis pernah mempresentasikan karya ilmiahnya di seminar internasional kolaborasi antara Universitas Jambi, Universitas Udaya, dan Meiji University Jepang pada 20 Oktober 2021 serta aktif di Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Entrepreneur Universitas Jambi Tahun 2018-2021 dan aktif di organisasi HIPMI PT UNJA. Pada tanggal 13 Oktober 2022 penulis melaksanakan ujian skripsi dengan judul

“Hubungan Antara Faktor Sosial Ekonomi Dengan Persepsi Petani Dalam Peremajan Kelapa Sawit Rakyat Melalui Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) di Kecamatan Sungai Bahar” dibawah bimbingan Bapak Ir. Jamaluddin, M.Si dan Bapak Ir. Rendra, S.P., M.Si dan dinyatakan lulus dengan menyandang gelar Sarjana Pertanian (S.P).

(7)

Puji dan syukur penulis ucapkan atas berkat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi ini disusun dalam memenuhi syarat untuk memperoleh gelar sarjana (S1) Fakultas Pertanian Universitas Jambi. Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Kedua orang tua hebat dan tercinta, Ibu Jumini dan Bapak Sulaiman yang sangat berarti dihidup ini yang selalu memberikan doa, dukungan, arahan, motivasi dan materi dari sejak lahir hingga berada dititik ini.

2. Ibu Ir. Gina Fauzia, S.P.,M.Si selaku pembimbing akademik yang telah memberikan motivasi, pengalaman, dan kegiatan yang melibatkan penulis sehingga mampu memberikan pengalaman terbaik selama masa perkuliahan.

3. Bapak Ir. Jamaluddin, M.Si dan Bapak Ir. Rendra, S.P.,M.Si selaku pembimbing skripsi terbaik yang telah sabar dalam memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis pada saat penyusunan skripsi hingga selesai.

4. Ibu dosen penguji Ibu Aprollita, S.P., M.Si., Ibu Aulia Farida, S.P., M.Si., dan Ibu Siti Kurniasih, S.P., M.Si. yang telah banyak memberikan masukan dan saran sehingga dapat menyempurnakan skripsi ini.

5. Bapak dan Ibu dosen Agribisnis Universitas Jambi ysng telah banyak memberikan ilmu pengetahuan selama masa perkulihan yang menjadi bekal untuk masa depan.

6. Staf Jurusan Agribisnis dan Staf Bagian Akademik Fakultas Pertanian yang telah banyak membantu dalam adminsitrasi selama masa perkuliahan.

7. Partner terbaik yang tidak bisa penulis sebutkan namanya, terima kasih selalu ada, selalu men-support sejak dibangku SMA hingga detik ini, berjuang

(8)

mendapatkan gelar Sarjana Pertanian.

8. Masyarakat Desa Berkah dan Desa Mekar Sari Makmur Kecamatan Sungai Bahar yang telah banyak membantu dalam proses pengumpulan data penelitian.

9. Sahabat-sahabat seperjuangan terbaik selama di kampus, Aniesia Suryaningsih dan Diah Ayu Ambar Sari yang telah banyak membantu dalam proses tumbuh selama dikampus.

10. Teman-teman grup Kuliah Kerja Nikah (KKN) Agus Saparudin, Iis Patriya, Ayu Wardhani, Ayu Khairunnisya, Dian Dwi Indrayani, Safitri, Miftah Fitriyani, Suti Shalehah, Satria Hardiansyah, dan Ahwa Eko Prasatyio yang banyak ku repotkan dalam segala hal, menjadi teman cerita dalam berjuang dalam masa perkuliahan.

11. Sahabat KKN Kebangsaan 2021 posko 16 yang berada di seluruh Indonesia, terima kasih kepada Mery (Makassar), Nadif (Jambi), Aisah (Pekanbaru), Lathif (Lampung), Ghozy (Belitung), Dicky (Medan), Andre (Jambi), Anjeli (Sijunjung), Geita (Padang), Fiqhy (Jakarta), Fani (Lamongan), dan Natalia (Ambon) yang telah hadir dimasa perkuliahan ku untuk hidup satu bulan bersama dan memberikan cerita indah yang tidak akan terlupakan selamanya.

12. Teruntuk semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah membantu penulis baik secara langsung dan tidak langsung selama penelitian skripsi ini.

(9)

i

Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi ini dengan judul “Hubungan Antara Faktor Sosial Ekonomi dengan Persepsi Petani dalam Peremajaan Kelapa Sawit Rakyat Melalui Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) di Kecamatan Sungai Bahar”. Skripsi ini disusun guna memenuhi syarat dalam memperoleh gelar sarjana pertanian pada Fakultas Pertanian Universitas Jambi.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Ir. Gina Fauzia, S.P., M.Si selaku Pembimbing Akademik, Bapak Ir. Jamaluddin, M.Si selaku Dosen Pembimbing Skripsi I dan Bapak Ir. Rendra, S.P.,M.Si Selaku Dosen Pembimbing Skripsi II yang telah memberikan bimbingan serta arahan dalam pembuatan skripsi ini. Selain itu penulis juga berterimakasih kepada orang tua, keluarga, sahabat yang telah memberikan semangat dan dukungan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih membutuhkan perbaikan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun guna menyempurnakan skripsi ini. Penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan semua pihak yang membutuhkan.

Jambi, Oktober 2022

Penulis

(10)

ii

DAFTAR ISI ... ii

DAFTAR TABEL... v

DAFTAR GAMBAR ... vii

DAFTAR LAMPIRAN ... viii

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Rumusan Masalah ... 14

1.3. Tujuan Penelitian ... 17

1.4. Kegunaan Penelitian ... 17

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 18

2.1. Faktor-Faktor Sosial Ekonomi ... 18

2.1.1. Pendidikan Non Formal ... 20

2.1.2. Pengalaman Usahatani ... 21

2.1.3. Pendapatan ... 21

2.1.4. Luas Lahan ... 22

2.1.5. Modal ... 23

2.2. Konsep Persepsi ... 24

2.2.1. Faktor-Faktor Sosial Ekonomi yang Berhubungan dengan Persepsi Petani terhadap Peremajaan Kelapa Sawit Rakyat melalui Kerengka BPDPKS... 28

2.2.2. Hubungan antara Faktor-Faktor Sosial Ekonomi dengan Persepsi Petani dalam Peremajaan Kelapa Sawit Rakyat melalui BPDPKS ... 29

2.3. Peremajaan Kelapa Sawit... 31

2.3.1. Kebijakaan Pemerintah untuk Bantuan Petani Kelapa Sawit Rakyat ... 33

2.3.2. Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) .... 33

2.4. Penelitian-Penelitian Terdahulu ... 34

2.5. Kerangka Pemikiran ... 38

2.6. Hipotesis ... 43

III. METODE PENELITIAN ... 44

3.1. Ruang Lingkup Penelitian ... 44

3.2. Metode Pengumpulan Data dan Sumber Data ... 45

3.3. Metode Penarikan Sampel ... 45

3.4. Metode Analisis Data ... 47

3.5. Konsepsi Pengukuran ... 51

(11)

iii

4.1.2. Keadaan Penduduk ... 55

4.1.3. Sarana dan Prasarana ... 57

4.1.4. Mata Pencaharian ... 58

4.2. Identitas Petani ... 59

4.2.1. Umur Petani ... 59

4.2.2. Tingkat Pendidikan Petani ... 60

4.2.3. Jumlah Anggota Keluarga ... 62

4.3. Deskripsi Faktor Sosial Ekonomi dengan Persepsi Petani dalam Peremajaan Kelapa Sawit Rakyat Melalui Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) di Kecamatan Sungai Bahar ... 64

4.3.1. Faktor Sosial Petani... 64

4.3.1.1.Pengalaman Berusahatani ... 64

4.3.1.2.Pendidikan Nonformal ... 65

4.3.2. Faktor Ekonomi Petani ... 67

4.3.2.1.Luas Lahan ... 67

4.3.2.2.Modal ... 68

4.3.2.3.Pendapatan ... 70

4.4. Deskripsi Persepsi Petani Terhadap Peremajaan Kelapa Sawit Rakyat Melalui Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) ... 72

4.4.1. Karakteristik Petani (The perceiver) ... 72

4.4.2. Situasi yang Dipengaruhi (The situation) ... 73

4.4.3. Karakteristik Objek yang Diteliti (The target) ... 74

4.5. Hubungan Antara Faktor Sosial Ekonomi Dengan Persepsi Petani Dalam Peremajaan Kelapa Sawit Rakyat Melalui Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) Di Kecamatan Sungai Bahar ... 77

4.5.1. Hubungan Pengalaman Berusahatani dengan Persepsi Petani dalam Peremajaan Kelapa Sawit Rakyat Melalui Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) ... 77

4.5.2. Hubungan Pendidikan Nonformal dengan Persepsi Petani dalam Peremajaan Kelapa Sawit Rakyat Melalui Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) ... 78

4.5.3. Hubungan Luas Lahan dengan Persepsi Petani dalam Peremajaan Kelapa Sawit Rakyat Melalui Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) ... 80

4.5.4. Hubungan Modal dengan Persepsi Petani dalam Peremajaan Kelapa Sawit Rakyat Melalui Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) ... 81

4.5.5. Hubungan Pendapatan dengan Persepsi Petani dalam Peremajaan Kelapa Sawit Rakyat Melalui Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) ... 82

4.6. Implikasi Hasil Penelitian ... 83

(12)

iv

DAFTAR PUSTAKA ... 90 LAMPIRAN ... 93

(13)

v

1. Luas Perkebunan Kelapa Sawit Provinsi Jambi per Kabupaten/Kota (Hektar) Tahun 2015-2020 ... 3 2. Luas Areal Tanaman Kelapa Sawit di Kabupaten Muaro Jambi

Tahun 2017-2021 ... 4 3. Luas Areal Tanaman Belum Menghasilkan (TBM), Tanaman

Menghasilkan (TM), Tanaman Tua (TT) atau Tanaman Rusak (TR) di Kabupaten Muaro Jambi Berdasarkan Kecamatan Tahun 2019- 2021 ... 5 4. Tahun Tanam, Luas Areal Belum Menghasilkan (TBM), Tanaman

Menghasilkan (TM), dan Tanaman Tua (TT) Berdasarkan Desa di Kecamatan Sungai Bahar Tahun 2017 ... 6 5. Jumlah Petani yang Melakukan Peremajaan Kelapa Sawit Rakyat

Melalui Kerangka BPDPKS... 46 6. Interpretasi terhadap Koefisien Korelasi ... 49 7. Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin dan Desa di Kecamatan

Sungai Bahar Tahun 2020 ... 56 8. Jumlah Dusun dan Rukun Tetangga (RT) Menurut Desa di

Kecamatan Sungai Bahar Tahun 2020 ... 56 9. Sarana dan Prasarana di Kecamatan Sungai Bahar Tahun 2021 ... 57 10. Jumlah Penduduk Menurut Mata Pencaharian di Kecamatan

Sungai Bahar ... 58 11. Distribusi Petani Berdasarkan Kelompok Umur di Daerah

Penelitian Tahun 2022 ... 60 12. Distribusi Petani Berdasarkan Tingkat Pendidikan di Daerah

Penelitian Tahun2022 ... 61 13. Distribusi Petani Berdasarkan Jumlah Anggota Keluarga di Daerah

Penelitian Tahun 2022 ... 63 14. Distribusi Petani Berdasarkan Pengalaman Berusahatani di Daerah

Penelitian Tahun 2022 ... 64 15. Distribusi Petani Berdasarkan Pendidikan Nonformal Petani di

Daerah Penelitian Tahun 2022 ... 66 16. Luas Lahan Petani di Daerah Penelitian Tahun 2022 ... 67 17. Distribusi Petani Berdasarkan Luas Lahan di Daerah Penelitian

Tahun 2022 ... 67 18. Distibusi Petani Berdasarkan Modal Petani di Daerah Penelitian

Tahun 2022 ... 69 19. Distribusi Petani Berdasarkan Pendapatan Petani di Daerah

Penelitian Tahun 2022 ... 71 20. Distribusi Petani Berdasarkan Persepsi Petani Indikator

Karakteristik Petani di Daerah Penelitian Tahun 2022 ... 73 21. Distribusi Petani Berdasarkan Persepsi Petani Indikator Situasi

Yang Dipengaruhi di Daerah Penelitian Tahun 2022 ... 74 22. Distribusi Petani Berdasarkan Persepsi Petani Indikator

Krakteristik Objek Yang Diteliti di Daerah Penelitian Tahun 2022 ... 75

(14)

vi

(15)

vii

1. Skema Kerangka Pemikiran ... 42

(16)

viii

1. Kuisioner Penelitian ... 93

2. Identitas Petani yang Belum Melaksanakan Peremajaann Menggunakan Dana BPDPKS di Kecamatan Sungai Bahar ... 102

3. Data dan Kategori Pengalaman Usahatani Menurut Petani Responden ... 103

4. Data dan Kategori Pendidikan Non Formal Menurut Petani Responden ... 104

5. Data dan Kategori Luas Lahan Menurut Petani Responden ... 105

6. Data dan Kategori Modal Menurut Petani Responden... 106

7. Data dan Kategori Pendapatan Menurut Petani Responden ... 107

8. Distribusi Jawaban Petani Sampel Atas Pertanyaan Kuisioner Persepsi di Daerah Penelitian Tahun 2022 ... 108

9. Distribusi Jawaban Petani Sampel Atas Pertanyaan Kuisioner Persepsi Indikator Karakteritik Petani di Daerah Penelitian Tahun 2022 ... 110

10. Distribusi Jawaban Petani Sampel Atas Pertanyaan Kuisioner Persepsi Indikator Situasi yang Dipengaruhi di Daerah Penelitian Tahun 2022 ... 111

11. Distribusi Jawaban Petani Sampel Atas Pertanyaan Kuisioner Persepsi Indikator Karakteristik Objek di Daerah Penelitian Tahun 2022 ... 112

12. Analisis Statistik Hubungan Pendidikan Nonformal Terhadap Persepsi dalam Peremajaan Kelapa Sawit Melalui Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) ... 113

13. Analisis Statistik Hubungan Pengalaman Berusahatani Terhadap Persepsi dalam Peremajaan Kelapa Sawit Melalui Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) ... 116

14. Analisis Statistik Hubungan Luas Lahan Terhadap Persepsi dalam Peremajaan Kelapa Sawit Melalui Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) ... 119

15. Analisis Statistik Hubungan Modal Terhadap Persepsi dalam Peremajaan Kelapa Sawit Melalui Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) ... 122

16. Analisis Statistik Hubungan Pendapatan Terhadap Persepsi dalam Peremajaan Kelapa Sawit Melalui Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) ... 125

17. Dokumentasi... 128

(17)

1

I. PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

Sektor perkebunan pada perekonomian di Indonesia memiliki peranan strategis, yaitu dapat meningkatkan pendapatan masyarakat, sebagai penyerap tenaga kerja, mengoptimalkan pada pengelolaan sumber daya alam yang berkelanjutan serta sebagai penopang pertumbuhan industri manufaktur. Sektor perkebunan memiliki peran yang cukup besar bagi peningkatan pemanfaatan petani serta untuk penyediaan bahan baku pada industri dalam negeri dan juga sebagai sumber devisa negara (Arifin, 2001).

Sektor pertanian pada saat ini berkembang sangat pesat, dapat dilihat dari banyaknya industri yang dibangun terutama pada industri karet dan kelapa sawit.

Tingginya jumlah perkebunan yang dimiliki swasta, masyarakat ataupun BUMN diharapkan dapat meningkatkan pendapatan serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Perkebunan Indonesia mempunyai komoditas unggulan pada tanaman pangan serta tanaman nonpangan. Komoditas kakao, teh, kelapa, serta tebu adalah komoditas pangan, dan tanaman nonpangan yaitu adalah karet, kapas, tembakau, dan kelapa sawit.

Komoditas subsektor perkebunan telah menjadi komoditas unggulan di Indonesia, yaitu kelapa, karet, kakao, kopi, dan kelapa sawit yang mempunyai luas areal serta produksi yang besar di Indonesia. Kelapa sawit adalah tanaman komoditas perkebunan yang penting di Indonesia serta masih mempunyai prospek yang baik. Petani menjadikan perkebunan kelapa sawit sebagai mata pencaharian

(18)

pokok. Kelapa sawit adalah komoditas yang dapat menghasilkan minyak sawit yang mampu mendukung perekonomian Indonesia (Fauzi, 2002).

Perkebunan kelapa sawit berdasarkan status pengusahaan terdiri dari perkebunan besar swasta, perkebunan besar negara, serta perkebunan rakyat.

Perkebunan rakyat adalah salah satu pada pengusahaan perkebunan yang mempunyai luas areal serta produksi kelapa sawit terbesar kedua di Indonesia, sehingga perkebunan rakyat memiliki pengaruh besar pada produksi kelapa sawit di Indonesia (Ditjenbun, 2018). Perkebunan sawit rakyat dibagi menjadi dua yaitu perkebunan yang tidak bermitra dan perkebunan yang bermitra, petani kelapa sawit bermitra oleh perusahaan milik negara ataupun perusahaan milik swasta. Petani plasma adalah sebutan petani kelapa sawit yang bermitra sedangkan petani mandiri adalah sebutan bagi petani kelapa sawit yang tidak bermitra.

Petani plasma pada pengusahaan perkebunan lebih menguntungkan jika dibandingkan dengan petani mandiri sebab petani plasma dalam mengelola perkebunannya dibantu oleh perusahaan mitra, sedangkan petani mandiri mereka mengelola perkebunannya tanpa bantuan. Oleh sebab itu, perkebunan petani mandiri kurang terkelola dengan baik (Suharno et al, 2015). Berdasarkan data dari Dinas Perkebunan Provinsi Jambi terdapat luas perkebunan kelapa sawit di Provinsi Jambi tahun 2016-2020 sebagai berikut.

(19)

Tabel 1. Luas Perkebunan Kelapa Sawit Provinsi Jambi per Kabupaten/Kota (Hektar) Tahun 2016-2020

Wilayah Luas Areal (Ha)

2016 2017 2018 2019 2020

Kerinci 94 94 94 94 94

Merangin 58.929 68.714 70.017 126.252 140.784

Sarolangun 35.464 35.492 35.520 82.023 72.735

Batanghari 48.797 52.206 52.350 144.978 143.456

Muaro Jambi 97.692 97.749 96.587 234.863 227.125

Tanjung Jabung Timur 90.988 94.344 96.384 156.899 153.515

Tanjung Jabung Barat 33.613 33.872 33.872 62.904 62.904

Tebo 46.004 59.468 60.128 110.004 106.052

Bungo 64.832 56.045 60.265 123.417 126.689

Kota Jambi 0 0 0 0 0

Kota Sungai Penuh 0 0 0 0 0

Provinsi Jambi 476.413 497.984 1.011.680 1.041.434 1.033.354

Sumber: Badan Pusat Statistik Provinsi Jambi 2022

Berdasarkan dari data tabel 1. Kabupaten Muaro Jambi luas perkebunan kelapa sawit dari tahun 2016-2020 cenderung mengalami kenaikan. Luas areal kebun kelapa sawit di Kabupaten Muaro Jambi pada tahun 2016 dengan luas 97.692 Ha dan menjadi kabupaten dengan luas perkebunan kelapa sawit paling luas pada tahun 2020 yaitu 227.125 Ha. Luas perkebunan kelapa sawit di Kabupaten Muaro Jambi dari tahun 2016-2020 merupakan kabupaten yang memiliki perkebunan kelapa sawit terluas di Provinsi Jambi hingga puncaknya yaitu pada tahun 2019 yaitu 234.863 Hektar.

Kabupaten Muaro Jambi memiliki luas perkebunan kelapa sawit terluas di Provinsi Jambi hingga tahun 2020. Kecamatan Sungai Bahar terletak di Kabupaten Muaro Jambi yang memiliki luas perkebunan kelapa sawit terluas kedua setelah Kecamatan Sekernan. Berdasarkan data dari Dinas Perkebunan Provinsi Jambi luas areal tanaman kelapa sawit di Kabupaten Muaro Jambi tahun 2017-2021 sebagai berikut.

(20)

Tabel 2. Luas Areal Tanaman Kelapa Sawit di Kabupaten Muaro Jambi Tahun 2017-2021

Kecamatan Luas Lahan (Ha)

2017 2018 2019 2020 2021

Mestong 757 3.444 3.457 3.467 3.467

Sungai Bahar 3.096 22.746 26.246 26.260 26.260

Bahar Selatan 2.520 5.579 8.924 8.931 8.931

Bahar Utara 2.506 4.004 8.009 8.014 8.014

Kumpeh Ulu 1.724 14.916 15.844 15.852 15.852

Sungai Gelam 1.112 1.124 8.550 8.564 9.564

Kumpeh 1.135 12.399 15.032 15.040 15.040

Maro Sebo 6.155 9.803 9.803 9.810 9.810

Taman Rajo 1.244 1.244 1.244 1.245 1.245

Jambi Luar Kota 4.913 4.916 10.696 10.706 10.706

Sekernan 8.183 22.249 27.474 27.514 27.516

Muaro Jambi 33.345 102.424 135.279 135.403 232.725

Sumber: Dinas Perkebunan dan Peternakan Kabupaten Muaro Jambi 2022 Berdasarkan tabel 2. luas areal perkebunan kelapa sawit di Kabupaten Muaro Jambi mengalami peningkatan yang cukup signifikan dari tahun 2017-2021 yaitu pada tahun 2017 luas areal perkebunan kelapa sawit hanya 33.345 hektar dan pada tahun 2018 luas areal kelapa sawit 102.424 hektar dan terjadi perluasan areal sebanyak 32.979 hektar di tahun 2020 yaitu 135.403 hektar. Perluasan areal kelapa sawit terus meningkat hingga tahun 2021 dengan luas 232.725 hektar. Kecamatan Sungai Bahar luas areal perkebunan kelapa sawit 26.260 hektar hingga tahun 2021.

Perkebunan kelapa sawit di Kecamatan Sungai Bahar juga telah memasuki masa pergantian tanaman atau peremajaan dengan jumlah yang paling luas di Kabupaten Muaro Jambi hingga 2020. Adapun data mengenai Luas Areal Tanaman Belum Menghasilkan (TBM), Tanaman Menghasilkan (TM), dan Tanaman Tua (TT) atau Tanaman Rusak (TR) di Kabupaten Muaro Jambi menurut Kecamatan pada tahun 2019-2021 sebagai berikut:

(21)

Tabel 3. Luas Areal Tanaman Belum Menghasilkan (TBM), Tanaman Menghasilkan (TM), Tanaman Tua (TT) atau Tanaman Rusak (TR) di Kabupaten Muaro Jambi Berdasarkan Kecamatan Tahun 2019- 2021

Kecamatan

Luas Areal (Ha)

TBM TM TT/TR

2019 2020 2021 2019 2020 2021 2019 2020 2021

Mestong 248 258 258 3.209 3.209 3.209 - - -

Sungai Bahar 989 1.631 1.858 14.670 14.670 14.670 10.587 9.959 9.732 Bahar Selatan 369 477 666 2.728 2.728 2.728 5.827 5.726 5.537 Bahar Utara 82 87 299 2.361 2.361 2.361 5.566 5.566 5.354

Kumpeh Ulu 1.769 1.777 1.777 14.075 14.075 14.075 - - -

Sungai Gelam 428 1.253 1.253 6.579 6.579 6.579 1.543 732 1.732 Kumpeh 1.159 1.167 1.167 13.501 13.501 13.501 372 372 372

Maro Sebo 3.502 3.509 3.509 6.301 6.301 6.301 - - -

Taman Rajo 865 866 866 379 379 379 - - -

Jambi Luar Kota 673 683 683 4.363 4.363 4.363 5.660 5.660 5.660 Sekernan 3.477 3.570 3.572 21.798 21.798 21.798 2.199 2.146 2.146 Muaro Jambi 13.561 15.278 15.908 89.964 89.964 89.964 31.754 30.161 30.533

Sumber: Dinas Perkebunan dan Peternakan Kabupaten Muaro Jambi 2022 Berdasarkan Tabel 3. dapat dilihat bahwa Kecamatan Sungai Bahar mempunyai luas areal kelapa sawit dengan Tanaman Tua (TT) atau Tanaman Rusak (TR) pada tahun 2019 seluas 10.587 hektar dan mengalami penurunan menjadi 9.959 hektar dan pada tahun 2021 seluas 9.732 hektar. Kecamatan Sungai Bahar merupakan kecamatan dengan jumlah tanaman tua dan tanaman rusak terbesar dari tahun 2019-2021. Dengan demikian, tanaman tua atau tanaman rusak tersebut perlu dilakukan peremajaan.

Peremajaan merupakan salah satu kegiatan penting pada teknik budidaya.

Peremajaan tanaman harus disiapkan dengan baik dan matang. Menurut Hutasoit et al, 2015 tentang persepsi petani pada kegiatan peremajaan sangat baik. Hal tersebut

berimplikasi dengan tingginya tingkat kesiapan petani dalam melakukan peremajaan kelapa sawit pada saat umur tanaman kelapa sawit tidak lagi produktif.

Peremajaan perkebunan kelapa sawit telah menjadi fokus pemerintah mulai tahun 2017.

(22)

Program peremajaan perkebunan kelapa sawit dinilai penting dikarenakan saat ini 2,4 juta hektar dari 5,6 juta hektar kebun kelapa sawit rakyat kurang produktif.

Dari 2,4 juta hektar kebun kelapa sawit tersebut, terdapat 2,1 juta hektar terindikasi bahwa perkebunan berusia muda atau memiliki umur kurang dari 25 tahun yang menggunakan bibit dengan kualitas rendah. Sementara itu, 300.000 hektar kebun kelapa sawit sisanya adalah perkebunan tua atau tanaman yang memiliki umur diatas 25 tahun yang sudah tidak produktif lagi. Tanaman kelapa sawit yang tidak ekonomis lagi harus melakukan peremajaan. Adapun data mengenai tahun tanam, luas areal TBM, TM, dan TT berdasarkan Desa di Kecamatan Sungai Bahar tahun 2017 dapat kita lihat pada tabel berikut:

Tabel 4. Tahun Tanam, Luas Areal Tanaman Belum Menghasilkan (TBM), Tanaman Menghasilkan (TM), dan Tanaman Tua (TT) Berdasarkan Desa di Kecamatan Sungai Bahar Tahun 2017

Nama Desa Tahun Tanam

Luas Areal Kelapa Sawit (Ha)

Jumlah (Ha)

TBM TM TT

Suka Makmur 83/84 38 215 456 709

Mekarsari Makmur 84/85 44 226 440 710

Marga Mulya 84/85 24 501 976 1.501

Panca Mulya 87/88 50 428 950 1.428

Marga Manunggal Jaya 86/87 20 390 980 1.390

Rantau Harapan 86/87 10 192 754 956

Bhakti Mulya 86/87 6 202 720 928

Tanjung Harapan 86/87 6 230 1.054 1.290

Berkah 86/87 4 219 838 1.061

Bukit Makmur 92/93 - 1.506 - 1.506

Bukit Mas 92/93 - 1.334 - 1.334

Sungai Bahar 202 5.443 7.168 12.813

Sumber: Dinas Perkebunan dan Peternakan Kabupaten Muaro Jambi 2022 Berdasarkan Tabel 4. dapat dilihat bahwa tahun tanam kelapa sawit yang ada di Kecamatan Sungai Bahar mulai ditanam pada tahun 1983-1984 di Desa Suka Makmur dan diikuti Desa Mekarsari Makmur dan Desa Marga Mulya pada tahun 1984-1985. Jika umur tertua kelapa sawit yang ada di Kecamatan Sungai Bahar ditanam pada tahun 1983 maka usia tanaman kelapa sawit hingga saat ini adalah 39

(23)

tahun. Dimana umur tersebut sudah tidak ekonomis lagi dan harus dilakukan peremajaan kelapa sawit. Peremajaan kelapa sawit rakyat yang dilakukan di Kecamatan Sungai Bahar telah banyak mendapat dana hibah dari BPDPKS untuk melaksanakan peremajaan.

Implementasi program peremajaan kelapa sawit rakyat yang sudah diatur oleh pemerintah melalui Keputusan Direktur Jenderal Perkebunan Nomor 29 Tahun 2017 dan Keputusan Direktur Jenderal Perkebunan Nomor 240 Tahun 2018.

Direktorat Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian memaknai peremajaan kelapa sawit merupakan sebuah upaya dalam pengembangan perkebunan yang dilakukan dengan mengganti tanaman yang sudah tua yang telah melawati usia ekonomis 25 tahun atau mempunyai produktivitas kurang dari 10 ton TBS per hektar per tahun pada umur minimal 7 tahun atau tanaman yang tidak menggunakan bibit bersertifikat dengan tanaman kelapa sawit yang memiliki kualitas tinggi dan bersertifikat.

Penggunaan bibit kelapa sawit yang telah bersertifikat, produktivitas perkebunan kelapa sawit rakyat diharapkan mampu meningkat karena telah menggunakan bibit unggul yang kualitasnya telah dijamin oleh pemerintah.

Beberapa lembaga yang berperan serta dalam pelaksanaan program peremajaan kelapa sawit rakyat yaitu Kementerian Pertanian, BPDPKS, serta dinas perkebunan di tingkat provinsi dan kabupaten.

Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) adalah badan pengelola dana perkebunan yang berdiri pada tahun 2015 yang bertujuan untuk mengimplementasikan kebijakan dana pungutan industri kelapa sawit atau CPO

(24)

Supporting Fund (CSF). Dalam Peraturan Presiden No. 15 Pasal 1 Ayat 6 BPDPKS mempunyai tugas untuk menghimpun, mengadministrasikan, mengelola, menyimpan, serta menyalurkan dana. Pencairan dana hibah dapat diperoleh petani yang memiliki syarat yaitu petani harus tergabung kedalam kelompok tani yang aktif serta tergabung kedalam koperasi, mempunyai lahan maksimal 4 hektar, membuat akad kredit dengan perbankan supaya penggunaan dana dapat terkontrol serta petani harus mau berkomitmen dalam menjadi pelaku usaha yang peduli dengan kelestarian lingkungan (Lukmana, 2016).

Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) adalah badan pengelola dana perkebunan yang berdiri guna melakukan penghimpunan dana pada pendorong pengembangan kelapa sawit. Program penggunaan dari dana yang dihimpun yaitu program bantuan dana Peremajaan Sawit Rakyat (PSR). Melalui Kementerian Pertanian serta BPDPKS, pemerintah telah membuat program yang diperuntukkan kepada petani kelapa sawit.

Program PSR tersebut berfokus mengenai peremajaan kelapa sawit yang memiliki umur yang sudah tua, yaitu kelapa sawit yang telah memiliki umur ± 25 tahun supaya mampu meningkatkan produktivitas buah kelapa sawit. BPDPKS mempunyai peran dalam menyalurkan alokasi dana peremajaan yang bersumber dari pungutan ekspor serta iuran para pelaku usaha perkebunan kelapa sawit yang dihimpun serta dikelola oleh BPDPKS. Pada tingkat provinsi dan kabupaten, dinas perkebunan memiliki peran dalam memberikan sosialisasi program peremajaan, mengumpulkan, serta membuat dan melaksanakan verifikasi rekomendasi teknis mengenai usulan peremajaan yang akan diajukan ke Kementerian Pertanian.

(25)

Program peremajaan kelapa sawit yang diwujudkan melalui pemberian bantuan biaya peremajaan kepada pekebun rakyat sebesar 30 juta rupiah per hektar dengan maksimal kebun empat hektar bagi setiap kelapa keluarga (KK). Komponen peremajaan yang didanai oleh BPDPKS meliputi biaya operasional persiapan peremajaan, biaya peremajaan, serta untuk pengembangan sumberdaya manusia.

Secara umum, biaya persiapan peremajaan yang mencakup persiapan administrasi seperti pembuatan peta kebun serta pengumpulan surat legalitas dan pembentukan kelembagaan pekebun. Biaya peremajaan seperti biaya persiapan lahan dan pengadaan bibit bersertifikat, pestisida, pupuk, alat pertanian, serta infrastruktur yang dibutuhkan. Biaya pengembangan sumberdaya manusia, yaitu yang meliputi biaya pendampingan dan fasilitasi kepada pekebun yang bertujuan dalam meningkatkan kapasitas pekebun untuk melaksanakan peremajaan dan pengelolaan kebun kelapa sawit agar semakin produktif serta ramah lingkungan.

Program PSR mempunyai beberapa keuntungan yang mampu dijadikan landasan dalam kegiatan berkelanjutan. Keuntungan pertama yaitu pada aspek lingkungan. Program PSR mampu mengoptimalkan lahan kelapa sawit milik petani swadaya yang telah ada sehingga kualitas lahan sawit meningkat tanpa melakukan perluasan lahan tanpa merusak hutan. Keuntungan kedua yaitu dari segi ekonomi.

Program PSR mampu memajukan sektor sawit dalam meningkatkan kesejahteraan petani serta mampu mendorong petani supaya mempunyai sertifikasi sawit yang berkelanjutan (BPDPKS, 2020).

Keuntungan ketiga yaitu dari segi sosial. Program PSR mampu mengentaskan kemiskinan di daerah pedesaan. Keuntungan keempat yaitu pada segi kelembagaan.

(26)

Program PSR telah menjadi salah satu upaya yang dilakukan pemerintah pada pemberdayaan lembaga lokal, seperti kelompok tani yang mempunyai keleluasaan untuk mengelola lahannya sendiri. Sumber dana yang diberikan oleh Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) hanya berjumlah 30 juta rupiah per hektar. Angka tersebut dinilai sangat kurang jika dana tersebut dipergunakan hingga masa panen, sebab dengan dana 30 juta rupiah per hektar per KK hanya mampu mencapai proses penanaman. Kondisi sosial ekonomi petani sangat mempengaruhi keberhasilan peremajaan kelapa sawit tersebut.

Perkebunan kelapa sawit di Provinsi Jambi tersebar di 8 kabupaten. Kabupaten Muaro Jambi merupakan kabupaten yang mempunyai luas perkebunan kelapa sawit rakyat yang paling besar yang berkontribusi sebesar 21,7%. Perkebunan kelapa sawit rakyat yang memiliki lahan terluas setelah Kabupaten Muaro Jambi yaitu Kabupaten Tanjung Jabung Barat dengan kontribusi 19,8% dan Kabupaten Merangin 13,1%. Provinsi Jambi memiliki kondisi pada tanaman kelapa sawit rakyat sebesar 23,43% Tanaman Belum Menghasilkan (TBM), Tanaman Menghasilkan (TM) sebesar 73,06% dan 3,5% tanaman kelapa sawit yang telah tua dan rusak. Luas areal perkebunan kelapa sawit rakyat yaitu 526.822 Ha serta tanaman kelapa sawit yang telah masuk dalam kondisi peremajaan yaitu 63,114 Ha.

Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) akan mendorong dalam peningkatan produktivitas perkebunan kelapa sawit rakyat melalui pendukungan dalam pendanaan peremajaan perkebunan kelapa sawit milik petani.

Upaya yang dilakukan dalam peningkatan produktivitas tanaman kelapa sawit yaitu melalui program peremajaan kelapa sawit rakyat. Biaya dalam melakukan peremajaan kelapa sawit rakyat menurut hitungan Direktorat Jenderal Perkebunan

(27)

Kementerian Pertanian mencapai 68 juta rupiah per hektar. Fakta pendanaan dilapangan bahwa dana hibah dari BPDPKS untuk melakukan peremajaan kelapa sawit rakyat adalah sebesar 30 juta rupiah per hektar per KK. Angka tersebut cukup jauh dari perhitungan Direktorat Jenderal Perkebuanan Kementerian Pertanian dalam peremajaan kelapa sawit rakyat yaitu sebesar 68 juta rupiah per hektar.

Persepsi atau pandangan petani mengenai peremajaan kelapa sawit dengan menggunakan dana bantuan dari BPDPKS tentunya memberikan pengaruh yang baik terhadap keadaan sosial dan ekonomi petani. Pandangan atau sikap petani serta motif petani dalam melaksanakan peremajaan menggunakan BPDPKS tentunya memberikan rasa senang terhadap petani sebab petani akan merasa terbantu dengan adanya bantuan dana, dan program peremajaan ini sangat penting dalam kelangsungan hidup untuk kedepannya bagi petani. Selain itu, harapan petani tentunya tinggi ketika telah melaksanakan peremajaan akan menghasilkan produksi yang meningkat guna memperbaiki keadaan ekonomi keluarga. Akan tetapi, dengan berbagai dampak positif peremajaan masih terdapat petani yang masih enggan untuk melakukan peremajaan kelapa sawit menggunakan dana BPDPKS.

Kondisi sosial dan ekonomi petani satu dengan yang lainnya tentu berbeda.

Faktor sosial yang berbeda seperti pendidikan non formal, pengalaman usahatani, pendapatan, luas lahan, dan modal akan membentuk persepsi petani yang berbeda pula. Petani dengan pendidikan yang lebih tinggi akan membentuk persepsi yang baik mengenai peremajaan menggunakan dana BPDPKS karena petani tersebut memiliki pengalaman yang lebih di bidang pendidikan non formal. Faktor sosial lain yang dapat membentuk persepsi yaitu pengalaman usahatani dan pendidikan non formal yang pernah ditempuh oleh petani karena dengan pengalaman

(28)

berusahatani yang sudah lama akan membentuk persepsi baik atau tidaknya peremajaan dengan menggunakan dana BPDPKS.

Pengalaman berusahatani mampu mendorong petani untuk melakukan peremajaan menggunakan dana dari BPDPKS. Faktor ekonomi seperti pendapatan dan luas lahan kelapa sawit yang diusahakan petani mampu membentuk persepsi mereka mengenai penggunaan dana dari BPDPKS. Petani dengan pendapatan tinggi ataupun rendah tentunya memiliki pandangan dan sikap positif mengenai peremajaan dari BPDPKS karena mereka akan merasa terbantu dengan adanya program tersebut. Luas lahan yang dimiliki petani tentunya akan menjadi pertimbangan petani dalam melaksanakan peremajaan karena biaya yang dibutuhkan tergolong besar jika ingin melaksanakan peremajaan secara mandiri.

Luas lahan petani dengan maksimal 4 hektar dapat menggunakan bantuan dari BPDPKS dan tentunya mendapat pandangan baik bagi petani sehingga petani mampu melakukan peremajaan tanpa harus mengeluarkan biaya yang besar.

Sedangkan modal yang dimaksud adalah simpanan atau tabungan petani untuk melakukan peremajaan.

Pencairan dana hibah tersebut mampu diperoleh petani dengan syarat petani harus tergabung kedalam kelembagaan seperti kedalam kelompok tani yang aktif atau tergabung kedalam koperasi. Kekurangan dana tersebut tentu harus ditanggung oleh petani itu sendiri dalam melaksanakan peremajaan kelapa sawit. Permasalahan yang dihadapi saat ini untuk melakukan program peremajaan kelapa sawit yaitu harus mengeluarkan biaya yang tidak sedikit dan masih terdapat petani yang belum mau untuk melakukan peremajaan, dengan adanya dana BPDPKS tentunya petani akan merasa terbantu dalam pembiayaan peremajaan kelapa sawit.

(29)

Faktor sosial ekonomi petani dalam peremajaan kelapa sawit rakyat merupakan penentu persepsi atau pandangan petani terhadap kegiatan peremajaan menggunakan dana BPDPKS seperti pendidikan non formal, pengalaman berusahatani, pendapatan, luas lahan, dan modal dengan keadaan tersebut akan muncul pandangan petani yang berbeda-beda mengenai peremajaan kelapa sawit dengan memanfaatkan bantuan dana hibah dari BPDPKS.

Selain faktor sosial dan ekonomi tersebut terdapat faktor lain yang membuat persepsi petani terhadap peremajaan kelapa sawit menggunakan BPDPKS yaitu adalah petani yang memiliki hutang kepada pihak Bank maka petani tersebut tidak bisa mengajukan pendanaan peremajaan menggunakan dana BPDPKS. Petani yang memiliki hutang atau sertifikat tanah mereka digadai maka petani tersebut tidak dapat mengajukan pendanaan walaupun syarat lainnya telah terpenuhi. Persepsi petani mengenai peremajaan kelapa sawit rakyat tentunya memiliki pandangan positif atau negatif seperti dampak yang mereka rasakan terhadap adanya bantuan dari BPDPPKS terhadap keadaan sosial dan ekonomi petani.

Berdasarkan uraian diatas maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Hubungan Antara Faktor Sosial Ekonomi dengan Persepsi Petani dalam Peremajaan Kelapa Sawit Rakyat Melalui Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) Di Kecamatan Sungai Bahar”

(30)

1.2.Rumusan Masalah

Kecamatan Sungai Bahar merupakan kecamatan yang mengusahakan perkebunan kelapa sawit swadaya terbesar kedua di Kabupaten Muaro Jambi setelah Kecamatan Sekernan pada tahun 2020-2021. Perkebunan kelapa sawit swadaya yang berada di Kecamatan Sungai Bahar pada tahun 2018 diusahakan seluas 3.096 Ha dengan jumlah yang sama pada tahun 2018. Produktivitas usahatani kelapa sawit rakyat di Kecamatan ini adalah sebesar 3,38 ton/Ha dan meningkat pada tahun 2018 sebesar 3,39 ton/Ha. Pada tahun 2019 Kecamatan Sungai Bahar memiliki luas perkebunan kelapa sawit yaitu 26.246 Ha dan meningkat sebanyak 14 Ha pada tahun 2020 dan menjadi 26.260 Ha.

Produktivitas pada tahun 2019-2020 cederung menurun yaitu hanya 2,29 ton/Ha saja pada tahun 2019-2020. Hal tersebut disebabkan oleh peningkatan tanaman tua dan tanaman rusak. Pada tahun 2017 tanaman tua atau tanaman rusak hanya seluas 83 Ha dan meningkat di tahun 2018 menjadi 159 Ha. Peningkatan kerusakan dan penuaan pada tanaman kelapa sawit di Kecamatan Sungai Bahar meningkat drastis pada tahun 2019 yaitu sebesar 10.587 Ha dan pada tahun 2020 sebesar 9.959 Ha.

Pada umumnya, tanaman kelapa sawit yang tidak produktif lagi akan berdampak pada penurunan produksi sehingga tindakan yang perlu dilakukan adalah peremajaan tanaman kelapa sawit. Akan tetapi, kenyataan dilapangan menunjukkan bahwa peremajaan kelapa sawit di Kecamatan Sungai Bahar masih tegolong lambat. Petani kelapa sawit di Kecamatan Sungai Bahar sebagian besar masih sulit dalam melaksanakan peremajaan yang disebabkan karena ketidakmampuan petani dalam hal pembiayaan peremajaan kelapa sawit. Jika

(31)

petani ingin melaksanakan peremajaan kelapa sawit maka petani perlu banyak melakukan pertimbangan ekonomi dalam keluarganya, sebab petani sangat menggantungkan hidupnya dari hasil perkebunan kelapa sawit yang dimilikinya.

Resiko dalam kegagalan peremajaan juga menjadi pertimbangan besar untuk petani. Selain itu, kegiatan peremajaan kelapa sawit membutuhkan waktu yang cukup lama serta biaya yang sangat besar dan jika terjadi kegagalan maka petani akan mengalami kerugian yang sangat besar pula, sedangkan petani hanya menggantungkan penghasilannya dari hasil perkebunan kelapa sawit.

Keberhasilan peremajaan kelapa sawit dinilai sangat penting dalam kelangsungan hidup petani. Peremajaan kelapa sawit dapat dilakukan dengan mandiri atau swadaya petani dalam kerangka bantuan dana dari pemerintah, atau dilakukan dengan biaya pribadi dari petani itu sendiri. Salah satu upaya dalam menjaga peran tanaman kelapa sawit secara berkesinambungan, pemerintah telah menetapkan sebuah kebijakan mengenai penghimpunan dana perkebunan kelapa sawit yang diamanatkan pada pasal 93 Undang-Undang No. 39 Tahun 2014 mengenai perkebunan. Peraturan perundangan tersebut menjadi landasan dalam penetapan teknis pengembangan perkebunan kelapa sawit secara terencana serta tepat sasaran.

Keadaan sosial dan ekonomi petani yang kurang layak untuk melakukan peremajaan secara mandiri merupakan salah satu alasan petani untuk melakukan peremajaan menggunakan dana dari pemerintah untuk dimasa yang akan datang.

Kegiatan peremajaan kelapa sawit memerlukan waktu yang cukup lama serta biaya yang sangat besar dan jika terjadi kegagalan maka petani akan mengalami kerugian

(32)

yang sangat besar. Faktor sosial ekonomi petani seperti pendidikan non formal, pendapatan petani, luas lahan, penagalaman usahatani, dan modal mampu mempengaruhi pandangan atau persepsi yang tercipta dari petani sehingga petani lebih memilih untuk melakukan peremajaan kelapa sawit dengan menggunakan dana bantuan dari pemerintah dibandingkan harus melakukan peremajaan dengan biaya mandiri dimasa yang akan datang.

Persepsi atau pandangan petani mengenai peremajaan menggunakan dana dari BPDPKS tentunya memiliki dampak positif untuk membantu keadaan ekonomi bagi kehidupan petani. Hal tersebut ditandai dengan semakin banyak petani yang tergabung dalam lembaga untuk dapat melakukan peremajaan menggunakan dana BPDPKS. Berdasarkan masalah yang telah diuraikan, maka dapat dirumuskan permasalahan pada penelitian ini adalah:

1. Bagaimana faktor pendidikan non formal, pengalaman usahatani, luas lahan, pendapatan, dan modal dalam peremajaan kelapa sawit rakyat melalui Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) di Kecamatan Sungai Bahar?

2. Bagaimana persepsi petani dalam kegiatan peremajaan kelapa sawit rakyat melalui Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) di Kecamatan Sungai Bahar?

3. Bagaimana hubungan antara faktor sosial ekonomi dengan persepsi petani dalam peremajaan kelapa sawit rakyat melalui Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) di Kecamatan Sungai Bahar?

(33)

1.3.Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian yang akan dicapai sesuai dengan permasalahan yang telah diuraikan adalah:

1. Mengetahui faktor pendidikan non formal, pengalaman usahatani, luas lahan, pendapatan, dan modal petani dalam peremajaan kelapa sawit rakyat melalui Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) di Kecamatan Sungai Bahar.

2. Mengetahui persepsi petani dalam peremajaan kelapa sawit rakyat melalui Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) di Kecamatan Sungai Bahar.

3. Menggambarkan hubungan antara faktor sosial ekonomi dengan persepsi petani dalam peremajaan kelapa sawit rakyat melalui Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) di Kecamatan Sungai Bahar.

1.4.Kegunaan Penelitian

1. Hasil penelitian diharapkan dapat membantu meningkatkan faktor sosial ekonomi petani di Kecamatan Sungai Bahar.

2. Hasil penelitian dapat menjadi sumber informasi dalam kegiatan peremajaan kelapa sawit rakyat.

3. Bagi peneliti berguna dalam pemenuhan syarat penyelesaian studi tingkat akhir sarjana Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Jambi serta hasil analisa hubungan antara faktor sosial ekonomi dengan persepsi petani menjadi sumbangan pemikiran pengembangan dalam peremajaan kelapa sawit rakyat.

(34)

18

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Faktor-Faktor Sosial Ekonomi Petani

Faktor sosial ekonomi mampu mempengaruhi persepsi seseorang. Faktor sosial ekonomi dengan memiliki unit skala usaha tani yang lebih luas, mempunyai tingkat pendidikan yang tinggi, dan orientasi usaha yang bersifat komersil merupakan anggota sistem sosial yang inovatif (Tarigan, 1987). Pada laporan penelitian Bapeda-PIPR Jawa Tengah dalam Niam (2002) mengungkapkan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi terhadap persepsi petani dibagi menjadi dua faktor yaitu faktor fungsional yang memiliki variabel lain seperti sikap, kepribadian, intensitas, nilai-nilai, status sosial ekonomi, keyakinan, umur dan intelegensia serta faktor stimulus.

Ismono dalam Yetty Susilastuti (2004) menyatakan bahwa faktor sosial ekonomi yaitu adalah asset non lahan, umur kepala keluarga, luas lahan, anggota usia kerja, jarak tempat tinggal ke pusat perekonomian, serta pengalaman dalam berusahatani. Koenjoroningrat dalam Yetty Susilastuti (2004) mengatakan bahwa faktor sosial ekonomi yaitu pendidikan, penghasilan, dan pekerjaan. Faktor sosial ekonomi petani mempertimbangkan hal-hal seperti umur petani, lama berusahatani, tingkat pendidikan petani, jumlah tanggungan keluarga, luas lahan usahatani, tenaga kerja dan modal (Tota dalam Nur Amalia Majid, 2012)

Petani memiliki peran yang jamak dalam melaksanakan usahataninya yaitu petani adalah sebagai manajer, sebagai kepala keluarga, dan sebagai juru tani.

Sebagai manajer serta juru tani yang berhubungan pada kemampuan dalam mengelola usahatani yang dipengaruhi faktor eksternal dan faktor internal pribadi petani tersebut yang disebut dengan karakteristik sosial ekonomi. Sedangkan

(35)

sebagai keluarga petani harus mampu memberikan kehidupan yang layak serta dapat memenuhi kebutuhan anggota keluarganya (Mosher, 1981).

Konsep sosial mempunyai arti tidak dapat hidup wajar tanpa adanya bantuan dan campur tangan orang lain. Faktor sosial petani sering diartikan sebagai suatu hal yang berkaitan dengan masyarakat yang mampu mempengaruhi petani dalam mempersepsikan dalam peremajaan kelapa sawit menggunakan dana BPDPKS.

Sedangkan faktor ekonomi petani mampu diartikan sebagai segala sesuatu yang bisa memberikan nilai kepada produktivitas usahatani. Faktor ekonomi petani menjadi faktor yang determinan dan mampu berpengaruh terhadap persepsi petani dalam melaksanakan peremajaan kelapa sawit rakyat yang menggunakan dana dari BPDPKS. Status ekonomi seseorang akan menggambarkan bagaimana kondisi seseorang ditengah-tengah masyarakat yang dapat ditinjau dari segi ekonomi dengan gambaran yaitu pendapatan, luas lahan dan modal.

Faktor-faktor sosial ekonomi pada petani diasumsikan mampu mempengaruhi terhadap persepsi petani pada pelaksanaan peremajaan kelapa sawit rakyat yang menggunakan dana bantuan dari Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS). Faktor sosial ekonomi yang diteliti dalam penelitian ini adalah pendidikan non formal, pengalaman berusahatani, pendapatan, luas lahan dan modal.

(36)

2.1.1. Pendidikan Nonformal

Menurut Kartasapoetra (1991) menyatakan bahwa penyuluhan adalah sistem pendidikan yang mempunyai sifat non formal atau sistem pendidikan diluar pada sistem persekolahan yang ditunjukkan dengan cara-cara dalam mencapai sesuatu yaitu dengan memuaskan sambil tetap mengerjakannya sendiri menjadi belajar untuk mengerjakan sendiri. Samsudin (1987) menyatakan bahwa sifat pendidikan pada penyuluhan pertanian merupakan non formal yang mempunyai arti penyuluhan pertanian mampu dilaksanakan atas dasar sebagai berikut:

1. Tidak memiliki kurikulum tertentu 2. Tidak mempunyai batas ruangan tertentu

3. Pembahasan yang disampaikan berdasarkan pada kurikulum petani 4. Sasaran tidak terbatas terhadap keseragaman umum

5. Tidak bersifat paksaan

6. Ketentuan-ketentuan terhadap sanksi pada suatu hal tidak berlaku 7. Tidak ada ketentuan mengenai waktu dan lamanya pendidikan

Van Den Ban dan Hawkins (1999) menyatakan bahwa penyuluhan adalah suatu keterlibatan seseorang dalam melakukan komunikasi informasi dengan sadar yang mempunyai tujuan untuk membantu sesamanya dalam memberikan pendapat sehingga mampu membuat keputusan yang benar. Pendidikan non formal meliputi usaha penyuluhan pertanian, pelatihan kaum tani serta berbagai program pembinaan masyarakat (Gunarto et al., 2005).

Keberagaman persepsi menurut Rahmat (1985), dipengaruhi adanya rujukan, yaitu faktor personal dalam diri individu yaitu berupa sikap, pendidikan,

(37)

pengetahuan dan sebagainya. Jadi perbedaan tingkat pendidikan akan menghasilkan persepsi yang berbeda pula terhadap obyek yang diamati.

2.1.2. Pengalaman Berusahatani

Pengalaman bertani adalah lama waktu yang telah digunakan petani dalam menekuni usahataninya. Soekartawi (1999) menyatakan bahwa pengalaman seseorang dalam berusahatani akan berpengaruh dalam menerima inovasi dari luar.

Individu dalam mempersiapkan pada suatu objek oleh faktor yang ada pada pelaku persepsi yang meliputi minat atau kepentingan, penghargaan individu, dan pengalaman. Jadi pengalaman individu pada sebuah objek mampu menciptakan kesan baik atau buruk terhadap objek yang dapat memperngaruhi cara individu tersebut mempersepsikannya (Rivai, 2012). Hal tersebut sama dengan yang dinyatakan oleh Robbin (2008) yaitu karakteristik yang dapat mempengaruhi persepsi meliputi sikap, pengalaman masa lalu dan harapan – harapan seseorang.

Menurut Rahmat (1998) pengalaman tidak harus melewati proses pembelajaran formal. Namun, pengalaman dapat diperoleh pada rangkaian aktivitas yang telah dialami. Semakin banyak pengalaman pada petani dalam peremajaan kelapa sawit rakyat maka persepsi petani juga akan semakin beragam.

2.1.3. Pendapatan

Pendapatan dibagi menjadi pendapatan kotor (penerimaan) serta pendapatan bersih (keuntungan). Pendapatan kotor adalah ukuran produktivitas sumber daya yang di produksi dari usaha tani, sedangkan pendapatan bersih adalah pendapatan kotor yang telah dikurangi total biaya usaha yang dikeluarkan (Soekartawi, 2001).

(38)

Penerimaan dalam usahatani merupakan total pemasukan yang diterima oleh produsen atau petani dari kegiatan produksi yang sudah dilakukan yang telah menghasilkan uang yang belum dikurangi oleh biaya-biaya yang dikeluarkan selama produksi (Husni, et al., 2014).

Penerimaan usahatani dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu luas usahatani, jenis dan harga komoditas usahatani yang diusahakan, serta jumlah produksi.

Faktor-faktor tersebut berbanding lurus sehingga apabila salah satu faktor mengalami kenaikan atau penurunan maka dapat mempengaruhi penerimaan yang diterima oleh produsen atau petani yang melakukan usahatani. Semakin besar luas lahan yang dimiliki oleh petani maka hasil produksinya akan semakin banyak pula, sehingga penerimaan yang akan diterima oleh produsen atau petani semakin besar pula (Sundari, 2011).

Pendapatan sangat berpengaruh bagi kelangsungan suatu usaha, semakin besar pendapatan yang diperolah maka akan semakin besar kemampuan suatu usaha dalam membiayai segala pengeluaran serta kegiatan-kegiatan yang akan dilakukan (Humaerah dkk, 2014).

2.1.4. Luas Lahan

Tanah adalah faktor produksi yang paling penting dalam pertanian karena tanah merupakan tempat untuk melakukan usahatani dan tempat hasil produksi dapat dikeluarkan. Tanah tidak memiliki sifat yang sama dengan faktor produksi lain yaitu luas relatif tetap dan permintaan terhadap lahan meningkat sehingga bersifat langka (Mubyarto, 1989).

Luas penguasaan lahan pertanian adalah sesuatu yang sangat penting dalam proses produksi, usahatani, serta usaha pertanian. Status lahan pertanian

(39)

diklasifikasikan yaitu sebagai lahan milik, lahan sewa, serta lahan sekap. Lahan dengan status kepemilikan biasanya lebih mahal karena mempunyai sertifikat hak milik sehingga memiliki harga jual yang lebih mahal dibandingkan dengan yang bukan milik.

Mardikanto (1994) menyatakan bahwa luas lahan yang telah diusahakan petani di negara Indonesia cukup sempit, petani hanya mempunyai lahan kurang dari 0,5 Ha atau 7,7% per tahun pada jumlah tersebut selalu bertambah. Petani yang memiliki lahan sempit cenderung sangat intensif, disebabkan oleh kegiatan- kegiatan yang diluar usahatani sehingga dapat memperoleh tambahan pendapatan.

2.1.5. Modal

Modal dalam berusahatani dapat dibedakan sebagai bentuk kekayaan yang berupa uang atau barang yang digunakan dalam menghasilkan sesuatu secara langsung atau tidak langsung dalam proses produksi. Pembentukan modal mempunyai tujuan dalam meningkatkan produksi serta pendapatan dan mampu menunjang pembentukan modal yang lebih lanjut. Modal yang berupa uang sangat diperlukan dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari namun lebih dari itu seperti membeli sarana produksi misalnya pupuk, bibit, dan lain-lain yang memungkinkan petani untuk melaksanakan proses produksi (Rita Hanafie, 2010).

Penggolongan modal pada dasarnya dibagi menjadi dua macam, yaitu:

1. Barang-barang yang tidak habis dalam satu kali produksi seperti peralatan pertanian serta bangunan.

2. Barang-barang yang habis sekali produksi seperti bibit, pupuk, dan obat-obatan.

(40)

Modal mengandung banyak arti tergantung pada penggunaannya. Pada sehari hari modal sama artinya dengan harta kekayaan seseorang yaitu adalah harta yang berupa uang, tanah, rumah, tabungan, dan sebagainya. Pada penelitian ini modal yang dimaksud adalah berupa simpanan yang berdasarkan perhitungan dari dana- dana yang berbentuk (Rp) yang dipersiapkan untuk melaksanakan peremajaan kelapa sawit dimasa yang akan datang.

2.2. Konsep Persepsi

Leavitt dalam Maharanidhea (2014) mengatakan persepsi merupakan sebuah penglihatan, yaitu bagaimana cara seseorang dalam melihat sesuatu namun dalam artian luas persepsi yaitu bagaimana seseorang memandang serta mengartikan sesuatu. Secara etimologis, kata persepsi berasal dari bahsa Latin yaitu perception yang diartikan menerima atau mengambil. Maramis pada Anonim (2000) mengemukakan persepsi yaitu mengenal barang, hubungan ataupun kualitas, perbedaan dalam suatu hal dengan cara mengamati, lalu mengetahui, dan mengartikan setelah panca indra mendapatkan rangsangan. Sedangkan Joseph A.

Devito mengatakan bahwa persepsi merupakan sebuah proses menjadi sadar terhadap banyaknya stimulus yang dapat mempengaruhi panca indra.

Menurut Niven (2002) proses terjadinya persepsi dimulai dari tahap penerimaan rangsangan yang ditentukan oleh faktor dari dalam maupun luar manusia itu sendiri yang meliputi faktor lingkungan yaitu ekonomi dan sosial politik, faktor konsepsi adalah pendapat dari teori seseorang mengenai manusia dengan segala tindakannya, faktor yang berkaitan dengan dorongan serta tujuan seseorang dalam menafsrikan rangsangan, faktor pengalaman masa lalu atau latar belakang kehidupan akan menentukan kepribadian seseorang. Selanjutnya proses

(41)

seleksi dilakukan dikarenakan keterbatasan manusia dalam menerima rangsangan dan penutupan yaitu keterbatasan tingkat kemampuan seseorang dalam menerima rangsangan kemudian kekurangan informasi ditutupi dengan pengalamannya sendiri.

Davidoff dalam Walgito (1997) mengungkapkan stimulus pada indera seseorang akan diorganisasikan individu, lalu diinterpretasikan, sehingga individu tersebut mampu menyadari, dan mengerti mengenai apa yang terjadi pada indera tersebut dan hal itulah yang disebut dengan persepsi. Supaya individu mampu menyadari, serta mampu mengadakan persepsi maka ada beberapa hal yang harus dipenuhi, seperti:

a. Terdapat objek yang akan dipersepsi

Adanya objek mampu memberikan stimulus pada alat indera. Stimulus dapat datang dari dalam yang mengenai syaraf penerimaan (sensoris) dan yang datang dari luar yaitu alat indera (reseptor).

b. Alat indera adalah alat yang mampu menerima stimulus. Selain itu, harus ada syaraf sensoris yaitu sebagai alat yang digunakan dalam meneruskan stimulus yang diterima reseptor ke pusat syarat yaitu adalah ke otak yang berfungsi sebagai pusat kesadaran serta alat yang digunakan dalam respons yang diperlukan oleh syaraf motoris.

c. Dalam menyadari serta mengadakan persepsi pada sesuatu diperlukan perhatian karena merupakan langkah awal dalam persiapan mengadakan persepsi. Sebab tanpa adanya perhatian tidak terjadi persepsi (Walgito, 1997).

(42)

Slamet dalam Heriyanto (2015) mengatakan bahwa persepsi merupakan proses yang berhubungan dengan masuknya pesan dan informasi masuk ke otak manusia dengan melewati persepsi manusia terus mengadakan hubungan dalam lingkungannya. Hubungan semacam ini dilakukan dengan inderanya, seperti indera pendengar, peraba, perasa, pencium, serta penglihat. Persepsi merupakan sebuah pandangan ataupun sikap mengenai sesuatu hal yang dapat menumbuhkan motivasi, dorongan, kekuatan serta tekanan yang mampu menyebabkan seseorang tidak melakukan sesuatu atau melakukan sesuatu (Sarwani, 2003).

Persepsi memiliki sifat yang subjektif, sebab bergantung kepada kemampuan serta keadaan pada masing-masing individu. Oleh sebab itu, penafsirannya akan berbeda antara individu satu dengan yang lainnya. Dengan demikian persepsi ialah sebuah proses pada individu dengan pemberian tanggapan, gambaran, arti, serta menginterpretasian terhadap hal yang didengar, dilihat, serta yang dirasakan inderanya yang berbentuk pendapat, sikap, serta tingkah laku atau juga disebut perilaku individu.

Menurut Rahmat (1985) menyatakan mengenai keberagaman persepsi dipengaruhi oleh rujukan, seperti faktor personal yang ada pada individu dapat berupa sikap, pengetahuan, pendidikan, dan lain-lain. Jadi, tingkatan pendidikan yang berbeda akan mempengaruhi persepsi yang berbeda pada objek yang diamati.

Mulyana (2010) menjelaskan bahwa persepsi merupakan inti komunikasi, sedangkan penafsiran atau interpretasi yaitu inti persepsi identik dengan penyandian balik atau decoding dalam proses komunikasi.

(43)

Proses terjadi persepsi tergantung oleh sistem sensorik serta otak. Sistem sensorik akan mendeteksi informasi, dirubah menjadi influs syaraf, mengolah beberapa diantaranya serta mengirimkannya ke otak melalui benang-benang syaraf.

Otak akan memainkan peranan luar biasa dalam mengelola data sensorik, oleh karena itu dikatakan bahwa persepsi tergantung pada empat cara kerja yaitu pengenalan, pengubahan diri dari satu energi menjadi bentuk energi yang lain, penerusan, serta pengolahan informasi (Shaleh, 2008).

Proses yang terjadi pada otak atau pusat kesadaran inilah yang disebut dengan proses psikologis. Maka dapat dikemukakan bahwa taraf terakhir dari proses persepsi adalah individu yang menyadari tentang apa yang didengar apa atau apa yang dilihat, serta apa yang diraba yaitu stimulus yang diterima melalui alat indera (Walgito, 2004).

Sesuai dengan tujuan penelitian untuk mengetahui persepsi petani, peneliti memberikan pertanyaan kepada responden dan akan dijawab oleh responden dan skor yang diberikan berbeda dari setiap jawaban yang ada. Indikator persepsi menurut Langton dan Robbins (2006) dalam I Ketut Swarjana adalah sebagai berikut:

a. Perceiver

Ketika seorang individu (perceiver) melihat sesuatu atau target dan mencoba untuk menafsirkan apa yang dilihat, interpretasi itu sangat dipengaruhi oleh karakteristik pribadi orang yang mempersepsikan.

b. The Situation

Pada hal ini, konteks dimana seseorang melihat objek atau persitiwa itu sangat penting sehingga mampu mempengaruhi persepsi seperti pendidikan, luas lahan,

Referensi

Dokumen terkait

Program PSR (Peremajaan Sawit Rakyat) merupakan program yang dicanangkan oleh pemerintah untuk membantu petani dalam melakukan peremajaan kebun kelapa sawit.. Program

Ada beberapa point penting yang dianggap dan diterima sebagai bagian yang tidak lagi terpisahkan dari tanggung jawab sosial yaitu tanggung jawab sosial dan moral perusahaan

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi dengan judul “ Pendapat Mahasiswa Program Studi PKn Terhadap Pelanggaran Hak Cipta Atas Buku” adalah hasil karya sendiri

Hasil yang didapatkan selama pengujian dengan mereaksikan CaCl 2 dan NaCO 3 menggunakan larutan Ca 2+ berkonsentrasi 3500 ppm dengan laju alir 30 ml/menit, dapat

Terkait dengan kondisi fasilitas tersebut, penelitian ini juga mengemukakan secara sekilas faktor tata ruang kewilayahan terminal Purwoasri dalam Rencana Tata Ruang

Peningktan kandungan Fe pada pasir besi pada ukuran partikel 20 mesh dengan lama penyinaran 30 menit dengan menggunakn input daya 800 watt yaitu sebesar 73.15%, maka

Data menunjukkan bahwa pada kecepatan gas masuk tertentu sudah terjadi fluidisasi yang baik dan tidak ada kernel yang jatuh ke bawah selama proses pelapisan serta tidak ada

kegiatan perbaikan jaringan irigasi dan sarana pendukungnya yaitu optimasi lahan, Gerakan Penerapan Pengelolaan Tanaman Terpadu (GP- PTT), Perluasan Areal Tanam