• Tidak ada hasil yang ditemukan

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.2. Konsep Persepsi

seleksi dilakukan dikarenakan keterbatasan manusia dalam menerima rangsangan dan penutupan yaitu keterbatasan tingkat kemampuan seseorang dalam menerima rangsangan kemudian kekurangan informasi ditutupi dengan pengalamannya sendiri.

Davidoff dalam Walgito (1997) mengungkapkan stimulus pada indera seseorang akan diorganisasikan individu, lalu diinterpretasikan, sehingga individu tersebut mampu menyadari, dan mengerti mengenai apa yang terjadi pada indera tersebut dan hal itulah yang disebut dengan persepsi. Supaya individu mampu menyadari, serta mampu mengadakan persepsi maka ada beberapa hal yang harus dipenuhi, seperti:

a. Terdapat objek yang akan dipersepsi

Adanya objek mampu memberikan stimulus pada alat indera. Stimulus dapat datang dari dalam yang mengenai syaraf penerimaan (sensoris) dan yang datang dari luar yaitu alat indera (reseptor).

b. Alat indera adalah alat yang mampu menerima stimulus. Selain itu, harus ada syaraf sensoris yaitu sebagai alat yang digunakan dalam meneruskan stimulus yang diterima reseptor ke pusat syarat yaitu adalah ke otak yang berfungsi sebagai pusat kesadaran serta alat yang digunakan dalam respons yang diperlukan oleh syaraf motoris.

c. Dalam menyadari serta mengadakan persepsi pada sesuatu diperlukan perhatian karena merupakan langkah awal dalam persiapan mengadakan persepsi. Sebab tanpa adanya perhatian tidak terjadi persepsi (Walgito, 1997).

Slamet dalam Heriyanto (2015) mengatakan bahwa persepsi merupakan proses yang berhubungan dengan masuknya pesan dan informasi masuk ke otak manusia dengan melewati persepsi manusia terus mengadakan hubungan dalam lingkungannya. Hubungan semacam ini dilakukan dengan inderanya, seperti indera pendengar, peraba, perasa, pencium, serta penglihat. Persepsi merupakan sebuah pandangan ataupun sikap mengenai sesuatu hal yang dapat menumbuhkan motivasi, dorongan, kekuatan serta tekanan yang mampu menyebabkan seseorang tidak melakukan sesuatu atau melakukan sesuatu (Sarwani, 2003).

Persepsi memiliki sifat yang subjektif, sebab bergantung kepada kemampuan serta keadaan pada masing-masing individu. Oleh sebab itu, penafsirannya akan berbeda antara individu satu dengan yang lainnya. Dengan demikian persepsi ialah sebuah proses pada individu dengan pemberian tanggapan, gambaran, arti, serta menginterpretasian terhadap hal yang didengar, dilihat, serta yang dirasakan inderanya yang berbentuk pendapat, sikap, serta tingkah laku atau juga disebut perilaku individu.

Menurut Rahmat (1985) menyatakan mengenai keberagaman persepsi dipengaruhi oleh rujukan, seperti faktor personal yang ada pada individu dapat berupa sikap, pengetahuan, pendidikan, dan lain-lain. Jadi, tingkatan pendidikan yang berbeda akan mempengaruhi persepsi yang berbeda pada objek yang diamati.

Mulyana (2010) menjelaskan bahwa persepsi merupakan inti komunikasi, sedangkan penafsiran atau interpretasi yaitu inti persepsi identik dengan penyandian balik atau decoding dalam proses komunikasi.

Proses terjadi persepsi tergantung oleh sistem sensorik serta otak. Sistem sensorik akan mendeteksi informasi, dirubah menjadi influs syaraf, mengolah beberapa diantaranya serta mengirimkannya ke otak melalui benang-benang syaraf.

Otak akan memainkan peranan luar biasa dalam mengelola data sensorik, oleh karena itu dikatakan bahwa persepsi tergantung pada empat cara kerja yaitu pengenalan, pengubahan diri dari satu energi menjadi bentuk energi yang lain, penerusan, serta pengolahan informasi (Shaleh, 2008).

Proses yang terjadi pada otak atau pusat kesadaran inilah yang disebut dengan proses psikologis. Maka dapat dikemukakan bahwa taraf terakhir dari proses persepsi adalah individu yang menyadari tentang apa yang didengar apa atau apa yang dilihat, serta apa yang diraba yaitu stimulus yang diterima melalui alat indera (Walgito, 2004).

Sesuai dengan tujuan penelitian untuk mengetahui persepsi petani, peneliti memberikan pertanyaan kepada responden dan akan dijawab oleh responden dan skor yang diberikan berbeda dari setiap jawaban yang ada. Indikator persepsi menurut Langton dan Robbins (2006) dalam I Ketut Swarjana adalah sebagai berikut:

a. Perceiver

Ketika seorang individu (perceiver) melihat sesuatu atau target dan mencoba untuk menafsirkan apa yang dilihat, interpretasi itu sangat dipengaruhi oleh karakteristik pribadi orang yang mempersepsikan.

b. The Situation

Pada hal ini, konteks dimana seseorang melihat objek atau persitiwa itu sangat penting sehingga mampu mempengaruhi persepsi seperti pendidikan, luas lahan,

pengalaman, modal, pendapatan dampak positif dan negatif peremajaan menggunakan BPDPKS.

c. The Target

Karakteristik target atau objek yang diteliti mampu mempengaruhi apa yang dirasakan seperti keberlawanan, pengetahuan, dan manfaat BPDPKS ini.

2.2.1. Faktor-Faktor Sosial Ekonomi yang berhubungan dengan Persepsi Petani terhadap Peremajaan Kelapa Sawit Rakyat melalui Kerangka BPDPKS

Menurut Theodorson (1969) persepsi merupakan interpretasi dari seseorang terhadap pesan atau stimulus yang diberikan. Persepsi berhubungan dengan proses belajar, pendapatan, pengalaman, luas lahan, dan modal. Persepsi adalah sebuah proses dan membentuk persepsi terhadap stimulus. Pada penelitian ini faktor yang diambil dari teori Theodorson yaitu proses belajar atau yang disebut dengan pendidikan non formal, pendapatan, pengalaman berusahatani, luas lahan, dan modal.

Rogers dan Shoemaker (1971) yang menyatakan bahwa karakteristik seseorang mampu mempengaruhi persepsi dan selanjutnya akan mempengaruhi tindakan dan perilaku. Karakteristik personal menurut Rogers (1983) meliputi status sosial ekonomi, ciri kepribadian, dan perilaku komunikasi. Secara lebih rinci karakteristik personal dijabarkan kedalam pendidikan non formal, pengalaman usahatani, pendapatan, modal, dan luas lahan.

Pendidikan yang dimaksud yaitu pendidikan non formal yang pernah ditempuh oleh petani. Petani yang memiliki pendidikan yang tinggi maka persepsi juga akan tinggi karena petani mampu menangkap informasi-infomasi yang diberikan. Pengalaman yang dimaksud disini yaitu pengalaman petani dalam

bermasyarakat selama berusahatani kelapa sawit. Luas lahan yang dimaksud disini adalah luas lahan petani yang diusahakan sehingga mendapatkan dana BPDPKS.

Modal yang dimaksud adalah simpanan atau tabungan petani yang dimiliki.

Sedangkan pendapatan yang dimaksud adalah pendapatan petani baik dalam sektor pertanian maupun non pertanian.

2.2.2. Hubungan Antara Faktor-Faktor Sosial Ekonomi dengan Persepsi Petani dalam Peremajaan Kelapa Sawit Rakyat Melalui BPDPKS

Menurut Litterer dalam Asngari (1984) yaitu adanya keinginan seseorang dalam mengetahui serta mengerti terhadap lingkungan tempat ia tinggal dan mengetahui makna dari informasi yang diterimanya. Seseorang mampu bertindak didasarkan pada persepsi terhadap situasi tertentu. Selain itu, pengalaman seseorang pada suatu obyek tertentu sangat berperan pada persepsi orang tersebut. Dengan demikian dalam pembentukan persepsi sangat dipengaruhi oleh pandangan seseorang pada situasi tertentu, tindakan, dan fakta.

Menurut Thorndike (dalam Sugiyono, 1996) menyatakan bahwa faktor-faktor yang berhubungan dengan persepsi seseorang terhadap suatu obyek antara faktor pembawaan dan faktor lingkungan. Faktor prmbawaan seperti bakat, kemampuan, minat, perasaan, fantasi, tanggapan telah dibawa seseorang sejak lahir, sedangkan faktor lingkungan addalah faktor diluar individu yang langsung mempengaruhi, lingkungan sosial, dan faktor lainnya.

Menurut Theodorson (1969) persepsi adalah interpretasi dari seseorang terhadap pesan atau stimulus yang diberikan. Persepsi berhubungan dengan proses belajar, aktivitas, pendapatan, dan pengalaman. Persepsi merupakan suatu proses dan membentuk persepsi terhadap stimulus. Pada penelitian ini yang diambil dari

teori Theodorson yaitu proses belajar atau yang biasa disebut dengan pendidikan, pendapatan dalam penelitian ini adalah pendapatan petani, dan pengalaman dalam penelitian ini adalah pengalaman berusahatani. Faktor-faktor sosial ekonomi yang berhubungan dengan persepsi adalah pendidikan non formal, pengalaman usahatani, pendapatan, luas lahan, dan modal.

Hubungan antara pendidikan non formal dengan persepsi petani mempunyai hubungan yang positif, apabila petani telah banyak mengikuti pendidikan non formal seperti penyuluhan, pelatihan, seminar, dan sosialisasi hal ini disebabkan karena pendidikan non formal mampu memberikan pembelajaran dan pengetahuan petani terhadap peremajaan kelapa sawit menggunakan BPDPKS, apabila petani tidak pernah mengikuti pendidikan non formal maka persepsi dalam melakukan peremajaan kelapa sawit menggunakan dana BPDPKS rendah hal ini disebabkan karena petani kurang memahami pentingnya melakukan peremajaan kelapa sawit melalui kerangka BPDPKS.

Hubungan antara pendapatan dengan persepsi petani mempunyai hubungan yang negatif, apabila pendapatan petani rendah maka persepsi terhadap peremajaan kelapa sawit menggunakan BPDPKS tinggi, dan apabila pendapatan petani tinggi maka persepsi terhadap peremajaan kelapa sawit rakyat menggunakan dana BPDPKS positif karena petani yang memiliki pendapatan tinggi tentu juga membutuhkan peremajaan kelapa sawit menggunakan dana BPDPKS tersebut.

Hubungan luas lahan dan persepsi petani mempunyai hubungan yang positif, apabila petani mempunyai luas lahan yang tinggi maka persepsi terhadap peremajaan kelapa sawit menggunakan dana BPDPKS positif, sebab dengan luas lahan yang lebih tinggi maka petani harus mengeluarkan biaya yang besar dalam

melakukan peremajaan secara mandiri, dan apabila petani yang memiliki luas lahan lebih sempit maka persepsi terhadap peremajaan menggunakan BPDPKS rendah karena petani cenderung enggan melakukan peremajaan.

Hubungan antara pengalaman berusahatani dengan persepsi petani adalah petani yang sudah berpengalaman memiliki persepsi yang tinggi karena petani merasa pengalamannya dalam berusaha tani lebih dikembangkan lagi dengan adanya peremajaan kelapa sawit menggunakan BPDPKS. Hubungan antara modal dengan persepsi petani mempunyai hubungan positif, apabila petani mempunyai modal yang tinggi dalam melakukan peremajaan. Sebab dalam pelaksanaan peremajaan menggunakan BPDPKS biaya yang digunakan dirasa belum mencukupi hingga kelapa sawit produksi, sehingga diperlukan modal tambahan secara pribadi. Apabila petani memiliki modal yang rendah untuk melakukan peremajaan maka persepsi petani akan negatif pula.

Dokumen terkait