• Tidak ada hasil yang ditemukan

III. METODOLOGI 3.1 Ruang Lingkup dan Batasan Kajian

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "III. METODOLOGI 3.1 Ruang Lingkup dan Batasan Kajian"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

III. METODOLOGI

3.1 Ruang Lingkup dan Batasan Kajian

Ruang lingkup dan batasan-batasan kajian dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Wilayah kajian adalah wilayah administratif Kabupaten Pandeglang

b. Kawasan lindung legal formal adalah kawasan lindung yang ditetapkan berdasarkan kriteria dari Keputusan Presiden Nomor 32 Tahun 1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung dan Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor 837 Tahun 1980 tentang Kriteria dan Tata Cara Penetapan Hutan Lindung. Kawasan ini terdiri dari hutan lindung, sempadan sungai, sempadan pantai, sempadan danau, taman wisata alam, taman nasional dan kawasan rawan bencana alam

c. Kawasan lindung aktual adalah kawasan lindung yang sudah ada penetapan, terdiri dari 2 kategori:

1. Kawasan lindung aktual Distribusi Fungsi Hutan (DFH) adalah kawasan lindung yang ditetapkan berdasarkan distribusi fungsi hutan yang berupa kawasan konservasi dan hutan lindung di Kabupaten Pandeglang, diantaranya kawasan Taman Nasional Ujung Kulon (TNUK), Taman Wisata Alam (TWA) Carita dan hutan lindung

2. Kawasan lindung aktual RTRW adalah kawasan lindung yang ditetapkan dalam alokasi ruang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Pandeglang tahun 2004-2014

d. Gap yang dibahas dalam penelitian ini yaitu selisih antara kawasan lindung legal formal dengan kawasan lindung aktual (kawasan lindung aktual DFH union dengan kawasan lindung aktual RTRW) atau kawasan lindung legal fomal yang belum ditetapkan dalam kawasan lindung aktual DFH maupun kawasan lindung aktual RTRW

e. Penyimpangan yang dibahas dalam penelitian ini yaitu penyimpangan yang terjadi di kawasan lindung. Penyimpangan tersebut antara lain kawasan lindung legal formal dengan kawasan lindung aktual DFH, kawasan lindung legal formal dengan kawasan lindung aktual RTRW, kawasan lindung aktual

(2)

DFH dengan kawasan lindung aktual RTRW, kawasan rawan bencana alam dengan kawasan lindung aktual RTRW

f. Kawasan rawan bencana alam adalah kawasan hasil identifikasi Bapedalda Propinsi Banten, yaitu berupa kawasan rawan erosi, rawan banjir, rawan tsunami, rawan abrasi dan lahan kritis

g. Dokumen RTRW yang digunakan adalah RTRW Kabupaten Pandeglang tahun 2004-2014

h. Pola ruang adalah distribusi peruntukan ruang dalam suatu wilayah yang meliputi peruntukan ruang untuk fungsi lindung dan peruntukan ruang untuk fungsi budidaya

i. Struktur ruang adalah susunan pusat-pusat permukiman dan sistem jaringan prasarana dan sarana yang berfungsi sebagai pendukung kegiatan sosial ekonomi masyarakat yang secara hierarkis memiliki hubungan fungsional j. Luas wilayah hasil kajian merupakan hasil perhitungan di dalam peta yang

telah disesuaikan dengan wilayah administrasi Kabupaten Pandeglang. Penghitungan dilakukan dengan software ArcGIS versi 9.3

k. Penutupan lahan adalah kenampakan lahan dari permukaan bumi. Penutupan lahan Kabupaten Pandeglang dibagi menjadi 10 kelas penutupan lahan, yaitu terdiri dari:

1. Hutan yaitu suatu kawasan yang berupa hutan alam dan hutan tanaman 2. Kebun campuran yaitu suatu kawasan yang terdiri dari campuran antara

tanaman buah-buahan, tanaman perkebunan dengan tegakan pohon

3. Perkebunan yaitu suatu kawasan yang ditanami suatu tanaman perkebunan seperti sawit, karet dan kelapa

4. Semak dan rumput yaitu suatu kawasan yang didominasi oleh tegakan berupa perdu dan semak atau berupa hamparan rumput

5. Ladang dan lahan terbuka yaitu suatu kawasan yang terdiri dari pertanian lahan kering, lahan terbuka dan lahan berpasir

6. Rawa adalah daerah yang tergenang air yang penggenangannya bersifat musiman maupun permanen dan ditumbuhi oleh tumbuhan atau vegetasi 7. Sawah yaitu suatu kawasan yang berupa areal persawahan

(3)

8. Lahan terbangun yaitu suatu kawasan yang berupa bangunan yang terdiri dari permukiman, perumahan maupun perkantoran

9. Tambak dan empang yaitu suatu areal yang berair yang digunakan untuk memelihara ikan dan sejenisnya

10. Badan air adalah suatu areal yang berupa sungai, danau, waduk dan laut.

3.2 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada tanggal 14 September sampai 21 November 2009. Penelitian lapang dilaksanakan di wilayah administratif Kabupaten Pandeglang, Propinsi Banten. Interpretasi dan analisis data dilaksanakan di laboratorium analisis spasial lingkungan, Departemen KSHE. Gambar lokasi pengambilan data dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1 Peta lokasi pengambilan data.

Kab. Serang

(4)

3.3 Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan pada penelitian ini yaitu citra landsat ETM-7 Path/Row 123/64 tahun 2009 dan Path/Row 123/65 tahun 2009, peta penutupan lahan TNUK tahun 2008, peta distribusi kawasan lindung, data curah hujan, peta jenis tanah dan peta rupa bumi Kabupaten Pandeglang tahun 2006. Selain itu sebagai data analisis diantaranya peraturan perundangan yang berkaitan dengan pengelolaan kawasan lindung, kebijakan tata ruang, tupoksi instansi terkait serta wawancara mengenai informasi yang dikumpulkan dari sumber informasi dan lokasi pengamatan itu sendiri terkait dengan bahasan dan materi penelitian. Alat yang digunakan diantaranya GPS Garmin 76, kamera digital, alat tulis, seperangkat komputer yang dilengkapi software Erdas Imagine versi 9.1, ArcView versi 3.3, ArcGIS versi 9.3 dan AutoCAD 2006. Sumber, jenis dan metode pengambilan data disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3 Sumber, jenis dan metode pengumpulan data

No. Sumber data Jenis data Metode

pengumpulan data 1 Badan Perencanaan dan

Pembangunan Daerah (BAPPEDA) Kabupeten Pandeglang

a Tupoksi

b Peta kawasan rawan bencana c Peta dokumen RTRW

d Pandangan tentang pengelolaan kawasan lindung

Studi pustaka dan wawancara

2 Kantor Lingkungan Hidup (KLH) Kabupaten Pandeglang

a Tupoksi

b Pandangan tentang pengelolaan kawasan lindung

Studi pustaka dan wawancara

3 Dinas Kehutanan dan Perkebunan (Dishutbun) Kabupaten Pandeglang

a Tupoksi

b Pandangan tentang pengelolaan kawasan lindung

Studi pustaka dan wawancara

4 Balai Taman Nasional Ujung Kulon (TNUK)

a Tupoksi

b Data perambahan kawasan taman nasional

c Peta taman nasional

d Peta penutupan lahan kawasan TNUK tahun 2008

e Pandangan tentang pengelolaan kawasan lindung

Studi pustaka dan wawancara

5 Biro Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Pandeglang

Data kependudukan dan monografi Studi pustaka

6 Seksi Konservasi Wilayah III Serang, BKSDA, Jawa Barat

a Tupoksi

b Pandangan tentang pengelolaan kawasan lindung

Studi pustaka dan wawancara

7 Perum Perhutani KPH Banten

a Tupoksi

b Pandangan tentang pengelolaan kawasan lindung

Studi pustaka dan wawancara

8 Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Pandeglang

a Tupoksi

b Pandangan tentang pengelolaan kawasan lindung

(5)

Tabel 3 Sumber, jenis dan metode pengumpulan data (lanjutan)

No. Sumber data Jenis data Metode

pengumpulan data 9 Dinas Kehutanan Propinsi

Banten

Peta fungsi hutan Kabupaten Pandeglang

Studi pustaka

10 Balai Penelitian Tanah Bogor

Peta jenis tanah Kabupaten Pandeglang

Studi pustaka

11 Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional (Bakosurtanal)

Peta rupa bumi Kabupaten Pandeglang 1: 50.000 tahun 2006

Studi pustaka

12 BMKG Balai Besar Wilayah II Ciputat

Data curah hujan Kabupaten Pandeglang

Studi pustaka

13 www.usgs.glovis.gov Landsat ETM-7 Path/Row 123/64 dan Path/Row 123/65 tahun 2009

Browsing

3.4 Prosedur dan Cara Pengambilan Data 3.4.1 Data primer

a. Peta penginderaan jauh dan peta tematik

Interpretasi citra landsat ETM-7 tahun 2009, peta curah hujan, peta kelas lereng, peta kelas tinggi, peta buffering sungai, peta buffering pantai, peta buffering danau, peta alokasi ruang RTRW dan peta rawan bencana alam.

b. Observasi/pengamatan lapang

Kegiatan observasi lapang dilakukan dengan pengamatan langsung di lapang atau mengunjungi lokasi penelitian. Kegiatan observasi lapang ini dilakukan untuk melihat secara langsung kondisi lapangan dan verifikasi data citra dengan kenampakan sebenarnya di bumi.

c. Wawancara

Wawancara dilakukan kepada stakeholder key informan yang ada di lokasi penelitian dengan panduan wawancara terbuka. Key informan tersebut yaitu instansi Pemerintah Daerah (Pemda) yang terkait, Balai TNUK, Perum Perhutani KPH Banten dan SKW III Serang BKSDA Jawa Barat, Camat, Kepala Desa dan masyarakat.

Kegiatan wawancara dilakukan secara terstruktur dan tidak terstruktur. Wawancara terstruktur dilakukan dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan secara teratur untuk mengetahui persepsi mengenai kawasan lindung. Persepsi adalah pandangan, pengamatan dan interpretasi seseorang terhadap suatu kesan obyek yang diinformasikan kepada dirinya dari lingkungan tempat ia berada sehingga dapat menentukan tindakannya. Wawancara tidak terstruktur dilakukan

(6)

dengan pembicaraan tanya jawab untuk mendapatkan keterangan lebih jelas atau verifikasi data dan informasi.

3.4.2 Data sekunder

Data sekunder didapatkan dengan studi literatur. Kegiatan ini dilakukan untuk mencari data yang tidak dapat diperoleh dari pengamatan langsung di lapang atau sebagai data penunjang analisis, diantaranya peta jenis tanah, peta penutupan lahan Bakosurtanal skala tahun 2006, peta penutupan lahan TNUK tahun 2008, data monografi, kependudukan dan tupoksi instansi terkait.

3.5 Pengolahan data

3.5.1 Proses pengolahan peta

Semua data spasial yang ada, diubah dalam format shapefile (shp) dengan proyeksi UTM. Peta dengan format AutoCAD (dxf) diubah menjadi format shp (Gambar 2). Peta yang diubah dari dxf yaitu peta alokasi ruang RTRW dan peta rawan bencana alam Kabupaten Pandeglang.

Pembuatan peta curah hujan dibuat berdasarkan data curah hujan dan data titik pos pengamatan dari BMKG. Proses pembuatan peta dilakukan dengan melakukan interpolasi dengan menggunakan software ArcView 3.3 (Gambar 4 ).

shapfile( shp) Transform UTM atributing Screen digitzing AutoCAD (dxf) Peta digital shp

Gambar 3 Proses pembuatan peta curah hujan.

Clipping Surfacing

Interpolasi Data curah

hujan dan titik

pos pengamatan Atributting Peta digital

(7)

Gambar 4 Proses pembuatan DEM.

tidak

Ya

Analisis akurasi Klasifikasi terbimbing Pembuatan training area Klasifikasi tak terbimbing

Koreksi geometrik

Clipping Peta rupa bumi

Peta Citra

Citra terkoreksi

Diterima ? Peta penutupan

lahan

Pembuatan peta Digital Elevation Model (DEM) merupakan proses awal untuk membuat peta kelas tinggi dan kelas lereng. Peta DEM merupakan hasil surfacing (interpolasi) dari peta kontur digital dengan menggunakan software Erdas Imagine 9.1 (Gambar. 3).

Pengolahan data citra Landsat ETM-7 dilakukan dengan menggunakan software Erdas Imagine versi 9.1 dan ArcGIS 9.3. Langkah-langkah pengolahan citra landsat ETM-7 disajikan dalam Gambar 5.

Tahapan-tahapan dalam pengolahan penutupan lahan sebagai berikut: a. Pemilihan gabungan band (5-4-3)

b. Koreksi geometrik yaitu mengoreksi ketelitian citra dengan posisi yang ada dilapangan dengan menggunakan peta bumi sebagai acuan

c. Penentuan lokasi penelitian (clipping)

d. Klasifikasi tak terbimbing (unsupervised clasification) dengan metode isodata Gambar 5 Proses pengolahan citra landsat.

Peta kelas lereng Peta kelas tinggi Model elevasi Model slope

(8)

e. Pengecekan di lapangan dan pembuatan training area

f. Klasifikasi terbimbing (supervised clasification) dengan metode maximum likelihood yaitu penetapan atribut kelas terlebih dahulu kemudian diikuti dengan klasifikasi spectral kedalam kelas-kelas penutupan lahan

g. Mozaik 2 hasil klasifikasi penutupan lahan Landsat ETM-7 tahun 2009

h. Akurasi yaitu melihat tingkat ketepatan data groundcheck lapang dalam penutupan lahan dengan Software Erdas Imagine 9.1. Tingkat akurasi yang diterima ≥ 85%

i. Union dengan peta penutupan lahan TNUK tahun 2008

j. Striping peta penutupan lahan hasil analisis Landsat ETM-7 tahun 2009 digantikan dengan peta penutupan lahan Bakosurtanal tahun 2006.

3.5.2 Identifikasi dan klasifikasi kawasan lindung a. Kawasan lindung aktual DFH

Penentuan kawasan lindung aktual DFH dilakukan dengan pemilihan lokasi (Query Builder) dari peta distribusi kawasan hutan Propinsi Banten.

b. Kawasan lindung aktual RTRW

Penentuan kawasan lindung RTRW dilakukan dengan Query Builder dari peta alokasi ruang RTRW Kabupaten Pandeglang tahun 2004-2014.

c. Kawasan lindung Legal formal

Identifikasi kawasan lindung legal formal dirancang berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 32 Tahun 1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung dan Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor 837 Tahun 1980 tentang Kriteria dan Tata Cara Penetapan Hutan Lindung (Gambar 6). Penentuan kawasan lindung legal formal dilakukan dengan melakukan pemodelan spasial. Data kriteria kawasan lindung di overlay (tumpang tindih) dengan software ArcGIS 9.3 sehingga menghasilkan kawasan lindung legal formal. Pembagian kriteria kawasan lindung legal formal adalah sebagai berikut :

1. Kawasan yang memberikan perlindungan kawasan bawahnya

Kawasan yang dikategorikan yaitu kawasan hutan lindung. Kriteria kawasan hutan lindung yaitu:

(9)

b) Kawasan hutan yang mempunyai ketinggian di atas permukaan laut 2.000 meter atau lebih

c) Kawasan hutan dengan faktor-faktor lereng lapangan, jenis tanah, curah hujan yang melebihi nilai skor 175.

d) Kawasan yang mempunyai jenis tanah sangat peka dengan lereng>15%

Kawasan hutan lindung ditetapkan dalam suatu wilayah dengan cara menjumlahkan nilai dari sejumlah faktor setelah masing-masing dikalikan dengan nilai timbang sesuai dengan besarnya pengaruh relatif terhadap erosi. Skor untuk kelas lereng, jenis tanah dan curah hujan disajikan pada Tabel 4, Tabel 5, Tabel 6. Tabel 4 Skor kelas lereng

No. Kelas lereng (%) Kategori

1 0 – 8 Datar

2 8 – 15 Landai

3 15 – 25 Agak curam

4 25 – 40 Curam

5 >40 Sangat curam

Tabel 5 Skor kelas jenis tanah

No. Jenis tanah Kategori

1 Aluvial, glei, planosol, hidromorf laterik Tidak peka

2 Latosol Agak peka

3 Brown forest soil, non calcic, brown, mediteran Kurang peka 4 Andosol, laterit, grumusol, podsol, podsolik Peka

5 Regosol, litosol, organosol, renzina Sangat peka

Gambar 6 Kriteria kawasan lindung legal formal.

Sempadan Pantai

Tanah sangat peka dengan lereng >15% Kawasan Perlindungan Kawasan Bawahnya Kawsan Hutan Lindung

Total skor lereng, Jenis tanah dan Curah hujan > 175 Lereng > 40% Ketinggian >2000 m Kawasan Suaka Alam Taman Nasional, Taman Wisata Alam Kriteria Kawasan Lindung legal formal

Kawasan Rawan Bencana Alam Kawasan Perlindungan Setempat 100 m ke arah darat Sempadan Sungai Lebar Sekeliling 100 m Sempadan danau

Kanan kiri sungai Sungai Besar: 100 m,

Sungai Kecil: 50 m Sungai di permukiman: 15 m

(10)

Tabel 6 Skor berdasarkan curah hujan

No. Curah hujan harian rata-rata (mm/hari hujan) Kategori

1 <13.6 Sangat rendah

2 13.6 - 20.7 Rendah

3 20.7 – 27.7 Sedang

4 27.7 - 34.8 Tinggi

5 >34.8 Sangat tinggi

Rumus untuk menentukan fungsi hutan

Skor = (20 x kelas lereng) + (15x kelas jenis tanah) + (10 x ICHT) Adapun dalam menentukan fungsi hutan disajikan pada Tabel 7. Tabel 7 Klasifikasi fungsi hutan berdasarkan perhitungan skor

No. Jumlah nilai skor Fungsi hutan

1 < 124 Hutan produksi

2 125 – 174 Hutan produksi terbatas

3 >175 Hutan lindung

2. Kawasan perlindungan setempat

Kawasan yang termasuk dalam kawasan perlindungan setempat yaitu: a) Sempadan Pantai

Kriteria sempadan pantai adalah daratan sepanjang tepian yang lebarnya proporsional dengan bentuk dan kondisi fisik pantai minimal 100 meter dari titik pasang tertinggi ke arah darat.

b) Sempadan Sungai

Kriteria sempadan sungai adalah:

1) Sekurang-kurangnya 100 meter dari kiri kanan sungai besar dan 50 meter di kiri kanan anak sungai yang berada diluar permukiman

2) Untuk sungai di kawasan permukiman berupa sempadan sungai yang diperkirakan cukup untuk dibangun jalan inspeksi 15 meter.

c) Kawasan Sekitar Danau/Waduk

Kriteria kawasan sekitar danau/waduk adalah daratan sepanjang tepian danau/waduk yang lebarnya proporsional dengan bentuk dan kondisi fisik danau/waduk 100 meter dari titik pasang tertinggi ke arah darat.

3. Kawasan suaka alam dan cagar budaya

Adapun kawasan-kawasan yang termasuk dalam kawasan suaka alam dan cagar budaya yaitu:

a) Kawasan Suaka Alam

(11)

c) Kawasan Pantai Berhutan Bakau

d) Taman Nasional, Taman Hutan Raya dan Taman Wisata Alam e) Kawasan Cagar Budaya dan Ilmu Pengetahuan

4. Kawasan rawan bencana

Kriteria kawasan rawan bencana alam adalah kawasan yang diidentifikasi sering dan berpotensi tinggi mengalami bencana alam. Data yang digunakan berdasarkan identifikasi Badan pengendali dampak lingkungan daerah (Bapedalda) Propinsi Banten.

3.5.3 Analisis data

a. Perancangan kawasan lindung legal formal

Peta tematik kriteria kawasan lindung legal formal diolah dengan melakukan pemodelan spasial. Data kriteria kawasan lindung tersebut kemudian di overlay (tumpang tindih) dengan software ArcGIS 9.3 sehingga menghasilkan kawasan lindung legal formal.

b. Evaluasi kawasan lindung

Proses evaluasi dilakukan pada beberapa aspek kajian. Bagan alir proses evaluasi disajikan pada Gambar 7. Analisis-analisis yang dilakukan untuk melakukan evaluasi adalah sebagai berikut:

1. Analisis tupoksi dan kebijakan

Analisis data tupoksi dilakukan dengan mengelompokan tupoksi masing-masing instansi kedalam aspek manajemen dan kategori kawasan lindung. Aspek manajemen tersebut diantaranya perencanaan, pengaturan, pengelolaan, monitoring dan evaluasi. Kategori kawasan lindung diantaranya Kawasan Suaka alam, kawasan perlindungan setempat, kawasan perlindungan kawasan bawahnya dan kawasan rawan bencana alam. Analisis kebijakan dilakukan dengan studi pustaka dan dijabarkan secara deskriptif. Analisis ini bertujuan untuk mengetahui kewenangan dan tanggung jawab setiap instansi dalam setiap aspek manajemen dan kategori kawasan lindung, sehingga akan diketahui ada tidaknya kekosongan kewenangan dan tanggung jawab pada setiap aspek manajemen dan kategori kawasan lindung. Analisis kebijakan dilakukan untuk mengetahui kebijakan-kebijakan daerah dan pusat dalam mendukung pengelolaan kawasan lindung.

(12)

Gambar 7 Bagan alir proses evaluasi kawasan lindung. 2. Analisis pola ruang dan struktur ruang

Analisis dilakukan dengan membandingkan peta kawasan lindung legal formal, kawasan lindung aktual DFH dan kawasan lindung aktual RTRW. Analisis pola ruang bertujuan untuk mengetahui konsistensi pada saat penetapan kawasan lindung. Analisis struktur ruang bertujuan untuk mengetahui kinerja dalam pengendalian pemanfaatan ruang.

3. Analisis kemungkinan penyimpangan alokasi kawasan lindung

Analisis kemungkinan penyimpangan fungsi kawasan lindung dilakukan dengan metode union pada analisis Summary dengan menggunakan Erdas Imagine versi 9.1. Dari analisis tersebut diketahui perubahan penggunaan sehingga diperoleh persentase kemungkinan penyimpangan ruang kawasan lindung di Kabupaten Pandeglang. Data yang dianalisis yaitu:

1) Peta kawasan lindung legal formal dengan kawasan lindung aktual DFH

Hasil Evaluasi Kawasan Lindung

Analisis data: Tupoksi instansi terkait,

Kebijakan pengelolaan dan data wawancara Kondisi kawasan lindung aktual DFH kawasan lindung aktual DFH

(13)

Persen Penyimpangan (%) = Luas penyimpangan areal dalam zona (Ha) Luas areal zona pemanfaatan ruang (Ha)

2) Peta kawasan lindung legal formal dengan kawasan lindung aktual RTRW 3) Peta kawasan lindung aktual DFH dengan kawasan lindung aktual RTRW 4) Peta kawasan rawan bencana dengan kawasan lindung aktual RTRW. Rumus untuk mengetahui penyimpangan kawasan

c. Konsep strategi dan arahan kebijakan manajemen kawasan lindung Konsep yang diajukan berupa rumusan yang dapat digunakan untuk memberikan alternatif penyelesaian masalah dalam manajemen kawasan lindung. Konsep yang diajukan berdasarkan analisis tupoksi instansi terkait, kebijakan tata ruang, struktur ruang, pola ruang, dan analisis data wawancara.

d. Penyajian hasil

Data hasil analisis spasial dipetakan menggunakan software ArcGIS versi 9.3. Peta disajikan dalam format shp dengan koordinat UTM dan skala grafis (disesuaikan dengan media kertas yang digunakan). Data tabular setiap peta tematik disajikan dalam bentuk tabel.

Gambar

Gambar 1  Peta lokasi pengambilan data.
Tabel 3   Sumber, jenis dan metode pengumpulan data
Tabel 3  Sumber, jenis dan metode pengumpulan data (lanjutan)
Gambar 3  Proses pembuatan peta curah hujan.
+5

Referensi

Dokumen terkait

Dengan demikian tampak bahwa akumu- lasi dari unsur-unsur pada komponen non- verbal: gerak, rias, busana, karakter, dan musik telah menggambarkan sebuah per- tunjukan tari

[r]

Penelitian ini bertujuan untuk menghasilkan aplikasi sistem informasi pemesanan jasa Tour Guide dan Vacation Planner berbasis mobile yang nantinya diharapakan

Selain itu, meskipun ada beberapa penelitian yang sudah membahas penelitian dalam menangani kasus deforestasi dan kebakaran hutan melalui organisasi internasional

Hal tersebut juga didukung dengan hasil tanggapan tutor terhadap beberapa pertanyaan me- ngenai kegiatan belajar mengajar di HSKS dengan hasil rata-rata 4,20 yang

Karena gerak parabola terbentuk dari dua buah jenis gerak, yaitu GLBB pada sumbu Y dan GLB Karena gerak parabola terbentuk dari dua buah jenis gerak, yaitu GLBB pada sumbu Y dan

Rehabilitasi Sosial dilaksanakan dalam bentuk bimbingan sosial, bimbingan fisik, bimbingan mental dan bimbingan ketrampilan (ketrampilan inti : Montir Motor,

Jl. Prof Soedarto, Tembalang, Semarang. Permasalahan banjir dan rob yang sering terjadi menyebabkan potensi ekonomi, sosial, dan lingkungan di kawasan tersebut tidak dapat