• Tidak ada hasil yang ditemukan

POTENSI SUMBERDAYA TERNAK KERBAU DI NUSA TENGGARA BARAT

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "POTENSI SUMBERDAYA TERNAK KERBAU DI NUSA TENGGARA BARAT"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

POTENSI SUMBERDAYA TERNAK KERBAU DI NUSA

TENGGARA BARAT

H. ABDUL MUTHALIB

Dinas Peternakan Provinsi Nusa Tenggara Barat

ABSTRAK

Pembangunan peternakan di NTB telah mampu berperan dan memberikan kontribusi cukup besar terhadap kegiatan pembangunan ekonomi daerah. NTB telah lama dikenal sebagai salah satu daerah produsen dan pemasok utama ternak sapi dan kerbau (potong dan bibit) untuk kebutuhan berbagai daerah di Indonesia. Ternak kerbau merupakan salah satu komoditas ternak yang cukup baik adaptasi dan perkembangannya di NTB, dimana 82% terdapat di P. Sumbawa. Beberapa potensi bagi pengembangan agribisnis peternakan kerbau di NTB antara lain: (1) tersedianya tenaga kerja peternak/petani; (2) keunggulan ternak lokal yang dimiliki; (3) status bebas beberapa penyakit hewan menular; (4) besarnya permintaan ternak dan produk asal ternak serta (5) daya dukung lahan yang masih luas (diperkirakan masih mampu menampung 2,09 juta UT tambahan ternak ruminansia). Jumlah peternak sapi dan kerbau mencapai 30% dari total rumah tangga penduduk NTB dengan jumlah kelompok peternak kerbau sebanyak 66 kelompok. Permintaan pasar domestik rata-rata 25.000 ekor sapi/kerbau per tahun. Potensi limbah pertanian (jerami padi, kacang tanah, kedelai, jagung dan umbi-umbian dan limbah industri (dedak) sebagai pakan ternak cukup memadai. Ditinjau dari segi pertumbuhan wilayah, ternak kerbau mempunyai nilai Location Quotion (LQ) > 3 di NTB dan LQ > 2 di Sumbawa. Hal ini berarti ternak kerbau mempunyai potensi kelayakan pertumbuhan yang memadai. Akan tetapi dalam pengembangan usahaternak kerbau ini juga masih menghadapi beberapa kendala. Beberapa permasalahan yang dihadapi dalam pengembangan ternak kerbau tersebut antara lain: (1) permintaan ternak yang selalu meningkat tidak diikuti dengan kemampuan produksi; (2) terbatasnya pejantan unggul; (3) sistem pemeliharaan masih ekstensif; (4) makin berkurangnya padang penggembalaan (Lar); (5) tingginya angka pemotongan betina produktif; (6) penampilan reproduksi ternak masih rendah; (7) rendahnya pendapatan peternak serta (8) belum terbentuknya kelembagaan dan organisasi peternak.

Kata kunci: Kerbau, potensi sumberdaya, Location quotion (LQ), permasalahan

PENDAHULUAN

Pembangunan peternakan pada dasarnya merupakan suatu kegiatan untuk memanfaatkan dan mengelola sumberdaya alam berupa lahan, ternak dan pakan ternak serta faktor produksi lainnya yaitu modal dan tenaga kerja guna dapat menyediakan pangan hewani bagi seluruh penduduk. Permintaan terhadap pangan hewani (khususnya daging) untuk memenuhi kebutuhan konsumsi masyarakat sangat besar dan diproyeksikan akan meningkat sangat cepat seirama dengan pertambahan jumlah penduduk, perkembangan ekonomi, perbaikan tingkat pendidikan, kesadaran gizi, urbanisasi, perubahan gaya hidup dan arus globalisasi. Untuk merespon permintaan daging yang terus meningkat tersebut, ternyata produksi dari dalam negeri belum mampu untuk mencukupinya, sehingga dalam dasa warsa

terakhir ini dilakukan impor daging dan ternak hidup.

Pembangunan peternakan sebagai bagian integral dari pembangunan pertanian dan merupakan salah satu prioritas dalam pembangunan daerah NTB, telah mampu berperan dan memberikan kontribusi cukup besar terhadap kegiatan pembangunan ekonomi daerah, yaitu sebagai salah satu sumber pendapatan dan peningkatan kesejahteraan, sebagai sumber pangan maupun sebagai kesempatan/lapangan kerja dan berusaha masyarakat. Sebagian besar masyarakat Nusa Tenggara Barat adalah masyarakat agraris, di mana subsektor peternakan dengan berbagai komoditas yang dihasilkan telah ikut mendorong kegiatan perekonomian masyarakat. Jumlah peternak di NTB mencapai 409.611 KK dengan jumlah ternak sekitar 513.500 Animal Unit/AU (terbesar terdiri dari ternak sapi dan kerbau yaitu 464.689 AU),

(2)

dimana sekitar 55,5% populasi ternak sapi potong diusahakan secara intensif oleh masyarakat di Pulau Lombok, sedangkan sekitar 82,0% populasi ternak kerbau dikembangkan masyarakat di Pulau Sumbawa. Nusa Tenggara Barat telah lama dikenal sebagai salah satu daerah produsen dan pemasok utama ternak sapi dan kerbau (potong dan bibit) untuk kebutuhan berbagai daerah di Indonesia. Ternak kerbau merupakan salah satu komoditas ternak yang cukup baik adaptasi dan perkembangannya di NTB, namun harus diakui bahwa perhatian pemerintah (pusat/daerah) selama ini terhadap pengembangan ternak kerbau masih sangat kecil.

Potensi pengembangan agribisnis peternakan kerbau di Nusa Tenggara Barat sangat besar dan prospektif karena ditunjang oleh jumlah dan kemampuan alami tenaga kerja (petani ternak) yang tersedia, keunggulan ternak lokal yang dimiliki, telah bebasnya NTB dari beberapa penyakit hewan menular, permintaan akan ternak maupun produk asal ternak (khususnya daging dan produk olahannya) yang sangat besar serta daya dukung lahan yang masih cukup luas (diperkirakan masih mampu menampung tambahan ternak ruminansia sebanyak 2.089.373 unit ternak / UT). Kondisi-kondisi

tersebut di atas merupakan peluang sekaligus tantangan yang cukup besar untuk mengembangkan usaha peternakan kerbau berbasis sumberdaya lokal di Nusa Tenggara Barat.

PETA PENYEBARAN TERNAK KERBAU DI NUSA TENGGARA BARAT Ternak kerbau di Nusa Tenggara Barat dapat hidup beradaptasi dan berkembang dengan baik hampir di semua kabupaten di Nusa Tenggara Barat, namun populasi terbesar terdapat di kabupaten-kabupaten di Pulau Sumbawa (+ 82%). Perkembangan populasi ternak kerbau dalam 3 tahun terakhir di Nusa Tenggara Barat yaitu sebagaimana tercantum dalam Tabel 1.

KONDISI PETERNAKAN KERBAU DI NUSA TENGGARA BARAT Struktur populasi ternak kerbau di NTB

Dari beberapa hasil penelitian dan kajian yang telah dilakukan, struktur populasi ternak Kerbau di Nusa Tenggara Barat yaitu sebagaimana ditampilkan dalam Tabel 2.

Tabel 1. Perkembangan populasi kerbau di Nusa Tenggara Barat tahun 2003 – 2005

No Kabupaten / Kota 2003 2004 2005 r (%) 1. 2. 3. Lombok Barat*) Lombok Tengah Lombok Timur 7.808 14.669 4.641 7.923 16.276 4.759 8.577 16309 4.569 4,86 5,58 - 0,72 Jumlah 27.118 28.958 29.455 4,25 4. 5. 6. 7. Sumbawa Sumbawa Barat Dompu Bima **) 90.645 - 13.296 30.300 72.891 10.500 14.419 30.024 68.519 9.994 14.030 32.921 - 12,79 - 4,82 2,87 4,37 Jumlah 134.241 127.834 125.464 - 3,31 Total 161.359 156.792 154.919 - 2,01

Keterangan *): Termasuk populasi Kota Mataram

(3)

Tabel 2. Struktur populasi (%) ternak kerbau di NTB

Umur (tahun)

< 1 > 1 - 3 > 3 – 5 > 5 – 9 > 9 No Jenis kelamin

Anak Muda Dewasa Tua

Jumlah Jantan (%) 13,57 16,43 1,43 0,71 0 32,14 Betina (%) 14,29 15,00 5,71 21,43 11,43 67,86 A Jumlah 27,86 31,43 7,14 22,14 11,43 100,00 Jantan (%) 11,47 9,41 13,92 - - 34,80 Betina (%) 11,96 10,10 41,98 - - 65,20 B Jumlah 23,43 19,51 55,90 - - 100,00 Jantan (%) 12,21 6,24 10,58 2,71 0,27 32,01 Betina (%) 13,26 9,49 13,01 25,59 6,39 67,99 C Jumlah 25,47 15,73 23,59 28,30 6,66 100,00

Keterangan: A = Hasil kajian/penelitian Dinas Peternakan NTB dan Fakultas Peternakan UNRAM (2005),

B = DANIA, et al. (1997), C = DANIA, et al. (1995) Performans dan tampilan produksi

ternak kerbau di NTB

Performans ternak kerbau NTB

Dibanding ternak sapi, ternak kerbau di NTB dan Indonesia pada umumnya masih sangat kurang diungkapkan. Padahal pada kenyataannya ternak kerbau telah menyumbangkan banyak sekali kontribusi kepada masyarakat dan pemerintah baik secara langsung maupun tidak langsung. Sumbangan secara langsung dapat dirasakan langsung oleh masyarakat berupa dimanfaatkannya sebagai cash income, ternak kerja, ternak pedaging, ternak perah, dan juga bagian esensial dari acara ritual keagamaan dan adat istiadat di masyarakat lokal. Sedangkan sumbangan tidak langsungnya di beberapa daerah sangat strategis dijadikan sebagai sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD).

Ternak kerbau di NTB menjadi komoditas ternak besar kedua setelah ternak sapi, namun bila dikaji dari segi pertumbuhan wilayah berdasarkan Location

Quotion (LQ) ternak kerbau di NTB

sesungguhnya merupakan ternak ruminansia utama (LQ > 3) yang bertumbuh secara pesat dalam lingkungan alam yang serba terbatas (SUHUBDY, 2003).

Gambaran umum performans ternak kerbau di NTB adalah sebagai berikut:

• Jenis kerbau lumpur/rawa (swamp buffalo) • Kualitas standar ternak ekspor

• Adaptasi lingkungan bagus (iklim, pakan dan pengangkutan)

• Kerbau umur 4 tahun berat 350-500 kg • Kerbau bibit : Jantan, umur 18-24 bulan,

tinggi 105 -110 cm

• Kerbau bibit : Betina, umur 18-24 bulan, tinggi gumba 100 -105 cm

Ternak kerbau di Kabupaten Sumbawa menduduki urutan I sebagai ternak potong dan produksi daging. Tingkat kepadatan ternak dapat dianalisis dari aspek kepadatan ekonomi, kepadatan wilayah dan kepadatan usahatani. Kabupaten Sumbawa memiliki tingkat kepadatan ekonomi ternak potong sebesar 369,11 UT/1000 jiwa dan untuk kerbau Sumbawa sebesar 163,84 UT/1000 jiwa. Bila dihitung luas kuosien lahannya (Location Quotion = LQ) maka daerah Sumbawa memiliki nilai LQ sebesar > 2 artinya mempunyai potensi kelayakan pertumbuhan yang memadai.

Bila diperhatikan dari sistem tata laksana pemeliharaan kerbau di Sumbawa pada umumnya dilakukan secara ekstensif tradisional, yaitu dilepas begitu saja di padang penggembalaan (Lar sebutan penduduk setempat) ataupun lahan bera setelah panen dan atau ada pula yang dilepas, namun pada sore harinya dikandangkan. Kegiatan makan, minum dan berkubang dilakukan secara alami. Pada pemeliharaan seperti tersebut di atas berdampak

(4)

pada sistem pemberian dan penyediaan pakan. Umumnya sistem perkawinan secara alami dan peternak tidak banyak yang mengetahui gejala birahi kerbau.

Dari profil reproduksinya kerbau Sumbawa termasuk dalam golongan kerbau tani/rawa/lumpur (swamp bufalllo), pubertasnya agak lambat dan gejala birahinya terselubung (silent heat). Umur pubertas jantan rata-rata 24,77 bulan lebih awal sekitar 3 bulan daripada kerbau betina yang rata 27,23 bulan. Beranak rata-rata pada umur 3,98 + 0,48 tahun dan birahi I setelah beranak sekitar 1,85 + 0,66 bulan dan dikawinkan kembali sekitar 4,62 + 1,50 bulan setelah beranak, lama kebuntingan sekitar 11 bulan, dengan jangkauan beranak sekitar 17,31 + 1,32 bulan.

Angka kemajiran pada kerbau dapat dinyatakan sangat kecil, namun kasus pengebirian ternak sering dilakukan dengan tujuan mempercepat pencapaian standar bobot potong (untuk jual antar pulau) dan ternak yang dikebiri bukan afkir hasil seleksi tetapi merupakan ternak-ternak kerbau jantan yang masih dalam umur produktif. Secara rinci sifat-sifat reproduksi kerbau Sumbawa seperti yang tertera dalam Tabel 3.

Tampilan produksi ternak kerbau NTB

Berat badan maupun ukuran tubuh (tinggi gumba, panjang badan dan lingkar dada) sangat dipengaruhi oleh umur dan jenis kelamin. Semakin meningkatnya umur akan semakin berat bobot badannya dan ukuran tubuhnya (Tabel 3). Tabel 3. Sifat-sifat reproduksi kerbau Sumbawa

No Variabel Satuan Hasil

1. Umur pubertas Jantan Betina bulan bulan 24,77 + 2,24 27,23 + 7,23

2. Umur beranak I tahun 3,98 + 0,48

3. Birahi I setelah beranak bulan 1,85 + 0,66

4. Perkawinan kembali bulan 4,62 + 1,50

5. Angka perkawinan kali 2,69 + 0,48

6. Lama kebuntingan bulan 11,00

7. Jangka beranak bulan 17,31 + 1,32

8. Angka jantan kebiri % 4,81

9. Umur mulai kawin I Jantan Betina tahun tahun 2,54 + 0,25 3,04 + 0,38 10. Umur ternak dijual (diafkir)

Jantan Betina Jumlah beranak tahun tahun kali beranak 4,77+ 0,39 11,07 + 3,04 6,15 + 1,95 11. Lama penggunaan dalam

pembiakan Jantan Betina tahun tahun 2,30 + 0,38 8,00 + 3,13

Sumber: HASIL PENELITIAN KERJASAMA DINAS PETERNAKAN NTB dengan FAKULTAS PETERNAKAN UNRAM (2005)

Peran dan fungsi ternak kerbau adalah sebagai penghasil daging, sebagai ternak kerja, penghasil susu ataupun pupuk, oleh karenanya ternak ini sering dijuluki dengan ternak multi guna. Rata-rata berat badan, berat karkas dan persentase karkas kerbau Sumbawa berturut-turut sebesar 352,50 Kg, 170,13 Kg

dan 48,36%. Dan keunggulan kerbau Sumbawa persentase karkasnya relatif lebih tinggi dibandingkan dengan kerbau di P. Sumbawa yakni 42,83% kerbau jantan dan 41,17% kerbau betina. Selain sebagai ternak pedaging dan kerja, para peternak sudah sejak zaman dahulu memanfaatkan susu kerbau

(5)

sebagai dodol untuk keperluan keluarga peternak selain itu sebagai bahan dasar pembuatan pangan lokal berupa ”palopo” dan untuk ”permen susu”.

Produksi susu kerbau apabila sedang laktasi mencapai 1,5 – 2,17 liter/hari (SUHUBDY, 2005) dan pemerahan tidak dilakukan setiap hari, namun berselang 3 hari sekali dan lama waktu pemerahan selama 2,50 bulan (75 hari) dalam satu periode laktasi

yang berarti dalam 1 periode laktasi hanya 25 hari. Produksi susu kerbau Sumbawa sangat bergantung pada kondisi dan kualitas pakan yang baik dan bisa mencapai 4,00 liter/hari, namun produksi susu kerbau Sumbawa masih tergolong rendah bila dibandingkan dengan produksi susu kerbau tipe perah seperti kerbau Murrah di India dan atau kerbau di Aceh Indonesia.

Tabel 4. Persentase produksi susu dan kemampuan kerja kerbau Sumbawa

No. Uraian Satuan Hasil

1. Produksi susu

Melakukan pemerahan Tidak melakukan pemerahan Produksi per 3 hari sekali

Lama pemerahan per periode laktasi Yang menjual susu

Tidak menjual Harga susu perliter

% % liter hari % % Rp. 46.15 53.85 2.17 75 33.33 66.67 5.000 2. Kemampuan kerja

Umur kerbau mulai dikerjakan Pasangan yang disenangi Jantan-jantan Jantan-betina Betina-betina Sama saja Kemampuan kerja Lama kerja Luas lahan garapan Lama kerja musin hujan Lama kerja musim kemarau Kemampuan kerja pada lahan sawah Musim hujan

Musim kemarau

Kemampuan kerja pada kebun musim hujan

tahun % % % % jam/hari are/hari hari hari hari/ha hari/ha hari/ha 2,81 + 0,38 38,46 0 30,77 30,77 6,13 + 0,83 30,42 + 7,53 35 20 16,7 9,33 12,6 Sumber: HASIL PENELITIAN KERJASAMA DINAS PETERNAKAN NTB dengan FAKULTAS PETERNAKAN UNRAM (2005)

Tabel 5. Pemotongan ternak kerbau di Nusa Tenggara Barat tahun 2003 – 2005

No Kabupaten/Kota 2003 2004 2005 r (%) 1. 2. 3. Lombok Barat*) Lombok Tengah Lombok Timur 371 1.983 703 352 2.456 719 410 2.601 386 5,68 14,88 - 22,02 Jumlah 3.057 3.527 3.397 5,84 4. 5. 6. 7. Sumbawa Sumbawa Barat Dompu Bima **) 4.366 - 124 905 8.075 1.117 235 720 2.922 1.218 276 848 10,57 9,04 53,48 - 1,33 Jumlah 5.395 10.147 5.264 19,98 Total 8.452 13.674 8.661 12,56

Keterangan *) : termasuk Kota Mataram

(6)

Tabel 6. Pengeluaran ternak kerbau dari NTB tahun 2003-2005

No. Daerah tujuan 2003 2004 2005 r (%)

1. Keluar NTB 6.219 9.209 15.640 58,96

Sumber: DATA STATISTIK PETERNAKAN NTB (2006)

Pemotongan ternak kerbau di NTB

Pemotongan ternak kerbau yang tercatat untuk memenuhi kebutuhan konsumsi masyarakat di Nusa Tenggara Barat selama tiga tahun terakhir yaitu sebagaimana tercantum dalam Tabel 5.

Sumberdaya manusia dan kelembagaan peternak kerbau di NTB

Sumberdaya manusia

Pelaku usaha di bidang peternakan cukup besar terdiri dari petani peternak pelaku usaha pengolahan hasil peternakan, dan pengusaha yang bergerak di bidang

pemasaran. Jumlah tenaga kerja terserap di bidang peternakan ± 255.381 orang. Namun demikian jumlah peternak sapi dan kerbau mencapai 200.218 KK atau sekitar 30% RT penduduk NTB, umumnya mengusahakan ternak sebagai usaha sampingan. Sumberdaya petugas teknis cukup memadai terdiri dari dokter hewan 54 orang, paramedis 108 orang, petugas IB 133 orang dan dukungan PPL 915 orang, tersebar di seluruh wilayah NTB.

Kelembagaan peternak

Jumlah kelompok yang memelihara ternak kerbau untuk Nusa Tenggara Barat sebanyak 66 kelompok dengan jumlah KK 1650, yang rata-rata pemeliharaannya berkisar antara 70 – 100 ternak per kelompok.

Tabel 7. Kelembagaan dan pemilikan ternak

No. Kabupaten Populasi ternak (ekor) Peternak (KK) Pemilikan ternak (ekor/KK) Kelompok 1 2 3 4 5 6 P. Lombok Sumbawa Barat Sumbawa Dompu Bima Kota Bima 29.455 9.994 68.519 14.030 28.508 4.413 2005 250 150 150 650 30 15 40 457 94 44 147 28 - 6 6 26 -

Sumberdaya lahan pengembangan ternak kerbau di NTB

Berdasarkan perhitungan ketersediaan pakan ternak bahwa wilayah NTB memiliki kapasitas tampung ternak besar dan kecil sekitar 2.655.294 satuan ternak (satuan ternak setara sapi dewasa bobot badan 300 kg). Dari potensi tersebut sudah dimanfaatkan sekitar 573.920 satuan ternak atau 30%. Ini berarti peluang pengembangan dan penambahan populasi cukup besar yaitu 2.089.373 satuan ternak atau sekitar 70% total kapasitas tampung NTB. Sedangkan jumlah padang

penggembala-an mencapai 239.000 ha, dimpenggembala-ana sekitar 77% diantaranya berada di Pulau Sumbawa.

Potensi limbah pertanian sebagai bahan pakan ternak cukup memadai yaitu jerami kering, 1.293.500 ton dan jerami basah 3.800.000 ton per tahun. Jenis limbah terdiri dari jerami padi, kacang tanah, kedelai, jagung dan umbi-umbian, terutama untuk persediaan selama waktu 3 bulan kering. Disamping itu limbah industri berupa dedak tersedia sepanjang musim, total produksi sekitar 102.450 ton/tahun.

Produksi bahan baku pakan ternak tersedia di NTB terdiri dari kedelai sekitar

(7)

98.500 ton/tahun, jagung 275.600 ton/tahun, dedak 103.000 ton/tahun. Produksi kacang hijau 21.000 ton per tahun dan produksi ikan cukup besar yang dapat diolah menjadi tepung

ikan sebagai bahan baku pakan ternak. Namun demikian, untuk memenuhi kebutuhan pakan ternak unggas hampir seluruhnya masih didatangkan luar NTB. Tabel 8. Sumber daya lahan

No Wilayah Luas wilayah (km2)

Padang penggembalaan (Ha) Carring capacity (AU) Sudah dimanfaatkan (AU) Peluang (AU) 1. P. Sumbawa 15.414 184.030 1.845.303 315.126 1.530.177 2. P. Lombok 4.739 54.970 809.991 258.794 559.196 NTB 20.153 239.000 2.655.294 573.920 2.089.373

Sumber: STATISTIK DINAS PETERNAKAN NTBTAHUN (2004)

Tabel 9. Jumlah sarana dan prasarana peternakan di NTB (unit)

Sarana dan prasarana Pulau Lombok Pulau Sumbawa Jumlah

1. Pos Kesehatan Hewan 2. Laboratorium tipe B 3. Laboratorium tipe C 4. Pasar Hewan 5. Balai IB

6. Rumah Sakit Hewan 7. Rumah Potong Hewan 8. RPH Tipe A 9. TPT Brangus 10. Holding Ground 11. Karantina 12. Pelabuhan Laut 13.UPTD/BPT HMT 30 1 3 8 1 1 22 1 1 1 2 2 2 34 0 3 2 0 0 18 0 0 2 3 3 3 64 1 6 10 1 1 40 1 1 3 5 5 5

Sarana dan prasarana pendukung pengembangan ternak kerbau di NTB

Jumlah sarana dan prasarana di Nusa Tenggara Barat dalam rangka mendukung perkembangan ternak potong dan bibit (sapi dan kerbau) cukup memadai. Hal ini dilihat dari jumlah sarana dan prasarana yang tersedia di NTB.

Permasalahan yang dihadapi dalam pengembangan ternak kerbau di NTB 1) Permintaan ternak kerbau meningkat per

tahun tidak diikuti dengan kemampuan produksi.

2) Ketersediaan pejantan unggul sangat terbatas dikarenakan banyak pejantan umur produktif yang dikebiri.

3) Sistem pemeliharaan yang masih ekstensif tradisional terutama terhadap pengelolaan feeding, breeding dan

manajemen pemeliharaan yang sebagian besar masih diserahkan pada alam dan peran pemerintah sampai saat ini sangat kurang dicurahkan kepada pengembangan ternak kerbau.

4) Dengan berkembang dan meningkatnya pembangunan di semua sektor, berdampak pula terhadap terjadinya perubahan habitat kerbau di Nusa Tenggara Barat, khususnya di Pulau

(8)

Sumbawa, yaitu misalnya semakin berkurangnya lahan padang penggembalaan (Lar), semakin sedikitnya kubangan-kubangan kerbau.

5) Tingginya angka pemotongan betina produktif (71,77%).

6) Penampilan reproduksi ternak kerbau masih rendah, ada anggapan bahwa ternak ini lebih lambat pubertasnya dibanding ternak sapi atau herbivora lainnya.

7) Pendapatan peternak kerbau relatif kecil akibat dari kurangnya perhatian peternak dalam berusaha ternak kerbau dan belum diusahakan secara komersial.

8) Kelembagaan dan organisasi peternak belum terbentuk

ALTERNATIF PELESTARIAN PLASMA NUTFAH TERNAK KERBAU DAN

PEMANFAATANNYA DI NUSA TENGGARA BARAT

Melihat dari performance, tampilan produksi dan kondisi pengembangan peternakan kerbau sebagaimana disampaikan di atas, ternak kerbau rawa yang ada di Nusa Tenggara Barat dapat dijadikan sebagai salah satu Koleksi Plasma Nutfah yang dimiliki oleh daerah maupun nasional. Ditinjau dari jumlah populasi ternak kerbau di Nusa Tenggara Barat, dikaitkan dengan kriteria pengaturan plasma nutfah dan pemanfaatnya maka ternak kerbau di NTB termasuk dalam katagori populasi aman namun apabila dilihat dari perkembangan populasi ternak kerbau yang ada (Tabel 1), tampak bahwa terjadi penurunan populasi rata-rata sebesar 2,01% dalam tiga tahun terakhir. Keadaan ini apabila dibiarkan terjadi terus menerus, maka akan mengancam kelestarian-nya. Oleh karena itu alternatif pelestarian ternak kerbau dan pemanfaatannya di Nusa Tenggara Barat perlu dilakukan melalui beberapa kegiatan antara lain :

1). Perlunya dilakukan kegiatan

inventarisasi, identifikasi dan evaluasi performans ternak kerbau di NTB

Kegiatan ini dimaksudkan untuk mengetahui peta penyebaran, habitat yang cocok (agroklimatnya), tanda-tanda/ karakteristik serta kemampuan produksi dan

produktivitas ternak kerbau NTB. Untuk dapat melaksanakan kegiatan ini perlu dijalin kerjasama dengan lembaga penelitian, perguruan tinggi dan pihak-pihak terkait lainnya, yaitu melalui penelitian, uji performans dan kerjasama lainnya. Dari hasil kegiatan ini dapat dikembangkan kawasan-kawasan ternak kerbau di Nusa Tenggara Barat.

2). Pengaturan pemanfaatan ternak kerbau

Ternak kerbau di Nusa Tenggara Barat diharapkan dapat dimanfaatkan seoptimal mungkin, baik sebagai tenaga kerja pengolah lahan maupun sebagai sumber pendapatan petani peternak. Oleh karena itu perlu diupayakan perbaikan mutu genetik dan peningkatan produktivitas ternak kerbau NTB.

Kegiatan dan tahapan yang perlu dilakukan yaitu :

a. Perbaikan mutu genetik ternak yang dilakukan dengan cara: melakukan penjaringan calon pejantan untuk dipersiapkan menjadi pemacek kawin alam atau menjadi bull yang diambil spermanya untuk diproses menjadi semen beku/semen cair untuk pelayanan Inseminasi Buatan;

b. Menerapkan program seleksi dan kastrasi yang ketat, sehingga ternak-ternak yang kurang baik dapat diarahkan untuk ternak potong;

c. Menerapkan manajemen breeding yang baik.

d. Pengaturan dan pengendalian pemotongan ternak, khususnya ternak betina produktif.

e. Perbaikan pola pemeliharaan ke arah yang lebih intensif

f. Introduksi tanaman pakan hijauan unggul di lingkungan habitat ternak Kerbau di NTB.

g. Penerapan teknologi pakan yang sederhana/tepat guna sehingga mudah diadopsi dan dimanfaatkan oleh petani ternak dalam membudidayakan ternak kerbau.

h. Peningkatan pelayanan kesehatan ternak.

(9)

i. melakukan koordinasi dengan dinas/ instansi terkait untuk dapat tersedianya ruang/lahan dan air khusus untuk pengembangan peternakan.

3). Pengaturan pengeluaran dan pemasukan ternak kerbau di NTB

Pengaturan pengeluaran ternak kerbau di NTB perlu dihitung dengan cermat dengan selalu berpatokan pada azas manfaat dan kelestarian sumberdaya yang ada. Pengeluaran ternak kerbau harus selalu mempertimbangkan populasi dasar, kemam-puan produksi, pertumbuhan yang diingin-kan dan diperhitungdiingin-kan menggunadiingin-kan parameter-parameter teknis yang baik dan akurat. Sedangkan pemasukan ternak kerbau ke NTB akan dipertimbangkan sebaik-baiknya keuntungan dan kerugian-nya. Pengaturan pengeluaran dan pema-sukan ternak di Nusa Tenggara Barat telah diatur dalam Peraturan Gubernur Nomor 25 tahun 2005.

4). Pembinaan dan pengawasan

Untuk dapat berjalan dan terkendalinya kegiatan-kegiatan tersebut di atas, maka pembinaan dan pengawasan perlu dilakukan secara lebih intensif dan berkesinambungan, baik yang dilakukan oleh propinsi, kabupaten/kota maupun jajaran peternakan lainnya.

PENUTUP

Walaupun masih banyak permasalahan yang dihadapi dalam pengembangan ternak kerbau di Nusa Tenggara Barat, namun dengan memperhatikan kondisi yang ada saat ini, kemampuan adaptasi dan produksi serta peluang pemasaran ternak kerbau di Nusa Tenggara Barat, dan dengan mempertimbang-kan hasil-hasil penelitian yang telah dilakumempertimbang-kan

oleh beberapa ahli/peneliti serta dukungan teknologi reproduksi dan inovasi/teknologi peternakan lainnya, maka sumberdaya ternak kerbau di Nusa Tenggara Barat sangat potensial untuk dikembangkan dan dibudi-dayakan serta dapat dijadikan sebagai salah satu Koleksi Plasma Nutfah yang dimiliki oleh Daerah maupun Nasional.

Mengingat keunggulan-keunggulan yang dimiliki serta prospek peran dan pemanfaatan ternak kerbau dimasa mendatang, maka pemerintah perlu menetapkan ternak kerbau Nusa Tenggara Barat sebagai plasma nutfah yang perlu dipertahankan dan ditingkatkan kemurniannya di kawasan-kawasan ternak kerbau yang ada dan dapat pula dimanfaatkan sebagai populasi dasar atau sumber potensi genetik untuk pengembangan dan pening-katan ternak kerbau di Indonesia.

Dalam upaya meningkatkan mutu genetik dan produktivitas ternak kerbau di Nusa Tenggara Barat pada kawasan-kawasan ternak kerbau yang ada, perlu direncanakan dan dilaksanakan sebaik-baiknya beberapa hal sebagai berikut :

• perlu dilakukan penjaringan calon pejantan / calon induk ternak kerbau untuk diseleksi sebagai pejantan unggul / induk unggul yang akan menghasilkan keturunan-keturunan yang lebih baik; • mengurangi angka kematian anak (pedet)

dengan perbaikan manajemen pakan dan kesehatan ternak, dengan memanfaatkan sumber pakan lokal dan obat-obatan tradisionil;

• perbaikan pola pemeliharaan ternak kearah yang lebih intensif

• pemanfaatan teknologi/inovasi produksi dan reproduksi secara optimal, sehingga diharapkan dapat mempercepat waktu beranak pertama kali, memperpendek jarak beranak (calving interval), dll; • pengaturan dan pengendalian pemotongan

ternak, khususnya ternak yang masih produktif.

Referensi

Dokumen terkait

Aktivitas Dakwah Islamiyah dapat dilakukan dengan metode dan media apapun, termasuk juga dengan berdakwah melalui radio. Radio SQ 104.3 FM merupakan radio dakwah yang ada di wilayah

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh rasio likuiditas, rasio profitabilitas dan rasio solvabilitas berupa Current Ratio (CR), Return On Assets (ROA), dan

ASRI  496‐530.  Harga  saham  emiten  property,  Alam  Sutera  Realty  Tbk  (ASRI),  kemarin  berhasil  rebound  namun  terbatas  gagal  tutup  di  atas 

Responden di Kecamatan Tanjungsari lebih banyak menggunakan tenaga kerja dalam keluarga yakni sebanyak 95,7 persen jumlah dari HKP (Hari Kerja Pria) yang digunakan

Tesis Penataan PKL : Antara Kondisi sosial .... Diah Puji

Secara keseluruhan semua (16 buah) penanggung insurans hayat yang dikaji mempunyai nilai nisbah kumpulan wang empunya polisi terhadap liabiliti penilaian melebihi

Dampak dari konflik antara Kerajaan Gianyar dengan Kerajaan Klungkung yaitu kembalinya Dewa Ngurah Pahang ke Gianyar dari tempat pengasingannya di Puri Kawan

“ Peranan Malcolm X Dalam Perjuangan Hak-Hak Sipil Orang Kulit Hitam di Amerika Serikat Tahun 1957-1965 ”.. Kesimpulan tersebut merujuk pada