• Tidak ada hasil yang ditemukan

Seminar Nasional : Menggagas Kebangkitan Komoditas Unggulan Lokal Pertanian dan Kelautan Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Seminar Nasional : Menggagas Kebangkitan Komoditas Unggulan Lokal Pertanian dan Kelautan Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

292

ONGOLE/PO) KEBUMEN DAN POTENSINYA SEBAGAI SUMBER BIBIT SAPI PO YANG BERKUALITAS

Subiharta dan Pita Sudrajad

Assessment Institute for Agricultural Technology of Central Java Po Box 101 Ungaran

E-mail : subiharta@gmail.com

ABSTRAK

Sapi PO merupakan bangsa sapi hasil persilangan antara sapi Sumba Ongole dengan sapi lokal Jawa dan telah dijadikan sebagai salah satu sapi lokal di Indonesia. Kemurnian sapi PO di beberapa wilayah tidak terjaga akibat perkawinan yang tidak terkontrol dengan beberapa bangsa sapi sub tropis. Namun kemurnian sapi PO di

Kebumen dipastikan tetap terjaga, sebab peternak setempat menjaga

perkembangbiakannya dengan cara perkawinan alam antara sapi PO betina dengan pejantan lokal (PO). Keadaan ini yang mendorong untuk dilakukan penelitian dengan tujuan untuk mengetahui keragaan bobot lahir dan karakteristik pedet sapi PO Kebumen. Penelitian ini dilakukan di Desa Tanggulangin, Kecamatan Klirong dan Desa Karangreja, Kecamatan Petanahan, Kabupaten Kebumen pada tahun 2011 - 2012 bekerjasama dengan kelompok Gelora Tani dan Suramadu. Penimbangan pedet dilakukan oleh recorder dari kedua kelompok. Pedet ditimbang pada umur 1 – 2 hari. Metode ini berhasil sebab peternak secara proaktif melaporkan kepada recorder pada saat ternak sapinya melahirkan. Materi yang digunakan untuk penelitian adalah pedet sapi PO Kebumen sebanyak 564 ekor yang terdiri 255 ekor pedet jantan dan 309 ekor pedet betina. Data bobot lahir pedet dikelompokkan menjadi 3 kelompok yaitu: kurang dari 25 kg, antara 26 – 30 kg, dan diatas 31 kg. Hasil penelitian menunjukkan bobot lahir pedet jantan paling banyak diatas 31 kg (52,55%), diikuti bobot lahir antara 26 – 30 kg yang mencapai 43,53%. Bobot pedet jantan kurang dari 25 kg hanya 3,92%. Sedang bobot lahir pedet betina paling banyak antara 26 – 30 kg, diikuti bobot lahir lebih dari 31 kg dan paling sedikit bobot lahir kurang dari 25 kg masing – masing 45,31%, 43,69% dan 11,00%. Bobot lahir pedet tersebut menggambarkan performan induk tetuanya. Sedangkan bobot lahir pedet sapi PO pada umumnya untuk pedet jantan hanya berkisar 23,28 kg, dan pedet betina 19,68 kg. Selain itu, pedet sapi PO Kebumen juga mempunyai ciri khusus yang tidak dimiliki oleh pedet lain yaitu sudah memiliki punuk sejak lahir baik pada pedet jantan maupun betina. Kesimpulan dari penelitian ini bobot lahir pedet jantan maupun betina sapi PO kebumen jauh lebih tinggi dibandingkan bobot lahir pedet sapi PO pada umumnya. Pedet sapi PO Kebumen dapat dijadikan sebagai sumber bibit untuk perbaikan kualitas sapi PO di wilayah lain.

(2)

293

PENDAHULUAN

Permintaan daging terus meningkat sejalan dengan perbaikan pendapatan dan peningkatan jumlah penduduk. Puslitbangnak (2000), melaporkan peningkatan permintaan daging yang pesat antara lain dipengaruhi oleh pertambahan penduduk, pergeseran pola konsumsi, dan peningkatan pendapatan. Berdasarkan perkiraan APFINDO (2009) kebutuhan daging tahun 2014 sebesar 414.317 ton, sebanyak 90,2% dipenuhi dari daging sapi lokal dan diperkirakan masih ada kekurangan daging sebesar 9,8% yang harus diimpor. Untuk mewujudkan tercapainya kebutuan daging sapi lokal tersebut, telah dicanangkan Program Swasembada Daging Sapi/Kerbau (PSDS/K) 2014. Program tersebut tertuang dalam Permentan Nomor: 19/Permentan/OT.140/2/2010 tentang Pedoman Umum Swasembada Daging Sapi tahun 2014 (Departemen Pertanian, 2010). Swasembada yang dimaksud adalah terpenuhinya kebutuhan daging sapi nasional sebesar 90% yang berasal dari daging sapi lokal.

Menyadari hal tersebut diperlukan dukungan peningkatan populasi yang diikuti dengan perbaikan genetik pada sapi - sapi lokal. Salah satu sapi lokal yang berkembang di berbagai daerah dalam jumlah banyak adalah sapi Peranakan Ongole (PO). Sudaryanto et al (2009) melaporkan bahwa sebanyak 60% induk sapi yang berkembang di Jawa Tengah adalah sapi PO. Sapi PO lebih disukai peternak dengan alasan : a) Mampu beradaptasi di lingkungan yang kurang bagus, b) Memiliki tenaga yang kuat sebagai ternak kerja, c) Mampu memanfaatkan pakan kualitas rendah, d) Tahan terhadap penyakit, dan e) Produksi daging sesuai dengan kebutuhan jagal kecil – menengah. Namun dalam perkembangannya produktivitas sapi PO makin menurun akibat perkawinan dengan sapi sub tropis yang tidak terkontrol. Perkawinan sapi PO dengan sub tropis akan mengalami kendala pada keturunan ketiga atau lebih pada sapi betinanya. Sumadi et al (2009) melaporkan pada keturunan kedua atau lebih pada persilangan sapi PO dengan sapi sub tropis maka tingkat kebuntingannya sulit. Menyadari hal tersebut dirasa perlu untuk mencari daerah sumber bibit sapi PO yang masih menjaga kemurniannya.

Kabupaten Kebumen merupakan salah satu daerah sentra peternakan sapi potong lokal khususnya sapi dari bangsa PO di Jawa Tengah dan ditinjau dari kualitasnya mendekati kualitas aslinya. Sapi PO Kebumen memperoleh peringkat satu untuk kategori induk sapi potong PO pada kontes ternak nasional tahun 2010 (Dinas Peternakan dan Kelautan Kabupaten Kebumen, 2010). Sedang hasil penelitian Subiharta et al (2011) menunjukkan tingginya kualitas sapi PO Kebumen ditunjukkan dengan tingginya ukuran tubuh (tinggi pundak, panjang badan dan lingkar dada) sapi PO Kebumen yang lebih tinggi dibanding ukuran tubuh sapi PO klas 1 yang ditetapkan dalam Standar Nasional Indonesia (SNI) 7356:2008. Menyadari hal tersebut maka dilakukan penelitian dengan tujuan untuk mengetahui potensi bobot lahir sapi PO

(3)

294 peningkatan kualitas sapi PO.

MATERI DAN METODE Lokasi dan waktu penelitian

Penelitian dilakukan di dua desa yaitu Desa Tanggulangin dan Desa Karangreja, masing – masing di Kecamatan Klirong dan Petanahan Kabupaten Kebumen. Pemilihan lokasi penelitian didapat melalui kesepakatan dengan Dinas Pertanian dan Peternakan Kabupaten Kebumen yang memenuhi kriteria desa tersebut sebagai sentra sapi PO Kebumen dan peternak mempertahankan kemurnian sapi PO Kebumen. Penelitian dilakukan selama dua tahun mulai dari tahun 2011 sampai tahun 2012.

Materi penelitian

Materi yang digunakan dalam penelitian ini adalah pedet jantan maupun betina sapi PO Kebumen, umur 1 – 2 hari setelah lahir. Jumlah pedet yang digunakan sebanyak 565 ekor terdiri dari 255 pedet jantan dan 309 pedet betina. Pedet sapi PO Kebumen yang digunakan untuk materi penelitian adalah milik peternak. Pedet yang dilahirkan hasil perkawinan dengan pejantan sapi PO Kebumen dengan cara kawin alam. Untuk penimbangan menggunakan timbangan badan (timbangan injak) sebanyak 16 buah, timbangan tersebut dibagi 2 kelompok masing – masing kelompok menerima 8 buah.

Metodologi

Penelitian dilakukan bekerjasama dengan kelompok perbibitan sapi potong Gelora Tani dan Suramadu. Struktur organisasi kelompok perbibitan masing – masing dilengkapi dengan recorder yang bertugas menimbang pedet yang baru lahir dan mencatat kelahiran, juga melakukan pencatatan perkawinan maupun bobot badan sapi muda dan induk. Penimbangan dilakukan dengan cara peternak melaporkan kepada recorder tentang kelahiran pedet langsung setelah pedet lahir. Setelah mendapat laporan, recorder langsung menimbang pedet atau maksimal satu hari setelah kelahiran. Jumlah recorder ada 16 orang dibagi sesuai dengan luas wilayah, tiap desa terdiri 8 orang recorder. Setiap bulan ada pertemuan recorder untuk up date data bobot lahir. Data bobot lahir dikelompokkan menjadi 3 bobot lahir, yaitu >31 kg, 26 – 30 kg dan <25 kg. Pembagian bobot lahir disesuaikan dengan bobot lahir sapi PO pada umumnya dengan tujuan untuk melihat populasi tertinggi dari bobot lahir yang memungkinkan untuk dijadikan calon ternak bibit. Kegiatan penelitian ini merupakan bagian dari serangkaian kegiatan penelitian perbibitan kerjasama dengan Ditjen PKH, Dinas Peternakan Provinsi Jawa Tengah dan Dinas Pertanian dan Peternakan Kabupaten Kebumen. Salah satu kegiatan penelitian adalah melakukan seleksi terhadap sapi yang dilahirkan untuk dijadikan calon ternak bibit, salah satu dasar seleksi adalah bobot lahir.

(4)

295

Gambar 1. Penimbangan pedet sapi PO Kebumen

HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik pemeliharaan ternak sapi PO Kebumen

Kebumen merupakan salah satu sentra peternakan sapi potong lokal khususnya sapi dari bangsa PO di Jawa Tengah dan ditinjau dari kualitasnya mendekati kualitas aslinya. Hasil penelitian dari Loka Penelitian Sapi Potong menunjukkan bahwa sapi PO di Kabupaten Kebumen memiliki kekerabatan yang lebih dekat dengan sapi Ongole asli dari India atau yang lebih dikenal dengan sapi Madras. Ditingkat peternak sendiri dikenal 2 bangsa sapi salah satunya sapi Madras yang dikenali dari pangkal ekor dan sekitar dubur maupun alat kelamin berwarna hitam. Sapi Madras lebih disukai oleh peternak dan harganya sedikit lebih mahal dibanding sapi PO Kebumen yang lain. Sejarah terbentuknya sapi PO Kebumen merupakan perkawinan sapi Ongole asli dari India dengan sapi lokal. Sapi Ongole dari India dibawa oleh Belanda ke Jawa (Kebumen) untuk dikawinkan dengan sapi lokal. Hal ini menunjukkan sapi PO Kebumen kekerabatannya dengan sapi Ongole lebih dekat. Sedang sapi PO pada umumnya merupakan hasil persilangan antara sapi Jawa dengan sapi Sumba Ongole, dan sapi Sumba Ongole sendiri merupakan perkawinan antara sapi Ongole dengan sapi lokal di Sumbawa, Nusa Tenggara Timur. Oleh karena itu ciri khusus sapi PO Kebumen sejak lahir pada pedet jantan maupun betina sudah keluar ponok (gumba) seperti pada sapi Ongole.

Kemurnian sapi PO Kebumen tetap terjaga karena peternak sapi di daerah Urut Sewu yang terletak disepanjang Pantai Selatan Jawa masih mempertahankan kemurnian sapinya dengan cara mengawikan induk sapinya dengan pejantan lokal yang mempunyai ciri – ciri sapi Madras. Daerah Urut Sewu meliputi kecamatan Klirong dan Petanahan sebagai lokasi penelitian.

Bobot lahir pedet jantan sapi PO Kebumen

Seperti telah dijelaskan dalam metodologi bahwa bobot lahir pedet hasil penelitian dibagi menjadi 3 kelompok dimaksudkan untuk melihat potensi bobot lahir. Bobot lahir pedet jantan paling banyak diatas 31 kg yang mencapai 52,55 %, diikuti bobot lahir antara 26 – 30 kg sebanyak 43,35% dan hanya 3,92% pedet jantan yang

(5)

296

Semarang tanpa membedakan jenis kelamin dengan perbaikan pakan berkisar antara 22 – 23 kg (Subiharta et al., 2010), bobot lahir yang hampir sama dilaporkan oleh Affandhy et al (2003) yaitu berkisar antara 21 – 22 kg tanpa membedakan jantan atau betinanya, sedangkan Putu et al (1998), melaporkan bobot lahir pedet jantan sapi PO sebesar 23,28 kg. Bobot lahir sapi PO hasil beberapa penelitian menunjukkan dibawah bobot lahir pedet jantan sapi PO Kebumen. Bobot lahir mencerminkan dari tetuanya yang berarti induk maupun pejantan yang melahirkan diperkirakan jauh lebih tinggi dibanding bobot induk maupun pejantan sapi PO daerah lain. Hal ini menunjukkan bahwa pedet jantan yang dihasilkan kualitasnya baik untuk dijadikan calon pejantan pada perbibitan pedesaan dalam upaya perbaikan sapi PO di daerah sumber bibit.

Tabel 1. Bobot lahir pedet jantan sapi PO Kebumen

Bobot Lahir (Kg) Jumlah Sapi (ekor) Rata-rata Bobot

Lahir (Kg) Prosentase

≤ 25 10 24,50±0,97 3,92

26 s.d 30 111 28,87±1,33 43,53

≥ 31 134 36,09±4,75 52,55

Jumlah 255 32,49±5,26 100

Bobot lahir pedet betina sapi PO Kebumen

Bobot lahir pedet betina sapi PO Kebumen disajikan pada Tabel 2. Bobot lahir pedet betina antara 26 – 30 kg dan diatas 31 kg hampir sama masing – masing adalah 45,31% dan 43,69%. Sedang bobot lahir ternak betina yang kurang dari 25 kg hanya 11,0%. Bobot lahir ternak sapi betina dibawah bobot lahir pedet jantan. Hal ini karena ternak jantan memiliki sifat pertumbuhannya lebih cepat dibanding ternak betina, sehingga menghasilkan bobot badan yang lebih berat. Soeparno (1998) menyatakan bahwa jenis kelamin dapat juga menyebabkan perbedaan laju pertumbuhan. Dibandingkan dengan ternak betina, ternak jantan biasanya tumbuh lebih cepat dan pada umur yang sama lebih berat. Bobot lahir pedet betina sapi PO hasil penelitian ini juga lebih besar dibanding daerah lain. Menurut hasil penelitian Putu et al (1998) rata-rata berat lahir sapi PO betina 19,68 kg.

Tabel 2. Bobot lahir pedet betina sapi PO Kebumen

Bobot Lahir (Kg) Jumlah Sapi (ekor) Rata-rata Bobot

Lahir (Kg) Prosentase

≤ 25 34 23,38±1,74 11,0

26 s.d 30 140 28,84±1,20 45,31

≥ 31 135 35,37±4,87 43,69

(6)

297

Gambar 2. Pedet sapi PO Kebumen baik jantan dan betina memiliki punuk Ada korelasi positif antara bobot badan induk dengan bobot lahir pedet, makin besar induk pedet yang dilakirkan juga makin berat. Besarnya sapi PO Kebumen ditandai dengan diperolehnya juara satu induk sapi potong PO pada kontes ternak nasional tahun 2010 (Dinas Peternakan, Perikanan dan Kelautan Kab. Kebumen, 2010). Untuk itu perlu tindak lanjut dari penelitian ini terkait dengan potensi pertumbuhan yang tinggi pada sapi PO Kebumen. Tindak lanjut dari hasil penelitian ini terkait dengan perbibitan antara lain untuk menjadikan desa Tanggulangin dan Karangreja sebagai sumber bibit sapi PO. Untuk pengembangannya dengan melibatkan instansi pemerintah yaitu Stasiun Uji Performan (SUP) dan Balai Inseminasi Buatan (BIB) milik Pemerintah Daerah atau Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan. Stasiun Uji Performan menjaring ternak betina atau jantan untuk dikembangkan di daerah sentra sapi PO. Sedang BIB akan menjaring pejantan yang benar – benar unggul untuk diambil semennya yang nantinya dikembangkan di daerah sentra sapi PO untuk perbaikan sapi PO di daerah lain. Stasiun Uji Performan bisa menjaring ternak betina bobot diatas 26 kg dan yang jantan bobot badan diatas 31 kg untuk mempercepat pengembangannya. Sedang BIB menjaring pedet jantan yang bobotnya diatas 31 kg sebagai calon pejantan unggul.

KESIMPULAN Kesimpulan dari penelitian ini sebagai berikut :

1. Ternak sapi PO Kebumen merupakan ternak sapi PO hasil persilangan antara sapi Ongole dari India dengan sapi lokal Kebumen. Hal ini diperkuat dengan tumbuhnya ponok pada pedet yang baru lahir, dan ponok tersebut diturunkan dari sapi Ongole. Kemurnian sapi PO Kebumen masih terjaga oleh kemauan peternak yang tetap mengembangkan sapi lokal setempat.

2. Bobot lahir pedet jantan maupun betina jauh lebih besar dibanding bobot lahir sapi PO di berbagai daerah, hal ini memungkinkan ternak sapi PO Kebumen dapat dijadikan sebagai ternak bibit untuk perbaikan sapi PO di wilayah lainnya.

(7)

298

melibatkan Stasiun Uji Performan dan Balai Inseminasi Buatan untuk menjaring ternak sapi PO hasil seleksi yang akan dikembangkan.

DARTAR PUSTAKA

Affandhy, L., P. Situmorang, P. W. Prihandini, D. B. Wiyono dan A. Rasyid. 2003. Performan reproduksi dan pengelolaan sapi potong induk pada kondisi peternakan rakyat. Pros. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Puslitbangnak, Bogor.

Asosiasi Produsen Daging dan Feedlot Indonesia (APFINDO). 2009. Kompas.

Departemen Pertanian Republik Indonesia. 2007. Peraturan Menteri Pertanian Republik Indonesia No.59 / Permentan / HK.060 / 8 / 2007 tentang Pedoman Pelaksanaan Swasembada Daging Sapi. Deptan RI. Jakarta.

Dinas Peternakan, Perikanan, dan Kelautan Kabupaten Kebumen. 2010. Laporan Tahunan. Dinas Peperla Kabupaten Kebumen.

Putu, I.G., P. Situmorang, A. Lubis, T. D. Chaniago, E. Triwulaningsih, T. Sugiarti, I.W. Mathius, dan B. Sudaryanto. 1999. Pengaruh Pemberian Pakan Konsentrat Tambahan Selama Dua Bulan Sebelum dan Sesudah Kelahiran Terhadap Performan Produksi dan Reproduksi Sapi Potong. Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Puslitbangnak. Bogor.

Puslitbangnak. 2000. Proposal Inti Program Pengkajian Sistem Usahatani Tanaman – Hewan (Crop – Animal Production System). Puslitbangnak, Bogor.

Soeparno. 1998. Ilmu dan Teknologi Daging. Edisi ketiga. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Sumadi, N. Ngadiyono, Sulastri, W. Pintaka, dan Bayu Putra. 2009. Struktur Populasi dan Estimasi Output Berbagai Bangsa Sapi Potong di Kecamatan Borobudur, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah. Prosiding Seminar Nasional Kebangkitan Peternakan. Pemberdayaan masyarakat melalui usaha peternakan berbasis sumberdaya lokal dalam rangka peningkatan ketahanan pangan nasional berkelanjutan. Fakultas Peternakan UNDIP. Semarang.

Subiharta, Muryanto, B. Utomo, Ernawati, R.N. Hayati, P. Sudrajad, I. Musawati, Suharno. 2010. Pendampingan PSDS melalui inovasi teknologi dan kelembagaan. Laporan Kegiatan. BPTP Jawa Tengah. Ungaran.

(8)

299

Subiharta, Muryanto, B. Utomo, Ernawati, R.N. Hayati, P. Sudrajad, I. Musawati, Suharno. 2011. Pendampingan PSDS melalui inovasi teknologi dan kelembagaan. Laporan Kegiatan. BPTP Jawa Tengah. Ungaran.

Sudaryanto, B., K. Subagyono, Subiharta, Ernawati, B. Utomo, R.N. Hayati, A. Rifai, dan A. S. Romdon. 2009. Pemetaan Wilayah Sapi Kembar dan Identifikasi Pakan yang Berpengaruh Terhadap Kelahiran Kembar di Jawa Tengah. Laporan Penelitian. Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian, Bogor.

Gambar

Gambar 1. Penimbangan pedet sapi PO Kebumen  HASIL DAN PEMBAHASAN
Gambar 2. Pedet sapi PO Kebumen baik jantan dan betina memiliki punuk  Ada korelasi positif  antara bobot badan  induk dengan  bobot lahir pedet, makin  besar  induk  pedet  yang  dilakirkan  juga  makin  berat

Referensi

Dokumen terkait

Kondisi pembebanan awal adalah kondisi pembebanan pada saat gaya prategang mulai bekerja (ditransfer pada beton) dimana pada saat tersebut beban beban yang terjadi

Para guru SMA Negeri 1 Talang Kelapa dalam hal ini dituntut untuk tidak terjadi batasan-batasan komunikasi antar paraguru agar dapat memenuhi tujuan yang telah

Capaian sasaran strategis tahun 2013 ditunjukkan oleh capaian IKU dominan, “jumlah Sistem Informasi yang dimanfaatkan secara efektif” yang diukur dengan jumlah

(2) Penerapan fungsi evaluasi terhadap kegiatan dakwah masjid Agung Kendal yaitu dengan mempelajari segala bentuk kegiatan dakwah yang diselenggarakan di Masjid

Jika proses pendataan telah dilakukan maka akan diberikan kepada tim analis untuk mengetahui apakah data peserta tersebut aktif serta rencana dan manfaat yang diajukan dalam

Karakteristik termohidrolika reaktor TRIGA berbahan bakar silinder dan TRIGA Konversi Untuk memberikan ilustrasi mengenai perbedaan karakteristik termohidrolika reaktor

Perbandingan persentase kenaikan kemampuan, baik pada kelas kontrol maupun kelas eksperimen dapat dilihat dari selisih rata-ratanya. Hasil uji perbandingan menunjukkan bahwa:

Danang