• Tidak ada hasil yang ditemukan

SIARAN PERS LENGKAP Jadikan 2014 sebagai Pemilu Nasional [Untuk Memilih Presiden dan Wakil Presiden, DPR dan DPD Secara Serentak]

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "SIARAN PERS LENGKAP Jadikan 2014 sebagai Pemilu Nasional [Untuk Memilih Presiden dan Wakil Presiden, DPR dan DPD Secara Serentak]"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

Kemitraan bagi Pembaruan Tata Pemerintahan di Indonesia

Jl. Wolter Monginsidi No. 3, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan 12110

Telp (021) 72799566. Fax (021). Website: www.kemitraan.or.id

SIARAN PERS LENGKAP

Jadikan 2014 sebagai Pemilu Nasional

[Untuk Memilih Presiden dan Wakil Presiden, DPR dan DPD Secara Serentak] Menyambut Momentum Alih Generasi

Selama ini pembahasan undang-undang politik, khususnya undang-undang pemilu, hanya terfokus pada isu keterwakilan politik. Topik bagaimana memilih wakil rakyat di DPR, DPD dan DPRD, serta bagaimana memilih presiden dan kepala daerah, mendominasi pembicaraan; sementara topik bagaimana agar wakil-wakil rakyat, presiden dan kepala daerah terpilih bisa bekerja efektif pada pascapemilu, diabaikan.

Akibatnya undang-undang bidang politik tidak konprehensif, sehingga pejabat (legislatif maupun eksekutif) yang terpilih melalui pemilu demokratis, tak hanya gagal menjalankan misi pemerintahan, tetapi malah terlibat transaksi politik, mengambil kekayaan negara secara tidak sah. Semakin banyak anggota DPR dan DPRD serta kepala daerah yang terjerat kasus korupsi adalah bukti yang tidak bisa diingkari. Tentu saja, kecenderungan buruk tersebut akan berpengaruh terhadap pembangunan politik ke depan. Pertama, rakyat akan semakin tidak percaya dengan mekanisme demokrasi. Kedua, partai politik kian kehilangan peran pokoknya. Ketiga, pemerintahan akan terus terdelegetimasi oleh laku koruptif pejabatnya. Pemilu 2014 harus jadi momentum untuk mengembalikan arah demokratisasi ke jalur yang benar, yaitu dengan menempatkan isu efektivitas pemerintahan dalam pembahasan undang-undang bidang politik sejajar dengan isu keterwakilan politik. Apalagi Pemilu 2014 merupakan wahana bagi tampilnya generasi baru, sehingga harapan rakyat yang dibebakan kepada mereka bisa terwujud.

Meluasnya Politik Transaksional

Perubahan UUD 1945 telah memperjelas sistem pemerintahan presidensial dengan mempertegas posisi dan fungsi eksekutif dan legislatif serta mengatur hubungan keduannya. Meskipun sudah menata bagaimana mengisi jabatan-jabatan eksekutif dan legislatif, namun konstitusi belum mengondisikan agar mereka bekerja efektif melayani rakyat.

Konstitusi juga belum menjelaskan bagaimana kedaulatan rakyat di-operasionalisasikan sehingga rakyat dapat mengontrol perilaku pejabat negara.

(2)

Kemitraan bagi Pembaruan Tata Pemerintahan di Indonesia

Jl. Wolter Monginsidi No. 3, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan 12110

Telp (021) 72799566. Fax (021). Website: www.kemitraan.or.id

Pada titik inilah undang-undang bidang politik harus mendesain dan mengatur agar sistem pemerintahan presidensial, yang para pejabatnya dipilih melalui pemilu demokratis, dapat bekerja efektif semata demi kesejahteraan rakyat.

Salah satu kelemahan presidensialisme adalah terjadinya pemerintahan terpisah (divided governmnet), yakni ketika presiden tidak mendapat dukungan mayoritas parlemen, atau ketika presiden dari satu partai tetapi parlemen didominasi partai lain. Akibatnya pemerintahan tidak efektif karena setiap kebijakan yang diajukan presiden cenderung ditolak parlemen. Jika pun diterima, pengesahannya butuh waktu lama, yang disertai politik transaksional. Akibatnya kebijakan yang semula diniatkan untuk kesejahteraan rakyat tereduksi kepentingan elit politik. Jika transaksi politik tak terjadi, pemerintahan mandeg atau bahkan presiden digulingkan.

Apa yang terjadi dengan pemerintahan Gus Dur, Megawati dan SBY menunjukkan semakin menguatnya gejala diveded government. Sistem pemerintahan presidensial yang diduplikasi pada tingkat provinsi dan kabupaten/kota malah memperlihatkan gejala yang lebih buruk. Asal usul partai politik kepala daerah yang tidak jelas, konfigurasi koalisi yang beragam, jumlah partai politik di DPRD yang banyak, disertai moralitas elit politik yang rendah, menyebabkan pemerintahan daerah bekerja melupakan kepentingan publik dan berbalik melayani kepentingan elit politik.

Menuju Presidensialisme Efektif

Bagaimana menghentikan pemerintahan tidak efektif akibat divided government? Di sinilah pengaturan sistem pemilihan untuk Pemilu 2014 dan pemilu sesudahnya, menjadi sangat penting, sebab desain dan pengaturan pemilu sesungguhnya mampu menghentikan atau setidaknya mengurangi gejala pemerintahan terpisah tersebut.

Selama ini pemilu legislatif (memilih anggota DPR, DPD dan DPRD) diselenggarakan secara berurutan dengan pemilu presiden, sedang pemilu kada dibiarkan berserakan waktunya. Pembagian waktu penyelenggaraan pemilu seperti itu membuat pemilih bingung sehingga sulit untuk bersikap rasional; sementara bagi partai politik hal itu membuat mereka sibuk mengurusi konflik internal sebagai dampak dari pencalonan pejabat publik yang berlangsung sepanjang tahun, sehingga konstituen tidak terurus. Bagi penyelenggara pemilu, pemilu legislatif merupakan pekerjaan unmanageable karena harus membagikan 700 juta surat suara dengan 1.700 varian di seluruh penjuru tanah air; sementara total biaya pemilu kada sangat besar.

(3)

Kemitraan bagi Pembaruan Tata Pemerintahan di Indonesia

Jl. Wolter Monginsidi No. 3, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan 12110

Telp (021) 72799566. Fax (021). Website: www.kemitraan.or.id

Akibat lain dari pembagian waktu penyelenggaraan pemilu yang tidak koheren tersebut adalah terbentuknya pemerintahan tidak efektif pada pascapemilu. Hal ini terjadi karena: pertama, partai-partai politik tidak memiliki waktu untuk membentuk koalisi yang solid saat mengusung calon presiden; kedua, koalisi dibangun bukan berdasar platform politik melainkan semata penjatahan kursi sehingga rawan pengkhianatan, dan; ketiga, presiden terpilih tersandra oleh partai -partai politik yang selalu memainkan kartu dukungan di parlemen. Kondisi di daerah menjadi lebih parah, karena tiadanya kaitan antara kepala daerah terpilih dengan konfigurasi politik di DPRD, sehingga semua kebijakan ditetapkan berdasarkan transaksi politik. Dalam usaha menghindari kemungkinan terjadinya pemerintahan terpisah (divided governement), maka variabel waktu penyelenggaran pemilu menjadi faktor penting untuk dilakukan perubahan. Berdasar pengalaman negara-negara penganut presidensialisme, dapat disimpulkan, apabila pemilu legislatif dibarengkan waktu penyelenggaraannya dengan pemilu presiden maka presiden terpilih akan diikuti oleh dukungan mayoritas di parlemen, sebab keterpilihan presiden mampu menarik keterpilihan anggota legislatif. Artinya, jika calon presiden yang didukung Partai A atau Koalisi Partai A memenangi pemilihan presiden, maka kemungkinan besar hal itu akan diikuti oleh penguasaaan kursi mayoritas oleh Partai A atau Koalisi Partai A. Pengalaman yang telah diteorisasikan oleh para ahli pemilu tersebut bisa diterapkan di Indonesia, dengan mengatur kembali jadwal pemilu. Pertama, pemilu memilih anggota DPR dan DPD dibarengkan waktu penyelenggaraannya dengan pemilu memilih presiden, sehingga menjadi pemilu nasional. Kedua, pemilu memilih anggota DPRD dan kepala daerah dibarengkan waktu penyelenggaraannya sehingga menjadi pemilu daerah. Ketiga, selang waktu pemilu nasional dengan pemilu daerah antara dua sampai tiga tahun, sehingga memberi kesempatan pemilih untuk mengevaluasi, menilai dan menghukum kinerja pemerintahan hasil satu pemilu melalui pemilu yang lain. Dengan demikian pemilu tidak hanya mendorong pemilih untuk bersikap rasional, tetapi juga mendorong partai politik untuk terus meningkatkan kinerjanya.

Jika demikian, maka Pemilu 2014 bisa ditetapkan sebagai pemilu nasional, sehingga menjadi Pemilu Nasional 2014; sedang pemilu daerah diselenggarakan pada 2016 dan ditetapkan menjadi Pemilu Daerah 2016. Adapun anggota DPRD hasil Pemilu 2009 bisa diperpanjang masa kerjanya hingga Pemilu Daerah 2016, sedangkan masa jabatan kepala daerah yang berakhirnya berbeda-beda secara bertahap bisa diatur untuk diserentakkan hingga Pemilu Daerah 2019. Sejauh masa anggota legislatif atau pejabat eksekutif yang sedang bekerja tidak dikurangi, maka penataan kembali jadwal pemilu ini tidak bertentangan dengan UUD 1945. Dengan demikian

(4)

Kemitraan bagi Pembaruan Tata Pemerintahan di Indonesia

Jl. Wolter Monginsidi No. 3, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan 12110

Telp (021) 72799566. Fax (021). Website: www.kemitraan.or.id

agenda politik lima tahunan bisa diprediksikan, sehingga tidak mengganggu aktivitas ekonomi dan kegiatan sosial budaya lainnya (lihat Lampiran 1).

Mempertegas Basis Keterwakilan

Meskipun isu keterwakilan politik selalu mendominasi pembahasan undang-undang bidang politik, namun masalah keterwakilan politik tidak pernah tuntas, sehingga berpotensi menimbulkan ledakan politik pada hari depan. Hal ini terjadi karena pembahasan isu keterwakilan poli tik tidak dikaitkan dengan bangunan kelembagaan perwakilan politik yang hendak diwujudkan pada masa mendatang.

Pengisian anggota DPR yang menggunakan sistem pemilu proporsional, sedari awal menyalahi prinsip-prinsip proporsionalitas akibat ketimpangan jumlah penduduk antara Jawa dan Luar Jawa. Alokasi kursi DPR setiap provinsi tindak mencerminkan prinsip opovov (one person, one vote, one value ), sehingga nalai kursi di Jawa lebih mahal daripada nilai kursi di Luar Jawa. Ketidakadilan politik bagi penduduk Jawa berpotensi meledak setiap waktu bila tidak segera dituntaskan.

Hal itu terjadi akibat perancang undang-undang hanya melihat DPR sebagai satu-satunya lembaga perwakilan politik, sehingga memaksakan DPR dapat menampung semua jenis keterwakilan politik. Padahal selain DPR, terdapat DPD yang dapat menyelesaikan masalah ini. Memang DPD tidak memiliki kewenangan setara dengan DPR, namun apabila desain keterwakilan politik secara konsisten menempatkan DPR sebagai lembawa yang mewakili orang atau penduduk, sedang DPD sebagai lembaga yang mewakili ruang atau daerah, masalah keterwakilan politik bisa tuntas.

Jika DPR diposisikan mewakili penduduk, alokasi kursinya ditetapkan berdasarkan jumlah penduduk, sehingga 60% penduduk di Jawa memiliki 60% wakilnya di DPR. Sedang DPD yang diposisikan mewakili daerah, alokasi kursinya benar-benar dipukul rata setiap provinsi, sehingga 85% provinsi Luar Jawa akan memiliki 85% wakilnya di DPD. Dengan demikian dominasi wakil Jawa di DPR akan diimbangi oleh dominasi wakil Luar Jawa di DPD. Masalahnya adalah bagaimana meningkatkan kewenangan DPD agar setara dengan DPR. Dengan kata lain, ke depan, perubahan konstitusi merupakan keniscayaan untuk menuntaskan masalah basis keterwakilan politik.

Kejelasan basis keterwakilan politik DPR dan DPD akan memudahkan sifat hubungan wakil rakyat dengan rakyat yang diwakilinya. Dalam hal ini DPR merupakan lembaga bersifat delegasi, sehingga dalam pengambilan keputusan anggota DPR harus berkonsultasi dengan rakyat yang diwakilinya; sedangkan DPD

(5)

Kemitraan bagi Pembaruan Tata Pemerintahan di Indonesia

Jl. Wolter Monginsidi No. 3, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan 12110

Telp (021) 72799566. Fax (021). Website: www.kemitraan.or.id

merupakan lembaga yang bersifat mandatori, sehingga dalam mebuat keputusan anggota DPD dalam posisi independen, tidak harus berkonsultasi dengan rakyat yang diwakilinya.

Sifat hubungan perwakilan yang demikian itu, juga mempertegas fungsi masing-masing lembaga: DPR lebih mengutamakan kepentingan penduduk atau konstituen, sedangkan DPD lebih mengutamankan kepentingan nasional. Dengan demikian penegasan posisi, fungsi dan sifat hubungan DPR dan DPR dengan rakyat yang diwakilinya, maka sejalan dengan konstitusi di mana DPR dipilih melalui sistem pemilu proprosional, sedangkan DPD dipilih melalui sistem pemilu mayoritarian.

Membangun Multipartai Sederhana

Banyaknya partai politik sering kali dirisaukan karena hal itu dianggap sebagai penyebab instabilatas politik. Namun yang jadi masalah dalam sistem politik, bukanlah jumlah partai politik yang ada di masyarakat, melainkan jumlah partai yang mengikuti pemilu dan jumlah partai yang ada di parlemen. Jumlah partai politik peserta pemilu yang terlalu banyak, tidak saja membuat biaya pemilu membengkak, tetapi juga membingungkan pemilih; sementara jumlah partai politik di parlemen yang terlalu banyak, tidak saja membuat parlemen selalu gaduh, tetapi juga membuat pemerinthan tidak efektif. Pada titik inilah penyederhanaan partai politik peserta pemilu dan penyederhanaan partai politik di parlemen menjadi keniscayaan. Penyederhanaan partai politik peserta pemilu dilakukan dengan menerapkan model “liga partai partai”. Dalam model ini partai politik bisa dibedakan atas tiga jenis: pertama, partai politik lingkup nasional yang menjadi peserta pemilu anggota DPR, DPRD Provinsi dan DPRD kabupaten/kota; kedua, partai politik lingkup provinsi yang menjadi peserta pemilu anggota DPRD provinsi dan DPRD kabupaten/kota, dan; ketiga, partai politik lingkup kabupaten/kota yang menjadi peserta pemilu anggota DPRD kabupaten/kota.

Semua partai politik harus bergerak dari bawah dan diperbolehkan mengikuti pemilu anggota DPRD kabupaten/kota. Selanjutnya, partai politik yang memiliki kursi sedikitnya di 2/3 DPRD kabupaten/kota bisa mengikuti pemilu anggota DPRD provinsi pada pemilu berikutnya, dan partai politik yang memiliki sedikitnya di 2/3 DPR provinsi bisa mengikuti pemilu anggota DPR pada pemilu berikutnya. Model “liga partai politik” ini mendorong terjadinya kompetisi yang sehat dan memaksa partai politik untuk bergerak di akar rumput. Dengan model ini pula pembentukan partai politik tidak lagi menjadi arena petualangan politik bagi elit Jakarta yang mengandalkan modal uang semata.

(6)

Kemitraan bagi Pembaruan Tata Pemerintahan di Indonesia

Jl. Wolter Monginsidi No. 3, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan 12110

Telp (021) 72799566. Fax (021). Website: www.kemitraan.or.id

Sementara itu, untuk menyederhanakan jumlah partai politik di parlemen, penerapan parlementary treshold 2,5% tidak hanya berlaku pada pemilu anggota DPR, tetapi juga pemilu anggota DPRD provinsi dan DPRD kabupaten/kota. Dengan demikian penyederhanaan partai politik yang terjadi di DPR atas hasil Pemilu 2009, kelak akan diikuti oleh DPRD provinsi dan kabupaten/kota.

Selanjutnya langkah penyederhanaan partai politik di parlemen dilakukan dengan memperkecil jumlah kursi di setiap daerah pemilihan (districk magnitute), dari 3-10 kursi untuk DPR dan 3-12 kursi untuk DPRD, menjadi 3-6 kursi untuk DPR dan DPRD. Langklah ini, tidak saja memudahkan pemilih untuk mengenali calon-calon yang ditawarkan partai politik, tetapi juga untuk memudahkan para calon untuk kampanye sekaligus menjaga hubungan dengan konstituen. Selain itu, formula perolehan kursi partai politik juga perlu diubah dengan menegaskan hanya partai politik yang meraih suara sama atau lebih dengan BPP saja yang berhak mendapatkan kursi.

Dengan demikian langkah untuk menyederhankan partai politik peserta pemilu dan menyederhankan partai politik di parlemen dilakukan melalui: pertama, penerapan model “liga partai politik”; kedua, penerapan ketentuan perlementary treshold 2,5% untuk semua tingaktan pemilu DPR dan DPD; ketiga, pengecilan jumlah kursi di daerah pemilihan, dan; keempat, pengubahan formula perolehan kursi (lihat Lampiran 2).

Keempat langkah tersebut jika dikombinasikan dengan penjadwalan kembali pemilu menjadi pemilu nasional (memilih DPR, DPD dan presiden) dan pemilu daerah (memilih DPRD dan kepala daerah), merupakan langkah strategis untuk mengefektifkan pemerintahan hasil pemilu demokratis. Dengan demikian demokratisasi kembali ke jalur yang benar, di mana rakyat berdaulat untuk memilih pemimpinnya dan mendapatkan manfaat kesejahteraan atas kebijakan yang ditempuh oleh pemerintahan hasil bentukan pemilu demokratis.

Tim Kemitraan bagi Pembaruan Tata Pemerintahan 1. Daniel Dhakidae (Dewan Eksekutif Kemitraan) 2. Valina Singka Subekti (Dewan Eksekutif Kemitraan) 3. Wicaksono Sarosa (Direktur Eksekutif Kemitraan) 4. Ramlan Surbakti (Penasehat Senior Kemitraan)

5. Utama Sandjaja (Kepala Unit Pemerintahan Demokratis) 6. Didik Supriyanto (Tim Ahli Kemitraan)

(7)

Kemitraan bagi Pembaruan Tata Pemerintahan di Indonesia

Jl. Wolter Monginsidi No. 3, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan 12110

Telp (021) 72799566. Fax (021). Website: www.kemitraan.or.id LAMPIRAN 1

AGENDA POLITIK NASIONAL LIMA TAHUNAN

AKTOR TAHUN I TAHUN II TAHUN III TAHUN IV TAHUN V Pemilu

Nasional

Pemilu Daerah Partai Politik Pencalonan

Kampanye Evaluasi Persiapan Pemilu Daerah Pencalonan Kampanye Evaluasi Konsolidasi internal: kongres, munas dll Persiapan Pemilu Nasional, Penjajagan koalisi KPU/KPUD Pelaksanaan tahapan Sengketa hasil pemilu Pelantikan Evaluasi Perencanaan Persiapan Pemilu Daerah Pelaksanaan tahapan, Sengketa hasil pemilu, Pelantikan Evaluasi Rekrutmen Perencanaan Persiapan Pemilu Nasional Pemilih Pengumuman DPT Pendaftaran Pengumuman DPT Evaluasi Pendaftaran

(8)

Kemitraan bagi Pembaruan Tata Pemerintahan di Indonesia

Jl. Wolter Monginsidi No. 3, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan 12110

Telp (021) 72799566. Fax (021). Website: www.kemitraan.or.id LAMPIRAN 2

KERANGKA SISTEM PEMILU

VARIBEL P E M I L U N A S I O N A L P E M I L U D A E R A H Variabel Teknis Pemilu DPR Pemilu DPD Pemilu Presiden Pemilu DPRD Pemilu Kada

Peserta Partai politik Perseorangan Pasangan calon Partai politik Pasangan calon Ambang batas peserta pemilu Model liga partai politik: lingkup nasional, lingkup provinsi dan lingkup kab/kota Dukungan minimal 1% jumlah penduduk Dukungan minimal 30% kursi partai politik di DPR Model liga partai politik: lingkup provinsi dan lingkup kab/kota Dukungan minimal 30% kursi partai politik di DPRD; Dukungan minimal 3% penduduk Ambang batas masuk perlemen 2,5% suara nasional 2,5 % suara provinsi dan kabupaten/ kota Waktu penyeleng-garaan Bersama pemilu DPD dan presiden Bersama pemilu DPR dan presiden Bersama pemilu DPR dan DPD Bersama pemilu kada Bersama pemilu DPRD Daerah pemilihan

3 – 6 kursi 4 kursi setiap provinsi

Nasional 3 – 6 kursi Provinsi dan kab/kota Metode pencalonan Daftar Calon secara zigzag diajukan partai politik Calon mengajukan diri sendiri Calon diajukan partai politik Daftar Calon secara zigzag diajukan partai politik Calon diajukan partai politik & mengajukan diri sendiri Metode pemberian suara Memilih satu calon Memilih paling banyak empat calon Memilih satu calon Memilih satu calon Memilih satu calon Formula perolehan Partai yang memperoleh suara sama Partai yang memperoleh suara sama atau

(9)

Kemitraan bagi Pembaruan Tata Pemerintahan di Indonesia

Jl. Wolter Monginsidi No. 3, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan 12110

Telp (021) 72799566. Fax (021). Website: www.kemitraan.or.id kursi atau lebih

dengan BPP lebih dengan BPP Formula calon terpilih

Suara terbanyak Empat calon peraih suara terbanyak

Pasal 6A ayat (3) dan (4) UUD 1945

Referensi

Dokumen terkait

Jenis pekerjaan tertentu tentu tidak dapat diselesaikan hanya dengan satu orang saja. Jenis pekerjaan tertentu memungkinkan untuk diselesaikan oleh dua orang atau

Activity diagram menggambar kan berbagai alir aktivitas dalam sistem yang sedang dirancang, bagaimana masing- masing alir berawal, decision yang mungkin terjadi,

Hasil penelitian tentang sikap, dipe- roleh bahwa sebagian besar responden mahasiswa kedokteran umum tahap profesi dan mahasiswa program studi keperawatan sudah memiliki sikap yang

Tingkat kesadaran pemilih pemula yang ada di Distrik Pirime Kabupaten Lanny Jaya masih dipengaruhi oleh kebiasaan, ataupun sekedar ikut-ikutan saja, hal ini

Menurut Visser dan Hermes (1962) kerak kontinen Lempeng Australia yang berada di bawah laut Arafura dan meluas ke arah utara merupakan dasar bagian selatan dari Pegunungan Tengah

Tujuan dan Manfaat Tujuan Kegiatan Tujuan pelaksanaan kegiatan abdimas ini adalah untuk memberikan keterampilan penggunaan E-Learning berbasis media sosial Edmodo bagi guru SD

Terbatasnya informasi tentang kupu-kupu pengunjung pada tumbuhan tersebut, maka menjadi dasar dilakukan penelitian untuk mengetahui jenis-jenis kupu-kupu pengunjung

(2) Gaya tarik yang masuk dan yang ke luar dari tali baja governor harus diuji untuk menentukan kesesuaian dengan A10.5. Jika penyetelan dilakukan atas governor maka harus