• Tidak ada hasil yang ditemukan

FAKTOR PENDORONG ORANGTUA MENGIZINKAN ANAKNYA MELAKUKAN PERKAWINAN PADA USIA REMAJA DI DESA AGUNG JAYA KECAMATAN AIR MANJUTO KABUPATEN MUKOMUKO

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "FAKTOR PENDORONG ORANGTUA MENGIZINKAN ANAKNYA MELAKUKAN PERKAWINAN PADA USIA REMAJA DI DESA AGUNG JAYA KECAMATAN AIR MANJUTO KABUPATEN MUKOMUKO"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

FAKTOR PENDORONG ORANGTUA MENGIZINKAN ANAKNYA

MELAKUKAN PERKAWINAN PADA USIA REMAJA

DI DESA AGUNG JAYA KECAMATAN AIR MANJUTO

KABUPATEN MUKOMUKO

ARTIKEL

USWATUN KHASANAH

NIM. 11070073

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SOSIOLOGI

SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

(STKIP) PGRI SUMATERA BARAT

PADANG

2015

(2)
(3)

Melakukan Perkawinan Pada Usia Remaja Di Desa Agung Jaya Kecamatan Air Manjuto

Kabupaten Mukomuko

Uswatun Khasanah 1 Aziwarti, SH., M.Hum 2 Erningsih, S.Sos., M.Pd3

Program Studi Pendidikan Sosiologi STKIP PGRI Sumatera Barat

ABSTRACT

Incentives Parents Allow Her Son Perform Marriages At Young Age In Desa Agung Jaya Kecamatan Air Manjuto Kabupaten Mukomuko. The purpose of this research is to describe

Incentives Parents Allow Her Son Perform Marriages At Young Age In Desa Agung Jaya Kecamatan Air Manjuto Kabupaten Mukomuko. The theory that used in this research is social action theory by Max Weber. The result of this research shows that the Incentives Parents Allow Her Son Perform Marriages At Young Age In Desa Agung Jaya Kecamatan Air Manjuto Kabupaten Mukomuko are first because of a lack parental knowledge about the age limit of marriage, second because of avoiding disgrace, a third economic factors, the fourth culture factors and the fifth because of a lack uderstanding parents of the improtance education.

PENDAHULUAN

UU No. 1/1974 pasal 1 Tentang Perkawinan, dijelaskan bahwa perkawinan adalah ikatan lahir dan bathin antara seorang laki-laki dengan seorang perempuan sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Menurut Kharlie, (dalam bukunya Hukum Keluarga Indonesia, 2013: 212) menyebutkan beberapa dampak dari perkawinan usia remaja yaitu: perceraian yang kemudian berdampak pada pelacuran, kematian terhadap ibu, penyakit kanker rahim. Oleh karena itu pembatasan usia minimal untuk melakukan perkawinan dianggap sangat perlu karena mengingat dampak dari perkawinan usia remaja tersebut.

Ketentuan mengenai pembatasan usia perkawinan ini menjadi penting karena beberapa hal yang melatar belakangi, terutama terkait hak-hak perempuan dan anak itu sendiri. Sehubungan dengan hal tersebut, maka di negara kita telah diatur dalam UU No. 1/1974 Tentang Perkawinan, dimana pada Bb II Tentang Syarat-syarat Perkawinan pasal 6 ayat (2) dijelaskan bahwa untuk melangsungkan perkawinan seorang yang belum mencapai 21 tahun harus mendapat izin kedua orangtua.

Kemudian pada pasal 7 ayat (1), ditegaskan bahwa syarat perkawinan adalah, perkawinan hanya diizinkan apabila pihak pria sudah mencapai usia 19 tahun dan pihak wanita sudah mencapai usia 16 tahun. Secara eksplisit kententuan tersebut dijelaskan bahwa setiap perkawinan yang dilakukan oleh calon pengantin pria yang belum berusia 19 tahun atau wanita belum berusia 16 tahun disebut sebagai perkawinan dibawah umur. Bagi perkawinan dibawah umur ini yang belum memenuhi batas usia untuk menikah pada hakikatnya disebut masih berusia remaja.

Perkawinan pada usia remaja di Desa Agung Jaya ini berkisar antara usia 14 sampai 17 tahun. Berdasarkan usia saat melakukan perkawinan tersebut, secara realita dilapangan memang bear-benar ada perkawinan usia remaja ini. Akan tetapi, jika dilihat data di KUA Kecamatan Air Manjuto tidak ditemukan data jumlah remaja yang melakukan perkawinan pada usia remaja. Mengingat usia yang masih remaja, tidak memungkinkan untuk dilaksanakan perkawinan yang sesuai menurut aturan hukum perkawinan di Indonesia. Karena usia 14 sampai 17 tahun dikatakan masih remaja, apabila remaja berusia 14 sampai 17 tahun tetap

(4)

dikawinkan, maka secara hukum yang mengawinkan telah melanggar UU No. 1/1974 Bab II Tentang Syarat-syarat Perkawinan pasal 7 ayat (1) yang menegaskan bahwa batas usia minimal menikah adalah untuk laki-laki minimal sudah berusia 19 tahun dan perempuan minimal sudah berusia 16 tahun.

Berdasarkan hasil wawancara awal dengan masyarakat dan beberapa perengkat desa Agung Jaya pada tanggal 02 Februari 2015 diperoleh data perkawinan pada usia remaja di Desa Agung Jaya sebagai berikut:

Tabel. 1

Jumlah Perkawinan Usia Remaja di Desa Agung Jaya Tahun 2011-2014

Usia Saat Melakukan Perkawinan Tahun Jumlah Lk Pr 16 tahun 2011 - 6 17 tahun 1 - 15 tahun 2012 - 3 16 tahun - 2 14 tahun 2013 - 1 16 tahun - 2 17 tahun 1 - 15 tahun 2014 - 1 17 tahun 3 - Jumlah 5 15 Sumber: Data Primer

Berdasarkan tabel 1 dapat dilihat bahwa di Desa agung Jaya ditemukan orangtua yang mengizinkan anaknya melakukan perkawinan pada usia 14 sampai 17 tahun. Padahal perkawinan usia remaja ini sangat terkait dengan hak orangtua atau wali untuk mengawinkan anaknya, seperti yang dijelaskan dalam UU No. 1/1974 Bab II Tentang Syarat-syarat Perkawinan, jika menikah dibawah usia 21 tahun harus disertai dengan izin kedua atau salah satu orangtua atau yang ditunjuk sebagai wali (pasal 6 ayat 2). Walaupun usia mereka belum cukup, namun beberapa langkah ditempuh untuk merekayasa usia anaknya melalui proses perubahan data dalam KTP dan Kartu Keluarga.

Mengingat banyaknya dampak negatif dari adanya perkawinan pada usia remaja ini, seharusnya orangtua sebagai lembaga pengendalian pertama bagi anak-anak dalam melakukan tindakan, tidak seharusnya mengizinkan anaknya melakukan perkawinan pada usia remaja.

Akan tetapi pada kenyataanya, orangtua membiarkan dan mengizinkan anaknya melakukan perkawinan pada usia remaja. Padahal sebagian dari anak-anak mereka masih mengenyam bangku sekolah. Seharusnya orangtua dapat melakukan pencegahan atau minimal penundaan terhadap perkawinan pada uis remaja ini.

Berdasarkan masalah di atas, maka dalam penelitian ini tertarik untuk meneliti tentang “Faktor Pendorong Orangtua

Mengizinkan Anaknya Melakukan Perkawinan Pada Usia Remaja Di Desa Agung Jaya, Kecamatan Air Manjuto, Kabupaten Mukomuko”.

JENIS DATA DAN METODE

Penelitian ini dilakukan sejak tanggal 17 April sampai 15 Mei 2015. Tempat penelitian ini berada di Desa Agung Jaya, Kecamatan Air Manjuto, Kabupaten Mukomuko. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif dengan tipe penelitian deskriptif.

Metode pemilihan informan dalam penelitian ini menggunakan teknik purposive sampling (Bungin, 2007: 107). Dalam penelitian ini, penelitian menggunakan data primer untuk memperoleh jawaban pertanyaan penelitian, sedangkan data skunder digunakan sebagai data pendukung saja.

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan teknik observasi, studi dokumen dan wawancara. Teknik analisis data dalam penelitian ini menggunakan model analisis data interaktif Miles dan Huberman.

HASIL DAN PEMBAHASAN 1. HASIL

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, diperoleh hasil penelitian terkait dengan faktor pendorong orangtua mengizinkan anaknya melakukan perkawinan pada usia remaja. Adapun faktor-faktor tersebut adalah sebagai berikut:

1. Faktor Kurang Pengetahuan Orangtua Tentang Batas Usia Perkawinan.

Berdasarkan hasil penelitian dapat dikatakan bahwa kurangnya pengetahuan orangtua tentang batas usia perkawinan, mendorong orangtua

(5)

memberikan kebebasan pada anak-anaknya untuk bisa menjalani kehidupan dimasa yang akan mendatang, termasuk dalam hal menentukan jodoh. Kurangnya pengetahuan orangtua tersebut berpengaruh terhadap kurangnya kontrol orangtua kepada anak.

Usia yang relatif masih remaja, seharusnya peranan orangtua yang sangat dominan dalam menentukan perkawinan anak mereka khususnya pada anak perempuan. Bahkan dalam penelitian ini, orangtua merasa bahwa anaknya sudah siap untuk melakukan perkawinan. Dalam penelitian ini orangtua juga tidak mengetahui berapa batasan usia perkawinan yang diperbolehkan menurut Undang-undang Perkawinan di negara kita.

2. Faktor Menghindari Aib

Pergaulan bebas merupakan salah satu masalah sosial yang banyak terjadi hari ini. Tidak hanya di perkotaan, pergaulan bebas juga telah merambah sampai kepelosok pedesaan, seperti yang terjadi di Desa Agung Jaya ini. Pergaulan bebas terjadi dikalangan anak-anak remaja, khususnya remaja yang duduk dibangku sekolah menengah. Bagi masyarakat desa Agung Jaya, hamil sebelum adanya ikatan perkawinan yang sah merupakan suatu hal yang tidak pantas dan dianggap sebagai aib besar. Sehingga mereka lebih memilih untuk mengawinkan anaknya dari pada anaknya terjerumus dalam pergaulan bebas. Berdasarkan hasil penelitian, bahwa untuk menghindari pergaulan bebas dan terjadinya hamil di luar nikah, salah satu jalan yang dipikirkan dan dilakukan orangtua adalah mengawinkan anaknya, walaupun usia anaknya masih remaja. Ketika anaknya sudah memiliki pasangan yang cocok dan sudah mantap dengan pasangannya, orangtua menganjurkan untuk segera menikah saja dari pada terjerumus dalam pergaulan bebas sehingga menjadi aib bagi keluarga mereka.

Orangtua merasa khawatir jika mendapat aib karena anak perempuannya berpacaran dengan

laki-laki dan hubunganya terlalu dekat, sehingga orangtua segera mengawinkan anaknya.

3. Faktor Ekonomi

Berdasarkan hasil penelitian, didapatkan sebuah gambaran yang menjelaskan bahwa, kemiskinan yang terjadi di dalam sebuah keluarga sangat berdampak besar terhadap masa depan seorang anak, terutama pada anak remaja. Seorang remaja yang seharusnya melanjutkan tugas perkembangan sesuai dengan usianya kini harus menikah dengan usia yang masih remaja dan hanya memiliki tingkat pendidikan yang rendah. Berdasarkan hasil wawancara, orangtua dengan tingkat ekonomi yang rendah selalu tergesa-gesa untuk mengawinkan anak perempuannya pada usia remaja. Hal ini dilakukan oleh orangtua supaya bisa mengalihkan beban mereka kepada menantunya.

Orangtua tidak memikirkan kesiapan anak untuk melakukan perkawinan usia remaja, siap atau tidak siap smua itu seolah menjadi keharusan bagi seorang anak untuk dapat menyelamatkan keadaan ekonomi keluarga melalui perkawinan.

Mengingat usia anaknya belum cukup untuk melakukan perkawinan, mereka disarankan oleh kepala desa untuk membuat KTP baru untuk anaknya, supaya usia remaja bisa direkayasa. Dengan begitu usia remaja sudah cukup dan boleh melakukan perkawinan.

4. Faktor Budaya.

Di zaman modern seperti hari ini masih ada orangtua yang berfikir tentang seorang anak perempuan harus segera berkeluarga karena takut anaknya tidak laku. Seperti pandangan orang-orang jaman dahulu, jika anak perempuan tidak segera menikah maka akan sulit mendapatkan jodoh bahkan sering dijuluki sebagai perawan tua.

Berdasarkan hasil wawancara, orangtua mengatakan bahwa mereka mengawinkan anaknya karena mengikuti adat kebiasaan saja. Bukan

(6)

tidak mungkin perkawinan usia remaja yang terjadi di masyarakat juga dapat menyebabkan hal ini menjadi kebiasaan masyarakat Desa Agung Jaya ini. Mereka juga tidak mengetahui berapa batasan usia untuk melakukan perkawinan. Yang mereka tahu usia 15 tahun menurut mereka sudah pantas untuk menikah.

5. Faktor Kurang Pemahaman Orangtua Terhadap Pentingnya Pendidikan.

Kurangnya pemahaman orangtua terhadap pentingnya pendidikan, berdampak terhadap pola fikir orangtua dalam memandang pendidikan. Berdasarkan hasil wawancara, dapat disimpulkan bahwa dengan keterbatasan pengetahuan yang dimiliki orangtua terhadap pentingnya pendidikan, maka tidak menutup kemungkinan pola pikir mereka menjadi sempit. Ditambah lagi kuragnya semangat belajar dari dalam diri anak membuat perkawinan menjadi pilihan setelah tidak melanjutkan pendidikan lagi.

2. PEMBAHASAN

Jika kelima faktor pendorong orangtua mengizinkan anaknya melakukan perkawinan pada usia remaja dianalisa menggunakan teori Tindakan Sosial Weber, maka dapat dikelompokan ke dalam tiga tipe yaitu tindakan afektif (affectual action), tindakan rasional instrumental (werktrational action), dan tindakan tradisional (traditional action).

Pertama yang termasuk dalam tipe tindakan afektif (affectual action) yaitu faktor kurang pengetahuan orangtua terhadap batasan usia perkawinan dan faktor kurang pemahaman orangtua terhadap pentingnya pendidikan. Yang pertama faktor kurangnya pengetahuan orangtua tantang batas usia perkawinan mendorong orangtua memberikan kebebasan pada anak-anaknya untuk bisa menjalani kehidupan dimasa yang akan mendatang, termasuk dalam hal menentukan jodoh. Kurangnya pengetahuan orangtua tersebut

berpengaruh terhadap kurangnya kontrol orangtua kepada anak. Sehingga anak dibiarkan berpacaran pada usia yang masih sangat remaja. Tindakan orangtua ini termasuk ke dalam tipe tindakan afektif (affectual action) karena tindakan orangtua ini kurang rasional. Harusnya orangtua tidak memberi kebebasan, meskipun orangtua sangat menyayangi anaknya.

Kedua faktor kurang pemahaman orangtua terhadap pentingnya pendidikan, tindakan orangtua ini termasuk dalam tipe tindakan afektif (affectual action) karena orangtua kurang paham akan pentingnya pendidikan, sehingga dengan mudah mengizinkan anak-anak mereka untuk segera menikah. Hal itu biasanya terjadi setelah remaja lulus SMP atau bahkan belum lulus. Mereka menganggap pendidikan tinggi itu tidak penting. Bagi mereka, lulus SMP saja sudah cukup. Tindakan orangtua ini kurang rasional, harusnya masih banyak pilihan lain selain dari mengawinkan anknya yang masih remaja, sekalipun anaknya tidak memiliki keinginan lagi untuk melanjutkan pendidikan. Tindakan orangtua ini sukar untuk dipahami. Karena perasaan kurang peduli terhadap anak, sehingga orangtua tidak memaksa anak untuk melanjutkan pendidikan, harusnya sebagai orangtua memiliki hak untuk mengatur dan menentukan kehidupan anaknya dimasa mendatang.

Selanjutnya, yang termasuk dalam tipe yang kedua yaitu tindakan orangtua mengizinkan anaknya melakukan perkawinan usia remaja karena faktor untuk menghindari aib dan faktor ekonomi, dengan begitu maka tindakan orangtua tersebut termasuk kedalam tipe tindakan werktrational action atau tindakan rasional instrumental.

Pertama adalah faktor untuk menghindari aib. Cara yang dipilih orangtua untuk menghindari anaknya yang sudah mulai mengenal lawan jenisnya dari masalah pergaulan bebas adalah dengan mengawinkan anaknya. Jika masalah ini dilihat dengan

(7)

menggunakan teori tindakan sosial Weber, maka tindakan orangtua yang mengizinkan anaknya menikah usia remaja tersebut karena untuk menghindari aib, maka tindakan orangtua ini termasuk kedalam tipe tindakan werktrational action atau tindakan rasional instrumental. Tipe tindakan ini menurut Weber aktor tidak dapat menilai apakah cara-cara yang dipilihnya itu merupakan yang paling tepat ataukah lebih tepat untuk mencapai tujuan yang lain. Dalam tindakan ini, antara tujuan dan cara-cara mencapainya cenderung menjadi sukar untuk dibedakan. Akan tetapi tindakan ini rasional, karena pilihan terhadap cara-cara kiranya sudah menentukan tujuan yang diinginkan. Cara yang dipilih oleh orangtua untuk menghindarkan anaknya yang sudah memiliki pacar dari masalah hamil diluar nikah adalah, dengan tindakan menikahkan anaknya sebelum terjerumus dalam pergaulan bebas dan hamil diluar nikah. Cara ini dianggap sudah tepat untuk menghindari hamil diluar nikah, dengan cara tersebut orangtua ingin mencapai sebuah tujuan yang diinginkan yaitu, anaknya tidak terjermus dalam pergaulan bebas yang mengahkibatkan hamil diluar nikah dan menjadi aib bagi keluarga. Berdasarkan teori tindakan sosial Weber, maka tindakan orangtua tersebut sudah rasional karena cara yang dipilih sudah menntukan tujuan yang diinginkan.

Kedua yaitu faktor ekonomi, cara yang dipilih oleh orangtua untuk mengurangi beban perekonomian dalam keluarganya adalah dengan mengawinkan anaknya, meskipun anaknya masih berusia remaja. Cara tersebut dinilai dapat membantu perekonomian keluarga. Jika tindakan orangtua ini dianalisa dengan menggunakan teori tindakan sosial Weber, maka tindakan orangtua yang mengawinkan anaknya pada usia remaja di Desa Agung Jaya karena faktor ekonomi ke dalam tipe tindakan sosial werktrational action atau tindakan rasional instrumental. Dimana tipe tindakan rasional

instrumental ini adalah penentuan suatu cara untuk mencapai suatu tujuan tertentu.

Cara yang dipilih oleh orangtua untuk mengurangi beban perekonomian dalam keluarganya adalah dengan mengawinkan anaknya, meskipun anaknya masih berusia remaja. Cara tersebut dinilai mampu membantu perekonomian keluarganya. Tindakan ini sudah rasional karena anatara cara yang dipilih sudah menunjukkan tujuan yang diinginkan.

Kemudian tipe tindakan ketiga yang termasuk dalam tipe tindakan sosial Weber yaitu tindakan orangtua mengizinkan anaknya melakukan perkawinan usia remaja karena faktor budaya, maka tindakan orangtua ini termasuk ke dalam tipe traditional action atau tindakan tradisional. Tipe tindakan tardisional ini merupakan tindakan yang didasarkan atas kebiasaan-kebiasaan dalam mengerjakan sesuatu dimasa lalu. Dalam kasus ini, orangtua mengizinkan anaknya melakukan perkawinan pada usia remaja di Desa Agung Jaya karena faktor mengikuti kebiasaan saja.

Di zaman yang modern seperti hari ini masih ada orangtua yang beranggapan bahwa jika anak perempuan tidak cepat menikah maka akan menjadi perawan tua, sehingga orangtua berfikir lebih baik menikahkan anaknya dari pada anaknya menjadi perawan tua yang tidak laku. Pemikiran-pemikiran kuno tersebut yang akhirnya juga menentukan cara bertindak masyarakat, sehingga dalam tindakannya orangtua dalam menikahkan atau mengizinkan anaknya melakukan perkawinan pada usia remaja juga karena faktor tradisi atau mengikuti kebiasaan saja. Sehingga tindakannya ini disebut sebagai tindakan tradisional.

Berdasarkan uraian dan temuan-temuan di atas maka dapat disimpulkan bahwa dari keempat tipe tindakan yang dikemukakan oleh Weber untuk menjelaskan tipe

(8)

tindakan sosial, maka dalam penelitian ini hanya terdapat tiga tipe tindakan saja dalam melihat tindakan orangtua yang mengizinkan anaknya melakukan perkawinan usia remaja, yaitu tipe tindakan rasional instrumental (werktrational action), dan tindakan tradisional (traditional action).

KESIMPULAN

Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa faktor pendorong orangtua mengizinkan anaknya melakukan perkawinan pada usia remaja di Desa Agung Jaya yaitu: pertama karena faktor kurangnya pengetahuan orangtua tentang batas usia perkawinan, kedua karena faktor menghindari aib, ketiga karena faktor ekonomi, keempat karena faktor budaya dan

kelima karena faktor kurangnya

pemahaman orangtua terhadap pentingnya pendidikan.

SARAN

Dari uraian kesimpulan di atas, terdapat beberapa saran terkait dengan permasalahan perkawinan usia remaja, yaitu :

1. Bagi orangtua untuk lebih menyadari fungsi dan peran orangtua terhadap anak, supaya dapat memberikan kontribusi positif dalam mengurangi angka perkawinan usia remaja. Melalui pengaplikasian seluruh fungsi orangtua terhadap anak, diharapkan mampu mengurangi atau minimal menunda terhadap terjadinya perkawinan usia remaja. Melalui pemberian pengetahuan umum dan agama kepada anak, pengalaman-pengalaman hidup, pemberian bekal baik bekal kedewasaan fisik, mental

maupun sosial ekonomi sebagai persiapan untuk menuju kehidupan dimasa yang akan mendatang khususnya dalam kehidupan berumah tangga.

2. Bagi remaja supaya lebih menanamkan keingin dan pentingnya untuk belajar sebagai bekal dimasa depan dan mencapai cita-cita, dengan begitu remaja akan terus semangat menempuh pendidikan. Dengan pendidikan angka perkawinan usia remaja dapat dikurangi atau minimal dapat ditunda.

3. Bagi pemerintahan Desa Agung Jaya dan KUA Kecamatan Air Manjuto, supaya dapat memberikan sosialisasi kepada msyarakat Desa Agung Jaya mengenai batasan usia perkawinan yang ideal menurut peraturan di negara kita. Dengan sosialisasi tersebut diharapkan mampu memberikan informasi kepada masyarakat, khususnya orangtua supaya dapat menunda usia perkawinan anaknya yang masih berusia remaja.

DAFTAR PUSTAKA

Bungin, Burhan. 2007. Penelitian Kualitatif. Jakarta: kencana. Kharlie, Ahmad Tholabi. 2013. Hukum

Keluarga Indonesia. Jakarta: Sinar Grafika.

Ritzer, George. 2011. Sosiologi Berparadigma Ganda. Jakarta: Rajawali Pers.

---. 2000. Undang-undang Pokok Perkawinan. Jakarta: Sinar Grafika.

Referensi

Dokumen terkait

Kelebihan dari progran javascrib dengan tampilan yang dinamis, javascript memudahkan pengakses nya untuk menggunakan perangkat apapun dalam menggunakan dan mengakses

Mata Pelajaran Nilai Rata-rata Rapor.. Nilai Ujian

Observasi dilaksanakan peneliti dengan bantuan wali kelas IV sebagai mitra peneliti pada saat pembelajaran berlangsung, dari observasi tersebut didapatkan hasil

Bagi guru Hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu guru dalam mengenali masalah belajar yang dihadapi siswa dengan cepat, guru kelas lebih memahami perannya sebagai

Dari hasil analisis perolehan nilai UKL keseluruhan pada Pekan Raya Biologi (PRB) 2016 untuk kemampuan siswa SMA dalam menyelesaikan soal Uji Kompetensi Laboratorium

WS mengeluh nyeri pada luka post operasi katarak yang dilakukan 2 hari yang lalu Nyeri dirasakan ketika akan berkedip, batuk atau menoleh secara tiba-tiba.. Skala nyeri yang dirasakan

Berdasarkan hasil dan pembahasan yang telah dipaparkan dan diuraikan pada bagian sebelumnya, maka dapat disimpulkan bahwa kegiatan pengabdian kepada masyarakat yang

Tidak signifikannya pengaruh sifat materialisme terhadap hubungan antara kecanduan internet dengan perilaku pembelian impulsif secara online di Indonesia menunjukkan bahwa