• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGENALAN CITRA DOKUMEN SASTRA JAWA KONSEP DAN IMPLEMENTASINYA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "PENGENALAN CITRA DOKUMEN SASTRA JAWA KONSEP DAN IMPLEMENTASINYA"

Copied!
139
0
0

Teks penuh

(1)

PENGENALAN CITRA DOKUMEN SASTRA JAWA

KONSEP DAN IMPLEMENTASINYA

Tesis

Untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai derajat Sarjana S-2

Program Studi Ilmu Komputer

Kelompok Bidang Ilmu Matematika dan Pengetahuan Alam

Diajukan oleh:

Anastasia Rita Widiarti

21189/I-4/1669/04

Kepada

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS GADJAH MADA

(2)

iii

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah

diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi, dan sepanjang

pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau

diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam makalah ini dan

disebutkan dalam daftar pustaka.

Yogyakarta, 15 Desember 2005

(3)

iv

Tesis ini dipersembahkan kepada:

”

Universitas Sanata Dharma Yogyakarta

”

Universitas Gadjah Mada Yogyakarta

”

Ibu (almarhum). Semoga Tuhan membalas semua

kebaikan Ibu dengan memberi kedamaian abadi di

surga

(4)

v

Syukur yang teramat dalam penulis sampaikan kepada Tuhan Yang Maha

Pengasih, sehingga pembuatan tesis yang berjudul: “Pengenalan Citra Dokumen Sastra

Jawa: Konsep dan Implementasinya” ini bisa selesai. Hanya atas perkenanNya maka tesis ini dapat terwujud.

Tesis ini disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai derajat Sarjana

S-2 pada Program Studi Ilmu Komputer, Jurusan Ilmu-Ilmu Matematika dan

Pengetahuan Alam, Program Pascasarjana, Universitas Gadjah Mada.

Pada kesempatan ini penulis juga ingin menyampaikan rasa terima kasih kepada

semua pihak yang telah memberikan bantuan materi, pikiran, semangat dan doa, yaitu:

1. Bapak Drs. Retantyo Wardoyo, M.Sc., Ph.D., selaku pengelola program S-2 Ilmu

Komputer, terima kasih atas bimbingan yang telah diberikan selama menempuh

kuliah.

2. Bapak Drs. Agus Harjoko, M.Sc., Ph.D., selaku dosen pembimbing, terima kasih

atas kesabarannya dalam membimbing penyelesaian tesis penulis.

3. Seluruh jajaran Yayasan Sanata Dharma dan Rektorat Universitas Sanata Dharma,

terimakasih atas kesempatan yang sangat berharga untuk mengikuti studi lanjut ini.

4. Seluruh staff FMIPA USD, baik teman-teman dosen maupun karyawan, yang telah

memberi semangat dan kesempatan untuk studi kepada penulis.

5. Mas Widodo (perpustakaan Artati USD), atas bantuannya menterjemahkan tulisan

(5)

vi

7. Seluruh keluarga besar penulis yang senantiasa mendorong penulis tanpa mengenal

putus asa, Mas Antok, semua bulik dan Om, Simbah dan Eyang, serta Tika, Dena

dan Alya.

8. Semua teman seperjuangan di S2 Ilkom UGM serta semua teman yang tidak dapat

penulis sebut satu persatu yang selalu membawa kasih dan sukacita.

Semoga kebaikan semua pihak menjadi berkat tidak hanya bagi penulis pribadi,

namun juga bagi semua yang telah menyalurkan berkat tersebut untuk penulis. Dan

semoga tesis ini berguna juga bagi perkembangan ilmu komputer, khususnya bidang

pengolahan citra dan budaya jawa.

Penulis senantiasa menyadari bahwa penulisan tesis ini masih belum sempurna,

untuk itu segala saran dan kritik yang sifatnya membangun sangat penulis harapkan.

Yogyakarta, 16 Desember 2005

(6)

vii

KATA PENGANTAR ………...

DAFTAR ISI ………..

DAFTAR TABEL ………..

DAFTAR GAMBAR ……….

DAFTAR LAMPIRAN ………..

INTISARI ………...

ABSTRACT ………...

BAB 1 PENDAHULUAN ………

1.1 Latar Belakang Masalah ………

1.2 Perumusan Masalah ……….

1.3 Batasan Masalah ………...

1.4 Keaslian Penelitian ………

1.5 Tujuan Penelitian………...

1.6 Faedah Penelitian ………..

1.7 Metodologi Penelitian ………...

1.8 Tinjauan Pustaka ………...

1.9 Sistematika Penulisan ………...

BAB 2 LANDASAN TEORI ………

2.1 Pengenalan Pola ………

2.2 Analisis Citra Dokumen ………..………..

2.2.1 Data Capture ………..

2.2.2 Pengolahan Tingkat Piksel ……….

2.2.3 Analisis Tingkat Fitur ………

2.2.4 Analisis Teks ………..………..

2.3 Normalisasi Terhadap Orientasi ………

2.4 Binarisasi ………..

2.4.1 Metode Otsu ………..

2.5 Pengurangan Noise ………..

(7)

viii

2.6.1 Algoritma Hilditch ……….……

2.7 Segmentasi ………

2.7.1 Histogram Citra ……….

2.7.2 Profil Proyeksi ………

2.8 Pengenalan Karakter ……….

2.8.1 Ekstraksi Ciri ……….

2.8.2 Langkah Klasifikasi ………..

BAB 3 PERANCANGAN SISTEM ………

3.1 Spesifikasi Sistem ……….…

3.1.1. Spesifikasi Sistem Pembuat Basis Data ……….

3.1.2. Spesifikasi Sistem Pengenalan Citra Dokumen ……..

3.1.3 Proses Pengenalan Citra Karakter Dalam Citra

Dokumen ……….

3.2 Desain Sistem ………...

3.2.1 Desain Struktur Data ………...

3.2.1 Diagram Aliran Data ………...

3.2.1.1 Diagram Aliran Data Sistem Pembuat Basis

Data (SPBD) ………..

3.2.1.2 Diagram Aliran Data Sistem Pengenalan

Citra Dokumen (SPCD) ……….

3.2.2 Struktur Program ………..

3.2.3 Desain Antar Muka ………..

BAB 4 IMPLEMENTASI SISTEM………. ………

4.1 Antar Muka Pemakai Sistem ………..

4.1.1Antar Muka Pemakai Sistem Pembuat Database ….

4.1.2 Antar Muka Pemakai Sistem Pengenal Citra

Dokumen ………..

4.2 Implementasi ………..

(8)

ix

BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN ………

5.1Data Masukan ………...

5.2Eksekusi Modul-Modul ……….

5.3Analisis Output Pengenalan Karakter ………...

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN ………

6.1 Kesimpulan ………...

6.2 Saran ………..

DAFTAR PUSTAKA ………

Lampiran 1. Antar Muka Pemakai Sistem Pengenal Citra Dokumen ……...

Lampiran 2. Implementasi Prosedur Dalam Desain Sistem ………..……..

Lampiran 3. Data Dokumen Panji Sekar ………..……... 72

72

72

83

92

92

93

94

96

98

(9)

x

Tabel 5.1. Karakteristik File Masukan ………..

Tabel 5.2. Hasil Proses Pengenalan Karakter Dokumen Menak Sorangan I

Halaman 3 ...…....

Tabel 5.3. Contoh Sebagian karakter dalam database karakter Jawa ……....

Tabel 5.4. Hasil Proses Pembentukan Kata ...

Tabel 5.5. Tabel Karakter Dikenali Dokumen Menak Sorangan I

Halaman 3 ...

Tabel 5.6. Tabel Karakter Dikenali Dokumen Menak Sorangan I

Halaman 4 ...

Tabel 5.7. Analisis Output Pengenalan Citra Dokumen Menak Sorangan I

Hal. 3...

Tabel 5.8. Analisis Output Pengenalan Citra Dokumen Menak Sorangan I

Hal. 4...

Tabel 5.9. Rangkuman Hasil Analisis Output Program ...

72

78

79

82

85

86

88

89

91

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 Bagan Proses Analisis Citra Dokumen “Menak Sorangan” ..

Gambar 2.1 Hirarki Pemrosesan Dokumen. ...

Gambar 2.2 Langkah-langkah Proses Analisis Dokumen ...

Gambar 2.3. Perputaran citra dengan sudut θ ...

4

10

11

(10)

xi

Gambar 2.6. Contoh citra karakter pra sebelum dan sesudah dikenai thin-

ning ...

Gambar 2.7. Bagian dari sebuah citra ...

Gambar 2.8. Contoh piksel dengan B(PI)<2 dan B(PI)>6 ...

Gambar 2.9. Contoh piksel dengan A(PI) ≠ 1 ...

Gambar 2.10. Contoh piksel dengan P2=P4=P8=1 atau 0 dan A(P2) = 1

atau ≠ 1 ...

Gambar 2.11. Contoh piksel dengan P2 = P4 = P8 ≠ 0 atau 0 dan A(P4) = 1

atau ≠ 1 ...

Gambar 2.12. Profil proyeksi horisontal dan vertikal ...

Gambar 2.13. Ilustrasi perhitungan ciri karakter jawa: Tarung ...

Gambar 3.1 Gambaran Umum Tujuan Sistem ...

Gambar 3.2. Sistem Pengenalan Citra Dokumen ...

Gambar 3.3 DAD Level 0 Sistem Pembuat Basis Data ...

Gambar 3.4. DAD Level 1 Sistem Pembuat Basis Data ...

Gambar 3.5. DAD Level 2 Proses Olah Data ...

Gambar 3.6. DAD Level 0 Sistem Pengenalan Citra Dokumen ...

Gambar 3.7. DAD Level 1 Sistem Pengenalan Citra Dokumen ...

Gambar 3.8. DAD Level 2 Proses Binarisasi ...

Gambar 3.9. DAD Level 2 Proses Normalisasi Orientasi ...

Gambar 3.10. DAD Level 2 Proses Filling ...

(11)

xii

Gambar 3.13. Struktur Program Sistem Pembuat Basis Data ...

Gambar 3.14. Struktur Program Sistem Pengenalan Citra Dokumen ...

Gambar 3.15. Disain Layar Sistem Pembuat Basis Data ...

Gambar 3.16. Disain Layar Sistem Pengenalan Citra Dokumen ...

Gambar 4.1. Tampilan Antar Muka Pemakai Sistem Pembuat Basis Data

Gambar 4.2. Tampilan Antar Muka Pemakai Sistem Pengenal Citra

Dokumen ...

Gambar 5.1. Contoh Citra Dokumen Menak Sorangan halaman 3

(data ke 1) ...

Gambar 5.2. Contoh Tampilan Citra Hasil Proses Binarisasi ...

Gambar 5.3. Contoh Tampilan Citra Hasil Normalisasi Orientasi ...

Gambar 5.4. Contoh Tampilan Hasil Proses Thinning ...

Gambar 5.5. Cuplikan histogram hasil proses profil proyeksi vertikal ...

Gambar 5.6. Cuplikan histogram hasil proses profil proyeksi horisontal ...

Gambar 5.7. Contoh citra karakter hasil akhir proses segmentasi ...

Gambar 5.8. Isi Citra dokumen Menak Sorangan I Halaman 4 ...

45

47

48

48

50

52

73

74

75

76

76

77

77

84

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Antar Muka Pemakai Sistem Pengenal Citra Dokumen ... 96

Lampiran 2. Implementasi Prosedur Dalam Desain Sistem ... 98

(12)

xiii

KONSEP DAN IMPLEMENTASINYA

Anastasia Rita Widiarti

INTISARI

Di Yogyakarta masih banyak dapat ditemukan naskah-naskah kuno yang merupakan warisan budaya yang tak ternilai harganya. Maka Apabila naskah-naskah tersebut dapat dikonversikan ke dalam format digital, akan banyak manfaat yang bisa diraih.

Penelitian ini mencoba untuk membuat sebuah prototipe sistem pengenalan citra dokumen sastra Jawa. Data masukan untuk sistem diperoleh dari hasil pembacaan dokumen sastra Jawa dengan alat optis, yang kemudian disimpan sebagai file gambar dengan format *.jpg. Selanjutnya dengan mempergunakan berbagai metode untuk pengolahan citra, diperoleh citra karakter Jawa pembentuk citra dokumen masukan. Dengan mempergunakan histogram untuk piksel yang berwarna hitam diperoleh ciri untuk setiap karakter. Ciri ini kemudian disimpan dalam basis data karakter Jawa, untuk kemudian ciri ini dipakai dalam pencocokan ciri apabila terdapat masukan karakter Jawa. Dengan mempergunakan jarak Euclidean akan diperoleh nama-nama Latin setiap karakter Jawa pembentuk citra dokumen.

Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa untuk mengenal citra dokumen sastra Jawa, dalam hal ini dokumen “Menak Sorangan I, Bab I, Halaman 3 dan 4” diperoleh prosentase keberhasilan pengenalan sebesar 86.53%. Maka dapat disimpulkan bahwa pemilihan metode-metode yang dipergunakan dalam tahap pengenalan citra dokumen pada penelitian ini relatif sudah baik.

Keyword: Citra dokumen, normalisasi orientasi, binarisasi, noise, perangkaan,

(13)

xiv

DOCUMENT IMAGE RECOGNITION OF JAVANESE LITERATURE: CONCEPTS AND IMPLEMENTATION

by: Anastasia Rita Widiarti

ABSTRACT

In Yogyakarta still often could be found the old texts that were the cultural inheritance that was not appraised him. Then if these texts could be converted in the digital format, would many benefits that could be gained.

This research tried to make a prototype of the document image recognition system to the Javanese literature. The input data was for the system received from results of Javanese reading of the literature document with the implement optic, that afterwards was kept as file the picture with the format *. Jpg. Further by utilizing various methods for the processing of the image, was received by the Javanese character image the framer of the image of the input document. By counting the number pixel the object in each unit from a character image was received by the characteristics of this image. These characteristics were afterwards kept in the Javanese character database, during afterwards these characteristics were used in the verification of the characteristics if being gotten by Javanese character input. By utilizing the modification of the Euclidean distance will be received by the Latin names of each Javanese character the framer of the document image.

From results of the research showed that to know the Javanese image of the literature document, in this case the Menak Sorangan I document and the Panji Sekar document the Map in the page 3 and 4, was received by the percentage of the success of the introduction as big as 86.53%. Then could be concluded that the election of methods that was utilized in the introductory stage to the document image in this research was relative has been good.

(14)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Salah satu persoalan dalam bidang komputer yang banyak menjadi perhatian

adalah analisis citra dokumen (document image analysis). Analisis citra dokumen

merupakan ilmu yang membahas tentang algoritma-algoritma dan teknik-teknik yang

diterapkan pada citra atau dokumen untuk menghasilkan deskripsi yang dapat

dikenali oleh komputer. Analisis citra dokumen muncul karena kebutuhan efisiensi

dalam menganalisis sebuah dokumen kertas yang sudah ada. Contoh kasus yang

membutuhkan analisis citra dokumen misalnya untuk membaca dokumen tercetak

atau dokumen tulisan tangan dan mengubahnya menjadi dokumen digital sehingga

kualitasnya dapat diperbaiki atau keberadaannya (umur dokumen) dapat

diperpanjang.

Perkembangan ilmu analisis citra dokumen membuka peluang besar untuk

dimanfaatkan bagi penyelamatan naskah-naskah kuno yang banyak ditemukan di

Yogyakarta dan merupakan warisan budaya yang tak ternilai harganya. Apabila

naskah-naskah tersebut dapat dikonversikan ke dalam format digital, akan banyak

manfaat yang bisa diraih.

Persoalan muncul karena naskah kuno di Yogyakarta kebanyakan ditulis

dengan menggunakan karakter Jawa, sementara komputer umumnya hanya mengenal

dan merepresentasikan karakter Latin. Oleh karena itu, diperlukan suatu perangkat

(15)

merepresentasikannya dalam komputer. Mengingat tidak semua orang mengenal

karakter Jawa, maka akan lebih bermanfaat lagi apabila kemudian naskah berkarakter

Jawa tersebut dapat direpresentasikan pula dengan karakter Latin tanpa kehilangan

maknanya.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka permasalahan yang dapat

dirumuskan adalah:

a. Bagaimana membaca dan mengubah data masukan berupa hasil scan menjadi

sebuah bentuk tertentu yang siap diolah?

b. Bagaimana mengimplementasikan algoritma-algoritma yang berkait dengan

analisis citra dokumen teksuntuk membuat prototipe perangkat lunak yang dapat

mengenali masukan sebuah citra dokumen teks yang ditulis dengan

mempergunakan karakter Jawa?

c. Bagaimana merepresentasikan citra dokumen teks yang memakai model tulisan

karakter Jawa yang sudah dikenal tersebut ke dalam dokumen teks yang memakai

karakter Latin?

1.3 Batasan Masalah

Dalam penelitian ini ada beberapa pembatasan masalah yang dilakukan,

yaitu:

a. Proses yang akan dilakukan adalah analisis citra dokumen teks saja

(16)

c. Citra dokumen diambil dari buku cetakan dengan ketentuan terdapat jarak antar

baris

d. Masukan hanya berupa satu citra dokumen teks per satu saat.

1.4 Keaslian Penelitian

Sejauh yang penulis ketahui, penelitian yang membahas tentang analisis

citra dokumen telah banyak dilakukan, namun implementasinya pada citra

dokumen teks yang ditulis dengan mempergunakan karakter Jawa belum ada

sebelumnya.

Penelitian ini pada dasarnya meneruskan kerja dari Suprihatin (2003).

Bedanya, input program bukan diperoleh dari komputer melainkan dari hasil scan

sebuah citra dokumen teks.

1.5 Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah merancang dan

membuat sebuah perangkat lunak yang mampu melakukan analisis citra dokumen

teks, sehingga dapat digunakan untuk mengolah sebuah citra dokumen teks yang

ditulis dengan mempergunakan karakter Jawa.

1.6 Faedah Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah dapat melakukan konversi

(17)

1.7 Metodologi Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan mempergunakan tahapan proses analisis citra

dokumen yang skemanya dapat digambarkan sebagai berikut:

Data

Capture Binarisasi Filling Dokumen

Menak Sorangan

Thinning Segmentasi

Pengenalan Karakter Pembentukan

Kata Deretan Kata

Dalam Huruf Latin

Gambar 1.1 Bagan Proses Analisis Citra Dokumen “Menak Sorangan” a. Data Capture

Tahap awal dari proses analisis citra dokumen adalah digitalisasi data

dokumen dengan mempergunakan alat bantu scan. Hasil digitalisasi disimpan

dalam file *.jpg. Selanjutnya dilakukan langkah normalisasi orientasi terhadap file tersebut.

b. Binarisasi

Setelah data dalam format digital diperoleh, maka langkah selanjutnya adalah

mengubah citra dari citra yang non hitam putih ke dalam citra hitam putih. Di

mana warna hitam adalah untuk citranya, dan warna putih adalah warna latar

belakang.

c. Filling

Hasil dari proses binarisasi sangat mungkin terdapat beberapa noise,

contohnya adalah adanya salt and pepper. Agar proses selanjutnya berhasil

(18)

d. Thinning

Setelah diperoleh citra yang bebas dari noise, maka selanjutnya dilakukan

proses untuk mengurangi komponen citra yang tidak mempunyai arti atau

tidak membedakan.

e. Segmentasi

Segmentasi adalah proses untuk memisahkan komponen setiap teks yang

nantinya akan dipergunakan dalam tahap pengenalan karakter.

f. Pengenalan Karakter

Tahap pengenalan karakter bertujuan untuk mengenali setiap karakter yang

telah diperoleh sebagai hasil dari segmentasi.

g. Pembentukan Kata

Pembentukan kata menjadi tahap terakhir dari keseluruhan proses analisis.

Sebagai keluaran dari tahap ini akan diperoleh deretan kata yang dibentuk

dari hasil pengenalan karakter.

Langkah penelitian:

a. Merancang dan membuat program aplikasi Sistem Pengenalan Citra Dokumen

Teks Sastra Jawa

b. Menguji coba program aplikasi yang telah dibuat.

(19)

1.8 Tinjauan Pustaka

Penelitian dan tulisan tentang analisis citra dokumen telah banyak dilakukan

oleh banyak peneliti. Gonzales (Gonzales, 1992), menyodorkan sebuah rumusan

global tentang bagaimana memisahkan citra utama dengan citra latar belakang.

Namun rumusan ini mempunyai kelemahan, yaitu tidak secara eksplisit menyatakan

berapa nilai ambang yang dipakai untuk memisahkan citra tersebut. Pembaca harus

melihat kasus per kasus dalam menentukan harga ambang yang cocok.

Haralick (Haralick, dkk., 1987), memberikan metode morfologi dalam proses

pengurangan noise, Fletcher dan Kasturi (Fletcher dan Kasturi, 1988) menyodorkan

algoritma Robust yang dapat dipakai untuk proses segmentasi, dan kemudian Arcelli,

dan Sanniti (Arcelli dan Sanniti, 1985) memberikan contoh pemakaian fast thinning

algorithm untuk mengurangi komponen citra yang tidak penting. Kesemua penelitian

di atas adalah penelitian yang berkait dengan proses pengolahan tingkat piksel,

setelah citra dibaca dengan mesin scanner, namun kesemuanya dipakai untuk

dokumen citra yang ditulis dengan mempergunakan karakter latin.

Setelah tahap pengolahan tingkat piksel, maka tahap selanjutnya adalah tahap

pengenalan karakter dan analysis layout halaman. Brown (Brown, 2000),secara detil

memberikan contoh implementasi algoritma feature point extraction untuk

pengenalan karakter latin. Kavallieratou (Kavallieratou, dkk., 2000) mengaplikasikan

distribusi kelas Cohen untuk memperbaiki kemiringan karena ketidaksempurnaan

dalam proses pembacaan dokumen. O’Gorman (O’Gorman, 1993), secara garis besar

memberikan contoh analisis layout halaman dokumen khususnya untuk dokumen

(20)

Suprihatin (Suprihatin, 2003), dalam tesisnya telah berhasil

mengalihaksarakan tulisan karakter jawa ke tulisan karakter latin, namun masukan

untuk program alihaksara diperoleh dari keyboard dengan mempergunakan program

sofy untuk mendapatkan jenis font karakter jawa.

1.9 Sistematika Penulisan

Tesis ini ditulis dengan sistematika sebagai berikut:

Bab pertama menguraikan tentang latar belakang masalah, rumusan masalah,

batasan masalah tujuan penelitian. manfaat penelitian, metode penelitian, tinjauan

pustaka, dan sistematika penulisan.

Bab kedua Landasan Teori membahas teori analisis citra dokumen teks, dan

pengolahan citra.

Bab ketiga Perancangan Sistem berisi disain dari sistem yang meliputi

spesifikasi sistem, diagram aliran data, struktur dari program, disain antarmuka, dan

disain struktur menu dari sistem.

Bab keempat Implementasi Sistem menguraikan implementasi dari

proses-proses dalam diagram aliran data yang berupa keterangan tentang sub-sub modul

yang dipergunakan oleh sistem.

Bab kelima Hasil dan Pembahasan menguraikan hasil pengujian sistem dan

analisis dari hasil pengujian sistem tersebut.

Bab keenam Kesimpulan dan Saran menguraikan kesimpulan dari penelitian

(21)

8

BAB II

LANDASAN TEORI

Kata citra berasal dari kata image dalam bahasa Inggris. (Gonzales dan

Woods, 1992) mendefinisikan citra sebagai suatu fungsi kontinu dari intensitas

dalam bidang dua dimensi (2-D), di mana setiap titik pada citra dapat dinyatakan

secara matematis sebagai:

0 < f ( x, y ) <

dengan f ( x, y ) menyatakan intensitas cahaya pada lokasi (x,y).

Citra digital didefinisikan sebagai citra f(x,y) yang nilainya didigitalisasikan

atau dibuat diskrit baik dalam koordinat bidang maupun dalam intensitas cahayanya

(Gonzales dan Woods, 1992). Citra digital dapat digambarkan sebagai suatu matriks

yang terdiri dari baris dan kolom, di mana setiap pasangan indeks baris dan kolom

menyatakan suatu titik pada citra, dan nilai elemen matriksnya menyatakan nilai

tingkat kecerahan di titik tersebut. Elemen-elemen matriks tersebut kemudian

dinamakan sebagai elemen citra, atau elemen gambar atau piksel (Gonzales dan

Woods, 1992). Selanjutnya dalam tesis ini yang dimaksud dengan citra adalah citra

digital.

Citra dokumen adalah representasi visual dokumen kertas seperti jurnal, hasil

faksimili, surat-surat kantor, lembar isian, dan lain-lain. Pengenalan citra dokumen

adalah suatu upaya untuk menjadikan citra dokumen menjadi suatu representasi

(22)

2.1 Pengenalan Pola

Pengenalan pola (pattern recognition) merupakan salah satu komponen

penting dalam sistem pengenalam citra dokumen. Tujuan utama dari pengenalan pola

adalah mengklasifikasikan obyek yang diberikan sebagai input ke dalam salah satu

dari kelas-kelas yang sudah ditentukan sebelumnya.

Proses pengenalan pola terdiri dari tiga fase utama, yaitu segmentasi citra,

ekstraksi ciri, dan klasifikasi. Fase segmentasi citra adalah suatu fase yang bertujuan

memisahkan citra yang menjadi pusat perhatian dari bagian citra lainnya. Fase

ekstraksi ciri adalah fase dilakukannya pengukuran terhadap citra. Pengukuran

dimaksudkan untuk memperoleh suatu nilai properti dari suatu obyek. Ciri adalah

fungsi dari satau atau beberapa nilai properti yang dapat dipergunakan untuk

menyatakan suatu karakter tertentu dari obyek. Fase ekstraksi ciri akan menghasilkan

beberapa ciri yang diwujudkan dalam bentuk suatu vektor ciri. Vektor ciri hasil

ekstraksi ciri ini dipergunakan oleh fase klasifikasi. Output dari fase klasifikasi

adalah suatu keputusan termasuk kelas apakah suatu obyek itu. Dalam proses

klasifikasi setiap obyek digolongkan ke dalam salah satu dari kelas-kelas yang sudah

ditetapkan sebelumnya.

2.2 Analisis Citra Dokumen

Banyak dokumen yang memiliki format karakter yang berbeda dengan format

karakter karakter latin, misal dokumen yang ditulis dalam format karakter Cina,

India, Thailand, Jawa dan sebagainya. Akibatnya dokumen tersebut hanya dapat

(23)

tersebut, dibutuhkan sistem analisis citra dokumen untuk menerjemahkan dokumen

dengan bentuk karakter tertentu agar menghasilkan sebuah deskripsi yang dapat

dipahami oleh pembaca. Sistem analisis citra dokumen juga dapat digunakan untuk

kepentingan lain, misal untuk membaca karakter dalam amplop surat sehingga surat

dapat dipilah-pilah, atau untuk mengubah koleksi buku di perpustakaan tradisional ke

dalam format digital.

Tujuan utama dari kegiatan analisis citra dokumen adalah untuk mengenali

komponen-komponen teks ataupun gambar di dalam suatu dokumen. Analisis citra

dokumen secara garis besar dibagi menjadi dua kategori analisis, yaitu analisis untuk

teks dan gambar, seperti terlihat dalam Gambar 2.1 (O’Gorman dan Kasturi, 1997).

Pengenalan Karakter

Analisis Layout Halaman

Pengolahan Garis

Pengolahan Simbol dan

Wilayah Gambar Pengolahan Teks Pengolahan Gambar

Pengolahan Dokumen

Teks Kecondongan, baris, alinea,

paragraf

Garis lurus, sudut, kurva

Daerah Gambar

Gambar 2.1 Hirarki Pemrosesan Dokumen.

Pengolahan teks berkait dengan bagian teks dari citra dokumen. Beberapa

tugas yang terkait dengan pengolahan teks adalah menentukan kecondongan teks,

(24)

mengenali teks beserta atributnya, misalnya ukuran dan font dari teks seperti yang

dapat dilakukan oleh mesin pengenal karakter (OCR). Sementara pengolahan grafik

berkait dengan komponen garis dan simbol-simbol yang membentuk diagram, logo,

dan lain sebagainya. Dan lebih lanjut O’Gorman dan Kasturi memberikan

tahapan-tahapan proses analisis citra dokumen seperti terlihat dalam Gambar 2.2.

Gambar 2.2 Langkah-langkah Proses Analisis Dokumen 2.2.1 Data Capture

Pada tahap data capture, data dari dokumen kertas akan dibaca dengan alat

scan optis dan hasilnya disimpan sebagai file dalam bentuk piksel. Terdapat tiga

kemungkinan nilai piksel, yaitu berupa nilai ON(1) atau OFF (0) untuk citra biner, Lembar Dokumen

Data Capture

Pengolahan Tingkat Piksel

Analisis Tingkat Fitur

Pengenalan dan Analisis Teks

Pengenalan dan Analisis Grafis

(25)

atau suatu bilangan bulat antara 0-255 untuk citra grayscale, atau tiap piksel terdiri

atas 3 komponen bilangan bulat antara 0-255 untuk komponen wana merah,

komponen warna hijau, dan komponen warna biru untuk citra berwarna. Barisan nilai

piksel yang diperoleh pada tahap ini, kemudian akan diproses lebih lanjut untuk

mendapatkan suatu informasi seperti yang diinginkan.

2.2.2 Pengolahan Tingkat Piksel

Tahap pengolahan tingkat piksel adalah suatu tahap yang bertujuan untuk

menyiapkan dokumen citra, serta membuat fitur perantara untuk membantu

mengenali citra. Langkah- langkah yang dilakukan adalah :

a. Proses binarisasi: memisahkan citra utama dari citra latar belakang yang tidak

dibutuhkan.

b. Pengurangan noise: menghilangkan piksel-piksel yang tidak penting untuk

mengurangi kesalahan pengenalan obyek.

c. Segmentasi: memisahkan komponen teks dan grafis dari sebuah dokumen. Pada

komponen teks segmentasi dilakukan dengan memisahkan kolom, paragraf, kata

dan karakter. Pada komponen grafis, segmentasi akan memisahkan simbol dan

garis.

d. Thinning dan deteksi area: Thinning merupakan proses untuk mengurangi

komponen citra yang tidak penting agar proses analisis dan pengenalan dapat

dilakukan dengan lebih efisien. Thinning dikenakan terhadap kurva tebal yang

akan ditipiskan. Deteksi area dikenakan pada obyek yang diblok dengan warna

(26)

e. Chain coding dan vektorisasi: mengubah data kerangka dan kontur yang ada

menjadi piksel On yang saling berantai (terkait) sehingga penyimpanan obyek

menjadi lebih efisien.

2.2.3 Analisis Tingkat Fitur

Analisis tingkat fitur akan menghasilkan informasi yang lebih dapat dipahami

manusia. Langkah- langkah yang dilakukan adalah :

a. Pengelompokan garis dan kurva: menentukan garis dan kurva yang saling

berhubungan serta memisahkan garis dan kurva yang tidak sekelompok.

b. Poligonisasi: mengolah kurva dan garis lurus yang ada sehingga akan mendekati

aslinya dan dapat disimpan dengan data yang lebih ringkas.

c. Deteksi titik kritis. mengenali suatu bentuk kurva berdasarkan titik kritis yang

ditentukan.

2.2.4 Analisis Teks

Terdapat dua tipe analisis yang dapat diberlakukan terhadap teks pada

dokumen. Yang pertama adalah pengenalan karakter (character recognition) untuk

mengenali karakter dan kata dari citra berbasis bit. Yang kedua adalah analisis layout

halaman untuk menentukan format teks dan menentukan arti, yang berhubungan

dengan posisi dan fungsi dari teks.

Dalam analisis layout halaman yang dilakukan adalah :

a. Perkiraan kemiringan: mengelola karakter yang memiliki sudut kemiringan

tertentu sehingga nantinya akan dapat diolah untuk dikenali.

b. Analisis layout: memilah karakter dalam dokumen untuk dikelompokkan dalam

(27)

2.3. Normalisasi terhadap Orientasi

Normalisasi terhadap orientasi dilakukan untuk mengurangi pengaruh

kesalahan orientasi saat pembacaan data citra dokumen dengan scanner. Tidak dapat

dijamin bahwa pengguna akan selalu menempatkan dokumen tegak lurus dengan

sumbu utama. Oleh karena itu, perlu dilakukan perputaran atau rotasi sebesar sudut

penyimpangan (θ) sebagai langkah koreksi terhadap penyimpangan orientasi.

Rotasi suatu citra dengan sudut sebesar θ yang berlawanan arah dengan arah

jarum jam, (lihat gambar 2.3) dapat dilakukan dengan mempergunakan rumus (2.1).

x’ = x cos(θ) – y sin(θ) (2.1)

y’ = x sin(θ) + y cos(θ)

θ

( x', y')

( x, y)

Gambar 2.3. Perputaran citra dengan sudut θ

Untuk mengetahui seberapa besar penyimpangan orientasi suatu obyek

dengan sumbu utama, dapat dilakukan dengan mempergunakan orientasi momen.

Nilai θ dapat ditentukan dengan rumus (2.2).

(28)

dengan

q p

m n q

p, =

∑∑

(mm) (nn)

µ (2.3)

merupakan momen pusat ordo (p,q), dengan m, n merupakan titik pusat momen

yang didefinisikan sebagai berikut:

∑∑

=

m n m N

m 1 , =

∑∑

m n n N

n 1 , (2.4)

N menyatakan jumlah piksel pada citra, m dan n menyatakan koordinat obyek dari

citra. Rumus (2.4) hanya berlaku untuk citra biner.

2.4. Binarisasi

Binarisasi adalah tahapan pertama di dalam pengolahan tingkat piksel setelah

dilakukan data capture, yaitu proses untuk memisahkan obyek dari latar belakang

yang tidak dibutuhkan (O’Gorman dan Kasturi, 1997). Tujuan utama dari proses ini

adalah secara otomatis menentukan nilai ambang threshold yang akan berfungsi

untuk membagi citra menjadi dua bagian atau dua kelompok, yaitu kelompok obyek

dan kelompok latar. Berdasarkan tujuan tersebut, maka dalam banyak sumber lain,

proses binarisasi ini akan disebut sebagai proses thresholding.

Proses pemilihan threshold seringkali akan menjadi proses yang sulit ketika:

a. Perbedaan antara piksel obyek dan latar sangat tipis. Contohnya bila terdapat teks

yang dicetak pada bagian yang diberi latar abu-abu.

b. Ketika proses data capture dilakukan, pencahayaan untuk proses scanning

kurang.

(29)

Beberapa keuntungan yang akan diperoleh apabila proses binarisasi berhasil

dengan baik adalah:

a. Mengurangi kompleksitas komputasi untuk proses selanjutnya, karena ragam

data yang dipergunakan sederhana (Sauvola, J., dkk., 1997).

b. Mengurangi penggunaan memori karena data yang tersimpan hanya akan berupa

deretan data biner (Kasturi, R., dkk., 2002).

c. Memungkinkan pemakaian metode analisis yang sederhana ketimbang

dipergunakan data citra yang gray level atau berwarna (Sauvola, J., dkk., 1997).

Threshold suatu citra g(x,y), di mana f(x,y) menyatakan gray-level dari suatu

poin (x,y), dan T menyatakan suatu nilai ambang threshold, didefinisikan sebagai

berikut (Gonzales dan Woods, 1992):

di mana 1 menyatakan latar dan 0 menyatakan obyeknya.

Indikasi keberhasilan proses binarisasi adalah seberapa baik threshold yang

dipilih dapat mempartisi obyek dan latar. Akan terdapat tiga kemungkinan yang

muncul saat pemilihan suatu nilai threshold (Antonacopoulos, A., 1995) yaitu :

a. Threshold yang dipilih terlalu tinggi, sebagai akibatnya akan muncul

kemungkinan bahwa citra yang seharusnya terpisah menjadi bergabung, atau

b. Threshold yang dipilih terlalu rendah, sebagai akibatnya akan muncul

kemungkinan bahwa sebuah citra terpotong menjadi beberapa bagian, atau

(30)

Disinilah letak persoalan utama dari proses binarisasi, yaitu memilih harga

threshold yang baik. Kasturi, dkk., (Kasturi, R., dkk., 2002) menyatakan bahwa

proses seleksi untuk menentukan threshold yang baik akan selalu berupa proses yang

bersifat trial and error. Dalam hal ini berarti bahwa pada saat implementasi, hasil

dari proses binarisasi harus dicermati apakah obyek sudah terpisah dengan baik dari

latar belakangnya.

2.4.1 Metode Otsu

Pendekatan yang dilakukan oleh metode otsu (Otsu, 2005) adalah dengan

melakukan analisis diskriminan yaitu menentukan suatu variabel yang dapat

membedakan antara dua atau lebih kelompok yang muncul secara alami. Analisis

diskriminan akan memaksimumkan variabel tersebut agar dapat memisahkan obyek

dengan latar belakang. Untuk selanjutnya variabel tersebut akan disebut dengan

ambang.

Misalkan citra yang akan dicari nilai ambangnya mempunyai N buah piksel,

dengan derajat keabuan sebesar 256. Maka probabilitas kemunculan piksel dengan

tingkat keabuan i dinyatakan dengan:

(2.6)

dengan ni menyatakan jumlah piksel dengan tingkat keabuan i.

Seandainya nilai ambang yang akan dicari dari suatu citra hitam putih

dinyatakan dengan k. Untuk citra graylevel, maka nilai k nantinya akan berkisar

antara 0 sampai dengan L, dimana L = 255 menyatakan tingkat keabuan warna

yang terbesar.

(31)

Nilai ambang k dapat ditemukan dengan memaksimumkan persamaan:

(2.7)

dengan:

(2.8)

Nilai µT adalah jumlahan nilai dari perkalian i dengan pi. Nilai µ(k) disebut

momen kumulatif ke-nol pada intensitas warna ke-k, dan nilai ω(k) menyatakan

nilai momen kumulatif ke-satu pada intensitas warna ke-k.

(2.9)

(2.10)

(2.11)

2.5 Pengurangan Noise

Tahap selanjutnya dalam pengolahan piksel adalah tahap untuk mengurangi

noise atau disebut juga tahap filling. Salt-and-pepper noise adalah contoh noise yang

umumnya muncul sebagai akibat dari kualitas citra dokumen yang tidak baik,

misalnya karena hasil fotokopi dokumen citra tersebut tidak baik. Bentuk noise

tersebut misalnya adalah adanya piksel yang letaknya terasing dari piksel yang lain,

atau adanya piksel ON di daerah OFF atau sebaliknya, seperti diperlihatkan dalam

(32)

Tujuan utama dari filling adalah mengurangi sebanyak mungkin noise namun

tetap diperoleh citra yang baik. Dua metode yang biasa dipergunakan dalam filling

adalah metode morfologi dan pengolahan cellular. Dasar dari kedua metode tersebut

adalah apa yang disebut dengan erosi dan dilatasi. Erosi adalah pengurangan ukuran

dari daerah ON, yaitu sebagai akibat adanya piksel-piksel ON yang berada di daerah

OFF atau terasing dari piksel ON yang lain. Dilatasi adalah proses sebaliknya dari

erosi, yaitu menambahkan piksel ON untuk menutup daerah ON. Biasanya kedua

proses erosi dan dilatasi dijalankan secara iterasi, serta menggunakan kombinasi dua

proses tersebut. Jika yang terjadi adalah proses iterasi erosi dilanjutkan dengan iterasi

dilatasi, prosesnya biasa disebut dengan proses terbuka atau opening. Sebaliknya jika

proses yang terjadi adalah iterasi dilatasi dilanjutkan dengan iterasi erosi, prosesnya

disebut dengan proses tertutup atau closing. Dengan opening dan closing diharapkan

batas-batas citra menjadi halus, daerah-daerah yang terpisah digabungkan dan noise

yang sedikit menjadi hilang

(33)

2.5.1. Titik-Titik Tetangga

Suatu piksel p pada koordinat (x,y) mempunyai 4 buah tetangga horisontal

dan vertikal, di koordinat:

(x + 1, y), ( x -1, y), (x , y + 1), (x ,y - 1).

Kumpulan dari piksel-piksel pada koordinat di atas disebut dengan 4 tetangga dari

piksel p, yang dinotasikan dengan N4(p). Setiap piksel mempunyai jarak satu

kesatuan dari koordinat (x,y), dan beberapa tetangga dari p terdapat di luar citra jika

(x,y) adalah batas dari citra.

Empat buah tetangga diagonal dari p mempunyai koordinat:

(x + 1, y + 1), (x + 1, y - 1), (x - 1, y + 1), (x - 1, y - 1).

yang diberi notasi Nd(p).

Gabungan antara N4(p) dan Nd(p) selanjutnya biasa disebut dengan 8 titik

tetangga dengan notasi N8(p). Beberapa poin di dalam Nd(p) dan N8(p) berada

di luar citra jika (x,y) adalah koordinat dari batas-batas citra.

Berikut ini adalah gambaran bentuk ketetanggaan 8, di mana piksel P1

mempunyai 8 piksel tetangga, yaitu mulai dari piksel P2 sampai dengan piksel P9.

P9 P2 P3

P8 P1 P4

P7 P6 P5

Gambar 2.5 Ilustrasi piksel P1 yang mempunyai 8 titik tetangga

Dalam banyak proses pengolahan citra, seringkali terjadi proses pengolahan citra

mendasarkan pada titik-titik tetangga dari suatu piksel, misal proses erosi, dan

(34)

2.6 Perangkaan

Perangkaan atau thinning atau istilah lainnya medial-axis adalah suatu proses

pengurangan komponen-komponen citra dengan tujuan untuk mendapatkan

informasi yang paling mendasar tentang pembentuk citra atau untuk mendapatkan

kerangka suatu citra. Karena itu thinning bisa disebut juga sebagai operasi

perangkaan. Sebagai contoh, seseorang yang menggambar garis dengan

mempergunakan pena yang berbeda akan memperoleh ketebalan garis yang

berbeda-beda, tetapi informasi yang ditampilkan sama yaitu suatu garis saja. Gambar 2.6 di

bawah ini memberikan contoh lain citra yang belum dikenai thinning dan hasil dari

thinning.

Gambar 2.6 Contoh citra karakter pra sebelum dan sesudah dikenai thinning

Algoritma Hilditch, algoritma Rosenfeld adalah algoritma-algoritma yang

dapat dipergunakan untuk mendapatkan kerangka suatu citra.

2.6.1. Algoritma Hilditch

Algoritma Hilditch adalah salah satu algoritma yang dapat dipergunakan utuk

operasi perangkaan. Misal diketahui delapan piksel tetangga yaitu P2, P3, .., P9 dari

(35)

Untuk memutuskan apakah menghapus piksel p1 atau menyimpannya sebagai bagian

dari kerangka, maka diatur ke-8 tetangga tersebut di atas, serta dibutuhkan dua buah

fungsi sebagai berikut:

a. B(P1), yang menyatakan banyaknya tetangga dari piksel P1 yang merupakan

titik obyek.

b. A(P1), yang menyatakan banyaknya pola 0,1 untuk urutan

P2-P3-P4-P5-P6-P7-P8-P9-P2

Sebagai contoh, apabila diketahui bagian dari citra di bawah ini

(a) (b)

Gambar 2.7 Bagian dari sebuah citra

maka untuk gambar 2.6.a mempunyai B(P1) = 2, dan A(P1)=1, sedangkan gambar

2.6.b. mempunyai B(P1) = 2, dan A(P1) = 2.

Pada algoritma yang merupakan operasi terhubung-8 ini dilakukan beberapa

kali iterasi pengikisan pada suatu obyek, di mana pada setiap pengikisan dilakukan

pemeriksaan pada semua titik dalam citra dan melakukan pengubahan sebuah titik

obyek menjadi titik latar apabila memenuhi keempat kondisi berikut ini:

a. 2 ≤ B(Pl) ≤ 6

Kondisi ini menggabungkan dua sub-kondisi, yaitu sub-kondisi jumlah

tetangga yang merupakan obyek lebih besar atau sama dengan 2, dan kurang

(36)

Sub-kondisi pertama menjamin bahwa tidak ada titik terisolasi B(P1) = 0,

ataupun titik ujung B(P1) = 1 yang terkikis

Sub-kondisi kedua menjamin batas piksel juga tidak terkikis untuk mencegah

pengecilan kerangka. Untuk lebih jelasnya perhatikan gambar 2.8.

B (p1) =1 B (P1) =0 B (P1) =7

Gambar 2.8 Contoh piksel dengan B(PI)<2 dan B(PI)>6 Jika B (P1) =1, maka P1 adalah titik ujung sehingga tidak dihilangkan.

Jika B (p1) =0, maka P1 adalah titik terisolasi dan juga sebaiknya disimpan

(kalaupun merupakan noise, proses untuk menghilangkan noise tidak

dikerjakan dalam proses perangkaan ini.

Jika B (P1) =7, P1 tidak lagi di batas pola, sehingga sebaiknya tidak dikikis.

b. A(Pl) = 1

Kondisi ini menunjukkan sifat konektivitas, di mana jika kita menghilangkan

suatu titik yang mempunyai nilai A lebih dari 1, seperti ditunjukkan pada

gambar 2.9, maka pola atau kerangka akan menjadi terputus. Maka titik P1

pada contoh-contoh tersebut tidak boleh dihapus.

A(P1) = 2 A(P1) = 2 A(P1) = 3

(37)

c. P2, P4, atau P8 ada yang merupakan titik latar, atau A(P2) ≠ 1

Kondisi ini digunakan untuk menghindarkan terhapusnya garis horizontal

dengan lebar 2 titik terhapus.

A(P2) ≠1 P2=P4=P8=0 P2=P4=P8=1 dan A(P2) = 1

Gambar 2.10 Contoh piksel dengan P2=P4=P8=1 atau 0 dan A(P2) = 1 atau ≠ 1 d. P2, P4, atau P6 ada yang merupakan titik latar, atau A(P4) ≠ 1

Kondisi ini digunakan untuk menghindarkan terhapusnya garis horizontal

dengan lebar 2 titik terhapus.

A(P4) ≠ 1 P2=P4=P6=0 P2=P4=P6 ≠ 0 dan A(P4) =1

Gambar 2.11 Contoh piksel dengan P2=P4=P8 ≠ 0 atau 0 dan A(P4) = 1 atau ≠ 1 Maka P1 harus dikikis.

Algoritma dihentikan apabila pada suatu iterasi tidak ada lagi titik yang diubah.

2.7 Segmentasi

Segmentasi adalah proses pemecahan citra ke dalam obyek-obyek yang

terkandung di dalamnya. Dalam analisis citra dokumen, segmentasi ini dibagi

(38)

adalah melakukan proses pemisahan selanjutnya dari hasil tahap pertama. Sebagai

contoh untuk teks, maka proses selanjutnya adalah menurunkan teks tersebut menjadi

komponen-komponen teks, yaitu menemukan kolom-kolom, paragraf-paragraf,

kata-kata, sampai akhirnya adalah menemukan karakter-karakter penyusun kata.

Proses segmentasi pada citra dokumen dapat dilakukan dengan

mempergunakan histogram citra serta profil proyeksi dari citra tersebut.

2.7.1. Histogram Citra

Histogram citra adalah grafik yang menggambarkan penyebaran nilai-nilai

intensitas piksel dari suatu citra atau bagian tertentu di dalam citra. Dari histogram

dapat diketahui frekuensi kemunculan dari intensitas pada citra tersebut.

Misalkan diketahui sebuah citra digital memiliki L derajat keabuan, yaitu

dari nilai 0 sampai L-1 (misalnya pada citra dengan kuantisasi derajat keabuan 8-bit,

nilai derajat keabuan dari 0 sampai 255). Secara matematis histogram citra dihitung

dengan rumus:

1 ,..., 1 , 0

, = −

= i L

n n h i

i (2.12)

di mana ni menyatakan jumlah piksel yang memiliki derajat keabuan i, dan n

menyatakan jumlah seluruh piksel di dalam citra.

2.7.2. Profil Proyeksi

Ekstraksi ciri dari suatu teks kalimat dapat diperoleh dari profil proyeksinya

(Zramdini, A., dkk., 1993). Misalnya terdapat sebuah citra biner S dengan banyaknya

(39)

proyeksi vertikal (Pv) dari citra S adalah banyaknya piksel hitam yang tegak lurus

Sedangkan profil proyeksi horisontal (Ph) dari citra S adalah banyaknya piksel hitam

yang tegak lurus sumbu x, yaitu:

Gambar 2.12 Profil proyeksi horisontal dan vertical 2.8 Pengenalan Karakter

Pengenalan karakter bertujuan untuk menerjemahkan sederetan karakter yang

memiliki berbagai macam bentuk dan ukuran. Mengembangkan algoritma untuk

mengidentifikasi karakter merupakan prinsip utama yang akan dikerjakan dalam

pengenalan karakter. Pengenalan karakter dapat menjadi kompleks dengan

bertambahnya bentuk karakter, ukuran, kemiringan dan lainnya.

Algoritma pengenalan karakter terdiri dari dua bagian utama, yaitu ekstraksi

ciri-ciri dan klasifikasi. Proses pengenalan karakter mencoba untuk mencari karakter

dari suatu kelas dengan mempergunakan algoritma klasifikasi tertentu yang

(40)

2.8.1. Ekstraksi Ciri

Tujuan dari proses ekstraksi ciri adalah mendefinisikan sifat dari setiap

karakter (feature) yang tidak jelas karena pengukuran yang tidak sempurna. Yang

dibutuhkan adalah kelas karakter yang berupa prototipe atau himpunan contoh yang

sudah ada. Proses mengekstrak ciri berarti mencari sifat pola atribut dari setiap

kelas. Contoh ciri gobal berupa jumlah lubang dalam karakter, jumlah lekukan pada

bagian luar, dan jumlah tonjolan. Sedangkan contoh ciri lokal adalah posisi relatif

dari posisi akhir garis, perpotongan garis dan sudut-sudut.

Ciri-ciri yang bagus memiliki karakteristik antara lain:

a. Membedakan (discrimination), yaitu ciri tersebut harus mampu membedakan

suatu obyek dengan obyek dari kelas yang berbeda.

b. Dapat dipercaya (Reliability), yaitu ciri harus dapat dipercaya untuk semua obyek

dalam kelompok yang sama.

c. Tidak Terikat (Independent), yaitu setiap komponen ciri tidak memiliki korelasi

yang tinggi dengan komponen ciri lainnya.

d. Jumlah ciri sedikit (small number), karena apabila ciri yang dipakai banyak

dimungkinkan akan terjadi adanya korelasi yang tinggi antar ciri yang akan

mengakibatkan penurunan unjuk kerja sistem secara keseluruhan.

Terdapat banyak cara untuk memperoleh sifat dari suatu karakter. Salah satu

cara yang dapat dipakai adalah dengan mencari sifat dari sekelompok bagian

karakter, selanjutnya disebut dengan unit, berdasarkan pada informasi yang

tersimpan dalam unit tersebut. Sifat ini ditandai dengan sebuah angka. Secara garis

(41)

a. Sebuah citra karakter dibagi menjadi 3 x 3 bagian sehingga menjadi 9 bagian

yang disebut dengan unit.

b. Setiap unit dalam keseluruhan citra akan dicari banyaknya piksel obyek.

Gambar 2.13 Ilustrasi perhitungan ciri karakter Jawa: tarung 2.8.2. Langkah Klasifikasi

Klasifikasi merupakan tahap pengenalan terhadap suatu obyek. Pada tahap ini

obyek dikelompokkan ke dalam suatu kelas tertentu berdasarkan ciri-cirinya.

Pengelompokkan dikatakan berhasil apabila obyek sama dikelompokkan pada kelas

yang sama, dan obyek berbeda dikelompokkan pada kelas yang berbeda. Klasifikasi

dapat dilakukan dengan pendekatan statistik, pendekatan alamiah atau pendekatan

struktural.

Pendekatan statistik dilakukan dengan mendefinisikan setiap komponen dari

feature space berupa nilai feature atau ukuran yang berupa variabel random yang

menggambarkan sifat variabilitas dalam kelas dan antara kelas. Sebuah classifier

akan membagi feature space ke dalam daerah-daerah yang berhubungan dalam setiap

kelas. Contoh klasifikasi yang menggunakan pendekatan statistik adalah dengan

jarak tangen dan model Bayesian.

Pendekatan alamiah yang biasa digunakan adalah pencocokan template.

Piksel secara individu diperlakukan sebagai feature. Kesamaan pola dinyatakan

dengan mendefinisikan ukuran jarak. Kelas template yang memiliki jumlah

11 5 6

1 6 4

(42)

kesesuaian maksimum kemudian dipilih sebagai kelas dari pola tes. Pendekatan ini

disebut dengan pendekatan korelasi maksimum. Di samping itu terdapat pendekatan

minimum kesalahan yang akan memilih kelas template yang memiliki jumlah

minimum ketidaksesuaian sebagai kelas dari pola tes. Aturan K-nearest neighbour

adalah aturan yang biasa digunakan untuk mencari kedekatan pola. Pencocokan

template akan efektif jika variasi dalam kelas hanya memuat sedikit noise dan pola

tes sudah bebas dari noise. Contoh klasifikasi dengan pencocokan template adalah

feature point extraction (Brown, 2000).

Pendekatan struktural menyatakan pola karakter dengan cara yang sederhana

dengan menyatakan hubungan antara struktur yang ada. Misal untuk menyatakan

karakter A maka dikatakan terdiri dari dua garis lurus yang bertemu pada titik akhir

di atas, serta garis ketiga berada di tengah-tengah dan membuat lubang. Contoh

klasifikasi dengan pendekatan struktural adalah pendekatan neural network dengan

binary tree.

Salah satu metode untuk melakukan klasifikasi dengan pendekatan alamiah

dilakukan dengan cara sebagai berikut:

a. Nilai setiap unit pada lokasi yang bersesuaian dari karakter yang akan dikenali

dibandingkan dengan nilai setiap unit karakter yang terdapat dalam basis data.

Perbandingan ini dilakukan dengan menggunakan modifikasi dari jarak Euclide.

Jarak Euclide De(p,q)dari dua piksel p,q, dengan koordinat masing-masing di

titik (x,y),dan (s,t), didefinisikan sebagai berikut:

(43)

i j

Dari rumus 2.15 di atas kemudian dilakukan modifikasi rumus untuk

mendapatkan jarak antara dua buah fitur karakter yang dibagi dalam 8 unit

karakter. Apabila terdapat dua buah fitur karakter a,b dengan banyak unit

sembilan (9), maka jarak Df(a,b)antara dua buah fitur tersebut dapat

didefinisikan sebagai berikut:

Df(a,b) =

Σ

Σ

|aij – bij| (2.16)

di mana i, j berjalan dari 1 sampai dengan 3.

b. Dicari jarak yang paling minimum dari nilai-nilai hasil perbandingan pada

langkah satu. Jarak yang paling minimum dan masih di bawah batas atas nilai

jarak yang diperbolehkan akan dipilih sebagai karakter yang paling mendekati

(44)

31

BAB III

PERANCANGAN SISTEM

Seperti yang telah dijelaskan pada bab pendahuluan sebelumnya, maka tujuan

dari penelitian adalah untuk merancang dan membangun suatu aplikasi perangkat

lunak yang mampu melakukan pengenalan citra dokumen buku sastra jawa ke dalam

format teks Latin secara otomatis. Ilustrasi tujuan umum dari sistem ini dapat dilihat

pada gambar 3.1.

Gambar 3.1 Gambaran Umum Tujuan Sistem

3.1 Spesifikasi Sistem

Sistem untuk melakukan konversi dari citra dokumen ke dalam teks

dibedakan menjadi dua bagian, yaitu: Sistem Pembuat Basis Data (SPBD) dan

Sistem Pengenalan Citra Dokumen (SPCD). Sistem pembuat basis data dipergunakan

Proses

(45)

untuk membuat basis data citra karakter Jawa dan terjemahan karakter tersebut dalam

bahasa Latin. Sedangkan Sistem Pengenalan Citra Dokumen berfungsi untuk

melakukan pengenalan citra dokumen ke dalam teks Latin. Spesifikasi sistem atau

kemampuan-kemampuan yang dimiliki oleh masing-masing sistem tersebut akan

diuraikan seperti berikut ini.

3.1.1 Spesifikasi Sistem Pembuat Basis Data

Adapun kemampuan-kemampuan yang dimiliki oleh sistem ini yaitu:

a. Sistem dapat menghitung ciri-ciri karakter jawa dan menyimpan ciri-ciri tersebut

ke dalam basis data ciri tiap karakter Jawa.

b. Sistem dapat menentukan terjemahan Latin dari setiap karakter Jawa.

3.1.2 Spesifikasi Sistem Pengenalan Citra Dokumen

Spesifikasi atau kemampuan-kemampuan dari sistem ini adalah:

a. Sistem mampu melakukan proses normalisasi orientasi citra secara otomatis.

b. Sistem mampu melakukan proses binarisasi citra secara otomatis.

c. Sistem mampu melakukan proses filling citra secara otomatis.

d. Sistem mampu melakukan proses thinning citra secara otomatis.

e. Sistem mampu melakukan proses segmentasi citra secara otomatis.

f. Sistem mampu melakukan proses pengenalan karakter Jawa secara otomatis.

g. Sistem mampu melakukan proses pembentukan kata dari karakter-karakter Jawa

(46)

3.1.3 Proses Pengenalan Citra Karakter Dalam Citra Dokumen

Proses pengenalan suatu citra karakter dilakukan dengan mencocokkan ciri

citra karakter tersebut dengan ciri karakter yang terdapat dalam basis data ciri

karakter. Suatu citra karakter query mula-mula dihitung cirinya, kemudian dilakukan

pencocokan ciri citra query dengan ciri citra dalam basis data ciri karakter. Apabila

dari hasil pencocokan terdapat ciri dalam basis data yang bedanya dengan ciri citra

karakter query di bawah nilai threshold tertentu, maka citra karakter query tersebut

akan dikenali. Suatu citra karakter dikatakan dikenali apabila kemudian muncul

informasi nama latin dan citra karakter Jawa yang bersesuaian dengan ciri citra

karakter query dari basis data ciri karakter.

Apabila dari hasil pencocokan tidak ada ciri yang bedanya di bawah nilai

threshold tertentu, maka citra karakter query tersebut akan direkomendasikan sebagai

citra karakter Jawa yang baru, dan akan memasuki proses penambahan data dalam

basis data citra karakter Jawa.

3.2 Desain Sistem

Secara garis besar sistem pengenalan citra dokumen yang dibangun di sini

dibagi menjadi dua bagian:

a. Bagian Pembuat Basis Data, dipergunakan untuk membuat basis data karakter

Jawa yaitu berupa karakter-karakter Jawa pembentuk kata beserta nama Latin

dari karakter Jawa yang bersesuaian.

b. Bagian Pengenalan Citra Dokumen, dipergunakan untuk mengenali citra

(47)

Gambar 3.2. berikut ini menunjukkan struktur hubungan antara bagian pembuat basis

data dan bagian pengenal citra dokumen.

Citra Karakter Pembuat

Basis Data

Nama Latin dan Ciri setiap

Karakter

Pengenal

Citra Dokumen

Hasil Pengenalan, Citra Karakter Baru Citra Dokumen

Gambar 3.2. Struktur Hubungan Antara Bagian Pembuat Basis Data dan Bagian Pengenal Citra Dokumen

3.2.1 Desain Struktur Data

Data yang dipakai dalam Sistem Pembuat Basis Data terdiri dari data citra

karakter Jawa yang akan disimpan dalam basis data, dan basis datanya sendiri. Basis

data yang akan dibuat oleh Sistem Pembuat Basis Data adalah basis data ciri karakter

Jawa yang terdiri dari citra karakter, ciri karakter, dan nama latin dari karakter Jawa

yang bersesuaian.

Struktur data dari basis data ciri citra karakter Jawa bertipe cell array dua

dimensi berukuran n x 3, di mana dalam bahasa pemrograman Matlab bentuknya

adalah:

(48)

dengan keterangan setiap selnya adalah sebagai berikut

1. cell kolom ke 1 bertipe char array dipergunakan untuk menyimpan nama

latin dari karakter Jawa

2. cell kolom ke 2 bertipe double array, dipergunakan untuk menyimpan ciri

karakter Jawa

3. cell kolom ke 3 bertipe uint8 array (logical), dipergunakan untuk menyimpan

citra biner karakter Jawa.

3.2.2 Diagram Aliran Data

Diagram aliran data dari sistem untuk pengenalan citra dokumen ini terdiri

dari dua bagian, yaitu Sistem Pembuat Basis Data (SPBD) dan Sistem Pengenalan

Citra Dokumen (SPCD). SPDC berfungsi untuk mengolah citra dokumen sehingga

dihasilkan deretan karakter pembentuk dokumen beserta ciri dari setiap karakter

yang diperoleh. SPBD berfungsi untuk membuat basis data yang berisi ciri karakter

Jawa dan terjemahan karakter Jawa tersebut ke dalam karakter Latinnya. Ciri yang

dimasukkan dalam SPBD dihasilkan oleh SPCD pada saat mengenal citra dokumen.

Basis data yang dihasilkan oleh SPBD selanjutnya akan dipergunakan oleh SPCD

untuk mengenal nama-nama Latin dari setiap karakter Jawa yang ditemukan

berdasarkan ciri yang dipunyai oleh karakter tersebut.

3.2.2.1 Diagram Aliran Data Sistem Pembuat Basis Data (SPBD)

Diagram aliran data dari SPBD terdiri dari beberapa level, yaitu dimulai dari

level 0 sampai level 2. DFD level 0 dari SPBD (gambar 3.3) terdiri dari 2 komponen,

yaitu satu proses dan satu entitas luar yaitu pengembang (developer) yang

(49)

Input yang diberikan developer kepada sistem adalah berupa citra karakter

Jawa, dan nama Latin yang bersesuaian dengan karakter Jawa tersebut. Sedangkan

outputnya adalah citra karakter, ciri karakter, dan nama latin dari karakter.

Developer PembuatSistem

Basis Data citra karakter, nama latin

citra karakter, ciri karakter, nama latin

Gambar 3.3 DAD Level 0 Sistem Pembuat Basis Data

Informasi lebih rinci dari proses SPBD diperlihatkan dalam DFD level 1

(gambar 3.4). Dalam DFD level 1 SPBD ini terdapat dua buah proses, yaitu proses

Olah Data, dan proses Cari Nama. Proses Olah Data berfungsi untuk mengelola citra

karakter. Proses Cari Nama berfungsi untuk menemukan ciri dan citra dari nama latin

karakter yang diberikan oleh developer.

1

(50)

citra karakter citra karakter

citra karakter ciri karakter

citra karakter ciri karakter

ciri karakter nama latin

citra karakter, nama latin citra karakter, nama latin,

ciri karakter

citra karakter, nama latin, ciri karakter citra karakter, nama latin,

ciri karakter

Gambar 3.5. DAD Level 2 Proses Olah Data

Proses Olah Data dijabarkan secara lebih rinci dalam DAD level 2 (gambar

3.5 di atas). Proses Buka File berfungsi untuk membuka file citra karakter Jawa dari

direktori data, dan menyimpan file tersebut dengan nama KarJawa.mat pada direktori

program. Kemudian developer dapat melanjutkan proses untuk mencari ciri dari

karakter Jawa masukan dengan mempergunakan proses Ekstraksi Ciri. Ciri dari

karakter yang dihasilkan akan disimpan dalam file cirikar.mat. Proses Cari Ciri

berfungsi untuk mencari citra karakter dan nama latin dari ciri karakter, dan

kemudian memberikan keluaran berupa data ciri karakter Jawa dari citra karakter

yang bersesuaian. Apabila citra dengan ciri karakter masukan sudah terdapat dalam

(51)

database, maka proses juga akan menampilkan nama latin dari karakter Jawa tersebut

kepada Developer. Apabila data citra karakter dengan ciri tertentu belum ada dalam

database, maka proses Tambah Data akan memasukkan data citra karakter Jawa

tersebut ke dalam basis data Pustaka Karakter Jawa.

3.2.2.2 Diagram Aliran Data Sistem Pengenalan Citra Dokumen (SPCD)

Diagram aliran data dari SPCD terdiri dari beberapa level, yaitu dimulai dari

level 0 seperti terlihat dalam gambar 3.6., sampai level 2. Entitas luar yaitu user

memberikan masukan kepada sistem berupa citra dokumen yang akan dikonversi.

Selain itu sistem juga akan mengambil informasi dari basis data Pustaka Karakter

Jawa, di mana basis data tersebut dihasilkan oleh Sistem Pembuat Basis Data. Sistem

kemudian akan memproses citra dokumen yang diperoleh dari user untuk

menghasilkan keluaran berupa teks dokumen dari citra dokumen yang bersangkutan,

dan kemudian memberikan hasil tersebut kepada user.

User

Sistem Pengenalan

Citra Dokumen

(SPCD) citra dokumen

teks dokumen

File Pustaka Karakter Jawa ciri karakter Jawa,

Nama Latin

Developer

citra kara

kter

Gambar 3.6 DAD Level 0 Sistem Pengenalan Citra Dokumen

Informasi lebih rinci dari proses SPCD diperlihatkan dalam DAD level 1

(52)

SPCD ini. Sedangkan masukan untuk sistem diperoleh dari user maupun dari Sistem

Pembuat Basis Data.

User

citra-citra karakter citra-citra karakter

citra-citr

ciri karakter jawa, nama latin File

Nama-nama latin

nama-nam a latin nama-nama latin File Teks deretan k

ata

citra-citra baris File citra-citra baris

ciri karakter jawa, nama latin, citra karakter

Developer

(53)

Setelah user memberikan masukan berupa citra dokumen, kemudian sistem

akan melakukan proses binarisasi. Proses binarisasi ini berfungsi untuk memisahkan

citra utama dengan citra latar belakang. Sebagai hasil dari proses ini akan diperoleh

data citra biner yang mempunyai nilai 1 jika piksel dari citra adalah bagian dari latar

belakang, atau 0 jika piksel dari citra adalah bagian dari citra utama.

Proses selanjutnya adalah proses normalisasi orientasi. Proses normalisasi

orientasi bertujuan untuk mengetahui seberapa besar sudut penyimpangan proses

scanning, dan kemudian apabila ditemukan sudut dengan besar tertentu, maka citra

masukan kemudian dirotasi sebesar sudut penyimpangannya.

Setelah dihasilkan citra biner yang normal, maka data citra biner normal akan

disimpan dan diproses ke tahap berikutnya, yaitu proses Filtering. Dalam proses

filtering citra tadi akan dikurangi sebanyak mungkin noisenya. Hasil dari proses

filtering adalah berupa citra biner yang relatif sudah bebas dari noise, seperti tidak

ada lagi piksel yang terasing, atau adanya lubang di dalam kerumunan piksel.

Tahap selanjutnya adalah proses thinning, yaitu proses yang berfungsi untuk

menghasilkan kerangka dari setiap bentuk citra karakter Jawa. Sebagai hasil dari

proses ini akan diperoleh citra dokumen yang setiap karakter dalam dokumen

tersebut sudah berupa kerangka pokoknya saja.

Hasil dari proses thinning ini kemudian akan diolah lagi dalam proses

segmentasi. Proses segmentasi berfungsi untuk memisahkan setiap karakter dari

karakter yang lain. Keluaran dari proses ini adalah deretan citra karakter Jawa yang

(54)

Proses pengolahan tingkat piksel berakhir di proses segmentasi. Langkah

berikutnya adalah proses pengenalan karakter. Dalam proses ini setiap karakter Jawa

yang diperoleh akan dicoba untuk dikenali dengan nama Latinnya. Sehingga sebagai

hasil dari proses ini akan berupa deretan nama-nama Latin penyusun citra dokumen

di awal.

Setelah deretan nama-nama Latin diperoleh maka nama-nama Latin itu akan

dipakai sebagai masukan untuk proses pembentukan kata. Proses pembentukan kata

ini akan menyusun kata-kata berdasarkan nama-nama Latin yang diperoleh. Jika

semua nama sudah selesai diproses menunjukkan bahwa proses pembentukan kata

juga selesai. Proses selanjutnya tinggal menampilkan hasil akhir dari keseluruhan

proses konversi kepada user, yaitu berupa sebuah teks dokumen.

1.1 Cari Ambang

citra dokumen ambang 1.2

Ubah Biner

citra biner File

citra biner User

citra dokumen

Gambar 3.8 DAD Level 2 Proses Binarisasi

Penjabaran lebih rinci dari proses-proses binarisasi, normalisasi orientasi,

filling, segmentasi, dan pengenalan karakter dinyatakan dalam DAD level 2. DAD

level 2 proses Binarisasi (gambar 3.8 di atas) dijabarkan menjadi proses Cari

Ambang, dan Ubah Biner. Proses Cari Ambang akan mencari nilai ambang threshold

yang menjadi acuan pemisahan obyek dari latar. Nilai ambang threshold ini

(55)

elemen dari matriks citra inputan menjadi hanya bernilai 0 atau 1, di mana nilai 0

menyatakan obyek sementara nilai 1 menyatakan latar belakang obyek.

DAD level 2 proses Normalisasi Orientasi dijabarkan menjadi proses Cari

Teta dan Rotasi (gambar 3.9). Proses Cari Teta akan mencari besar sudut kemiringan

teta (θ) hasil proses scanning citra. Kemudian nilai teta ini akan dikirim ke proses

Putar Citra yang akan memutar citra biner sebesar sebagai teta apabila nilai teta tidak

sama dengan nol.

2.1 Cari Teta

citra biner teta 2.2

Putar Citra

citra biner

citra terotasi File

citra terotasi

Gambar 3.9 DAD Level 2 Proses Normalisasi Orientasi

Proses Filling dijabarkan lebih lanjut dalam DAD level 2 seperti ditunjukkan

dalam gambar 3.10, yaitu terdiri dari proses Erosi dan Dilatasi. Proses Erosi akan

mengubah nilai piksel dari obyek menjadi latar apabila ditemukan adanya

piksel-piksel obyek yang terasing dalam piksel-piksel latar pada citra masukan. Citra baru hasil

proses Erosi kemudian dipakai sebagai masukan dalam proses Dilatasi. Dalam proses

Erosi piksel-piksel latar yang terasing dalam kelompok piksel obyek akan diubah

menjadi piksel obyek.

3.1 Erosi

citra terotasi citra ubah1 3.2

Dilatasi

citra filling File

citra filling

(56)

5.1 Proyeksi

vertikal

citra kerangka dokumen histogram vertikal 5.2 Cari indek

Gambar 3.11 DAD Level 2 Proses Segmentasi

DAD level 2 proses Segmentasi (gambar 3.11 di atas) dijabarkan menjadi

proses Proyeksi Vertikal, Cari Indek Baris, Potong Baris, Proyeksi Horisontal, Cari

Indek Kolom, dan proses Potong Karakter. Proses Proyeksi Vertikal akan

menghitung banyaknya piksel hitam yang tegak lurus sumbu y sesuai dengan rumus

2.13. Nilai proyeksi vertikal kemudian dipergunakan dalam proses Cari Indek Baris

untuk menemukan indek-indek baris yang akan menjadi acuan untuk membagi citra

masukan menjadi baris-baris karakter citra pada proses Potong Baris. Sehingga dari

proses Potong Baris akan diperoleh baris-baris citra karakter yang akan disimpan

dalam suatu file, serta akan dikirim ke proses Proyeksi Horisontal. Pada Proses

Proyeksi Horisontal akan dihitung banyaknya piksel hitam yang tegak lurus sumbu x

(57)

dipergunakan dalam proses Cari Indek Kolom untuk menemukan indek-indek kolom

setiap baris data yang akan menjadi acuan untuk membagi citra masukan menjadi

citra-citra karakter pada proses Potong Karakter. Sehingga hasil akhir dari

keseluruhan proses segmentasi adalah citra-citra karakter penyusun citra masukan,

yang akan disimpan dalam sebuah file .

Penjabaran lebih rinci proses Pengenalan Karakter digambarkan dalam

gambar 3.12. Terdapat dua buah proses utama dalam DAD tersebut, yaitu proses

Ekstraksi Ciri dan proses Cari Ciri. Proses Ekstraksi Ciri berfungsi untuk

menghitung ciri dari citra karakter masukan. Ciri hasil proses Ekstraksi Ciri ini

kemudian akan dipergunakan sebagai masukan dalam proses Cari Ciri, untuk

menemukan nama latin dari citra karakter masukan.

6.1

(58)

3.2.3 Struktur Program

Struktur suatu program adalah hasil pemetaan dari desain diagram aliran data.

Tujuan dari pembuatan struktur program ini adalah agar sistem yang nanti dihasilkan

akan lebih mudah untuk ditesting, diubah, dan dirawat. Struktur program dari sistem

untuk konversi citra dokumen ke teks tediri dari dua bagian, yaitu struktur program

Sistem Pembuat Basis Data dan struktur program Sistem Pengenalan Citra Dokumen.

Struktur program Sistem Pembuat Basis Data secara garis besar dibagi

menjadi tiga modul, seperti ditunjukkan dalam gambar 3.13. Modul baca citra

berfungsi untuk membuka file citra karakter Jawa. Modul hitung ciri citra

dipergunakan untuk menghitung ciri-ciri citra karakter Jawa, dan kemudian

menyimpan ciri dari citra tersebut ke dalam basis data ciri citra karakter. Kemudian

modul pasang nama berfungsi untuk memasangkan bunyi pembacaan karakter Jawa

yang bersangkutan dalam huruf Latinnya. Sebagai contoh, karakter akan

dipasangkan dengan kata pra.

Gambar 3.13 Struktur Program Sistem Pembuat Basis Data Sistem Pembuat Basis Data

Olah Data Cari Nama

Tambah Data Cari Ciri

Gambar

Gambar 1.1 Bagan Proses Analisis Citra Dokumen “Menak Sorangan”
Gambar 2.2 Langkah-langkah Proses Analisis Dokumen
Gambar 2.3. Perputaran citra dengan sudut θ
gambar 2.4.
+7

Referensi

Dokumen terkait

1 Diabetes melitus tipe 2 sering juga di sebut diabetes life style karena penyebabnya selain faktor keturunan, faktor lingkungan meliputi usia, obesitas, resistensi insulin,

Mentari Sigi dipengaruhi oleh faktor internal yang meliputi kekuatan, yaitu (a) sumber daya manusia yang dimiliki perusahaan cukup berpengalaman, (b) struktur organisasi lengkap,

5 Menurut Syaltut, koperasi merupakan syirkah baru yang diciptakan oleh para ahli ekonomi yang mempunyai banyak manfaat, yaitu memberi keuntungan kepada para anggota

Besarnya nilai P pada Kualitas auditor terhadap integritas laporan keuangan sebesar 0,188 yang nilainya lebih besar dari 0,05, maka Hipotesis ditolak, dengan kata

Pandangan Aliran ini adalah bahwa struktur bukanlah merupakan usaha yang rasional dari para manajer untuk menciptakan struktur yang paling efektif tetapi merupakan hasil dari

dimana PER merupakan price earnings ratio , RR merupakan retention ratio , ROE merupakan return on equity , IHD merupakan imbal hasil yang disyaratkan atau tingkat

Berdasarkan hasil analisis dalam penelitian ini menunjukkan bahwa dapat disimpulkan secara parsial variabel implementasi pengembangan karier mempunyai pengaruh yang