SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)
Program Studi Ilmu Farmasi
Oleh :
Surya Dwi Ariatma NIM: 038114123
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
PRAKATA
Puji syukur kepada Allah Bapa, Putra, dan Roh Kudus atas segala kasih,
bimbingan serta kekuatan yang senantiasa dilimpahkan, sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini dengan baik
Dalam penelitian dan penyusunan skripsi ini, penulis banyak menemui
banyak hambatan dan kesulitan. Namun, berkat bantuan, bimbingan, dan
dukungan dari berbagai pihak, akhirnya skripsi ini dapat terselesaikan dengan
baik. Dengan segenap hati penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :
1. Ibu Rita Suhadi, M.Si., Apt. selaku dekan Fakultas Farmasi Universitas
Sanata Dharma.
2. Bapak Yosef Wijoyo, M.Si., Apt., selaku dosen pembimbing yang telah
bersedia membimbing, mengoreksi dan memberi saran mulai dari awal
persiapan hingga akhir penyusunan skripsi ini.
3. Drs. Mulyono, Apt., selaku dosen penguji yang bersedia memberikan
saran dan kritik selama penyusunan skripsi.
4. Erna Tri Wulandari, M.Si., Apt., selaku dosen penguji yang bersedia
memberikan saran dan kritik selama penyusunan skripsi.
5. Ign. Y. Kristio Budiasmoro, M.Si., selaku dosen pembimbing akademik
yang telah mendukung, membantu, membimbing dan memberikan
pengarahan selama kuliah.
6. Nenekku, atas segala doa, arahan, bimbingan, perhatian dan kasih
7. Bapak dan Ibu, atas semua doa, perhatian, dukungan dan kasih sayang
yang telah diberikan kepada penulis, sehingga penulis dapat meyelesaikan
skripsi ini dengan baik.
8. Adikku Dennis Tri Hassapta yang telah menemani selama penyusunan
skripsi ini.
9. Seluruh staff pengajar Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma
Yogyakarta.
10.Anggara Eka Nugraha dan B. Gallaeh Rama Erga Satria (bersama penulis
membentuk tim bernama de’ Boedjang Linoe), yang telah berjuang
bersama penulis dalam penyusunan skripsi ini, pengalaman yang kita lalui
bersama baik suka dan duka, dapat menjadi inspirasi hidupku. Ternyata
bahwa saling menghargai dan mengerti adalah kunci dari suatu
kebersamaan dan kekompakan.
11.Laboran dan karyawan laboratorium lantai dua, Mas Heru, Mas Parjiman,
Mas Kayat, dan Mas Yuwono. Terima kasih atas kerja sama, bantuan, dan
waktu yang telah diberikan kepada kami dalam proses pengambilan data
yang diperlukan dalam skripsi ini.
12.Momon yang telah menyediakan mencit jantan galur swiss, sehingga
peneliti dapat melakukan penelitian dengan lancar.
13.Kelas C angkatan 2003 (kami menyebutnya Che_mistry), kalianlah
sumber semangatku, dan saya bersyukur menjadi salah satu bagian dari
14.Segenap anggota dan kru pom-pom boys toto yank untuk kebersamaan,
kekompakan dan kegilaan yang pernah kita jalani.
15.Dominika Anny Yanuarti, Jovita Dwi Arini, dan Ariyanto yang telah
banyak membantu dalam penulisan ini.
16.Rekan-rekan seperjuangan di laboratorium lantai dua Fakultas Farmasi
Universitas Sanata Dharma, seperti Punto, Madya, Vera, Tata, Lis, Agnes,
Nike, Nia , terima kasih telah menemani dan membantu kami.
17.Teman-teman angkatan 2003 Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma
Yogyakarta.
18.Warga kost Wora-Wari, yang telah memecah kesepian suasana malam,
sehingga penulis merasa terhindar dari rasa lelah dan ngantuk.
19.Serta semua pihak yang telah membantu dan tidak dapat penulis sebutkan
satu-persatu.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan
skripsi ini. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran dari berbagai
pihak. Akhirnya besar harapan penulis semoga hasil penelitian ini bermanfaat bagi
perkembangan ilmu farmasi
Yogyakarta,...2007 Penulis,
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv
PRAKATA ... v
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... viii
DAFTAR ISI ... ix
DAFTAR TABEL ... xii
DAFTAR GAMBAR ... xiii
DAFTAR LAMPIRAN ... xiv
INTISARI ... xvi
ABSTRACT ... xvii
BAB I. PENGANTAR ... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Permasalahan ... 3
C. Keaslian Penelitian ... 3
D. Manfaat Penelitian ... 4
E. Tujuan Penelitian ... 4
BAB II. PENELAHAAN PUSTAKA ... 5
A. Obat Tradisional... 5
B. Jamu Pegal Linu® AIR MANCUR ... 9
C. Jamu Pegal linu® JAMU JAGO 12
D. Inflamasi ... 16
E. Obat Anti-Inflamasi ... 24
F. Natrium Diklofenak ... 28
G. Metode Uji Anti-Inflamasi ... 29
H. Landasan Teori ………. 34
BAB III. METODOLOGI PENELITIAN ... 38
A. Jenis dan Rancangan Penelitian ……….. 38
B. Metode Uji Daya Anti – Inflamasi ... 38
C. Variabel Penelitian ……….. 38
D. Definisi Operasional ……… 39
1. Jamu Pegal Linu ……… 39
2. Uji Daya Anti-Inflamasi ... 40
3. Perlakuan hewan uji ... 40
E. Subyek dan Bahan Penelitian ……….. 40
1. Subyek Uji ……….… 40
2. Bahan Penelitian ... 41
F. Alat Penelitian ... 41
G. Tata Cara Penelitian ………... 42
1. Penyiapan Bahan Uji ………..… 42
2. Orientasi dan Penetapan Dosis ……….……..… 43
3. Perlakuan pada Hewan Uji ………. 46
4. Perhitungan Respon Daya Anti-Inflamasi ………. 47
5. Perhitungan Potensi Relatif Daya Anti-Inflamasi …………..…… 48
H. Tata Cara Analisis Hasil ……… 48
BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ………. 49
A. Pemilihan Jamu Pegal Linu………... 49
B. Hasil Orientasi Percobaan ……….. 49
1. Orientasi selang waktu pemotongan kaki ………. 50
3. Orientasi selang waktu pemberiam natrium diklofenak …………. 54
C. Perlakuan Hewan Uji ……….. 56
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ……… 67
A. Kesimpulan ……….. 67
B. Saran ……….… 68
DAFTAR PUSTAKA ……… 69
LAMPIRAN ……… 72
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel I. Persamaan isi kedua produk Jamu Pegal Linu® 16
Tabel II. Rangkuman rata-rata bobot udema kaki mencit pada orientasi selang waktu pemotongan kaki setelah injeksi karagenin dan
hasil uji Scheffe ... 51
Tabel III. Rangkuman rata-rata bobot udema kaki mencit pada orientasi dosis efektif natrium diklofenak ... 54 Tabel IV. Rangkuman rata-rata bobot udema kaki mencit pada orientasi
selang waktu pemberian natrium diklofenak dosis 11,95 mg/kgBB dan uji Scheffe ... 56 Tabel V. Rata-rata bobot udema kaki mencit akibat karagenin pada
kelompok kontrol dan perlakuan...……….... 59 Tabel VI. Rangkuman rata-rata persen daya anti-inflamasi kelompok
DAFTAR GAMBAR
Halaman Gambar 1. Skema dari mediator-mediator yang berasal dari asam
arakhidonat dan titik tangkap kerja obat anti-inflamasi …. 20
Gambar 2. Patogenesis dan gejala suatu peradangan ……… 22
Gambar 3. Biosintesis Prostaglandin ... 23
Gambar 4. Obat analgesik anti inflamasi non steroid ……… 26
Gambar 5. Struktur kimia natrium diklofenak ... 28
Gambar 6. Grafik rata-rata bobot udema kaki mencit akibat pemberian karagenin 1 % dalam berbagai variasi selang waktu pemotongan kaki ………... 50
Gambar 7. Grafik orientasi dosis efektif natrium diklofenak... 53
Gambar 8. Grafik orientasi selang waktu pemberian natrium diklofenak dosis 11,95 mg/kg BB ………... 55
Gambar 9. Grafik rata-rata bobot udema kaki mencit akibat karagenin pada kelompok kontrol dan perlakuan ... 58
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Produk Jamu Pegal Linu® AIR MANCUR dan produk
Jamu Pegal Linu® JAMU JAGO……… 72
Lampiran 2. Sertifikat analisis natrium diklofenak ... 73
Lampiran 3. Skema kerja pada kelompok perlakuan ………. 75
Lampiran 4. Data bobot udema kaki mencit pada orientasi selang
waktu pemotongan kaki mencit ………. 75
Lampiran 5. Data bobot udema kaki mencit pada orientasi dosis
efektif natrium diklofenak ………... 75
Lampiran 6. Data bobot udema kaki mencit pada orientasi selang
waktu pemberian natrium diklofenak ………... 76
Lampiran 7. Data persen (%) daya anti-inflamasi kelompok perlakuan 77
Lampiran 8. Contoh perhitungan persen (%) daya anti-inflamasi ……. 78
Lampiran 9. Hasil Anava satu arah dengan taraf kepercayaan 95 %
data orientasi selang waktu pemotongan kaki mencit
beserta uji Scheffe ……….. 79
Lampiran 10. Hasil ANOVA satu arah dengan taraf kepercayaan
95% data orientasi rentang waktu pemotongan kaki mencit
setelah injeksi karagenin 1 % subplantar beserta hasil uji
scheffe ………... 80
Lampiran 11. Hasil ANOVA satu arah dengan taraf kepercayaan 95 %
orientasi pemberian natrium diklofenak dalam 3
peringkat dosis beserta uji Scheffe ... 82
Lampiran 12. Hasil ANOVA satu arah dengan taraf kepercayaan 95 %
orientasi selang waktu pemberian natrium diklofenak
dosis efektif beserta uji Scheffe ... 84
Lampiran 13. Hasil ANOVA satu arah dengan taraf kepercayaan 95 %
data persen (%) daya anti-inflamasi uji perlakuan pada
INTISARI
Salah satu jamu yang banyak beredar di masyarakat adalah jamu pegal linu dan telah dikenal sebagai pengobatan alternatif oleh masyarakat Indonesia untuk menyembuhkan pegal-pegal dan linu seluruh tubuh. Pegal linu merupakan salah satu gejala terjadinya inflamasi. Sehingga Jamu Pegal Linu® AIR MANCURdan Jamu Pegal Linu® JAMU JAGO diharapkan memiliki daya anti-inflamasi.
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental murni dengan rancangan acak lengkap pola searah. Metode yang digunakan adalah metode Langford dkk yang telah dimodifikasi, yaitu induksi udema pada kaki hewan uji dengan karagenin 1 % subplantar dengan hewan uji mencit jantan. Mencit dibagi menjadi 8 kelompok secara acak, dua kelompok yaitu kelompok I (kontrol negatif) hanya diberi aquadest secara per oral, kelompok II (kontrol positif) diberi natrium diklofenak dosis 11,95 mg/kg BB secara per oral. Untuk kelompok perlakuan Jamu Pegal Linu® AIR MANCURdan Jamu Pegal Linu® JAMU JAGO masing-masing dibagi dalam 3 peringkat dosis (637; 1274; dan 2548 mg/kg BB). Aktivitas anti-inflamasi pada metode Langford dkk yang telah dimodifikasi (1972), dievaluasi dengan perubahan bobot kaki mencit yang dinyatakan sebagai persen daya anti-inflamasi. Persen (%) daya anti-inflamasi yang diperoleh kemudian dianalisis secara statistik dengan Anova Satu Arah, dilanjutkan uji Scheffe dengan taraf kepercayaan 95 %.
Hasil penelitian menunjukkan Jamu Pegal Linu® AIR MANCUR dan Jamu Pegal Linu® JAMU JAGO memiliki daya inflamasi. Persen daya anti-inflamasi yaitu sebagai berikut: Kelompok kontrol negatif 0,66 %; kontrol positif 56,25 %; Jamu Pegal Linu® AIR MANCUR dosis 637;1274; 2548 mg/kgBB berturut-turut adalah 25,43 %; 24,37 %; 16,91 %; dan Jamu Pegal Linu® JAMU JAGO dosis 637;1274; 2548 mg/kgBB berturut-turut adalah 31,93 %; 41,06 %; 39,77 %. Kelompok perlakuan Jamu Pegal Linu® JAMU JAGO dosis 1274 mg/kgBB memiliki daya anti-inflamasi yang paling baik.
ABSTRACT
One of jamu which is found a lot in the society is jamu pegal linu and has been known as alternative medication by Indonesian people to cure ’pegal-pegal and linu’. ’Pegal and linu’ is one of the symptoms that happen in inflammation. Jamu Pegal Linu® AIR MANCUR and Jamu Pegal Linu® JAMU JAGO are expected to have an anti-inflammatory potency.
The study was pure experimental research, arranged in complete randomized-design. Modificated Langford method which induction animal leg-edema by carragheenin 1 % subplantar is used in this study. Male mices divided become 8 groups at randomized. Two of them are control groups that consist of negative control by aquadest and positive control by diclofenac sodium 11,95 mg/kg BW. The others are treatment group for Jamu Pegal Linu® AIR MANCUR and Jamu Pegal Linu® JAMU JAGO, each divided 3 level doses (637; 1274; and 2548 mg/kg BW). Anti-inflammatory activity on modificated Langford et. al., method (1972), evaluated by leg-weight change data shown as percentage anti-inflammatory potency. Percentage anti-inflammatory potency afterward was analyzed by One Way Variant Statistics at 95 % confidence and followed by Scheffe-test.
The research result showed that Jamu Pegal Linu® AIR MANCUR and Jamu Pegal Linu® JAMU JAGO have an anti-inflamatory potency. Percentage anti-inflammatory potency were as follows : Negative control group 0,66 %; positive control 56.25 %; Jamu Pegal Linu® AIR MANCUR dose 637;1274; 2548 mg/kg BW continuously are 25,43 %; 24,37 %; 16,91 %; and Jamu Pegal Linu® JAMU JAGO dose 637;1274; 2548 mg/kgBB continuously are 31,93 %; 41,06 %; 39,77 %. Jamu Pegal Linu® JAMU JAGO dose 1274 mg/kg BW has the best anti-inflammatory potency.
BAB I PENGANTAR
A. Latar Belakang
Jamu merupakan obat tradisional yang berkembang di masyarakat
Indonesia dan sebagian besar berasal dari warisan budaya masyarakat Jawa. Jamu
adalah salah satu alternatif pengobatan yang cukup diminati, bahkan hingga kini
dipertahankan dan ditingkatkan proses pembuatannya secara modern yang
dilakukan oleh perusahan-perusahan jamu secara berkesinambungan, baik dalam
skala besar maupun kecil.
Penggunaan jamu di masyarakat selama ini hanya merupakan suatu
kenyataan yang bersifat empirik, untuk mencapai kesembuhan atau pemeliharaan
dan peningkatan taraf kesehatan serta diwariskan turun temurun, bertahan lestari,
dan tidak terpisahkan dari kehidupan masyarakat, tanpa dibuktikan secara ilmiah.
Padahal jamu diinginkan untuk dapat dipakai dalam pelayanan kesehatan, untuk
itu harus sesuai dengan kaidah pelayanan kesehatan yaitu secara medis harus
dapat dipertanggungjawabkan terutama pada keamanan dan khasiatnya.
Jamu pegal linu diproduksi dari tumbuh-tumbuhan tertentu yang
berkhasiat antara lain sebagai obat pegal linu, nyeri otot dan tulang, memperlancar
peredaran darah, memperkuat daya tahan tubuh, dan menghilangkan sakit seluruh
badan.
Gejala nyeri dan inflamasi sendi sering disebut juga pegal linu. Sehingga
efek anti-inflamasi. Inflamasi merupakan respon bila sel-sel atau jaringan tubuh
mengalami cedera atau mati. Inflamasi biasanya disertai gejala-gejala yang
menimbulkan rasa tidak nyaman yaitu kemerahan (rubor), panas meningkat
(calor), pembengkakan (tumor), nyeri (dolor), dan gangguan fungsi (functio
laesa). Berdasarkan dari analogi di atas dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi
efek anti-inflamasi suatu produk jamu pegal linu maka semakin baik efek
terapetiknya.
Semakin bertambah banyaknya perusahaan jamu yang memproduksi jamu
yang sama tentu tidak terlepas dari persaingan untuk mendapatkan legitimasi dari
masyarakat, disamping untuk memperoleh keuntungan yang sebesar-besarnya
bagi perusahan yang bersangkutan. Hal ini dapat juga menjadi suatu keuntungan
sekaligus suatu kerugian bagi masyarakat. Semakin banyaknya produk yang
sejenis dalam berbagai merk yang beredar di pasaran, masyarakat mempunyai
banyak pilihan. Akan tetapi produk-produk tersebut belum tentu memberikan
efektivitas terapi yang sama.
Ada beberapa metode uji anti-inflamasi secara invivo, diantaranya
metode uji inflamasi eritema pada telinga hewan pengerat, metode uji udema pada
kaki tikus atau mencit, metode uji induksi arthritis pada tikus atau mencit, uji tes
granuloma, uji permeabilitas vaskuler, dan metode Langford, Holmes, dan Emele
yang telah dimodifikasi. Pada penelitian ini uji anti-inflamasi dilakukan
menggunakan metode inflamasi menurut Langford, Holmes, dan Emele yang telah
dimodifikasi. Pemilihan ini disebabkan caranya yang sederhana baik dari segi
Atas dasar pernyataan di atas, pada penelitian ini peneliti ingin menguji
dan membandingkan daya anti-inflamasi dari Jamu Pegal Linu® AIR MANCUR
dan Jamu Pegal Linu® JAMU JAGO yang beredar di pasaran dengan metode
Langford dkk yang telah dimodifikasi. Penelitian ini menjadi penting karena
penelitian ini dapat memberikan informasi mengenai efektivitas terapi dari Jamu
Pegal Linu® AIR MANCUR dan Jamu Pegal Linu® JAMU JAGO yang cukup
banyak diminati dalam masyarakat Indonesia.
B. Permasalahan
Berdasarkan latar belakang yang telah dijabarkan diatas, terlihat adanya
beberapa permasalahan yang perlu diteliti. Permasalahan tersebut adalah:
a. Apakah Jamu Pegal Linu® AIR MANCUR dan Jamu Pegal Linu® JAMU
JAGO dengan menggunakan metode uji Anti-inflamasi Langford, Holmes
dan Emele yang telah dimodifikasi mempunyai efek anti-inflamasi?
b. Apakah dosis terapi yang tercantum dalam masing-masing kemasan
produk jamu pegal linu merupakan dosis yang paling baik?
c. Manakah dari kedua produk jamu pegal linu yang memiliki efek
anti-inflamasi yang lebih besar?
C. Keaslian Penelitian
Sepanjang pengetahuan penulis penelitian mengenai uji efek dan
perbandingan daya anti-inflamasi Jamu Pegal Linu® AIR MANCUR dan Jamu
Pegal Linu® JAMU JAGO pada mencit jantan dengan metode Langford dkk yang
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat memperkaya ilmu pengetahuan dalam
kefarmasian, terutama bidang farmakologi dalam hal uji praklinis obat tradisional.
2. Manfaat Praktis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai efek
anti-inflamasi dari Jamu Pegal Linu® AIR MANCUR dan Jamu Pegal Linu®
JAMU JAGO yang beredar di masyarakat berdasarkan hasil uji praklinis.
E. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum
Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan kebenaran bahwa jamu
pegal linu dapat memberikan efek anti-inflamasi.
2. Tujuan Khusus
Penelitian ini memiliki tujuan untuk :
a. Untuk mengetahui bahwa jamu pegal linu mempunyai efek anti-inflamasi.
b. Untuk mengetahui dosis yang paling baik dari masing-masing produk
jamu pegal linu.
c. Untuk membandingkan efek anti-inflamasi dari kedua produk jamu pegal
BAB II
PENELAHAAN PUSTAKA
A. Obat Tradisional
Obat tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan
tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan sarian (galenik) atau campuran
dari bahan tersebut yang secara turun-temurun telah digunakan untuk pengobatan
berdasarkan pengalaman (Soegihardjo, 1998).
Syarat-syarat yang harus dipenuhi obat tradisional yaitu :
a. Secara Empirik terbukti aman dan bermanfaat untuk digunakan manusia;
b. Bahan obat tradisional dan proses produksi yang digunakan memenuhi
persyaratan yang ditetapkan;
c. Tidak mengandung bahan kimia sintetik atau hasil isolasi yang berkhasiat
sebagai obat;
d. Tidak mengandung bahan yang tergolong obat keras atau narkotika (Anonim,
1999).
Ada beberapa jenis obat tradisional, yaitu :
1. Jamu, obat tradisional asli indonesia yang merupakan warisan budaya bangsa
yang perlu dilestarikan (Konthen dan Sastrowardoyo, 2007).
2. Sedíaan herbal terstandar, sedíaan obat bahan alam yang telah dibuktikan
keamanan dan khasiatnya secara ilmiah dengan uji praklinik dan bahan
3. Fitofarmaka, sedíaan obat yang telah dibuktikan keamanan dan khasiatnya,
bahan bakunya terdiri dari simplisia atau sediaan galenik yang telah
memenuhi persyaratan yang berlaku (Soegihardjo, 1998).
Pada umumnya jamu dibuat dengan mengacu pada resep peninggalan
leluhur yang disusun dari berbagai tanaman obat yang jumlahnya cukup banyak,
berkisar antara 5 – 10 macam bahkan lebih. Bentuk jamu tidak memerlukan
pembuktian ilmiah sampai dengan klinis, tetapi cukup dengan bukti empiris. Jamu
yang telah digunakan secara turun-temurun selama berpuluh-puluh tahun bahkan
mungkin ratusan tahun, telah membuktikan keamanan dan manfaat secara
langsung untuk tujuan kesehatan tertentu (Handayani dan Suharmiati, 2002).
Penggunaan jamu sebagai obat yang dulunya digunakan untuk tujuan
pengobatan sendiri (self-medication), kini terus dikembangkan ke arah
penggunaan dalam jaringan upaya pelayanan kesehatan formal sebagai bahan
dan/atau perbekalan kesehatan. Perkembangan jamu ke arah pelayanan formal
menuntut konsekuensi yang tidak ringan mengenai khasiat dan keamanannya.
Untuk itu diperlukan uji klinik jamu yang pada prinsipnya uji untuk memastikan
khasiat yang ditetapkan, sehingga uji klinik yang dimaksud sebenarnya adalah uji
untuk mengabsahkan khasiat obat tradisional. Sebelum uji klinik, terlebih dahulu
jamu tersebut harus memenuhi persyaratan uji praklinik. Terkait dengan hal
tersebut, maka jamu yang akan diuji harus pula sudah pasti formulanya dan
identitasnya yang jelas dengan pengulangan yang tetap (reproducible) sesuai
Titik tangkap aktivitas maupun parameter mutu sediaan yang diproduksi
terletak pada zat aktif yang terkandung didalamnya. Perkembangan industri bahan
obat alam yang dinamis diperlukan kontrol mengenai sifat-sifat farmakologi dan
toksisitas kandungan kimia tanaman yang berperan dalam penyusunan sediaan
formulasi untuk suatu indikasi penyakit tertentu (Pramono, 1993).
Salah satu jamu yang banyak beredar di masyarakat adalah jamu pegal
linu. Sebagai gambaran penggunaan jamu, dari survai pendapat ibu rumah tangga
di Tanjung Priok tentang jamu, dinyatakan bahwa konsumsi jamu pegal linu oleh
keluarga responden yaitu 30,9%, menempati urutan teratas dibandingkan
jamu-jamu lain. Sesuai dengan khasiatnya, umumnya jamu-jamu ini mempunyai kegunaan
atau khasiat menghilangkan pegal linu, nyeri otot tulang, memperlancar peredaran
darah, memperkuat daya tahan tubuh, dan menghilangkan sakit seluruh badan.
Dalam Pedoman Rasionalisasi Komposisi Obat Tradisional disebutkan simplisia
penyusun jamu pegal linu mempunyai kegunaan sebagai : mengurangi nyeri,
penyegar badan, penenang/pelelap tidur (Widowati, Pudjiastuti dan
Wirjowidagdo, 1999).
Ada beberapa bentuk sediaan jamu yang beredar di masyarakat yaitu :
rajangan, serbuk, kapsul, pil, tablet, pastiles, dodol atau jenang, cairan atau eliksir,
salep atau krim, cairan obat luar, koyok, parem, pilis dan tapel, semua bentuk
sediaan ini harus memenuhi parameter standar mutu sesuai dengan
undang-undang yang berlaku (Soegihardjo, 1998).
Serbuk adalah sediaan obat tradisional berupa butiran homogen dengan
campurannya. Parameter standar mutu untuk sediaan serbuk adalah sebagai
berikut :
1. Keseragaman bobot. Tidak lebih dari 2 bungkus serbuk, yang masing-masing
bobot isinya menyimpang dari bobot isi rata-rata lebih besar dari harga yang
ditetapkan dalam kolom A dan tidak satu bungkuspun yang bobot isinya
menyimpang dari bobot isi rata-rata lebih besar dari harga yang ditetapkan
dalam kolom B, yang tertera pada daftar berikut :
Penyimpangan terhadap bobot isi rata-rata Bobot rata-rata
isi serbuk A B
5 g sampai 10 g 8 % 10 %
Timbang isi tiap bungkus serbuk. Timbang seluruh isi 20 bungkus serbuk,
hitung bobot isi serbuk rata-rata.
2. Kadar air tidak lebih dari 10 %.
3. Angka lempeng total tidak lebih dari 10/gram simplisia.
4. Angka kapang dan khamir tidak lebih dari 10/gram simplisia
5. Mikroba patogen negatif.
6. Aflatoksin tidak lebih dari 30 bpj.
7. Bahan tambahan.
a. Pengawet, serbuk dengan bahan baku simplisia dilarang ditambahkan bahan
pengawet.
b. Pemanis, pemanis yang digunakan adalah gula tebu (gula pasir), gula aren,
gula kelapa, gula bit dan pemanis alam lainnya yang belum menjadi zat
c. Pengisi, sesuai dengan pengisi yang diperlukan pada sediaan galenik.
8. Wadah dan penyimpanan. Dalam wadah tertutup baik; disimpan pada suhu
kamar, ditempat kering dan terlindung dari sinar matahari (Anonim, 2006).
B. Jamu Pegal Linu® AIR MANCUR
Jamu Pegal Linu® AIR MANCUR digunakan untuk mengurangi pegal
linu, letih, lesu setelah bekerja/olahraga, agar badan sehat dan segar kembali.
Bentuk sediaan Jamu Pegal Linu® AIR MANCUR berupa serbuk, yang memiliki
komposisi sebagai berikut :
a. Piperis nigris Fructus 4 %
b. Coptici Fructus 4 %
c. Boesenbergiae Rhizoma 8 %
d. Curcumae Rhizoma 20 %
e. Curcumae Domestica Rhizoma 20 %
f. Zingiberis aromaticae Rhizoma 4 %
g. Languatis Rhizoma 20 %
h. Corrigents 20 %
a. Piperis nigris Fructus
Lada hitam adalah buah Piper Nigrum L. yang belum masak.
Kadar minyak atsiri tidak kurang dari 1 % b/v.
• Kandungan kimia : minyak atsiri mengandung felandren, dipenten,
kariopilen, ethoksilin, limonene alkaloida piperina dan karisina
• Penggunaan : karminatif, diaforetik, diuretik, dan analgesik (Anonim,
2005b).
b. Coptici Fructus
c. Boesenbergiae Rhizoma
Rimpang temu kunci (Boesenbergiae Rhizoma) adalah rimpang
Boesenbergiae Pandurata (Roxb) Schelt. Kadar minyak atsiri tidak kurang
dari 6 %.
• Kandungan kimia : minyak atsiri mengandung 0,06 – 0,32 %, damar,
pati (Anonim, 1977)
• Penggunaan : sebagai peluruh dahak/untuk menanggulangi batuk,
peluruh kentut, penambah nafsu makan, menyembuhkan sariawan,
pemacu keluarnya air susu ibu (AS1) (Anonim, 2005b).
d. Curcumae Rhizoma
Rimpang temulawak (Curcumae Rhizoma) adalah rimpang
Curcuma Xanthorrhiza Roxb. Kadar minyak atsiri tidak kurang dari 6 %.
• Kandungan kimia : minyak atsiri mengandung siklo isoren, mirsen, d –
kamfer p-tolil metal karbinol, zat warna kurkumin (Anonim, 1979).
• Penggunaan : Menambah pengeluaran empedu (Anonim, 1979). Untuk
mengobati sakit limpa, sakit ginjal, sakit pinggang, asma, sakit kepala;
masuk angin, maag, sakit perut, produksi ASI, nafsu makan; sembelit,
sakit cangkrang, cacar air, sariawan, jerawat (Anonim, 2005b). Untuk
e. Curcumae Domestica Rhizoma
Rimpang kunyit (Curcuma Domestica Rhizoma) adalah rimpang
Curcuma Domestika Vahl. Kadar minyak atsiri tidak kurang dari 6 %.
• Kandungan kimia : minyak atsiri mengandung 3 – 5 %, kurkumin, pati,
tannin, damar (Anonim, 1977).
• Penggunaan : untuk mengobati diabetes melitus, tifus, usus buntu,
disentri, sakit keputihan; haid tidak lancar, perut mulas saat haid,
memperlancar ASI; amandel, berak lendir, morbili, cangkrang
(Waterproken) (Anonim, 2005b). Untuk mengobati penyakit liver,
radang sendi (rematik), anti-inflamasi (Kumalawati, 2002).
f. Zingiberis Aromaticae Rhizoma
Rimpang Lempuyang wangi (Zingiberis Aromaticae Rhizoma)
adalah rimpang dari Zingiber Aromaticum Vahl. Kadar minyak atsiri tidak
kurang dari 0,4 %.
• Kandungan kimia : minyak atsiri 0,5 – 1,0 % mengandung zerumbon,
numulen dan limonene (Anonim, 1977).
• Penggunaan : analgesik, stomakik, dan stimulan (Soedibyo, 1998).
untuk obat asma, merangsang nafsu makan, merangsang membran
mukosa lambung, mengurangi rasa nyeri, pembersih darah, penambah
nafsu makan, menurunkan kesuburan pada wanita, pencegah
kehamilan, pereda kejang; di samping itu sering digunakan juga untuk
mengobati penyakit empedu, penyakit kuning, radang sendi, batuk
kecacingan, masuk angin. Pada pemakaian luar digunakan untuk
mengurangi rasa nyeri (Anonim, 2005b).
g. Languatis Rhizoma
Rimpang lengkuas adalah rimpang Languas galanga (L) Stunz
adalah rimpang dari Zingiber Aromaticum Vahl. Kadar minyak atsiri tidak
kurang dari 0,4 %.
• Kandungan kimia : minyak atsiri 1 % mengandung kamfer, sineol dan
asam metal sinamat (Anonim, 1977).
• Penggunaan : stomakik, diforetik, karminatif, aromatik stimulan,
ekspektoran, antifungi (Soedibyo, 1998). Untuk mengobati reumatik,
sakit ;limpa, gairah seks, nafsu makan, bronkhitis; morbili, panu
(Anonim, 2005b).
C. Jamu Pegal Linu® JAMU JAGO
Jamu Pegal Linu® JAMU JAGO digunakan untuk mengobati pegal-pegal dan linu di seluruh tubuh, otot kaku, tulang-tulang terasa nyeri dan meluang.
Juga baik untuk menyempurnakan pencernaan dan menambah nafsu makan.
Bentuk sediaan Jamu Pegal Linu® JAMU JAGO berupa serbuk, yang memiliki
komposisi sebagai berikut :
a. Retrofracti Fructus 8 %
b. Eucalypti Fructus 12 %
c. Zingiberis aromaticae Rhizoma 12 %
e. Curcumae Rhizoma 8 %
f. Dan bahan-bahan lain hingga 100 %
a. Retrofracti Fructus
Buah cabe jawa (Retrofracti Fructus) adalah buah majemuk Piper
retrofractum Vahl. Yang telah tua tetapi belum masak.
• Kandungan kimia : minyak atsiri 0,9 % piperin 4 – 6 %, damar,
piperidin (Anonim, 1977).
• Penggunaan : stomakik, karminatif, ekspektoran, sudorifik, diuretik,
dan kologu (Soedibyo, 1998 ). Untuk mengobati kejang perut, muntah,
perut kembung, mulas, disentri, diare ; sukar buang air besar, sakit
kepala, sakit gigi, batuk, demam,; hidung berlendir, lemah syahwat,
sukar melahirkan, neurastenia,; tekanan darah rendah, pencernaan
terganggu, rematik gout, ; tidak hamil:rahim dingin, membersihkan
rahim, badan lemah, ; stroke, nyeri pinggang, kejang perut (Anonim,
2005b).
b. Eucalypti Fructus
Buah kayu putih (Eucalypti Fructus) adalah buah dari Eucalypti
globules L yang telah masak.
• Kandungan kimia : cineol, alfa-pinene dan p-cymene (anonim, 1977).
• Penggunaan : anti-inflamasi (Bisset, 2001). meningkatkan nafsu
c. Zingiberis Aromaticae Rhizoma
Rimpang Lempuyang wangi (Zingiberis Aromaticae Rhizoma)
adalah rimpang dari Zingiber Aromaticum Vahl. Kadar minyak atsiri tidak
kurang dari 0,4 %.
• Kandungan kimia : minyak atsiri 0,5 – 1,0 % mengandung zerumbon,
numulen dan limonene (Anonim, 1977).
• Penggunaan : analgesik , stomakik, dan stimulan (Soedibyo, 1998).
Untuk obat asma, merangsang nafsu makan, merangsang membran
mukosa lambung, mengurangi rasa nyeri, pembersih darah, penambah
nafsu makan, menurunkan kesuburan pada wanita, pencegah
kehamilan, pereda kejang; di samping itu sering digunakan juga untuk
mengobati penyakit empedu, penyakit kuning, radang sendi, batuk
rejan, kolera, anemia, malaria, penyakit syaraf, nyeri perut, mengatasi
kecacingan, masuk angin. Pada pemakaian luar digunakan untuk
mengurangi rasa nyeri (Anonim, 2005b).
d. Zingiberis Rhizoma
Rimpang jahe (Zingiberis Rhizoma) adalah rimpang zingiber
officinale Rosc. Kadar minyak atsiri tidak kurang dari 0,7 % v/b.
• Kandungan kimia : minyak atsiri 2 % sampai 3 % mengandung
zingiberen, felandren, kamfer, limonen, borneol, sineol dan zingiberol,
• Penggunaan : analgesik, stomakik, dan stimulan (Soedibyo, 1998).
Produksi ASI, batuk, membangkitkan nafsu makan, mulas, perut
kembung., serbat (Anonim, 2005b).
e. Curcumae Rhizoma
Rimpang temulawak (Curcuma Rhizoma) adalah rimpang
Curcuma Xanthorrhiza Roxb. Kadar minyak atsiri tidak kurang dari 6 %.
• Kandungan kimia : Minyak atsiri mengandung Siklo isoren, mirsen, d–
kamfer p-tolil metal karbinol, zat warna kurkumin (Anonim, 1979).
• Penggunaan : Menambah pengeluaran empedu (Anonim, 1979). Untuk
mengobati sakit limpa, sakit ginjal, sakit pinggang, asma, sakit kepala;
masuk angin, maag, sakit perut, produksi ASI, nafsu makan; sembelit,
sakit cangkrang, cacar air, sariawan, jerawat (Anonim, 2005b). Untuk
Tabel I. Persamaan isi kedua produk Jamu Pegal Linu®
Simplisia Jamu Pegal Linu®
AIR MANCUR
Jamu Pegal Linu®
JAMU JAGO
Khasiat
Boesenbergiae Rhizoma √ ─ sebagai peluruh
dahak
Eucalypti Fructus ─ √ anti-inflamasi
Languatis Rhizoma √ ─ untuk mengobati
reumatik
Piperis nigris Fructus √ ─ analgesik
Retrofracti Fructus √ √ sakit kepala, sakit
gigi, demam, rematik gout
Zingiberis Aromaticae
Rhizoma
√ √ analgesik, radang sendi, asma
Zingiberis Rhizoma ─ √ analgesik
D. Inflamasi
Inflamasi adalah reaksi vascular yang hasilnya merupakan pengiriman
cairan, zat-zat yang terlarut, dan sel-sel dari sirkulasi darah ke jaringan-jaringan
interstisial pada daerah cedera atau nekrosis (Price dan Wilson, 1992). Menurut
yang berkembang bila tubuh mendapat injuri secara mekanik atau agen kimia atau
oleh proses penghancuran diri (autoimun).
Inflamasi secara umum dibagi dalam 3 fase, yakni : inflamasi akut,
respon imun, dan inflamasi kronis. Inflamasi akut merupakan respon awal
terhadap cedera jaringan; hal tersebut terjadi melalui mekanisme pelepasan
mediator kimia dan pada umumnya didahului oleh pembentukan respon imun
(Katzung, 2002).
Respon imun terjadi bila sejumlah sel yang mampu menimbulkan
kekebalan diaktifkan untuk merespon organisme asing atau substansi antigenik
yang terlepas selama respon terhadap inflamasi akut serta kronis . Akibat dari
respon imun bagi hospes mungkin menguntungkan, sebab organisme penyerang
difagositosis atau dinetralisir, sebaliknya akibat tersebut juga dapat merusak bila
menjurus pada inflamasi kronis tanpa penguraian dari proses cedera yang
mendasarinya. Inflamasi kronis melibatkan keluarnya sejumlah mediator yang
tidak menonjol dalam respon akut seperti interferon, PDGF (platelet-derived
growth factor) serta interleukin-1,2,3 (Katzung, 2002).
Gejala reaksi radang yang dapat diamati :
1. Rubor/kemerahan biasanya merupakan hal pertama yang terlihat di daerah
yang mengalami peradangan. Waktu reaksi peradangan mulai timbul, maka
arteriol yang mensuplai daerah tersebut melebar akibat adanya pelepasan
mediator kimia yakni histamin (Kee dan Hayes, 1996). Dengan demikian lebih
banyak darah yang mengalir ke dalam mikrosirkulasi lokal. Kapiler-kapiler
terisi penuh dengan darah. Keadaan ini yang dinamakan hyperemia atau
kongesti, menyebabkan warna merah lokal karena peradangan akut (Price dan
Wilson, 1992).
2. Tumor/pembengkakan merupakan tahap kedua dari inflamasi yang timbul
akibat pengiriman cairan sel-sel dari sirkulasi darah ke jaringan radang
(Wilmana, 1995). Oleh karena kinin mendilatasi arteriol dan meningkatkan
permeabilitas kapiler, maka plasma merembes ke dalam jaringan interstisial
pada tempat cedera (Kee dan Hayes, 1996).
3. Calor/panas, berjalan sejajar dengan kemerahan reaksi peradangan akut.
Daerah peradangan pada kulit menjadi lebih panas sebab terdapat lebih
banyak darah yang disalurkan dari dalam tubuh ke permukaan tubuh yang
terkena daripada yang disalurkan ke daerah normal (Price dan Wilson, 1992).
Panas juga mungkin dapat disebabkan pirogen yang mengganggu pusat
pengatur panas pada hipotalamus (Kee dan Hayes, 1996).
4. Dolor/rasa sakit, dari reaksi peradangan ditimbulkan melalui berbagai cara.
Perubahan pH lokal atau konsentrasi lokal ion-ion tertentu dapat merangsang
ujung-ujung saraf. Hal yang sama, pengeluaran zat kimia tertentu seperti
histamin atau zat bioaktif lainnya dapat merangsang saraf. Selain itu,
pembengkakan jaringan yang meradang mengakibatkan peningkatan tekanan
lokal yang tanpa diragukan lagi dapat menimbulkan rasa sakit (Price dan
5. Fungtio Laesa/hilangnya fungsi disebabkan karena penumpukan cairan pada
tempat cedera jaringan dan karena rasa nyeri, yang mengurangi mobilitas pada
daerah yang terkena (Kee dan Hayes, 1996).
Gejala-gejala ini merupakan akibat dari gangguan aliran darah yang
terjadi akibat kerusakan jaringan dalam pembuluh pengalir terminal, gangguan
keluarnya plasma darah (eksudasi) ke dalam ruang ekstra sel akibat meningkatnya
ketetapan kapiler dan perangsangan reseptor nyeri. Reaksi ini disebabkan oleh
pembebasan bahan-bahan mediator (histamin, serotonin, prostaglandin dan kinin)
(Mutschler, 1991).
Penyebab inflamasi banyak sekali dan beraneka ragam, dan penting
sekali untuk diketahui bahwa inflamasi dan infeksi itu tidak sinonim. Yang
dimaksud dengan infeksi adalah adanya mikroorganisme hidup dalam jaringan.
Infeksi ini hanya merupakan salah satu penyebab dari inflamasi. Inflamasi dapat
terjadi dengan mudah pada keadaan steril sempurna, seperti sewaktu sebagian
jaringan mati karena hilangnya suplai darah (Price dan Wilson, 1992). Pengaruh
yang sifatnya merusak sel sering juga disebut noksi. Noksi dapat berupa noksi
kimia (obat-obatan), noksi fisika (panas atau dingin yang berlebihan, radiasi,
benturan), serta infeksi dengan mikroorganisme atau parasit (Mutschler, 1991).
Pada proses peradangan terjadi pembentukan dan atau pengeluaran
zat-zat kimia didalam tubuh yang dinamakan mediator. Mediator ini merupakan aspek
penting dalam proses peradangan. Mediator yang dikenal pada proses inflamasi
oleh sistem enzim plasma, metabolit asam arakhidonat, dan berbagai macam
produk sel (Price dan Wilson, 1992).
Amina vasoaktif yang paling penting histamin, yang mampu
menghasilkan vasodilatasi dan peningkatan permeabilitas vaskuler. Histamin
merupakan bentuk dasar amin dari histidine decarboxylase, disimpan di granul
dalam sel mast dan basofil dan sekresi dilengkapi komponen C3 dan C5 interaksi
dengan membran reseptor spesifik atau ketika antigen interaksi dengan IgE (Rang,
Dale, Ritter, dan Moore, 2003).
Metabolit asam arakhidonat merupakan mediator peradangan yang
paling penting. Asam arakhidonat berasal dari banyak fosfolipid diaktifkan oleh
cedera. Asam arakhidonat dapat dimetabolisasikan dalam dua jalur yang berbeda,
yakni jalur siklooksigenase dan jalur lipoksigenase yang menghasilkan sejumlah
prostaglandin, tromboksan, dan leukotrien. Selain itu, sejumlah substansi yang
dihasilkan oleh sel, memiliki sifat-sifat yang juga penting dalam peradangan
(Price dan Wilson, 1992). Fosfolipida selain diubah menjadi asam arakhidonat
oleh enzim fosfolipase juga diubah menjadi lyso-glyseril-fosforikolin yang
kemudian diubah lagi menjadi Platelet Activating Factor (PAF) (Rang dkk,
2003).
Enzim siklooksigenase yang terlibat dalam reaksi ini terdiri dari dua
isoenzim, yaitu siklooksigenase-1 (COX-1) dan siklooksigenase-2 (COX-2).
COX-1 terdapat kebanyakan di jaringan-jaringan antara lain di pelat-pelat darah,
ginjal dan saluran cerna (Tjay dan Rahardja, 2002). COX-1 ini bersifat konstitutif
(bersifat pokok, selalu ada) dan cenderung menjadi homeostasis dalam fungsinya
(Katzung, 2002). COX-2 dalam keadaan normal tidak terdapat dalam jaringan tapi
dibentuk selama proses peradangan oleh sel-sel radang (Tjay dan Rahardja, 2002).
Asam arakhidonat yang dikatalis oleh siklooksigenase diubah menjadi
endeperoksida dan seterusnya menjadi zat prostaglandin. Prostaglandin yang
dibentuk ada tiga kelompok yaitu prostaglandin (PG), prostasiklin (PGI2), dan
tromboksan (TXA2, TXB2). Prostaglandin (PG) dapat dibentuk oleh semua
jaringan. Yang terpenting adalah PGE2 dan PGF2 yang berdaya vasodilatasi dan
sehingga terjadi radang dan nyeri. Prostasiklin terutama dibentuk di dinding
pembuluh dan berdaya vasodilatasi. Tromboksan khusus dibentuk dalam
trombosit berdaya vasokonstriksi (antara lain di jantung) (Tjay dan Rahardja,
2002)
Bagian lain dari asam arakhidonat diubah oleh enzim lipooksigenase
menjadi zat leukotrien (LT). LTB4, LTC4, LTD4 dibentuk sebagai hasil dari
metabolisme leukotrien ini. LTE4. LTC4, LTD4 dan LTE4 terutama dibentuk di
eosinofil dan berfungsi sebagai bronkokonsiktor dan meningkatkan permeabilitas
vaskuler. LTB4 khusus di sintesis di makrofag dan neutrofil alveolar, yang bekerja
kemotaksis (merangsang migrasi leukosit). Leukosit yang tertarik oleh leukotrien
menginvasi daerah peradangan dan mengaktifkan banyak gejala radang (Tjay dan
Rahardja,2002; Rang dkk, 2003).
Proses terjadinya inflamasi dapat digambarkan secara sederhana sebagai
berikut :
Gambar 2. Patogenesis dan gejala suatu peradangan (Mutschler, 1991)
Kejadian peradangan secara garis besar cenderung sama, oleh karena itu
reaksi peradangan dapat dipelajari sebagai gejala umum. Mekanisme peradangan
antara lain dapat dilihat pada kejadian hyperimia, ukuran arteriol pengatur aliran
darah dalam kapiler. Dalam keadaan normal, aliran sedemikian rupa sehingga
beberapa kapiler kelihatan kolaps dan lainnya sempit. Pada dilatasi arteriol,
pertambahan volume darah yang mengalir ke dalam kapiler meregangkan dan
menimbulkan perubahan warna menjadi kemerahan yang mencolok pada jaringan,
hal ini merupakan gejala awal dari suatu peradangan (Price dan Wilson, 1992)
Trauma/luka pada sel
Gangguan pada membran sel
Fosfolipid
enzim fosfolipase
Asam arakhidonat Dihambat oleh kortikosteroid
Enzim lipooksigenase enzim siklooksigenase
Dihambat obat AINS (*serupa-aspirin*)
Hidroperoksid Endoperoksid PGG2/PGH
Leukotrien
PGE2, PGF2, PGD2 Prostasiklin
Tromboksan
Prostaglandin merupakan mediator yang paling penting dalam proses
inflamasi. Prostaglandin tidak disimpan secara intraselute, prostaglandin
merupakan hasil pemecahan dari asam arakhidonat oleh enzim fosfolipase sebagai
respon terhadap berbagai rangsangan (Wilmana, 1995).
E. Obat Anti-inflamasi
Secara umum, obat anti-inflamasi berdasarkan mekanisme kerjanya
digolongkan menjadi dua, yaitu obat anti-inflamasi steroid dan obat anti-inflamasi
non steroid. Obat anti-inflamasi golongan steroid memiliki daya anti-inflamasi
kuat yang mekanismenya terutama menghambat pelepasan prostaglandin dari
sel-sel sumbernya. Sedangkan obat anti-inflamasi golongan non steroid (AINS)
bekerja melalui mekanisme lain seperti inhibisi siklooksigenase yang berperan
dalam biosintesis prostaglandin (Anonim, 1991). Golongan kortikosteroid
mempunyai efek samping yang lebih berbahaya pada dosis tinggi dan penggunaan
lama (Tjay dan Rahardja, 2002) sehingga obat-obat Anti-inflamasi Non Steroid
(AINS) memegang peran utama dalam pengobatan radang (Katzung, 2002).
Pengobatan pasien dengan inflamasi mempunyai 2 tujuan utama;
pertama, meringankan rasa nyeri, yang seringkali merupakan gejala awal yang
terlihat dan keluhan utama yang terus-menerus dari pasien; dan kedua
memperlambat atau (dalam teori) membatasi proses perusakan jaringan.
Pengurangan inflamasi dengan obat-obat anti-inflamasi nonsteroid (AINS; nonsteroidal anti-inflamatory drugs = NSAIDs) seringkali berakibat meredanya
Obat anti-inflamasi golongan non steroid (AINS) termasuk suatu
varietas pada agen yang berbeda dalam kelas kimia yang berbeda. Sebagian besar
obat-obat ini mempunyai tiga efek mayor yaitu : efek-anti-inflamasi (dengan
merubah reaksi inflamasi); efek analgesik : (dengan penurunan nyeri yang pasti)
dan efek Antipiretik : (dengan menurunkan temperatur yang meningkat) (Rang
dkk., 2003).
Mekanisme kerja obat anti-inflamasi golongan non steroid (AINS)
untuk sebagian besar berdasarkan hambatan sintesa prostaglandin, dimana kedua
jenis cyclo-oxygenase (COX) diblokir. Obat anti-inflamasi non steroid ideal
hendaknya hanya menghambat COX-2 (peradangan) dan tidak COX-1
(perlindungan mukosa lambung), lagi pula menghambat lipoksigenase
(pembentukan leukotrien) (Tjay dan Rahardja, 2002).
Sebagian besar dari AINS sangat dimetabolisme, beberapa oleh
mekanisme fase I dan fase II dan lainnya hanya oleh glukuronidasi langsung (fase
II). Metabolisme dari sebagian besar AINS berlangsung sebagian melalui enzim
P450 kelompok CYP3A dan CYP2C dalam hati. Sekalipun ekskresi ginjal adalah
rute yang paling penting untuk eliminasi terakhir, hampir semuanya melalui
berbagai tingkat ekskresi empedu dan penyerapan kembali (sirkulasi
enterohepatis). Sebagian besar dari AINS berikatan protein tinggi (≥ 98%),
OBAT AINS
ASAM KARBOKSILAT ASAM ENOLAT
Asam Derivat Asam Derivat Asam Derivat Asam Derivat Derivat
Asetat Salisilat Propionat Fenamat Pirazolon Oksikam
- Aspirin -As. Tiaprofenat -As. Mefenamat - Azapropazon - Piroksikam - Benorilat - Fenbufen - Meklofenamat - Fenilbutazon - Tenoksikam - Diflunisal - Fenoprofen - Oksifenbutazon
- Salsalat - Flurbiprofen
- Ibuprofen
- Ketoprofen
- Naproksen
Derivat Asam Fenilasetat Derivat Asam Asetat-
Inden/indol :
- Diklofenak - Indometasin - Fenklofenak - Sulindak
- Tolmetin
Gambar 4. Obat analgesik anti-inflamasi non steroid (Wilmana, 1995)
Aktivitas anti-inflamasi dari AINS terutama diperantarai melalui
hambatan biosintesis prostaglandin. Berbagai AINS mungkin memiliki
mekanisme kerja tambahan, termasuk hambatan kemotaksis, regulasi rendah
(down-regultion) produksi interleukin-1, penurunan produksi radikal bebas dan
superoksida, dan campur tangan dengan kejadian-kejadian intraseluler yang
diperantarai kalsium (Katzung, 2002).
Selama terapi dengan obat-obat ini, inflamasi dikurangi oleh penurunan
pelepasan mediator-mediator dari granulosit, basofil, dan sel-sel mast. AINS
mengurangi kepekaan diri pembuluh darah terhadap bradikinin dan histamin,
mempengaruhi produksi lymphokine dari limfosit T, dan membalikkan
adalah analgesik, anti-inflamasi, dan antipiretik, dan semua (kecuali agen-agen
selektif COX-2) menghambat agregasi platelet (Katzung, 2002).
Efek samping yang tidak diinginkan dari AINS pada lambung terjadi
karena inhibisi COX-1. Enzim COX-1 bertanggungjawab untuk sintesis
prostaglandin yang berguna untuk menghambat sekresi asam lambung (Rang dkk,
2003). Obat AINS dapat menyebabkan gangguan fungsi ginjal karena
menghambat prostaglandin yang berguna untuk memelihara volume darah yang
mengalir melalui ginjal (perfusi) dan juga menyebabkan agregasi trombosit
dikurangi sehingga masa pendarahan dapat diperpanjang (Tjay dan Rahardja,
2002).
Dari AINS yang sekarang ini bisa didapat, indomethacin dan diclofenac
telah dilaporkan mengurangi sintesis prostaglandin dan leukotrien. Kepentingan
klinis dari selektivitas siklooksigenase-2 (COX-2) sekarang ini sedang diselidiki.
Keefektifan mungkin tidak terpengaruh tetapi keamanan gastrointestinal mungkin
dapat ditingkatkan (Katzung, 2002).
Senyawa-senyawa yang dapat berkhasiat sebagai obat anti-inflamasi
antara lain : senyawa golongan flavonoid, senyawa golongan alkaloid, senyawa
golongan minyak atsiri, senyawa golongan asam fenol, dan tannin. Senyawa
kelompok flavonoid berpotensi menghambat metabolisme asam arakhidonat
F. Natrium Diklofenak
COOH
H N
Cl
Cl
Gambar 5. Struktur diklofenak (Budavari, 2001)
Diklofenak adalah golongan obat non steroid dengan aktivitas analgesia,
anti-infamasi, dan antipiretik. Diklofenak termasuk NSAID yang terkuat daya anti
radang dengan efek samping yang kurang keras dibanding dengan obat
anti-inflamasi non steroid lainnya (indometasin, piroxicam). Obat ini sering digunakan
untuk segala macam nyeri, juga pada migrain dan encok. Secara parentral sangat
efektif untuk menanggulangi nyeri kolik hebat. (Tjay dan Rahardja, 2002).
Diklofenak merupakan penghambat siklooksigenase yang relatif non
selektif, juga mengurangi bioavaibilitas asam arakhidonat. Diklofenak cepat
diserap sesudah pemberian secara oral, tetapi bioavaibilitas sistemiknya hanya
antara 30 – 70% karena metabolisme lintas pertama. Obat ini mempunyai paruh
waktu 1 – 2 jam. Diklofenak dimetabolisme di hati oleh sitokrom P450 lalu
diekskresikan melalui urin (65 %) dan cairan empedu (35%) (Katzung, 2002).
Diklofenak termasuk turunan fenilasetat. Absorbsi obat ini melalui
saluran cerna berlangsung cepat dan lengkap. Obat ini terikat 99% pada protein 25
singkat yaitu 1-3 jam, diklofenak diakumulasi di cairan sinovial yang menjelaskan
efek terapi di sendi lebih lama dari waktu paruh obat tersebut (Wilmana, 1995).
Indikasi dari obat ini untuk pengobatan akut dan kronik gejala-gejala
rheumatid arthritis, ostecarthritis. Kontra indikasi obat ini untuk penderita yang
hipersensitifitas terhadap diklofenak atau menderita asma, urtikaria atau alergi
pada pemberian aspirin atau NSAIDs lainnya, serta penderita tukak lambung.
Efek samping yang sering terjadi pada penggunaan diklofenak adalah terjadinya
nyeri/kram perut, sakit kepala, retensi cairan diare, nausea, konstipasi, flatulen,
indigesti, tukak lambung, pusing, dan ruam (Hardjasaputra, Budipranoto,
Sembiring, dan Kamil, 2002).
G. Metode Uji Anti-inflamasi
Secara umum, model uji inflamasi ada dua, yaitu percobaan secara
invitro dan percobaan secara invivo. Pada percobaan secara invivo dibedakan
menjadi dua sesuai dengan jenis inflamasi, yaitu model inflamasi akut dan kronik.
Inflamasi akut dapat dibuat dengan berbagai cara, yaitu dengan induksi udema
kaki tikus, pembentukan erithrema (respon kemerahan) dan pembentukan
eksudatif inflamasi, sedangkan inflamasi kronis dengan pembentukan granuloma
dan induksi arthritis (Gryglewski, 1977).
1. Percobaan secara invitro
Percobaan secara in vitro berguna untuk mengetahui peran dan
pengaruh substansi-substansi fisiologis seperti histamin, bradikinin,
percobaan invitro ini adalah ikatan reseptor bradikinin-H3, ikatan reseptor
neurokinin, dan uji kemotaksis leukosit polimorfonuklear(Vogel, 2002 ).
2. Percobaan secara invivo
a. Uji eritema atau udema pada telinga hewan pengerat
Metode uji inflamasi (eritema atau udema) pada telinga hewan
pengerat dapat dilakukan dengan menggunakan hewan uji mencit dewasa
dengan berat badan 20 gram dan digunakan untuk pengukuran eritema dan
udema. Untuk uji eritema sebaiknya digunakan mencit putih dan untuk uji
udema digunakan tikus. Iritan yang digunakan untuk membentuk eritema
atau udema antara lain : minyak kroton, ester-ester phorbol terisolasi, asam
arakhidonat dan etil fenil propionate yang masing-masing dilarutkan
dalam aseton. Antagonis yang dipakai adalah ekstrak tumbuhan dan
sebagai antagonis pembanding dapat dipakai indometasin, kuerstin,
hidrokortison, mepiramin, thianizole, atau propanolol. Metode ini diawali
dengan mengelompokkan hewan uji, tiap kelompok terdiri 5 – 7 ekor dan
tiap kelompok mewakili tiap peringkat dosis. Ekstrak tanaman atau bahan
anti radang diberikan pada ujung telinga menggunakan mikropipet 15
menit sebelum diberikan iritan (pada area yang sama). Eritema pada
telinga tikus merupakan percobaan yang paling mudah dilakukan pada
mencit yang mempunyai telinga yang transparan dimana kemerahan akan
terlihat jelas. Selanjutnya, penilaian eritema dilakukan dengan pengamatan
pada telinga mencit. Jika terjadi eritema secara nyata diberi tanda + +,
pemotongan salah satu telinga, kemudian ditimbang dan diukur
ketebalannya (Wiliamson, Okpako, and Evans, 1996).
b. Radang telapak kaki belakang
Pada metode ini induksi udema dilakukan pada kaki hewan
percobaan yaitu tikus jantan atau betina, dengan cara penyuntikan suspensi
karagenin secara subplantar pada telapak kaki kiri bagian belakang..
Ukuran udema kaki diukur dengan alat plestimometer segera setelah
injeksi. Aktivitas anti-inflamasi obat ditunjukkan oleh kemampuannya
mengurangi udema yang diinduksi pada kaki tikus (Vogel, 2002).
c. Uji udema pada kaki tikus atau mencit
Metode lain yang digunakan dalam penelitian uji inflamasi adalah
metode uji udema pada kaki tikus atau mencit. Hewan uji yang dapat
digunakan yaitu tikus dengan berat badan 120 – 180 gram dan mencit.
Bahan peradang yang digunakan adalah karagenin 1 % dalam NaCl 0,9 %
b
/v dengan volume 1 ml untuk tikus dan 0,05 ml untuk mencit. Selain
karagenin dapat juga digunakan capsaicin dalam 10 % etanol atau 10 %
tween 80 atau 0,9 % salin, dextrin 6 % b/v dalam gom akasia 2 % b/v dan
kaolin 5 % yang disuspensikan dalam 0,9 % salin atau 2 % gom akasia.
Tetapi bahan peradang yang sering digunakan adalah karagenin. Metode
ini dilakukan dengan cara hewan uji dibagi dalam kelompok yang
masing-masing kelompok terdiri dari 6-8 hewan uji. Ekstrak tanaman yang diuji
dan antagonis yang dipilih diberikan 1 jam sebelum bahan peradang 10
secara intra peritoneal. Penghambatan udema pada kaki digunakan sebagai
ukuran dari aktivitas anti-inflamasi. Udema dibentuk dengan injeksi
agonis secara subplantar dari kaki kanan belakang. Volume kaki diukur
pada selang waktu selama 1 jam - 5 jam. Udema digambarkan sebagai
peningkatan rata-rata volume kaki secara berarti dibandingkan dengan
kontrol pelarut, penghambatan digambarkan dengan persen peningkatan
atau penurunan volume udema. Pada mencit pengukuran dilakukan dengan
mengorbankan hewan uji lalu memotong kaki belakang pada
pergelangannya, kemudian udema diukur dengan membandingkan volume
kaki yang dibengkakan dengan kaki yang tidak diudemkan (Wiliamson,
dkk, 1996).
d. Uji induksi arthritis pada tikus atau mencit
Metode uji aktivitas anti-inflamasi selanjutnya adalah metode uji
induksi arthritis pada tikus atau mencit. Hewan uji yang digunakan adalah
tikus galur Charles Foster dengan berat badan 120 – 180 gram dan mencit
galur Swiss dengan berat badan 18 – 26 gram. Metode ini dilakukan
dengan mengelompokan hewan uji dari masing-masing kelompok terdiri
dari 5 hewan uji. Tiap kelompok mewakili tiap peringkat dosis. Induksi
arthritis dilakukan dengan menginjeksikan bahan penginduksi arthritis,
biasanya Mycobacterium tuberculosa yang telah dimatikan dan
disuspensikan dalam 0,5 % b/v dalam paraffin cair secara intradermal pada
kaki belakang (0,05 ml untuk tikus dan 0,025 ml untuk mencit). Obat
dilanjutkan selama yang diinginkan selama 28 hari, untuk memberikan
informasi tentang perkembangan arthritis dan pengobatan kronik.
Pengukuran dilakukan ketika terbentuk peradangan (biasanya pada hari
ke-13) menggunakan metode pemindahan seperti pada metode uji
pembentukan udema. Ekstrak tanaman yang diuji disuspensikan dalam
gom akasia atau pelarut lain yang sesuai (Wiliamson dkk., 1996).
e. Uji tes granuloma
Uji tes granuloma juga termasuk salah satu metode uji aktivitas
anti-inflamasi. Metode ini dilakukan dengan menggunakan tikus putih
betina galur wistar yang diinjeksikan pada bagian punggungnya dengan
10-25 ml udara steril dan kemudian diinjeksikan dengan 0,05 ml minyak
kapas pada tempat yang sama sebagai senyawa iritan yang merangsang
pembentukan udema. Pada hari kedua setelah pembentukan kantong, udara
dihampakan. Pada hari keempat, kantung dibuka dan cairan eksudat
disedot, selanjutnya diukur volume cairannya. Model percobaan ini lebih
selektif untuk uji obat anti-inflamasi golongan steroid daripada nonsteroid
(Turner, 1965).
f. Uji permeabilitas vaskuler
Uji permeabilitas vaskuler merupakan metode uji aktivitas
anti-inflamasi. Uji ini digunakan untuk mengevaluasi daya hambat obat
terhadap kenaikan permebealitas vaskuler yang diinduksi oleh substansi
flogistik. Lima ml/kg larutan Evan’s blue 1% diinjeksi secara intravena
senyawa uji secara oral ataupun intraperitonial (i.p.). Tiga puluh menit
kemudian hewan uji dianastesi dengan ether dan diberikan 0,05 ml larutan
senyawa 48/80 0,01 % intrakutan pada 3 tempat baik sisi kiri maupun
ventral. Setelah 90 menit, hewan uji dikurbankan. Kulit abdomen
dihilangkan dan daerah yang terwarnai kemudian diukur (Vogel, 2002).
Penelitian ini dilakukan menggunakan metode inflamasi menurut
Langford, Holmes, dan Emele (1972) yaitu metode inflamasi pada telapak kaki
belakang dengan menggunakan bahan peradang 1 % dan menggunakan hewan uji
mencit galur Swiss. Aktivitas anti-inflamasi dapat dievaluasikan dengan
perubahan bobot kaki pada hewan uji dan dinyatakan sebagai persentase efek
anti-inflamasi, yang dirumuskan sebagai berikut :
Persen (%) respon anti-inflamasi = U
D
U −
x 100%
Dimana U : harga rata-rata berat kaki kelompok karagenin dikurangi rata-rata
berat kaki normal (tanpa perlakuan)
Dimana D : harga rata-rata berat kaki kelompok perlakuan dikurangi rata-rata
berat kaki normal (tanpa perlakuan)
H. Landasan Teori
Inflamasi merupakan respon normal tubuh terhadap luka jaringan yang
disebabkan oleh trauma fisik, zat kimia yang merusak, atau zat-zat mikrobiologik.
Respon tersebut berupa penginaktivasian atau pengrusakan organisme penyerang,
penghilang zat iritan, dan perbaikan jaringan (Mycek , Harvey, dan Champe,
Pada proses peradangan kadang disertai dengan timbulnya rasa nyeri.
Sebab rasa nyeri adalah rangsangan mekanis atau kalor atau pola listrik yang
dapat menimbulkan kerusakan-kerusakan pada jaringan dan melepaskan
mediator-mediator inflamasi. Prostaglandin hanya berperan pada nyeri yang berkaitan
dengan kerusakan jaringan atau inflamasi. Penelitian menunjukan bahwa
prostaglandin menyebabkan sensitisasi reseptor nyeri terhadap mekanis dan
kimiawi. Jadi prostaglandin menimbulkan keadaan hiperalgesia, kemudian
mediator kimiawi seperti bradikinin dan histamin merangsangnya sehingga
menimbulkan nyeri yang nyata (Wilmana, 1995).
Udema yang diinduksi oleh karagenin menunjukan respon dua fase. Fase
pertama diperantarai melalui pelepasan histamin, serotonin, dan bradikinin
sedangkan fase kedua berhubungan dengan pelepasan prostaglandin dan neutrofil
yang menghasilkan radikal bebas, seperti hydrogen peroksida, superoksida, dan
radikal hidroksil (Suleyman, Demircan, Karagoz, Ozta and Suleyman, 2004).
Jamu Pegal Linu® AIR MANCUR komponen penyusun yang
bertanggungjawab terhadap daya anti-inflamasi adalah Curcuma rhizoma. Pada
penelitian Ozaki pada 1990, menemukan bahwa komponen aktif ekstrak metanol
yang mempunyai aktivitas anti-inflamasi adalah germakron. Oei Ban Lian pada
tahun 1998 melakukan penelitian in-vitro aktivitas anti-inflamasi minyak atsiri
rimpang temulawak dengan menggunakan agregasi platelet darah. Dari hasil
penelitiannya diketahui bahwa turmerol, ar-turmeron dan xanthorizol mempunyai
Untuk Jamu Pegal Linu® JAMU JAGO komponen penyusunnya yang
bertanggungjawab terhadap efek daya anti-inflamasi antara lainEucalypti Fructus
(buah kayu putih) yang memiliki khasiat anti-inflamasi, Zingeberis aromaticae
Rhizoma (rimpang lempuyang wangi) yang memiliki khasiat analgesik, radang
sendi dan Zingeberis Rhizoma (rimpang jahe) yang memiliki efek analgesik serta
dikaitkan dengan kandungan senyawanya yang berasa pedas, senyawa ini
mempunyai efek memacu reseptor termoregulasi yang akan mempengaruhi usus
dan sekresi empedu secara reflektoris. Minyak atsiri dan 6-gingerol serta
10-gingerol merupakan senyawa yang bertanggung jawab terhadap efek kolagoga
jahe, disamping itu 6-gingerol, 6-gingerdion, dan 10-gingerdion mempunyai efek
menghambat biosintesis prostaglandin. Cara kerja efek anti-inflamasi dari jahe ini,
yaitu dengan menghambat aktivitas enzim siklooksigenase dan lipooksigenase
sehingga menyebabkan penurunan jumlah prostaglandin dan juga leukotrien, yang
merupakan substitusi penyebab terjadinya inflamasi. Selain aktivitas diatas,
gingerol dan minyak atsiri dari jahe ini mempunyai efek protektif terhadap
lambung. Karena itu pada pemakaian jangka panjang tidak akan menyebabkan
iritasi lambung.
Gejala nyeri dan inflamasi sendi sering disebut juga pegal linu. Jamu
pegal linu merupakan salah satu jamu yang banyak beredar di masyarakat, sesuai
dengan khasiatnya, umumnya jamu ini mempunyai kegunaan atau khasiat
menghilangkan pegal linu, nyeri otot dan tulang, memperlancar peredaran darah,
memperkuat daya tahan tubuh, dan menghilangkan sakit seluruh badan.
produk jamu pegal linu, maka khasiat pegal linu dapat diartikan adanya khasiat
anti-inflamasi.
I. Hipotesis
Jamu Pegal Linu® AIR MANCUR dan Jamu Pegal Linu® JAMU JAGO
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis dan Rancangan Penelitian
Penelitian ini termasuk jenis penelitian eksperimental murni dengan
rancangan acak lengkap pola searah.
B. Metode Uji Daya Anti - Inflamasi
Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode induksi
udema oleh Langford, Holmes, dan Emele (1972) yang telah dimodifikasi. Prinsip
dari metode ini yaitu aktivitas anti-inflamasi ditandai dengan penurunan bobot
udema.
C. Variabel Penelitian
Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
1. Variabel Utama
a. Variabel bebas
Variabel bebas dalam penelitian ini adalah dosis dari Jamu Pegal
Linu® AIR MANCUR dan dosis Jamu Pegal Linu® JAMU JAGO yang
beredar di masyarakat.
b. Variabel tergantung
Variabel tergantung dari penelitian ini adalah bobot udema kaki
2. Variabel Pengacau
a. Variabel pengacau terkendali meliputi :
1) Jenis kelamin mencit : jantan
2) Umur mencit : 2,0 – 3,0 bulan
3) Berat badan mencit : 20 – 30 g
4) Galur mencit : Swiss
b. Variabel pengacau tak terkendali meliputi :
1) Kondisi fisiologi dan patologi hewan uji
2) Komplikasi penyakit hewan uji
D. Definisi Operasional 1. Jamu pegal linu
Jamu Pegal Linu® AIR MANCUR adalah jamu kemasan dalam
bentuk serbuk yang mempunyai komposisi : Piperis nigris Fructus 4 %,
Coptici Fructus 4 %,Boesenbergiae Rhizoma 8 %, Curcumae Rhizoma 20 %,
Curcumae Domestica Rhizoma 20 %, Zingiberis aromaticae Rhizoma 4 %,
Languatis Rhizoma 20 %, Corrigents 20 % dan Jamu Pegal Linu® JAMU
JAGO adalah jamu kemasan dalam bentuk serbuk yang mempunyai
komposisi : Retrofracti Fructus 8 %, Eucalypti Fructus 12 %, Zingiberis
aromaticae Rhizoma 12 %, Zingiberis Rhizoma 12 %, Curcumae Rhizoma 8%
dan bahan-bahan lain hingga 100 %. Kedua jamu ini harus diseduh dengan air
air dingin kurang lebih selama dua menit, lalu diberikan kepada mencit secara
per oral.
2. Uji daya anti-inflamasi
Uji daya anti-inflamasi adalah uji dengan menggunakan mencit jantan
galur swiss sebagai hewan uji yang diradangkan telapak kaki kirinya, dan
diukur bobot kakinya dengan cara memotong kedua kaki belakang mencit,
kemudian ditimbang dan dibandingkan dengan kelompok kontrol negatif
karagenin 1 % subplantar.
3. Perlakuan hewan uji
Hewan uji (mencit) diberi perlakuan berupa pemberian Jamu Pegal
Linu® secara per oral dengan dosis yang telah ditentukan pada masing-masing
kelompok perlakuan, kemudian dilakukan uji daya anti-inflamasi, yaitu : pada
selang waktu tertentu diradangkan telapak kaki kirinya dan dipotong kaki
belakang mencit pada selang waktu tertentu juga, lalu diukur bobot kakinya
dan dihitung persentase daya anti-inflamasinya.
E. Subyek dan Bahan Penelitian 1. Subyek uji
Subyek uji yang digunakan berupa mencit putih dengan spesifikasi :
galur Swiss, berat badan antara 20 – 30 gram, umur antara 2 – 3 bulan, jenis
2. Bahan penelitian a. Bahan uji
Bahan uji yang digunakan dalam penelitian ini adalah Pegal Linu®
AIR MANCURdan Jamu Pegal Linu® JAMU JAGO.
b. Bahan uji farmakologi
Bahan uji farmakologi yang digunakan dalam penelitian ini yaitu :
1) Zat peradang (inflamatogen) : karagenin tipe I (Sigma Chemical Co.)
yang diperoleh dari Laboratorium Farmakologi dan Toksikologi,
Fakultas Farmasi, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.
2) Pensuspensi karagenin : NaCl fisiologis 0,9%.
3) Kontrol positif : diklofenak – Na (BP 98), (Wenzhou Pharmaceutical
Factory).
4) Pelarut : aquadest produksi Laboratorium Kimia Organik, Fakultas
Farmasi, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
F. Alat Penelitian
Alat-alat yang digunakan meliputi :
1. Alat-alat gelas : pipet tetes, batang pengaduk, beaker glass, pipet volume, labu
takar. Alat-alat gelas yang digunakan bermerk Pyrek Iwaki Glass, Japan.
2. Gunting dan pinset
3. Neraca analitik Mettler Toledo tipe AB 204 Germany.
5. Alat pemberi peroral berupa jarum suntik (0,1 – 1,0 ml) ) yang ujungnya
diberi bola kecil dengan lubang ditengahnya, sehingga tidak melukai hewan
uji.
G. Tata Cara Penelitian 1. Penyiapan bahan uji
a. Pembuatan seduhan Jamu Pegal linu®
Seduhan jamu dibuat dengan cara menimbang 10 gram jamu
pegal linu® serbuk kemudian ditambah aquadest mendidih sampai
volumenya 100 ml, sehingga diperoleh konsentrasi 0,1 gram/ml.
b. Pembuatan larutan karagenin
Menurut Wiliamson, Okpako, dan Evans (1996), 0,05 ml larutan
karagenin 1 % yang dilarutkan dalam 0,9 % NaCl fisiologis digunakan
sebagai bahan pembuat radang pada mencit. Larutan karagenin 1 % dibuat
dengan cara melarutkan 100 mg ke dalam NaCl fisiologis 0,9 % hingga
volume 10 ml. Perhitungan dosis karagenin dengan mengasumsikan
volume pemberian 0,05 ml dan BB mencit 20 g adalah sebagai berikut :
Dosis karagenin =
kg
ml mg x
02 , 0
10 / 100 05 , 0
c. Pembuatan larutan natrium diklofenak
Larutan diklofenak dibuat dengan cara menimbang 12,5 mg
natrium diklofenak serbuk kemudian ditambah aquadest sampai
volumenya 25 ml, sehingga diperoleh konsentrasi 0,5 mg/ml.
2. Orientasi dan Penetapan Dosis
a. Penetapan dosis suspensi karagenin
Menurut Williamson (1996), konsentrasi karagenin yang digunakan pada
mencit adalah 1% dengan volume 0,05 ml. 0,05 ml karagenin 1% adalah
volume pemberian untuk mencit dengan berat 20 gram sehingga dosis bisa
dicari dengan rumus: V ml =
b. Penetapan dosis natrium diklofenak
Dosis natrium diklofenak yang digunakan sebagai dosis orientasi
adalah 9,75; 10,795; dan 11,95 mg/kgBB. Dosis ini diperoleh berdasarkan
penelitian Handani (2002) dengan cara perhitungan: