• Tidak ada hasil yang ditemukan

Uji efek dan perbandingan daya anti-inflamasi jamu Pegal Linu Sido Muncul dan jamu Prolinu Air Mancur pada mencit jantan dengan metode Langford dkk., yang dimodifikasi - USD Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Uji efek dan perbandingan daya anti-inflamasi jamu Pegal Linu Sido Muncul dan jamu Prolinu Air Mancur pada mencit jantan dengan metode Langford dkk., yang dimodifikasi - USD Repository"

Copied!
94
0
0

Teks penuh

(1)

UJI EFEK DAN PERBANDINGAN DAYA ANTI-INFLAMASI PRODUK JAMU PEGAL LINU® SIDO MUNCUL DAN JAMU PROLINU® AIR MANCUR PADA MENCIT JANTAN DENGAN

METODE LANGFORD dkk. YANG DIMODIFIKASI

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S. Farm.)

Program Studi Ilmu Farmasi

Oleh:

Anggara Eka Nugraha NIM : 038114130

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

(2)
(3)
(4)
(5)

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala berkat dan pertolongan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Uji Efek dan Perbandingan Daya Anti-Inflamasi Produk Jamu Pegal Linu® Sido Muncul dan Jamu Prolinu® Air Mancur pada Mencit Jantan dengan Metode Langford dkk. yang Dimodifikasi. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

Dalam penelitian dan penyusunan skripsi ini tentunya tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Ibu Rita Suhadi, M.Si., Apt. selaku dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma

2. Bapak Yosef Wijoyo, M.Si., Apt., selaku dosen pembimbing yang telah bersedia membimbing, mengoreksi dan memberi saran mulai dari awal persiapan hingga akhir penyusunan skripsi ini.

3. Drs. Mulyono, Apt., selaku dosen penguji yang bersedia memberikan saran dan kritik selama penyusunan skripsi.

4. Erna Tri Wulandari, M.Si., Apt., selaku dosen penguji yang bersedia memberikan saran dan kritik selama penyusunan skripsi.

(6)

6. Papa dan Mama, atas semua doa, perhatian, sayang, usaha dan jerih payah yang telah diberikan kepada penulis, sehingga penulis dapat meyelesaikan skripsi ini dengan baik.

7. Kakakku Evie Christanti Oktarina, adik-adikku Anggun Amalia Margita, dan Orchida Vidia Nadira, terima kasih selalu memberi semangat dan doa selama penulis menjalani masa perkuliahan.

8. Seluruh staff karyawan dan pengajar Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

9. Paulus Surya Dwi Ariatma dan B. Gallaeh Rama Erga Satria (bersama penulis membentuk tim bernama de’ Boedjang Linoe), yang telah berjuang bersama penulis dalam penyusunan skripsi ini yang merupakan syarat penulis untuk mendapakan gelar Sarjana Farmasi. Pengalaman penuh suka duka, susah senang yang telah kami alami semoga menghasilkan sesuatu yang berarti dan terbaik bagi kami.

10. Laboran dan karyawan laboratorium lantai dua, Mas Heru, Mas Parjiman, Mas Kayat, dan Mas Yuwono. Terima kasih atas kerja sama, bantuan, dan waktu yang telah diberikan kepada kami dalam proses pengambilan data yang diperlukan dalam skripsi ini.

(7)

12. Rini, seseorang yang telah memberikan sayangnya, perhatiannya, dan semangatnya kepada penulis serta dukungan dan bantuan dalam penyusunan skripsi ini.

13. Pom-pom Boys kelas C angkatan 2003 (”TotoYanK”) untuk pengalaman dan kegilaan yang pernah kita alami. Untuk Tirza, Rinto, Indah, Fitri, Rini dan Henny, terima kasih atas bantuan dalam mengoreksi skripsi ini.

14. Teman-teman angkatan 2003 dan rekan-rekan seperjuangan di laboratorium lantai dua Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma, yang telah menemani dan membantu kami dan untuk Momon terima kasih atas bantuannya sebagai penyedia mencit sehingga penelitian ini dapat berjalan dengan lancar.

15. Warga kost Sweet Blue Banana 21, yang telah memberi semangat dan untuk Seno Wijanarko terima kasih atas peminjaman printernya selama proses penyusunan skripsi ini.

16. Serta semua pihak yang telah membantu dan tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu.

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan skripsi ini. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran dari berbagai pihak. Akhirnya besar harapan penulis semoga hasil penelitian ini bermanfaat bagi perkembangan ilmu farmasi

Yogyakarta,...2007 Penulis,

(8)
(9)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

PRAKATA ... v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... viii

DAFTAR ISI ... ix

E. Bahan-Bahan yang Terkandung Dalam Sampel Jamu ... 17

F. Metode Uji Anti-Inflamasi ... 21

G. Landasan Teori ………. 26

(10)

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN ... 28

A. Jenis dan Rancangan Penelitian ……….. 28

B. Metode Uji Daya Anti – Inflamasi ... 28

C. Variabel Penelitian ……….. 28

D. Definisi Operasional ……… 29

1. Jamu Pegal Linu ……… 29

2. Uji Daya Anti-Inflamasi ... 30

E. Subyek dan Bahan Penelitian ……….. 30

1. Subyek Uji ……….… 30

2. Bahan Penelitian ... 31

F. Alat Penelitian ... 31

G. Tata Cara Penelitian ………... 32

1. Penyiapan Bahan Uji ………..… 32

2. Orientasi dan Penetapan Dosis ……….……..… 33

3. Perlakuan pada Hewan Uji ………. 36

4. Perhitungan Respon Daya Anti-Inflamasi ………. 38

5. Perhitungan Potensi Relatif Daya Anti-Inflamasi …………..…… 38

H. Tata Cara Analisis Hasil ……… 38

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ………. 39

A. Hasil Pemilihan Produk Jamu Pegal Linu ...……… 39

B. Hasil Orientasi Percobaan ……….. 40

1. Orientasi selang waktu pemotongan kaki ………. 40

(11)

3. Orientasi selang waktu pemberiam natrium diklofenak …………. 44

C. Perlakuan Pada Hewan Uji ……….. 47

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ……… 57

A. Kesimpulan ……….. 57

B. Saran ……….… 57

DAFTAR PUSTAKA ……… 58

LAMPIRAN ……… 61

(12)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel I. Perbandingan komponen bahan-bahan penyusun produk jamu

Pegal Linu® Sido Muncul dan produk jamu Prolinu® Air Mancur ... 21 Tabel II. Rangkuman rata-rata bobot udema kaki mencit pada orientasi

selang waktu pemotongan kaki dan hasil uji Scheffe ... 41 Tabel III. Rangkuman rata-rata bobot udema kaki mencit pada orientasi

dosis efektif natrium diklofenak ... 43 Tabel IV. Rangkuman rata-rata bobot udema kaki mencit pada orientasi

selang waktu pemberian natrium diklofenak dosis 11,95 mg/kgBB dan uji Scheffe ... 46 Tabel V. Rangkuman rata-rata persen (%) daya anti-inflamasi setelah

(13)

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 1. Biosintesis Prostaglandin ………. 12 Gambar 2. Patogenesis dan gejala suatu peradangan ……… 13 Gambar 3. Struktur kimia diklofenak ... 16 Gambar 4. Grafik rata-rata bobot udema kaki mencit setelah injeksi

karagenin 1 % pada rentang waktu tertentu ………. 40 Gambar 5. Grafik batang rata-rata bobot udema kaki mencit akibat

injeksi karagenin 1 % setelah pemberian natrium diklofenak dalam 3 peringkat dosis ……….. 43 Gambar 6. Grafik rata-rata bobot udema kaki mencit setelah

pemberian natrium diklofenak dosis efektif pada selang

waktu tertentu ……… 45

(14)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman Lampiran 1. Produk Jamu Pegal Linu Sido Muncul® dan produk Jamu

Prolinu® Air Mancur………. 61 Lampiran 2. Sertifikat analisis natrium diklofenak ... 62 Lampiran 3. Skema kerja pada kelompok perlakuan ……… 63 Lampiran 4. Data bobot udema kaki mencit pada orientasi selang waktu

pemotongan kaki mencit ………... 64 Lampiran 5. Data bobot udema kaki mencit pada orientasi dosis efektif

natrium diklofenak ……… 64 Lampiran 6. Data bobot udema kaki mencit pada orientasi selang waktu

pemberian natrium diklofenak ……….. 65 Lampiran 7. Data persen (%) daya anti-inflamasi kelompok perlakuan ... 66 Lampiran 8. Contoh perhitungan persen (%) daya anti-inflamasi ……… 66 Lampiran 9. Hasil Anava satu arah dengan taraf kepercayaan 95 % data

orientasi selang waktu pemotongan kaki mencit beserta uji

Scheffe ……….. 67

Lampiran 10.Hasil Anava satu arah dengan taraf kepercayaan 95 % data

orientasi dosis natrium diklofenak beserta uji Scheffe ……. 69 Lampiran 11. Hasil Anava satu arah dengan taraf kepercayaan 95 % data

orientasi selang waktu pemberian natrium diklofenak dosis

(15)
(16)

INTISARI

Jamu pegal linu telah dikenal sebagai obat alternatif oleh masyarakat Indonesia untuk menyembuhkan pegal-pegal dan linu seluruh tubuh. Pegal dan linu merupakan salah satu gejala terjadinya inflamasi. Sehingga jamu Pegal Linu® Sido Muncul dan jamu Prolinu® Air Mancur diharapkan memiliki efek anti-inflamasi.

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental murni dengan rancangan acak lengkap pola searah. Metode yang digunakan adalah metode Langford yang telah dimodifikasi, yaitu induksi udema pada kaki hewan uji dengan karagenin 1 % subplantar dengan hewan uji mencit jantan. Mencit dibagi menjadi 8 kelompok secara acak, dua kelompok yaitu kelompok I (kontrol negatif) hanya diberi aquadest secara per oral, kelompok II (kontrol positif) diberi natrium diklofenak dosis 11,95 mg/kg BB secara per oral. Untuk kelompok perlakuan Jamu Pegal Linu® Sido Munculdan Jamu Prolinu® Air Mancur masing-masing dibagi dalam 3 peringkat dosis (637; 1274; dan 2548 mg/kg BB). Aktivitas anti-inflamasi pada metode Langford dkk. yang telah dimodifikasi (1972), dievaluasi dengan perubahan bobot kaki mencit yang dinyatakan sebagai persen daya anti-inflamasi. Persen (%) daya anti-inflamasi yang diperoleh kemudian dianalisis secara statistik dengan Anova Satu Arah, dilanjutkan uji Scheffe dengan taraf kepercayaan 95 %.

Hasil yang diperoleh adalah persen (%) daya anti-inflamasi (% DA ± SE). Kelompok kontrol negatif 0,661 ± 4,597; kontrol positif 56,25 ± 2,713; Jamu Pegal Linu® Sido Muncul dosis 637;1274; 2548 mg/kg BB berturut-turut adalah 29,98 ± 7,237; 26,15 ± 6,482; 30,40 ± 6,744; dan Jamu Prolinu® Air Mancur dosis 637; 1274; 2548 mg/kg BB berturut-turut adalah 40,43 ± 9,142; 26,15 ± 9,173; 27,74 ± 5,877. Jamu Pegal Linu® Sido Muncul dan jamu Prolinu® Air Mancur memiliki efek anti-inflamasi. Kelompok perlakuan jamu Prolinu® Air Mancur dosis 637 mg/kg BB memiliki daya anti-inflamasi paling baik.

(17)

ABSTRACT

Jamu pegal linu has been known as an alternative medicine. People in Indonesia use it to cure ’pegal-pegal and linu’. ’Pegal and linu’ is one of symptoms that happen in inflammation. Jamu Pegal Linu® Sido Munculand jamu Prolinu®are expected have an anti-inflammatory effect.

The study was pure experimental research, arranged in complete randomized-design. Modificated Langford et al.method which induction animal leg-edema by carragheenin 1 % subplantar is used in this study. Male mices divided become 8 groups at randomized. Two of them are control groups that consist of negative control by aquadest and positive control by diclofenac sodium 11,95 mg/kg BW. The others are treatment group for jamu Pegal Linu® Sido Muncul and jamu Prolinu® Air Mancur, each divided 3 level doses (637; 1274; and 2548 mg/kg BW). Anti-inflammatory activity on modificated Langford et. al., method (1972), evaluated by leg-weight change data shown as percentage anti-inflammatory potency. Percentage anti-inflammatory potency afterward was analyzed by One Way Variant Statistics at 95 % confidence and followed by Scheffe-test.

The study result showed that percentage anti-inflammatory potency (% DA ± SE). Negative control group 0,661 ± 4,597; positive control 56,25 ± 2,713; jamu Pegal Linu® Sido Muncul dose 637; 1274; 2548 mg/kg BW continuously are 29,98 ± 7,237; 26,15 ± 6,482; 30,40 ± 6,744; and jamu Prolinu® Air Mancur dose 637; 1274; 2548 mg/kg BW continuously are 40,43 ± 9,142; 26,15 ± 9,173; 27,74 ± 5,877. Jamu Pegal Linu® Sido Munculand jamu Prolinu® Air Mancur have an anti-inflammatory effect. Jamu Prolinu® Air Mancur dose 637 mg/kg BW has the best anti-inflammatory potency.

(18)

BAB I

PENGANTAR

A. Latar Belakang

Obat tradisional telah dikenal secara turun menurun dan digunakan oleh masyarakat untuk memenuhi kebutuhan akan kesehatan. Pemanfaatan obat tradisional pada umumnya lebih diutamakan sebagai upaya menjaga kesehatan atau preventif meskipun ada pula upaya sebagai pengobatan suatu penyakit. Dengan semakin berkembangnya obat tradisional, ditambah dengan gema kembali ke alam, telah meningkatkan popularitas obat tradisional. Hal ini terbukti dari semakin banyaknya industri jamu dan industri farmasi yang memproduksi obat tradisional untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.

(19)

Semakin bertambah banyaknya perusahaan jamu yang memproduksi jamu yang sama tentu tidak terlepas dari persaingan untuk mendapatkan legitimasi dari masyarakat, disamping untuk memperoleh keuntungan yang sebesar-besarnya bagi perusahaan yang bersangkutan. Hal ini dapat juga menjadi suatu keuntungan sekaligus suatu kerugian bagi masyarakat. Semakin banyaknya produk yang sejenis dalam berbagai merk yang beredar di pasaran, masyarakat mempunyai banyak pilihan. Akan tetapi produk-produk tersebut belum tentu memberikan efektivitas terapi yang sama.

Salah satu produk jamu yang paling banyak diminati di pasaran adalah jamu pegal linu. Jamu pegal linu diproduksi dari tumbuh-tumbuhan tertentu yang berkhasiat antara lain sebagai obat pegal linu, nyeri otot dan tulang, memperlancar peredaran darah, memperkuat daya tahan tubuh, dan menghilangkan sakit seluruh badan.

Inflamasi merupakan respon bila sel-sel atau jaringan tubuh mengalami cedera atau mati. Inflamasi biasanya disertai gejala-gejala yang menimbulkan rasa tidak nyaman yaitu kemerahan (rubor), panas meningkat (calor), pembengkakan (tumor), nyeri (dolor), dan gangguan fungsi (functio laesa) (Price dan Wilson, 1992).

(20)

diatas seperti minyak atsiri dan flavonoid. Sehingga diharapkan jamu pegal linu dapat memberikan efek anti-inflamasi

Metode Langford dkk (1972) yang telah dimodifikasi merupakan metode skrining awal untuk uji efek anti-inflamasi. Alasan menggunakan metode ini adalah metode ini memiliki kevalidan yang cukup baik, sederhana dalam proses perlakuan, pengamatan, pengukuran, instrumen yang digunakan, hingga pengolahan datanya.

(21)

B. Permasalahan

Berdasarkan latar belakang yang telah dijabarkan diatas, terlihat beberapa permasalahan yang perlu diteliti. Permasalahan tersebut adalah:

a. Apakah jamu Pegal Linu® Sido Muncul dan jamu Prolinu® Air Mancur mempunyai efek anti-inflamasi?

b. Apakah dosis terapi yang tercantum dalam masing-masing kemasan produk jamu pegal linu merupakan dosis yang terbaik?

c. Manakah dari kedua produk jamu pegal linu yang memiliki daya anti-inflamasi paling baik?

C. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memperkaya ilmu pengetahuan dalam kefarmasian, terutama dalam bidang farmakologi.

2. Manfaat Praktis

(22)

D. Keaslian Penelitian

Penelitian mengenai daya anti-inflamasi dari bahan tumbuhan dan bahan kimia sudah banyak dilakukan. Tetapi penelitian mengenai uji efek dan perbandingan daya anti-inflamasi dengan menggunakan produk-produk jamu pegal linu sepengetahuan penulis belum pernah dilakukan di Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

E. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan :

a. Untuk membuktikan bahwa jamu Pegal Linu® Sido Munculdan jamu Prolinu® Air Mancur mempunyai efek anti inflamasi.

b. Untuk mengetahui dosis terbaik dari jamu Pegal Linu® Sido Munculdan jamu Prolinu® Air Mancur.

(23)

BAB II

PENELAAHAN PUSTAKA

A. Obat Tradisional/jamu

Keberadaan dan manfaat obat tradisional menggunakan jamu telah dikukuhkan oleh Departemen Kesehatan Republik Indonesia, melalui Undang-Undang No. 23 tahun 1992 tentang Kesehatan menyatakan sebagai berikut : bahwa obat tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan sarian (galenik) atau campuran dari bahan tersebut yang secara turun-temurun telah digunakan untuk pengobatan berdasarkan pengalaman. (Anonim, 2005)

Bila dibandingkan obat-obat modern, obat tradisional memiliki beberapa kelebihan, antara lain : efek sampingnya relatif rendah, dalam suatu ramuan dengan komponen berbeda memiliki efek saling mendukung, pada satu tanaman memiliki lebih dari satu efek farmakologi serta lebih sesuai untuk penyakit-penyakit metabolik dan degeneratif (Katno dan Pramono, 2007).

(24)

dengan pendekatan-pendekatan tertentu, sehingga ditemukan bentuk obat tradisional yang telah teruji khasiat dan keamanannya, bisa dipertanggungjawabkan secara ilmiah serta memenuhi indikasi medis; yaitu kelompok obat fitoterapi atau fitofarmaka Akan tetapi untuk melaju sampai ke produk fitofarmaka, tentu melalui beberapa tahap (uji farmakologi, toksisitas dan uji klinik) hingga bisa menjawab dan mengatasi berbagai kelemahan tersebut (Katno dan Pramono, 2007).

Berdasarkan Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia nomor: HK.00.05.4-2411 Tahun 2004 tentang ketentuan pokok pengelompokan dan penandaan obat bahan alam Indonesia, obat bahan alam Indonesia dikelompokkan berdasarkan cara pembuatan serta jenis klaim penggunaan dan tingkat pembuktian khasiat, secara berjenjang menjadi: jamu; obat herbal terstandar; dan fitofarmaka. Dimana pengertian jamu adalah obat tradisional Indonesia; obat herbal terstandar adalah sediaan obat bahan alam yang telah dibuktikan keamanan dan khasiatnya secara ilmiah dengan uji praklinik dan bahan bakunya telah di standarisasi dan fitofarmaka adalah sediaan obat bahan alam yang telah dibuktikan keamanan dan khasiatnya secara ilmiah dengan uji praklinik dan uji klinik, bahan baku dan produk jadinya telah di standarisasi (Anonim, 2005).

(25)

disusun dari berbagai tanaman obat yang jumlahnya cukup banyak, berkisar antara 5-10 macam bahkan lebih. Bentuk jamu tidak memerlukan pembuktian ilmiah sampai dengan klinis, tetapi cukup dengan bukti empiris. Jamu yang telah digunakan secara turun-menurun selama berpuluh-puluh tahun bahkan mungkin ratusan tahun, telah membuktikan keamanan dan manfaat secara langsung untuk tujuan kesehatan tertentu (Handayani dan Suharmiati, 2002)

Senyawa-senyawa yang dapat berkhasiat sebagai obat anti-inflamasi antara lain : senyawa golongan flavonoid, senyawa golongan alkaloid, senyawa golongan minyak atsiri, senyawa golongan asam fenol, dan tanin (Duweijua dan Zetlin, 1993).

Jamu pegal linu adalah salah satu jamu yang cukup dikenal dan sering digunakan dimasyarakat akhir-akhir ini. Biasanya berkhasiat menghilangkan pegal linu, nyeri otot dan tulang, memperlancar peredaran darah, memperkuat daya tahan tubuh, dan menghilangkan sakit seluruh badan (Winarno dan Sundari, 1996).

B. Inflamasi

(26)

Inflamasi secara umum dibagi dalam 3 fase, yakni : inflamasi akut, respon imun, dan inflamasi kronis. Inflamasi akut merupakan respon awal terhadap cedera jaringan; hal tersebut terjadi melalui mekanisme pelepasan mediator kimia dan pada umumnya didahului oleh pembentukan respon imun. Respon imun terjadi bila sejumlah sel yang mampu menimbulkan kekebalan diaktifkan untuk merespon organisme asing yang terlepas selama respon terhadap inflamasi akut serta kronis. Akibat dari respon imun bagi hospes mungkin menguntungkan, sebab organisme penyerang difagositosis atau dinetralisir, sebaliknya akibat tersebut juga dapat merusak bila menjurus pada inflamasi kronis tanpa penguraian dari proses cedera yang mendasarinya. Inflamasi kronis melibatkan keluarnya sejumlah mediator yang tidak menonjol dalam respon akut seperti interferon, PDGF (platelet-derived growth factor) serta interleukin-1,2,3. Salah satu kondisi yang paling penting yang melibatkan mediator-mediator ini ialah artritis reumatoid, dimana inflamasi kronis menyebabkan sakit dan kerusakan pada tulang dan tulang rawan yang bisa menjurus kepada ketidakmampuan untuk bergerak dimana terjadi perubahan-perubahan sistemik yang bisa memperpendek umur (Katzung, 2001).

Gejala reaksi radang yang dapat diamati :

(27)

penuh dengan darah. Keadaan ini yang dinamakan hiperemia atau kongesti, menyebabkan warna merah lokal karena peradangaan akut (Price dan Wilson, 1992).

2. Kalor atau panas, terjadi bersamaan dengan kemerahan dari reaksi peradangan akut. Sebenarnya, panas merupakan sifat reaksi peradangan yang hanya terjadi pada permukaan tubuh, yang dalam keadaan normal lebih dingin dari 370 C, yaitu suhu dalam tubuh. Daerah peradangan pada kulit menjadi lebih panas dari sekelilingnya, sebab darah (pada suhu 370 C) yang disalurkan tubuh ke permukaan daerah yang terkena lebih banyak daripada yang disalurkan ke daerah normal (Price dan Wilson, 1992).

3. Dolor atau rasa sakit, dari reaksi peradangan ditimbulkan melalui berbagai cara. Perubahan pH lokal atau konsentrasi lokal ion-ion tertentu dapat merangsang ujung-ujung saraf. Hal yang sama, pengeluaran zat kimia tertentu seperti histamin atau zat bioaktif lainnya dapat merangsang saraf. Selain itu, pembengkakan jaringan yang meradang mengakibatkan peningkatan tekanan lokal yang tanpa diragukan lagi dapat menimbulkan rasa saki (Price dan Wilson, 1992).

(28)

5. Fungsio laesa atau perubahan fungsi adalah reaksi peradangan dimana terdapat nyeri disertai sirkulasi abnormal, dan lingkungan kimiawi lokal yang abnormal, berfungsi secara abnormal (Price dan Wilson, 1992).

Gejala-gejala ini merupakan akibat dari gangguan aliran darah yang terjadi akibat kerusakan jaringan dalam pembuluh pengalir terminal, gangguan keluarnya plasma darah (eksudasi) ke dalam ruang ekstra sel akibat meningkatnya ketelapan kapiler dan perangsangan reseptor nyeri. Reaksi ini dapat disebabkan oleh pembebasan bahan-bahan mediator (histamin, serotonin, prostaglandin, kinin) (Mutschler, 1986).

Penyebab inflamasi banyak sekali dan beraneka ragam, dan penting sekali untuk diketahui bahwa inflamasi dan infeksi itu tidak sinonim. Yang dimaksud dengan infeksi adalah adanya mikroorganisme hidup dalam jaringan. Infeksi ini hanya merupakan salah satu penyebab dari inflamasi. Inflamasi dapat terjadi dengan mudah pada keadaan steril sempurna, seperti sewaktu sebagian jaringan mati karena hilangnya suplai darah (Price dan Wilson, 1992). Pengaruh yang sifatnya merusak sel sering juga disebut noksi. Noksi dapat berupa noksi kimia (obat-obatan), noksi fisika (panas atau dingin yang berlebihan, radiasi, benturan), serta infeksi dengan mikroorganisme atau parasit (Mutschler, 1986).

(29)

Trauma/luka pada sel Gangguan pada membran sel

Fosfolipid

Dihambat kortikosteroid enzim fosfolipase

Asam arakhidonat

Enzim lipooksigenase enzim siklooksigenase Dihambat obat AINS

(*serupa aspirin*)

Hidroperoksid Endoperoksid

PGG2/PGH

Leukotrien

PGE2, PGF2, PGD2 Prostasiklin Tromboksan

Gambar 1. Biosintesis Prostagalandin (Wilmana, 1995)

(30)

Secara lebih sederhana, proses terjadinya inflamasi dapat digambarkan sebagai berikut :

Kerusakan sel

Pembebasan bahan mediator

Eksudasi Perangsangan Reseptor nyeri Gangguan

Sirkulasi lokal

Panas Eksudasi Gangguan fungsi

Proliferasi Seluler Emigrasi Leukosit

Nyeri Pemerahan

Noksius

Gambar 2. Patogenesis dan gejala suatu peradangan (Mutschler, 1986) Pada proses peradangan terjadi pembentukan dan atau pengeluaran zat-zat kimia di dalam tubuh yang dinamakan mediator. Mediator ini merupakan aspek penting dalam proses peradangan. Mediator yang dikenal pada proses inflamasi dapat digolongkan ke dalam kelompok amina vasoaktif, substansi yang dihasilkan oleh sistem enzim plasma, metabolit asam arakhidonat, dan berbagai macam produk sel (Price dan Wilson, 1992).

(31)

arakidonat merupakan mediator peradangan yang paling penting. Asam arakidonat berasal dari banyak fosfolipid diaktifkan oleh cedera. Asam Arakidonat dapat dimetabolisasikan dalam dua jalur yang berbeda, yakni jalur siklooksigenase dan jalur lipoksigenase yang menghasilkan sejumlah prostaglandin, tromboksan, dan leukotrien. Selain itu, sejumlah substansi yang dihasilkan oleh sel, memiliki sifat-sifat yang juga penting dalam peradangan (Price dan Wilson, 1992).

C. Obat Anti-Inflamasi

Pengobatan pasien dengan inflamasi mempunyai 2 tujuan utama; pertama, meringankan rasa nyeri, yang seringkali merupakan gejala awal yang terlihat dan keluhan utama yang terus-menerus dari pasien; dan kedua memperlambat atau (dalam teori) membatasi proses perusakan jaringan. Pengurangan inflamasi dengan obat-obat anti-inflamasi nonsteroid (AINS;

nonsteroidal anti-inflamatory drugs = NSAIDs) seringkali berakibat meredanya rasa nyeri selama periode yang bermakna (Katzung, 2002).

(32)

AINS memiliki tiga efek utama yaitu : efek anti-inflamasi yaitu dengan merubah reaksi inflamasi; efek analgesik yaitu dengan menghilangkan rasa nyeri; dan efek antipiretik yaitu dengan menurunkan temperatur tubuh (Rang, Dale, Ritter, dan Moore, 2003).

Sebagian besar dari AINS dimetabolisme oleh mekanisme fase I dan fase II dan lainnya hanya oleh glukuronidasi langsung (fase II). Metabolisme dari sebagian besar AINS berlangsung sebagian melalui enzim P450 kelompok CYP3A dan CYP2C dalam hati. Sekalipun ekskresi ginjal adalah rute yang paling penting untuk eliminasi terakhir, hampir semuanya melalui berbagai tingkat ekskresi empedu dan penyerapan kembali (sirkulasi enterohepatis). Sebagian besar dari AINS berikatan protein tinggi (≥ 98%), biasanya dengan albumin (Katzung, 2002).

Aktivitas anti-inflamasi dari AINS terutama diperantarai melalui hambatan biosintesis prostaglandin. Berbagai AINS mungkin memiliki mekanisme kerja tambahan, termasuk hambatan kemotaksis, regulasi rendah (down-regulation) produksi interleukin-1, penurunan produksi radikal bebas dan superoksida (Katzung, 2002). Spesies oksigen relatif yang diproduksi neutrofil dan makrofag terlibat dalam kerusakan jaringan pada beberapa kondisi, dan AINS yang mempunyai efek peredaman radikal oksigen yang kuat sama baiknya seperti aktivitas inhibisi COX dapat mengurangi kerusakan jaringan (Rang dkk, 2003).

(33)

produksi lymphokine dari limfosit T, dan membalikkan vasodilatasi. Dalam tingkat yang berbeda-beda semua AINS yng lebih baru adalah analgesik, anti-inflamasi, dan antipiretik, dan semua (kecuali agen-agen selektif COX-2) menghambat agregasi platelet (Katzung, 2002).

Pada tumbuhan senyawa-senyawa yang dapat berkhasiat sebagai obat anti-inflamasi antara lain : senyawa golongan flavonoid, senyawa golongan alkaloid, senyawa golongan minyak atsiri, senyawa golongan asam fenol, dan tanin (Duweijua dan Zetlin, 1993).

D. Diklofenak

Cl H N COOH

Cl

Gambar 3. Struktur kimia natrium diklofenak (Budavari, 2001)

Diklofenak adalah derivat sederhana dari asam fenilasetat yang menyerupai flurbiprofen dn meclofenamate. Obat ini juga adalah penghambat

(34)

menumpuk di dalam cairan sinovial, dengan waktu paruh 2-6 jam dalam kompartemen ini (Katzung, 2002).

Efek-efek yang tidak diinginkan bisa terjadi pada kira-kira 20% dari pasien dan meliputi distress gastrointestinal, pendarahan gastrointestinal yang terselubung dan timbulnya ulserasi lambung, sekalipun timbulnya ulkus lebih jarang terjadi daripada dengan beberapa AINS lainnya. Kombinasi antara diklofenak dengan mesoprostol mengurangi ulkus pada gastrointestinal bagian atas tetapi bisa mengakibatkan diare (Katzung, 2002).

E. Bahan-Bahan Yang Terkandung Dalam Sampel Jamu

Jamu Pegal Linu® Sido Muncul sesuai dengan yang tertera pada kemasan mengandung bahan-bahan sebagai berikut :

a. Retrofracti Fructus

Retrofracti Fructus atau buah cabai Jawa adalah buah majemuk Piper

retrofractum Vahl. yang telah tua tetapi belum masak,

Isi simplisia : minyak atsiri 99 %, piperin 4-6 %, damar piperidin (Anonim, 1977).

Penggunaan : stimulans (Anonim, 1977), piperin mempunyai daya antipiretik, analgesik, anti-inflamasi, dan menekan susunan saraf pusat (Dalimartha, 1999).

b. Melaleuceae Fructus

Melaleuceae Fructus atau buah kayu putih adalah buah Melaleuca

(35)

Isi simplisia : minyak atsiri (Anonim, 1979). Penggunaan : karminatif (Anonim, 1979). c. Zingeberis aromaticae Rhizoma

Zingeberis aromaticae Rhizoma atau rimpang lempuyang wangi adalah

rimpang dari Zingiber aromaticum Val. Kadar minyak atsiri tidak kurang dari 0,4 %.

Isi simplisia : minyak atsiri 0,5 %-1,0 % mengandung zerunbon, humulen, limonen (Anonim, 1978), saponin, flavonoida dan tanin (Syamsuhidayat dan Hutapea, 1991).

Penggunaan : karminatif, stomakikum (Anonim, 1978), obat radang dan obat encok (Syamsuhidayat dan Hutapea, 1991).

d. Languatis Rhizoma

Languatis Rhizoma atau rimpang lengkuas adalah rimpang Languas galanga

(L). Stuntz. Kadar minyak atsiri tidak kurang dari 0,5 % v/b.

Isi simplisia : minyak atsiri 1 % mengandung kamfer, sineol dan asam metil sinamat (Anonim, 1978).

Penggunaan : karminatif, antifungi (Anonim, 1978). e. Cyperi Rhizoma

(36)

Jamu Prolinu® Air Mancur sesuai dengan yang tertera pada kemasanmengandung bahan-bahan sebagai berikut :

a. Coriandri Fructus

Coriandri Fructus atau buah ketumbar Coriandrum sativum L. Kadar minyak atsiri tidak kurang dari 0,2 % v/b,

Isi simplisia : minyak atsiri mengandung d-linalol, geranol, borneol (Anonim, 1980).

Penggunaan : karminatif, spasmolitik, stomakik (Anonim, 1980).

b. Retrofracti Fructus

Retrofracti Fructus atau buah cabai Jawa adalah buah majemuk Piper

retrofractum Vahl. yang telah tua tetapi belum masak,

Isi simplisia : minyak atsiri 99 %, piperin 4-6 %, damar piperidin (Anonim, 1977).

Penggunaan : stimulans (Anonim, 1977), piperin mempunyai daya antipiretik, analgesik, anti-inflamasi, dan menekan susunan saraf pusat (Dalimartha, 1999).

c. Languatis Rhizoma

Languatis Rhizoma atau rimpang lengkuas adalah rimpang Languas galanga

(L). Stuntz. Kadar minyak atsiri tidak kurang dari 0,5 % v/b.

Isi simplisia ; minyak atsiri 1 % mengandung kamfer, sineol dan asam metil sinamat (Anonim, 1978).

(37)

d. Zingeberis Rhizoma

Zingeberis Rhizoma atau rimpang jahe adalah rimpang Zingiber officinale

Rosc. Kadar minyak atsiri tidak kurang dari 0,7 %.

Isi simplisia : minyak atsiri 2 % samapai 3 % mengandung zingiberen, felandren, kamfer, limonen, borneol, sineol, sitral dan zingiberol, minyak damar yang mengandung zingeron (Anonim, 1978), flavonoida dan polifenol (Syamsuhidayat dan Hutapea, 1991).

Penggunaan : karminatif (Anonim, 1978), obat rematik (Syamsuhidayat dan Hutapea, 1991).

e. Zingeberis aromaticae Rhizoma

Zingeberis aromaticae Rhizoma atau rimpang lempuyang wangi adalah

rimpang dari Zingiber aromaticum Val. Kadar minyak atsiri tidak kurang dari 0,4 %.

Isi simplisia : minyak atsiri 0,5 %-1,0 % mengandung zerunbon, humulen, limonen (Anonim, 1978), saponin, flavonoida dan tanin (Syamsuhidayat dan Hutapea, 1991).

Penggunaan : karminatif, stomakikum (Anonim, 1978), obat radang dan obat encok (Syamsuhidayat dan Hutapea, 1991).

(38)

Tabel I. Perbandingan komponen bahan-bahan penyusun produk jamu Pegal Linu® Sido Muncul dan produk jamu Prolinu® Air Mancur

Komponen Jamu Pegal Linu

® Sido Muncul

Jamu Prolinu® Air Mancur

Retrofracti Fructus √ √

Melaleuceae Fructus

Zingeberis aromaticae Rhizoma √ √

Languatis Rhizoma √ √

Cyperi Rhizoma

Coriandri Fructus

Zingeberis Rhizoma

F. Metode Uji Anti-Inflamasi

Metode uji anti-inflamasi dapat dibagi menjadi dua yaitu secara in vitro

dan in vivo.

Metode in vitro untuk aktivitas anti-inflamasi berguna untuk mengetahui pengaruh substansi-substansi fisiologi dalam proses terjadinya inflamasi, antara lain histamin, serotonin, bradikinin, prostaglandin, tromboksan, dan leukotrien. Salah satu metode in vitro untuk aktivitas anti-inflamasi adalah pengikatan reseptor 3H-Bradikinin. Bradikinin menghasilkan nyeri yang terjadi pada reaksi inflamasi dan menurunkan tekanan darah dengan vasodilatasi. Pengikatan reseptor 3

H-Bradikinin digunakan untuk mendeteksi senyawa-senyawa yang menghambat pengikatan 3H-Bradikinin dalam preparat membran yang didapat dari ileum

guinea pig. Daya anti-inflamasi ditunjukkan dengan persen penghambatan ikatan 3

H-Bradikinin (Vogel, 2002).

(39)

gejala dari akut dan kronik inflamasi seperti kemerahan, panas, eksudasi plasma, udema, nyeri, migrasi sel darah putih, proliferasi jaringan, deformasi organ, penyusutan jaringan dan nekrosis sebagian (Gryglewski, 1977).

Beberapa metode uji aktivitas anti-inflamasi secara in vivo, yaitu: 1. Uji Eritema

Tanda paling awal dari reaksi inflamasi di kulit adalah kemerahan (eritema) yang berhubungan dengan vasodilatasi, dimana belum disertai eksudasi plasma dan udema. Pada marmot albino reaksi eritema terlihat dua jam setelah penyinaran UV pada kulit yang telah dicukur. Uji eritema yang disebabkan UV dapat digunakan untuk mengukur fase vasodilatasi pada reaksi inflamasi. Mekanisme dari reaksi ini tidak diketahui, tapi pelepasan prostaglandin kelihatannya berperan pada fenomena ini (Gryglewski, 1977). Keuntungan dari uji ini adalah sederhana tapi membutuhkan latihan bagi penggunanya untuk menggunakan fotometer refleksi dengan tujuan untuk menghilangkan penilaian subjektif (Vogel, 2002).

2. Inflamasi (eritema dan udema) pada telingan rodentia

(40)

(pada area yang sama). Penilaian untuk eritema dilakukan dengan pengamatan pada telingan hewan uji. Jika terjadi eritema diberi tanda ++, ringan +, dan jika tidak ada eritema 0, sedangkan penilaian udema dilakukan dengan pemotongan salah satu telingan dan ditimbang. (Williamson, Okpako dan Evans, 1996).

3. Paw edema test

Diantara banyak metode yang digunakan untuk skrining obat anti-inflamasi, satu dari teknik yang paling umum digunakan didasarkan pada kemampuan beberapa bahan uji untuk menghambat produksi udema kaki hewan uji setelah injeksi bahan pembuat radang. Banyak zat pembuat radang (iritan) yang telah digunakan seperti formaldehid, dextran, albumin telur, karagenin, dll (Vogel, 2002). Iritan yang paling banyak digunakan adalah karagenin. Karagenin adalah polisakarida tersulfatasi yang diekstrak dari lumut irlandia Chondrus cripus (Glyglewski, 1977). Reaksi inflamasi yang diinduksi karagenin mempunyai dua fase: fase awal dan akhir. Fase awal berakhir setelah 60 menit dan dihubungkan dengan pelepasan histamin, serotonin, dan bradikinin. Fase akhir terjadi antara 60 menit setelah injeksi dan berakhir setelah tiga jam. Fase ini dihubungkan dengan pelepasan prostaglandin dan neutrofil yang menghasilkan radikal bebas, seperti hidrogen peroksida, superoksida, dan radikal hidroksil (Suleyman, Demircan, Karagoz, Oztasan, dan Suleyman, 2004). Efeknya dapat diukur dengan beberapa cara misalnya kaki belakang dipotong pada sendi

(41)

4. Tes radang selaput dada

Radang selaput dada dikenal sebagai fenomena inflamasi eksudatif pada manusia (Vogel, 2002). Radang selaput dada pada tikus dapat disebabkan injeksi intrapleural dari turpentine, evans blue, gum arab, glikogen, dekstran, atau karagenin. Pada waktu tertentu setelah injeksi iritan hewan uji dibunuh dan eksudat dipindahkan, lebih baik dengan mencuci rongga dada dengan sejumlah larutan Hank’s yang diketahui volumenya untuk memastikan didapatnya eksudat dan sel utuh yang lengkap (Gryglewski, 1977). Radang selaput dada yang disebabkan karagenin dipertimbangkan sebagai model inflamasi akut yang paling sempurna dimana keluarnya cairan, migrasi leukosit, dan parameter biokimia lain yang ada dalam respon inflamasi dapat diukur dengan mudah dari eksudat (Vogel, 2002)

5. Tes kantung granuloma

(42)

Penelitian ini dilakukan menggunakan metode evaluasi aktivitas anti-inflamasi yang telah dilakukan oleh Langford, Holmes, dan Emele pada tahun1972. Penelitian tersebut menggunakan mencit betina dan zat peradang berupa yeast (ragi) yang diinjeksikan pada telapak kaki kanan belakang. Persentase respon anti-inflamasi dinyatakan dengan:

Persen (%) respon anti-inflamasi = − ×

U D U

100%

Dimana U : harga rata-rata berat kaki kelompok yeast dikurangi rata-rata berat kaki normal (tanpa perlakuan)

D : harga rata-rata berat kaki kelompok perlakuan dikurangi rata-rata berat kaki normal (tanpa perlakuan)

Metode Langford dkk, yang telah dimodifikasi yaitu metode inflamasi pada telapak kaki belakang dengan menggunakan bahan peradang karagenin 1 % dan menggunakan hewan uji mencit galur Swiss. Aktivitas anti-inflamasi dapat dievaluasi dengan penurunan bobot kaki pada hewan uji dan dinyatakan sebagai persentase daya anti-inflamasi, yang dirumuskan sebagai berikut :

Persen (%) daya anti-inflamasi = x100%

U D U

Dimana U : harga rata-rata berat kaki kelompok karagenin dikurangi rata-rata berat kaki normal (tanpa perlakuan)

(43)

G. Landasan Teori

Inflamasi adalah reaksi vaskular yang hasilnya merupakan pengiriman cairan, zat-zat yang terlarut, dan sel-sel dari sirkulasi darah ke jaringan-jaringan interstitial pada daerah cedera atau nekrosis (Price dan Wilson, 1992). Reaksi inflamasi yang disebabkan oleh induksi karagenin memiliki 2 fase, yaitu fase awal dan akhir. Fase awal berlangsung selama 60 menit dan berhubungan dengan pelepasan histamin, serotonin dan bradikinin. Fase akhir terjadi 60 menit setelah injeksi hingga 3 jam. Fase ini berhubungan dengan pelepasan prostaglandin dan neutrofil yang menghasilkan radikal bebas, seperti hidrogen peroksida, superoksida, dan radikal hidroksil (Suleyman dkk, 2004).

(44)

Mekanisme flavonoid sebagai anti-inflamasi yaitu menghambat aktivitas siklooksigenase dan lipoksigenase, enzim utama yang memproduksi eicosanoid

(prostaglandin, leukotrien, dan tromboksan) dan penangkapan radikal bebas. (Schulman 2002). Zingeberis Rhizoma mempunyai aktivitas sebagai anti-inflamasi. Penelitian secara in-vivo menunjukkan bahwa ekstrak Zingeberis Rhizoma secara oral menurunkan edema pada tangan tikus. Senyawa (6)-shagaol pada Zingeberis Rhizoma menghambat induksi karagenan penyebab edema pada tangan tikus dengan menghambat aktivitas siklooksigenase (Anonim, 2000).

H. Hipotesis

(45)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis dan Rancangan Penelitian

Penelitian ini termasuk jenis penelitian eksperimental murni dengan rancangan acak lengkap pola searah

B. Metode Uji Daya Anti – Inflamasi

Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode induksi udema oleh Langford, Holmes, dan Emele (1972) yang telah dimodifikasi. Prinsip dari metode ini yaitu aktivitas anti-inflamasi ditandai dengan penurunan bobot udema.

C. Variabel Penelitian

Variabel yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari :

1. Variabel bebas

Variabel bebas dalam penelitian ini adalah produk jamu pegal linu. Kedua produk jamu pegal linu yang dipakai adalah :

• Jamu Pegal Linu® yang diproduksi oleh PT Sido Muncul, Semarang dengan nomor registrasi Dep. Kes. RI. No. TR. 771216431.

(46)

• Jamu Prolinu® yang diproduksi oleh PT Air Mancur, Solo dengan nomor registrasi Dep. Kes. RI. No. TR. 001204401

Cara pakai : Satu bungkus diseduh dengan ½ gelas (100ml) air panas. Minumlah secara teratur 2 kali sehari @ 1 bungkus setiap pagi dan sore.

2. Variabel tergantung

Variabel tergantung dari penelitian ini adalah bobot udema kaki mencit

(Musmusculus) yang mengalami inflamasi buatan dengan karagenin dan

persen (%) daya anti-inflamasi.

3. Variabel Pengacau Terkendali

Variabel pengacau terkendali meliputi: 1) Jenis kelamin mencit : jantan

2) Umur mencit : 2,0 – 3,0 bulan 3) Berat badan mencit : 20 – 30 g 4) Galur mencit : Swiss

4. Variabel pengacau tak terkendali

a. Kondisi fisiologi dan patologi hewan uji b. Komplikasi penyakit hewan uji

D. Definisi Operasional

1. Jamu pegal linu

(47)

Muncul, Semarang dengan nomor registrasi Dep. Kes. RI. No. TR. 771216431 dan jamu Prolinu® yang diproduksi oleh PT Air Mancur, Solo dengan nomor registrasi Dep. Kes. RI. No. TR. 001204401. Kedua jamu ini diseduh dalam air hangat sebelum diberikan kepada mencit secara per oral.

2. Uji daya anti-inflamasi

Uji daya anti-inflamasi pada penelitian ini adalah uji dengan menggunakan mencit jantan galur Swiss sebagai hewan uji dengan perlakuan diberikan jamu pegal linu sebagai bahan anti-inflamasi yang diuji secara per oral, kemudian diradangkan telapak kaki belakang sebelah kiri dengan menginjeksikan zat peradang karagenin 1 % dan kaki belakang sebelah kanannya mendapat perlakuan sham injection sebagai kontrolnya secara subplantar, dan diukur bobot kakinya dengan cara memotong kedua kaki belakang mencit pada bagian sendi torsocrural, kemudian ditimbang. Selisih bobot udema adalah hasil dari bobot kaki dikurangi kaki kanan kiri dan dibandingkan dengan kelompok kontrol negatif.

E. Subyek dan Bahan Penelitian 1. Subyek uji

(48)

2. Bahan Penelitian

a. Bahan uji

Bahan uji yang digunakan dalam penelitian ini adalah jamu Pegal Linu® yang diproduksi oleh PT Sido Muncul, Semarang dengan nomor registrasi Dep. Kes. RI. No. TR. 771216431 dan jamu Prolinu® yang diproduksi oleh PT Air Mancur, Solo dengan nomor registrasi Dep. Kes. RI. No. TR. 001204401.

b. Bahan uji farmakologi

Bahan uji farmakologi yang digunakan dalam penelitian ini yaitu :

1) Zat peradang (inflamatogen) : karagenin tipe I (Sigma Chemical Co.) yang diperoleh dari Laboratorium Farmakologi dan Toksikologi, Fakultas Farmasi, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.

2) Pensuspensi karagenin : NaCl fisiologis 0,9%.

3) Kontrol positif : diklofenak – Na (BP 98) (yang diperoleh dari) Wenzhou Pharmaceutical Factory.

4) Pelarut : aquadest produksi Laboratorium Kimia Organik, Fakultas Farmasi, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

F. Alat Penelitian

Alat-alat yang digunakan meliputi :

1. Alat-alat gelas : pipet tetes, batang pengaduk, beaker glass, pipet volume, labu takar.

(49)

3. Neraca analitik Metler Toledo Tipe AB 204, Switzerland. 4. Spuit injeksi subplantar (0,1-1,0 ml)

5. Alat pemberi peroral berupa jarum suntik (0,1-1,0 ml) yang ujungnya diberi bola kecil dengan lubang ditengahnya, sehingga tidak melukai hewan uji.

G. Tata Cara Penelitian

1. Penyiapan Bahan Uji

a. Pemilihan produk jamu pegal linu

Pemilihan produk jamu pegal linu diperoleh dengan melakukan pengamatan di 12 toko jamu yang ada di wilayah Kota Madya Yogyakarta. Pengamatan ini bertujuan untuk mencari informasi mengenai produk jamu pegal linu yang diminati oleh masyarakat. Dari pengamatan tersebut akan dipilih 2 produk jamu yang diminati masyarakat.

b. Pembuatan jamu Pegal Linu® Sido Muncul dan jamu Prolinu® Air Mancur. Masing-masing produk jamu sebanyak 10 g diseduh dengan air hangat hingga 100 ml sehingga dieroleh konsentrasi 100 mg/ml.

c. Pembuatan larutan karagenin

(50)

Dosis karagenin = d. Pembuatan larutan natrium diklofenak

Larutan diklofenak dibuat dengan cara menimbang 12,50 mg natrium diklofenak serbuk kemudian ditambah aquadest sampai volumenya 25 ml, sehingga diperoleh konsentrasi 0,5 mg/ml.

2. Orientasi dan Penetapan Dosis

a. Penetapan dosis jamu Pegal Linu®Sido Muncul dan jamu Prolinu®Air Mancur. Dosis jamu Pegal Linu® Sido Muncul dan jamu Prolinu®Air Mancur yang digunakan adalah 637; 1274; dan 2548 mg/kg BB. Dosis ini diperoleh berdasarkan perhitungan:

1) Dosis 1274 mg/kg BB

Merupakan dosis dari 1 bungkus produk jamu pegal linu (jamu Pegal Linu® Sido Muncul dan jamu Prolinu® Air Mancur) yang memiliki berat bersih 7 g : Jadi dosis jamu pegal linu untuk mencit adalah :

(51)

2) Dosis 637 mg/kg BB

Merupakan dosis dari setengah bungkus jamu pegal linu dengan berat bersih 3,5 g: Jadi dosis jamu pegal linu untuk mencit adalah :

mg

Merupakan dosis dari 2 bungkus jamu pegal linu dengan berat bersih 14 g: Konversi ke orang 70 kg = 14g 19,6g 19600mg Jadi dosis jamu pegal linu untuk mencit adalah :

mg

b. Penetapan dosis suspensi karagenin

Dosis karagenin ditetapkan berdasarkan penelitian Williamson et al

(52)

c. Penetapan dosis natrium diklofenak

Dosis natrium diklofenak yang digunakan sebagai dosis orientasi adalah 9,75; 10,795; dan 11,95 mg/kg BB. Dosis ini diperoleh berdasarkan penelitian Handani (2002) dengan cara perhitungan:

1) Dosis I Konversi ke mencit 20 g=

BB Konversi ke mencit 20 g =

BB d. Penetapan selang waktu pemotongan kaki

(53)

setelah penyuntikan karagenin. Setelah dikurbankan, kedua kaki belakangnya dipotong pada sendi torsocrural dan ditimbang. Waktu pemotongan kaki ditentukan pada saat kaki mengalami peningkatan udema yang berarti.

e. Penetapan dosis natrium diklofenak

Sembilan hewan uji dibagi dalam tiga kelompok. Tiap kelompok diberi natrium diklofenak secara peroral dengan dosis tertentu (9,75 mg/kg BB; 10,795 mg/kg BB; dan 11,95 mg/kg BB) 15 menit sebelum disuntik dengan karagenin 1 %. T jam setelah disuntik karagenin, hewan uji dikurbankan dan kedua kaki belakangnya dipotong pada sendi torsocrural dan ditimbang. Dosis natrium diklofenak ditentukan pada saat kaki mengalami penurunan udema yang berarti. T jam adalah waktu pemotongan kaki hasil orientasi.

f. Penetapan selang waktu pemberian natrium diklofenak

Dua belas hewan uji dibagi dalam empat kelompok. Tiap kelompok diberi natrium diklofenak secara peroral dengan dosis hasil orientasi pada selang waktu tertentu (15, 30, 45, dan 60 menit) sebelum disuntik dengan karagenin 1 %. T jam setelah penyuntikan karagenin, hewan uji dikurbankan dan kedua kaki belakangnya dipotong pada sendi torsocrural dan ditimbang. Waktu pemberian natrium diklofenak ditentukan pada saat kaki mengalami penurunan udema yang berarti.

3. Perlakuan pada Hewan Uji

Sejumlah mencit dibagi menjadi 8 kelompok secara acak, tiap kelompok terdiri dari 6 hewan uji.

(54)

Kelompok II : kontrol (+), diberi natrium diklofenak dengan dosis sesuai hasil penetapan

Kelompok III : diberi jamu Pegal Linu® Sido Muncul dengan dosis 637 mg/kg BB.

Kelompok IV : diberi jamu Pegal Linu® Sido Muncul dengan dosis 1274 mg/kg BB.

Kelompok V : diberi jamu Pegal Linu® Sido Muncul dengan dosis 2548 mg/kg BB.

Kelompok VI : diberi jamu Prolinu® Air Mancur dengan dosis 637 mg/kg BB.

Kelompok VII : diberi jamu Prolinu® Air Mancur dengan dosis 1274 mg/kg BB.

Kelompok VIII: diberi jamu Prolinu® Air Mancur dengan dosis 2548 mg/kg BB.

(55)

4. Perhitungan Respon Daya Anti-Inflamasi

Aktivitas anti-inflamasi pada metode Langford dkk yang telah dimodifikasi (1972), dievaluasi dengan perubahan bobot kaki mencit yang dinyatakan sebagai persen daya anti-inflamasi yang dirumuskan sebagai berikut :

Persen (%) respon anti-inflamasi = x100%

U D U

Dimana U : harga rata-rata berat kaki kelompok karagenin dikurangi rata-rata berat kaki normal (tanpa perlakuan)

D : harga rata-rata berat kaki kelompok perlakuan dikurangi rata-rata berat kaki normal (tanpa perlakuan)

5. Perhitungan Potensi Relatif Daya Anti-Inflamasi

Potensi Relatif = x100%

Diklofenak

H. Tata Cara Analisis Hasil

(56)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Pemilihan Produk Jamu Pegal Linu

Pemilihan produk-produk jamu pegal linu dilakukan di toko-toko jamu yang berada di Kota Madya Yogyakarta, Yogyakarta. Pengamatan ini dilakukan untuk mengetahui produk-produk jamu pegal linu yang akan digunakan dalam penelitian ini. Dasar dari pengamatan ini adalah 2 produk jamu pegal linu yang laris atau diminati oleh masyarakat sekitar.

(57)

B. Hasil Orientasi Percobaan

Orientasi percobaan dilakukan bertujuan untuk menguji apakah metode yang digunakan memiliki kevalidan yang dapat diterima. Ada tiga orientasi percobaan yang dilakukan dalam penelitian ini yaitu orientasi selang waktu pemotongan kaki, orientasi dosis natrium diklofenak, dan orientasi selang waktu pemberian natrium diklofenak.

1. Orientasi selang waktu pemotongan kaki

Orientasi waktu pemotongan kaki ini bertujuan untuk mengetahui selang waktu yang tepat saat karagenin menimbulkan udema yang paling besar pada telapak kaki mencit. Orientasi selang waktu yang digunakan adalah 1, 2, 3, dan 4 jam setelah injeksi suspensi karagenin 1 % pada telapak kaki kiri mencit secara subplantar.

Data bobot udema kaki mencit setelah injeksi karagenin 1 % dalam selang waktu tertentu dapat dilihat pada lampiran 4, sedangkan rata-rata bobot udema kaki mencit pada masing-masing kelompok tersaji pada gambar 4.

0

(58)

Data bobot udema yang diperoleh selanjutnya diuji dengan uji Kolmogorov-Smirnov untuk melihat kenormalan distribusi data. Hasil analisis menunjukkan bahwa data terdistribusi normal dengan nilai p > 0,05, maka analisis dapat dilanjutkan dengan uji Anava satu arah dengan taraf kepercayaan 95 %. Uji ini dilakukan untuk mengetahui apakah ada perbedaan antar kelompok perlakuan. Uji Anava satu arah memiliki p < 0,05 yang menunjukkan adanya perbedaan antar kelompok. Untuk melihat apakah perbedaan tersebut bermakna atau tidak secara statistik maka dilakukan uji Scheffe.

Hasil analisis lengkap bobot udema kaki mencit pada orientasi selang waktu pemotongan kaki setelah injeksi karagenin 1 % dapat dilihat pada lampiran 9 dan rangkuman rata-rata bobot udema dan uji Scheffe orientasi selang waktu pemotongan kaki mencit dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel II. Rangkuman rata-rata bobot udema kaki mencit pada orientasi selang waktu pemotongan kaki dan hasil uji Scheffe

Hasil uji Scheffe terhadap kelompok

Kel X ± SE

1 : pemotongan kaki 1 jam setelah injeksi karagenin 1 %

2 : pemotongan kaki 2 jam setelah injeksi karagenin 1 %

3 : pemotongan kaki 3 jam setelah injeksi karagenin 1 %

4 : pemotongan kaki 4 jam setelah injeksi karagenin 1 %

X : rata-rata bobot udema

SE : StandartError

(59)

Dari data bobot udema yang telah disajikan, terlihat bahwa secara statistik kelompok 4 (pemotongan kaki 4 jam setelah injeksi karagenin 1 %) berbeda bermakna terhadap kelompok 1 dan kelompok 2, tetapi berbeda tidak bermakna terhadap kelompok 3, artinya jika kaki mencit dipotong pada 3 atau 4 jam setelah injeksi karagenin 1 % maka bobot udemanya dapat dikatakan sama. Berdasarkan dari grafik rata-rata bobot udema kaki mencit setelah injeksi karagenin 1 % pada rentang waktu tertentu ternyata kelompok 4 memiliki kenaikan bobot udema yang paling besar. Terjadinya kenaikan bobot udema paling besar pada kelompok 4 dapat diartikan bahwa karagenin telah berefek menimbulkan inflamasi maksimal pada 4 jam setelah injeksi karagenin 1 %. Hal inilah yang menjadi dasar pemilihan selang waktu pemotongan kaki mencit pada penelitian ini.

2. Orientasi dosis natrium diklofenak

Orientasi ini bertujuan untuk menetukan dosis natrium diklofenak yang paling efektif dalam menurunkan bobot udema pada kaki mencit. Penetapan dosis efektif natrium diklofenak ini dilakukan berdasarkan penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya oleh Handani (2002). Dosis orientasi natrium diklofenak yang digunakan adalah 9,75; 10,795; dan 11,95 mg/kg BB.

(60)

0

Gambar 5. Grafik batang rata-rata bobot udema kaki mencit akibat injeksi karagenin 1 % setelah pemberian natrium diklofenak dalam 3 peringkat dosis.

Data bobot udema yang diperoleh selanjutnya diuji dengan uji Kolmogorov-Smirnov untuk melihat kenormalan distribusi data. Hasil analisis menunjukkan bahwa data terdistribusi normal, maka analisis dapat dilanjutkan dengan uji Anava Satu Arah dengan taraf kepercayaan 95 %. Uji ini dilakukan untuk mengetahui apakah ada perbedaan antar kelompok perlakuan.

Hasil analisis lengkap bobot udema kaki mencit pada orientasi dosis efektif natrium diklofenak dapat dilihat pada lampiran 10 dan rangkuman rata-rata bobot udema pada orientasi dosis natrium diklofenak dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel III. Rangkuman rata-rata bobot udema kaki mencit pada orientasi dosis efektif natrium diklofenak

Dosis natrium diklofenak (mg/kg BB)

Rata-rata bobot udema kaki mencit ± SE (gram)

9,75 0,0467 ± 0,012

10,795 0,0537 ± 0,005

(61)

Berdasarkan hasil uji Anava satu arah ternyata tidak ada perbedaan udema antar kelompok perlakuan dalam berbagai variasi dosis natrium diklofenak. Karena tidak ada perbedaan tersebut maka tidak perlu dilakukan uji Scheffe. Oleh sebab itu, dosis natrium diklofenak yang akan digunakan dapat dipilih diantara ketiganya. Berdasarkan grafik rata-rata bobot udema akibat pemberian karagenin 1 % dalam berbagai variasi dosis natrium diklofenak ternyata dosis 11,95 mg/kg BB yang paling efektif dalam menurunkan bobot udema pada kaki mencit (gambar 5). Hal inilah yang menjadi dasar pemilihan dosis 11,95 mg/kg BB sebagai dosis natrium diklofenak yang digunakan dalam penelitian ini.

3. Orientasi selang waktu pemberian natrium diklofenak

(62)

0

Gambar 6. Grafik rata-rata bobot udema kaki mencit setelah pemberian natrium diklofenak dosis efektif pada selang waktu tertentu.

Data bobot udema yang diperoleh selanjutnya diuji dengan uji Kolmogorov-Smirnov untuk melihat kenormalan distribusi data. Hasil analisis menunjukkan bahwa data terdistribusi normal, maka analisis dapat dilanjutkan dengan uji Anava Satu Arah dengan taraf kepercayaan 95 %. Uji ini dilakukan untuk mengetahui apakah ada perbedaan antar kelompok perlakuan. Untuk melihat apakah perbedaan tersebut bermakna atau tidak secara statistik maka dilakukan uji Scheffe.

(63)

Tabel IV. Rangkuman rata-rata bobot udema kaki mencit pada orientasi selang waktu pemberian natrium diklofenak dosis 11,95 mg/kg BB dan uji Scheffe.

Hasil uji Scheffe terhadap kelompok

Kel X ± SE

1 : pemberian natrium diklofenak 15 menit sebelum injeksi karagenin 1 %

2 : pemberian natrium diklofenak 30 menit sebelum injeksi karagenin 1 %

3 : pemberian natrium diklofenak 45 menit sebelum injeksi karagenin 1 %

4 : pemberian natrium diklofenak 60 menit sebelum injeksi karagenin 1 %

X : rata-rata bobot udema

SE : StandartError

tb : berbeda tidak bermakna

b : berbeda bermakna

(64)

sebelum injeksi karagenin 1 % memiliki penurunan bobot udema kaki mencit yang berbeda dengan pemberian natrium diklofenak 30 dan 45 menit sebelum injeksi karagenin. Dilihat dari grafik rata-rata bobot udema kaki mencit setelah pemberian natrium diklofenak dosis efektif pada selang waktu tertentu, bobot udema kaki mencit mengalami penurunan yang paling berarti pada kelompok pemberian natrium diklofenak 45 menit sebelum injeksi karagenin 1 % (kelompok 3). Hal inilah yang menjadi dasar pemilihan selang waktu pemberian natrium diklofenak 45 menit sebelum injeksi karagenin 1 % sebagai selang waktu pemberian natrium diklofenak pada penelitian ini.

C. Perlakuan pada Hewan Uji

Penelitian uji efek dan pembuktian daya anti-inflamasi produk jamu Pegal Linu® Sido Muncul dan jamu Prolinu® Air Mancur pada mencit jantan ini bertujuan untuk membuktikan adanya efek anti-inflamasi dan membandingkan daya anti-inflamasi dari kedua produk jamu pegal linu tersebut serta untuk mengetahui dosis optimalnya. Untuk efek anti-inflamasi ditandai dengan penurunan bobot udema kaki mencit setelah injeksi karagenin 1% secara subplantar akibat pemberian produk jamu pegal linu.

(65)

Langford dkk (1972) yang telah dimodifikasi. Data persen daya anti-inflamasi yang diperoleh, kemudian digunakan untuk mencari potensi relatif dari produk jamu pegal linu terhadap kontrol positif natrium diklofenak. Skema kerja dapat dilihat pada lampiran 3. Alasan penggunaan metode ini adalah metode ini memiliki kevalidan yang cukup baik, sederhana dalam proses perlakuan, pengamatan, pengukuran, instrumen yang digunakan, hingga pengolahan datanya.

Alasan pemilihan karagenin 1 % digunakan sebagai zat penginduksi udema pada kaki mencit karena karagenin merupakan salah satu zat iritan atau menginduksi udema yang sering digunakan untuk memprediksi efektivitas potensial terapeutik dari obat-obat anti-inflamasi, baik dari golongan steroid maupun nonsteroid. Selain itu karagenin juga tidak menimbulkan kerusakan pada jaringan, tidak menimbulkan bekas serta memberikan respon yang lebih peka terhadap anti-inflamasi dibandingkan senyawa lain. Udema yang ditimbulkan oleh karagenin menunjukkan respon dua fase. Fase awal diperantarai melalui pelepasan histamin, serotonin, dan bradikinin sedangkan fase akhir berhubungan dengan pelepasan prostaglandin dan neutrofil yang menghasilkan radikal bebas, seperti hidrogen peroksida, superoksida, dan radikal hidroksil (Suleyman dkk, 2004).

(66)

Untuk kontrol positifnya digunakan natrium dikofenak, karena natrium diklofenak memiliki aktivitas yang besar sebagai anti-inflamasi dan memiliki efek samping yang kurang keras dibandingkan obat anti-inflamasi non steroid yang lain. Natrium diklofenak adalah penghambat siklooksigenase yang relatif nonselektif dan kuat, juga mengurangi bioavailabilitas asam arakhidonat. Dimana jalur siklooksigenase dari metabolisme arakhidonat menghasilkan prostaglandin-prostaglandin, yang mempunyai efek pada pembuluh darah, ujung-ujung saraf, dan pada sel-sel yang terlibat dalam inflamasi. Obat ini memiliki sifat-sifat anti-inflamasi, analgesik, dan antipiretik yang biasa (Katzung, 2002).

(67)

0

Gambar 7. Grafik batang rata-rata persen (%) daya anti-inflamasi jamu Pegal Linu Sido Muncul® dan jamu Prolinu® Air Mancur dalam 3 peringkat dosis beserta kontrolnya.

Keterangan :

1 : kelompok kontrol negatif karagenin 1%

2 : kelompok kontrol positif Natrium diklofenak dosis 11,95 mg/kg BB

3 : kelompok perlakuan Jamu Pegal Linu® Sido Muncul dosis 637 mg/kg BB

4 : kelompok perlakuan Jamu Pegal Linu® Sido Muncul dosis 1274 mg/kg BB

5 : kelompok perlakuan Jamu Pegal Linu® Sido Muncul dosis 2548 mg/kg BB

6 : kelompok perlakuan Jamu Prolinu® Air Mancur dosis 637 mg/kg BB

7 : kelompok perlakuan Jamu Prolinu® Air Mancur dosis 1274 mg/kg BB

8 : kelompok perlakuan Jamu Prolinu® Air Mancur dosis 2548 mg/kg BB

(68)

Untuk melihat apakah perbedaan tersebut bermakna atau tidak secara statistik maka dilakukan uji Scheffe.

Data persen (%) daya anti-inflamasi kelompok perlakuan serta contoh perhitungannya dapat dilihat pada lampiran 7 dan lampiran 8. Hasil analisis lengkap persen (%) daya anti-inflamasi dapat dirangkum pada tabel berikut : Tabel V. Rangkuman rata-rata persen (%) daya anti-inflamasi setelah perlakuan

produk jamu Pegal Linu® Sido Muncul dan jamu Prolinu® Air Mancur dalam 3 peringkat dosis beserta kontrolnya dan hasil uji Scheffe.

Hasil Uji Scheffe terhadap kelompok

1 : kelompok kontrol negatif karagenin 1%

2 : kelompok kontrol positif Na-diklofenak dosis 11,95 mg/kg BB

3 : kelompok perlakuan Jamu Pegal Linu® Sido Muncul dosis 637 mg/kg BB

4 : kelompok perlakuan Jamu Pegal Linu® Sido Muncul dosis 1274 mg/kg BB

5 : kelompok perlakuan Jamu Pegal Linu® Sido Muncul dosis 2548 mg/kg BB

6 : kelompok perlakuan Jamu Prolinu® Air Mancur dosis 637 mg/kg BB

7 : kelompok perlakuan Jamu Prolinu® Air Mancur dosis 1274 mg/kg BB

8 : kelompok perlakuan Jamu Prolinu® Air Mancur dosis 2548 mg/kg BB

b : berbeda bermakna tb : berbeda tidak bermakna

SE : Standart Error

%DA : persen (%) daya anti-inflamasi

(69)

kontrol positif natrium diklofenak dosis 11,95 mg/kg BB yaitu sebesar 56,25 %, kemudian diikuti oleh jamu Prolinu® Air Mancur dosis 637 mg/kg BB; jamu Pegal Linu® Sido Muncul dosis 2548 mg/kg BB; jamu Pegal Linu® Sido Muncul dosis 637 mg/kg BB; jamu Prolinu® Air Mancur dosis 2548 mg/kg BB; berturut-turut adalah 40,43 %; 30.40 %; 29,98 %; 27,74 %; dan untuk jamu Pegal Linu® Sido Muncul dan jamu Prolinu® Air Mancur dosis 1274 mg/kg BB memiliki nilai yang sama yaitu 26.15%.

Jika kelompok perlakuan Jamu Pegal Linu® Sido Muncul dan Jamu Prolinu® Air Mancur dalam 3 peringkat dosis dibandingkan dengan kelompok perlakuan kontrol positif natrium diklofenak dosis 11,95 mg/kg BB, maka rata-rata persen daya inflamasinya berada dibawah rata-rata-rata-rata persen daya anti-inflamasi kontrol positif. Hal ini berarti natrium diklofenak memiliki kemampuan menurunkan inflamasi lebih besar dari pada kelompok perlakuan jamu pegal linu.

(70)

dengan kelompok perlakuan jamu pegal linu lainnya. Sedangkan bila kelompok perlakuan jamu Prolinu® Air Mancur dosis 637 mg/kg BB dibandingkan dengan kontrol positif natrium diklofenak dosis 11,95 mg/kg BB memberikan hasil berbeda tidak bermakna. Jadi secara statistik, dapat dikatakan bahwa daya anti-inflamasi produk jamu Prolinu® Air Mancur dosis 637 mg/kg BB setara dengan natrium diklofenak dosis 11,95 mg/kg BB.

Pada dosis terapi 1 bungkus (1274 mg/kg BB) produk jamu Pegal Linu® Sido Muncul dan jamu Prolinu® Air Mancur memberikan hasil persen (%) daya anti-inflamasi paling rendah diantara dosis lainnya, yaitu 25,65 %. Berarti dosis terapi pemakaian 1 bungkus yang tercantum dalam kemasan bukanlah dosis terbaik untuk menurunkan inflamasi. Kenaikan dosis dari produk jamu Pegal Linu® Sido Muncul dan jamu Prolinu® Air Mancur ternyata tidak berpengaruh terhadap kenaikan efek anti-inflamasi yang ditimbulkan. Hal ini dapat dilihat dari nilai persen (%) daya anti-inflamasi untuk produk jamu Pegal Linu® Sido Muncul dosis 2548 mg/kg BB > 637 mg/kg BB > 1274 mg/kg BB dan untuk produk jamu Prolinu® Air Mancur 637 mg/kg BB > 2548 mg/kg BB > 1274 mg/kg BB.

(71)

Jamu Pegal Linu® Sido Muncul memiliki efek anti-inflamasi karena adanya komponen penyusun di dalamnya yang bertanggungjawab terhadap efek anti-inflamasi antara lain Retrofracti Fructus (buah cabai Jawa) yang memiliki kandungan piperin yang berkhasiat sebagai antipiretik, analgesik, anti-inflamasi, dan menekan susunan saraf pusat, Zingeberis aromaticae Rhizoma (rimpang lempuyang wangi) yang memiliki kandungan minyak atsiri dan flavonoid khasiat sebagai obat radang dan encok, dan Cyperi Rhizoma (rimpang teki) yang memiliki khasiat analgesik dan anti-inflamasi, karena kandungan dari Cypery Rhizoma

antara lain minyak atsiri, alkaloida, glikosida, flavonoida. Flavonoida dalam

(72)

peroksida, superoksida, dan radikal hidroksil dari pelepasan prostaglandin dan neutrofil (Suleyman dkk, 2004). Antioksidan merupakan senyawa yang melindungi sel dari kerusakan yang disebabkan efek spesies oksigen reaktif, seperti oksigen singlet, superoksida, radikal peroksil, radikal hidroksil dan peroksinitrit. Kemampuan flavonoid sebagai antioksidan tergantung pada struktur molekul mereka. Posisi gugus hidroksil dan bentuk lainnya pada struktur kimia flavonoid sangat penting untuk aktivitas antioksidan dan radical scavenging

(Buhler dan Miranda, 2000).

Untuk jamu Prolinu® Air Mancur komponen penyusunnya yang bertanggungjawab terhadap daya anti-inflamasi antara lain Retrofracti Fructus

(buah cabai Jawa) yang memiliki kandungan piperin yang berkhasiat sebagai antipiretik, analgesik, anti-inflamasi, dan menekan susunan saraf pusat,

Zingeberis aromaticae Rhizoma (rimpang lempuyang wangi) yang memiliki

kandungan minyak atsiri dan flavonoid khasiat sebagai obat radang dan encok dan

Zingeberis Rhizoma (rimpang jahe) yang memiliki kandungan minyak atsiri dan flavonoid. Mekanisme flavonoid sebagai anti-inflamasi yaitu menghambat aktivitas siklooksigenase dan lipoksigenase, enzim utama yang memproduksi

eicosanoid (prostaglandin, leukotrien, dan tromboksan) dan penangkapan radikal bebas. Untuk Zingeberis Rhizoma, penelitian secara in-vitro menunjukkan bahwa ekstrak dalam air panas menghambat aktivitas siklooksigenase dan lipooksigenase dalam asam arakhidonat sehingga menyebabkan penurunan jumlah prostaglandin dan leukotriens. Penelitian secara in-vivo menunjukkan bahwa ekstrak Zingeberis

(73)
(74)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1. Dari hasil penelitian ini produk jamu Pegal Linu® Sido Muncul dan jamu Prolinu® Air Mancur memiliki efek anti-inflamasi

2. Dosis yang memberikan daya anti-inflamasi yang paling baik dari jamu Pegal Linu® Sido Muncul adalah dosis 2548 mg/kg BB (dosis untuk 2 bungkus) dan untuk produk jamu Prolinu® Air Mancur adalah dosis 637 mg/kg BB (dosis untuk setengah bungkus).

3. Dari kedua produk jamu pegal linu yang diuji dalam penelitian ini yang memiliki daya anti-inflamasi yang paling baik adalah jamu Prolinu® Air Mancur dengan dosis 637 mg/kg BB.

B. Saran

1. Perlu dilakukan uji praklinik lanjutan seperti uji toksisitas produk jamu Pegal Linu® Sido Muncul dan produk jamu Prolinu® Air Mancur.

(75)

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 1977, Materia Medika Indonesia,Jilid I, 80-84, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.

Anonim, 1978, Materia Medika Indonesia, Jilid II, 51-54, 103-106, 118-121, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.

Anonim, 1979, Materia Medika Indonesia,Jilid III, 92-95, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.

Anonim, 1980, Materia Medika Indonesia, Jilid IV, 42-45, 48-51, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.

Anonim, 2000, Acuan Sediaan Herbal, Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.

Anonim, 2001, The Merck Index; An Encyclopedia of Chemicals, Drugs, and Biologicals, 3106, Merck & Co., Inc., Whitehouse Station, New Jersey. Anonim, 2005, Kriteria dan Tata Laksana Pendaftaran Obat Tradisional, Obat

Herbal Terstandar dan Fitofarmaka, http://www.pom.go.id/public/ hukum_perundangan / pdf/KRITCARA%20PENDAFT.OT.pdf., diakses pada tanggal 3 Februari 2007.

Anonim, 2007, Corticosteroid Drugs, http:// department.txwes.edu/ msna/ martin/ pdf/02%20STEROI.PDF, diakses pada tanggal 8 Agustus 2007.

Bellanti, J. A., 1993, Imonologi III, diterjemahkan oleh Samik Wahap, cetakan I, 223, UGM Press, Yogyakarta.

Buhler, D. R., and Miranda, C., 2000, Antioxidant Activities of Flavonoids,

http://www.[email protected], diakses pada tanggal 19 Juni 2007.

Dalimartha, S., 1999, Atlas Tumbuhan Obat Indonesia, Jilid I, PT. Pustaka Pembangunan Swadaya Nusantara, Jakarta.

Duwiejua, M., and Zeitlin, I.J., 1993, Plants As A Source of Anti-inflamatory in

Drugs From Natural Products, 153 – 161, (Harvey, A.L., Editor), Ellis Horwood, London.

Gryglewski, R.J., 1977, Some Experimental Models for the study of Infammation and Anti-Inflammatory Drugs, in I. L. Bonta, J. Thomson, and K. Brune,

Inflammation: Mechanism and Their Impact of Therapy, p 19-21,

Gambar

Tabel I. Perbandingan komponen bahan-bahan penyusun produk jamu
Gambar 1.  Biosintesis Prostaglandin ………………………………….
Gambar 1. Biosintesis Prostagalandin (Wilmana, 1995)
Gambar 2. Patogenesis dan gejala suatu peradangan (Mutschler, 1986)
+7

Referensi

Dokumen terkait

penyertaanNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “ UJI ANTIINFLAMASI EKSTRAK METANOL AKAR Eurycoma Longifolia Jack PADA MENCIT JANTAN GALUR SWISS

UJI POTENSIASI EFEK SEDASI NATRIUM TIOPENTAL OLEH EKSTRAK ETANOL DAUN KEMUNING ( Murraya paniculata [L.] Jack.) DALAM BENTUK SEDIAAN SIRUP PADA MENCIT JANTAN GALUR

UJI POTENSIASI EFEK HIPNOTIK NATRIUM TIOPENTAL OLEH INFUSA DAUN UMYUNG ( Gynura aurantiaca DC) PADA MENCIT PUTIH JANTAN GALUR SWISS WEBSTER..

Skripsi yang berjudul UJI EFEK TONIKUM INFUSA RIMPANG JAHE ( Zingiber Officinale Roscoe) PADA MENCIT JANTAN ( Mus.. musculus ) GALUR Swiss Webstar diajukan untuk memenuhi salah

Uji Efek Analgetik Infusa Daun Cocor Bebek (Kalanchoe pinnata (Lam.) Pers.) terhadap Mencit Jantan Galur Swiss yang Diinduksi dengan Asam Asetat.. Pontianak: Fakultas

Penelitian yang berjudul Efek Antiinflamasi Asetil Eugenol secara Topikal terhadap Edema Kaki yang Diinduksi oleh Formalin 0,5% pada Mencit Jantan Galur

Hasil uji efek analgesik dari ekstrak methanol kulit pisang kepok ( Musa paradisiaca) terhadap mencit ( Mus musculus ) putih jantan galur swiss didapatkan dari

Efek Infusa Daun Teh Hijau (Camelia Sinensis) Sebagai Antidiare pada Mencit Jantan Galur Swiss webster.. Bandung : Fakultas