• Tidak ada hasil yang ditemukan

KONFLIK BATIN TOKOH UTAMA DALAM ENAM CERPEN PADA KUMPULAN CERPEN CERITA PENDEK TENTANG CERITA CINTA PENDEK KARYA DJENAR MAESA AYU TINJAUAN PSIKOLOGI SASTRA SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sastra Indonesia Program

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "KONFLIK BATIN TOKOH UTAMA DALAM ENAM CERPEN PADA KUMPULAN CERPEN CERITA PENDEK TENTANG CERITA CINTA PENDEK KARYA DJENAR MAESA AYU TINJAUAN PSIKOLOGI SASTRA SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sastra Indonesia Program"

Copied!
0
0
0

Teks penuh

(1)

i

TINJAUAN PSIKOLOGI SASTRA

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sastra Indonesia

Program Studi Sastra Indonesia

Oleh

Lucya Desy Puspita Sari 034114046

PROGRAM STUDI SASTRA INDONESIA

JURUSAN SASTRA INDONESIA FAKULTAS SASTRA UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(2)
(3)
(4)

iv

Skripsi ini kupersembahkan untuk:

Yang membuatku ada dan berkarya atas diriku

Yesus Kristusku

Kedua orang tuaku yang penuh kasih

Bapakku Drs. FX. Wijiantoro dan Ibuku Yohana Haryati

Adikku tersayang

Henrikus Bayu Kusuma Atmaja

Sahabat sekaligus kekasihku

Paulus Yesaya Jati

(5)

v

Tidakkah sayapmu merasa lelah

Aku mendapati sepasang sayap tumbuh di

punggungku

Kala itu aku tidak meminta

Agar sayap baruku itu cepat-cepat tumbuh

Namun ketika waktu telah mulai habis terkunyah

Aku ingin sayapku segera tumbuh

Agar aku bisa terbang

Meninggalkan padang terasing tempatku

mengasingkan diri

Mengitari bunga yang membuka kelopak senyum esok

pagi.

(6)
(7)
(8)

viii

berkat rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulis menyusun skripsi ini dalam rangka menyelesaikan Program Strata Satu (S1) pada Program Studi Sastra Indonesia, Jurusan Sastra Indonesia, Fakultas Satra Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna dan mempunyai beberapa kekurangan karena keterbatasan kemampuan serta pengalaman penulis. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun demi kesempurnaan dan perbaikan skripsi ini.

Dalam menyusun skripsi ini penulis telah banyak memperoleh bimbingan, pengarahan, saran, serta dorongan yang bermanfaat dan mendukung penyelesaian skripsi ini. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Ibu Dra. Fr. Tjandrasih Aji, M.Hum. selaku pembimbing I yang telah memberikan pengarahan dan membimbing dengan sabar sehingga penulis akhirnya dapat menyelesaikan skripsi ini.

2. Bapak Drs. B. Rahmanto, M.Hum. selaku pembimbing II yang secara tidak langsung telah memberikan motivasi kepada penulis untuk tetap semangat dalam menyelesaikan skripsi ini.

(9)

ix

4. Seluruh dosen di Fakultas Sastra, terutama para dosen Program Studi Satra Indonesia. Pak Praptomo, Pak Ari, Pak San, Pak Yapi, Bu Peni, terima kasih atas ilmu yang telah dibagikan.

5. Segenap keluarga besar Program Studi Sastra Indonesia untuk persahabatannya.

6. Segenap karyawan perpustakaan USD dan staf sekretariat Fakultas Sastra untuk pelayanannya yang ramah.

7. Bapak, Ibu, dan Adek ku. Terima kasih atas doa, semangat, dukungan, kepercayaan dan cinta yang mendorong penulis menyelesaikan skripsi ini. 8. Segenap keluarga besar Trisno Utomo dan keluarga besar Wignyo

Suharto. Terima kasih atas segala cinta.

9. Pengisi ruang kosong di sela-sela jari ku, Paulus Yesaya Jati. Terima kasih atas genggaman tanganmu yang penuh cinta sehingga mampu memberiku semangat.

10. Seluruh teman seperjuangan di Sastra Indonesia 2003, terima kasih atas pertemanan dan kenangan indah selama di bangku kuliah ini.

11. Aic, Az3, Bekti, Doan, Dita, Diar, Emak, Firla, Gondez, Icha, Kepleh, Lampung, Mami Aning, Nenex, Pak RT, Rini, Simpli, Ucik. Terima kasih untuk persahabatan, curhat-curhat, tawa, tingkah gila dan air mata, serta

(10)

x selama lebih dari 10 tahun ini.

13. Acer Aspire 4520. Terima kasih telah menemani aku mengerjakan skripsiku ini.

14. Semua pihak yang telah membantu dan mendukung kelancaran penulisan skripsi ini. Tidak ada yang sanggup menggantikan selain rasa terima kasih yang mendalam.

Semoga Tuhan Yang Maha Esa membalas semua kebaikan yang telah diberikan.

Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam skripsi ini. Seluruh kesalahan dalam skripsi ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab penulis. Oleh karena itu, penulis mengharap kritik dan saran demi penyempurnaan skripsi ini. Akhir kata penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan.

Penulis

(11)

xi

Sastra Indonesia, Universitas Sanata Dharma.

Penelitian ini mengkaji konflik batin tokoh utama dalam enam cerpen pada kumpulan cerpen Cerita Pendek tentang Cerita Cinta Pendekdengan pendekatan psikologi sastra. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori struktural dan teori psikologi. Teori struktural yang digunakan adalah teori tokoh dan teori penokohan. Analisis psikologi menggunakan teori konflik batin dan teori motivasi. Konflik batin adalah keadaan munculnya dua kebutuhan atau lebih dalam waktu bersamaan yang bertentangan satu sama lain yang tidak dapat dipenuhi dalam waktu bersamaan. Motivasi adalah dorongan atau penggerak perilaku di dalam konflik. Metode yang dipakai dalam penelitian ini adalah metode deskriptif. Langkah-langkah yang ditempuh adalah menganalisis tokoh utama, penokohan tokoh utama; kemudian menggunakan analisis struktural tersebut untuk lebih memahami konflik batin tokoh utama dan motivasinya dalam enam cerpen pada kumpulan cerpenCerita Pendek tentang Cerita Cinta Pendek.

Analisis struktural dibatasi pada tokoh utama dan penokohan tokoh utama. Tokoh utama dalam cerpen “Cerita Pendek tentang Cerita Cinta Pendek”, “Nachos”, “Three More Days”, “Ha… Ha… Ha… “, “Suami Ibu, Suami Saya”, “Istri yang Tidak Pulang” adalah Tokoh Saya. Tokoh Saya dalam cerpen “Cerita Pendek tentang Cerita Cinta Pendek” adalah seorang istri yang berselingkuh dengan seorang wanita. Ia tidak dapat memilih salah satu di antara suaminya dan pasangan lesbiannya. Tokoh Saya dalam cerpen “Nachos” adalah seorang perempuan yang ingin memiliki suami orang lain. Tokoh Saya di dalam cerpen “Three More Days” adalah seorang istri yang kabur dari rumah dengan pasangan selingkuhnya. Tokoh Saya dalam cerpen “Ha… Ha… Ha… “ adalah seorang anak yang mendapat kekerasan fisik dari orang tuanya. Tokoh Saya dalam “Suami Ibu, Suami Saya” adalah seorang anak yang dihamili dan dinikahi oleh ayahnya sendiri. Tokoh Saya dalam cerpen “Istri yang Tidak Pulang” adalah seorang istri yang ingin melupakan suaminya dengan cara melacurkan diri.

Menurut akibat yang ditimbulkan, konflik batin yang terdapat dalam penelitian ini adalah konflik approach-approach, konflik approach-avoidance, dan konflikavoidance-avoidance. Konflik batin dimotivasi oleh tiga faktor, yaitu faktor lingkungan, faktor dari dalam diri individu, dan faktor nilai tujuan. Motivasi dari faktor lingkungan berupa desakan dari orang di sekitar tokoh utama. Motivasi yang berasal dari dalam diri individu berupa harapan atau keinginan dari tokoh utama. Motivasi yang berasal dari nilai tujuan berupa status dan tanggung jawab dari tokoh utama. Faktor-faktor ini memotivasi Tokoh Saya mengalami konflik batin.

(12)

xii

Thesis. Yogyakarta: Indonesian Letters Department, Sanata Dharma University.

This research analyzes the conflict of the main characters on six short stories on the collection of short stories Cerita Pendek tentang Cerita Cinta Pendekusing psychological approach. This thesis applied the theories of structural and psychology. Structural theory being used is the theory of character and characterization. Psychological analysis applied the theory of inner conflict and theory of motivation. Inner conflict is a situation in which two needs or more against each other and cannot be fulfilled at the same time. Motivation is impulse or motor of behavior in the conflict. This research uses descriptive method. In conducting the analysis, the main characters are being analyzed together with the characteristics of the main character, then the structural analysis is used to understand the inner conflict and motivation of the main character on the six short stories on the collection of short stories Cerita Pendek tentang Cerita Cinta Pendek.

Structural analysis analyzes the main character and the characteristics of the main character. The main character on the short story “Cerita Pendek tentang Cerita Cinta Pendek”, “Nachos”, “Three More Days”, “Ha…Ha…Ha…”, ”Suami Ibu, Suami Saya”, “Istri yang Tidak Pulang”, is I character. I character on the short story “Cerita Pendek tentang Cerita Cinta Pendek” is a wife who has an affair with woman. She cannot decide to choose her husband or her lesbian partner. I character on the short story “Nachos” is a woman who wants to have other’s woman husband. I character on short story “Three More Days” is a wife who runs away with her affair partner. I character on short story “Ha…Ha..Ha..” is a child that physically abuses by her parent. I character on the “Suami Ibu, Suami Saya” is a girl being raped and married by her own father. I character on the short story “Istri yang Tidak Pulang” is a wife who wants to forget her husband by being a prostitute.

According to the result, of the inner conflict in this research there are conflict approach-approach, conflict approach-avoidance, and conflict avoidance-avoidance. Inner conflict motivated by three factors, they are environment factor, inner factor of the individual, and goal factor. Motivation of the environment factor is impulse of other characters surrounding the main character. The inner factor of the individual is hope and will of the main character. Motivation which comes from the goal is a status and responsibility from the main character. This factors motivate I character to have inner conflict.

(13)

xiii

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN PEMBIMBING ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

MOTO ... v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

KATA PENGANTAR ... vii

ABSTRAK ... x

ABSTRACT... xi

DAFTAR ISI ... xii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 3

1.3 Tujuan Penelitian ... 4

1.4 Manfaat Penelitian ... 5

1.5 Tinjauan Pustaka ... 5

1.6 Landasan Teori ... 6

1.6.1 Teori Struktural ... 8

1.6.1.1 Tokoh ... 8

1.6.1.1.1 Segi Peranan Tokoh dalam Cerita ... 8

(14)

xiv

1.6.2.1 Konflik Batin ... 11

1.6.2.2 Motivasi ... 12

1.7 Metode Penelitian ... 13

1.7.1 Pendekatan ... 13

1.7.2 Metode ... 14

1.7.3 Sumber Data ... 14

1.7.4 Teknik Pengumpulan Data ... 16

1.7.4.1 Populasi ... 16

1.7.4.2 Sampel ... 16

1.8 Sistematika Penyajian ... 17

BAB II ANALISIS TOKOH DAN PENOKOHAN TOKOH UTAMA DALAM ENAM CERPEN PADA KUMPULAN CERPENCERITA PENDEK TENTANG CERITA CINTA PENDEKKARYA DJENAR MAESA AYU ... 19

2.1 Cerpen “Cerita Pendek tentang Cerita Cinta Pendek” ... 20

2.1.1 Tokoh dan Penokohan ... 21

2.1.1.1 Tokoh Saya ... 21

2.2 Cerpen “Nachos” ... 25

2.2.1 Tokoh dan Penokohan ... 27

(15)

xv

2.3.1.1 Tokoh Saya ... 31

2.4 Cerpen “Ha… Ha… Ha… “ ... 35

2.4.1 Tokoh dan Penokohan ... 36

2.4.1.1 Tokoh Saya ... 36

2.5 Cerpen “Suami Ibu, Suami Saya” ... 39

2.5.1 Tokoh dan Penokohan ... 40

2.5.1.1 Tokoh Saya ... 40

2.6 Cerpen “Istri yang Tidak Pulang” ... 44

2.6.1 Tokoh dan Penokohan ... 45

2.6.1.1 Tokoh Saya ... 45

BAB III ANALISIS KONFLIK BATIN TOKOH UTAMA DALAM ENAM CERPEN PADA KUMPULAN CERPENCERITA PENDEK TENTANG CERITA CINTA PENDEKKARYA DJENAR MAESA AYU ... 50

3.1 Cerpen “Cerita Pendek tentang Cerita Cinta Pendek” ... 51

3.1.1 Konflik Batin ... 51

3.1.2 Motivasi Konflik Batin... 55

3.2 Cerpen “Nachos” ... 59

3.2.1 Konflik Batin ... 59

(16)

xvi

3.3.2 Motivasi Konflik Batin ... 71

3.4 Cerpen “Ha… Ha… Ha… “ ... 77

3.4.1 Konflik Batin ... 77

3.4.2 Motivasi Konflik Batin ... 80

3.5 Cerpen “Suami Ibu, Suami Saya” ... 82

3.5.1 Konflik Batin ... 82

3.5.2 Motivasi Konflik Batin ... 85

3.6 Cerpen “Istri yang Tidak Pulang” ... 88

3.6.1 Konflik Batin ... 88

3.6.2 Motivasi Konflik Batin ... 91

BAB IV PENUTUP ... 95

4.1 Kesimpulan Hasil Analisis Kumpulan CerpenCerita Pendek tentang Cerita Cinta Pendek ... 95

4.1.1 Kesimpulan Konflik Batin dalam Enam Cerpen pada Kumpulan Cerpen Cerita Pendek tentang Cerita Cinta Pendek ... 95

4.1.1.1 Cerpen “Cerita Pendek tentang Cerita Cinta Pendek” 96 4.1.1.2 Cerpen “Nachos” ... 99

4.1.1.3 Cerpen “Three More Days” ... 100

(17)

xvii

4.2 Saran ... 107

DAFTAR PUSTAKA ... 109 BIOGRAFI PENULIS ... 111

(18)

1 1. 1 Latar Belakang

Dengan berbagai dorongan, nafsu, orang selalu menginginkan dan mengusahakan tercapainya sesuatu untuk pemuasannya (Meichati, 1969:25). Kehidupan modern yang bercirikan material membawa manusia kepada situasi yang semakin kompleks. Keinginan dan cita-cita untuk mendapatkan sukses material dan status sosial tinggi menghadapkan manusia pada sikap kompetitif dan individualitas. Hal ini membuat orang salah menggunakan hak, wewenang dan kekuasaan (Kartono, 1980: 25). Bila keinginannya terhambat terganggu ataupun tertumpuk kepada pemuasan yang kurang sesuai, keinginan itu akan menimbulkan ketegangan ataupun suatu pertentangan (Meichati, 1969: 23). Peristiwa ini semakin berat menekan masyarakat, menambah ketegangan emosional dan konflik-konflik batin yang serius (Kartono, 1980:23).

Menurut Suyitno (1986: 5) sastra merupakan pengalaman jiwa manusia secara utuh. Pengalaman jiwa manusia mencakup baik-buruknya hidup manusia. Pengalaman jiwa itu penuh dengan konflik batin dan merupakan terjemahan dari pengalaman hidup manusia ketika mengalami peristiwa-peristiwa hidup dan kehidupan.

(19)

baik-buruknya kehidupan manusia. Sastra penuh dengan konflik batin dan merupakan terjemahan menawan perjalan manusia ketika mengalami dan bersentuhan dengan peristiwa hidup dan kehidupan.

Sastra memang bukan kenyataan kehidupan sosial, tetapi ia selalu berdasarkan kenyataan sosial. Sastra adalah kenyataan sosial yang mengalami proses pengolahan pengarangnya (Sumardjo, 1979:30)

Psikologi mempelajari proses kejiwaan manusia dan pelajaran ini dapat dipergunakan untuk memperjelas pemahaman tentang kesusastraan, dengan dasar pertimbangan bahwa jiwa manusia merupakan kandungan pengalaman, pengetahuan, bahkan kesenian (Atmaja, 1986: 71). Karya sastra mengggambarkan masalah kehidupan, baik jiwa atau aspek kehidupan. Sastra dapat memanfaatkan psikologi karena sastra merupakan ekspresi manusia.

Karya sastra menyajikan situasi-situasi yang terkadang tidak masuk akal dan motif-motif yang terkadang fantastis (Wellek dan Warren, 1990:107). Situasi-situasi yang tidak masuk akal menjadi motivasi (penggerak perilaku) konflik batin dalam diri tokoh. Djenar Maesa Ayu dalam karyanya Cerita Pendek tentang Cerita Cinta Pendek mengisahkan tokoh-tokoh utama dalam setiap cerpennya yang mengalami konflik batin dalam kisah cintanya. Berdasarkan hal itu, peneliti terdorong untuk meneliti keadaan psikologis tokoh utama dalam enam cerpen pada kumpulan cerpen Cerita Pendek tentang Cerita Cinta Pendek karya Djenar Maesa Ayu dalam menghadapi realitas yang bertentangan dengan hati nuraninya.

(20)

(KBBI,1995:593). Dalam penelitian ini yang akan diteliti adalah motivasi konflik batin tokoh utama , maka pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan psikologi sastra. Pendekatan psikologi sastra artinya pendekatan dari sudut psikologi dan sastra.

Cerita pendek dalam kumpulan cerpenCerita Pendek tentang Cerita Cinta Pendek karya Djenar Maesa Ayu ada tiga belas cerpen. Ketiga belas cerpen tersebut adalah “Cerita Pendek tentang Cerita Cinta Pendek”, “Nachos”, “Three More Days”, “Pasien”, “Ikan”, “Ha… Ha… Ha… “, “Suami Ibu, Suami Saya”, “Dislokasi Cinta”, “AL + EX = Cinta”, “Istri yang Tidak Pulang”, “Lolongan Di Balik Dinding”, “Semalam, Ada Binatang”, “Hangover”. Dari ketiga belas cerpen di atas diambil enam cerpen sebagai data penelitian. Keenam cerpen tersebut adalah “Cerita Pendek tentang Cerita Cinta Pendek”, “Nachos”, “Three More Days”, “Ha… Ha… Ha… “, “Suami Ibu, Suami Saya”, “Istri yang Tidak Pulang”. Peneliti memilih keenam cerpen tersebut karena keenam cerpen tersebut mewakili keseluruhan cerpen dalam kumpulan cerpen, yaitu tokoh-tokoh utamanya mengalami konflik batin dan dapat dianalisis motivasi yang menyebabkan terjadinya konflik batin.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas, maka masalah-masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

(21)

Ha… Ha…”, “Suami Ibu, Suami Saya”, “Istri yang Tidak Pulang” pada kumpulan cerpenCerita Pendek tentang Cerita Cinta Pendek karya Djenar Maesa Ayu?

1.2.2 Bagaimanakah konflik batin tokoh utama dan motivasinya dalam cerpen “Cerita Pendek tentang Cerita Cinta Pendek”, “Nachos”, “Three More Days”, “Ha… Ha… Ha…”, “Suami Ibu, Suami Saya”, “Istri yang Tidak Pulang” pada kumpulan cerpenCerita Pendek tentang Cerita Cinta Pendek karya Djenar Maesa Ayu?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah, tujuan penelitian ini adalah:

1.3.1. Mendeskripsikan tokoh dan penokohan dalam cerpen “Cerita Pendek tentang Cerita Cinta Pendek”, “Nachos”, “Three More Days”, “Ha… Ha… Ha…”, “Suami Ibu, Suami Saya”, “Istri yang Tidak Pulang” pada kumpulan cerpen Cerita Pendek tentang Cerita Cinta Pendek karya Djenar Maesa Ayu.

(22)

1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk meningkatkan apresiasi sastra Indonesia yang menyangkut ilmu psikologi sastra khususnya tentang motivasi konflik batin dalam sebuah karya sastra. Karya sastra yang dimaksud dalam penelitian ini adalah kumpulan cerpenCerita Pendek tentang Cerita Cinta Pendek karya Djenar Maesa Ayu. Hasil penelitian ini diharapkan juga dapat menambah wawasan tentang penulis-penulis wanita era 2000- an serta kebaharuan tema yang ada di dalam karyanya. Sehingga dapat memberikan gambaran tentang perkembangan penulis-penulis wanita beserta karyanya.

Penulis berharap manfaat tersebut dapat dirasakan tidak hanya oleh kalangan sastrawan, melainkan juga oleh masyarakat pada umumnya yang tidak mempelajari sastra secara mendalam.

1.5 Tinjauan Pustaka

Unai dalam http://evolia.wordpress.com dengan tulisannya yang berjudul Djenar dalam Cerita Cinta Pendek mengungkapkan bahwa di dalam Cerita Pendek tentang Cerita Cinta Pendek ini Djenar mengangkat kisah-kisah tentang pengkhianatan, perselingkuhan, pelecehan seksual, penganiayaan, serta disorientasi seksual. Bahasa yang lugas, ceplas-ceplos dan sesekali romantis adalah ciri khas Djenar, bisa diihat dalam cerpennya yang berjudul “Three More Days”(hlm 17)

(23)

“Saya benar-benar tidak ingin pulang sekarang, Apalagi saya tidak sendirian. Saya bersama laki-laki yang juga tidak ingin pulang. Tapi kami harus pulang. Pulang meninggalkan laut malam yang bergerak tenang. Pulang meninggalkan perbincangan yang kami lakukan sambil duduk di atas karang. Pulang meninggalkan peluk ciuman di bawah kerlingan malu-malu bintang.

Menurut Unai (2007) kutipan di atas menunjukkan betapa keras kepalanya tokoh saya dalam cerpen ini. Kutipan di atas juga menunjukkan keromantisan Djenar karena membungkus kisah perselingkuhan dengansettinglaut dan bintang. Lain halnya dengan cerpennya yang berjudul “HA..HA ..HA” (hal 41). Judul tersebut menggambarkan sebuah tawa yang menggelegar tetapi entah menertawakan apa karena dalam kalimat pertama dalam cerpennya tertulis:

“Setan! Ia berdoa lagi. Bersimpul kanan kiri jari. Bertekuk lutut kaki”

Unai (2007) mengungkapkan bahwa Djenar membuat setiap cerpennya tidak tertebakending-nya. Meski dengan bahasa yang lugas dan mengalir, namun cukup membuat pembaca melipat dahi ketika membacanya.

Selebihnya sejauh pengetahuan penulis, kumpulan cerpen Cerita Pendek tentang Cerita Cinta Pendek karya Djenar Maesa Ayu belum pernah dibahas. Hal ini terbukti dengan sulitnya mendapatkan referensi, artikel atau esai yang membicarakan kumpulan cerpen Cerita Pendek tentang Cerita Cinta Pendek karya Djenar Maesa Ayu.

1.6 Landasan Teori

(24)

tema. Analisis ekstrinsik mencakup hal-hal di luar karya sastra seperti tinjauan: sosiologis, psikologis, pendidikan, dan seterusnya (Wellek dan Warren via Melani Budianta, 1995:77- 297).

Karya sastra merupakan struktur yang terdiri dari bagian-bagian yang bermakna. Struktur karya sastra menyaran pada pengertian hubungan antara unsur (intrinsik) yang bersifat timbal balik, saling mempengaruhi yang secara bersamaan membentuk kesatuan yang utuh (Nurgiyantoro,2002:36).

Teori yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah teori struktural, khususnya tokoh dan penokohan serta teori psikologi yaitu teori konflik batin dan teori motivasi. Analisis struktural yang dipakai dalam penelitian ini adalah teori tokoh dan penokohan saja. Teori tokoh dan penokohan mendukung penelitian ini yaitu menganalisis motivasi konflik batin dari tokoh utama. Analisis struktural yang digunakan hanya tokoh dan penokohan karena yang mengalami konflik batin adalah tokoh utama sehingga untuk mengetahui konflik batin tokoh utama maka tokoh utama diteliti terlebih dahulu. Analisis struktural diperlukan dalam penelitian ini karena sebagai unsur pembangun karya yang diperlukan untuk mengetahui keadaan jiwa dalam sebuah karya sastra.

(25)

1.6.1 Teori Struktural 1.6.1.1 Tokoh

Tokoh adalah individu rekaan yang mengalami peristiwa atau berperan dalam berbagai peristiwa cerita (Sudjiman, 1991:16). Menurut Nurgiyantoro istilah “tokoh” menunjuk pada orangnya, pelaku cerita, misalnya sebagai jawab terhadap pertanyaan: “Siapakah tokoh utama novel itu?”, atau “Ada berapa orang jumlah pelaku novel itu?”. (2002: 165)

Penganalisaan tokoh dalam penelitian ini dibedakan berdasarkan segi fungsi penampilan tokoh dalam cerita dan segi peranan tokoh dalam cerita. Pembedaan tokoh tersebut adalah sebagai berikut:

1.6.1.1.1 Segi Peranan Tokoh dalam Cerita

Dilihat dari segi peranan atau tingkat pentingnya tokoh dalam sebuah cerita, ada tokoh yang tergolong penting dan ditampilkan terus menerus sehingga terasa mendominasi sebagian besar cerita, dan sebaliknya, ada tokoh (-tokoh) yang hanya dimunculkan sekali atau beberapa kali dalam cerita, dan itu pun mungkin dalam porsi penceritaan yang relatif pendek. Tokoh yang disebut pertama adalah tokoh utama cerita(central character, main character), sedang yang kedua adalah tokoh tambahan(peripheral character).

(26)

sebagai pelaku kejadian maupun yang dikenai kejadian. (Nurgiyantoro, 2002:176-177)

Menurut Nurgiyantoro, karena tokoh utama paling banyak diceritakan dan selalu berhubungan dengan tokoh-tokoh lain, ia sangat menentukan perkembangan plot secara keseluruhan. Ia selalu hadir sebagai pelaku, atau yang dikenai kejadian atau konflik, penting yang mempengaruhi perkembangan plot. (2002: 177)

1.6.1.1.2 Segi Fungsi Penampilan Tokoh

Tokoh protagonis adalah tokoh yang kita kagumi –yang salah satu jenisnya secara populer disebut hero –tokoh yang merupakan pengejawantahan norma-norma, nilai-nilai, yang ideal bagi kita (Altenbernd & Lewis dalam Nurgiyantoro, 2002: 178). Tokoh protagonis menampilkan sesuatu yang sesuai dengan pandangan kita, harapan-harapan kita, pembaca. (Nurgiyantoro,2002: 178- 179).

1.6.1.2 Penokohan

(27)

Dengan demikian kerjasama antara tokoh yang satu dengan yang lain sangat dibutuhkan.

Secara garis besar dapat disimpulkan bahwa tokoh sangat dibutuhkan kehadirannya sebab melalui penokohan, cerita menjadi nyata dalam angan-angan pembaca. Melalui penokohan itulah pembaca dapat dengan jelas menangkap wujud manusia dengan perikehidupannya yang sedang diceritakan oleh pengarang.

Dalam penelitian ini, analisis tokoh dan penokohan digunakan untuk mengetahui sikap, watak, tingkah laku, atau ciri-ciri fisik tokoh secara langsung. Analasis tokoh dan penokohan juga digunakan untuk menggambarkan aktivitas yang dilakukan oleh tokoh, baik lewat kata atau tingkah-laku dan juga melalui peristiwa yang terjadi.

(28)

1.6.2 Teori Psikologi 1.6.2.1 Konflik Batin

Dorongan-dorongan atau kebutuhan-kebutuhan tidak selalu muncul satu per satu . Dalam kehidupan sehari-hari seringkali muncul dua kebutuhan atau lebih secara bersamaan. Keadaan munculnya dua kebutuhan atau lebih dalam diri seseorang dalam waktu yang bersamaan ini disebut konflik batin (Irwanto, 1988: 169). Daradjat (1985: 56) menyebut konflik batin sebagai dua macam dorongan atau lebih yang bertentangan satu dengan yang lain atau tidak mungkin dipenuhi dalam waktu yang sama.

Dalam penelitian ini analisis konflik batin digunakan untuk menganalisis konflik batin tokoh utama dalam kumpulan cerpen Cerita Pendek tentang Cerita Cinta Pendekkarya Djenar Maesa Ayu yang bersumber dari pergulatan perasaan-perasaan negatif dari dalam dirinya itu.

Berdasarkan akibat yang ditimbulkan dari tindakan yang dilakukan, Kurt Lewin (dalam Irwanto, 1988: 169- 170) membagi konflik batin menjadi:

a. Konflik approach-approach, yaitu apabila dua kebutuhan (atau lebih) yang muncul bersamaan. Keduanya mempunyai nilai positif bagi individu.

b. Konflik approach-avoidance, yaitu apabila satu kebutuhan yang muncul mempunyai nilai positif dan negatif sekaligus bagi individu.

(29)

d. Konflik multiple approach-avoidance, yaitu apabila muncul lebih dari dua kebutuhan yang mempunyai nilai-nilai positif dan negatif sekaligus bagi individu.

Dalam penelitian ini konflik batin tokoh utama dalam enam cerpen dianalisis terlebih dahulu. Selanjutnya penulis menganalisis konflik batin tersebut menggunakan teori Kurt Lewin untuk membedakan jenis konflik batin tersebut berdasarkan akibat yang ditimbulkan.

1.6.2.2 Motivasi

Manusia bukanlah benda mati yang bergerak hanya bila ada daya dari luar yang mendorongnya, melainkan makhluk yang mempunyai daya-daya dalam dirinya sendiri untuk bergerak. Daya untuk bergerak inilah yang disebut motivasi (Irwanto, 1988: 155). Karena itu, motivasi sering disebut sebagai penggerak perilaku di dalam konflik.

Secara umum, Irwanto (1988: 155) menyebutkan bahwa motivasi penggerak perilaku tersebut dapat digolongkan menjadi tiga, yaitu:

a. Motivasi yang berasal dari lingkungan (kegaduhan, bahaya dari lingkungan, desakan orang lain, situasi lingkungan)

b. Motivasi yang berasal dari dalam diri individu (harapan atau cita-cita, emosi, instink, keinginan, dan lain-lain)

(30)

Dalam penelitian ini, penulis akan menguraikan tiap-tiap motivasi konflik batin yang dialami tokoh-tokoh utama dalam enam cerpen pada kumpulan cerpen Cerita Pendek tentang Cerita Cinta Pendek karya Djenar Maesa Ayu.

Teori motivasi digunakan dalam penelitian ini karena dalam suatu karya sastra konflik atau tindakan selalu didasari oleh motivasi atau dorongan. Dengan menggunakan teori motivasi, konflik batin yang dialami tokoh-tokoh utama dalam kumpulan cerpen Cerita Pendek tentang Cerita Cinta Pendek karya Djenar Maesa Ayu akan ditemukan motivasinya.

1.7 Metode Penelitian 1.7.1 Pendekatan

(31)

1.7.2 Metode

Metode adalah suatu cara yang dipergunakan untuk mencapai suatu tujuan. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif. Metode deskriptif diartikan sebagai pemecahan masalah yang diselidiki, dengan menggambarkan atau melukiskan obyek penelitian pada saat sekarang berdasarkan fakta-fakta yang tampak sebagaimana adanya untuk memberikan bobot yang lebih tinggi pada metode ini, maka fakta yang ditemukan harus diberi fakta atau data yang terkumpul harus diolah dan ditafsirkan (Nawawu dan Martini, 1994: 73). Selain itu penelitian deskriptif disini adalah jenis penelitian yang memberikan gambaran atau uraian atas suatu keadaan sejelas mungkin tanpa ada perlawanan terhadap obyek yang diteliti (Kountur, 2003: 105).

Metode yang digunakan dalam penelitian ini berpangkal dari analisis teks untuk mengungkapkan struktur penokohan yang kemudian dipergunakan untuk memahami lebih dalam motivasi konflik batin tokoh-tokoh utama dalam enam cerpen pada kumpulan cerpenCerita Pendek tentang Cerita Cinta Pendek karya Djenar Maesa Ayu.

1.7.3 Sumber Data

(32)

Sumber data dalam penelitian ini berupa data primer dan data sekunder. Dalam penelitian ini, data sekunder diperoleh dari buku, laporan hasil penelitian, karangan ilmiah akademis (skripsi), internet yang berkaitan dengan penelitian. Sedangkan data primernya adalah sebagai berikut:

Judul : CERITA PENDEK TENTANG CERITA CINTA PENDEK Pengarang : Djenar Maesa Ayu

Penerbit : PT Gramedia Pustaka Utama Tahun Terbit : 2006

Tebal : 126 halaman Ukuran : 14 x 21 cm Cetakan : Ketiga

(33)

1.7.4 Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik pustaka. Teknik pustaka dilakukan dengan cara studi kepustakaan. Dalam studi tersebut dicari sumber-sumber tertulis yang digunakan dan dipilih sesuai dengan masalah dalam tujuan penelitian. (Ratna, 2004: 39)

1.7.4.1 Populasi

Populasi adalah jumlah keseluruhan dari unit analisis yang cirri-cirinya akan diduga (Sudaryanto, 1988:21). Dalam penelitian ini yang disebut populasi adalah seluruh cerpen yang ada di dalam kumpulan cerpen Cerita Pendek tentang Cerita Cinta Pendek karya Djenar Maesa Ayu. Cerpen-cerpen tersebut adalah cerpen “Cerita Pendek tentang Cerita Cinta Pendek”, “Nachos”, “Three More Days”, “Pasien”, “Ikan”, “Ha… Ha… Ha… “, “Suami Ibu, Suami Saya”, “Dislokasi Cinta”, “AL + EX = Cinta”, “Istri yang Tidak Pulang”, “Lolongan Di Balik Dinding”, “Semalam Ada Binatang”, “Hangover”.

1.7.4.2 Sampel

Sampel adalah bagian yang lebih kecil dari populasi yang diambil sebagai bahan penelitian. Karena jumlah keseluruhan populasi tersebut begitu banyak, maka demi kerja penelitian, jumlah dari populasi tersebut diambil sebagian yang dipandang cukup mewakili keseluruhannya (Sudaryanto, 1988:21)

(34)

More Days”, “Ha… Ha… Ha… “, “Suami Ibu, Suami Saya”, “Istri yang Tidak Pulang”. Cerpen-cerpen tersebut dijadikan sampel penelitian karena peneliti menganggap cerpen-cerpen tersebut cukup mewakili keseluruhan dari isi kumpulan cerpen Cerita Pendek tentang Cerita Cinta Pendek karya Djenar Maesa Ayu, yaitu tokoh utama mengalami konflik batin dan dapat dianalisis motivasi yang menyebabkan konflik batin tersebut.

1.8 Sistematika Penyajian

Pada bagian ini dipaparkan urutan pelaksanaan penelitian dalam bentuk jumlah bab dan cakupan isi laporan penelitian. Laporan hasil penelitian ini berisi empat bab.

Bab I berisi pendahuluan dengan cakupannya, yaitu latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, tinjauan pustaka, landasan teori, metode penelitian, dan sistematika penelitian.

Selanjutnya, bab II berisi analisis tokoh dan penokohan tokoh utama dalam enam cerpen berjudul “Cerita Pendek tentang Cerita Cinta Pendek”, “Nachos”, “Three More Days”, “Ha… Ha… Ha… “, “Suami Ibu, Suami Saya”, “Istri yang Tidak Pulang” pada kumpulan cerpenCerita Pendek tentang Cerita Cinta Pendek karya Djenar Maesa Ayu.

(35)

Saya”, “Istri yang Tidak Pulang” pada kumpulan cerpen Cerita Pendek tentang Cerita Cinta Pendekkarya Djenar Maesa Ayu.

(36)

BAB II

ANALISIS TOKOH DAN PENOKOHAN TOKOH UTAMA DALAM ENAM CERPEN PADA KUMPULAN CERPEN

CERITA PENDEK TENTANG CERITA CINTA PENDEK KARYA DJENAR MAESA AYU

Analisis struktural bertujuan untuk memaparkan secermat mungkin fungsi dan keterkaitan antarberbagai unsur karya sastra yang secara bersama menghasilkan sebuah kemenyeluruhan (Nurgiyantoro, 2002: 37). Pada bab ini penulis akan menganalisis unsur-unsur intrinsik dalam enam cerpen berjudul “Cerita Pendek tentang Cerita Cinta Pendek”, “Nachos”, “Three More Days”, “Ha… Ha… Ha… “, “Suami Ibu, Suami Saya”, “Istri yang Tidak Pulang”. Sebelum menganalisis tokoh dan penokohan, penulis terlebih dahulu memaparkan sinopsis pada setiap cerpen agar dapat lebih memahami cerita dan memudahkan penelitian tokoh dan penokohan. Unsur-unsur intrinsik yang penulis analisis adalah tokoh dan penokohan. Penulis menekankan dua unsur intriksik tersebut karena kedua unsur tersebut dominan dalam enam cerpen pada kumpulan cerpen Cerita Pendek tentang Cerita Cinta Pendek karya Djenar Maesa Ayu. Selain itu, kedua unsur intrinsik tersebut membantu penulis dalam mencari motivasi konflik batin dalam keenam cerpen tersebut. Unsur-unsur intrinsik berupa tokoh akan dianalisis berdasarkan segi peranan tokoh dalam cerita yaitu tokoh utama dan berdasarkan fungsi yaitu tokoh protagonis. Tokoh yang akan penulis analisis

(37)

adalah tokoh utama saja karena penceritaan yang paling banyak adalah tokoh utama sebagai tokoh yang paling banyak mengalami motivasi konflik batin.

2.1 Cerpen “Cerita Pendek tentang Cerita Cinta Pendek”

“Cerita Pendek tentang Cerita Cinta Pendek” mengisahkan kisah percintaan Tokoh Saya, Tokoh Ia, dan Tokoh Dia. Tokoh Saya telah menikah dengan Tokoh Ia tetapi setelah bertemu dengan Tokoh Dia, Tokoh Saya memberikan cintanya kepada Tokoh Dia. Tokoh Dia pun mencintai Tokoh Saya, maka diam-diam terjadi jalinan cinta antara mereka. Tokoh Saya bahagia saat bersama Tokoh Dia. Namun, tetap saja Tokoh Saya merasa terluka karena telah mengkhianati Tokoh Ia. Tetapi saat kembali ke pelukan Tokoh Ia, Tokoh Saya terluka karena tetap memikirkan Tokoh Dia.

(38)

Tokoh Ia, dan Tokoh Dia masih belum mendapatkan jalan terbaik dan membiarkan serta menghayati cinta mereka yang seperti angin, tak terlihat namun terasa.

2.1.1 Tokoh dan Penokohan 2.1.1.1 Tokoh Saya

Tokoh Saya merupakan tokoh utama protagonis karena intensitas keterlibatan Tokoh Saya dalam setiap kejadian paling banyak dan Tokoh Saya berhubungan dengan tokoh-tokoh yang lain dalam cerita. Tokoh Saya dipilih menjadi tokoh utama karena tokoh tersebut mendukung jalannya cerita.

Dalam kutipan (1) diceritakan bahwa Tokoh Saya telah menikah dengan Tokoh Ia. Hal ini terbukti dari pernyataan bahwa hubungan mereka sebagai suami-istri dimulai sejak mereka mengalami malam pengantin.

(1) Tetap ada Dia yang rindunya terbawa angin, sampai di atas tempat tidur yang Saya dan Ia tiduri semenjak malam pengantin (Ayu, 2006: 4)

Tokoh Saya yang telah menikah dengan tokoh Ia ternyata melakukan perselingkuhan dengan Tokoh Dia dan mengkhianati Tokoh Ia. Hal ini dapat dilihat dalam kutipan (2) yang menyatakan bahwa tokoh Saya telah memberikan hati dan cintanya pada tokoh Dia.

(2) Kenapa saya begitu bodohnya membuka hati dan memberikan cinta saya kepada Dia di saat saya sudah bersama Ia? (Ayu, 2006: 3)

(39)

Dia. Sedangkan dalam kutipan (4) menyatakan bahwa Tokoh Saya dan Tokoh Dia merasa sakit karena Tokoh Ia.

(3) Mata Ia merah karena saya dan Dia (Ayu,2006: 1) (4) Kami berdua tahu, kami sakit karena Ia (Ayu, 2006:2)

Tokoh Saya semakin merasa sakit karena sebenarnya mengetahui bahwa Tokoh Ia dan Tokoh Dia mempunyai ikatan pernikahan. Sedangkan Tokoh Saya juga mempunyai ikatan pernikahan dengan Tokoh Ia. Hal ini dapat dilihat dalam kutipan berikut ini.

(5) Malam menyambung sunyi hingga dini hari. Ketika saya, Ia, dan Dia masih dengan pikiran kami sendiri-sendiri. Ketika, saya, Ia, dan Dia masih juga tidak bisa tidur. Ketika saya, Ia, dan Dia, masih terbaring terpekur. Tapi kami sudah tidak lagi di kamar sendiri-sendiri. Di sebelah saya ada Dia. Di sebelah Ia ada istrinya. (Ayu, 2006 :6)

Dalam kutipan (5) tersebut disebutkan bahwa di dalam kamar tersebut ada tiga orang yaitu: Tokoh Saya, Tokoh Dia dan Tokoh Ia. Tokoh Saya tidur bersebelahan dengan Tokoh Dia yang merupakan selingkuhannya. Sedangkan Tokoh Ia yang merupakan suami Tokoh Saya tidur bersebelahan dengan Tokoh Dia yang disebutkan sebagai istri Tokoh Ia. Hal ini yang membuat penulis mengambil kesimpulan bahwa Tokoh Ia dan Tokoh Dia telah menikah. Tokoh Dia dan Tokoh Saya adalah istri Tokoh Ia. Tokoh Saya dan Tokoh Dia adalah perempuan. Jadi mereka mempunyai hubungan lesbian. Hal itu dapat dilihat dalam kutipan (6) yang menyatakan mereka bercumbu bagaikan sepasang pengantin.

(40)

Meskipun Tokoh Saya berselingkuh, ia juga merasa terluka karena mempunyai hubungan segitiga dengan Tokoh Ia dan Tokoh Dia. Hal ini dapat dilihat dalam kutipan di bawah ini yang menyatakan bahwa Tokoh Saya tidak bisa bahagia karena tidak dapat memilih salah satu di antara Tokoh Ia dan Tokoh Dia. Tokoh Saya menginginkan keduanya (8). Kesedihannya karena tidak dapat memilih antara Tokoh Dia dan Tokoh Ia ditunjukkan dalam kutipan (7) yang menyatakan bahwa mata Tokoh Saya merah.

(7) Saya tahu, mata saya merah karena Ia dan Dia (Ayu, 2006: 1)

(8) Tapi saya hanya bisa bahagia jika Ia dan Dia bahagia. Saya tak bisa memilih salah satu dari mereka dan dengan begitu saja bahagia. Saya ingin Ia dan Dia. (Ayu, 2006: 3)

Tokoh Saya yang sama-sama mencintai Tokoh Ia dan Tokoh Dia merasa bisa bahagia jika Tokoh Dia dan Tokoh Ia bahagia. Hal ini ditunjukkan dalam kutipan berikut ini.

(9) Tapi saya hanya bisa bahagia jika Ia dan Dia bahagia. (Ayu, 2006: 3) Sebagai istri dan pasangan selingkuh dari Tokoh Ia dan Tokoh Dia, Tokoh Saya menginginkan Tokoh Dia dan Tokoh Ia bahagia. Hal itu dapat dilihat dalam kutipan (10).

(10) Saya juga ingin kamu bahagia, jawab saya. (Ayu,2006: 5)

Tokoh Saya merasa bimbang, ia tidak bisa mengambil keputusan untuk memilih antara Tokoh Ia dan Tokoh Dia. Tokoh Saya menginginkan Tokoh Ia dan Tokoh Dia. Hal ini dapat dilihat dalam kutipan berikut.

(41)

Tokoh Saya merasa tidak akan bahagia jika diharuskan memilih salah satu di antara Tokoh Ia dan Tokoh Dia. Hal ini terlihat dalam kutipan berikut.

(12) Mereka tahu, jika saya harus memilih, saya tidak akan bahagia. (Ayu, 2006: 3)

Tokoh Saya mencintai Tokoh Ia dan Tokoh Dia. Namun, karena mencintai keduanya ia merasa menyakiti Tokoh Ia dan Tokoh Dia. Hal ini membuat Tokoh Saya merasa tidak bahagia. Hal ini ditunjukkan dalam kutipan berikut ini.

(13) Melukai mereka adalah hal yang tidak pernah ada di dalam benak saya. Kenapa justru sekarang saya melakukannya? (Ayu, 2006: 3)

Tokoh Saya merasa bahwa Tokoh Dia mencintainya, seperti yang ditunjukkan dalam kutipan berikut ini.

(14) Hati saya tenteram ketika Dia mencintai saya dengan segenap perasaan. (Ayu, 2006: 4)

Tokoh Saya pun mencintai Tokoh Dia yang dapat dilihat dalam kutipan berikut ini.

(15) Terbata-bata saya ucapkan bahwa selama ini telah mencintai Dia. (Ayu,2006: 5)

Walaupun Tokoh Saya mencintai Tokoh Dia, ia tetap tidak dapat melupakan Tokoh Ia yang merupakan suaminya. Hal ini terungkap dalam kutipan berikut ini.

(16) Tapi tetap ada Ia yang tak terlupakan. (Ayu, 2006: 4)

Tokoh Saya merasa sudah lelah berbohong dan menutupi perselingkuhannya dengan Tokoh Dia. Akhirnya ia mengakui perselingkuhannya dengan Tokoh Dia pada Tokoh Ia. Dari kutipan di bawah ini dapat dilihat bahwa dengan perasaan bersalah Tokoh Saya mengungkapkan bahwa ia selama ini mencintai Tokoh Dia.

(42)

restoran itu bisa melihat dengan jelas getaran bibir kami. Dapat melihat dengan sangat jelas nestapa di rona wajah kami, saya dan Ia. Terbata-bata saya ucapkan bahwa selama ini telah mencintai Dia. (Ayu, 2006: 5) Dari analisis di atas, dapat disimpulkan penokohan Tokoh Saya yaitu Tokoh Saya adalah seorang istri dari Ia (1). Tokoh Saya juga mempunyai mempunyai hubungan perselingkuhan dengan Tokoh Dia yang tak lain adalah istri Tokoh Ia (2), (5). Perasaan bersalah pada Tokoh Ia juga dirasakan Tokoh Saya karena telah mengkhianatinya (2). Hubungan di antara mereka membuat semuanya merasa tersakiti (3), (4). Tokoh Saya dan Tokoh Dia adalah pasangan lesbian (6). Hubungan segitiga yang dialami Tokoh Saya membuat ia bimbang karena tidak bisa memilih antara Tokoh Ia dan Tokoh Dia. Tokoh Saya menginginkan Tokoh Ia dan Tokoh Dia bahagia, demikian pula sebaliknya (7), (8). (9), (10), (11), (12). Tokoh Saya pun merasa telah menyakiti perasaan Tokoh Ia dan Tokoh Dia karena keduanya sama-sama mencintainya (13), (14). Tokoh Saya pun mencintai Tokoh Dia (15), tetapi tetap saja Tokoh Saya tidak dapat melupakan Tokoh Ia (16). Tokoh Saya semakin merasa bersalah, apalagi setelah mengakui pada Tokoh Ia tentang perselingkuhan yang dilakukan bersama Tokoh Dia (17).

2.2 Cerpen “Nachos”

(43)
(44)

2.2.1 Tokoh dan Penokohan 2.2.1.1 Tokoh Saya

Tokoh Saya merupakan tokoh utama protagonis karena peranan dalam cerita besar. Peranannya yang besar dalam cerita membuat kehadirannya penting dalam cerita. Penceritaan Tokoh Saya diutamakan.

Tokoh Saya adalah seorang perempuan lajang. Hal itu ditunjukkan dalam kutipan berikut ini.

(18)Juga hidup saya sendiri sebagai perempuan lajang dengan masa depan yang masih luas membentang. (Ayu, 2006: 11)

Tokoh Saya sering membandingkan kesempurnaan Nicos dengan nachos, makanan yang berasal dari Meksiko. Perbandingannya itu adalah antara kesempurnaan Nicos sebagai laki-laki yang hangat, seksi, dan besar ia dengan kesempurnaan nachos sebagai makanan yang gurih, seksi, memiliki porsi yang besar, dan mahal. Hal ini ditunjukkan dalam kutipan di bawah ini yang menyatakan nama Nicos mengingatkan Tokoh Saya pada sebuah makanan Meksiko, yaitu nachos yang gurih dan seksi. Merasakan nachos sama halnya seperti merasakan Nicos.

(19) Namanya lucu. Nicos. Mengingatkan saya pada nama makanan Meksiko yang gurih dan seksi. (Ayu, 2006: 9)

(20) Merasakan sensasi Nachos. Menggapai Nicos. (Ayu, 2006: 10)

(45)

(21) Tapi anda tahu, saya ingin menikmatinya sendirian. Menikmati suaranya yang renyah. Menikmati lesung pipit di pipinya tiap kali senyum di bibirnya merekah. Mencumbu kehangatannya hingga lengket dan basah. Merasakan besar yang menghadiahi desah. (Ayu, 2006: 11)

Tokoh Saya menyadari tidak dapat memiliki Nicos karena Nicos sudah mempunyai istri bahkan akan mempunyai seorang anak. Kutipan di bawah ini menyatakan bahwa Tokoh Saya menyadari impiannya untuk memiliki Nicos tidak dapat terwujud karena Nicos telah memiliki istri yang sedang mengandung.

(22) Tapi dan tapi, sebagian kesadaran saya sangat paham jika itu adalah impian yang sulit untuk diwujudkan. Harga yang harus saya bayar terlampau mahal. Saya tak mampu menukar kenikmatan dengan kehidupan. Apalagi jika itu menyangkut kehidupan pihak-pihak lain yang saling berkaitan. Ada istri. Ada calon bayi. (Ayu, 2006: 11)

Tokoh Saya juga menyadari bahwa Nicos yang begitu sempurna di matanya bukanlah untuk dirinya. Hal ini ditunjukkan dalam kutipan berikut ini.

(23) Satu porsi yang begitu gurih, hangat, seksi, dan besar, namun bukan porsi yang seharusnya saya miliki. (Ayu, 2006: 12)

Tokoh Saya sebagai wanita pemuja Nicos terkadang merasa bimbang memilih antara mengabaikan keinginan “menikmati” Nicos dan mewujudkan impiannya mendapatkan Nicos walaupun hanya sesaat. Tokoh Saya tergoda untuk mencoba hubungan yang tidak serius, seperti kencan semalam. Menurutnya tidak akan ada pihak yang tersakiti karena tidak ada hubungan yang serius. Kutipan di bawah ini menunjukkan hal itu.

(46)

Perasaan bimbang semakin membuat keinginan Tokoh Saya bertambah besar untuk bisa “menikmati” Nicos walaupun hanya sekali. Namun, Tokoh Saya teringat bahwa Nicos bukan miliknya dan ia menyadari bahwa seharusnya ia harus mengendalikan nafsunya untuk memiliki Nicos.

(25) Tapi, tapi, tapi, saya hanya ingin mencobanya meski hanya untuk satu kali saja. Saya harus bisa. Kami harus bisa. Apalagi Ia. Ia yang beristri. Ia yang sebentar lagi dikaruniai jabang bayi. Ia lebih harus dari saya yang juga harus. Tapi kalau ternyata tak bisa, bagaimana? Sekarang pun saya sudah tahu kalau seharusnya tak membiarkan nafsu ini mengendalikan saya. (Ayu, 2006: 14)

Pada akhirnya Tokoh Saya memutuskan untuk memenuhi keinginannya memperoleh kehangatan dan keseksian tubuh laki- laki, walau bukan dengan Nicos. Hal ini ditunjukkan dalam kutipan (26) dan (27) yang menyatakan Tokoh Saya memutuskan menghubungi seseorang dari ponselnya sebagai pengganti Nicos. Kemudian menunggu kedatangan seseorang yang ia hubungi. Orang itu datang tetapi bukan Nicos seperti yang diharapkannya.

(26) Memijit tombol ponsel mencari satu nomor dari daftar nama dan alamat. (Ayu, 2006: 14)

(27) Menunggu sambil mengamati beberapa tamu dari pojok. Lalu ia datang. Dengan senyum mengembang. Tapi ia bukan Nicos yang gurih dan seksi. (Ayu, 2006: 15)

(47)

mengabaikan keinginan “menikmati” Nicos dan mewujudkan impiannya untuk mendapatkan Nicos walaupun dengan cara kencan singkat (24). Tokoh Saya semakin merasa bimbang karena ingin mencoba memiliki Nicos. Tetapi kesadarannya datang. Ia sadar bahwa seharusnya ia dapat mengendalikan nafsunya memiliki Nicos (25). Akhirnya Tokoh Saya memutuskan untuk memenuhi keinginannya merasakan kehangatan laki-laki, walaupun bukan dengan Nicos (26), (27).

2.3 Cerpen “Three More Days”

Cerpen ini mengisahkan Tokoh Saya yang berselingkuh dengan laki-laki lain yang juga sudah menikah. Tokoh Saya dan pasangan selingkuhnya meninggalkan pasangan resminya dan anak-anaknya selama beberapa hari ke penginapan di pinggir pantai. Mereka pergi tanpa memberi kabar.

(48)

melakukan kesalahan padanya. Setelah mengalami pergolakan batin, ia memutuskan untuk pulang karena harus pulang walaupun sebenarnya tidak ingin pulang.

2.3.1 Tokoh dan Penokohan 2.3.1.1 Tokoh Saya

Tokoh Saya merupakan tokoh utama protagonis. Tokoh Saya adalah tokoh yang paling banyak ditampilkan dalam cerita. Kehadirannya mempengaruhi jalannya cerita. Tokoh Saya juga tokoh yang paling banyak berhubungan dengan tokoh-tokoh yang lain sehingga mengakibatkan ia paling banyak mengalami konflik.

Tokoh Saya adalah seorang wanita yang sudah menikah. Hal itu dapat dilihat dalam kutipan di bawah ini yang menyatakan Tokoh Saya sudah terikat dalam ikatan perkawinan dan menyatakan bahwa Tokoh Saya sudah bersuami.

(28) Tapi masing-masing kami sudah terikat dalam mahligai perkawinan. (Ayu, 2006: 18)

(29) Saya tidak akan takut kalau suami saya bajingan. (Ayu,2006: 18)

Tokoh Saya melakukan perselingkuhan dengan pria yang juga telah berkeluarga. Kutipan di bawah ini menjelaskan bahwa Tokoh Saya dan pasangan selingkuhnya sama-sama telah menikah.

(30) Tapi masing-masing kami sudah terikat dalam mahligai perkawinan. (Ayu, 2006: 18)

(49)

harus pulang dan tidak ingin pulang. Ia ingin selalu bersama selingkuhannya. Ini mengakibatkan perasaan bimbang dalam diri Tokoh Saya karena ia masih ingin bersama pasangan selingkuhannya sedangkan ia harus pulang dan kembali bersama suami dan anaknya. Hal ini ditunjukkan dalam kutipan berikut.

(31) Saya benar-benar tidak ingin pulang sekarang. Apalagi saya tidak sendirian. Saya bersama laki-laki yang juga tidak ingin pulang. Tapi kami harus pulang. Pulang meninggalkan laut malam yang bergerak tenang. Pulang meninggalkan perbincangan yang kami lakukan sambil duduk di atas karang. Pulang meninggalkan peluk dan ciuman di bawah kerlingan malu-malu bintang. (Ayu, 2006: 17)

Tokoh Saya mempunyai ketakutan perselingkuhannya diketahui oleh suaminya sehingga menimbulkan kekhawatiran dalam menjalani kehidupan rumah tangga. Bentuk-bentuk ketakutan yang Tokoh Saya rasakan adalah ia takut dicap jahat, tidak tahu diri, tidak bertanggung jawab, dan takut jika suaminya akan terluka jika mengetahui mengenai perselingkuhannya. Ketakutan ini menyebabkan kekhawatiran dalam menjalani kehidupan rumah tangga. Apalagi dalam kutipan di bawah ini digambarkan bahwa suaminya adalah seorang suami yang baik, yang menurut Tokoh Saya tidak melakukan kesalahan, dan tidak akan meninggalkannya.

(32) Tapi saya memang pecundang. Saya tidak berani melepas rasa aman. Saya tidak berani menyeberang ke kehidupan lain yang belum tentu lebih nyaman. Saya tidak berani mengatakan kebenaran. Saya takut kehilangan. Saya takut dicap tidak tahu diri. Saya takut dicap jahat. Saya takut dicap tak bertanggung jawab. Saya takut dicap tidak tahu mensyukuri rahmat tuhan. Saya takut!Tau gak kamu? Saya takut!

(50)

tidak bisa lebih mencintai manusia yang bukan bajingan?! (Ayu, 2006: 18)

Tokoh Saya merasa lebih nyaman saat bersama dengan pasangan selingkuhnya. Kutipan di bawah ini menjelaskan bahwa ketika Tokoh Saya bersama pasangan selingkuhnya, ia merasa tenang dan terlengkapi.

(33) Tapi kepanikan itu akan mengabur begitu kami bersama. Begitu kami saling menatap dan pancaran mata kami akan menembus dimensi ruang dan waktu. Lupa akan segala-segalanya. Hanya ingin mencinta dan dicinta. Hanya ingin berdua selamanya. Hanya ingin mengendus aroma keringat di leher, di ketiak, di dada, di perut, di alat kelamin, di lubang dubur, di semua tempat bagai orang rakus. Bagai lapar yang menemu penganan. Bagai dahaga yang menemu air. Bagai kosong yang menemu isi. Bagai segala bagai yang menemu bagai. (Ayu, 2006: 19)

Tokoh Saya merasa harus pulang walaupun sebenarnya tidak ingin pulang. Tokoh Saya merasa harus pulang karena ia telah berkali-kali dihubungi suaminya. Ia tersadar harus pulang walaupun sebenarnya ia tidak ingin pulang. Hal ini terdapat dalam kutipan di bawah ini.

(34) Saya merasa harus pulang. Ponsel saya sudah berbunyi berulang-ulang. Saya jemu dengan perang mulut, perang batin, perang tangan. Saya jemu dengan pertanyaan-pertanyaan yang hanya akan terjawab dengan ketidakjujuran. (Ayu, 2006: 18)

(35) Kami tersadar. Kami tersadar oleh bunyi ponsel berulang-ulang. Kami tersadar sedang dicari. Kami tersadar sedang ditunggu. Kami tersadar harus pulang. (Ayu,2006: 19)

(36) Tapi demi tuhan. Demi laut. Demi cinta. Demi pulang. Demi demi. Kami tak ingin pulang. (Ayu, 2006:19)

Tokoh Saya tidak ingin pulang karena tidak mau berpisah dengan selingkuhannya. Perpisahannya dengan pasangan selingkuhnya membuatnya harus menantikan saat untuk bertemu kembali. Hal ini ditunjukkan dalam kutipan berikut ini

(51)

tidak tahan jika harus mengulang malam demi malam dalam amarah penantian. Menanti untuk kembali bersama. Menanti untuk kembali mendapat kesempatan sembunyi-sembunyi. Sembunyi-sembunyi bertatapan, bersentuhan, berpelukan, berciuman, bercinta dengan segenap rindu, segenap perasaan. Saya mau tinggal. Saya tidak ingin pulang. (Ayu, 2006: 20)

Tokoh Saya telah mempunyai suami dan anak. Kutipan di bawah ini menyatakan bahwa Tokoh Saya adalah seorang istri dan mempunyai anak.

(38) Apakah saya harus pulang karena saya punya suami dan anak? (Ayu, 2006: 21)

Setelah mengalami konflik batin dalam dirinya, pada akhirnya tokoh Saya harus mengambil keputusan akhir, yaitu memutuskan untuk pulang karena harus pulang walaupun sebenarnya ia bahagia bersama pasangan selingkuhnya.

(39) Saya harus pulang. Walaupun saya bahagia. Malam ini. Detik ini. Sekarang. Supaya matanya tidak ikut basah ketika mata saya basah. Tau gak kamu? Mata saya basah karena harus pulang!(Ayu, 2006: 23) (40) Saya harus pulang. Walaupun saya bahagia. Malam ini. Detik ini.

Sekarang. Supaya tidak lewat lagi satu malam. (Ayu, 2006: 23)

(52)

membuatnya bimbang antara harus pulang dan tidak ingin pulang (34), (35), (36). Padahal ia tidak ingin berpisah dengan selingkuhannya (37). Pada akhirnya tokoh Saya memutuskan untuk pulang karena harus pulang walaupun sebenarnya tidak ingin pulang (39),(40).

2.4 Cerpen “Ha… Ha… Ha… “

Cerpen “Ha… Ha… Ha…” menceritakan tentang Tokoh Saya yang mengalami kekerasan fisik yang dilakukan oleh orangtuanya. Tokoh Saya tidak menyukai Sera yang tidak lain adalah ibunya. Ia tidak menyukainya karena selalu menyiksanya setiap kali Bapak telah menyiksa Sera. Tokoh Saya menjadi korban tekanan batin Sera karena setiap kali disiksa oleh Bapak, ia tidak pernah melakukan perlawanan. Biasanya setelah disiksa oleh Bapak, Sera berdoa selama beberapa jam kemudian melampiaskan kemarahannya dengan melakukan kekerasan fisik pada tokoh Saya. Tokoh Saya menerima pukulan, tamparan, diinjak-injak, dijambak rambutnya, bahkan dimaki-maki oleh Sera.

(53)

Keadaan dan perlakuan keluarganya yang demikian membuat tokoh Saya meninggalkan rumah. Ia meninggalkan Sera agar tidak lagi mendapat makian dan kekerasan fisik dari Sera.

2.4.1 Tokoh dan Penokohan 2.4.1.1 Tokoh Saya

Tokoh utama protagonis dalam cerpen ini adalah tokoh Saya karena peranannya dalam cerita membuatnya mendominasi cerita. Ia juga berkonflik dengan tokoh-tokoh yang lain. Tokoh Saya juga menjadi tokoh yang dikagumi pembaca karena konflik yang dialami dengan tokoh lain.

Tokoh Saya merupakan anak dari Sera. Hal ini ditunjukkan melalui kutipan berikut.

(41) Tapi saya tahu, saya tak akan kembali ke neraka jahanam. Saya tak mau kembali pada setan-setan. Saya tak mau pulang supaya Sera tak akan pernah bisa memaki dan memukuli anaknya yang kerap ia panggil dengan sebutan anak setan. (Ayu, 2006: 47)

Tokoh Saya juga digambarkan tidak menyukai Sera. Ketidaksukaan Tokoh Saya pada Sera terlihat dari nama panggilan yang ia berikan pada Sera, yaitu setan. Tokoh Saya juga mengkritik cara berdoa Sera yang membuatnya hidup di tengah api yang membara. Ketidaksukaan Tokoh Saya juga digambarkan dengan ketidakpercayaannya tentang mitos surga di bawah telapak kaki ibu. Hal ini terdapat dalam kutipan berikut ini.

(54)

membara. Tidak percaya? Tak apa. Saya pun tidak percaya mitos neraka dan surga. Apalagi mitos surga di telapak kaki Ibu. (Ayu, 2006: 42) Tokoh Saya tidak menyukai Sera karena sebagai anak ia mengalami kekerasan fisik yang dilakukan oleh orangtuanya sendiri. Kutipan di bawah ini menerangkan bahwa Tokoh Saya mendapat tamparan keras di pipi juga mendapat kekerasan yang lainnya juga, seperti dijambak, dipukul, bahkan diinjak-injak.

(43) Saya yakin, bukan saja anak-anak yang bisa kualat pada orangtuanya. Tapi orangtua juga bisa kualat pada anaknya! Dan pada saat saya kemukakan pendapat ini, yang saya dapat adalah tamparan keras di pipi. (Ayu, 2006: 42)

(44) Sera merenggut selimut saya. Menjambak rambut saya. Menampar pipi saya. Menonjok perut saya. Menarik saya dari atas tempat tidur hingga terjerembab ke lantai. Menginjak-injak saya. Memaki saya berulang-ulang. (Ayu,2006: 45)

Tokoh Saya menjadi korban dari tekanan batin Sera yang sudah terlebih dahulu disakiti Bapak. Setiap kali Bapak menyakiti Sera, Sera hanya bisa diam dan berdoa. Tetapi setelah Bapak pergi, Sera akan melampiaskan kemarahannya pada Tokoh Saya. Hal ini ditunjukkan dalam kutipan di bawah ini.

(45) Jika hatinya sama sekali tidak senang, biasanya ia menelanjangi, memukuli, merampas uang baik dari dalam dompet maupun celengan Sera. Lalu ia pergi lagi, dan baru pulang keesokan pagi.

Pada saat Bapak pergi itulah nama saya diganti dengan anak setan. Tak begitu lama setelah ia berdoa. (Ayu, 2006: 43)

Tokoh Saya sangat dibenci Sera, hal itu terlihat dalam kekerasan fisik dan caci maki dari Sera yang Tokoh Saya dapatkan. Hal ini terdapat dalam kutipan di bawah ini.

(55)

”Anak setan, anak setan, anak setan, anak setan, anak setan, anak setaaaaaaaaan!!!!!!!!!!!!” (Ayu,2006: 45)

Nasib Tokoh Saya sangat tergantung pada perlakuan Bapak pada Sera. Jika Bapak berlaku baik pada Sera, maka Sera tidak akan menyakiti Tokoh Saya. Sebaliknya, jika Bapak menyakiti Sera maka Tokoh Saya akan mendapat perlakuan buruk. Hal ini dapat dilihat dalam kutipan di bawah ini.

(47) Kemarin Bapak pulang. Terhuyung-huyung dengan rambut kucai masai tapi wajahnya riang. Bapak membawa uang. Ia baru saja menang. Sera senang.

Saya juga senang. Berarti besok saya bebas dari Sera. Karena ketika Bapak tidur seharian, Sera jugashoopingseharian. Dan saya akan pulang sekolah dengan hati tenang. Tak ada makian anak setan. (Ayu, 2006: 43-44)

(48) Saya berdoa dalam hati. Tapi tidak dengan posisi seperti Sera. Saya berdoa berguling-guling di lantai sambil diinjak-injak oleh Sera. Jadi saya tidak berani berdoa memohon kepada bapa kami yang ada di surga. Tuhan. Saya berdoa memohon kepada bapa saya. Setan. Semoga ia segera pulang. Doa saya terkabul. Kemarin Bapak pulang dengan riang dan membawa uang. Bapak menang. Sera senang. Setan dengan Setan sama-sama girang. Saya tenang. (Ayu, 2006: 46)

Tokoh Saya memutuskan untuk pergi dari rumah karena mendapat perlakuan yang tidak menyenangkan dari Sera. Ia tidak ingin pulang agar ibunya itu tidak dapat memaki dan memukuli dirinya. Hal ini ditunjukkan dalam kutipan di bawah ini.

(49) Tapi saya tahu, saya tak akan kembali ke neraka jahanam. Saya tak mau kembali pada setan-setan. Saya tak mau pulang supaya Sera tak akan pernah bisa memaki dan memukuli anaknya yang kerap ia panggil dengan sebutan anak setan! (Ayu, 2006: 47)

(56)

oleh orangtuanya (43), (44). Tokoh Saya menjadi korban dari tekanan batin Sera yang sudah terlebih dahulu disakiti Bapak. Setiap kali Bapak menyakiti Sera, Sera hanya bisa diam dan berdoa. Tetapi setelah Bapak pergi, Sera akan melampiaskan kemarahannya pada Tokoh Saya (45). Tokoh Saya sangat dibenci Sera yang dapat dilihat dari makian dan perlakuan Sera pada Tokoh Saya (46). Nasib tokoh Saya sangat bergantung pada perlakuan Bapak terhadap Sera. Sera disiksa Bapak maka ia pun nanti akan mengalami hal yang serupa dari Sera tetapi bila Bapak berbuat baik pada Sera maka Sera tidak akan menyiksa Tokoh Saya karena disibukkan dengan bersenang-senang dengan Bapak (47), (48). Tokoh Saya akhirnya memutuskan untuk pergi dari rumah karena tidak ingin dicaci maki dan dipukuli secara terus-menerus oleh ibunya (49)

2.5 Cerpen “Suami Ibu, Suami Saya”

Cerpen ini berkisah tentang seorang anak yang sangat mencintai dan patuh pada orangtuanya. Ia selalu ingin menjadi kebanggaan orangtuanya walaupun ia sering mendapat perlakuan tidak menyenangkan dari orangtuanya. Ayahnya sering memukuli dia dan ibunya jika ada sesuatu yang tidak sesuai keinginannya. Misalnya saja saat baju yang akan ia kenakan masih berbau, ayahnya akan memukuli ibunya. Setelah itu ia pun akan mendapat pukulan dari ibunya karena putus asa menanti ayahnya yang pergi berhari-hari karena marah.

(57)

ibunya ditemukan tewas gantung diri. Kematian ibunya membuat ia semakin terpukul dan merasa bersalah pada ibunya. Ia mengalami konflik batin dalam dirinya karena harus menikah dengan seorang pemerkosa dan ia anggap pembunuh ibunya.

Masa-masa perkawinan ia jalani bersama ayahnya sekaligus suaminya. Ia belajar dari kesalahan-kesalahan ibunya. Ia berusaha melakukan yang terbaik agar tidak ada alasan bagi suaminya untuk marah. Ayahnya yang dulu bersikap kasar kini telah berubah karena diperlakukan seperti itu. Ayahnya menjadi suami dan ayah yang baik bagi ia dan anak-anaknya. Ia merasa mempunyai rumah tangga yang harmonis walaupun ia terkadang masih merasakan konflik dalam dirinya karena telah menikah dengan pemerkosa sekaligus ayahnya sendiri.

2.5.1 Tokoh dan Penokohan 2.5.1.1 Tokoh Saya

Tokoh utama protagonis dalam cerpen “Suami Ibu Suami Saya” adalah tokoh Saya karena ia memegang peranan penting dan mengalami konflik dengan tokoh yang lain. Tokoh Saya menjadi tokoh yang dikagumi pembaca dan kehadirannya dalam cerita sesuai dengan harapan- harapan pembaca.

Tokoh Saya adalah anak yang mencintai dan dicintai oleh orangtuanya. Hal ini dapat dilihat dalam kutipan berikut ini.

(58)

Ia mempunyai seorang ayah yang sering menyiksa ibunya jika ada yang tidak berkenan di hatinya. Sedangkan ibunya tidak pernah melakukan perlawanan jika disiksa Ayah. Hal ini ditunjukkan dalam kutipan berikut ini.

(51) “Yang ia tahu, Ayah biasa melempar bakul nasi ke muka Ibu jika mendapati nasi yang ditanak Ibu tidak seperti yang dimau. Yang ia tahu, Ayah sering memukuli Ibu ketika baju yang hendak dikenakannya masih berbau. Yang ia tahu, tak sedikit pun ada perlawanan dari Ibu” (Ayu, 20006: 50)

Tokoh Saya mempunyai ibu yang suka memukulinya setelah ibunya dipukuli Ayah. Ketika putus asa menanti Ayah yang tidak pulang, ia kerap menjadi sasaran kemarahan ibunya. Hal ini terdapat dalam kutipan berikut ini.

(52)“Biasanya berhari-hari ayah tidak pulang. Pada saat itu lebam di mata dan sekujur tubuh ibunya hilang. Sementara lebam di tubuhnya sendiri, masih terasa sakit bukan kepalang.” (Ayu, 2006: 52)

(53) “Anda membenci Ibu yang memukuli anda ketika sedang putus asa setiap kali menunggu ayah anda pulang, atau membenci Ayah yang menyebabkan anda dipukuli?” (Ayu, 2006: 52)

Tokoh Saya tidak ingin bernasib seperti ibunya yang selalu disakiti ayah. Tokoh Saya belajar dari kesalahan yang pernah ibu lakukan dan berusaha tidak mengulangi kesalahan tersebut sehingga ayahnya tidak akan marah padanya. Hal ini terdapat dalam kutipan di bawah ini.

(54) Nasib saya mungkin tidak seburuk ibu. Saya tidak menikah dengan laki-laki semacam Ayah. Jangankan main tangan, marah pun ia tak pernah. (Ayu, 2006: 50)

(55) Bukan saya lebih baik dari Ibu. Justru saya banyak belajar dari Ibu. Saya berusaha agar baju yang akan dikenakan suami tidak berbau. Saya berusaha supaya ia tak punya alasan untuk marah. Saya berusaha membuatnya selalu bergairah. Karena saya tidak ingin seperti Ibu. Saya belajar untuk tidak mengulangi semua kesalahan yang dilakukan Ibu sehingga membuat Ayah marah. (Ayu, 2006: 53)

(59)

pasangan hidup yang baik, ia juga cakap sebagai seorang ayah. Suaminya kerap membantunya mengurusi pekerjaan rumah tangga, bahkan membantunya mengurusi anak-anak. Sehingga ia masih dapat bersosialisasi dengan teman-temannya. Dalam hubungan seksual mereka tidak mempunyai masalah. Frekuensi keintiman mereka tidak berubah walaupun usia kehidupan rumah tangga mereka sudah cukup lama. Kutipan di bawah ini menyatakan hal itu.

(56) Nasib saya mungkin tidak seburuk Ibu. Saya tidak menikah dengan laki-laki semacam Ayah. Jangankan main tangan, marah pun ia tak pernah. Tidak saja baik sebagai suami, ia juga sangat cakap sebagai ayah. Tak pernah ia keberatan mengurus anak-anak ketika saya sedang lelah. Sering kali seperti tahu diri, ia membawa anak-anak pergi supaya saya bisa punya waktu untuk memuaskan diri sendiri di rumah. Saat-saat seperti itu biasanya langsung saya pergunakan untuk bersosialisasi. Membalas surat elektronik, menelepon teman-teman, atau menonton saluran televisi yang saya kehendaki tanpa perlu berbagi. Hal-hal yang amat sederhana namun terasa amat mewah. Membuat saya malu jika tidak bersyukur dengan perbandingan nasib orang-orang lain yang jauh lebih bermasalah. (Ayu, 2006: 50- 51)

(57) Saya menjalani aktivitas yang lumrah dilakukan perempuan yang sudah menikah. Mengantar anak sekolah. Menyeterika baju. Menyapu. Mengganti bohlam lampu. Merawat tanaman. Belanja bulanan. Memberi suami kepuasan. Sedangkan suami saya mempunyai nilai tambah. Di luar fungsinya mencari nafkah, ia pun mau turun tangan urusan rumah. Membuat tetangga menatap iri ketika ia sedang menyuapi si bungsu di pekarangan rumah. Membuat perempuan lain berdecak kagum setiap kali bertemu ia yang sedang belanja kunyit, bawang putih, dan cabe merah. Apalagi jika saya menjawab pertanyaan mereka seputar hubungan seksual kami yang sama sekali tak bermasalah. Selama hampir enam tahun usia rumah tangga kami, frekuensi keintiman kami tak juga berubah. Kami melakukannya minimal seminggu tiga kali. Dibanding dengan pasangan-pasangan yang sudah lama menjalani kehidupan rumah tangga seperti kami, angka tersebut langka sekali. (Ayu, 2006: 51-52)

(60)

(58) Saya tidak ingin anak-anak terpaksa harus menerima perlakuan buruk dari ayahnya hanya karena kesalahan-kesalahan saya. Saya tidak ingin anak-anak mengalami hal yang sama seperti saya dulu. (Ayu, 2006: 53)

Tokoh Saya dihamili sekaligus dinikahi oleh ayahnya sendiri. Hal ini dapat dilihat dalam kutipan di bawah ini.

(59) “Ia dihibahkan baju pengantin yang dulu dikenakan ibunya. Satu hari sesudah ia positif hamil. Dua hari sebelum menikah. Satu hari sebelum menemukan ibunya tewas gantung diri. Sesaat setelah mengemukakan keinginannya untuk aborsi

“Anda membenci diri sendiri dan merasa melacur karena tidur dengan pembunuh Ibu dan pemerkosa, hanya untuk kepentingan anak-anak?”

Ia membisu ketika ayahnya memasukkan cincin kawin di kelingking kanannya.” (Ayu, 2006: 54)

Ia merasa bersalah karena telah menghancurkan kehidupan ibunya. Tokoh Saya merasa bersalah karena telah hamil dengan ayahnya sendiri. Sehingga ia harus menikah dengan ayahnya. Hal ini menyebabkan ibunya terpukul dan akhirnya gantung diri. Kutipan berikut ini menyatakan hal itu.

(60)“Ia dihibahkan baju pengantin yang dulu dikenakan ibunya. Satu hari sesudah ia positif hamil. Dua hari sebelum menikah. Satu hari sebelum menemukan ibunya tewas gantung diri. Sesaat setelah mengemukakan keinginannya untuk aborsi

“Anda membenci diri sendiri dan merasa melacur karena tidur dengan pembunuh Ibu dan pemerkosa, hanya untuk kepentingan anak- anak?” (Ayu, 2006: 54)

(61)

dipukuli Ayah. Ketika putus asa menanti Ayah yang tidak pulang-pulang, ia pun kerap menjadi sasaran kemarahan ibunya (52), (53). Tokoh Saya tidak ingin bernasib seperti ibunya yang selalu disakiti ayah (54). Tokoh Saya belajar dari kesalahan yang pernah ibu lakukan dan berusaha tidak mengulangi kesalahan tersebut sehingga Ayah tidak akan marah padanya. Ia tidak ingin mengulangi kesalahan yang sama yang pernah ibunya lakukan. Ia berusaha menjadi istri yang baik bagi ayahnya agar tak ada alasan apapun untuk ayahnya marah (55). Kehidupan rumah tangga yang ia jalani bersama ayahnya, ia rasakan harmonis (56), (57). Di masa lalunya, ia pernah mendapat perlakuan buruk dari ayah maupun ibunya (58). Ia diperkosa dan dinikahi oleh ayahnya sendiri (59). Kejadian tersebut membuat ibunya gantung diri. Tokoh Saya merasa bersalah karena telah meghancurkan kehidupan ibunya sekaligus membenci ayahnya yang telah memperkosanya (60).

2.6 Cerpen “Istri yang Tidak Pulang”

“Istri yang Tidak Pulang” mengisahkan Tokoh Saya yang mau tidur dengan lelaki yang belum ia kenal lama. Ia melacurkan diri. Ia lakukan ini hanya untuk melupakan suami yang selalu mengganggu pikirannya. Ia anggap cara itulah yang bisa membuatnya melupakan sang suami. Namun, setelah terbangun dari tidurnya bersama lelaki yang belum ia kenal itu, bayangan tentang suaminya kembali mengganggunya.

(62)

ingin berhubungan seksual dengan banyak pria. Ia merasa lebih baik melacur demi uang daripada harus tunduk pada lembaga pernikahan karena menurutnya lembaga perkawinan adalah suatu kemunafikan.

2.6.1 Tokoh dan Penokohan 2.6.1.1 Tokoh Saya

Tokoh Saya dalam cerpen “Istri yang Tidak Pulang” adalah tokoh utama protagonis karena paling banyak diceritakan. Peranannya sangat penting karena paling banyak diceritakan dan mengalami konflik dengan tokoh yang lainnya.

Tokoh saya ingin melupakan suami lewat cara “berhubungan” dengan orang-orang yang tidak dikenal sebelumnya. Hal ini tampak dalam kutipan di bawah ini yang menyatakan bahwa Tokoh Saya ingin melupakan suaminya dengan cara melakukan hubungan seksual dengan orang-orang asing yang tidak ia kenal secara berulang-ulang dan berganti pasangan.

(61) Rasanya saya harus bercinta. Satu-satunya obat mujarab untuk melupakannya. Saya sudah mencobanya. Berulang-ulang. Berganti-ganti orang. (Ayu, 2006: 75)

Tokoh Saya sering melakukan hubungan badan dengan banyak lelaki. Kutipan berikut ini menjelaskan bahwa ia berhubungan seksual dengan orang-orang yang berbeda, di tempat-tempat yang baru baginya.

(63)

Tokoh Saya tidak ingin melakukan hubungan seksual dengan banyak lelaki. Hal ini terlihat jelas dalam kutipan di bawah ini yang menyatakan bahwa Tokoh Saya tidak ingin tidur dengan orang-orang yang tidak ia kenal.

(63) Tubuh-tubuh yang tidak ingin saya tiduri. Orang-orang yang tidak ingin saya kenal. Nama-nama yang tidak ingin saya dengar. Kelamin kelamin yang tidak ingin saya jajal. (Ayu, 2006:82)

Tokoh saya adalah seorang pelacur. Hal ini tampak dalam kutipan di bawah ini yang menyatakan Tokoh Saya menerima uang dari lelaki yang telah menidurinya.

(64) Di dalam kamar, laki-laki tampan masih berbaring di ranjang, tapi matanya kini terbuka lebar. Saya memungut pakaian di lantai dan langsung mengenakan. Ia diam sambil memperhatikan, tak tahu apa yang harus dibicarakan. Tangannya meraih celana panjangnya yang juga masih terserak di lantai. Mengeluarkan dompet. Mengeluarkan segepok uang. Mengulurkannya ke arah saya sambil tetap diam. Saya menerimanya dengan diam. (Ayu, 2006: 81)

Tokoh Saya melacur karena tidak ingin tunduk pada lembaga pernikahan. Ia merasa lebih terhormat melacur demi uang daripada harus melacur demi lembaga perkawinan karena menurutnya lembaga perkawinan adalah suatu kemunafikan. Hal ini ditunjukkan dalam kutipan berikut ini.

(65) Bagaimana pun bagi saya lebih terhormat melacur demi uang, ketimbang terus melacur demi sebuah lembaga pernikahan. Demi kemunafikan. (Ayu, 2006: 82)

Tokoh Saya menganggap lembaga perkawinan adalah suatu kemunafikan karena ia tidak puas dengan kehidupan rumah tangga. Kehidupan rumah tangga penuh dengan kebohongan. Pendapatnya mengenai kemunafikan runah tangga dapat dilihat dalam kutipan berikut.

(64)

pulang. Yang penting tidak ada perceraian. Tapi apakah kebutuhan saya sebagai manusia tidak penting? (Ayu, 2006: 81)

Tokoh Saya menganggap bahwa perkawinan yang tampak harmonis pun ternyata sang suami masih dapat berselingkuh. Tokoh Saya melihat kemunafikan perkawinan dalam pasangan suami-istri yang ia lihat di sebuah kafe. Suami-istri tersebut ia anggap sebagai pasangan yang sepadan. Sang suami adalah seorang laki-laki yang menawan dan mengesankan bagi perempuan. Sedangkan sang istri adalah perempuan yang menurut Tokoh Saya di bawah rata-rata standar ideal namun pengabdiannya pada sang suami di atas rata-rata standar ideal. Hal ini tampak dalam kutipan dibawah ini.

(67) Mereka pasangan yang sepadan. Bukan karena sama-sama menawan namun justru karena begitu lebar bentang jurang perbedaan. Laki-laki seperti ia adalah laki-laki pujaan perempuan. Selain berparas di atas rata-rata standar ideal, perawakannya pun amat mengesankan. (Ayu, 2006: 78)

(68) Saya yakin bukan karena ketampanan dan kemapanannya saja yang mencuri banyak perhatian. Pasangannya juga menarik perhatian. Karena itulah saya menyebut mereka pasangan sepadan. Perempuan yang berjalan di belakangnya itu di bawah rata-rata standar ideal. Saya katakan berjalan di belakang, karena ia benar-benar berjalan di belakang, persis pembantu yang mengikuti majikan atau anjing yang sedang membuntuti sang tuan. Tubuhnya yang tidak tinggi, tenggelam di belakang tubuh menjulang pasangannya. Tapi sikap pengabdiannya itu justru di atas rata-rata standar ideal. Pengabdiannya itu, menjawab mengapa ia mendapat kehormatan mengenakan cincin kawin di jari manis kanan. (Ayu, 2006: 79)

Referensi

Dokumen terkait

"Sustainability assurance and cost of capital: Does assurance impact on credibility of corporate social responsibility information?", Business Ethics: A European Review,

Studi ini dimaksudkan untuk menganalisa secara jelas dan detail semua aspek-aspek dari segala bidang guna mencari tahu kelayakan dan manfaat bagi masyarakat dalam

Berdasarkan hasil analisis data dapat disimpulkan bahwa pembelajaran ekonomi, kecerdasan spiritual, dan motivasi berprestasi secara bersama-sama atau secara simultan

Kendala yang dihadapi Kepolisian Daerah Istimewa Yogyakarta dalam Menanggulangi Tindak Pidana Aborsi. Ada berbagai kendala yang dihadapi Polda DIY dalam

Larinx terletak pada leher sebelah depan, di depan Oesophagus dibangun oleh tulang rawan sebanyak 9 buah, dari luar tampak salah satu tulang rawan yang disebut Cartilago

Suma'mur, Keselamatan Kerja dan Gunung Agung,

Universitas Kristen Maranatha... >

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dipaparkan sebelumnya, dapat ditarik kesimpulan bahwa Pembuatan Kepala Kepala Madrasah termasuk dalam kategori sangat baik