• Tidak ada hasil yang ditemukan

Skripsi Diajukan untuk memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi Program Studi Psikologi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Skripsi Diajukan untuk memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi Program Studi Psikologi"

Copied!
115
0
0

Teks penuh

(1)

Skripsi

Diajukan untuk memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

Program Studi Psikologi

Disusun oleh :

Nama : Nanang Kurniawan NIM : 039114046

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

(2)
(3)
(4)

tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta, 25 Februari 2008

Nanang Kurniawan

(5)
(6)

‘KHALIK’

Kedua orangtuaku sebagai sponsor utama

Kedua adikku sebagai penyemangat

Untuk Keluarga & anak-anak ku kelak

“ this is me, son! ”

Dan untuk Kesuksesan yang akan segera menyusul “ See u soon ”

“Thousand miles journey must begin with a single step”

(7)

meningkatkan prestasi akademik mahasiswa.

Rancangan penelitian ini menggunakan control group pre test – post test non randomized design dengan subyek peserta mahasiswa Psikologi angkatan 2007 Universitas Sanata Dharma sebanyak 30 orang. Pengambilan data dilakukan dengan mengevaluasi pelatihan dalam tiga evaluasi, yaitu Reaksi, Pembelajaran dan Hasil. Pengolahan data penelitian digunakan analisis uji t sampel berpasangan. Semua perhitungan dilakukan dengan SPSS for Windows versi 12.0.

Hasil analisa data pada evaluasi pembelajaran, dapat disimpulkan bahwa ada peningkatan pengetahuan pada subyek penelitian sebelum dan sesudah pelatihan untuk Tipe Declarative and procedural pada kelompok perlakuan Pretest-postest pertama: nilai t sebesar -12,476 dengan p=0,000; Postest pertama-postest kedua: nilai t=3,568 dengan p=0,003. Pada kelompok kontrol Pretest-postests pertama: nilai t sebesar 0,979 dengan p=0,344; Postest pertama-postest kedua: nilai t=0,130 dengan p=0,898. Untuk Tipe Strategic pada kelompok perlakuan Pretest-postest pertama: nilai t sebesar -13,632 dengan p=0,000; Postest pertama-postest kedua: nilai t=2,712 dengan p=0,017. Pada kelompok kontrol Pretestpostests pertama: nilai t sebesar -1,081 dengan p=0,298; Postest pertama-postest kedua: nilai t=1,650 dengan p=0,121. Namun pada evaluasi hasil dapat disimpulkan tidak ada peningkatan nilai prestasi akademik subjek sebelum dan sesudah pelatihan pada kelompok perlakuan Pretest-postest: nilai t sebesar -.577 dengan p=0,573; kelompok kontrol Pretest-postest: nilai t sebesar -2.083 dengan p=0,056. Hal ini menunjukkan bahwa pelatihan Manajemen diri tidak efektif untuk meningkatkan prestasi akademik mahasiswa.

Kata kunci: Prestasi akademik, Pelatihan Manajemen diri, Mahasiswa.

(8)

achievement.

Control group pretest–post test non randomized design in 30 (thirty) student of Sanata Dharma University majoring Psychology year 2007 is use as the design in this research. Data are taken by evaluating the training in 3 (three) evaluation, which is Reaction, Learning and Result. Data are processed by t-test pair sample and SPSS for Windows ver.12.0 for all the accounting process.

From the result of data analysis can be concluded that the student knowledge is increase before and after training for declarative and procedural type in first pretest-posttest group: the t value = -12,476 with p = 0,000, first posttest-second posttest: t value = 3,568 with p = 0,003. In control group with first pretest-posttest: t value = 0,979 with p = 0,344; first posttest-second pretest-posttest: t value = 0,130 with p = 0,898. Strategic type in first pretest-posttest experiment group: t value = -13,632 with p = 0,000; first posttest-second posttest: t value = 2,712 with p = 0,017. In first pretest-second posttest control group: t value = -1,081 with p = 0,298; first posttest-second posttest: t value = 1,650 with p = 0,121. However, from the result evaluation can be concluded that there is no increase in academic achievement before and after training in pretest-posttest experiment group: t value = -.577 with p=0,573; pretest-posttest control group: t value = -2.083 with p=0,056. Those mean that self management training is not effective for increasing the academic achievement in college student.

Keyword: academic achievement, self management training, college student.

(9)

ini disusun guna memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Psikologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

Selama proses penyusunan skripsi ini penulis mendapat bantuan dan dorongan dari berbagai pihak sehingga skripsi ini dapat terwujud. Untuk itu pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa terimakasih kepada semua pihak, yaitu :

1. Seluruh staf dosen Psikologi yang telah mendidik dan membagikan ilmu pengetahuan selama ini.

2. Seluruh staf karyawan yang selalu bersedia membantu dalam bidang administrasi selama ini.

3. Seluruh responden penelitian yang membantu suksesnya penelitian ini. 4. Seluruh individu yang mencintai dan ku cintai.

5. Terkhusus untuk “my Lady”, thanks for everything.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu penulis mengharap segala saran dan masukan yang dapat melengkapi skripsi ini. Akhir kata semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan.

Yogyakarta, 25 Februari 2008

Nanang Kurniawan

(10)

HALAMAN JUDUL ...i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ...ii

HALAMAN PENGESAHAN ...iii

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ...iv

LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI ... v

HALAMAN PERSEMBAHAN ...vi

ABSTRAK ...vii

ABSTRACT ...viii

KATA PENGANTAR ...ix

DAFTAR ISI ...x

DAFTAR TABEL ...xiv

DAFTAR GAMBAR ...xvi

DAFTAR LAMPIRAN ...xvii

BAB I. PENDAHULUAN ...1

A. Latar Belakang Masalah ...1

B. Rumusan Masalah ...6

C. Tujuan Penelitian ...6

D. Manfaat Penelitian ...6

BAB II. KAJIAN PUSTAKA ...7

A. Pelatihan ...7

(11)

2. Faktor-Faktor Penentu Efektivitas Pelatihan ...9

3. Metode dalam Pelatihan ……….11

4. Rancangan Pelatihan ………...14

5. Model Evaluasi Pelatihan ...18

6. Metode Evaluasi ……….….….…...22

C. Manajemen Diri …...24

1. Pengertian Manajemen Diri………...24

2. Dimensi Manajemen Diri ...26

D. Prestasi Akademik …...31

1. Pengertian Prestasi Akademik ...31

2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Prestasi Akademik ...31

E. Dinamika Manajemen Diri dan Prestasi Akademik ...33

F. Hipotesis ...35

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN ……….….….36

A. Jenis Penelitian ...36

B. Identifikasi Variabel ………....36

C. Definisi Operasional Variabel Penelitian ………...….…37

1. Pelatihan Manajemen Diri …...37

2. Reaksi Peserta Pelatihan Manajemen Diri ………...37

3. Pembelajaran ………...38

(12)

1. Monitoring Diri …...39

2. Analisis Diri ………..………..…………...40

3. Perubahan Diri ………….……….………40

4. Pemeliharaan Diri ………...……….….41

E. Instrumen Penelitian ………...….…….41

1. Reaksi Program Pelatihan …...41

a. Definisi dan Informasi Umum ………...…….……41

b. Reliabilitas dan Validitas ………....……42

2. Tes Prestasi (Pengetahuan Manajemen Diri) ………...44

a. Declarative and Procedural ……....………...…………44

1. Definisi Umum ……….44

2. Analisis dan Seleksi item ……….….45

3. Reliabilitas dan Validitas ……….….46

b. Strategic ………..………...……48

3. Tes Prestasi ………….………..………....….……...49

4. Observasi ………...…….……50

F. Subjek Penelitian ……….……….51

G. Pelaksanaan Penelitian ……….……….51

1. Pra Perlakuan …...51

2. Pelaksanaan Perlakuan ……….……...52

(13)

1. Data Reaksi Peserta terhadap Pelatihan …...61

2. Data Pengetahuan Materi Manajemen Diri dan Data Prestasi Akademik ……….……62

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ………...…66

A. Hasil Penelitian ...66

1. Diskripsi Hasil Penelitian ………...66

2. Hasil Uji Prasyarat ………67

3. Hasil Uji Hipotesis ………68

4. Uji Evaluasi Hasil ……….71

5. Hasil Observasi ……….75

B. Pembahasan ………….……….…….82

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ……….92

A. Kesimpulan ...92

B. Saran ………...…………..92

DAFTAR PUSTAKA ………...94

LAMPIRAN ……….97

(14)

Tabel 2. Blue print Angket Reaksi peserta pelatihan ………..43

Tabel 3. Blue print Uji coba Tes Pengetahuan Manajemen Diri ………45

Tabel 4. Blue print Tes Pengetahuan Manajemen Diri setelah diuji coba ……..46

Tabel 5. Hasil Survey Hambatan Mahasiswa untuk mencapai Prestasi Akademik ……….49

Tabel 6. Rancangan Eksperimen Kontrol Group Pretest-postest non randomized design ……….60

Tabel 7. Norma Kategorisasi Reaksi peserta pelatihan ………...61

Tabel 8. Kategorisasi Reaksi peserta pelatihan ………...61

Tabel 9. Kategorisasi Reaksi pada aspek Isi & Metode pelatihan ………..62

Tabel 10. Kategorisasi Reaksi pada aspek Relevansi pelatihan ………62

Tabel 11. Jadwal Pelatihan Manajemen Diri ………64

Tabel 12. Deskripsi Hasil Penelitian ……….66

Tabel 13. Hasil uji Normalitas sebaran ……….67

Tabel 14. Hasil uji Homogenitas Varians ……….68

Tabel 15. Reaksi keseluruhan pada peserta pelatihan ………...68

Tabel 16. Reaksi peserta per aspek ………...69

Tabel 17. Hasil uji beda pretest ……….69

Tabel 18. Hasil uji beda postest ………70

Tabel 19. Hasil uji beda skor perolehan ………70

Tabel 20. Hasil uji beda sebelum dan sesudah pelatihan ………..71

Tabel 21. Deskripsi Evaluasi Hasil ………...72

Tabel 22. Hasil uji Normalitas sebaran Evaluasi Hasil ……….73

Tabel 23. Hasil uji Homogenitas Varians Evaluasi Hasil ……….73

Tabel 24. Hasil uji beda pretest Evaluasi Hasil ……….73

Tabel 25. Hasil uji beda postest Evaluasi Hasil ………74

Tabel 26. Hasil uji beda skor perolehan Evaluasi Hasil ………74

(15)
(16)

Gambar 2. Tingkat Kejenuhan ………...76 Gambar 3. Tingkat Antusiasme ………76 Gambar 4. Tingkat Kelelahan ………. 77

(17)

B. Reliabilitas alat ukur ………...142

C. Data penelitian ………146

D. Analisis statistik ………..163

E. Dokumentasi ………...171

F. Surat ijin ………..176

(18)

A. LATAR BELAKANG

Mahasiswa, sebuah sebutan yang tidak asing lagi bagi kita. Sebutan mahasiswa melekat secara otomatis pada diri seseorang ketika namanya terdaftar sebagai siswa didik disalah satu lembaga pendidikan baik itu universitas, institut, akademi, maupun sekolah tinggi. Mahasiswa baru merupakan istilah yang melekat kepada individu yang memasuki tahun ajaran pertama di sebuah lembaga pendidikan tinggi. Pada umumnya individu yang menjadi mahasiswa baru berasal dari tingkat pendidikan sekolah menengah / sederajat. Perubahan tingkat pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi, tentunya diikuti dengan perubahan sistem pendidikan, misalnya proses belajar-mengajar. Hal ini akan membawa dampak bagi mahasiswa baru, karena mereka akan dituntut untuk dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan barunya.

Menurut Warsito (2004) dalam penelitiannya, penyesuaian diri mahasiswa terhadap lingkungan akademik yang baru akan berdampak pada prestasi akademik mahasiswa itu sendiri. Bagi mahasiswa yang mampu menyesuaikan diri dengan lingkungannya, maka ia akan memiliki kemungkinan yang lebih besar untuk mendapatkan prestasi yang memuaskan jika dibandingkan dengan mahasiswa yang kurang mampu menyesuaikan diri dengan lingkungannya.

Keberhasilan mahasiswa dalam studinya ditandai dengan prestasi akademik yang baik antara lain nilai-nilai optimal yang diperoleh melalui indeks prestasi serta

(19)

ketepatan waktu dalam menyelesaikan studinya (Warsito, 2004). Berdasarkan pernyataan tersebut, mahasiswa yang berhasil akademiknya dilihat dari indeks prestasi yang didapat selama masa studi dan ketepatan waktu menyelesaikan masa studinya. Indeks prestasi diperoleh dari kumulatif nilai yang didapat mahasiswa dari proses perkuliahan, sedangkan yang dimaksud dengan ketepatan waktu adalah mahasiswa mampu menyelesaikan seluruh masa studinya sesuai dengan target waktu yang ditentukan oleh lembaga pendidikan tersebut.

Setiap lembaga pendidikan tinggi memiliki target masa studi untuk mahasiswanya. Pada umumnya untuk jenjang sarjana (S1) ditempuh dalam 8 semester dan maksimal harus diselesaikan dalam 14 semester, untuk jenjang diploma (D3) ditempuh 6 sampai dengan 12 semester. Target masa studi tersebut sudah diperkirakan sedemikian rupa supaya mahasiswa mampu menyelesaikan masa perkuliahannya dengan tepat waktu. Sebagai contoh, Universitas Sanata Dhasrma menargetkan mahasiswanya untuk menempuh masa studi selama 8 semester dan harus diselesaikan maksimal 14 semester, sesuai dengan standar universitas seperti yang tertulis pada bab III Peraturan Akademik (USD, 2006).

(20)

Fenomena tersebut dikarenakan terdapat banyak faktor yang mempengaruhi keberhasilan mahasiswa dalam menempuh studi akademiknya. Keberhasilan mahasiswa dipengaruhi oleh pencapaian prestasi akademiknya yang ditandai dengan indeks prestasi dan penyelesaian tugas akhir atau skripsi. Nilai IP mahasiswa tiap semester menentukan jumlah mata kuliah yang dapat diambil pada semester berikutnya. Jika IP tiap semester mahasiswa dinilai tidak cukup, mahasiswa tersebut akan terhambat di semester berikutnya. Selain itu penyelesaian tugas akhir atau skripsi yang tak kunjung selesai juga dapat menghambat mahasiswa untuk lulus sesuai target waktu. Selain fenomena tersebut, perilaku mahasiswa seringkali menunjukkan kebiasaan-kebiasaan yang kurang baik, terutama pada waktu akhir semester. Seperti pengumpulan tugas yang tidak tepat waktu, kebiasaan mencari catatan pada waktu menjelang ujian, kesiapan untuk menempuh ujian yang kurang matang dan lain-lain. Beberapa hal tersebut akan sangat mempengaruhi performa mahasiswa untuk mencapai prestasi yang maksimal.

Tentunya kondisi yang diharapkan adalah, mahasiswa mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan yang baru sehingga memperoleh prestasi akademik yang memuaskan. Sedangkan kemungkinan yang lain adalah dapat menyelesaikan masa studinya sesuai dengan waktu yang diharapkan. Oleh karena itu mahasiswa harus memiliki kemampuan untuk mengontrol dan memanfaatkan lingkungannya untuk dapat mencapai prestasi akademik yang memuaskan. Hal tersebut dapat dipelajari dengan mengembangkan perilaku manajemen diri.

(21)

dapat dilihat sebagai suatu rangkaian strategi kognitif dan perilaku yang membantu individu dalam menata lingkungannya, memunculkan motivasi diri, dan memfasilitasi perilaku yang tepat untuk mencapai standar perilaku tertentu (Frayne dan Geringer, 2000). Dengan demikian manajemen diri dapat membantu mahasiswa dalam melakukan penyesuaian terhadap lingkungan baru sehingga diharapkan dapat mencapai prestasi akademik yang memuaskan. Hal tersebut dikarenakan mahasiswa yang mampu menguasai manajemen diri, akan mampu menata lingkungan di sekitarnya dan memfasilitasi perilaku yang tepat sehingga memunculkan motivasi untuk mencapai prestasi yang diharapkan.

Manajemen diri merupakan bentuk dari suatu kebiasaan yang dapat dipelajari, oleh karena itu pelatihan self-management dapat dijadikan sebuah program alternatif. Pelatihan tersebut memberi pengetahuan kepada individu bagaimana cara mengukur masalah, menyusun suatu tujuan yang spesifik dalam hubungannya dengan masalahnya, cara-cara memonitor lingkungan yang mendukung atau yang menghalangi pencapaian tujuan, dan mengidentifikasi serta mengadministrasikan penguat terhadap perilaku yang mengarah ke-tujuan dan memberi hukuman terhadap perilaku yang tidak mendukung ke arah tujuan.

(22)

bidang industri, manajemen diri juga terbukti efektif untuk meningkatkan performa kerja karyawan. Pada penelitian tersebut membandingkan antara kelompok karyawan yang diberikan pelatihan manajemen diri dan yang tidak diberikan pelatihan manajemen diri, pengukuran dilakukan beberapa kali pada periode tertentu dan hasilnya menunjukkan secara signifikan bahwa peningkatan performa kerja karyawan pada kelompok yang diberikan pelatihan lebih tinggi dibandingkan kelompok karyawan yang tidak diberikan pelatihan (Frayne dan Geringer, 2000).

(23)

B. RUMUSAN MASALAH Permasalahan dalam penelitian ini adalah:

Apakah pelatihan manajemen diri efektif untuk meningkatkan prestasi akademik pada mahasiswa baru?

C. TUJUAN PENELITIAN

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keefektifan pelatihan manajemen diri bagi mahasiswa baru dalam meningkatkan prestasi akademik.

D. MANFAAT PENELITIAN 1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini dapat memperkaya ranah psikologi pendidikan terapan, dengan memberikan kontribusi kegunaan metode pelatihan dalam dunia pendidikan.

2. Manfaat Praktis

(24)

A. PELATIHAN 1. Pengertian Pelatihan

Suatu bentuk proses pembelajaran yang dialami individu, yang mengakibatkan suatu perubahan. Pernyataan tersebut sesuai dengan pendapat DeCenzo dan Robbins (dalam Sasongko, 2005) bahwa pelatihan adalah sebuah pengalaman belajar untuk membuat perubahan yang relatif permanen pada individu, yang tujuannya meningkatkan kemampuan dalam bidangnya atau pekerjaannya. Menurut Hardjana (2001), pelatihan merupakan suatu kegiatan yang disusun dengan penuh perencanaan, yang kemudian dilaksanakan secara sistematis dan metodis, dan pada akhirnya dievaluasi secara tuntas. Sasongko (2005) menyatakan bahwa program pelatihan adalah suatu bentuk pembelajaran yang teratur yang akan menghasilkan perubahan permanen bertujuan meningkatkan kinerja individu tersebut. Dapat disimpulkan bahwa pelatihan merupakan sebuah pengalaman belajar individu yang mengakibatkan perubahan relatif permanen, tujuannya agar kemampuan individu meningkat, suatu pelatihan haruslah terencana, pelaksanaannya pun secara sistematis dan metodis, serta diperlukan evaluasi secara tuntas.

Proses pelaksanaan pelatihan memiliki tahapan, Cherrington (dalam Sasongko, 2005) membagi menjadi tiga tahapan besar yakni pengukuran kebutuhan, pelatihan dan pengembangan, evaluasi. Tahap pertama,

(25)

pengukuran kebutuhan ialah tahap penentuan ada atau tidaknya kebutuhan akan pelatihan dan ketersediaan sumber daya yang diperlukan untuk mengadakan pelatihan. Tahap berikutnya, pelaksanaan pelatihan, meliputi pembuatan desain program pelatihan dan pelaksanaannya. Pembuatan desain pelatihan mengacu pada analisis dan pertimbangan yang dilakukan pada tahap pertama serta berorientasi pada tujuan pelatihan. Tahap terakhir, tahap evaluasi yakni membuat tolak ukur berdasarkan tujuan pelatihan, lalu mengevaluasi apakah pelatihan telah berhasil dan dapat diterapkan dalam bidang yang diukur.

B. EFEKTIVITAS PELATIHAN 1. Pengertian Efektivitas

(26)

2. Faktor-faktor Penentu Efektivitas

Tjia (2006) menjelaskan ada 4 hal yang menentukan agar program pelatihan bisa efektif, yaitu:

a. Fasilitator / trainer

Peran fasilitator (trainer) sangat vital dalam sebuah pelatihan. Trainer memfasilitasi proses belajar yang dilakukan peserta dalam

pelatihan. Persepsi peserta terhadap kredibilitas fasilitator bisa memengaruhi tingkat partisipasi dalam proses pelatihan.

Faktor pengalaman, penguasaan materi, tingkat kepercayaan, dan kemampuan komunikasi fasilitator bisa mempengaruhi efektivitas pelatihan. Oleh karena itu, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh fasilitator pelatihan, yaitu:

1) Menghindari sikap arogan dan superior dalam presentasi,

2) Bersikap terbuka terhadap segala pertanyaan dan komentar dari peserta,

3) Memotivasi peserta untuk mengetahui lebih banyak dengan bertanya, 4) Terlibat dengan peserta, memanggil dengan nama, menjaga kontak

mata dan senyum,

5) Memiliki rasa humor dan cerita-cerita. b. Peserta

(27)

tingkat pendidikan. Bahkan efikasi diri peserta juga mempengaruhi efektivitas pelatihan (Wei, 2006).

c. Topik pelatihan

Materi pelatihan harus mampu menjawab kebutuhan dari peserta berdasarkan hasil training need analysis. Jika materi pelatihan tidak mampu menjawab itu semua, pelatihan tidak akan efektif karena peserta tidak termotivasi untuk belajar.

d. Metode pelatihan

Tjia (2006) merekomendasikan metode experiential learning dan metode yang berhubungan dengan prinsip belajar orang dewasa untuk diaplikasikan agar efektivitas pelatihan menjadi maksimal.

Selain itu, topik pelatihan hendaknya dibawakan dengan cara yang mudah dipahami dan jelas, juga bersifat fun dan membuat peserta merasa terfasilitasi untuk berbuat yang terbaik.

e. Lingkungan

(28)

akan membuat peserta tidak nyaman, kecuali jika sesama peserta sudah terjalin keakraban sebelum pelatihan.

3. Metode dalam pelatihan

Sasongko (2005) menyatakan bahwa kesesuaian antara tujuan dan materi pelatihan dengan metode menentukan keberhasilan pelatihan. Oleh karena itu perlu pemilihan metode yang tepat.

Hardjana (2001) menjelaskan beberapa metode yang dipakai dalam sebuah pelatihan, yaitu:

a. Metode informatif

Tujuannya adalah untuk menyampaikan data, informasi, penjelasan, data, fakta, dan pemikiran.

b. Metode partisipatif

Metode ini digunakan untuk melibatkan peserta dalam pengolahan materi pelatihan.

c. Metode partisipatif – eksperiensial

Metode ini bersifat partisipatif sekaligus eksperiensial, yaitu mengajak peserta untuk ikut serta dan memberi kemungkinan kepada peserta untuk ikut mengalami apa yang diolah dalam pelatihan.

d. Metode eksperiensial

(29)

Metode yang serupa juga disampaikan oleh Pfeiffer dan Jones (dalam modul pelatihan pengembangan kepribadian mahasiswa Universitas Sanata Dharma, 2007) yaitu metode structured-experiences (pengalaman terstruktur) berupa serangkaian aktivitas

yang dirancang sedemikian rupa sehingga menghasilkan data untuk belajar dan merumuskan kesimpulan. Dalam metode pengalaman terstruktur peserta diajak untuk mengalami pembelajaran sendiri dengan melalui siklus pembelajaran sebagai berikut:

experiencing

applying publishing

processing generalizing

Gambar 1.

Keterangan:

a. Experiencing (mengalami), pelibatan diri untuk mendapatkan

pengalaman pribadi konkret yang berkaitan dengan hal yang ingin dipelajari.

b. Publishing (membagi pengalaman), menyatakan kembali hal-hal yang

(30)

c. Processing (memproses pengalaman), menyusun dan mendiskusikan data yang didapat dari tahap sebelumnya, dengan mencoba menafsirkannya.

d. Generalizing (merumuskan kesimpulan), menyimpulkan prinsip atau

hikmah berdasarkan hasil penafsiran data sebelumnya.

e. Applying (menerapkan), merencanakan cara menerapkan hasil

penafsirannya dalam kehidupan sehari-hari. Menurut As’ad (2004) teknik-teknik / bentuk pelatihan yang digunakan antara lain:

1) Ceramah / kuliah

Ceramah disampaikan secara lisan. Metode ini bisa dipakai untuk kelompok besar dan bisa memberikan banyak materi dalam waktu singkat. Kelemahan dari metode ini adalah komunikasi yang terjadi hanya searah sehingga tidak ada umpan balik dari peserta. 2) Audiovisual

Penggunaan audiovisual di sini bisa berwujud, film, video klip, maupun musik. Penggunaan media tersebut mampu membantu memengaruhi emosi peserta (Tjia, 2006) yang membuat peserta menggunakan lebih dari satu inderanya.

3) Diskusi

(31)

mengubah sikap-sikap dari peserta. Kelemahannya adalah, metode diskusi kemampuan pengajarannya lebih lambat.

4) Studi kasus

Studi kasus merupakan uraian tertulis maupun lisan tentang masalah tertentu yang nyata maupun hipotesis yang didasarkan pada kenyataan.

5) Role play

Peran merupakan suatu pola perilaku yang diharapkan. Metode ini terutama digunakan untuk memberi kesempatan kepada para peserta mempelajari keterampilan hubungan antar manusia melalui praktek dan untuk mengembangkan pemahaman akan pengaruh kelakuan mereka sendiri pada orang lain.

4. Rancangan Pelatihan

Menurut Hardjana (2001) rancangan pelatihan adalah rancangan yang akan dijadikan pegangan dan pedoman pelaksanaan pelatihan, oleh karena itu ketika menyusun suatu rancangan pelatihan perlu mempersiapkan beberapa hal:

a. Kebutuhan pelatihan

(32)

membutuhkan diberi pelatihan, dan mengapa mereka membutuhkan pelatihan tersebut. Teknik yang dapat digunakan dalam analisis kebutuhan antara lain wawancara, pemberian kuesioner, mengadakan tes, atau audit lembaga pada unit-unitnya dengan mempelajari kegiatan, masukan, keluaran, biaya atau efisiensi, dan efektivitasnya masing-masing.

b. Tujuan pelatihan

Hardjana (2001) menyatakan bahwa dalam suatu pelatihan terdiri dari serangkaian sesi yang disusun untuk mencapai tujuan dari keseluruhan pelatihan, oleh karena itu setiap sesi memiliki tujuan masing-masing. Diharapkan melalui pencapain tujuan tiap sesi, tujuan keseluruhan pelatihan dapat tercapai. Smither (1994) menambahkan bahwa suatu pelatihan yang tidak memiliki tujuan yang kongkret dan spesifik akan menyebabkan pelatihan tersebut tidak fokus dan tidak berhasil.

Penetapan tujuan pelatihan sebaiknya menganut prinsip SMART, yakni:

S : Specific, yang berarti khusus, terbatas jelas.

M : Measurable, yang berarti dapat diukur secara kuantitatif.

(33)

R : Realistic, berarti memenuhi kebutuhan pelatihan yang sebenarnya, bukan hanya keinginan penyelenggara atau trainer.

T : Timebound, yang berarti waktu pencapaian tujuan dibatasi

misalnya 3 hari, 2 minggu, 1 bulan, atau 2 tahun. c. Materi pelatihan

Materi pelatihan adalah bahan, topik, atau hal yang dibicarakan dan diolah dalam pelatihan (Hardjana, 2001). Penyusunan materi pelatihan mengacu pada analisis kebutuhan pelatihan dan harus berdasarkan sasaran perilaku yang ingin dicapai. Sasongko (2005) menambahkan bahwa materi merupakan susunan bahan pembelajaran sistematis berdasarkan sasaran perilaku yang mengacu pada analisis kebutuhan, sehingga timbul

perilaku yang diharapkan pada peserta seusai pelatihan. d. Metode, Strategi, dan Teknik pelatihan

Metode merupakan cara yang sudah dipikirkan secara masak-masak dan dilakukan dengan mengikuti langkah-langkah tertentu guna mencapai tujuan yang hendak dicapai.

Strategi merupakan cara penggunaan metode yang sudah dipilih dan dirancang untuk menjalankan sebuah pelatihan.

Teknik pelatihan merupakan cara pelaksanaan suatu metode. e. Susunan dan Jadwal sesi pelatihan

(34)

1) Alur, yaitu arah, gerak, dan kelanjutan dari satu sesi ke sesi berikutnya. Urutan sesi haruslah memiliki arah yang jelas dan tidak terpisah.

2) Jarak, yaitu tenggang waktu antara satu sesi dengan sesi lain. Artinya setiap sesi memiliki jeda waktu.

3) Nada, tekanan pada masing-masing sesi. Untuk kelancaran dan efektivitas maka masing-masing sesi diberi tekanan yang berbeda. 4) Warna, yaitu suasana pelatihan. Pemeliharaan suasana pelatihan

haruslah mendukung pelatihan itu sendiri, maka penyampaian tiap sesi dan bagian-bagiannya diberikan dalam suasana yang bervariasi, antara serius dan santai.

5) Jalinan, yaitu jalannya seluruh pelatihan dan hubungan antar sesi. f. Petugas yang bertanggung jawab dan Perlengkapannya

Menentukan penanggung jawab, termasuk instruktur / fasilitator. Selain itu juga mempersiapkan peralatan dan perlengkapan yang dibutuhkan.

g. Evaluasi pelatihan

(35)

5. Model Evaluasi Pelatihan

Menurut Smither (1994) efektivitas suatu program pelatihan hanya dapat ditunjukkan melalui evaluasi terhadap program pelatihan tersebut. Salah satu model evaluasi pelatihan yang ada adalah model yang dikembangkan oleh Donald Kirkpatrick (Bramley, 1991; Kristanto, 2004; Liberman, 2006). Menurut Liberman (2006) bahwa model yang disampaikan oleh Kirkpatrick merupakan model yang paling populer dan digunakan secara luas dalam melakukan evaluasi pelatihan.

Model yang dikembangkan oleh Kirkpatrick tersebut terdiri dari empat model evaluasi, yaitu:

a. Evaluasi reaksi

Model evaluasi reaksi mengukur reaksi / perasaan peserta terhadap pelatihan, apakah peserta menyukai program pelatihan yang ada atau tidak, apakah peserta merasa pelatihan yang ada relevan dengan kehidupan maupun pekerjaannya sehari-hari atau tidak.

Kristanto (2004) dan Phillips & Stone (2002) menyatakan bahwa model evaluasi reaksi perlu dilaksanakan karena:

1) Lebih baik daripada tidak ada sama sekali,

2) Mampu mengidentifikasi tren dan keinginan di kalangan peserta terhadap sebuah pelatihan sehingga bisa menjadi masukan bagi perkembangan program maupun materi pelatihan

(36)

Metode yang paling sering digunakan dalam pengumpulan data reaksi adalah kuesioner (Phillips & Stone, 2002). Phillips & Stone (2002) menjabarkan aspek-aspek dalam pengukuran reaksi meliputi:

a) Isi (content) pelatihan

Terdiri dari adanya penjelasan tentang tujuan pelatihan, tercapainya tujuan pelatihan, materi mudah dipahami, dan penilaian tentang kesesuaian materi / topik dalam kehidupan sehari-hari.

b) Metode yang digunakan

Berkaitan dengan metode pengajaran, aktivitas-aktivitas, dan materi yang digunakan untuk membantu peserta memahami materi dan tercapainya tujuan pelatihan.

c)Lingkungan pendukung

Berkaitan dengan penilaian peserta tentang keadaan ruangan tempat penyelenggaraan pelatihan.

d) Fasilitator pelatihan

Berkaitan dengan penguasaan materi, kejelasan dalam penyampaian materi untuk membantu pemahaman peserta, kemampuan menciptakan lingkungan yang melibatkan peserta untuk berdiskusi, respon terhadap komentar dan pertanyaan peserta, kemampuan manajerial kelas yang efektif, kemampuan menjadi moderator untuk menjaga fokus materi. e) Rencana aksi (planned actions)

(37)

f) Penilaian dan komentar tentang program pelatihan secara keseluruhan. Kristanto (2004) mengungkapkan bahwa peserta tidak perlu menyertakan nama untuk mendapatkan respon yang jujur, serta respon harus segera didapat setelah sesi terakhir pelatihan agar mampu mengindikasikan respon secara utuh / satu kesatuan.

b. Evaluasi belajar

Model ini menyoroti hasil belajar aktual yang didapat peserta berupa pengetahuan dan ketrampilan (Smither, 1994). Kristanto (2004) mendefinisikan evaluasi belajar sebagai “tingkat perubahan peserta dalam sikap, peningkatan pengetahuan, dan / atau peningkatan keterampilan

pada saat program pelatihan selesai”. Kirkpatrick dan beberapa peneliti

lain menyatakan bahwa perubahan perilaku peserta dalam kehidupan sehari-hari tidak akan terjadi jika peserta tidak menemui perubahan pengetahuan setelah mengikuti pelatihan. Pengukuran belajar harus mengacu pada tujuan pelatihan dan berkaitan dengan instruksional pelatihan. Pengukuran hasil belajar tidak menunjukkan bagaimana mengaplikasikan hasil belajarnya dalam keseharian, tapi lebih kepada mengindikasikan efektivitas program pelatihan (Kristanto, 2004).

(38)

Liberman (2006) menambahkan bahwa hasil tes sesudah pelatihan harus lebih tinggi daripada hasil tes sebelum pelatihan.

c. Evaluasi perilaku

Model evaluasi ini menekankan pada bagaimana perubahan perilaku menetap yang timbul (Smither, 1994). Menurut Kristanto (2004) bentuk evaluasi ini bertujuan untuk mengetahui perubahan perilaku peserta sebagai hasil dari mengikuti program pelatihan. Perubahan tersebut tidak selalu terjadi pada diri peserta setelah mengikuti program pelatihan. Menurut Kristanto (2004), ada 4 syarat agar seseorang mengubah perilakunya, yaitu:

1) Adanya hasrat untuk berubah dari pribadi orang tersebut,

2) Individu tersebut mengetahui apa yang harus dilakukan dan bagaimana melakukannya,

3) Adanya lingkungan yang tepat untuk mendukung perubahan perilakunya,

4) Adanya penghargaan atas perubahannya.

(39)

Untuk mendapatkan data mengenai perilaku peserta pelatihan bisa dengan cara pengamatan / observasi, penilaian diri dari peserta (self-analyze), maupun penilaian dari rekan / lingkungan (Kristanto, 2004;

Liberman, 2006; Tjia, 2006). d. Evaluasi hasil

Model evaluasi ini menekankan pada peningkatan produktifitas peserta pelatihan (Smither, 1994). Evaluasi hasil merupakan hasil akhir yang muncul akibat peserta hadir dalam program pelatihan. Dalam konteks perusahaan, evaluasi hasil dikaitkan dengan peningkatan produksi, berkurangnya biaya, turnover karyawan, dll (Kristanto, 2004; Liberman, 2006). Dalam konteks institusi pendidikan, evaluasi hasil bisa dikaitkan dengan membaiknya rata-rata IPK yang diperoleh mahasiswa, menurunnya tingkat DO, dll.

Kristanto (2004) menambahkan bahwa jenis-jenis pelatihan pengembangan diri, seperti kepemimpinan, komunikasi, motivasi, dll sulit untuk diukur dengan menggunakan model ini.

6. Metode Evaluasi

(40)

a. Studi kasus

Pada metode ini menggunakan pengamatan performansi setelah pelatihan, biasanya mengunakan wawancara dan observasi atau pengambilan data kuatitatif tentang produktivitas setelah pelatihan.

b. Pretest – Posttest

Pada metode ini peserta akan diukur sebelum dan setelah pelatihan untuk melihat kemajuan performansi yang diharapkan. Kelemahan pada metode ini, tidak dapat mengetahui secara pasti ketidak-beresan pelatihan, dan juga metode ini rentan dengan Hawthorne effect yaitu kecenderungan subjektifitas evaluator mempengaruhi hasil evaluasi.

c. Pretest – Posttest dengan kelompok kontrol

Pada metode ini terdapat kelompok pelatihan dan kelompok kontrol (yang tidak mendapatkan pelatihan). Kedua kelompok akan diukur sebelum dan sesudah pelatihan.

d. Posttest dengan kelompok kontrol

Pada metode ini hanya menggunakan satu kali pengukuran yaitu setelah pelatihan, pengambilan secara acak baik itu pada kelompok kontrol maupun pelatihan. Keuntungan dari metode ini menghemat biaya evaluasi.

e. Solomon desain 4 kelompok

(41)

hanya mendapatkan pengukuran sebelum dan sesudah pelatihan tanapa dikenai program pelatihan; kelompok ketiga, hanya mendapatkan pengukuran setelah pelatihan dan program pelatihan; kelompok keempat, hanya pengukuran setelah pelatihan tanpa mendapatkan program pelatihan.

C. MANAJEMEN DIRI 1. Pengertian

Manajemen diri juga disebut dengan modifikasi diri, oleh karena itu erat hubungannya dengan modifikasi perilaku. Beberapa ahli seperti yang dikutip pada Sarafino (2001) menyatakan bahwa modifikasi perilaku merupakan karakteristik yang menyebabkan perkembangan perilaku dan menggunakan prinsip pembelajaran. Manajemen diri merupakan salah satu cara untuk mengatur perilaku dalam sebuah organisasi melalui suatu mekanisme aplikasi kontrol luar untuk mempengarui individu ke arah tujuan suatu organisasi. Menajemen diri merupakan usaha individu untuk menggunakan kontrol termasuk aspek pembuatan keputusan dan perilaku (Frayne & Geringer, 2000).

(42)

perilaku terbentuk dari suatu proses pembelajaran individu terhadap lingkungannya yang diberi penguat (Bandura,1977), oleh karena itu perilaku me-manajemen diri dapat dipelajari oleh tiap individu, salah satu caranya melalui pelatihan manajemen diri.

Sarafino (2001) menyatakan bahwa dengan mempelajari teknik manajemen diri seseorang dapat memperkuat dua kemampuan umum yang mendukung perubahan perilaku, yakni: Self-control, adalah kemampuan untuk mengekang emosi, impuls, hasrat atau keinginan yang berlebihan. Kemampuan berikutnya adalah Self-regulation, yaitu kemampuan yang langsung dan mengatur aksi dan perilaku kita dengan tepat ketika aksi kita tidak ada seorangpun yang mengawasi. Dengan demikian semakin kuat kemampuan seseorang dalam kedua kemampuan tersebut, maka kemungkinan seseorang berhasil mencapai perubahan perilaku yang diinginkan semakin besar pula.

(43)

dibandingkan dengan kelompok yang tidak mendapatkan pelatihan manajemen diri.

2. Dimensi Manajemen Diri

Manajemen diri memiliki beberapa dimensi yang merupakan suatu rangkaian proses. Beberapa ahli berpendapat tentang dimensi tersebut, salah satunya Frayne & Geringer ( 2000 ). Mereka membagi dimensi manajemen diri menjadi 6 tahapan yaitu:

a. Pengukuran diri (Self-assessment)

Pada dimensi ini lebih menekankan pada pengumpulan data tentang harapan individu terhadap modifikasi perilaku yang diinginkan, sehingga pada tahap ini individu akan disiapkan untuk mampu menginterpretasi dan menentukan perubahan perilakunya.

b. Penentuan tujuan (Setting goal)

Pada dimensi ini lebih menekankan pada pembentukan tujuan baik itu makro maupun meso. Pembentukan ini berdasarkan pengumpulan data dari dimensi sebelumnya.

c. Monitoring diri

(44)

d. Evaluasi diri

Pada dimensi ini lebih memfokuskan pada penggunaan strategi penguat dan hukuman pada performansi individu. Pemberian penguat ditujukan pada perilaku yang mengarah kepada pencapaian tujuan, sedangkan hukuman diberikan terhadap perilaku yang tidak mendukung kepada pencapain tujuan.

e. Penulisan kontrak

Pada dimensi ini lebih untuk menekankan atau menancapkan komitmen individu untuk menyelesaikan proses. Individu akan menuliskan persetujuan tentang harapan, perencanaan, serta kemauan untuk perubahan perilaku.

f. Pemeliharaan & pencegahan pengulangan (maintenance & relapse prevention)

Pada dimensi ini lebih memfokuskan pada pengidentifikasian kemungkinan masalah dan pencegahan pengulangan dengan membantu individu belajar mengenal dan menjauhi potensi masalah.

Yates (1985), dalam bukunya membagi manajemen diri menjadi 4 dimensi yang berupa teknik-teknik pengolahan diri. Tahapan teknik tersebut dapat diaplikasikan dalam berbagai bidang. Tahapan tersebut adalah:

a. Monitoring diri (self-monitoring)

(45)

mengungkapkan informasi tentang apa yang ingin ia rubah dalam kehidupannya; kerangka tujuan untuk mencapai perubahan; cara untuk mengerjakan kerangka tujuan; perasaan ataupun pikiran apapun yang ingin dirubah. Dari informasi tersebut akan digunakan untuk menentukan target respon.

b. Analisis diri (self-analysis)

Pada tahap ini individu akan menganalisis informasi yang diperoleh dari tahap sebelumnya, sehingga individu dapat menunjukan anteseden yang spesifik dan konsekuensi yang mempengaruhi target respon sekarang. Dalam tahap ini juga diajarkan metode untuk menentukan anteseden dan konsekuensi yang mana untuk dirubah sehingga ditemukan pemecahan masalah yang tepat.

c. Perubahan diri (self-change)

Pada tahap ini individu diajak untuk melihat kembali apakah pemecahan masalah yang digunakan sudah cukup efektif untuk menjawab permasalahan yang dihadapi. Penilaiannya dengan menggunakan informasi yang didapatkan dari feedback dari permasalahan yang dihadapi. Apabila pemecahan masalah tersebut tepat maka akan berlanjut pada tahap pemeliharaan dan diintegrasikan dalam pola hidup dan kebiasaan. Namun apabila pemecahan masalahnya belum tepat maka akan diubah.

d. Pemeliharaan diri (self-maintenance )

(46)

individu. Pada tahap ini individu juga diajari untuk menghindari efek relapse yang kemungkinan terjadi pada individu.

Dari kedua pendapat ahli tersebut terdapat kemiripan bahkan cenderung dimensi yang diungkapkan oleh Freyne & Geringer juga terdapat pada dimensi yang diungkapkan oleh Yates. Misalnya, pada Freyne & Geringer dimensi assessment diri dan penetapan tujuan sudah terangkum dalam dimensi monitoring

diri yang diungkapkan oleh Yates. Dari dua pendapat tersebut, selain terdapat kemiripan juga dirasa dapat saling melengkapi. Misalnya pada Freyne & Geringer terdapat pemberian hadiah dan hukuman untuk menguatkan perilaku, serta terdapat perjanjian kontrak, maka hal tersebut dapat dimasukkan dalam dimensi perubahan dan pemeliharaan yang diungkapkan oleh Yates. Maka peneliti lebih cenderung menggunakan pendapat Yates tentang dimensi manajemen diri, namun dimodifikasi dengan memasukan beberapa hal yang terdapat pada dimensi yang diungkapkan Freyne & Geringer.

(47)

Tabel 1.

Framework Self Management

Dimensi

manajemen diri Fokus aktivitas Implikasi dari aktivitas Monitoring diri Pengumpulan data tentang

modifikasi perilaku yang diharapkan.

Berdasarkan pengumpulan data sebelumnya maka dibangun tujuan meso dan makro.

Menyiapkan individu untuk menginterpretasi dan merubah perilakunya sendiri.

Menyiapkan usaha individu untuk menghindari pembentukan tujuan yang menghambat, mencegah aktivitas yang tidak sesuai, selalu berdasarkan pada tujuan.

Analisis diri Proses yang dilakukan individu untuk menganalisis informasi sehingga dapat menentukan anteseden dan

konsekuen yang mempengaruhi target respon.

Menyiapkan individu dengan data mengenai analisis informasi untuk menentukan anteseden dan konsekuan yang mempengaruhi target respon.

Perubahan diri Apabila ditemukan ketidak sesuaian dengan cara pemecahan masalah maka akan diubah. Menggunakan strategi penguat dan hukuman diri pada performansi individu.

Dengan menyiapkan hadiah untuk pencapaian tujuan yang memberi pengaruh positif di masa yang akan datang. Menggunakan hukuman administrasi untuk mengurangi

perilaku yang tidak mendukung kearah pencapaian tujuan.

Pemeliharaan

diri dan pencegahan

relapse

Dalam pelatihan mengajarkan individu untuk

mampu menginternalisasikan pemecahan masalah tersebut ke dalam dirinya, serta

mampu untuk mengidentifikasi

kemungkinan masalah dan perangkap dalam aplikasi teknik manajemen diri

(48)

D. PRESTASI AKADEMIK 1. Pengertian Prestasi Akademik

Prestasi akademik merupakan tingkat keberhasilan atau tingkat penguasaan siswa atau mahasiswa terhadap tugas belajar di perguruan tinggi pada periode tertentu yang meliputi aspek pengetahuan, sikap dan ketrampilan (Sukarti, 1986). Pada umumnya pambatasan keberhasilan tersebut dengan membandingkan tindakan belajar seseorang pada kriteria yang ditetapkan untuk tindakan tersebut. Menurut Jufri (2005) ada dua cara yang dapat digunakan untuk menetapkan prestasi akademik, yaitu: pertama, penetapan prestasi oleh dosen (tes prestasi buatan dosen). Kedua, tes prestasi baku. Menurut Jufri (2005) untuk mengevaluasi kemajuan belajar mahasiswa dilakukan tes hasil belajar dalam hal ini tes prestasi yang dibuat oleh dosen.

2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Prestasi Akademik

Menurut Suryabrata (1990), pencapaian prestasi akademik dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu:

a. Faktor Internal

Faktor yang berasal dari dalam diri individu sendiri baik yang bersifat bawaan maupun yang diperoleh.

1) Faktor fisik atau fisiologis

(49)

2) Faktor psikis atau psikologis

Ahmadi dan Supriyono (1991) membagi ke dalam tiga hal spesifik, yakni:

a) Faktor intelektual, yakni potensi dan kecakapan khusus yang dimiliki oleh individu seperti kecerdasan, bakat, dan prestasi yang dimiliki sebelumnya.

b) Faktor non intelektual, yakni unsur kepribadian tertentu seperti sikap, kebiasaan, minat, kebutuhan, motivasi, efikasi, dan penyesuaian diri. c) Faktor kematangan psikis, yakni kematangan emosional.

b. Faktor Eksternal

1) Faktor lingkungan, seperti dorongan dari orang lain, persaingan, tuntutan. 2) Faktor instrumental, seperti perlengkapan belajar, temperatur udara.

(50)

E. DINAMIKA MANAJEMEN DIRI DAN PRESTASI AKADEMIK Prestasi akademik menurut Suryabrata (1990) dipengaruhi oleh faktor-faktor dari dalam diri dan dari luar individu. Suryabrata menambahkan bahwa faktor-faktor tersebut saling berinteraksi, apabila individu mampu untuk memaksimalkan pengaruh positif dari masing-masing faktor, maka faktor-faktor tersebut akan dapat menunjang aktivitas belajar ke arah perolehan prestasi akademik yang tinggi. Namun jika sebaliknya maka faktor-faktor tersebut tidak dapat menunjang aktivitas belajar ke arah pencapaian prestasi akademik yang memuaskan. Jadi dengan kata lain prestasi akademik yang tinggi dapat dicapai apabila individu mampu memaksimalkan pengaruh positif dari masing-masing faktor.

(51)

Kemampuan mengelola lingkungannya dan memiliki motivasi diri tersebut dapat ditingkatkan dengan individu menguasai kemampuan manajemen diri yang efektif. Hal tersebut dikarenakan dalam manajemen diri diajarkan untuk menganalisis sebuah permasalahan, menyusun sebuah tujuan, menganalisis lingkungan di sekitarnya yang dapat mendukung pada pencapaian tujuan, memberikan penguat perilaku yang diharapkan dan mempertahankan perilaku tersebut. Kemampuan tersebut akan terangkum dalam serangkaian langkah-langkah yang akan dipelajari dalam pelatihan manajemen diri yakni monitoring diri, analisis diri, perubahan diri, dan pemeliharaan diri. Diharapkan dengan mahasiswa memiliki kemampuan manajemen diri yang efektif, mahasiswa dapat mengatasi permasalahan yang dihadapi di lingkungan akademik dan dapat memaksimalkan potensi yang ada dalam dirinya sehingga dapat mencapai prestasi akademik yang memuaskan.

Usaha pembelajaran Manajemen Diri tersebut dengan mempertimbangkan Experiential learning dan Andragogy method. Dengan mempertimbangkan kedua hal

tersebut diharapkan pembelajaran tentang Manajemen Diri akan lebih efektif. Experiential learning menekankan pada pembelajaran mandiri dengan mengelola

informasi yang didapatkan dari pengalamannya untuk mencapai kesimpulan. Menurut Roger (http://tip.psychology.org/rogers.html) dengan cara belajar berdasar pengalaman, individu akan lebih tertarik untuk belajar, sehingga informasi akan lebih mudah dipahami dan diserap dan prosesnya relatif lebih cepat. Sedangkan Andragogy method adalah metode pembelajaran yang menekankan pada cara belajar

(52)

berdasar pada kebutuhan sehingga individu akan secara mandiri mempelajari hal yang dianggapnya penting, hal tersebut akan memotivasinya untuk melakukan usaha-usaha tertentu. Dengan demikian experiential learning dan andragogy method dapat berperan efektif dalam sebuah proses pembelajaran. Dengan mempertimbangkan kedua hal tersebut dalam proses pelatihan diharapkan individu akan menguasai kemampuan manajemen diri, sehingga mampu untuk memanfaatkan potensi yang dimiliki untuk mencapai prestasi akademik yang memuaskan.

F. HIPOTESIS

(53)

A. JENIS PENELITIAN

Penelitian ini merupakan jenis penelitian eksperimen kuasi dengan tujuan

untuk mengetahui apakah suatu metode atau cara yang digunakan efektif dalam

meningkatkan suatu perilaku yang diharapkan, yaitu dengan cara mengenakan

perlakuan kepada satu atau lebih kelompok eksperimen dan membandingkan

hasilnya dengan satu atau lebih kelompok kontrol yang tidak dikenai kondisi

perlakuan tanpa melakukan metode random (Suryabrata,1998).

B. IDENTIFIKASI VARIABEL

Variabel yang digunakan pada penelitian ini yaitu:

1. Variabel bebas : Pelatihan Manajemen Diri

2. Variabel tergantung :

• Reaksi peserta pelatihan (evaluasi reaksi).

• Pembelajaran peserta tentang Manajemen Diri (evaluasi belajar).

• Nilai akademik (evaluasi hasil).

3. Variabel kontrol : Bakat

(54)

C. DEFINISI OPERASIONAL VARIABEL PENELITIAN 1. Pelatihan Manajemen Diri

Pelatihan manajemen diri adalah suatu kegiatan yang diprogram untuk

melatih manajemen seseorang terhadap dirinya. Pada pelatihan ini, subjek akan

dilatih berbagai keterampilan untuk mengevaluasi kemampuan mereka serta

strategi untuk mengembangkan kemampuan tersebut, yaitu dengan cara melatih

kepekaan mereka dalam memonitoring diri; menganalisis diri; melakukan

perubahan diri; pemeliharaan diri. Secara operasional variabel pelatihan

manajemen diri akan diungkap melalui beberapa evaluasi pelatihan yakni

evaluasi reaksi, evaluasi pembelajaran, dan evaluasi hasil. Jika pada ketiga

evaluasi tersebut positif maka akan menunjukkan kefektifan pelatihan

manajemen diri.

2. Reaksi Peserta Pelatihan Manajemen Diri

Reaksi peserta terhadap pelaksanaan pelatihan manajemen diri merupakan

penilaian, komentar, dan saran peserta terhadap pelaksanaan program pelatihan

manajemen diri. Dengan memiliki penilaian, komentar, dan saran positif, peserta

diharapkan akan tergugah kesadarannya dan terinspirasi sehingga

mengaplikasikan hal-hal yang didapat dalam pelatihan tersebut. Secara

operasional, variabel diungkap melalui angket reaksi. Nilai total yang tinggi

ditunjukkan dengan reaksi positif terhadap materi pelatihan, metode yang

digunakan, dan relevansinya dengan kehidupan sehari-hari (Frayne & Geringer,

(55)

3. Pembelajaran

Pengetahuan peserta terhadap materi pelatihan manajemen diri

merupakan tingkat pemahaman subjek terhadap konsep dan keterampilan seperti

yang dijelaskan dalam program pelatihan. Secara operasional, variabel

pembelajaran diungkap melalui tes prestasi (pengetahuan manajemen diri). Tes

prestasi disusun berdasar isi materi yang dijabarkan pada bab sebelumnya. Tes

prestasi ini dibagi menjadi dua bentuk seperti yang disampaikan Blanchard &

Thacker (2007) yaitu:

a. Declarative and procedural

Nilai yang tinggi ditunjukkan dengan pengetahuan faktual dan

pemahaman terstruktur yang tinggi terhadap materi manajemen diri.

b. Strategic

Nilai yang tinggi ditunjukkan dengan aplikasi strategi kognitif dalam

memecahkan suatu permasalahan yang berkaitan dengan materi pelatihan.

4. Nilai Akademik

Total nilai yang didapat mahasiswa karena mengikuti sejumlah ujian yang

dilaksanakan oleh dosen, sebagai salah satu bentuk evaluasi belajar. Evaluasi

tersebut untuk mengetahui, apakah materi yang telah disampaikan dalam

perkuliahan mampu diserap oleh mahasiswa dengan baik atau tidak. Bentuk

(56)

5. Bakat

Bakat adalah kemampuan untuk memecahkan persoalan dan

menghasilkan produk dalam suatu setting yang bermacam-macam dan dalam

situasi yang nyata (Gardner 1993, dalam Suparno 2004). Dalam melakukan

kontrol variabel dengan beracuan pada tes potensi akademik “plus” yang

dilaksanakan ketika penerimaan mahasiswa baru.

D. MANIPULASI

Pada penelitian ini menggunakan manipulasi berupa pelatihan manajemen

diri yang diberikan kepada subyek kelompok penelitian, sedangkan bagi subyek

kelompok kontrol tidak diberikan perlakuan apapun.

Manipulasi yang digunakan pada penelitian ini menggunakan modul

Pelatihan Manajemen Diri yang ditulis oleh Brian T. Yates (1985); pada modul

terdapat 4 tahap untuk melakukan manajemen diri, yakni; Monitoring;

Self-Analysis; Self-Change; Self-Maintenance. Keempat tahap tersebut merupakan urutan

fase yang harus dilakukan untuk mencapai manajemen diri yang efektif dan

maksimal. Berikut penjelasan dari masing-masing tahap:

1. Monitoring Diri (Self-Monitoring)

Pada tahap ini individu diajak untuk menyadari permasalahan yang

(57)

mengungkapkan informasi tentang apa yang ingin ia ubah dalam kehidupannya;

kerangka tujuan untuk mencapai perubahan; cara untuk mengerjakan kerangka

tujuan; perasaan ataupun pikiran apapun yang ingin dirubah. Dari informasi

tersebut akan digunakan untuk menentukan target respon.

Pada tahap ini individu akan diajarkan membuat pemetaan waktu

pribadinya dari waktu bangun pagi sampai dengan menjelang tidur. Dari

pemetaan tersebut akan lebih jelas menemukan permasalahan yang dihadapi

individu, setelah itu individu akan diajarkan pemetaan yang efektif.

2. Analisis Diri (Self-Analysis)

Pada tahap ini individu akan menganalisis informasi yang diperoleh dari

tahap sebelumnya, sehingga individu dapat menunjukan anteseden yang spesifik

dan konsekuensi yang mempengaruhi target respon sekarang. Untuk

memudahkan penemuan anteseden dan konsekuensi perilaku yang spesifik dalam

diri subjek, maka diajarkan analisis matrik yaitu mencatat segala anteseden dan

konsekuen yang muncul. Dalam tahap ini juga diajarkan metode untuk

menentukan solusi yang tepat dengan mempertimbangkan keuntungan dan

kerugian yang didapat.

3. Perubahan Diri (Self-Change)

Pada tahap ini individu diajak untuk melihat kembali apakah pemecahan

masalah yang digunakan sudah cukup efektif untuk menjawab permasalahan

(58)

feedback dari permasalahan yang dihadapi. Apabila pemecahan masalah tersebut

tepat maka akan berlanjut pada tahap pemeliharaan dan diintegrasikan dalam

pola hidup dan kebiasaan. Namun apabila pemecahan masalahnya belum tepat

maka akan diubah.

4. Pemeliharaan Diri (Self-Maintenance)

Pada tahap ini individu akan diajak untuk memelihara pemecahan

masalah yang tepat serta akan diintegrasikan dalam pola dan kebiasaan hidup

individu. Pada tahap ini individu juga diajari untuk menghindari efek relapse

yang kemungkinan terjadi pada individu. Efek relapse tersebut dapat

didiskusikan dengan anggota yang lain sehingga dapat ditemukan respon yang

lebih efektif.

E. INSTRUMEN PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan tiga alat yang digunakan untuk mengambil data

dari subjek, yang kemudian dari data tersebut dianalisis untuk mendapatkan

kesimpulan. Instrumen penelitian tersebut adalah:

1. Reaksi Program Pelatihan

a. Definisi dan informasi umum

Angket reaksi ini digunakan untuk mengetahui reaksi peserta

pelatihan terhadap program pelatihan yang dilaksanakan. Reaksi yang

(59)

digunakan pada waktu pelatihan, relevansi hal yang didapat dari pelatihan

terhadap kondisi nyata (Frayne & Geringer, 2000). Alat ini terdiri dari 10

aitem berdasarkan pada reaksi yang diharapkan muncul dari peserta, cara

pengisiannya menggunakam skala linkert dengan rentang nilai dari 1 (tidak

sesuai) sampai 5 (sangat sesuai). Karena tujuan dari alat ini untuk mengetahui

reaksi peserta pelatihan, maka hanya diberikan pada kelompok yang

mendapatkan perlakuan atau pelatihan.

b. Reliabilitas dan Validitas angket Reaksi terhadap pelatihan

Alat ukur ini diujicobakan pada tanggal 07 Oktober 2007 pada 20

orang mahasiswa yang mengikuti try out pelatihan manajemen diri.

Reliabilitas alat ukur dengan pendekatan konsistensi internal teknik yang

digunakan untuk mendapatkan estimasi reliabilitas tersebut adalah dengan

menghitung koefisien bisarial. Hasil uji coba tersebut menghasilkan koefisien

alpha sebesar 0,70.

Peneliti menggunakan jenis validitas isi, yang merupakan validitas

yang diestimasikan lewat pengujian terhadap isi tes dengan analisis rasional

dan penilaian dari individu yang dianggap pakar dalam bidangya

(professional judgement. Validitas isi terbagi menjadi dua tipe, yaitu validitas

muka (face validity) dan validitas logik (logical validity) (Azwar,1999).

1) Validitas Muka (Face Validity)

Validitas ini dicapai dengan membuat tampilan alat ukur sebaik

mungkin sehingga dapat meyakinkan subyek dan mampu mengesankan

(60)

reaksi peserta pelatihan terhadap pelassanaan pelatihan. Peneliti membuat

angket dengan tampilan yang menarik, ringkas dan jelas.

2) Validitas Logik (Logical Validity)

Validitas ini menunjuk pada sejauh mana isi alat ukur mewakili

reaksi yang hendak diukur sebagaimana telah ditetapkan dalam bentuk alat

ukur reaksi yang diungkapkan oleh Kirkpatrick (2007). Peneliti terlebih

dahulu membuat blue print berdasarkan komponen-komponen yang

digunakan untuk mengukur reaksi, kemudian peneliti menyusun

aitem-aitemnya.

Setelah aitem-aitem selesai dibuat, peneliti mengajukan rancangan

skala tersebut kepada dosen pembimbing. Dari keseluruhan aitem

diperiksa satu persatu berdasarkan blue print, dibantu oleh dosen

pembimbing untuk menentukan mana aitem yang baik maupun aitem yang

harus diperbaiki sehingga kemudian didapatkan 10 aitem, yang terdiri dari

tiga komponen, yang terdistribusi secara merata sesuai dengan proporsinya

masing-masing.

Tabel 2.

Blue Print Angket Reaksi Peserta Pelatihan

Uraian Jumlah aitem Bobot (%)

Tanggapan terhadap isi 3 (3,4,5) 30%

Tanggapan terhadap metode 3 (1,7,10) 30%

Tanggapan terhadap relevansi

kebutuhan 4 (2,6,8,9) 40%

(61)

2. Tes Prestasi (Pengetahuan Manajemen Diri)

Tes Prestasi ini digunakan untuk mengukur pengetahuan yang diserap

oleh peserta pelatihan. Pengetahuan yang dimaksud adalah informasi tentang

manajemen diri yang disampaikan pada waktu pelatihan. Alat tes ini dibagi

menjadi 2 bentuk seperti yang disampaikan Blanchard & Thacker (2007) yaitu:

a. Declarative and procedural

1) Definisi umum

Declarative adalah suatu bentuk pengukur pengetahuan faktual

seseorang tentang materi pelatihan manajemen diri, tujuannya untuk

mengetahui penyerapan informasi faktual oleh peserta. Sedangkan

Procedural bentuk pengukur pemahaman terstruktur terhadap materi

pelatihan, tujuannya untuk mengetahui penyerapan informasi secara

menyeluruh.

Isi soal ini mengungkap tentang definisi manajemen diri, urutan

langkah-langkah manajemen, dan hal-hal penting pada tiap langkah

manajemen diri. Cara pengisiannya dengan menulis jawaban pada lembar

jawaban yang telah disediakan. Cara penilaiannya dengan

mengkategorikan benar (1) dan salah (0), benar apabila jawaban peserta

mendekati jawaban ideal, dan jawaban dinilai salah apabila jawaban

(62)

Tabel 3.

Blue Print Ujicoba Tes Pengetahuan Manajamen Diri

Uraian Jumlah aitem Bobot (%)

Pemahaman Definisi

Manajemen Diri 4 (1,2,18,20) 20 %

Pemahaman Monitoring diri 4 (7,9,12,14) 20 %

Pemahaman Analisis diri 4 (3,5,13,17) 20 %

Pemahaman Perubahan diri 4 (4,6,8,10) 20 %

Pemahaman Pemeliharaan diri 4 (11,15,16,19) 20 %

Total 20 100 %

2) Analisis dan Seleksi aitem

Salah satu kriteria dalam menentukan kualitas suatu aitem adalah

dengan melihat konsitensi antar aitem dengan tes secara keseluruhan,

karena konsistensi antar aitem dengan total ini mampu menunjukkan

perbedaan antar subyek dengan aspek yang diukur oleh tes yang

bersangkutan. Pengujian konsistensi skor pada tes uji coba ini dilakukan

dengan menggunakan program SPSS. 12 for Windows, didapatkan indeks

daya diskriminasi aitem yang dapat dilihat dari korelasi aitem-total yang

dikoreksi (Corrected Item Total Correlation), yang bergerak dari 0,210

sampai 0,873.

Untuk menentukan apakah aitem–aitem itu memiliki kualitas yang

baik dapat dilihat dari indeks daya diskriminasi aitem. Menurut Azwar

(2000), semakin tinggi daya diskriminasi aitem maka koefisien

korelasinya semakin mendekati nilai 1,00. Kriteria pemilihan aitem

(63)

hasil analisa tersebut, dipilih aitem–aitem yang memiliki indeks daya

diskriminasi > 0,30 sehingga diperoleh 15 aitem, yakni aitem nomor : 1,

2, 5, 6, 8, 10, 11, 12,1 3, 14,1 5, 16, 17, 19, 20

Dari lima belas aitem yang memenuhi kriteria, peneliti

memutuskan untuk menggunakan 10 aitem saja dan tidak menggunakan

lima aitem, yakni aitem nomor 6 untuk kriteria pemahaman perubahan

diri. Nomor 11, 15 untuk kriteria pemahaman pemeliharaan diri. Nomor

13 untuk kriteria pemahaman analisis diri dan nomor 20 untuk kriteria

pemahaman definisi manajemen diri. Hal tersebut dilakukan dengan

pertimbangan untuk menjaga proporsi dari masing–masing kriteria

sehingga distribusinya dapat merata dan melihat pertimbangan bahwa

aitem–aitem tersebut sudah dapat digantikan fungsinya oleh aitem lain

dari kriteria yang sama.

Tabel 4.

Blue Print Tes Pengetahuan Manajemen Diri Setelah Di Uji Coba

Uraian Jumlah aitem Bobot (%)

Pemahaman Pemeliharaan diri 2 (8,10) 20 %

Total 10 100 %

3) Reliabilitas dan Validitas

Hasil uji coba dari alat ini dilaksanakan pada tanggal 8 0ktober

2007 pada 40 mahasiswa angkatan 2007. Reliabilitas alat ukur dengan

(64)

mendapatkan estimasi reliabilitas tersebut adalah dengan menghitung

koefisien bisarial. Hasil uji coba tersebut menghasilkan koefisien alpha

sebesar 0,929.

Peneliti menggunakan jenis validitas isi, yang merupakan validitas

yang diestimasikan lewat pengujian terhadap isi tes dengan analisis

rasional dan penilaian dari individu yang dianggap pakar dalam bidangya

(professional judgemen)t. Validitas isi terbagi menjadi dua tipe, yaitu

validitas muka (face validity) dan validitas logik (logical validity)

(Azwar,1999).

a). Validitas Muka (Face Validity)

Validitas ini dicapai dengan membuat tampilan alat ukur

sebaik mungkin sehingga dapat meyakinkan subyek dan mampu

mengesankan bahwa tes ini sungguh mengungkap pengetahuan yang

hendak diukur, yaitu pengetahuan tentang manajemen diri. Peneliti

membuat tes dengan tampilan yang menarik, ringkas dan jelas, ini

dapat membangun kredibilitas alat ukur yang diharapkan dan dapat

memotivasi subyek untuk meresponnya dengan sungguh–sungguh.

b). Validitas Logik (Logical Validity)

Validitas ini menunjuk pada sejauh mana isi alat ukur

mewakili indikator yang hendak diukur sebagaimana telah ditetapkan

dalam aspek-aspeknya. Peneliti terlebih dahulu membuat blue print

(65)

pengetahuan tentang manajemen diri, kemudian peneliti membuat

aitem berdasarkan blue print.

Setelah aitem-aitem selesai dibuat, peneliti mengajukan

rancangan skala tersebut kepada dosen pembimbing. Dari keseluruhan

aitem diperiksa satu persatu berdasarkan blue print, dibantu oleh

dosen pembimbing untuk menentukan mana aitem yang baik maupun

aitem yang harus diperbaiki sehingga kemudian didapatkan 20 aitem,

yang terdiri dari lima kriteria penguasaan materi, yang terdistribusi

secara merata sesuai dengan proporsinya masing-masing.

b. Strategic

Bentuk pengukuran ini lebih menekankan pada aplikasi strategi

kognitif dalam memecahkan suatu permasalahan yang berkaitan dengan

materi pelatihan. Dengan bentuk pengukuran ini, kita dapat mengetahui

pemahaman peserta secara lebih mendalam. Biasanya bentuk pengukuran ini

dengan mengajukan suatu kasus permasalahan, kemudian peserta akan

mengerjakan dengan menulis langkah-langkah pemecahannya.

Isi dalam soal ini mengungkap pemahaman materi oleh peserta

dengan ditunjukan melalui pengaplikasian pada suatu permasalahan, dengan

cara memecahakan suatu kasus. Cara pengerjaannya, peserta mengisi lembar

jawaban. Penilaiannya dilakukan oleh 3 orang yang dianggap kompeten

dalam manajemen diri, yakni 2 orang fasilitator dan 1 orang pembuat modul

pelatihan. Nilai diberikan dengan rentang (1) = sangat tidak sesuai, sampai

(66)

Kasus yang digunakan dalam bentuk soal ini berdasarkan pendapat

ahli dan surve terhadap mahasiswa 2007. Pendapat ahli yang dimaksud

adalah pendapat beberapa dosen Fakultas Psikologi Universitas Sanata

Dharma yang mengajar mahasiswa angkatan 2007. Sedangkan survey yang

dilakukan pada mahasiswa Psikologi angkatan 2007. Di bawah ini hasil

survey yang dilakukan, menunjukkan bahwa tiga hambatan yang paling

menonjol adalah nilai usip pertama yang kurang memuaskan, tugas presentasi

dan kelompok, susah bangun pagi.

Table 5.

Hasil Survey Hambatan Mahasiswa Untuk Mencapai Prestasi Akademik

No. Pilihan jawaban Jumlah

pemilih Prosentase (%)

1 Nilai usip pertama kurang

memuaskan 19 23,75%

2 Kangen rumah dan keluarga 6 7,5%

3 Tugas presentasi dan

kelompok 14 17,5%

4 Mengalami kesulitan dalam

mencari literatur mata kuliah 7 8,75%

5 Malas kuliah 5 6,25%

6 Susah bangun pagi 16 20%

7 Asyik bermain game

(permainan baru) 4 5%

8

Lain-lain (tulis di bawah ini) Kerja paruh waktu (3), sakit (2), konflik dengan pacar (4)

9 11,25%

3. Tes Prestasi

Salah satu bentuk alat ukur yang bertujuan untuk mengetahui tingkat

prestasi seseorang. Tes ini disusun oleh dosen pengampu mata kuliah, yang

(67)

Pada penelitian ini, tes prestasi diberikan sebelum dan sesudah pelatihan

berlangsung. Tes prestasi yang diberikan sebelum pelatihan berupa ujian sisipan

pertama yang diterima mahasiswa untuk masing-masing mata kuliah. Sedangkan

tes prestasi yang diberikan setelah pelatihan berupa ujian akhir semester yang

diterima mahasiswa untuk masing-masing mata kuliah. Rentang penilaianya skor

minimum 0, dan skor maksimum 100.

4. Observasi

Observasi merupakan salah satu alat untuk mendapatkan informasi

tentang pelatihan yang diadakan (Nasution,2004). Informasi yang didapatkan

untuk melengkapi data yang didapat dari alat ukur yang lain.

Pada pelatihan ini menggunakan jenis observasi partisipatif yang

dilakukan pada setiap sesi selama pelatihan berlangsung. Observer atau petugas

yang melakukan observasi bekerja secara independent, untuk mendapatkan data

secara detil dan objektif, maka menggunakan tiga observer yang keseluruhannya

ikut dalam proses pelatihan. Hal yang di observasi adalah kondisi peserta, proses

pelatihan, performa fasilitator, kondisi lingkungan pelatihan. Petugas akan

menilai sesuai dengan pengamatannya dengan mengisi lembar observasi yang

telah disediakan, dengan memberi penilaian antara 1 = sangat rendah, 7 = sangat

(68)

F. SUBJEK PENELITIAN

Subjek pada penelitian ini menggunakan mahasiswa Fakultas Psikologi

Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Pemilihan subjek penelitian didasarkan pada

kriteria:

1. Semester I, karena pada semester ini mahasiswa dirasa memiliki beban akademik

yang relatif sama, dan hambatan yang dialami dalam akademik cenderung

homogen.

2. Berusia 17-20 tahun, dikarenakan pada rentang usia tersebut individu memiliki

motif yang relatif sama terhadap suatu kegiatan, dan hal tersebut mempengaruhi

penilaian individu sehingga dapat mempengaruhi tindakan subjek.

G. PELAKSANAAN PENELITIAN 1. Pra Perlakuan

Persiapan penyusunan pelatihan dimulai dengan pembuatan modul

pelatihan yang di ambil dari buku Self-Management oleh T. Yates, kemudian

dilakukan pengajuan permohonan ijin untuk mengadakan penelitian pada pihak

Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma. Permohonan tersebut berkaitan

pelaksanaan uji coba modul dan pelaksanaan penelitian. Untuk mendukung

pelaksanaannya maka membutuhkan tempat dan akomodasi, sebagian besar

meminta bantuan kepada pihak Universitas Sanata Dharma diantaranya

peminjaman tempat dan beberapa peralatan elektronik.

Uji coba modul dan alat ukur dilaksanakan pada tanggal 7 Oktober 2007,

Gambar

Gambar 1. Keterangan:
Tabel 1. Framework Self Management
Table 5. Hasil Survey Hambatan Mahasiswa Untuk Mencapai Prestasi Akademik
Tabel 8. Kategorisasi Reaksi Peserta Pelatihan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Suatu ruang vektor adalah suatu himpunan objek yang dapat dijumlahkan satu sama lain dan dikalikan dengan suatu bilangan, yang masing-masing menghasilkan anggota lain

Direksi memuji reformasi penentu atas subsidi energi di tahun 2015, termasuk rencana untuk subsidi listrik sebagai sasaran subsidi yang lebih baik, dan penggunaan ruang fiskal

terasa di awal tahun 2009, yang ditunjukkan dengan perkiraan pertumbuhan ekonomi Jawa Barat sebesar 4,1% (yoy) pada triwulan I-2009, melambat dibandingkan dengan triwulan

Pada kondisi awal, kemampuan pemecahan masalah siswa SMP N 1 Ngemplak masih rendah. Hal tersebut disebabkan oleh guru yang masih menerapkan strategi pembelajaran

Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2005 tentang Sistem Informasi Keuangan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 138, Tambahan Lembaran Negara Republik

Aktualisasi diri yang terdapat dalam UKM Sepak Bola USU dapat dilihat dari kebutuhan fisiologis yang didapat oleh mahasiswa, kenyamanan berada dilingkungan

P Permanen: 2) P-O-P Temporer; dan 3) Media in store (di dalam toko). Bagi para manajer ritel penerapan Point-of-Purchase dilakukan karena keinginan untuk mencapai: 1) Hasil

Yang dimaksud dengan “kondisi krisis atau darurat penyediaan tenaga listrik” adalah kondisi dimana kapasitas penyediaan tenaga listrik tidak mencukupi kebutuhan beban di daerah