• Tidak ada hasil yang ditemukan

SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi Program Studi Psikologi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi Program Studi Psikologi"

Copied!
169
0
0

Teks penuh

(1)

i

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI GURU TERHADAP

KOMPETENSI KOMUNIKASI KEPALA SEKOLAH

DENGAN PERFORMANSI KERJA GURU

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

Program Studi Psikologi

Oleh

Fransiska Novi Lestari NIM : 079114036

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

(2)
(3)
(4)

iv

MOTTO

K u t a k a k a n m en y er a h p a d a a p a p u n j u ga ,

Sebel u m k u coba sem u a y a n g k u bi sa ..

Tet a p i k u ber ser a h k ep a d a k eh en d a k -M u ,

H a t i k u p er ca y a T u h a n p u n y a r en ca n a …

~ Jeffr y T ja n dr a ~

To a ccom p l i sh gr ea t t h i n gs, w e m u st n ot on l y a ct ,

bu t a l so d r ea m ; n ot on l y p l a n , bu t a l so bel i ev e.

~ A n a t ole F r a n ce ~

Sem u a i m p i a n k i t a d a p a t m en j a d i n y a t a , j i k a k i t a

m em i l i k i k eber a n i a n u n t u k m en geja r n y a .

(5)

v

PERSEMBAHAN

K a r y a t u l i s i n i k u p er sem ba h k a n k ep a d a :

Tu h a n Y esu s K r i st u s d a n B u n d a M a r i a su m ber

sega la ber k a t ..

P a p i d a n M a m i t er ci n t a …

M a s D i on d a n M ba k D ew i t er say a n g..

K ek a si h k u t er k a si h,

(6)
(7)

vii

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI GURU TERHADAP KOMPETENSI KOMUNIKASI KEPALA SEKOLAH

DENGAN PERFORMANSI KERJA GURU

Fransiska Novi Lestari

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara persepsi guru terhadap kompetensi komunikasi kepala sekolah dengan performansi kerja guru. Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah ada hubungan positif antara persepsi guru terhadap kompetensi komunikasi kepala sekolah dengan performansi kerja guru. Subyek penelitian ini adalah 60 orang guru SMK Negeri 3 Yogyakarta. Pengumpulan data dilakukan dengan penyebaran skala persepsi guru terhadap kompetensi komunikasi kepala sekolah yang disusun oleh peneliti, serta skala performansi kerja guru milik sekolah. Skala persepsi guru terhadap kompetensi komunikasi kepala sekolah berjumlah 38 item memiliki nilai reliabilitas (α) sebesar 0,930 dan skala performansi kerja guru yang berjumlah 33 item memiliki nilai reliabilitas (α) sebesar 0,953. Pengujian hipotesis menggunakan teknik analisis korelasi product moment dari Pearson. Koefisien korelasi yang diperoleh dalam penelitian ini adalah rxy = 0,671 pada taraf signifikansi 0,01 dengan probabilitas

0,000 (p<0,01). Hal tersebut menunjukkan bahwa ada hubungan yang positif dan signifikan antara persepsi guru terhadap kompetensi komunikasi kepala sekolah dengan performansi kerja guru. Dengan demikian hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini diterima.

(8)

viii

CORRELATION BETWEEN TEACHER’S PERCEPTION TOWARD COMMUNICATION COMPETENCE OF HEADMASTER

WITH TEACHER’S JOB PERFORMANCE

Fransiska Novi Lestari ABSTRACT

The purpose of this research was to understand the correlation between teacher’s perception toward communication competence of headmaster with teacher’s job performance. The hypothesis of this research was about the positive correlation between teacher’s perception toward communication competence of headmaster with teacher’s job performance. The subjects of this research were 60 teachers of SMK Negeri 3 Yogyakarta. Data were collected using teacher’s perception communication competence of headmaster scale which were created by researcher and teacher’s job performance scale which were school property. Teacher’s perception toward

communication competence of headmaster scale, totally 38 items, have a value of reliability (α) of 0.930 and teachers' job performance scale, totally 33 items, have a value of reliability (α) of

0.953. The hypothesis test was using Pearson’s Product Moment Correlation Technique. The correlation coefficient resulted from this research was rxy = 0.671 at 0.01 significance level with a

probability of 0.000 (p <0.01). It showed that there was a positive and significant correlation between teacher’s perception toward communication competence of headmaster with teacher’s job performance. Thus, the hypothesis proposed in this research wes accepted.

(9)
(10)

x

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Tuhan Yesus Kristus yang senantiasa melimpahkan rahmat dan berkat-Nya sehingga penulis mampu menyelesaikan karya tulis ini untuk memenuhi salah satu syarat mendapatkan gelar Sarjana Psikologi.

Terima kasih kepada semua pihak yang telah mendukung penulis selama ini dengan kritik, saran, canda tawa, kehadiran, perhatian, dan bantuan materi maupun nonmateri. Penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih yang tak terhingga kepada:

1. Tuhan Yesus Kristus yang selalu melimpahkan berkat dan kasih di setiap langkah-langkahku

2. Ibu Dr. Christina Siwi Handayani selaku Dekan Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta yang telah mendukung dan membimbing saya sehingga dapat menyelesaikan studi.

3. Ibu MM. Nimas Eki S., S. Psi, M. Si selaku dosen pembimbing akademik. Terima kasih atas bimbingan dan dukungan selama proses belajar di kampus.

(11)

xi

5. Bapak Dr. T. Priyo Widiyanto, M. Si. dan Bapak Y. Heri Widodo, M. Psi. selaku dosen penguji skripsi yang telah memberikan masukan dan kritik yang membangun untuk skripsi saya

6. Kepala SMK Negeri 3 Yogyakarta, Bapak Aruji. Terima kasih banyak telah meluangkan banyak waktu dan telah memberikan bantuan yang tak terhingga kepada penulis selama penelitian dilaksanakan.

7. Seluruh guru SMK Negeri 3 Yogyakarta yang telah berpartisipasi dalam penelitian ini. Skripsi ini tidak akan pernah ada tanpa bantuan yang kalian berikan.

8. Papi dan mamiku tercinta. Terima kasih yang tak terhingga atas cinta, kasih sayang, ketulusan, doa, serta dukungan yang selama ini selalu diberikan tanpa pernah berhenti. Aku sangat sayang Papi sama Mami. Ingin sekali aku bisa selalu membahagiakan Papi dan Mami..

9. Mas Dion dan Mbak Dewi tersayang. Terima kasih banyak atas perhatian, doa, bantuan serta dukungan yang selama ini telah kalian berikan. Bahagia sekali aku punya kakak seperti kalian..

10.Kekasihku terkasih, Mas Bagoes. Terima kasih banyak untuk cinta, kesabaran, perhatian, bantuan dan dukungan yang telah diberikan selama ini. Senangnya semakin hari kamu bisa semakin mengerti aku.

(12)

xii

12.Seluruh keluarga besar yang tak dapat disebutkan satu per satu. Terima kasih banyak atas dukungan dan doa yang telah diberikan.

13.Seluruh dosen, staf Fakultas Psikologi (Mas Gandung, Mbak Nani, Pak Gie, Mas Muji, Mas Doni), dan seluruh civitas akademika Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Terima kasih atas bantuannya selama ini 14.Seluruh staf dan karyawan Perpustakaan Universitas Sanata Dharma

Yogyakarta. Terima kasih atas bantuan dan pelayanan yang telah diberikan 15.Sahabat-sahabatku tersayang : Puput, Ika, Winnie dan sahabat-sahabat lainnya. Terima kasih atas bantuan, dukungan, persahabatan yang telah kalian berikan selama ini. Kalian tak akan pernah terlupakan.

16.Dena, terima kasih banyak untuk kerja samanya selama ini ya.

17.Semua teman-teman satu bimbingan. Terima kasih banyak untuk dukungannya selama ini. Ayo kita lulus bersama-sama.

18.Semua teman-teman angkatan 2007 yang tak dapat disebutkan satu per satu. Terima kasih banyak atas kebersamaan serta kerja sama yang kalian berikan selama ini.

19.Teman-teman Mudika St. Oscar : Dora, Ivent, Thomas, Mukti, Eka, Orin dan Yudha. Makasih buat doa, dukungan yang telah kalian berikan. 20.Sahabat dan teman-teman lainnya yang tidak bisa disebutkan satu per

satu..terima kasih..mari kita jaga selalu kebersamaan kita..

(13)

xiii

Penulis menyadari bahwa penelitian dan penulisan skripsi ini masih jauh dari sempurna. Maka dari itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun. Semoga dengan selesainya skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua yang membacanya.

Penulis

(14)

xiv

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN DOSEN PENGUJI ... iii

HALAMAN MOTTO ... iv

HALAMAN PERSEMBAHAN ... v

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

ABSTRAK ... vii

ABSTRACT ... viii

HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ... ix

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xiv

DAFTAR TABEL ... xviii

DAFTAR LAMPIRAN ... xix

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 8

C. Tujuan Penelitian ... 9

D. Manfaat Penelitian ... 9

(15)

xv

2. Manfaat Praktis ... 9

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ... 10

A. Performansi Kerja ... 10

1. Definisi Performansi Kerja ... 10

2. Aspek Performansi Kerja ... 12

3. Aspek Penilaian Performansi KerjaGuru ... 15

4. Metode Pengukuran (Performance Appraisal) ... 31

5. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Performansi Kerja ... 36

B. Persepsi Guru terhadap Kompetensi Komunikasi Kepala Sekolah... 42

1. Definisi Persepsi ... 42

2. Proses Persepsi ... 43

3. Aspek Persepsi... 45

4. Dampak Persepsi ... 47

5. Definisi Kompetensi Komunikasi ... 51

6. Aspek Kompetensi Komunikasi ... 53

7. Persepsi Guru terhadap Kompetensi Komunikasi Kepala Sekolah ... 57

C. Profesi Guru ... 59

1. Definisi Guru dan Tugas-tugas Guru ... 59

(16)

xvi

E. Hipotesis ... 70

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN ... 71

A. Jenis Penelitian ... 71

B. Identifikasi Variabel Penelitian ... 71

C. Definisi Operasional Variabel Penelitian ... 71

1. Performansi Kerja Guru ... 71

2. Persepsi Guru terhadap Kompetensi Komunikasi Kepala Sekolah ... 72

D. Subjek Penelitian ... 73

E. Metode Pengumpulan Data ... 75

1. Performansi Kerja Guru ... 76

2. Persepsi Guru terhadap Kompetensi Komunikasi Kepala Sekolah ... 81

F. Validitas dan Reliabilitas ... 84

1. Validitas ... 84

2. Seleksi Item ... 85

3. Reliabilitas ... 87

G. Metode Analisis Data ... 88

1. Uji Asumsi ... 88

2. Uji Hipotesis ... 89

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 90

A. Deskripsi Lokasi Penelitian ... 90

(17)

xvii

1. Perizinan Penelitian ... 92

2. Pelaksanaan Uji Coba Alat Ukur (try out) ... 94

C. Deskripsi Data Penelitian ... 96

D. Hasil Penelitian ... 97

1. Uji Asumsi ... 97

E. Uji Hipotesis ... 100

F. Pembahasan ... 101

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 105

A. Kesimpulan ... 105

B. Saran ... 105

DAFTAR PUSTAKA ... 107

LAMPIRAN ... 112

(18)

xviii

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 1. Pemberian Skor Pada Skala Persepsi Guru terhadap

Kompetensi Komunikasi Kepala Sekolah ... 83 Tabel 2. Distribusi Item Skala Persepsi Guru terhadap Kompetensi

Komunikasi Kepala Sekolah ... 83 Tabel 3. Blue Print Skala Persepsi Guru terhadap Kompetensi

Komunikasi Kepala Sekolah ... 83 Tabel 4. Hasil Analisis Item Skala Persepsi Guru terhadap

Kompetensi Komunikasi Kepala Sekolah ... 86 Tabel 5. Distribusi Item Skala Persepsi Guru terhadap Kompetensi

(19)

xix

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Skala Penelitian ... 113

Lampiran 2. Data Hasil Penelitian ... 127

Lampiran 3. Hasil Uji Reliabilitas dan Seleksi Item ... 132

Lampiran 4. Statistik Deskriptif Data Penelitian ... 139

Lampiran 5. Hasil Uji Beda Mean ... 141

Lampiran 6. Hasil Uji Asumsi ... 144

a. Uji Normalitas ... 145

b. Uji Linearitas ... 146

Lampiran 7. Hasil Uji Hipotesis ... 147

(20)

1  

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pendidikan merupakan faktor penting untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia di masa depan. Dalam proses pendidikan, terjadi proses belajar mengajar untuk membantu pengembangan intelektual yang dimiliki oleh masing-masing individu. Proses belajar mengajar tersebut merupakan inti dari proses pendidikan secara keseluruhan dengan guru sebagai pemegang peranan utama (Usman, 2009).

(21)

Usman (2009) memaparkan bahwa seorang guru mempunyai tiga tugas penting, yaitu tugas untuk mendidik yang berarti meneruskan dan mengembangkan nilai-nilai hidup (afektif), mengajar yang berarti meneruskan dan mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi (kognitif), serta melatih peserta didik yang berarti mengembangkan keterampilan para siswa (psikomotorik). Guru juga memiliki peran dan fungsi yang sangat penting dalam membentuk kepribadian para peserta didik serta meningkatkan kemampuan intelektual para peserta didik guna menyiapkan dan mengembangkan kualitas sumber daya manusia (SDM).

Baik tidaknya seorang guru dalam melaksanakan tugasnya dapat terlihat dari performansi kerja yang ditunjukkan oleh guru tersebut. Performansi kerja merupakan hasil yang diproduksi pada suatu pekerjaan yang spesifik selama periode waktu tertentu (Russell, 1998). Ivancevich (2001) berpendapat bahwa performansi kerja merupakan penampilan seseorang ketika mengerjakan tugas dan tanggung jawabnya dalam sebuah jabatan tertentu. Untuk menyelesaikan tugas atau pekerjaan, seseorang harus memiliki derajat kesediaan dan tingkat kemampuan tertentu. Kesediaan dan keterampilan seseorang tidaklah cukup efektif untuk mengerjakan sesuatu tanpa pemahaman yang jelas tentang apa yang dikerjakan dan bagaimana mengerjakannya.

(22)

melaksanakan tugas belajar dan mengajar anak didik. Dalam hal ini, oknum guru tersebut seringkali tidak hadir ke sekolah untuk melaksanakan tugas belajar dan mengajar, tanpa memberikan alasan yang jelas atas ketidakhadiran mereka dalam melaksanakan tugas belajar dan mengajar. Oknum guru yang seringkali tidak hadir ke sekolah untuk melaksanakan tugas belajar dan mengajar tanpa memberikan alasan yang jelas atas ketidakhadirannya tersebut dikatakan tidak hanya satu atau dua orang (“PGRI Akui Ada Guru Malas Mengajar”, 2010).

Menurut Filippo (1988), performansi kerja merupakan hasil pola tindakan yang dilakukan untuk mencapai tujuan sesuai standar prestasi, baik kualitatif maupun kuantitatif yang telah ditetapkan individu secara pribadi maupun perusahaan di mana individu bekerja. Pola tindakan yang dimaksud dapat berupa hasil atau tindakan yang tidak tampak (misalnya pengambilan keputusan, pemecahan masalah dan aktivitas penalaran) maupun hasil yang tampak (misalnya output, kehadiran, waktu kerja, dan lain-lain). Dalam hal ini, adanya kasus sebagian kecil oknum guru yang seringkali tidak hadir ke sekolah untuk melaksanakan tugas belajar dan mengajar anak didik tanpa memberikan alasan yang jelas atas ketidakhadirannya tersebut menunjukkan bahwa tingkat kehadiran guru tergolong kurang. Atau dengan kata lain performansi kerja yang dimiliki oleh guru tersebut tergolong rendah.

(23)
(24)

Berdasarkan pemaparan mengenai beberapa faktor yang dapat mempengaruhi performansi kerja guru tersebut, dapat diketahui bahwa dukungan organisasi merupakan salah satu faktor yang turut mempengaruhi performansi kerja seorang guru. Dukungan yang diberikan oleh organisasi dapat dilakukan oleh sesama guru maupun oleh atasan, yaitu kepala sekolah. Salah satu bentuk dukungan organisasi yang bisa diberikan oleh kepala sekolah adalah dengan memberikan motivasi kepada bawahannya. Menurut Ranupandojo dan Husnan (1996), salah satu tugas atasan adalah bisa memberikan motivasi kepada karyawan agar dapat bekerja sesuai pengarahan yang diberikan. Dengan begitu kepemimpinan dari seorang atasan dapat digunakan untuk mempengaruhi bawahannya guna pencapaian tujuan bersama yang telah direncanakan. Dalam hal ini, atasan yang dimaksudkan adalah kepala sekolah karena kepala sekolah merupakan atasan dalam organisasi sekolah (Lazaruth, 1988). Kepala sekolah memiliki tanggung jawab untuk memberikan motivasi agar guru dapat bekerja dengan sebaik dan seefektif mungkin sesuai dengan pengarahan yang telah diberikannya guna pencapaian tujuan bersama yang telah dibuat.

(25)

(Supardi & Anwar, 2002). Anoraga dan Suyati (1995) menyatakan bahwa komunikasi yang baik adalah jalinan pengertian antara pihak yang satu dengan pihak yang lain, sehingga apa yang dikomunikasikan dapat dimengerti, dipikirkan dan akhirnya dilaksanakan. Apabila perusahaan maupun instansi tidak dapat melaksanakan komunikasi dengan baik, maka semua rencana-rencana, instruksi-instruksi, petunjuk-petunjuk, sasaran-sasaran, motivasi-motivasi dan sebagainya, hanya akan tinggal di kertas. Dengan kata lain, tanpa adanya komunikasi yang baik pekerjaan akan menjadi simpang siur dan kacau balau sehingga tujuan perusahaan maupun instansi kemungkinan tidak akan tercapai.

Untuk bisa memberikan motivasi kepada guru, diperlukan komunikasi yang baik dari kepala sekolah. Komunikasi yang baik tersebut mensyaratkan dimilikinya kompetensi komunikasi yang juga baik dari kepala sekolah. Kompetensi komunikasi menurut Jablin dan Sias (dalam Payne, 2005) adalah sejumlah kemampuan yang dimiliki oleh seorang komunikator untuk digunakan dalam proses komunikasi. Hal tersebut didukung oleh Kreitner dan Kinicki (2010) yang memaparkan bahwa kompetensi komunikasi merupakan kemampuan untuk berkomunikasi secara efektif dalam situasi yang spesifik.

(26)

lingkungan mereka. Proses tersebut akan mempengaruhi perilaku yang akan dipilihnya sesuai dengan rangsang yang diterima dari lingkungannya. Dengan demikian, persepsi yang dimiliki oleh guru terhadap kompetensi komunikasi kepala sekolahnya akan mempengaruhi perilakunya dalam melaksanakan tugas dan pekerjaannya.

Persepsi yang dimiliki oleh masing-masing guru belum tentu sama satu sama lain. Schiffman dan Kanuk (2000) menjelaskan bahwa dua individu mungkin menerima stimulus yang sama dalam kondisi yang sama, akan tetapi bagaimana seseorang mengenal, memilih, mengatur, dan menafsirkannya merupakan proses yang sangat individual. Dengan demikian, masing-masing guru bisa memiliki persepsi yang berbeda mengenai kompetensi komunikasi yang dimiliki oleh kepala sekolahnya. Begitu juga apabila kepala sekolah merasa sudah memiliki kompetensi komunikasi yang baik, belum tentu guru akan mempersepsikan bahwa kepala sekolah sudah memiliki kompetensi komunikasi yang baik.

(27)

yang dimiliki oleh guru mengenai kompetensi komunikasi kepala sekolahnya dapat menentukan sikap dan tindakan guru dalam melaksanakan tugas dan pekerjaannya yang tampak pada performansi kerja yang ditunjukkannya.

Proses komunikasi dalam suatu organisasi antara pemimpin dan karyawan diharapkan dapat menimbulkan semangat kerjasama yang produktif dalam usahanya mencapai tujuan (Anoraga & Suyati, 1995). Dalam hal ini, persepsi yang dimiliki guru mengenai kompetensi komunikasi kepala sekolahnya akan menentukan penilaian guru apakah kepala sekolah mampu melakukan komunikasi yang efektif dengan dirinya atau tidak, penilaiannya tersebut dapat mempengaruhi semangat kerja yang dimilikinya serta mengarah pada performansi kerja yang ditunjukkannya. Berdasarkan pemaparan tersebut, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian guna mengetahui ada tidaknya hubungan antara persepsi guru terhadap kompetensi komunikasi kepala sekolah dengan performansi kerja guru.Berdasarkan pemaparan tersebut, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian guna mengetahui ada tidaknya hubungan antara persepsi guru terhadap kompetensi komunikasi kepala sekolah dengan performansi kerja guru.

B. Rumusan Masalah

(28)

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara persepsi guru terhadap kompetensi komunikasi kepala sekolah dengan performansi kerja guru.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoretis

Penelitian ini diharapkan dapat menambah khazanah pengetahuan psikologi, khususnya dalam bidang Psikologi Organisasi serta Psikologi Pendidikan. Hasil penelitian ini juga dapat menjadi salah satu referensi teoretis dalam pengembangan lebih lanjut mengenai studi tentang hubungan antara persepsi guru terhadap kompetensi komunikasi kepala sekolah dan performansi kerja guru.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi Subjek

Hasil penelitian diharapkan dapat menjadi bahan refleksi dan evaluasi bagi guru berkaitan dengan performansi kerja yang dimilikinya.

b. Bagi Sekolah

Hasil penelitian dapat memberikan tambahan data deskriptif untuk sekolah yang diteliti sehingga sekolah tersebut dapat mengetahui hubungan antara persepsi guru terhadap kompetensi komunikasi kepala sekolah dengan performansi kerja guru di sekolahnya saat ini.

(29)

10   

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. PERFORMANSI KERJA

1. Definisi Performansi Kerja

Performansi kerja merupakan suatu topik yang sangat menarik untuk diteliti lebih mendalam, karena performansi kerja sangat penting baik bagi individu itu sendiri maupun bagi organisasi. Seperti yang dikemukakan oleh Campbell (1990) yang mengatakan bahwa performansi kerja karyawan merupakan topik yang sangat menarik untuk diteliti karena performansi kerja sangat penting untuk kesuksesan organisasi. Ivancevich (2001) berpendapat bahwa performansi kerja merupakan penampilan seseorang ketika mengerjakan tugas dan tanggung jawabnya dalam sebuah jabatan tertentu.

(30)

tersebut ukurannya tidak dapat disamakan pada semua orang, akan tetapi lebih merupakan hasil yang dicapai oleh seseorang menurut ukuran yang berlaku sesuai dengan jenis pekerjaan yang ditekuninya. Menurut Albanese (dalam Riggio, 2002) performansi kerja yang ditunjukkan oleh karyawan dalam suatu perusahaan berkaitan dengan perilaku-perilaku karyawan yang diungkapkan melalui pelaksanaan tugas-tugas yang diberikan.

Menurut Cascio (1998) performansi kerja adalah prestasi dan pencapaian karyawan dalam tugas yang telah dibebankan padanya. Cascio (1998) mendefinisikan performansi kerja terkait dengan tiga hal, yaitu pencapaian prestasi yang dilakukan karyawan dalam menjalankan tugas yang dibebankan padanya, bagaimana menentukan ukuran keberhasilan dalam menjalankan tugasnya dan memberikan penilaian terhadap kemajuan yang sudah dicapai dalam menjalankan tugasnya secara periodik. Performansi kerja juga merupakan perilaku-perilaku atau tindakan-tindakan yang relevan terhadap tercapainya tujuan organisasi. Tujuan-tujuan tersebut bergantung pada wewenang penilai yg menentukan apa yang harus dicapai oleh karyawan (McCloy, Champbell & Cudeck, 1994).

(31)

individu bekerja. Pola tindakan yang dimaksud dapat berupa hasil atau tindakan yang tidak tampak (misalnya pengambilan keputusan, pemecahan masalah dan aktivitas penalaran) maupun hasil yang tampak (misalnya output, kehadiran, waktu kerja, dan lain-lain). Secara sederhana performansi kerja adalah kesuksesan yang dicapai seseorang dalam melakukan pekerjaan. Kesuksesan yang dimaksudkan tersebut ukurannya tidak dapat disamakan pada semua orang, namun lebih merupakan hasil yang dicapai seseorang menurut ukuran yang berlaku sesuai pekerjaan yang ditekuninya.

Berdasarkan uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa performansi kerja merupakan penampilan seseorang ketika mengerjakan tugas dan tanggung jawabnya dalam sebuah jabatan tertentu.

2. Aspek Performansi Kerja

Furtwengler (2002) memaparkan bahwa pengukuran performansi kerja meliputi beberapa aspek, yaitu :

a. Perbaikan performansi kerja yang mengacu pada kualitas layanan. b. Pengembangan karyawan yang mengacu pada keahlian karyawan. c. Kepuasan karyawan yang menjadi elemen kunci dalam perbaikan

performansi kerja.

(32)

e. Komunikasi yang mengacu pada evaluasi performansi kerja secara bersama-sama.

Di samping itu, Gomes (2001) menyatakan bahwa penilaian performansi kerja didasarkan pada beberapa deskripsi perilaku yaitu : a. Quantitiy of work (kuantitas kerja)

Merupakan jumlah waktu kerja yang dilakukan dalam suatu periode waktu yang ditentukan,

b. Quality of work (kualitas kerja)

Merupakan kualitas kerja yang dicapai berdasarkan syarat-syarat kesesuaian dan kesiapannya,

c. Job knowledge (pengetahuan tentang pekerjaan)

Merupakan luasnya pengetahuan mengenai pekerjaan dan keterampilannya,

d. Creativeness (kreativitas)

Merupakan keaslian gagasan-gagasan yang dimunculkan atau tindakan untuk menyelesaikan persoalan yang timbul,

e. Cooperation

Merupakan kesediaan untuk bekerjasama dengan orang lain, f. Dependability (dapat diandalkan)

(33)

g. Initiative (inisiatif)

Merupakan semangat untuk melaksanakan tugas-tugas baru dan dalam memperbesar tanggungjawabnya.

h. Personal qualities (kualitas pribadi)

Terkait dengan kepribadian, kepemimpinan, keramah-tamahan, serta integrasi pribadi.

Dimensi atau indikator performansi kerja juga dapat digunakan sebagai aspek-aspek yang menjadi tolok ukuran dalam menilai performansi kerja. Ukuran-ukuran tersebut dijadikan tolok ukur dalam menilai performansi kerja seseorang. Dimensi ataupun ukuran performansi kerja sangat diperlukan karena dapat memiliki banyak manfaat baik bagi banyak pihak, adapun survey literatur mengenai dimensi atau indikator yang menjadi ukuran performansi kerja adalah sebagai berikut :

John miner (1988, dalam Sudarmanto 2009), mengemukakan bahwa terdapat empat dimensi yang dapat dijadikan sebagai tolak ukur dalam menilai performansi kerja, yaitu:

a. Kualitas

Merupakan tingkat kesalahan, kerusakan serta kecermatan b. Kuantitas

(34)

c. Penggunaan waktu dalam kerja

Merupakan tingkat ketidakhadiran, keterlambatan, waktu kerja yang efektif atau jam kerja hilang

d. Kerjasama dengan orang lain dalam bekerja

Berdasarkan empat dimensi performansi kerja tersebut, terdapat dua hal yang terkait dengan aspek perilaku individu, yaitu penggunaan waktu dalam kerja (tingkat kepatuhan terhadap jam kerja, disiplin) serta kerja sama. Keempat dimensi kerja tersebut memunculkan kecenderungan mengukur performansi kerja pada level individu.

Armstrong (2004) menjelaskan bahwa terdapat dua sasaran dalam pengukuran performansi kerja, yaitu sasaran kerja yang mengacu pada hasil yang dicapai serta sasaran pengembangan yang mengacu pada hal yang harus dipelajari agar dapat meningkatkan performansi kerja.

3. Aspek Penilaian Performansi KerjaGuru

(35)

bagaimana seorang guru merencanakan pembelajaran, melaksanakan kegiatan pembelajaran, dan menilai hasil belajar.

Dalam organisasi sekolah, berhasil tidaknya tujuan pendidikan sangat ditentukan oleh performansi kerja guru, karena tugas utama guru adalah mengelola kegiatan belajar mengajar. Dalam proses pendidikan, terjadi proses belajar mengajar untuk membantu pengembangan intelektual yang dimiliki oleh masing-masing individu. Proses belajar mengajar merupakan inti dari proses pendidikan secara keseluruhan dengan guru sebagai pemegang peranan utama (Usman, 2009). Kualitas pendidikan dapat meningkat apabila proses belajar mengajar di dalam kelas juga berlangsung dengan baik, dalam arti guru yang melaksanakan proses belajar mengajar telah melakukan perencanaan pembelajaran, pelaksanaan pembelajaran sampai evaluasi pembelajaran secara terpadu. Departemen pendidikan nasional (2008) memaparkan bahwa penilaian terhadap performansi kerja guru dilakukan terhadap tiga kegiatan pembelajaran dikelas yaitu:

a. Perencanaan Program Kegiatan Pembelajaran

(36)

pembelajaran (RPP). Unsur/komponen yang ada dalam silabus terdiri dari:

1) Identitas Silabus

2) Stándar Kompetensi (SK) 3) Kompetensi Dasar (KD) 4) Materi Pembelajaran 5) Kegiatan Pembelajaran 6) Indikator

7) Alokasi waktu 8) Sumber pembelajaran

Kemudian program pembelajaran jangka waktu singkat sering dikenal dengan sitilah RPP, merupakan penjabaran lebih rinci dan specifik dari silabus, yang ditandai oleh adanya komponen-komponen :

1) Identitas RPP

2) Stándar Kompetensi (SK) 3) Kompetensi dasar (KD) 4) Indikator

(37)

10)Penilaian

Apabila dikaitkan dengan aspek performansi kerja menurut Gomes (2001), maka perencanaan program kegiatan pembelajaran terkait dengan aspek creativeness (kreatifitas). Dalam membuat rencana program kegiatan pembelajaran, guru dituntut untuk dapat kreatif, sehingga dapat menyusun sebaik mungkin komponen-komponen rencana program kegiatan pembelajaran yang akan dilakukannya. Dalam hal ini, guru juga diharapkan dapat kreatif dalam merencanakan metode pembelajaran yang akan disampaikannya sehingga proses pembelajaran menjadi menarik dan tidak monoton, dengan demikian diharapkan dapat menjadikan siswa bersemangat dalam mengikuti proses belajar mengajar.

(38)

b. Pelaksanaan Kegiatan Pembelajaran

Kegiatan pembelajaran di kelas merupakan inti penyelenggaraan pendidikan. Kegiatan tersebut ditandai dengan adanya kegiatan pengelolaan kelas, penggunaan media dan sumber belajar, dan penggunaan metode serta strategi pembelajaran. Majid (2005) menambahkan bahwa tahapan-tahapan kegiatan pembelajaran meliputi kegiatan awal (membuka pelajaran), kegiatan inti (menyampaikan materi pelajaran), dan kegiatan penutup (menutup pelajaran). Kegiatan tersebut merupakan tugas dan tanggung jawab seorang guru yang dalam pelaksanaanya menuntut kemampuan guru.

1) Pengelolaan Kelas

Kemampuan menciptakan suasana kondusif di kelas guna mewujudkan proses pembelajaran yang menyenangkan adalah tuntutan bagi seorang guru dalam pengelolaan kelas. Dalam hal ini, guru dituntut untuk membuat siswa tertarik untuk memperhatikan proses belajar mengajar yang sedang berlangsung.

(39)

membuat siswa tertarik untuk mendengarkan materi yang disampaikannya, sehingga proses belajar mengajar dapat berlangsung dengan lancar.

2) Penggunaan Media dan Sumber Belajar

Dalam pelaksanaan pembelajaran, seorang guru juga harus mampu menggunakan media dan sumber belajar. Media merupakan segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan (materi pembelajaran), merangsang pikiran, perasaan, perhatian, dan kemampuan siswa, sehingga dapat mendorong proses pembelajaran. Sedangkan yang dimaksud dengan sumber belajar dalam hal ini adalah buku pedoman. Selain harus mengerti dan memahami buku pedoman yang digunakan, seorang guru juga harus berusaha mencari dan membaca sumber-sumber lain yang relevan guna meningkatkan kemampuannya dalam proses pembelajaran.

Dalam pelaksanaan proses pembelajaran, guru dapat memanfaatkan media yang sudah ada (by utilization) misalnya peta, gambar dan sebagainya, atau guru dapat mendesain media untuk kepentingan pembelajaran (by design) misalnya membuat media foto, film, pembelajaran berbasis komputer, dan sebagainya.

(40)

belajar terkait dengan beberapa aspek, yaitu aspek job knowledge (pengetahuan tentang pekerjaan), aspek creativeness

(kreatifitas), serta aspek initiative (inisiatif). Penggunaan media dan sumber belajar terkait dengan aspek job knowledge

(pengetahuan tentang pekerjaan) karena dalam hal ini guru harus mampu memilih media yang tepat serta sesuai dengan materi yang akan disampaikannya sehingga dapat mendukung efektifitas pembelajaran yang dilakukannya. Guru juga harus mampu memahami sumber belajar yang akan disampaikannya dengan baik, serta harus berusaha mencari dan membaca sumber-sumber lain yang relevan untuk dapat meningkatkan kemampuannya dalam melaksanakan proses pembelajaran.

(41)

dirinya dapat semakin memahami dan menguasai materi yang akan disampaikannya dalam proses pembelajaran.

3) Penggunaan Metode Pembelajaran

Kemampuan lain yang harus dimiliki oleh seorang guru adalah penggunaan metode pembelajaran. Guru diharapkan mampu memilih dan menggunakan metode pembelajaran sesuai dengan materi yang akan disampaikannya. Heterogennya

interest yang dimiliki oleh siswa menjadikan seorang guru harus mampu menggunakan multi metode untuk mencapai proses pembelajaran yang efektif, yaitu dengan cara memvariasikan penggunaan metode pembelajaran di dalam kelas misalnya memadukan metode ceramah dengan tanya jawab dan penugasan atau metode diskusi dengan pemberian tugas dan lain-lain. Hal ini dimaksudkan untuk menjembatani kebutuhan siswa, serta menghindari terjadinya kejenuhan yang dialami siswa.

(42)

pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan serta karakteristik siswa siswa yang diajarnya. Guru juga harus memiliki pengetahuan yang baik mengenai kesesuaian metode yang digunakannya tersebut dengan materi yang akan disampaikannya serta terampil dalam menggunakan metode tersebut, dengan demikian metode yang dipilihnya tersebut dapat mendukung efektifitas proses belajar mengajar.

4) Membuka Pelajaran

(43)

mengingatkan masalah pokok yang akan dibahas, dan mengajukan pertanyaan-pertanyaan. Keempat, membuat kaitan atau hubungan di antara materi- materi yang akan dipelajari dengan pengalaman dan pengetahuan yang telah dikuasai oleh siswa.

Apabila dikaitkan dengan aspek performansi kerja menurut Gomes (2001), maka membuka pelajaran terkait dengan aspek personal qualities (kualitas pribadi). Dalam hal ini, guru harus mampu memimpin siswa dalam tahap awal kegiatan belajar mengajar serta mampu menyiapkan kondisi siswa agar mental serta perhatian siswa dapat terpusat pada apa yang akan dipelajarinya, dengan demikian proses belajar mengajar dapat berjalan dengan efektif.

5) Menyampaikan Materi Pembelajaran

Usman (2009) memaparkan bahwa dalam menyampaikan materi pelajaran ada beberapa hal yang harus diperhatikan, yaitu :

a) Bahan yang disampaikan benar, tidak ada yang menyimpang,

b) Penyampaian lancar dan tidak tersendat-sendat, c) Penyampaian sistematis,

(44)

Dalam menyampaikan materi pembelajaran, guru harus memiliki kesesuaian dalam penggunaan waktu mengajar dengan alokasi waktu yang telah disediakan dan dijadwalkan. Selain itu, dalam menyampaikan materi pelajaran, guru juga diharapkan dapat menggunakan media yang tepat sehingga membantu pemahaman siswa. Guru juga diharapkan mampu memberikan kesempatan kepada siswa untuk terlibat secara aktif proses pembelajaran.

Apabila dikaitkan dengan aspek performansi kerja menurut Gomes (2001), maka menyampaikan materi pembelajaran terkait dengan beberapa aspek, yaitu aspek

quantity of work (kuantitas kerja), aspek job knowledge

(pengetahuan tentang pekerjaan), aspek cooperation, serta aspek dependability (dapat diandalkan). Menyampaikan materi pelajaran terkait dengan aspek quantity of work (kuantitas kerja) serta aspek dependability (dapat diandalkan) karena dalam hal ini guru harus memiliki kesadaran dalam penyelesaian pekerjaannya serta mampu memiliki kesesuaian dalam hal menggunakan waktu mengajar yang sesuai dengan alokasi waktu yang telah disediakan dan dijadwalkan sebelumnya.

(45)

karena dalam menyampaikan materi pelajaran guru disyaratkan memiliki kesesuaian dalam menyampaikan materi yang diberikannya, sehingga materi yang disampaikannya dapat diterima dengan baik oleh siswa. Dengan demikian, guru perlu memiliki penguasaan yang baik mengenai materi yang diberikannya, sehingga dirinya dapat menyampaikan materi pelajaran dengan baik pula.

Menyampaikan materi pelajaran juga terkait dengan aspek cooperation karena guru harus menyampaikan materi pelajaran sebaik mungkin agar siswa dapat memahami pelajaran yang disampaikannya. Kemudian dalam menyampaikan materi pelajaran guru juga harus memberikan kesempatan kepada siswa untuk terlibat secara aktif dalam proses belajar mengajar. Misalnya saja hal ini dapat dilakukan dengan tanya jawab secara aktif yang dilakukan oleh guru dan siswa sehingga siswa dapat lebih memahami materi yang disampaikan oleh guru.

6) Menutup Pelajaran

(46)

pembelajaran. Menurut Usman (2009), kegiatan menutup pelajaran dapat dilakukan dalam bentuk:

a) Merangkum materi yang baru dipelajari sehingga siswa memperoleh gambaran yang jelas tentang makna serta esensi pokok materi yang baru saja dipelajari.

b) Mengkonsolidasikan perhatian siswa terhadap hal-hal yang pokok dalam pelajaran yang bersangkutan agar informasi yang telah diterimanya dapat membangkitkan minat dan kemampuannya terhadap pelajaran selanjutnya. c) Mengorganisasikan semua materi yang telah dipelajari

sehingga merupakan suatu kebulatan yang berarti dalam memahami materi yang baru dipelajari.

d) Memberikan tindak lanjut (follow up) misalnya memberikan saran-saran agar materi yang baru dipelajari dipelajari kembali di rumah, memberikan tugas atau latihan-latihan atau menugaskan mempelajari materi pelajaran tertentu.

(47)

dengan demikian siswa dapat lebih memahami materi yang telah diberikan oleh guru.

c. Evaluasi atau Penilaian Pembelajaran

Penilaian hasil belajar merupakan cara yang ditujukan untuk mengetahui tercapai atau tidaknya tujuan pembelajaran serta proses pembelajaran yang telah dilakukan. Pada tahap ini seorang guru dituntut memiliki kemampuan dalam menentukan cara-cara evaluasi, penyusunan alat-alat evaluasi, pengolahan, dan penggunaan hasil evaluasi.

(48)

pelajaran kesenian, keterampilan, olahraga, komputer, dan sebagainya.

Kemampuan guru dalam penyusunan alat-alat tes dapat dilihat dari penggunaan bentuk alat tes secara variatif. Selain itu, seorang guru juga harus memperhatikan pengolahan serta penggunaan hasil belajar. Ada dua hal yang perlu diperhatikan dalam penggunaan hasil belajar, yaitu:

1) Apabila bagian-bagian tertentu dari materi pelajaran tidak dipahami oleh sebagian kecil siswa, guru tidak perlu memperbaiki program pembelajaran, namun cukup memberikan kegiatan remidial bagi siswa-siswa yang bersangkutan.

2) Apabila bagian-bagian tertentu dari materi pelajaran tidak dipahami oleh sebagian besar siswa, maka diperlukan perbaikan terhadap program pembelajaran, khususnya berkaitan dengan bagian-bagian yang sulit dipahami.

Apabila dikaitkan dengan aspek performansi kerja menurut Gomes (2001), maka evaluasi atau penilaian pembelajaran terkait dengan aspek quality of work (kualitas kerja) serta aspek initiative

(49)

sebelumnya. Evaluasi dilakukan dengan memberikan alat evaluasi kepada para siswa berupa tes yang pembuatannya didasarkan pada materi yang telah disampaikan sebelumnya. Kemudian guru menilai hasil yang didapatkan oleh siswa dan membandingkan hasil tersebut dengan syarat kesesuaian dari tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya untuk dapat mengetahui baik buruknya kualitas dari proses belajar mengajar yang telah dilaksanakan.

Selanjutnya evaluasi atau penilaian pembelajaran juga terkait dengan aspek initiative (inisiatif) karena dalam evaluasi atau penilaian pembelajaran guru harus mampu melihat apakah siswanya dapat memahami materi yang diberikannya dengan baik atau tidak. Apabila masih ada siswa yang kurang memahami materi yang diberikannya, maka guru dapat melakukan kegiatan tambahan misalnya saja dengan kegiatan remidial atau dapat dilakukan dengan cara merubah cara pembelajaran yang dilakukannya agar dapat semakin efektif.

(50)

4. Metode Pengukuran (Performance Appraisal)

Evaluasi performansi kerja berarti memberi nilai atas pekerjaan yang dilakukan oleh seseorang dan untuk itu diberikan imbalan, kompensasi, atau penghargaan (Simanjuntak, 2005). Menurut Mondy (2008) penilaian kerja (performance appraisal) adalah sistem formal untuk menilai dan mengevaluasi performansi kerja individu atau tim. Penilaian performansi kerja berarti mengevaluasi performansi kerja karyawan saat ini dan atau di masa lalu relatif terhadap standar performansi kerjanya. Penilaian performansi kerja juga selalu mengasumsikan bahwa karyawan memahami apa standar performansi kerja mereka, dan penyelia juga memberikan karyawan umpan balik, pengembangan, dan insentif yang diperlukan untuk membantu orang yang bersangkutan menghilangkan performansi kerja yang kurang baik atau melanjutkan performansi kerja yang baik (Dessler, 2003). Proses dalam penilaian performansi kerja terdiri dari tiga tahap, yaitu :

1. Pendefinisian Pekerjaan

Memastikan bahwa atasan dengan bawahan setuju dengan kewajiban dan standar pekerjaannya.

2. Penilaian Performansi Kerja

(51)

3. Sesi Umpan Balik

Atasan dan bawahan mendiskusikan performansi kerja dan kemajuan bawahan, kemudian membuat rencana untuk pengembangan apa pun yang dibutuhkan.

Tujuan utama dari sistem penilaian menurut Dessler (2003) adalah untuk memperbaiki performansi kerja individu dan organisasi. Tujuan lain dari penilaian performansi kerja adalah untuk:

1. Perencanaan Sumber Daya Manusia 2. Perekrutan dan Seleksi

3. Pelatihan dan Pengembangan

4. Perencanaan dan Pengembangan Karir 5. Program Kompensasi

6. Hubungan Kekaryawanan Internal 7. Penilaian Potensi Kerja

Maier (dalam Filippo, 1988) membagi pekerjaan menjadi dua kategori untuk memudahkan pengukuran performansi kerja, yaitu : 1. Pekerjaan produksi

(52)

2. Pekerjaan non produksi

Standar keberhasilan seseorang dalam tugas dapat diketahui melalui pertimbangan subyektif. Penilaian dapat dilakukan oleh atasan, rekan kerja maupun diri sendiri.

Metode penilaian performansi kerja menurut Dessler (2003) dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu :

1. Metode Skala Peringkat Grafis

Skala yang menuliskan sejumlah ciri dan jangkauan nilai performansi kerja untuk setiap ciri. Karyawan kemudian dinilai dengan mengidentifikasi nilai yang paling sesuai dengan performansi kerjanya untuk setiap ciri.

2. Metode Peringkat Alternasi

Memberikan peringkat kepada karyawan dari yang terbaik sampai yang terburuk berdasarkan ciri tertentu, dengan memilih yang terbaik, lalu yang terburuk, sampai semua telah diberi peringkat. 3. Metode Perbandingan Berpasangan

Melakukan pemeringkatan karyawan dengan membuat diagram dari semua pasangan karyawan yang mungkin untuk setiap ciri dan menentukan karyawan mana yang lebih baik pada setiap pasangan. 4. Metode Distribusi Kekuatan

(53)

5. Metode Kejadian Kritis

Penyelia menyimpan catatan tentang contoh positif dan negatif dari perilaku karyawan yang berhubungan dengan pekerjaan dan meninjau catatan tersebut dengan karyawan pada waktu yang telah ditentukan sebelumnya.

6. Bentuk Naratif

Penyelia yang bersangkutan bertanggung jawab untuk memberikan penilaian pada performansi kerja masa lalu karyawan dan bidang-bidang yang membutuhkan peningkatan.

7. Skala Peringkat Standar Perilaku

Metode penilaian yang menggunakan kombinasi antara narasi kejadian penting dan penilaian kuantitatif dengan patokan skala kuantitatif dan contoh naratif dari performansi kerja yang baik dan buruk.

8. Manajemen Tujuan

Melibatkan penetapan tujuan-tujuan terukur yang spesifik dengan setiap karyawan, kemudian secara berkala melakukan peninjauan kembali terhadap kemajuan yang telah dibuat.

(54)

10.Penggabungan Metode

Pada dasarnya, ini adalah skala penilaian grafik, dengan fase deskriptif yang dimasukkan untuk mendefinisikan setiap ciri. Bagaimanapun, skala ini juga memiliki bagian untuk memberikan komentar di bawah setiap ciri. Dengan begitu memungkinkan penilai menjabarkan beberapa kejadian kritis.

Orang yang melakukan penilaian performansi kerja menurut Dessler (2003) ditentukan oleh kebijakan masing-masing organisasi, adapun penilaian performansi kerja dapat dilakukan oleh :

a. Penyelia langsung

Peringkat dari penyelia merupakan yang terpenting dari hampir semua penilaian karena penyelia berada pada posisi terbaik untuk mengobservasi dan mengevaluasi performansi kerja bawahannya, serta bertanggungjawab terhadap performansi kerja orang tersebut. b. Penilaian rekan

(55)

peningkatan persepsi terhadap komunikasi yang terbuka, motivasi kerja, waktu yang terbuang untuk aktivitas sosialisasi, kemampuan menyelesaikan tugas berkelompok, kekompakan dan kepuasan. c. Komite peringkat

Komite ini biasanya terdiri dari penyelia langsung karyawan dan tiga atau empat penyelia lain. Penilaian ini memiliki kepercayaan antar penilai atau konsistensi lebih tinggi dari pada penilaian berdasarkan beberapa rekan kerja serta dapat membantu menetralisasi masalah bias atau efek halo karena penilaian tidak hanya dilakukan oleh satu orang saja.

d. Peringkat sendiri

Penilaian dilakukan oleh karyawan sendiri. Dalam hal ini terdapat kekurangan yaitu karyawan biasanya menilai tinggi diri mereka sendiri daripada jika mereka dinilai oleh penyelia atau rekan kerja. e. Penilaian oleh bawahan

Dalam hal ini, perusahaan membiarkan bawahan secara anonim menilai performansi kerja penyelia mereka. Penilaian dari bawahan berharga, terutama ketika digunakan untuk proses pengembangan dari tujuan evaluasi.

5. Faktor-faktor yang mempengaruhi Performansi Kerja

(56)

a. Pengetahuan, ketrampilan dan kemampuan

Pengetahuan merupakan seluruh fakta, data serta informasi yang dibutuhkan untuk dapat melakukan suatu pekerjaan. Kemudian ketrampilan adalah perilaku yang terkait dengan tugas yang dapat dikuasai melalui pembelajaran serta dapat ditingkatkan dengan latihan, sedangkan kemampuan merupakan keadaan mental yang memungkinkan seseorang untuk melakukan pengambilan keputusan, berkomunikasi serta berinteraksi secara efektif dengan orang lain.

b. Motivasi

Motivasi adalah dorongan dari dalam individu yang dapat mempengaruhi arah serta upaya yang turut menentukan besarnya semangat seseorang dalam bertindak untuk pencapaian tujuannya. c. Persepsi individu mengenai perannya

Persepsi individu mengenai perannya merupakan keyakinan seorang individu mengenai apa yang diharapkan dari dirinya dalam melakukan tugas. Dalam hal ini, persepsi peran terhadap pekerjaan akan turut mempengaruhi tingkat pemahaman karyawan berkaitan dengan fungsinya dalam organisasi.

d. Faktor situasi

(57)

manusia yang ada, dukungan organisasi, kapasitas kerja sama tim, serta fasilitas yang disediakan oleh perusahaan.

Ahli lain yang turut mengemukakan pendapatnya tentang faktor-faktor yang mempengaruhi performansi kerja adalah Schermerhorn, Gardner, dan Martin (2001), mereka memahami bahwa yang mempengaruhi performansi kerja seseorang dapat terlihat dari rumusan persamaan :

Performance = Ability x Support x Effort

Persamaan tersebut menjelaskan bahwa performansi yang tinggi merupakan hasil dari kombinasi kemampuan individu yang terkait dengan pekerjaan, beberapa bentuk dukungan organisasi, dan usaha kerja individu. Perkalian ini menunjukkan indikasi ketiga faktor tersebut harus ada untuk tercapainya performansi kerja yang tinggi. Jadi kalau manajemen ingin meningkatkan performansi karyawannya harus mulai dari persamaan performansi diatas.

(58)

menjawab sebagian jenis pekerjaan yang ada di The Dictionary of Occupational Titles. Kedelapan faktor tersebut yaitu;

a. Job-specific task profiency.

Keahlian yang dimiliki sehingga individu dapat menyelesaikan pekerjaan pokoknya dengan baik.

b. Non job-specific task profiency.

Keahlian yang tidak berkaitan langsung dengan pekerjaan pokok. c. Komunikasi lisan dan tertulis

d. Usaha, yaitu kesediaan individu untuk memberikan energi ekstranya jika memang pekerjaan menuntutrnya.

e. Disiplin personal.

Ditunjukkan dengan kepatuhan individu dalam mentaati peraturan yang ditetapkan perusahaan.

f. Memfasilitasi performansi kelompok dan teman kerja. g. Supervisi.

Keahlian dalam komponen supervisori meliputi semua perilaku yang secara langsung mempengaruhi performansi yang disupervisi. h. Manajemen / administrasi.

Faktor manajemen meliputi segala kebijakan yang organisasi tetapkan.

(59)

Performansi =

Atribusi Individu x Usaha Kerja x Dukungan Organisasi

Persamaan tersebut menunjukkan bahwa performansi adalah hasil dari atribusi individu yang merupakan kapasitas individu untuk menjalankan tugas yang terdiri dari aspek demografi, karakteristik kompetensi, karakteristik kepribadian nilai, sikap dan persepsi. Usaha kerja karyawan merupakan kemauan untuk melaksanakan tugas, dan dukungan organisasi merupakan kesempatan untuk melaksanakan tugas.

Tosi, Henry, Rizzo, John, Carrol dan Stephen (1990) turut menyebutkan bahwa performansi merupakan fungsi dari kemampuan dan motivasi.

P = f (AxM)

P= Performance, atau performansi kerja individu A= Ability, atau kemampuan individu

M= Motivation, atau motivasi individu

(60)

Tokoh lain yang turut mengeluarkan formula performansi adalah Davis (1985) yang menyatakan bahwa :

E x A = P

E= Effort, atau usaha sendiri

A= Ability, atau kemampuan individu P= Performance, atau performansi individu

Formula tersebut memperlihatkan bahwa usaha individu yang disertai dengan penggunaan kemampuan untuk terlibat dalam proses kerja secara bersama-sama akan membentuk bagaimana performansi kerja seseorang.

(61)

dan penyebaran informasi sehingga penggunaan teknologi modern diharapkan dapat meningkatkan produktivitas.

B. PERSEPSI GURU TERHADAP KOMPETENSI KOMUNIKASI

KEPALA SEKOLAH

1. Definisi Persepsi

Menurut Walgito (1994), persepsi merupakan suatu proses yang didahului oleh penginderaan, yaitu merupakan proses yang berujud diterimanya stimulus oleh individu melalui alat reseptornya. Namun proses itu tidak berhenti sampai disitu saja, melainkan stimulus itu diteruskan ke susunan syaraf yaitu otak, dan terjadilah proses psikologis, sehingga individu menyadari apa yang ia lihat, apa yang ia dengar dan sebagainya, individu mengalami persepsi. Robbin dan Judge (2008) turut menjelaskan bahwa persepsi merupakan proses di mana individu mengatur dan menginterpretasikan kesan-kesan sensoris mereka untuk memberikan arti bagi lingkungan mereka.

(62)

Sehingga dapat dikatakan bahwa persepsi merupakan proses bagaimana seseorang melihat dunia di sekelilingnya.

Matlin (1994) menyatakan bahwa persepsi merupakan proses yang menggunakan pengetahuan sebelumnya untuk mengumpulkan serta menginterpretasikan stimulus yang ditangkap oleh indera. Persepsi menggabungkan aspek dunia luar (stimulus sensori) dengan dunia dalam (pengalaman sebelumnya). Hal-hal yang dibutuhkan dalam persepsi adalah subyek, pengetahuan awal, dikenali, serta rekognisi pola (penginterpretasian terhadap komposisi stimulus itu sendiri).

Berdasarkan pemaparan tersebut, dapat disimpulkan bahwa persepsi merupakan proses yang dilakukan individu untuk memilih, mengatur, serta menafsirkan stimulus yang ditangkap oleh indera mereka guna memberikan arti bagi lingkungan mereka.

2. Proses Persepsi

Menurut Arisandy (2004), proses persepsi melalui enam tahapan, yaitu :

a. Penerimaan Rangsang

(63)

b. Proses Menyeleksi Rangsang

Setelah rangsang diterima, dilakukan proses seleksi yang melibatkan proses perhatian. Setelah rangsang tersebut melalui proses seleksi, maka dilakukan proses selanjutnya.

c. Proses Pengorganisasian

Rangsang yang telah diterima kemudian diorganisasikan ke dalam suatu bentuk.

d. Proses Penafsiran

Setelah rangsangan diterima, penerima kemudian menafsirkan rangsang tersebut dengan berbagai cara. Setelah data tersebut selesai ditafsiran, maka proses persepsi telah terjadi. Hal ini karena proses persepsi pada intinya adalah memberikan arti kepada berbagai informasi yang diterimanya.

e. Proses Pengecekan

Setelah proses penafsiran, si penerima mengambil tindakan untuk mengecek apakah yang dilakukan benar atau salah. Penafsiran dapat dilakukan dari waktu ke waktu untuk menegaskan apakah persepsi sesuai dengan hasil proses selanjutnya.

f. Proses Reaksi

Persepsi belum sempurna apabila penerima belum menunjukkan tindakan-tindakan.

(64)

a. Seleksi

Proses seleksi merupakan proses dimana individu dapat memilih stimulus yang akan menjadi perhatiannya.

b. Pengorganisasian

Setelah dilakukan proses seleksi terhadap informasi yang diterimanya, maka informasi tersebut diorganisasikan ke dalam pola-pola yang akan menolong individu untuk melihat objek. c. Penginterpretasian

Pada proses ini, otak akan menggunakan informasi yang telah didapatkan untuk menjelaskan serta membuat keputusan mengenai obyek tersebut.

3. Aspek Persepsi

Aspek persepsi menurut Peter dan Olson (1999) ada dua, yaitu : a. Cipta (Kognitif)

Aspek kognitif mengacu pada tanggapan mental atau pemikiran seseorang. Fungsi utama dari kognitif adalah menginterpretasikan, memberi makna, serta memahami aspek utama dari pengalaman pribadi seseorang sehingga terbentuklah persepsi. Aspek kognitif meliputi:

1) Pengertian

(65)

2) Penilaian

Penilaian adalah menetapkan apakah suatu aspek lingkungan atau perilaku pribadi seseorang apakah baik atau buruk, positif atau negatif.

3) Perencanaan

Perencanaan adalah menetapkan bagaimana memecahkan suatu permasalahan atau tujuan.

4) Penetapan

Penetapan adalah membandingkan alternatif pemecahan suatu masalah dari sudut pandang sifat yang relevan dan mencari alternatif terbaik.

5) Berpikir

Berpikir adalah aktifitas kognitif yang muncul di sepanjang proses pengertian, penilaian, perencanaan, serta penetapan. b. Rasa (Afektif)

(66)

dirinya juga akan memiliki persepsi yang juga negatif terhadap obyek tersebut. Terdapat empat jenis tanggapan afektif, yaitu : 1) Emosi

Misalnya gembira, marah, cinta. 2) Perasaan tertentu

Misalnya kehangatan, kepuasan, penghargaan. 3) Suasana Hati

Misalnya bosan, sedih, tenang, santai. 4) Evaluasi

Misalnya menikmati, suka, tidak suka.

Berdasarkan pemaparan tersebut, dapat disimpulkan bahwa aspek-aspek yang membentuk persepsi ada dua, yaitu aspek kognitif yang meliputi pengertian, penilaian, perencanaan, penetapan, dan berpikir, serta aspek afektif yang meliputi emosi, perasaan tertentu, suasana hati, dan evaluasi.

4. Dampak Persepsi

(67)

masing-masing individu dapat menunjukkan reaksi dan tanggapan yang berbeda atas persepsinya tersebut. Individu yang memiliki persepsi buruk akan memiliki penilaian yang buruk pula, sehingga menjadikannya menunjukkan reaksi yang buruk, begitu juga sebaliknya.

Cucuani (2008) dalam penelitiannya turut memaparkan bahwa baik buruknya persepsi seseorang mengenai sesuatu tentu akan sangat menentukan sikap dan tindakan yang akan dilakukan selanjutnya. Persepsi yang positif dapat membentuk sikap yang positif pula. Sikap tersebut dapat berupa optimisme dan juga motivasi kerja yang tinggi dalam mencapai tujuan. Apabila seseorang memiliki persepsi positif terhadap stimulus yang diterimanya, maka dirinya akan optimis dan termotivasi untuk bekerja lebih giat dan berusaha untuk meningkatkan kualitas diri agar dapat terus berkembang. Hal tersebut turut didukung oleh penjelasan Kleinke (1985) bahwa persepsi yang dimiliki oleh seseorang dapat mempengaruhi penilaian, motivasi serta perilaku yang ditunjukkannya. Dengan demikian, apabila seseorang memiliki persepsi yang positif terhadap stimulus yang diterimanya, maka dirinya akan memiliki penilaian yang positif pula terhadap stimulus tersebut. Hal tersebut menjadikannya memiliki motivasi yang positif sehingga dirinya juga akan berperilaku positif pula, begitu juga sebaliknya.

(68)

ditunjukkannya. Dengan demikian, sikap dan perilaku seseorang akan menjadi seperti apa sangat terkait dengan persepsi yang dimilikinya. Selain dapat memandu sikap dan perilaku yang ditunjukkannya, persepsi yang dimiliki oleh individu tersebut juga dapat mempengaruhi hasil tindakan yang ditunjukkannya.

(69)

Selanjutnya pemaparan bahwa persepsi individu dapat mempengaruhi perilaku yang ditunjukkannya juga turut didukung oleh Hochberg (1980) yang memaparkan bahwa persepsi seseoang dapat memprediksi dan mengontrol perilakunya. Eisenberger, Fasolo, dan LaMaestro (1990) juga turut menjelaskan bahwa terdapat hubungan positif antara persepsi terhadap perilaku yang ditunjukkannya. Apabila individu memiliki persepsi positif, maka dirinya juga akan menunjukkan perilaku yang positif. Dalam hal ini, persepsi positif yang dimiliki oleh individu akan mendorong semangat dari dalam individu tersebut sehingga dapat menjadikannya berperilaku positif pula, begitu juga sebaliknya.

(70)

ditunjukkannya. Penjelasan tersebut turut didukung oleh Eisenberger, Fasolo, dan LaMaestro (1990) yang juga memaparkan bahwa persepsi yang baik dapat membangun reaksi dan penilaian yang positif untuk menghasilkan perilaku yang baik pula. Dengan demikian, persepsi yang dimiliki oleh individu tersebut dapat mempengaruhi sikap dan perilaku yang ditunjukkan oleh individu tersebut.

5. Definisi Kompetensi Komunikasi

(71)

Payne (2005) menyebutkan bahwa kompetensi komunikasi merupakan konsep yang kompleks. Kompetensi komunikasi didefinisikan sebagai kemampuan untuk berkomunikasi secara efektif dalam situasi tertentu (Kreitner & Kinicki, 2010). Menurut Lustig dan Koester (2006) kompetensi komunikasi merupakan penilaian sosial tentang bagaimana seseorang berinteraksi dengan orang lain. Jablin dan Sias (dalam Payne, 2005) turut menjelaskan bahwa kompetensi komunikasi merupakan sejumlah kemampuan yang dimiliki oleh seorang komunikator untuk digunakan dalam proses komunikasi. Definsi dari kompetensi komunikasi di dalam organisasi menurut Spitzberg dan Cupach (dalam Payne, 2005) merupakan kesan evaluatif atas kualitas dari interaksi yang dijembatani oleh norma dan aturan organisasi. Dengan begitu, kompetensi komunikasi organisasi merupakan penilaian atas komunikasi yang berhasil dimana tujuan dari mereka yang berinteraksi dipenuhi dengan menggunakan pesan-pesan yang dianggap tepat dan efektif di dalam konteks organisasi tersebut.

(72)

lain kompetensi komunikasi melibatkan kemauan pribadi individu yang berkomunikasi dan kemampuan untuk berkomunikasi sehingga makna dari individu yang berkomunikasi dapat dipahami dan individu yang berkomunikasi dapat memahami makna lain.

Berdasarkan pemaparan tersebut, dapat disimpulkan bahwa kompetensi komunikasi merupakan sejumlah kemampuan yang dimiliki oleh seorang komunikator untuk berkomunikasi secara efektif dan berinteraksi dengan orang lain dalam situasi tertentu.

6. Aspek Kompetensi Komunikasi

Aspek dari kompetensi komunikasi menurut Zalabak (2006) ada empat, yaitu :

a. Pengetahuan

(73)

b. Sensitivitas

Merupakan kemampuan untuk merasakan makna dan perasaan organisasi. Hal ini terkait dengan kemampuan dan kesediaan untuk memahami apa yang orang lain rasakan dan lakukan. Kompetensi sensitivitas dikembangkan melalui pemahaman pribadi mengenai teori komunikasi dan organisasi. Penekanan pada bagaimana pemahaman mengenai lingkungan organisasi.

c. Keterampilan

Merupakan kemampuan untuk menganalisa situasi organisasi secara akurat dan untuk memulai serta menerima pesan organisasi secara efektif. Kompetensi keterampilan berfokus pada pengembangan kemampuan analitis serta kemampuan untuk berkomunikasi secara efektif. Kompetensi keterampilan dikembangkan melalui analisa dan praktek. Secara khusus, kemampuan analitis dikembangkan dengan menerapkan pengetahuan dan kepekaan terhadap studi kasus dan pengalaman individu. Kompetensi keterampilan juga terkait dengan kemampuan pemecahan masalah serta keterampilan dalam manajemen konflik.

d. Nilai

(74)

kompetensi nilai terkait dengan tanggung jawab yang dimiliki oleh individu untuk dapat melakukan komunikasi yang efektif. Kompetensi nilai dikembangkan melalui tanggung jawab pribadi untuk berpartisipasi dalam komunikasi organisasi.

Aspek kompetensi komunikasi lain menurut Spitzber dan Cupach (1989, dalam Payne 2005) adalah :

a. Aspek Personal 1) Pengetahuan

Dalam rangka mencapai tujuan komunikasi, individu harus memiliki pengetahuan untuk membangun rencana aksi. Komunikator yang kompeten memiliki pengetahuan prosedural untuk membangun dan bertindak dalam situasi sosial yang berbeda, dan harus memiliki kemampuan tanggap untuk "membaca" situasi sosial. Pengetahuan ini diperoleh melalui pendidikan, pengalaman dan dengan memperhatikan.

2) Motivasi

Motivasi merupakan kemauan seseorang untuk mendekati atau menghindari interaksi dengan orang lain.

3) Keterampilan.

(75)

pengetahuan, namun sebenarnya kurang terampil dalam berkomunikasi. Keterampilan berkomunikasi misalnya kemampuan seseorang untuk berbicara, mendengar, melihat, dan secara non verbal mengekspresikan pesan dalam suatu situasi tertentu. Keterampilan yang dibutuhkan oleh organisasi termasuk membangun hubungan, mendengarkan dan mengikuti petunjuk, memberikan umpan balik, pertukaran informasi, meminta umpan balik, dan pemecahan masalah

b. Aspek Kontekstual 1) Pola Interaksi

2) Norma-norma dan aturan-aturan 3) Jenis-jenis hubungan

4) Situasi dan kegiatan

(76)

dipersepsikan oleh guru sebab hal tersebut hanya dapat diukur melalui kepala sekolah itu sendiri.

7. Persepsi Guru Terhadap Kompetensi Komunikasi Kepala Sekolah

Kepala sekolah merupakan seorang pemimpin pendidikan yang mempunyai peranan sangat besar dalam mengembangkan mutu pendidikan di sekolah (Lazaruth, 1988). Kepemimpinan merupakan suatu upaya penggunaan jenis pengaruh bukan paksaan untuk memotivasi orang-orang guna mencapai tujuan tertentu Gibson (dalam Suwarto, 1998). Memimpin berarti mengusahakan melalui orang lain agar segala sesuatu itu terlaksana seperti yang diharapkan. Kegiatan tersebut memerlukan komunikasi yang baik (Supardi & Anwar, 2002).

(77)

Menurut Copey (dalam Riyono, 2001) dalam hubungan antar manusia yang menentukan bukannya apa yang kita lakukan tetapi bagaimana orang lain melihat dan merasakan apa yang kita lakukan. Dengan demikian dalam organisasi sekolah, penentuan baik tidaknya kompetensi komunikasi kepala sekolah sangat dipengaruhi oleh persepsi yang dimiliki oleh guru. Persepsi merupakan proses yang dilakukan individu untuk memilih, mengatur, serta menafsirkan stimulus yang ditangkap oleh indera mereka guna memberikan arti bagi lingkungan mereka.

Schiffman dan Kanuk (2000) menjelaskan bahwa dua individu mungkin menerima stimulus yang sama dalam kondisi yang sama, akan tetapi bagaimana seseorang mengenal, memilih, mengatur, dan menafsirkannya merupakan proses yang sangat individual. Dengan demikian persepsi yang dimiliki oleh masing-masing guru belum tentu sama satu sama lain karena masing-masing guru bisa memiliki persepsi yang berbeda mengenai kompetensi komunikasi yang dimiliki oleh kepala sekolahnya.

(78)

memberikan penilaian mengenai kemampuan kepala sekolah untuk berkomunikasi.

C. PROFESI GURU

1. Definisi Guru dan Tugas-tugas Guru

Keberhasilan suatu organisasi dalam mencapai tujuan tergantung pada bagaimana para personel dalam melaksanakan pekerjaannya sesuai dengan tugas dan tanggung jawabnya masing-masing. Dalam organisasi sekolah berhasil tidaknya tujuan pendidikan sangat ditentukan oleh performansi kerja guru, karena tugas utama guru adalah mengelola kegiatan belajar mengajar.

(79)

berpengaruh terhadap keberhasilan proses pendidikan serta baiknya kualitas SDM yang diciptakannya.

Menurut Bab I pasal 1 Keputusan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara nomor : 84 Tahun 1993 guru adalah Pegawai Negeri Sipil yang diberi tugas, tanggung jawab, wewenang, dan hak secara penuh oleh pejabat yang berwenang untuk melaksanakan pendidikan dengan tugas utama mengajar peserta didik pada jenjang pendidikan dasar dan menengah termasuk taman kanak-kanak atau membimbing peserta didik pada pendidikan dasar dan menengah. Usman (2009) memaparkan bahwa guru merupakan jabatan atau profesi yang memerlukan keahlian khusus sebagai guru. Orang yang pendai berbicara dalam bidang-bidang tertentu, belum dapat disebut guru. Untuk menjadi seorang guru diperlukan syarat-syarat khusus, apalagi sebagai guru yang profesional yang harus menguasai betul seluk beluk pendidikan dan dikembangkan melalui masa pendidikan tertentu atau prajabatan (Borich, 1996). Guru sebagai tenaga professional mengandung arti bahwa pekerjaan guru hanya dapat dilakukan oleh seseorang yang mempunyai kualifikasi akademik, kompetensi, dan sertifikat pendidik sesuai dengan persyaratan untuk setiap jenis dan jenjang pendidikan tertentu.

(80)

(dalam Asmani, 2009) mengemukakan bahwa guru berperan vital dalam membimbing, mengajar, dan mengevaluasi proses pembelajaran bagi siswa. Sebagus apapun kurikulum dan perencanaan sebaik apapun, namun kualitas pendidikan tetap tergantung pada mutu guru. Tanpa guru yang memiliki kompetensi dan profesionalisme guru yang tinggi, maka peningkatan pendidikan sulit dicapai.

Pasal 7 ayat (1) UU Republik Indonesia nomor 14 tahun 2005 (dalam Asmani, 2009) menyatakan bahwa profesi guru dan profesi dosen merupakan bidang pekerjaan khusus yang dilaksanakan berdasarkan prinsip sebagai berikut :

a. Memiliki bakat, minat, panggilan jiwa, dan idealisme;

b. Memiliki komitmen untuk meningkatkan mutu pendidikan, keimanana, ketakwaan, dan akhlak mulia;

c. Memiliki kualifikasi akademik dan latar belakang pendidikan sesuai dengan bidang tugas;

d. Memiliki kompetensi yang diperlukan sesuai dengan bidang tugas; e. Memiliki tenggung jawab atas pelaksanaan tugas profesional; f. Memperoleh penghasilan yang ditentukan sesuai dengan prestasi

kerja;

g. Memiliki kesempatan untuk mengembangkan profesionalitas secara berkelanjutan dengan belajar sepanjang hayat;

(81)

i. Memiliki organisasi profesi yang mempunyai kewenangan mengatur hal-hal yang berkaitan dengan tugas professional guru.

Tugas guru sebagai profesi meliputi mendidik, mengajar, dan melatih. Mendidik berarti meneruskan dan mengembangkan nilai-nilai hidup. Mengajar berarti meneruskan dan mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi, sedangkan melatih berarti mengembangkan keterampilan-keterampilan kepada siswa (Usman, 2009). Hal tersebut menjelaskan bahwa guru memiliki peranan penting dalam pelaksanaan proses pendidikan sebagai salah satu upaya dalam pengembangan kualitas SDM. Asmani (2009) menjelaskan bahwa dalam melaksanakan tugas profesional, guru berkewajiban untuk : a. Merencanakan pembelajaran, melaksanakan proses pembelajaran

yang bermutu, serta menilai dan mengevaluasi hasil pembelajaran; b. Meningkatkan dan mengembangkan kualifikasi akademik dan

kompetensi secara berkelanjutan sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni;

c. Bertindak objektif dan tidak diskriminatif atas dasar pertimbangan jenis kelamin, agama, suku, ras, kondisi fisik tertentu, latar belakang keluarga, dan status sosial ekonomi peserta didik dalam pembelajaran;

d. Menjunjung tinggi peraturan perundang-undangan, hukum, kode etik guru, nilai-nilai agama, dan etika;

Gambar

Tabel 2.  Distribusi Item Skala Persepsi Guru terhadap Kompetensi
Tabel 1 Pemberian Skor Pada Skala Persepsi Guru terhadap
Tabel 4 Hasil Analisis Item Skala Persepsi Guru terhadap
Tabel 6
+2

Referensi

Dokumen terkait

Indeks Tendensi Konsumen (ITK) Provinsi Gorontalo pada Triwulan I-2015 sebesar 95,18, yang berarti kondisi ekonomi konsumen pada Triwulan I-2015 menurun dari triwulan

Suatu ruang vektor adalah suatu himpunan objek yang dapat dijumlahkan satu sama lain dan dikalikan dengan suatu bilangan, yang masing-masing menghasilkan anggota lain

Direksi memuji reformasi penentu atas subsidi energi di tahun 2015, termasuk rencana untuk subsidi listrik sebagai sasaran subsidi yang lebih baik, dan penggunaan ruang fiskal

terasa di awal tahun 2009, yang ditunjukkan dengan perkiraan pertumbuhan ekonomi Jawa Barat sebesar 4,1% (yoy) pada triwulan I-2009, melambat dibandingkan dengan triwulan

Pada kondisi awal, kemampuan pemecahan masalah siswa SMP N 1 Ngemplak masih rendah. Hal tersebut disebabkan oleh guru yang masih menerapkan strategi pembelajaran

Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2005 tentang Sistem Informasi Keuangan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 138, Tambahan Lembaran Negara Republik

Aktualisasi diri yang terdapat dalam UKM Sepak Bola USU dapat dilihat dari kebutuhan fisiologis yang didapat oleh mahasiswa, kenyamanan berada dilingkungan

P Permanen: 2) P-O-P Temporer; dan 3) Media in store (di dalam toko). Bagi para manajer ritel penerapan Point-of-Purchase dilakukan karena keinginan untuk mencapai: 1) Hasil