• Tidak ada hasil yang ditemukan

Dukungan ibu terhadap kekerasan seksual intrafamilial pada anak ditinjau dari usia anak, jenis kelamin anak, hubungan anak dengan pelaku, serta sejarah kekerasan seksual pada ibu - USD Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Dukungan ibu terhadap kekerasan seksual intrafamilial pada anak ditinjau dari usia anak, jenis kelamin anak, hubungan anak dengan pelaku, serta sejarah kekerasan seksual pada ibu - USD Repository"

Copied!
136
0
0

Teks penuh

(1)

i

DUKUNGAN IBU TERHADAP KEKERASAN SEKSUAL

INTRAFAMILIAL PADA ANAK DITINJAU DARI USIA ANAK,

JENIS KELAMIN ANAK, HUBUNGAN ANAK DENGAN

PELAKU KEKERASAN, SERTA SEJARAH KEKERASAN

SEKSUAL PADA IBU

Skripsi Diajukan Untuk Memenuhi Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

Program Studi Psikologi

Disusun Oleh:

Fransisca Winastiti Romana

NIM: 089114021

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

(2)
(3)

iii

M otto

“ Janganlah gunakan kehidupan Anda untuk merisaukan yang tidak penting bagi kehidupan. Putuskanlah untuk menjadi pribadi yang berbahagia. Berfokuslah kepada pikiran, sikap, dan tindakan yang membahagiakan, lalu perhatikan apa yang terjadi “.

(4)

iv

M otto

“ Janganlah gunakan kehidupan Anda untuk merisaukan yang tidak penting bagi kehidupan. Putuskanlah untuk menjadi pribadi yang berbahagia. Berfokuslah kepada pikiran, sikap, dan tindakan yang membahagiakan, lalu perhatikan apa yang terjadi “.

(5)

v

H alaman P ersembahan

(6)
(7)

vii

DUKUNGAN IBU TERHADAP KEKERASAN SEKSUAL INTRAFAMILIAL

PADA ANAK DITINJAU DARI USIA ANAK, JENIS KELAMIN ANAK,

HUBUNGAN ANAK DENGAN PELAKU KEKERASAN, SERTA SEJARAH

KEKERASAN SEKSUAL PADA IBU

Fransisca Winastiti Romana

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui 1) kecenderungan pemberian dukungan ibu terhadap anak yang mengalami kekerasan seksual intrafamilial 2) mengetahui perbedaan tingkat kecenderungan dukungan ibu ditinjau dari usia anak, jenis kelamin anak, hubungan anak dengan pelaku kekerasan, dan sejarah kekerasan seksual pada ibu. Penelitian dilakukan dengan metode factorial survei. Faktorial survey digunakan untuk memberikan perlakuan pada ibu dengan diandaikan anaknya mengalami kekerasan seksual yang dilakukan oleh ayahnya. Selain itu, pengumpulan data melalui angket dengan pertanyaan terbuka serta skala Dukungan Ibu yang dikembangkan oleh Smith, D.W. et al (2010) dan telah dialih bahasakan terlebih dahulu. Subjek penelitian berjumlah 405 orang ibu yang memiliki anak usia 0-18 tahun dan tidak diketahui apakah anak memiliki sejarah kekerasan seksual atau tidak. Data-data yang di peroleh dianalisis secara kuantitatif dan analisis tematik. Dari hasil penelitian ini diperoleh mean empirik = 51,01 > mean teoritik = 42, dengan nilai signifikansi 0,00 (p<0,05). Hal ini menunjukkan bahwa tingkat dukungan ibu terhadap anak yang mengalami kekerasan seksual intrafamilial cenderung tinggi secara signifikan. Ditinjau dari usia, jenis kelamin, dan hubungan anak dengan pelaku kekerasan, dan sejarah kekerasan seksual pada ibumenunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan signifikan tingkat dukungan ibu berdasarkan empat faktor tersebut. Penelitian juga menunjukkan bahwa ibu dengan sejarah kekerasan seksual pada masa anak-anak memiliki pandangan bahwa pelaku mengalami kelainan seksual ketika kekerasan terjadi antara ayah dengan anak laki-lakinya. Ibu juga diketahui lebih simpati terhadap anak perempuan daripada anak laki-laki, serta meragukan pengungkapan anak remaja daripada pengungkapan yang dilakukan anak dengan usia lebih muda.

(8)

viii

MATERNAL SUPPORT TO INTRAFAMILIAL SEXUAL ABUSE IN CHILDREN VIEWED FROM AGE CHILD, GENDER CHILD, RELATIONS

CHILD WITH PERPETRATOR, AND HISTORY OF CHILD SEXUAL ABUSE IN MOTHER

Fransisca Winastiti Romana

ABSTRACK

Current research is aimed to investigated 1) maternal support on children experiencing who intrafamilial sexual abuse 2) know the different levels of inclination maternal support to child, viewed from age children, sex the child, relation child with perpetrator, and history of child sexual abuse on mother. Research factorial survey conducted by method. Factorial survey used to deliver on the treatment if mother have child experienced sexual abuse committed by his father. Besides, gathering data via chief with open question as well as Maternal Self-Report Support Quetionairre developed by Smith, D.W. et al ( 2010 ) and has transled before hand. The amount of subject were 405 the mother having children aged 0-18 years and not known whether the boy has a history of sexual abuse or not. Data obtained analyzed quantitative analysis and thematic. From the the assessment known that mean empiric = 51,01 and mean teoritic = 42, with significance of 0.00 (p<0.05). It showed that level maternal support against children were having intrafamilial sexual abuse is quite high significantly. Viewed from age, gender, and relations child with the perpetrator, and mother have history sexual abuse on the indicated that there are differences not significant maternal support level on four factors are.Research also shows that mothers with the history of sexual abuse in the children have the view that the perpetrators had sexual pre-version when violence occurring between father with her son. Mother was known more sympathy towards girls than boys, and dubious than the disclosure of the disclosure of an adolescent who does the with younger children.

(9)
(10)

x

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan atas segala berkat dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi dengan judul “Dukungan Ibu Terhadap Kekerasan Seksual Intrafamilial Pada Anak Ditinjau Dari Usia Anak, Jenis Kelamin Anak, Hubungan Anak dengan Pelaku Kekerasan, dan Sejarah Kekerasan Seksual Pada Ibu”.

Penulis menyadari bahwa terselesaikannya skripsi ini tak lepas dari saran, bimbingan, motivasi, bantuan, serta doa dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dengan segenap kerendahan hati, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Tuhan Yesus yang telah memberikan berkat kesehatan, kekuatan, dan limpahan rahmat hingga hari ini untuk saya. Thanks a lot God!

2. Dr. Christina Siwi Handayani, S. Psi., M. Si, selaku Dekan Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta dan Dosen Pembimbing Akademik.

3. Ratri Sunar Astuti, M. Psi., selaku Ketua Program Studi Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

(11)

xi

5. Segenap dosen, karyawan, dan laboran yang telah membantu dalam proses menuntut ilmu di Fakultas Psikologi ini.. Khususnya untuk mas Muji yang telah banyak berbagi canda tawa ketika bertemu.

6. Mba Haksi Mayawati.. Matur nuwun mba atas bantuan, dukungan, dan arahan selama bimbingan skripsi. Terima kasih juga untuk semua pengalaman yang sudah di bagikan.

7. Bapak Leo Agung Sucipto, Alm. Winas sayang bapak... Terima kasih atas dukungan Bapak dari surga..

8. My beloved mom, terima kasih atas cinta dan dukungan, serta semangat yang selalu diberikan untuk saya.. Proud of you, Mom..

9. My beloved sister…Fenny Anastasia..thank you for everything.. terimakasih atas semua dukungannya.. Love U, sista…

10. Nicolaus Teguh Budi Harjanto, Rakai & Dimas.. terima kasih atas cinta dan kebersamaan dalam keluarga kami.. Kalian adalah berkat Tuhan yang sangat luar biasa..

11. Elphidius Pandu, terima kasih atas perhatian, kasih, dan semua semangatnya..Ayo wisudaaa bareng..

12. Kedua sahabat.. Patricia Yhutika Sugiyanto & Fransisca Dian Permanasari yang telah memberi warna dan keceriaan di hari-hariku.. Big Thank’s, sistaa..

(12)

xii

14. Sisca, Evi, dan Tika (Penghuni Kos 202B).. Terima kasih atas doa dan dukungannya…

15. Semua teman-teman bimbingan (Difka, Arisa, Prita, Vincent, Hembah, Jose, Frans) yang telah bekerja sama, saling support selama kurang lebih 2 semester ini..

16. Desy dan Dian (Psikologi, 2008).. Makasih banget atas bantuan dan perhatian kalian…

17. Teman-teman angkatan 2008 kelas A yang tidak bisa disebutkan satu per satu..terima kasih atas kebersamaan selama kurang lebih 3 tahun kemarin.. Sukses untuk kalian semua, kawan…

18. Semua pihak yang telah berperan dan turut membantu hingga terselesaikannya skripsi ini, terimakasih atas semua bantuannya..

Penulis menyadari bahwa penelitian ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan adanya kritik dan saran yang membangun demi penyempurnaan skripsi ini.

Penulis berharap semoga skripsi ini bisa memberikan manfaat dan menjadi kajian lebih lanjut.

(13)

xiii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ………... i

HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING ……… ii

HALAMAN PENGESAHAN ……….……….. iii

HALAMAN MOTTO ………... iv

HALAMAN PERSEMBAHAN ………... v

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ………... vi

ABSTRAK ………..……… vii

ABSTRACT ………... viii

HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS………. ix

KATA PENGANTAR ……….……….. X DAFTAR ISI ………... xiii

DAFTAR TABEL ……….. xix

DAFTAR LAMPIRAN ………... xxi

BAB I PENDAHULUAN ………. 1

A. Latar Belakang Masalah ………... 1

B. Rumusan Masalah ………... 10

C. Tujuan Penelitian ………... 10

(14)

xiv

a. Secara Teoritis ... 11 b. Secara Praktis ... 11

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ………... 12 A. Dukungan Ibu Terhadap Anak yang Mengalami

Kekerasan Seksual ………..

12

1. Definisi Dukungan Sosial ………. 12 2. Faktor Penentu Dukungan Sosial ……….. 13 3. Definisi Dukungan Ibu Terhadap Anak yang

Mengalami Kekerasan Seksual ……….

15

(15)

xv

Kekerasan Seksual………... 30

C. Ibu ………... 33

1. Definisi Ibu ………... 33

2. Peranan Wanita Sebagai Ibu dalam Keluarga.. 33

3. Ibu Sebagai Sumber Pengungkapan Kekerasan Seksual Anak………... 34

D. Korban Kekerasan Seksual ………. 35

E. Dinamika Dukungan Ibu Terhadap Kekerasan Seksual Intrafamilial pada Anak Ditinjau dari Usia Anak, Jenis Kelamin Anak, Hubungan Anak Dengan Pelaku Kekerasan, Serta Sejarah Kekerasan Seksual pada Ibu ………... 35

F. Pertanyaan dan Hipotesis Penelitian ………... 40

1. Pertanyaan Penelitian ……… 40

2. Hipotesis Penelitian ……….. 40

BAB III METODOLOGI PENELITIAN……….. A. Jenis Penelitian ………... 40 41 B. Identifikasi Variabel ………... 41

C. Definisi Operasional ………... 42

1. Usia Anak ………. 42

(16)

xvi

3. Hubungan Anak dengan Pelaku Kekerasan …. 42 4. Sejarah Kekerasan Seksual Masa Anak-anak

pada Ibu ……… 43

5. Dukungan Ibu Terhadap Kekerasan Seksual Intrafamilial pada Anak ……… 43

D. Subjek Penelitian ……… 44

E. Prosedur Penelitian ………. 45

F. Metode dan Alat Pengumpulan Data ……….. 50

G. Validitas dan Reliabilitas Alat Pengumpul Data … 50 1. Validitas Alat Ukur……… 50

a. Vignette ………... 50

b. Skala Maternal Self-Report Support Questionaire (MSSQ) ………. 50

2. Kredibilitas Data Kualitatif………... 50

3. Reliabilitas Alat Ukur Kuantitatif ………. 51

a. Reliabilitas Skala MSSQ………. 52

b. Reliabilitas Skala Adaptasi ………... 52

H. Pemeriksaan Keabsahan Data Kualitatif …………. 53

I. Metode Analisis Data ……….. 53

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN……….. A. Pelaksanaan Penelitian ………

(17)

xvii

B. Deskripsi Subjek Penelitian ……… 57

C. Deskripsi Kecenderungan Pemberian Dukungan Ibu Secara Umum ………... 59

1. Uji Normalitas Dukungan Ibu Terhadap Anak yang Mengalami Kekerasan Seksual ………… 60

2. Perbedaan Mean Empirik dan Teoritik Dukungan Ibu ………... 60

D. Perbedaan Kecenderungan Tingkat Dukungan Ibu 61 1. Berdasarkan Usia Anak ……… 62

2. Berdasarkan Jenis Kelamin Anak ………. 63

3. Berdasarkan Hubungan Anak dengan Pelaku Kekerasan Seksual ……….. 65

4. Berdasarkan Sejarah Kekerasan Seksual pada Ibu ………. 67

5. Kesimpulan Analisis Perbedaan ………... 68

E. Hasil Analisis Kualitatif ………. 69

1. Kesimpulan umum ……… 69 a. Kecenderungan Respon Ibu Secara

Kognitif ………...

70

(18)

xviii

2. Kesimpulan Khusus ……….. 73

F. Pembahasan ……… 74

1. Gambaran Tingkat Dukungan Ibu Terhadap Kekerasan Seksual Intrafamilial pada Anak …. 74 2. Perbedaan Tingkat Dukungan Ibu Terhadap Kekerasan Seksual Intrafamilial pada Anak Ditinjau dari Usia, Jenis Kelamin, Hubungan Anak dengan Pelaku Kekerasan, dan Sejarah Kekerasan Seksual pada Ibu ………. 76

3. Kecenderungan Reaksi Ibu Terhadap Kekerasan Seksual Intrafamilial pada Anak …. 82 BAB V PENUTUP ……….. 87

1. Kesimpulan ………. 87

2. Saran ………... 88

3. Kekuatan dan Keterbatasan ……… 88

DAFTAR PUSTAKA ………...

REFLEKSI ………

LAMPIRAN ………...

(19)

xix

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1 Data Jumlah Kasus Kekerasan Seksual pada Anak

Perempuan ...

3

Tabel 2 Reliabilitas Skala Dukungan Ibu ... 53

Tabel 3 Rincian Pengambilan Data Penelitian ……….. 55

Tabel 4 Data Sebaran Jumlah Subjek dalam Tiap Kasus …………. 56

Tabel 5 Data Subjek Penelitian ………. 57

Tabel 6 Hasil Uji Normalitas Dukungan Ibu Secara Umum ………. 60

Tabel 7 Deskripsi Data Penelitian ………. 61

Tabel 8 Uji Normalitas Berdasarkan Usia Anak ………... 62

Tabel 9 Uji Homogenitas Berdasarkan Usia Anak ………... 63

Tabel 10 Ringkasan Uji-T Berdasarkan Usia Anak ……… 63

Tabel 11 Uji Normalitas Berdasarkan Jenis Kelamin Anak ………… 63

Tabel 12 Uji Homogenitas Berdasarkan Jenis Kelamin Anak ……… 64

Tabel 13 Ringkasan Uji-T Berdasarkan Jenis Kelamin Anak ……… 64

(20)

xx

Pelaku Kekerasan Seksual………. 66

Tabel 16 Ringkasan Uji-T Berdasarkan Hubungan Anak dengan Pelaku Kekerasan Seksual ……… 66

Tabel 17 Uji Normalitas Berdasarkan Sejarah Kekerasan Seksual pada Ibu ………. 67

Tabel 18 Uji Homogenitas Berdasarkan Sejarah Kekerasan Seksual pada Ibu ……… 67

Tabel 19 Ringkasan Uji-T Berdasarkan Sejarah Kekerasan Seksual pada Ibu ……… 68

Tabel 20 Respon Umum Secara Kognitif ……… 70

Tabel 21 Respon Umum Secara Afektif ……….. 71

Tabel 22 Respon Umum Secara Konatif ………. 72

(21)

xxi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Informed Consent ………... 98 Lampiran 2 Lembar Persetujuan ……….. 99 Lampiran 3 Skala Penelitian ……… 100 Lampiran 4 Reliabilitas Skala Dukungan Ibu (Adaptasi) …………. 101

Lampiran 5 Descriptive ……… 108

(22)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Masa anak-anak menjadi masa yang penting untuk belajar, tumbuh, dan berkembang baik dalam lingkungan keluarga, sekolah, atau masyarakat. Sayangnya, lingkungan pada kenyataannya justru menempatkan anak pada kondisi penuh resiko. Resiko yang mungkin terjadi adalah berbagai bentuk kekerasan, seperti kekerasan fisik, emosi, dan seksual (Jouriles, McDonald, Smith Slep, Heyman, & Garido, 2008). Salah satu bentuk kekerasan yang perlu mendapat perhatian serius adalah kekerasan seksual, seperti kasus yang dialami seorang anak perempuan dengan kronologi kejadian sebagai berikut:

“Pada suatu ketika aku disuruh orangtua angkatku ke kamar. Disini aku dipaksa melihat mereka berhubungan seksual. Aku gemetar, menundukkan kepala dengan perasaan tertekan karena aku terkurung dalam kamar tersebut. Setelah itu, ibu angkat menyuruhku melakukan hal yang sama dengan ayah angkatku. Gila memang. Ibu angkatku malah ikut mengajari aku bagaimana bisa melakukan hal itu. Sejak saat itu, aku sering dipaksa ayah angkatku untuk melakukan hal tersebut” (dalam Etika, 2006).

(23)

persetujuan atas perbuatan tersebut (Modelli, Galvao, dan Pratessi, 2011). Bentuk aktivitas seksual meliputi perilaku menyentuh anak atau memaksa anak menyentuh orang dewasa untuk kepuasan seksual, hubungan seksual atau penetrasi, kontak oral atau genital, exhibitionism atau memperlihatkan kemaluan pada anak untuk tujuan seksual, pornografi, dan pemerkosaan (Modelli et al., 2011; Putnam, 2003; Suyanto, 2002). Penelitian menunjukkan bahwa kasus kekerasan seksual anak dapat terjadi pada usia anak antara 0 sampai 12 tahun dan remaja antara 13 sampai 18 tahun (Fergusson & Mullin, 1999). Terdapat bukti yang kuat bahwa kekerasan seksual terjadi pada anak perempuan dan laki-laki (Rogers & Davies, 2007).Disamping itu, sebagian korban tahu dan mengenal baik pelaku kekerasan. Pelaku kekerasan dapat berasal dari dalam keluarga (intrafamilial) maupun anggota dari luar keluarga (Black, Heyman, & Smith-Slep, 2001).

(24)

dari 200 laporan kasus yang melibatkan anak, 47 di antaranya merupakan kasus kekerasan seksual yang dilakukan oleh orang tuanya. Sebanyak 13 kasus merupakan kasus hubungan badan antara ayah dan anak kandungnya (Kompas, 4 Mei 2012).

Catatan kasus kekerasan seksual yang terjadi pada anak juga dimiliki oleh LSM Sahabat Perempuan, Magelang, yang mulai menangani berbagai kasus kekerasan seksualmulai tahun 2004 hingga sekarang. Data kasus tersebut adalah sebagai berikut :

Tabel 1.Data Jumlah Kasus Kekerasan Seksual pada Anak Perempuan

(25)

muncul diantaranya adalah rasa rendah diri (minder), susah mempercayai orang lain, susah bergaul, dan suka menyendiri (Tyler, 2002).

Adanya dampak dari kekerasan seksual tersebut, fungsi psikologis anak kemungkinan besar akan terganggu. Hal ini menyebabkan anak memilih untuk menunda atau bahkan tidak mengungkapkan kekerasan seksual yang ia alami (Lamb & Edgar-Smith dalam Somer & Szwarcberg, 2001). Anak susah mempercayai orang lain karena memiliki kekhawatiran akan mendapat reaksi yang negatif dan disalahkan oleh orang-orang terdekatnya jika anak mengungkapkan pengalaman kekerasan seksualnya (Bolen, 2002; Elliot & Carnes, 2001; Paine & Hansen, 2002).

Beberapa peneliti menyebutkan korban kekerasan seksual membutuhkan waktu 1-3 tahun untuk terbuka dengan orang lain (Jensen, Gulbrandsen, Mossige, Reichelt, & Tjersland, 2000; Beitchman, Zucker, Hood, DaCosta, & Erika-Cassavia, 1992 ). Hal ini diperkuat dengan beberapa literatur yang menyatakan bahwa sebagian besar korban kekerasan seksual tidak mengungkapkan kekerasan yang menimpanya hingga dewasa (Lamb & Edgar-Smith dalam Somer & Szwarcberg, 2001). Terlebih lagi, ketika kekerasan seksual terjadi dalam ranah intrafamilial atau kekerasan dilakukan oleh ayah pada anak menyebabkan lebih banyak anak yang tidak mengungkapkan pengalaman kekerasannya (Goodman, dkk, 2003).

(26)

korban kekerasan menunda melakukan pengungkapkan karena mereka merasa takut dan khawatir terhadap respon orangtua sebagai penerima pengungkapan. Korban khawatir jika disalahkan dan orangtua akan menunjukkan kemarahan setelah pengungkapan yang dilakukannya. Akibatnya, para korban remaja lebih memilih mengungkapkan pengalaman kekerasan seksualnya pada teman atau orang lain di luar anggota keluarga daripada mengungkapkan pada orangtuanya (Ullman, 2003).

Kekhawatiran dari anak untuk mengungkapkan pengalaman kekerasannya muncul sebab anak belum mengetahui secara pasti kecenderungan respon dan dukungan dari sumber penerima pengungkapan tersebut. Dukungan tersebut terutama datang dari ibu sebagai penerima pengungkapan utama dalam kasus kekerasan seksual intrafamilial yang terbukti memiliki kekuatan untuk membantu pemulihan anak dari trauma yang berkepanjangan (Cyr, Wright, Toupin, Oxman-Martinez, McDuff, Theriault, 2003; Lovett, 2004). Dukungan juga memiliki kekuatan untuk meredam dampak dari stres, membantu orang mengatasi stres, dan meningkatkan kesehatan (Sarason & Gurung dalam Taylor 2003).

(27)

menerima pengungkapan kasus kekerasan seksual pada anak diyakini penting dalam menentukan mekanisme yang diambil anak untuk mengatasi masalah ini (Smith et al., 2010). Sayangnya, beberapa bukti menyebutkan bahwa tingkat dukungan ibu terhadap anak yang mengalami kekerasan seksual dapat berbeda karena dipengauhi oleh banyak faktor.

Lebih lanjut diketahui bahwa banyak faktor yang menentukan dukungan ibu terhadap anak yang mengalami kekerasan. Beberapa peneliti sebelumnya menemukan bahwa karakteristik ibu, karakteristik anak, karakteristik kekerasan, dan juga karakteristik dari pelaku kekerasan menjadi prediktor yang mempengaruhi dukungan ibu terhadap korban (Cyr et al., 2003). Dari sekian banyak faktor yang dapat mempengaruhi dukungan ibu, empat faktor yang diterima oleh banyak penelitian empiris adalah faktor usia anak, jenis kelamin anak, hubungan anak dengan pelaku kekerasan, dan sejarah kekerasan masa anak-anak yang dialami ibu(Elliot & Carnes, 2001). Dalam review literaturnya, Elliot & Carnes (2001) juga menyebutkanbahwa perlu dilakukan penelitian yang lebih mendalam pada faktor-faktor yang mempengaruhi dukungan ibu tersebut. Hal ini disebabkan oleh adanya ketidakkonsistenan dari beberapa hasil penelitian mengenai faktor-faktor yang dapat mempengaruhi dukungan ibu.

(28)

0 sampai 12 tahunlebih mendapatkan dukungan dari ibu daripada anak usia remaja, yaitu usia antara13 sampai 18 tahun (Pintelo & Zuravin, 2001; Sirles & Franke, 1989; Lyon-Kouloumpos-Lenares, 1987). Sedangkan 3 studi yang lain tidak menemukan adanya hubungan antara usia anak dengan dukungan yang diberikan ibu pada anak, artinya usia tidak berpengaruh terhadap dukungan dari ibu (Cyret al, 2003; Herriot, 1996; Everson, Hunter, Runyan, Edelsohn, & Coulter, 1989).

Inkonsistensi hasil juga ditemukan pada variabel jenis kelamin anak.Beberapa peneliti menemukan bahwa anak laki-laki lebih dipercayai dan dilindungi daripada anak perempuan (Salt, Myer, Coleman, & Sauzier, 1990; Lyon, Koumpoulos&Lenares, 1987), sedangkan peneliti yang lain menjelaskan bahwa jenis kelamin anak tidak berhubungan dengan dukungan ibu terhadap anak (Sirles & Franke, 1989; Herriot, 1996; Bolen, 1998; Everson, et al., 1989).

(29)

Elliot & Carnes (2001) menyarankan agar dilakukan penelitian untuk memperjelas variabel hubungan pelaku kekerasan terhadap dukungan ibu tersebut.

Pada variabel sejarah kekerasan seksual pada masa anak-anak, para peneliti dan klinisi memperkirakan bahwa ibu dengan sejarah kekerasan seksual pada masa kanak-kanak, cukup kesulitan untuk mendukung anaknya yang juga mengalami kekerasan seksual (Cyr et al., 2003). Asumsi ini didukung oleh hasil penelitian Gomes-Schwartz, Horowitz, & Cardarelli; De Jong (dalam Elliot Carnes, 2001) yang menemukan kurangnya dukungan yang diberikan pada anak ketika ibu memiliki sejarah kekerasan seksual pada masa kanak-kanaknya. Disisi lain, Morrison &Clavenna-Valleroy (dalam Cyr et al., 2003) menunjukkan bahwa ibu dengan sejarah kekerasan seksual lebih banyak memberikan dukungan pada anaknya.

(30)

menyebabkan kemungkinan informasi yang tidak lengkap atau informasi yang dihasilkan dari pekerja sosial mengandung bias (Herriot, 1996). Selanjutnya, Elliot & Carnes (2001) juga menyarankan agar dilakukan penelitian untuk memperdalam dukungan ibu terhadap anak yang mengalami kekerasan seksual dan memperjelas ketidakkonsistenan hasil penelitian terkait faktor yang mempengaruhi dukungan ibu tersebut (Cyr, et al., 2003).

Berdasarkan uraian diatas, penelitian ini dilakukan untuk menggali kecenderungan pemberian dukungan ibu terhadap anak yang mengalami kekerasan seksual. Akan tetapi untuk mengurangi bias subjek dan upaya untuk mendapatkan ibu dari anak dengan sejarah kekerasan seksual mengalami hambatan seperti tidak adanya akses untuk mendapat subjek dan tidak semua ibu dari korban kekerasan seksual terdata dan diketahui dengan baik sebab tidak semua kasus terlaporkan. Oleh karena itu, sampel dari penelitian ini adalah ibu yang memiliki anak usia 0-18 tahun dan akan dikondisikan jika anak mereka mengalami kekerasan seksual intrafamilial.

Untuk mencapai tujuan penelitian, peneliti mengadakan factorial survei, yaitu dengan memberikan vignette guna menstandarisasi stimulus bagi

(31)

Disamping itu, peneliti juga ingin mengetahui dukungan ibu dari sisi sejarah kekerasan seksual yang dialami ibu sebelum usia 18 tahun.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah :

a. Bagaimanakah kecenderungan pemberian dukungan ibu terhadap kekerasan seksual intrafamilial pada anak?

b. Adakah perbedaan tingkat dukungan ibu terhadap kekerasan seksual intrafamilial pada anak ditinjau dari usia anak, jenis kelamin anak, hubungan anak dengan pelaku kekerasan, serta sejarah kekerasan seksual pada ibu?

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini memiliki tujuan sebagai berikut:

a. Mendapatkan kecenderungan pemberian dukungan ibu terhadap anak yang mengalami kekerasan seksual intrafamilial.

(32)

D. Manfaat Penelitian

Manfaat yang akan diperoleh dari penelitian ini adalah : a. Secara Teoritis

Penelitian ini diharapkan mampu mengetahui kecenderungan pemberian dukungan dari ibu terhadap anak yang mengalami kekerasan seksual 1. Hasil penelitian diharapkan mampu memberikan konfirmasi terhadap

inkonsistensi hasil penelitian terdahulu terkait dengan faktor-faktor yang mempengaruhi dukungan ibu.

2. Penggunaan vignette dalam penelitian ini memberikan informasi baru yang bisa dilakukan terkait dengan metode penelitian dalam ilmu psikologi.

b. Secara Praktis

(33)

12

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Dukungan Ibu Terhadap Anak Yang Mengalami Kekerasan Seksual

1. Definisi Dukungan Sosial

Istilah dukungan sosial diberikan pada semua perilaku yang dimaksudkan untuk memberikan manfaat bagi orang lain atau perilaku yang dapat meningkatkan kemungkinan seseorang mendapatkan keuntungan tertentu. Dukungan sosial menjadi prediktor penting dalam menentukan fungsi psikologis seseorang, sebab dukungan sosial dapat memoderasi segala bentuk stres dan peristiwa trauma (Roesler& Wind, 1994).

(34)

Konsep dukungan sosial mengacu pada proses dinamik dan kompleks yang melibatkan transaksi antara individu dengan jaringan/jalinan sosial mereka dalam sebuah ekologi sosial (Alan Vaux, 1992 dalam Hoghughi & Long, 2009). Pendapat senada juga diungkapkan oleh Saroson (dalam Smet, 1994) yang menyatakan bahwa dukungan sosial adalah transaksi interpersonal yang ditunjukkan dengan memberikan bantuan pada individu lain, bantuan tersebut diperoleh dari orang yang berarti bagi individu yang bersangkutan. Dukungan sosial dapat berupa pemberian infomasi, bantuan tingkah laku, ataupun materi yang didapat dari hubungan sosial akrab yang dapat membuat individu merasa diperhatikan, bernilai, dan dicintai.

Menurut Sidney Cobb (Sarafino, 1994), orang-orang yang menerima dukungan sosial percaya bahwa mereka dicintai, diperhatikan, dihargai, serta merasa sebagai bagian dari jaringan/jalinan sosial, seperti keluarga atau komunitas yang memberikan bantuan pada saat diperlukan.

Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa dukungan sosial adalah dukungan atau bantuan yang berasal dari orang yang memiliki hubungan sosial akrab dengan individu yang menerima bantuan, seperti anggota keluarga, teman, dan orang lain di sekitar individu di saat individu mengalami krisis dan masalah dalam kehidupan.

2. Faktor Penentu Dukungan Sosial

(35)

mendapat dukungan atau tidak (Broadhead et al., 1983; Wortman & Dunkel-Schetter, 1987, dalam Sarafino, 1994).

Salah satu faktor ini terkait dengan potensi yang dimiliki individu penerima dukungan. Dalam satu hal, orang-orang tidak mungkin menerima bantuan jika mereka tidak menginginkan orang lain mengetahui bahwa ia sedang memerlukan bantuan. Disamping itu, terkadang orang tidak cukup asertif untuk meminta bantuan atau merasa bahwa mereka seharusnya tidak bergantung pada orang lain. Mereka tidak mau membebani orang lain, merasa tidak nyaman untuk percaya kepada orang lain atau mereka tidak mengetahui siapa yang bisa diminta bantuannya.

Faktor lain adalah potensi dari pemberi dukungan, yaitu ketika pemberi dukungan tidak memiliki sumber daya yang diperlukan, berada dalam keadaan stress dan diri mereka sendiri juga perlu mendapat dukungan atau mereka sama sekali tidak sensitif terhadap kebutuhan orang lain.

(36)

kerelaan untuk saling mempercayai). Individu yang memiliki jaringan/jalinan sosial dengan kuantitas dan kualitas yang tinggi kemungkinan akan mendapat banyak dukungan sosial.

3. Definisi Dukungan Ibu Terhadap Anak yang Mengalami Kekerasan

Seksual

Kekerasan seksual anak membawa dampak yang menimbulkan kecemasan dan menyebabkan stres pada anak. Pada situasi yang menekan ini, anak membutuhkan bantuan dari orang-orang terdekat, seperti keluarga, untuk mereduksi munculnya efek dari kekerasan yang terjadi.

(37)

Hal ini diperkuat penelitian Adam Tucker, Everson et al., dan Herriot (dalam Smith, 2010) yang menyebutkan bahwa konsep dukungan ibu meliputi tindakan perlindungan pada anak seperti memisahkan diri dengan pelaku kekerasan, dukungan verbal dan emosional setelah terjadinya pengungkapan dengan memberikan tanggapan yang empati pada anak, serta kepercayaan ibu terhadap laporan anak mengenai kekerasan yang terjadi.

Berdasarkan penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa dukungan ibu terhadap anak yang mengalami kekerasan seksual meliputi bantuan yang diberikan pada anak berupa kepercayaan, dukungan emosional, dan tindakan perlindungan yang dilakukan ibu untuk membantu pemulihan kondisi anak setelah tejadinya kekerasan seksual.

Dukungan ibu terhadap anak yang mengalami kekerasan seksual dapat diukur dengan menggunakan skala MSSQ (Maternal Self-Report Support Questionaire). Skala ini mengukur persepsi ibu dalam memberikan dukungan

pada anak yang mengalami kekerasan seksual. Skala MSSQ disusun berdasarkan konsep dukungan ibu yang terdapat dalam literature klinis dan juga teori dalam alat ukur Parental Support Questionaire. Skala ini terdiri dari 2 faktor, yaitu faktor Emotional Support dan Blame/Doubt (Smith, dkk, 2010).

(38)

mengukur dukungan ibu terhadap kekerasan seksual pada anak sesuai dengan tujuan penelitian yang hendak di capai oleh peneliti.

4. Bentuk Respon Dukungan Ibu

Alagia & Turton (2005) membedakan 2 bentuk dukungan ibu terhadap kekerasan seksual pada anak, yaitu:

a. Respon mendukung merupakan bentuk dukungan pada anak yang meliputi kepercayaan terhadap laporan atau pernyataan anak, tindakan efektif untuk melindungi anak dari kekerasan lebih lanjut, dan menyediakan dukungan emosional untuk anak.

b. Respon tidak mendukung, meliputi ketidakpercayaan terhadap anak mengenai laporan kekerasan seksual yang dialami, percaya kepada anak tetapi juga menyalahkan, menunjukkan kemarahan pada anak, serta tidak melakukan tindakan yang cukup kuat untuk melindungi anak.

5. Faktor yang Mempengaruhi Dukungan Ibu

Beberapa faktor yang berpotensi dapat mempengaruhi dukungan ibu terhadap anak yang mengalami kekerasan seksual adalah:

a. Karakteristik Maternal

1) Penyalahgunaan napza pada ibu

(39)

kekerasan seksual yang dialaminya, ibu akan merasa tidak dapat mengatasi masalah tersebut dengan baik. Hal ini disebabkan munculnya depresi dan kecemasan dalam diri ibu mengenai konsekuensi yang mungkin terjadi jika ibu melapor ke Lembaga Sosial dan mereka mengetahui bahwa ibu mengalami penyalahgunaan napza. Ibu merasa khawatir akan disalahkan atas kekerasan tersebut atau cemas jika orang lain berpikir dia adalah ibu yang buruk atas perbuatannya (Bolen & Lamb, 2004).

2) Kesehatan Mental Ibu

Peneliti sebelumnya, Herriot (dalam Coohey & O’Leary, 2008) menyelidiki hubungan antara kesehatan mental ibu dengan dukungan pada anak, hasilnya menunjukkan bahwa adanya masalah kesehatan mental pada ibu terkait dengan kurangnya perlindungan yang diberikan pada anak. Hal tersebut konsisten dengan hasil penelitian Runyan et al. (1992) yang menemukan ibu dari anak usia 14-17 tahun yang mengalami depresi berat kurang dapat memberikan dukungan pada anak mereka atas peristiwa yang terjadi.

3) Status Pekerjaan Ibu

(40)

ekonomi dengan dukungan ibu. Jika ibu dalam kondisi masih tergantung secara ekonomi dengan pelaku kekerasan, hal ini menyebabkan kurangnya kemampuan ibu untuk memberikan dukungan ketika anak mengalami kekerasan seksual (dalam Cyr et al, 2003). Jika ibu berada di pihak anak, ia memiliki kekhawatiran akan kehilangan dukungan ekonomi dari pelaku kekerasan, dalam hal ini ketika pelaku adalah pasangan ibu. Studi klinis juga menunjukkan bahwa status ketergantungan ekonomi menjadi prediktor dukungan maternal terhadap anak.

4) Ibu Dengan Sejarah Kekerasan Seksual pada Masa Anak-anak

Dalam review Elliot & Carnes (2001) dijelaskan bahwa ibu dengan sejarah kekerasan seksual pada masa anak-anak berhubungan dengan tingkat dukungannyaterhadap anak yang mengalami kekerasan. Pernyataan tersebut didukung oleh hasil penemuan Morrison & Clavenna-Valleroy (1998) yang menjelaskan bahwa anak perempuan mendapat lebih banyak dukungan dari ibu yang memiliki sejarah kekerasan seksual pada masa anak-anak dibandingkan ibu tanpa sejarah kekerasan seksual.

(41)

b. Karakteristik Anak

1) Usia Anak

Kekerasan seksual dapat terjadi pada berbagai tingkatan usia, baik dari anak-anak antara 0 sampai 12 tahun maupun usia remaja antara 13 sampai 18 tahun (Fergusson & Mullin, 1999). Perbedaan usia tersebut diketahui juga berhubungan dengan tingkat dukungan ibu. Dijelaskan bahwa anak dengan usia yang lebih muda akan mendapat lebih banyak dukungan daripada anak yang usianya lebih tua (Pintello & Zuravin, 2001; Sirles & Franke, 1989; Lyon&Koulompos-Lenares, 1987 dalam Elliot & Carnes, 2001).

Anak usia remaja kurang mendapatkan dukungan dari ibu karena mereka dianggap lebih dapat bertanggung jawab atas terjadinya kekerasan (Elliot & Carnes; Colling & Paine; Salt et al. dalam Roshental, Feiring & Taska, 2003). Disisi lain, beberapa peneliti tidak menemukan adanya perbedaan tingkat dukungan ibu terhadap usia anak (Cyr, et al., 2003; Everson, Hunter, Runyan, Edelsohn, & Coulter, 1989 dalam Elliot & Carnes, 2001).

2) Jenis Kelamin Anak

(42)

mengalami kekerasan seksual dengan tingkat yang lebih parah daripada anak laki-laki dan dengan dampak yang lebih serius pula (dalam Roshental et al., 2003).

Jenis kelamin anak juga memberikan dampak pada dukungan sosial dan penyesuaian diri setelah terjadi kekerasan. Penelitian sebelumnya menemukan bahwa anak laki-laki lebih dipercayai dan mendapatkan dukungan dari ibu daripada anak perempuan (Salt, Myer, Coleman, Sauzier, 1990; Lyon & Koumpoulos-Lenares,1987 dalam Elliot & Carnes, 2001). Akan tetapi, peneliti lain menemukan hasil yang berbeda dimana jenis kelamin tidak berhubungan dengan dukungan ibu terhadap kekerasan seksual pada anak (Bolen, 1998; Sirles & Franke, 1989; Everson et al.&Herriot dalam Elliot & Carnes 2001).

c. Karakteristik Pelaku kekerasan

1) Hubungan pelaku dengan anak

(43)

ayah tiri dari anak, menyebabkan ibu kurang dapat memberikan dukungan pada anak.

Akan tetapi, penelitian Everson et al. (1989) menunjukkan hasil yang berbeda, yaitu bahwa ibu cukup mendukung anak ketika mengalami kekerasan seksual yang dilakukan oleh pasangan ibu, tanpa menghiraukan pelaku adalah ayah biologis atau non biologis anak. Penelitian De Young (1994) juga menunjukkan bahwa ibu lebih mempercayai dan mendukung anak ketika pelaku kekerasan adalah ayah biologis dari anak (parental incest).

2) Pelaku pengguna alkohol

Dalam penelitian Sirles & Franke (1989) ditemukan bahwa ibu lebih percaya pada anak mengenai terjadinya kekerasan ketika pelaku mengkonsumsi alkohol daripada tidak. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Bolen (2002) yang menunjukkan bahwa jika pelaku kekerasan adalah pengguna alkohol, ibu lebih mempercayai pengungkapan yang dilakukan anak.

3) Pelaku mengakui terjadinya kekerasan

(44)

keraguan ibu terhadap pengungkapan anak sehingga memunculkan respon lebih simpatik serta mendukung anak, terutama pada korban anak usia remaja.

d. Karakteristik Kekerasan Seksual

1). Tingkat keparahan kekerasan

Peneliti sebelumnya menjelaskan bahwa semakin parah tingkat kekerasan yang dialami anak, hal ini berpengaruh pada semakin sedikitnya dukungan yang ibu berikan (Herriot, 1996; Shappiro & Kassem 1993; Sirles & Franke, 1989 dalam Bolen, 2002).Cyr et al., 2003 dalam penelitiannya juga membuktikan bahwa tingkat keparahan kekerasan berhubungan dengan dukungan ibu terhadap anak.

2). Durasi terjadinya kekerasan

Dalam penelitiannya, Cyr et al. (2003) menemukan bahwa kekerasan yang terjadi dalam jangka waktu yang panjang dapat menyebabkan ibu menjadi kurang mendukung anak. Bolen (2002) juga menyatakan bahwa waktu terjadinya kekerasan terkait dengan dukungan ibu pada anak yang menyebabkan kurangnya dukungan ibu pada anak.

(45)

jenis kelamin anak, hubunganpelaku kekerasan dengan anak dan sejarah kekerasan ibu pada masa kanak-kanak telah diterima memiliki hubungan dengan dukungan ibu. Tetapi perbedaan tingkat dukungan ibu jika dilihat dari faktor-faktor tersebut belum konsisten hasilnya.

B. Kekerasan Seksual Anak Intrafamilial

1. Definisi Kekerasan Seksual Anak

Dalam reviewnya, Putnam (2003)mendefinisikan kekerasan seksual anak sebagai tindakan seseorang (pelaku) menyentuh bagian seksual korban dari bawah atau dari atas bajunya, melakukan hubungan seksual dengan korban, atau melibatkan korban untuk melakukan kontak oral maupun genital. Hornor (2010)mendefinisikan kekerasan seksual anak sebagai perilaku seksual atau kontak seksual yang dilakukan orang dewasa atau orang yang usianya lebih tua dari anak untuk tujuan kepuasan seksual pelaku.

(46)

Disamping itu, dalam penelitian Modelli, Galvao, & Pratessi (2011) disebutkan bahwa kekerasan seksual adalah aktivitas seksual yang terjadi pada anak di bawah usia 18 tahun, aktivitas tersebut tidak dimengerti oleh anak, tanpa adanya persetujuaan atau melanggar hukum. Aktivitas ini meliputi perabaan, kontak oral-genital, pemerkosaan, penetrasi genital dan anal, memperlihatkan alat kelamin, dan menggunakan anak untuk tindakan pornografi.

Dapat disimpulkan bahwa kekerasan seksual anak adalah bentuk aktivitas seksual yang pada umumnya dilakukan oleh orang dewasa pada anak dengan tujuan untuk mencapai kepuasaan seksual bagi pelakunya, dalam hal ini anak tidak sepenuhnya memahami aktivitas seksual yang terjadi dan perbuatan tersebut melanggar hukum.

2. Kekerasan Seksual Anak Intrafamilial

Kekerasan seksual pada anak dalam ranah intrafamilial adalah segala bentuk pelecehan atau eksploitasi yang dilakukan oleh figure ayah dari anak meliputi ayah kandung, ayah tiri, atau pun pasangan dari ibu terhadap anak di bawah usia 18 tahun (Lovett, 1995; deYoung, 1994; Sirels & Franke, 1989; Faller, 1988).

(47)

Berdasarkan uraian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa kekerasan seksual pada anak dalam ranah intrafamilial adalah aktivitas seksual yang dilakukan anggota keluarga pada anak.

3. Bentuk Kekerasan Seksual

Bentuk kekerasan seksual anak yang tercantum dalam penelitian Pierbe & Svedin (2008)mencakup :

a. Non-contact abuse, merupakan kekerasan tanpa kontak yang digambarkan ketika pelaku menunjukkan sesuatu yang tidak pantas miliknya pada anak, misalnya exhibitionism.

b. Contact abuse, merupakan kekerasan yang terjadi ketika pelaku meraba atau menyentuh wilayah seksual anak dengan tidak semestinya, atau meminta anak untuk menyentuh wilayah seksual seseorang, atau pelaku meminta korban melakukan masturbasi maupun onani.

c. Penetrative abuse, merupakan kekerasan secara seksual dengan tingkat paling berat yaitu dengan melakukan hubungan seksual, oral, atau anal antara pelaku dengan anak. Penetrasi dapat dilakukan dengan bagian tubuh dan/atau benda (seperti menggunakan jari, lidah, penis).

(48)

yang diakibatkan oleh kekerasan tersebut (Baso & Fatturohman, 2002). Kategori-kategori tersebut adalah sebagai berikut:

a. Kekerasan seksual kategori ringan, yang termasuk dalam kategori ini adalah kekerasan secara verbal seperti ditatap, disenyumi, disiuli atau dikomentari, dipaksa mendengar pembicaraan tentang seks, ditelpon cabul yang semuanya ini terjadi dengan maksud untuk kepuasan seksual.

b. Kekerasan seksual kategori sedang. Batasan kekerasan seksual kategori sedang meliputi colekan dari pelaku, tepukan, atau dicubit, digerayangi, dipaksa memegang organ tubuh, dicium atau dipeluk, dipertontonkan alat kelamin, dan dipaksa melihat material berbau seks (video, foto, majalah), dan diintip oleh pelaku untuk tujuan seksual.

c. Kekerasan seksual kategori berat. Kategori yang terakhir adalah kekerasan dengan kategori berat yang mencakup tindakan penyerangan untuk pemerkosaan dan penganiayaan secara seksual. Tindakan-tindakan tersebut membawa dampak jangka panjang yang lebih berat bagi anak.

4. Dampak Kekerasan Seksual pada Anak

(49)

a. Anak korban usia prasekolah (antara usia 0 dan 6 tahun).

Dampak dari kekerasan seksual akan muncul dalam bentuk mimpi buruk, muncul gejala kecemasan, gejala stres pasca trauma, serta perilaku seksual yang dilakukan anak.

b. Anak korban usia sekolah (antara usia 6 dan 12 tahun)

Dampak yang muncul seperti adanya ketakutan hingga dapat mengalami gangguan mental/neurotik, agresi, mimpi buruk, masalah dalam sekolah, hiperaktif, dan perilaku regresif.

c. Anak korban usia remaja (antara usia 13 dan 18 tahun)

Dampak adanya kekerasan seksual dapat menimbulkan depresi pada anak, perilaku menarik diri, keinginan bunuh diri, atau perilaku melukai diri, keluhan somatik, tindakan ilegal, melarikan diri, dan penyalahgunaan obat-obatan.

Selain ditinjau dari tahap perkembangan anak, secara keseluruhan dampak dari kekerasan seksual ini tidak hanya membuat anak mengalami kerugian fisik, akan tetapi dapat mempengaruhi emosi dan kejiwaan serta perilaku anak. Secara lebih jelas, dampak kekerasan seksual pada anak adalah sebagai berikut:

a. Dampak fisik

(50)

itu, dapat terjadi luka dan nyeri pada alat kelamin, pendarahan, bahkan dapat mengakibatkan kehamilan yang tidak diinginkan (Rifka Annisa, 2006).

b. Dampak secara emosi dan kejiwaan

Akibat kekerasan yang terjadi pada anak, anak dapat mengalami gejala stress pasca trauma yang berhubungan pula dengan gejala persisten seperti sulit tidur, sulit berkonsentrasi, dan kemarahan (Hornor, 2010). Di samping itu, depresi akan muncul akibat kekerasan seksual yang terjadi baik pada anak laki-laki maupun perempuan, dalam usia anak sebelum remaja, remaja dan saat dewasa. Tipe kekerasan yang terjadi dan hubungan anak dengan pelaku juga dapat mempengaruhi berkembangnya keparahan depresi pada anak (dalam Putnam, 2003). Pengalaman kekerasan seksual juga menempatkan anak pada risiko bunuh diri (Dube, Anda, Felliti, Champan, Williamson, & Giles, 2001).

c. Dampak perilaku

(51)

& Harlow dalam Hornor, 2010). Selain itu, dampak yang terjadi pada korban kekerasan seksual adalah sulit tidur serta meningkatnya nafsu makan yang memungkinkan kenaikan berat badan atau obesitas (Levitan et al., dalam Putnam, 2003).

Secara keseluruhan terlihat bahwa anak yang mengalami kekerasan seksual berpotensi mengalami mimpi buruk, depresi, perilaku menarik diri, neurotik, agresi, dan perilaku regresif sebagai dampak dari kekerasan seksual yang dialami.

5. Faktor Risiko Anak Menjadi Korban Kekerasan Seksual

Beberapa faktor yang berkaitan dengan meningkatnya resiko kekerasan seksual pada anakadalah sebagai berikut:

a. Jenis Kelamin

Jika dilihat dari perbedaan jenis kelamin, beberapa peneliti menemukan bahwa anak perempuan lebih berisiko mengalami kekerasan seksual dibandingkan anak laki-laki (Putnam, 2003; Boney-McCoy, Finkelhor, & Sedlak dalam Black, Heyman, & Smith-Slep, 2001). Disisi lain, Finkelhor (1997) tidak menemukan hubungan antara jenis kelamin dengan korban kekerasan seksual (dalam Black, et al., 2001), artinya kekerasan seksual dapat terjadi pada anak laki-laki dan perempuan.

b. Usia

(52)

di bawahnya. Hal ini diperkuat oleh review yang dilakukan Putnam (2003)yang memaparkan data mengenai faktor risiko kekerasan seksual anak berdasar usia. Diperkirakan 10% korban kekerasan seksual berusia antara 0 dan 3 tahun, 28,4% korban berusia antara 4 dan 7 tahun. Sementara itu, korban dengan usia antara 8 dan 11 tahun sebanyak 25,5%, sedangkan anak diatas usia 12 tahun menduduki presentase terbanyak sebesar 35,9%. Finkelhor, Moore, Hamby, and Straus (1997) menemukan bahwa remaja dengan usia 13-17 tahun lebih berisiko mengalami kekerasan seksual.

c. Difabilitas

Risiko kekerasan seksual lebih tinggi terjadi pada anak dengan difabilitas fisik,khususnya yang mengalami kebutaan, ketulian, dan retardasi mental daripada anak normal (Westcoot & Jones dalam Putnam, 2003). Disamping itu, anak yang memiliki performansi intelektual yang rendah juga memiliki risiko lebih tinggi terhadap kekerasan seksual (Manion dalam Black & Heyman, 2001).

d. Status Sosial Ekonomi

(53)

e. Konstelasi Keluarga

Jika dilihat dari konstelasi keluarga, anak dengan satu orangtua atau anak hidup tanpa orangtua biologis dapat meningkatkan risiko mengalami kekerasan seksual (Finkelhor, 1993). Hal yang sama juga terjadi pada anak yang hidup terpisah dari ibu kandung. Disebutkan bahwa anak dengan kondisi tersebut memiliki resiko tiga kali lebih besar mengalami kekerasan seksual. Disamping itu, hadirnya ayah tiri dalam keluarga juga dapat meningkatkan risiko anak mengalami kekerasan seksual. Anak tidak hanya mengalami kekerasan seksual oleh ayah tiri tetapi sebelum kehadiran ayah tiri, anak bisa mengalami kekerasan dari orang lain (dalam Putnam, 2003).

Beberapa studi juga menyebutkan bahwa ibu yang sakit (terutama sakit karena kecanduan alkohol, depresi, atau sakit jiwa), ibu yang mengalami perceraian, keluarga dengan ibu yang suka menghukum anak dikaitkan dengan meningkatnya risiko terjadinya kekerasan seksual pada anak (Ferguson &Mullen; Nelson, et al., dalam Putnam, 2003).

(54)

C. Ibu

1. Definisi Ibu

Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008) mendefinisikan ibu sebagai orang perempuan yang telah melahirkan seseorang. Disamping itu, seringkali ibu digambarkan dengan seorang wanita yang menikah dan menjalankan pekerjaan rumah tangga seperti merawat anak, memasak, membersihkan, dan lain sebagainya dan tidak bekerja di luar rumah (Kartini & Kartono, 1992)

Dari uraian diaas, dapat disimpulkan bahwa ibu adalah seorang wanita yang telah menikah dan membangun keluarga serta memiiki fungsi yang melekat di dalam dirinya.

2. Peranan Wanita Sebagai Ibu dalam Keluarga

Dalam kehidupan berkeluarga, setiap wanita memainkan peran kunci di dalam kehidupan. Dalam Kartini & Kartono (1992) dijelaskan bahwa ibu memiliki peran dalam kehidupan keluarga, diantaranya adalah:

a. Peran sebagai istri, mencakup sikap hidup yang mantap, bisa mendampingi suami dalam situasi bagaimanapun juga, mendorong suami untuk berkarier dengan cara-cara yang sehat.

b. Peran sebagai partner seks, mampu menciptakan hubungan heteroseksual yang memuaskan tanpa disfungsi seks. Ada relasi seksual yang tidak berlebihan dan juga tidak kurang. Ada kesediaan memahami partnernya dan rela berkorban. c. Peranan sebagai ibu dan pendidik. Seorang ibu mampu mendidik anak-anaknya

(55)

Memberikan rasa aman bagi anak. Memberikan iklim psikologis yang penuh kasih sayang, kesabaran, dan ketenangan, serta kehangatan serta merangsang pertumbuhan anak hingga dewasa.

d. Peranan ibu sebagai pengatur rumah tangga. Dalam hal ini terjadi pembagian kerja antara istri dan suami. Suami memiliki tugas untuk mencari nafkah, sedangkan ibu sebagai pengurus rumah tangga.

e. Peranan sebagai pasangan hidup. Disini ibu diharapkan mampu memiliki kebijaksanaan, mampu berpikiran luas, dan sanggup mengikuti gerak karier suaminya, sehingga muncullah kesamaan pandangan dan perasaan yang dapat memperkecil resiko perselisihan.

3. Ibu Sebagai Sumber Pengungkapan Kekerasan Seksual Anak

(56)

D. Korban Kekerasan Seksual

Definisi korban secara umum tercantum dalam Undang-undang No 13 Pasal 1 ayat 2 tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban yang menegaskan bahwa korban adalah seseorang yang mengalami penderitaan fisik, mental, dan/atau kerugian ekonomi yang diakibatkan oleh suatu tindak pidana. Suhandjati menyebutkan bahwa seseorang dapat dikatakan sebagai korban kekerasan apabila menderita kerugian fisik, mengalami luka dan kekerasan psikologis, dan trauma emosional (dalam Fuadi, 2011).

Dalam setiap kasus kekerasan, usia anak mengacu pada rumusan yang terdapat dalam Undang-undang Perlindungan Anak No. 23 tahun 2002, yang menjelaskan bahwa kategori anak adalah mereka yang berusia 0-18 tahun. Oleh karena itu, yang dimaksud korban kekerasan seksual anak adalah anak dengan usia 0-18 tahun yang menerima tindakan kekerasan seksual tanpa persetujuan dari anak dan anak mengalami dampak kekerasan tersebut.

E. Dinamika Dukungan Ibu Terhadap Kekerasan Seksual Intrafamilial Pada

Anak Ditinjau Dari Usia Anak, Jenis Kelamin Anak, Hubungan Anak

dengan Pelaku Kekerasan, Serta Sejarah Kekerasan Seksual Pada Ibu

(57)

budaya (Modelli et al., 2011).Terdapat bukti bahwa kekerasan seksual mempengaruhi anak perempuan dan laki-laki (Rogers & Davies, 2007).

Kekerasan seksual intrafamilial antara ayah dengan anak seringkali terjadi, namun sayangnya tidak semua kasus kekerasan seksual tersebut terungkap (Browman dkk., 2003). Hal ini disebabkan oleh banyak faktor, diantaranya adalah kekhawatiran korban terhadap kecenderungan munculnya respon negatif dari orang lain yang menerima pengungkapan (Bolen, 2002; Paine & Hansen, 2002). Pada kasus kekerasan seksual dalam ranah intrafamilial diketahui bahwa ibu merupakan tempat utama pengungkapan pengalaman kekerasan seksual pada anak (Ullman, 2003; Paine & Hansen, 2001).

Dukungan ibu atau bantuan yang diberikan dalam bentuk kepercayaan pada anak mengenai kekerasan yang terjadi, dukungan emosional, dan tindakan perlindungan yang diambil oleh ibu terhadap anak (Smith, Sawyer, Jones, Cross, McCart, & Ralston, 2010; Bolen, 2002; Corcoran, 1998; Herriot, 1996) diyakini penting dalam menentukan mekanisme coping yang diambil anak untuk mengatasi masalah ini (Smith et al., 2010). Selain itu, dukungan sosial yang diberikan oleh orangtua, sanak saudara, atau teman diketahui dapat mempengaruhi kesehatan psikologis dan penyesuaian diri anak dan remaja (Feiring, Taska, Lewis, 1998).

(58)

satu sisi, ibu berperan untuk tetap mendampingi pasangannya yang telah melakukan kekerasan, tetapi di sisi lainnya ibu memiliki tanggung jawab terhadap keadaan anak dan memulihkan kembali kondisi kejiwaan anak pasca kekerasan seksual yang terjadi (Kartini & Kartono, 1992).

Hal ini menyebabkan ibu memiliki tingkat dukungan yang beragam terhadap anak yang mengalami kekerasan seksual intrafamilial. Lebih lanjut diketahui bahwa terdapat banyak faktor yang mempengaruhi tingkat dukungan ibu tersebut. Dalam review literaturnya, Elliot & Carnes (2001) menyimpulkan penelitian yang berfokus pada variabel yang mempengaruhi dukungan ibu terhadap kekerasan seksual anak masih perlu diperdalam. Hal ini disebabkan oleh adanya ketidakkonsistenan hasil penelitian mengenai faktor-faktor yang dapat mempengaruhi dukungan ibu. Faktor-faktor tersebut ialah usia anak, jenis kelamin anak, hubungan ibu dengan pelaku kekerasan, dan sejarah kekerasan masa anak-anak pada ibu (Elliot & Carnes, 2001 dalam Cyr, et al., 2003).

(59)

terhadap dukungan dari ibu (Cyr, Wright, Toupin, Martinez, McDuff, & Theriault, 2003; Herriot, 1996; Everson, Hunter, Runyan, Edelsohn, & Coulter, 1989).

Pada variabel jenis kelamin anak, terdapat hasil yang belum konsisten kaitannya dengan dukungan ibu. Beberapa peneliti menemukan bahwa anak laki-laki lebih dipercayai dan dilindungi daripada anak perempuan (Salt, Myer, Coleman, & Sauzier, 1990; Lyon&Koumpoulos-Lenares, 1987), sedangkan peneliti yang lain menjelaskan bahwa jenis kelamin anak tidak berhubungan dengan dukungan ibu terhadap anak (Sirles & Franke, 1989; Herriot, 1996; Bolen, 1998; Everson, et al., 1989).

(60)

Sedangkan pada variabel sejarah kekerasan yang terjadi pada ibu di masa anak-anak, para peneliti dan klinisi memperkirakan bahwa ibu dengan sejarah kekerasan seksual memiliki kesulitan yang cukup kuat untuk mendukung anaknya yang juga mengalami kekerasan seksual (Cyr et al., 2003). Asumsi ini didukung oleh hasil penelitian Gomes-Schwartz, Horowitz, & Cardarelli; De Jong (dalam Elliot&Carnes, 2001) yang menemukan kurangnya dukungan yang diberikan pada anak ketika ibu memiliki sejarah kekerasan seksual pada masa kanak-kanaknya. Sementara itu, beberapa peneliti tidak menemukan hubungan yang signifikan antara sejarah kekerasan seksual pada ibu dengan dukungan yang diberikannya pada anak (Deblinger, Faller, Leifer, Myer, & Sas dalam Cyret al., 2003, Elliot & Carnes, 2001). Disisi lain, Morrison & Clavenna-Valleroy (dalam Cyr et al., 2003) menunjukkan bahwa ibu dengan sejarah kekerasan seksual lebih dapat memberikan dukungan pada anaknya.

(61)

hubungan ibu dengan pelaku, serta sejarah kekerasan seksual pada ibu. Hasil penelitian diharapkan bisa memberikan informasi baru terkait dengan dukungan ibu terhadap kekerasan seksual anak jika ditinjau dari faktor-faktor yang mempengaruhi dukungan ibu tersebut.

F. Pertanyaan dan Hipotesis Penelitian

a. Pertanyaan Penelitian

Bagaimanakah kecenderungan pemberian dukungan ibu terhadap anak yang mengalami kekerasan seksual intrafamilial?

b. Hipotesis Penelitian

1. Ho : Tidak ada perbedaan tingkat dukungan ibu ditinjau dari usia anak Ha : Ada perbedaan tingkat dukungan ibu ditinjau dari usia anak

2. Ho : Tidak ada perbedaan tingkat dukungan ibu ditinjau dari jenis kelamin anak

Ha: Ada perbedaam tingkat dukungan ibu ditinjau dari usia anak

3. Ho : Tidak ada perbedaan tingkat dukungan ibu ditinjau dari hubungan anak dengan pelaku kekerasan

Ha: Ada perbedaan tingkat dukungan ibu terhadap ditinjau dari hubungan anak dengan pelaku kekerasan

4. Ho : Tidak ada perbedaan tingkat dukungan ibu ditinjau dari sejarah kekerasan seksual ibu.

(62)

41

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian adalah penelitian factorial survey. Factorial survey menggabungkan unsur-unsur penelitian survei dan eksperimen. Peserta diambil secara acak, seperti desain survei, untuk mencapai sampel yang representatif dari populasi yang diminati. Dalam studi ini, subjek akan disajikan dengan sketsa singkat di mana peneliti secara acak memanipulasi variabel independen, yang disebut juga sebagai dimensi dalamfactorial survey (Alexander & Becker, 1978).

Dalam sebuah factorial survey responden disajikan deskripsi sketsa (vignette) yang berfungsi sebagai rangsangan tertentu yang telah secara acak dimanipulasi oleh peneliti.

B. Identifikasi Variabel

Variabel yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah: 1. Variabel Bebas

a. Variabel Manipulasi

1). Jenis kelamin anaksecara fiktif terdiri dari laki-laki dan perempuan 2). Usia anak secara fiktif terdiri dari usia 6 tahun dan 15 tahun

(63)

b. Variabel Terukur

1). Sejarah kekerasan seksual masa anak-anak pada ibu

2. Variabel Terikat: Dukungan ibu pada anak yang mengalami kekerasan seksual.

C. Definisi Operasional

Definisi operasional yang akan digunakan dalam penelitian ini, adalah : 1. Usia Anak

Pada variabel usia anak diketahui dengan cara memanipulasi usia anak yang terdiri dari usia 6 tathun dan 15 tahun. Usia 6 tahun di pilih peneliti dengan pertimbangan usia terebut masuk dalam kategori anak usia muda (0-12 tahun) yang dapat mengalami kekerasan seksual. Usia 15 tahun, dipilih peneliti dengan pertimbangan dapat mewakili usia anak kategori remaja yaitu dalam rentang usia 13-18 tahun.

2. Jenis Kelamin Anak

Cara untuk mengetahui jenis kelamin anak, peneliti memanipulasi jenis kelamin anak laki-laki dan perempuan dalam deskripsi kasus yang dipaparkan. Hal ini disebabkann kekerasan seksual dapat terjadi baik pada anak laki-laki atau pun perempuan (Fergusson & Mullin, 1999)

3. Hubungan Anak dengan Pelaku Kekerasan

(64)

ayah kandung (pasangan biologis) dan ayah tiri (pasangan non-biologis). Diketahui melalui manipulasi variabel tersebut dalam deskripsi kasus.

4. Sejarah Kekerasan Seksual Masa Anak-anak pada Ibu

Merupakan pengalaman kekerasan secara seksual yang dialami ibu ketika berusia kurang dari 18 tahun. Untuk mengetahui sejarah kekerasan seksual pada ibu, peneliti menggali hal tersebut dengan meminta subjek menjawab pertanyaan di bagian belakang angket terkait dengan pengalaman kekerasan seksual masa anak-anak

5. Dukungan Ibu Terhadap Kekerasan Seksual Intrafamilial pada Anak

Tingkat dukungan ibu terhadap kekerasan seksual dapat akan diketahui dari skor skala MSSQ (Maternal Self-Report Support Questionaire).

D. Subjek Penelitian

(65)

Selain itu, peneliti mendatangi rumah para ibu yang tinggal di sekitar rumah peneliti untuk diminta kesediaanya berpartisipasi dalam penelitian ini. Cara lain yang dilakukan peneliti untuk mendapatkan subjek adalah dengan meminta informasi dari rekan peneliti, dan menitipkan skala pada mereka untuk dibagikan pada ibu-ibu yang sesuai dengan kriteria penelitian.

Ibu yang menjadi subjek dalam penelitian ini belum tentu ibu dari anak yang memiliki sejarah kekerasan seksual intrafamilial. Akan tetapi, pada penelitian ini mereka dikondisikan anaknya mengalami kekerasan seksual melalui vignette (deskripsi kasus) yang dipaparkan.

E. Prosedur Penelitian

Pada penelitian ini penggunaan metode eksperimen bertujuan untuk mengkondisikan subjek sebagai ibu yang menerima laporan dan mengetahui bahwa anaknya mengalami kekerasan seksual yang dilakukan oleh ayahnya. Pengkondisian tersebut dilakukan sebab subjek penelitian belum tentu ibu dari anak yang mengalami kekerasan seksual. Untuk mendapatkan kondisi yang demikian, peneliti memberikan perlakuan/stimulus pada subjek berupa pemaparan deskripsi kasus kekerasan seksual (vignette) yang terjadi pada anak. Adapun prosedur pelaksanaan eksperimen yang dilakukan dalam penelitian ini dapat dijelaskan sebagai berikut:

(66)

2. Setelah itu, amplop-amplop tersebut diacak dan dibagikan kepada subjek. Dalam tahap ini sekaligus berfungsi untuk mengurangi bias penelitian dengan metode double blind. Yang dimaksud dengan double blind adalah peneliti tidak mengetahui subjek akan mendapatkan manipulasi kasus yang seperti apa dan dan subjek juga tidak mengetahui ia akan mendapat kasus yang seperti apa.

3. Setelah menerima satu paket kuesioner, subjek kemudian akan menjumpai dan diminta memahami deskripsi kasus tentang kekerasan seksual intrafamilial. Selanjutnya subjek diminta mengisi 3 pertanyaan terbuka untuk mengetahui respon terhadap kasus tersebut dan mengisi skala dukungan ibu terhadap anak yang mengalami kekerasan seksual.

4. Jika kuesioner telah diisi secara lengkap, peneliti memperkenankan subjek untuk memasukkan kembali kuesioner ke dalam dan diserahkan pada peneliti dalam keadaan amplop tertutup.

F. Metode dan Alat Pengumpulan Data

(67)

1. Vignette kasus kekerasan seksual anak

Vignette didefinisikan sebagai deskripsi tentang seseorang atau situasi

sosial yang berisi referensi faktor-faktor penting untuk pengambilan keputusan oleh subjek penelitian. Deskripsi tersebut dapat menghasilkan beberapa versi dari variabel-variabel bebas yang dimanipulasi (Alexander&Becker, 1978). Dalam penelitian ini, vignette menggambarkan kasus kekerasan seksual dari orang dewasa kepada anak dengan memanipulasi variabel jenis kelamin (laki-laki atau perempuan) dan usia anak (6 atau 15 tahun), serta hubungan anak dengan pelaku kekerasan (ayah kandung atau ayah tiri) sesuai tujuan penelitian yang akan dicapai. Vignettedisusun sendiri oleh peneliti dengan mengacu pada literature sebelumnya yang juga menggunakan vignette(Maynard & Wiederman, 1997).Tujuan penggunaan vignette adalah untuk menstandarisasi stimulus sosial bagi subjek penelitian dalam membuat keputusan terhadap kasus yang digambarkan.

2. Skala Maternal Self-Report Support Questionaire (MSSQ)

(68)

domain alat ukur yang sudah ada sebelumnya (sepertiParental Reaction to Incest Disclosure Scale, Parental Reaction Questionaire) dan literatur klinis.

Skala MSSQ ini dikembangkan di Amerika dan telah di uji cobakan kepada 264 ibu dari anak yang pernah mengalami kekerasan seksual. Partisipan diambil dari Lembaga Perlindungan Anak di Amerika.

Skala terdiri 2 faktor yang masing-masing terdiri dari 7 item, yaitu faktor Dukungan Emosional dan faktor Menyalahkan/Keraguan. Kedua faktor memiliki konsistensi internal yang dapat diterima sebesar 0.76 untuk faktor 1 dan 0.71 untuk faktor 2 (Smith et al., 2010).

Skala terdiri dari 14 item pernyataan, disini partisipan diminta untuk memberikan penilaian terhadap dirinya sendiri ketika dihadapkan pada kasus kekerasan seksual dengan cara memberikan tanda silang (X) pada rentang 0 (pernyataan sangat tidak sesuai dengan saya) sampai 6 (pernyataan sangat sesuai dengan saya).

(69)

Peneliti menggunakan skala ini dikarenakan skala terbukti valid dan reliabel dalam mengukur dukungan ibu terhadap anak yang mengalami kekerasan seksual (Smith, et al., 2010)

Dalam pemakaian skalaMaternal Self-Report Questionaire (MSSQ), proses yang dilakukan oleh peneliti adalah sebagai berikut:

a. Memberitahu kepada author melalui email untuk memohon ijin menggunakan skalanya di Indonesia.

b. Melakukan proses penerjemahan tiap item skala.

c. Skala diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia oleh 3 tenaga ahli, yaitu: 1. Nicolaus Teguh Budi Harjanto. Beliau adalah Dosen Universitas

Paramadina Jakarta dan pernah tinggal di Amerika selama 4 tahun. Dipilih dengan pertimbangan pernah tinggal di Amerika dan memahami bahasa Inggis-Amerika sesuai dengan lokasi skala MSSQ pertama kali dikembangkan.

2. Johanes Yudha Kurniawan, ia adalah Sarjana Sastra Inggris Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Lulus tahun 2007. Dipilih sebagai penerjemah karena lulusan dari Sastra Inggris tentunya memahami konteks bahasanya.

(70)

kekerasan seksual, sehingga memiliki pemahaman yang lebih banyak terkait dengan kasus ini.

Alasan peneliti meminta bantuan 3 ahli tersebut untuk menerjemahkan agarhasil terjemahan lebih obyektif.

d. Setelah skala diterjemahkan kemudianhasil dari terjemahan didiskusikan dengan dosen pembimbing sampai disepakati bentuk terjemahan yang sesuai dengan aslinya. Tahap ini disebut dengan tahap validitas isi menggunakan professional judgement.

e. Di samping itu, peneliti juga melakukan survei awal kepada 15 orang ibu untuk melihat kesesuaian konteks dan bahasa pada tiap pernyataan dalam skala. Tujuan diadakannya survei awal ini adalah untuk mengetahui adanya kemungkinan kesulitan dalam memahami kalimat dalam skala. f. Dari survei awal, diketahui ada 4 item yang menurut subjek masih kurang

jelas isi pernyataannya, sehingga peneliti melakukan perbaikan tata bahasa dalam pernyataan tanpa mengubah makna pernyataan aslinya.

3. Kuesioner dengan pertanyaan terbuka

Kuesioner ini digunakan untuk mengetahui secara lebih mendalam reaksi ibu yang berupa pikiran, perasaan, dan kemungkinan tindakan ketika dihadapkan pada kasus kekerasan seksual yang terjadi pada anak. Tiga pertanyaan dalam kuesioner tersebut adalah:

(71)

c. Apakah yang akan Anda lakukan setelah mendengar cerita anak?

G. Validitas dan Reliabilitas Alat Pengumpul Data

1. Validitas Alat Ukur

Validitas berarti sejauh mana ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur dalam melakukan fungsi ukurnya (Azwar, 2007).

a. Vignette

Validitas alat ukur ini diuji dengan menggunakan validitas isi. Validitas isi adalah validitas yang diestimasi lewat pengujian terhadap isi tes dengan analisis rasional atau lewat professional judgement (Azwar, 2008). Dalam penelitian ini, professional judgement dilakukan oleh dosen pembimbing skripsi.

b. Skala Maternal Self-Report Support Questionnaire (MSSQ)

Untuk mengetahui valditas dalam skala, peneliti tidak melakukan validasi pada skala ini sehingga mengacu pada validitas skala MSSQ yang telah ditetapkan dengan validitas konstruk. Validitas konstruk merupakan tipe validitas yang menunjukkan tes mengungkap suatu konstrak teoritik yang hendak diukurnya (Azwar, 2008).

Gambar

Tabel 16 Ringkasan Uji-T Berdasarkan Hubungan Anak dengan
Tabel 1.Data Jumlah Kasus Kekerasan Seksual pada Anak Perempuan
Tabel 2. Reliabilitas Skala Dukungan Ibu
Tabel 3. Rincian Pengambilan Data Penelitian
+7

Referensi

Dokumen terkait

I Nyoman Puriska (2009: dalam http://www.undiksha.ac.id) menyatakan, jika dianalisis, semboyan “Bhinneka Tunggal Ika” yang berasal dari bahasa Sansekerta itu terdiri dari

Penelitian yang berjudul Isolasi dan Identifikasi Bakteri pada Ikan Bandeng (Chanos chanos) busuk yang telah diawetkan dengan Pengasapan bertujuan untuk mengetahui

Masalah yang terdapat pada siswa kelas IV MI Miftahul Huda Soga Desa Tenajar Kidul Kecamatan Kertasemaya Kabupaten Indramayu adalah rendahnya hasil belajar siswa pada mata

keturunan dari anak yang telah meninggal sebelum dia (pewaris), atau meninggal bersama-sama dengan dia, sebesar saham yang seharusnya diperoleh anak itu dari

Interaksi asam basa Lewis banyak dijumpai pada fenomena sederhana seperti kompleksasi dan ekstraksi ion logam, adsorpsi dan pemutusan padatan ionik dalam keadaan padat

Hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa penggunaan pasir laut dengan persentase pasir laut sebesar 40% adalah cukup baik untuk mengurangi nilai plastisitas, selain dapat

Dari hasil Analisa metode elemen hingga, diperoleh ketebalan plat yang optimal untuk condylar prosthesis dari Groningen TMJ prosthesis adalah ketebalan plat 3 mm..

Berdasarkan lokasi asal benih, rata-rata pertumbuhan bibit dengan tiga kali pengukuran dapat diketahui bahwa pertumbuhan tinggi yang paling besar adalah bibit asal Carita