HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI SISWA TENTANG
PROFESIONALISME GURU DAN KECERDASAN EMOSIONAL
SISWA DENGAN PRESTASI BELAJAR SISWA
Studi Kasus pada siswa SMK YPKK I Sleman, Yogyakarta
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Pendidikan Akuntansi
Oleh : Felicitas Dwi M.H
NIM : 031334041
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AKUNTANSI
JURUSAN PENDIDIKAN DAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
i
HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI SISWA TENTANG
PROFESIONALISME GURU DAN KECERDASAN EMOSIONAL
SISWA DENGAN PRESTASI BELAJAR SISWA
Studi Kasus pada siswa SMK YPKK I Sleman, Yogyakarta
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Pendidikan Akuntansi
Oleh : Felicitas Dwi M.H
NIM : 031334041
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AKUNTANSI
JURUSAN PENDIDIKAN DAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
iv
M ott o
“M intalah, maka akan diberikan kepadamu; carilah, maka kamu akan mendapat; ketoklah, maka pintu akan dibukakan bagimu.”( M atius 7:7 )
“Berbahagialah orang yang berdukacita, karena mereka akan dihibur,”( M atius 5:4)
v
Persembahan
Dengan penuh cinta
K arya ini K upersembahkan untuk
Bapak dan I bu terkasih untuk segala doa dan pengorbanannya Yang tak ternilai… .
Suami dan anakku
M as M oko dan Thomas tercinta untuk semua cinta, kasih dan sayangmu.
M y God Jesus Christ’
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN
PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma :
Nama : Felicitas Dwi M.H Nomor Mahasiswa : 031334041
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul :
HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI SISWA TENTANG
PROFESIONALISME GURU DAN KECERDASAN EMOSIONAL SISWA DENGAN PRESTASI BELAJAR SISWA
Studi Kasus pada siswa SMK YPKK I Sleman, Yogyakarta
beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya di Internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupaun memberikan royalty kepada saya selamA tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.
Demikian pernyatan ini yang saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di Yogyakarta
Pada tanggal : 1 April 2008
Yang menyatakan
vi
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
Saya menyatakan denga n sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.
Yogyakarta, 10 Maret 2008 Penulis,
vii ABSTRAK
HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI SISWA TENTANG PROFESIONALISME GURU DAN KECERDASAN EMOSIONAL SISWA DENGAN PRESTASI
BELAJAR SISWA
Studi kasus pada siswa SMK YPKK I Sleman, Yogyakarta Felicitas Dwi M.H
Universitas Sanata Dharma Yogyakarta
2008
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: (1) hubungan yang positif dan signifikan antara persepsi siswa tentang profesionalisme guru dengan prestasi belajar siswa, (2) hubungan yang positif dan signifikan antara kecerdasan emosional siswa dengan prestasi belajar siswa.
Penelitian dilaksanakan di SMK YPKK I Sleman, Yogyakarta. Populasi penelitian ini sebanyak 545 responden. Jumlah sampel penelitian sebanyak 221 responden. Teknik pengambilan sampel adalah purposive sampling. Teknik pengumpulan data menggunakan metode kuesioner tertutup dan dokumentasi. Teknik analisis data menggunakan teknik analisis koefisien korelasi berganda untuk tiga variabel Product Moment dan teknik analisis regresi berganda.
viii ABSTRACT
THE RELATIONSHIP OF STUDENTS’ PERCEPTION ON THE
TEACHERS’ PROFESSIONALISM AND STUDENTS’ EMOTIONAL
INTELLEGENCE TOWARD STUDENTS ACHIEVEMENTS
A Study Case on the Students in SMK YPKK I, Sleman, Yogyakarta
Felicitas Dwi M.H Sanata Dharma University
Yogyakarta 2008
This research aimed to find out (1) a positive and significant relationship between the students’ perception on the teachers’ professionalism toward students’ achievement, (2) a positive and significant relationship between the students’ emotional intelligence toward students’ achievement.
The research was conducted in SMK YPKK I Sleman, Yogyakarta. The population of this research was 545 respondents. The sample was 221 respondents. The researcher used purposive sampling to take the sample. A closed and documentation questionnaire method was used to collect the data. Double correlation coefficient analysis technique was used to analyze the data for three variables Product Moment and Double Regression Analysis Technique.
ix
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis haturkan kepada Tuhan yang Maha Pemurah karena
skripsi yang berjudul “Hubungan antara Persepsi Siswa tentang Profesionalisme Guru
dan Kecerdasan Emosional Siswa dengan Prestasi Belajar Siswa” telah selesai tepat
pada waktunya. Skripsi ini ditulis dan diajukan untuk memenuhi salah satu syarat
memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Akuntansi. Penulis
menyadari bahwa proses penyusunan skripsi ini memiliki banyak kekurangan dan
mendapat berbagai masukan, kritik, dan saran dari berbagai pihak. Untuk itu penulis
mengucapkan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada:
1. Bapak Drs. T. Sarkim, M.Pd., Ph.D. selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan, Universitas Sanata Dharma Yo gyakarta.
2. Bapak Yohanes Harsoyo, S.Pd., M.Si. selaku Ketua Jurusan Pendidikan Ilmu
Pendidikan Sosial, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata
Dharma Yogyakarta.
3. Bapak Laurentius Saptono, S.Pd., M.Si. selaku Ketua Program Studi Pendidikan
Akuntansi, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma
Yogyakarta.
4. Bapak Ignatius Bondan Suratno, S.Pd., M.Si. selaku Dosen Pembimbing yang
telah banyak meluangkan waktu dalam memberikan bimbingan, memberikan
x
5. Bapak S. Widanarto Prijowuntato, S.Pd., M.Si. selaku Dosen Penguji yang telah
meluangkan waktu dalam ujian sarjana, memberikan kritik, dan saran untuk
kesempurnaan skripsi ini.
6. Bapak Drs. Bambang Purnomo, S.E., M.Si. selaku Dosen Penguji yang telah
meluangkan waktu dalam ujian sarjana, memberikan kritik, dan saran untuk
kesempurnaan skripsi ini.
7. Staf pengajar Program Studi Pendidikan Akuntansi yang telah memberikan
tambahan pengetahuan dalam proses perkuliahan.
8. Tenaga administrasi Program Studi Pendidikan Akuntansi yang telah membantu
kelancaran proses belajar selama ini.
9. Mas Adjie, Mbak Sila, Mas TiTet’s, Mbak Dinot, Siska, Metty, Mbak Eno, Mas
Yosi (yang dengan sabar menunggu aku ujian) dan seluruh teman-teman angkatan
2003 (yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu) yang telah memberikan
masukan, diskusi, dan motivasi selama proses belajar ini.
10.Mas Moko, Thomas dan adik kecil yang selalu memberikan dukungan doa, dan
motivasi untuk mampu menyelesaikan skripsi ini.
11.Bapak,Ibu dan keluarga Cengkareng (Mas Eka dan Marsel), terima kasih atas
segala pengorbanannya, doanya serta dukungannya hingga aku bisa
menyelesaikan studi dengan lancar.
12.Bapak, Ibu dan keluarga besar di Wonosari yang telah memberikan dukungan doa
xi
Halaman
HALAMAN JUDUL...i
HALAMAN PENGESAHAN PEMBIMBING...ii
HALAMAN PENGESAHAN ...iii
HALAMAN MOTTO...iv
HALAMAN PERSEMBAHAN...v
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA...vi
ABSTRAK...vii
ABSTRACT...viii
KATA PENGANTAR ...ix
DAFTAR ISI...xi
DAFTAR TABEL...xv
DAFTAR LAMPIRAN...xvi
BAB I PENDAHULUAN ...1
A. Latar Belakang Masalah...1
B. Batasan Masalah ...6
C. Rumusan Masalah ...7
D. Tujuan Penelitian...8
E. Manfaat Penelitian ...8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ...9
A. Persepsi Siswa tentang Profesionalisme Guru ...9
xii
B. Kecerdasan Emosional ...17
1. Pengertian Kecerdasan Emosional...17
2. Dimensi Kecerdasan Emosional...22
3. Faktor yang Mempengaruhi Kecerdasan Emosi ...23
4. Ciri-ciri Orang yang Memiliki Kecerdasan Emosi ...24
C. Prestasi Belajar Siswa...25
1. Pengertian Prestasi Belajar ...25
2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Prestasi Belajar ...29
D. Hubungan Antar Variabel Penelitian ...32
E. Hipotesis. ...34
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ...35
A. Jenis Penelitian ...35
B. Tempat dan Waktu Penelitian ...35
C. Subjek dan Objek Penelitian ...36
D. Populasi, Sampel Penelitian dan Teknik Penarikan Sampel...36
E. Variabel Penelitian...37
1. Variabel Independen ...37
2. Varabel Dependen...37
F. Definisi dan Pengukuran Variabel Penelitian ...38
G. Teknik Pengumpulan Data ...40
H. Teknik Analisis Data ...42
xiii
BAB IV GAMBARAN UMUM...54
A. Sejarah Berdirinya SMK YPKK I Sleman ...54
B. Visi dan Misi SMK YPKK I Sleman...57
C. Organisasi Sekolah SMK YPKK I Sleman...57
D. Data Siswa SMK YPKK I Sleman ...58
E. Kondisi Fisik dan Lingkungan...59
F. Fasilitas Pendidikan dan Latihan...62
G. Komite Sekolah...65
H. Kegiatan Ekstrakurikuler ...66
BAB V ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN...68
A. Deskripsi Data...68
1.Persepsi Siswa tentang Profesionalisme Guru...68
2. Kecerdasan Emosional...69
3. Prestasi Belajar Siswa ...70
B. Analisis Data ...70
1. Pengujian Prasyarat Analisis Data ...70
2. Uji Asumsi Klasik ...73
2. Pengujian Hipotesis ...76
C. Pembahasan Hasil Penelitian...81
BAB VI PENUTUP...85
xiv
3. Saran-saran...86
xiv
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Operasionalisasi Variabel Persepsi Orang Tua ... 20
Tabel 3.2 Operasionalisasi Variabel Minat Orang Tua ... 21
Tabel 4.1 Tingkat Pendidikan Responden... 32
Tabel 4.2 Tingkat Pendapatan Responden... 33
Tabel 4.3 Persepsi Orang Tua terhadap BOS... 34
Tabel 4.4 Minat Orang Tua untuk Menyekolahkan Anaknya ke SLTP... 35
Tabel 4.5 Hasil Pengujian Normalitas... 36
xv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran I Izin Penelitian... 51
Lampiran II Kuesioner ... 64
Lampiran III Data penelitian... 69
Lampiran IV Validitas, Reliabilitas, Normalitas, Linieritas ... 79
Lampiran V Analisis Deskriptif... 86
1 BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan adalah suatu pelayanan yang fundamental bagi
kepentingan umum secara keseluruhan. Dalam Mukaddimah UUD 1945,
pendidikan adalah tanggung-jawab negara. Pemerintah mengusahakan dan
menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional yang meningkatkan
keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Pendidikan nasional diselenggarakan oleh pemerintah
pusat, pemerintah daerah, dan masyarakat (penyelenggara sekolah swasta).
Dewasa ini pendidikan dianggap sebagai jalur yang semakin berarti
untuk menyiapkan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas. Melalui
pendidikan setiap warga masyarakat mendapat kesempatan untuk membina kemampuan dan keahliannya sehingga kekuatan-kekuatan potensial yang ada
dapat berkembang secara maksimal. Sementara itu harus diakui, bahwa
pendidikan di Indonesia masih banyak menghadapi permasalahan yang
cukup serius, seperti masalah kualitas guru, daya tampung sekolah, kualitas
para siswanya, pengelolaan kelas oleh guru, dan persepsi masyarakat terhadap pendidikan itu sendiri apakah pendidikan itu bermutu dan sesuai
dengan perkembangan jaman yang ada sekarang ini.
Sekolah merupakan salah satu lembaga pendidikan yang
sosial dan ilmiah dari sekolah, anak mengembangkan cara berpikir ilmiah
dalam memahami lingkungan fisik, sosial serta memecahkan masalah yang
dihadapinya. Di sekolah siswa mengalami proses belajar mengajar. Siswa
diperkenalkan dengan berbagai macam ilmu pengetahuan. Siswa juga mengalami kehidupan sosial bersama-sama dengan teman-teman dan guru.
Di sekolah pula, siswa menerima proses pembelajaran agar potensi mereka
berkembang secara seimbang antara kemampuan kognitif, afektif dan
psikomotorik.
Menurut Hamalik (1991:140), proses belajar dan hasil belajar pada siswa bukan saja ditentukan oleh sekolah, pola struktur, dan isi
kurikulumnya, akan tetapi ditentukan atau bahkan sebagian besar ditentukan
oleh profesionalisme guru yang mengajar dan membimbing mereka. Guru
adalah orang yang profesional, artinya secara formal mereka telah disiapkan
oleh lembaga atau institusi pendidikan yang berwenang. Kompetensi seorang guru mengacu ke kemampuan menjalankan tugas-tugas guru secara mandiri.
Ada empat kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang guru yaitu
kompetensi kepribadian, kompetensi pedagogik, kompetensi profesional
serta kompetensi sosial. Guru dianggap memegang peranan yang sangat
penting dalam pencapaian tujuan pendidikan yang merupakan pencerminan mutu pendidikan.
Guru yang profesional akan lebih mampu menciptakan suasana
lingkungan belajar yang efektif. Dalam membelajarkan siswa, seorang guru
mampu menciptakan kondisi belajar mengajar yang efektif pula. Metode
pengajaran yang menyenangkan, mampu mengelola kelasnya dengan baik,
memulai dan mengakhiri pelajaran tepat pada waktunya, mempersiapkan
bahan pelajaran yang akan diberikan di kelas dengan sebaik mungkin, akan mampu menciptakan proses belajar mengajar yang berjalan dengan baik dan
lancar sehingga hasil belajar siswa dapat mencapai hasil yang maksimal.
Cara mengajar guru yang menyenangkan dan suasana belajar yang kondusif
membuat siswa termotivasi untuk mengikuti proses pembelajaran di dalam
kelas dengan baik pula. Guru harus mampu menyajikan mata pelajaran yang benar-benar bermutu dan harus sesuai dengan perkembangan ilmu dan
teknologi. Dengan kondisi yang demikian, pada umumnya prestasi belajar
siswa pun tinggi.
Setiap siswa memiliki persepsi yang berbeda-beda tentang
profesionalisme dari seorang guru. Guru yang profesional diharapkan mampu membuat siswa lebih mudah dalam menerima dan memahami pelajaran.
Semakin mudah siswa menerima dan memahami pelajaran, maka prestasi
belajar yang akan dicapai oleh siswa tentu akan semakin baik. Begitu pula
sebaliknya, seorang siswa yang sulit dalam menerima dan memahami
pelajaran maka prestasi belajar yang dicapai tidak baik. Penelitian yang berjudul Hubungan antara Persepsi Siswa terhadap Profesionalisme Guru,
Motivasi Berprestasi dan Variasi Gaya Mengajar Guru dengan Prestasi
Belajar, menyimpulkan bahwa ada hubungan yang positif dan signifikan
siswa (Ika Liana Wati, 2003). Hal ini juga didukung oleh hasil penelitian
yang dilakukan oleh Dhanang Kurniadi Rinawat (2006) dengan judul
Hubungan antara Persepsi Siswa terhadap Profesionalisme Guru,
Kedisiplinan dalam Belajar Akuntansi dengan Prestasi Belajar Akuntansi, yang menyatakan bahwa persepsi siswa tentang profesionalisme guru
memiliki hubungan yang positif dan signifikan dengan prestasi belajar siswa
di kelas. Penelitian mengenai persepsi siswa tentang profesionalisme guru
juga dilakukan oleh Christina Ratnaningsih Ohoiwutun (2001) dengan hasil
ada hubungan yang positif dan signifikan antara persepsi siswa tentang profesionalisme guru dengan prestasi belajar siswa.
Prestasi belajar seorang siswa juga sangat dipengaruhi oleh
kecerdasan yang dimilikinya. Kecerdasan itu sendiri meliputi kecerdasan
intelektual dan kecerdasan emosional. Untuk mampu menguasai
materi-materi pelajaran yang diberikan oleh guru, seorang siswa memang harus memiliki kemampuan penalaran yaitu kecerdasan intelektual. Seorang siswa
dengan kecerdasan intelektual yang tinggi, memiliki prestasi belajar yang
tinggi pula. Selama beberapa dekade yang lampau memang tidak dapat
dipungkiri kalau kecerdasan intelektual, sangat mempengaruhi keberhasilan
seseorang dalam meraih puncak prestasi.
Namun, Daniel Goleman (1995) menyatakan bahwa ada faktor lain
yang mempengaruhi keberhasilan seseorang dalam berprestasi selain
kecerdasan intelektual (IQ), pendidikan tinggi, atau keterampilan teknis
Kecerdasan emosional adalah kemampuan untuk memotivasi diri sendiri dan
bertahan menghadapi frustasi, mengendalikan dorongan hati dan tidak
melebih- lebihkan kesenangan, mengatur suasana hati, dan menjaga agar
beban stres tidak melumpuhkan kema mpuan berpikir, berempati dan berdoa (Goleman, 1999:45).
Kemampuan untuk membedakan dan menanggapi dengan tepat
suasana hati, temperamen, motivasi dan hasrat orang lain, merupakan kunci
pengetahuan diri dan akan menuntun pada tingkah laku yang tepat
(Melianawati dkk, 2001:58). Kecerdasan emosional merupakan prediktor yang lebih baik dalam kesuksesan seseorang daripada pengalaman yang
relevan atau kecerdasan intelektual yang tinggi. Kecerdasan Emosional
mencakup kemampuan yang berbeda-beda, tetapi saling melengkapi dengan
kecerdasan intelektual yaitu kemampuan-kemampuan kognitif murni yang
diukur dengan kecerdasan intelektual.
Seseorang mempunyai kecerdasan emosional yang tinggi karena
dapat menjalani kehidupan dan berhubungan dengan orang lain secara baik.
Seorang siswa yang dapat mengenali lingkungan di kelasnya, mampu
mengelola suasana hatinya di dalam kelas, mampu mengatur emosinya serta
mampu berhubungan baik dengan guru dan teman-temannya akan mampu mengikuti pelajaran dengan baik. Kecerdasan emosional yang dimiliki siswa
akan mampu melatih kemampuan siswa tersebut, yaitu kemampuan untuk
mengelola perasaannya, kemampuan untuk memotivasi dirinya sendiri,
menunda kepuasan/kesenangan sesaat, serta mampu berempati dan bekerja
sama dengan orang lain. Kemampuan-kemampuan ini akan mendukung
seorang siswa dalam menerima dan memahami materi pelajaran yang
diberikan oleh guru di dalam kelas.
Penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Nugroho dan Budhya nto
(2000), Trisniwati dan Suryaningsum (2003), serta Charles Gultom (2006)
menyatakan bahwa kecerdasan emosional secara statistik tidak berpengaruh
secara signifikan terhadap tingkat prestasi belajar siswa. Namun, penelitian
ini ingin membuktikan bahwa kecerdasan emosional siswa diduga kuat memiliki hubungan yang positif dan signifikan dengan prestasi belajar siswa
di kelas.
Berdasarkan uraian di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan
penelitian dalam dunia pendidikan dengan judul “Hubungan antara
Persepsi Siswa tentang Profesionalisme Guru dan Kecerdasan
Emosional Siswa dengan Prestasi Belajar Siswa.”
B. Batasan Masalah
Ada banyak faktor yang mempengaruhi tinggi rendahnya prestasi
belajar siswa yang digolongkan ke dalam dua macam, yaitu: faktor yang berasal dari dalam diri siswa dan faktor yang berasal dari luar diri siswa.
Adapun faktor yang berasal dari dalam diri siswa adalah kecerdasan
(kecerdasan intelektual dan kecerdasan emosional), bakat, minat dan
berasal dari luar diri siswa adalah lingkungan (lingkungan alam, keluarga,
masyarakat dan lain- lain), sekolah (guru menguasai bahan pelajaran yang
akan diajarkan dan memiliki tingkah laku yang tepat dalam mengajar), serta
peralatan mengajar. Namun, secara lebih spesifik penulis lebih memfokuskan pada hubungan antara persepsi dari siswa tentang profesionalisme guru dan
kecerdasan emosional yang dimiliki oleh siswa dengan prestasi belajarnya .
Penulis akan menyelidiki apakah ada hubungan yang positif dan signifikan
antara persepsi siswa tentang profesionalisme guru dan kecerdasan
emosional siswa dengan prestasi belajar siswa.
Penulis membatasi penelitian ini pada jurusan akuntansi karena
keterbatasan waktu, tenaga dan dana yang tersedia juga karena penelitian ini
menyangkut profesionalisme guru yang pembahasannya harus dipusatkan
pada suatu keahlian khusus.
C. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah dan batasan masalah di atas,
maka dapat ditentukan rumusan masalah sebagai berikut: Apakah ada
hubungan yang positif dan signifikan antara persepsi siswa tentang
D. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini
adalah:
1. untuk mengetahui apakah ada hubungan yang positif dan signifikan antara persepsi siswa tentang profesionalisme guru dengan prestasi belajar siswa;
2. untuk mengetahui apakah ada hubungan yang positif dan signifikan antara
kecerdasan emosional siswa dengan prestasi belajar siswa.
E. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi pihak-pihak
sebagai berikut.
1. Bagi guru dan siswa
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan refleksi bagi para
guru dan siswa, bahwa profesionalisme guru dan kecerdasan emosional berhubungan dengan prestasi belajar siswa.
2. Bagi peneliti selanjutnya
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi tambahan referensi bagi
peneliti selanjutnya mengenai profesionalisme guru dan kecerdasan
9 BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Persepsi Siswa tentang Profesionalisme Guru
1. Persepsi Siswa
Davidoff (1998:232), mengemukakan bahwa persepsi adalah
proses yang mengorganisir dan menggabungkan data-data indera kita
(penginderaan) untuk dikembangkan sedemikian rupa sehingga kita dapat
menyadari sekeliling kita termasuk sadar akan diri sendiri. Kartono (1984:232), juga mengemukakan persepsi adalah pengamatan secara global,
belum disertai kesadaran, sedang subjek dan objeknya belum terbedakan satu
dari yang lainnya (baru ada proses memiliki tanggapan).
Sarlito (1992:45), mendefinisikan persepsi sebagai sejumlah
penginderaan disatukan dan dikoordinasikan di dalam pusat syaraf yang lebih tinggi dari otak) sehingga manusia bisa mengenali dan menilai objek-objek.
Bermula dari adanya rangsang dari luar individu (stimulus), individu menjadi
sadar akan adanya stimuli ini melalui sel-sel syaraf reseptor (penginderaan)
yang peka terhadap bentuk-bentuk energi tertentu (cahaya, suara, suhu). Bila
sumber ene rgi itu cukup kuat untuk merangsang sel-sel reseptor, maka terjadilah penginderaan.
Menurut Morgan, King dan Robinson yang dikutip juga oleh Adi
(1994:105), persepsi menunjukkan pada bagaimana kita melihat, mendengar,
persepsi dapat pula didefinisikan sebagai segala sesuatu yang dialami oleh
manusia. Oleh karena faktor-faktor yang ada pada setiap orang itu berbeda,
maka persepsi yang dilakukan oleh beberapa orang terhadap objek yang
sama dapat menghasilkan beberapa persepsi yang berbeda pula.
Menurut Bimo (1994:53), persepsi adalah suatu proses yang
didahului oleh penginderaan, diterimanya stimulus melalui reseptor
kemudian diteruskan ke otak dan terjadilah proses psikologis, sehingga
individu menyadari apa yang ia lihat, dengar, dan sebagainya. Syarat
seseorang mengadakan persepsi menurut Bimo (1994: 53-54) adalah sebagai berikut.
a. Adanya objek yang dipersepsikan
b. Alat indera atau reseptor
c. Perhatian
Menurut Mitfah (1983:149-157), ada berbagai macam faktor perhatian yang berasal dari luar maupun dari dalam yang dapat
mempengaruhi proses persepsi.
a. Faktor dari luar yang berasal dari pengaruh lingkungan luar, antara lain :
intensitas, ukuran, keberlawanan atau kontras, pengulangan, gerakan.
b. Faktor dari dalam diri seseorang yang mempengaruhi proses seleksi, antara lain : proses belajar, motivasi, kepribadian.
Berdasarkan pendapat di atas, maka dapat ditarik kesimpulan
dari alat inderanya yang kemudian diteruskan ke otak sehingga ia sadar apa
yang ia alami.
2. Profesionalisme Guru
Profesional berasal dari kata sifat profesi yang berarti pencaharian
dan sebagai kata benda yang berarti orang yang mempunyai keahlian. Istilah
profesi memang selalu menyangkut pekerjan, tetapi tidak semua pekerjaan
dapat disebut sebagai profesi (Samuel, 2007:25). Profesi adalah sesuatu
jabatan atau pekerjaan yang menuntut keahlian dari pelakunya, tidak bisa dilakukan oleh orang yang tidak terlatih. Ciri-ciri profesi (Partino: 1999),
adalah sebagai berikut: (1)diperoleh melalui masa pendidikan yang panjang;
(2)pelaksanaan tugas profesi harus dilandasi oleh rasa tanggung jawab yang
tinggi; (3)profesi seseorang harus selalu ditingkatkan, diperbaharui, sesuai
dengan kemajuan dan tuntutan jaman; (4)sesama profesi terdapat suatu ikatan Sujud (1991) mengemukakan bahwa profesional adalah pekerjaan atau
kegiatan yang dilakukan oleh seseorang dan menjadi sumber penghasilan
kehidupan yang memerlukan keahlian, kemahiran, atau kecakapan yang
memenuhi standar mutu atau norma tertentu serta memerlukan pendidikan
profesi. Sudjana (1989:40), pekerjaan yang bersifat profesional adalah pekerjaan yang hanya dapat dilakukan oleh mereka yang khusus dipersiapkan
untuk itu dan bukan pekerjaan lain.
Profesionalisme (Samuel, 2007:25) menunjuk kepada komitmen
dan terus menerus mengembangkan strategi yang digunakannya dalam
melakukan pekerjaan, sesuai dengan profesinya. Guru adalah pendidik
profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing,
mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar dan
pendidikan menengah. Sahertian (1992), mengemukakan bahwa jabatan guru
mengandung arti pelayanan yang luhur. Guru adalah pelayan, pelayan
anak-anak yang terhormat yang memanusiakan manusia muda. Guru adalah orang
yang profesional, artinya secara formal mereka telah disiapkan oleh lembaga atau institusi pendidikan yang berwenang. Lembaga pendidikan yang
berwenang saat ini adalah Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan
(LPTK).
Guru profesional adalah orang yang memiliki kemampuan dan
keahlian khusus dalam bidang keguruan sehingga ia mampu melakukan tugas dan fungsinya sebagai guru dengan kemampuan maksimal, atau dengan
kata lain guru profesional adalah orang yang terdidik dan terlatih dengan
baik, serta memiliki pengalaman yang kaya dibidangnya (Samana, 1994:32).
Menurut Suwarno (1981), pekerjaan guru adalah suatu profesi di dalam
masyarakat, karena itu pekerjaan guru tidak dapat dipegang oleh sembarang orang yang tidak memenuhi syarat untuk profesi tersebut. Menurut Ahmadi
dan Uhbiyati (1991:52), persyaratan khusus untuk menjadi seseorang
pendidik adalah: (1)pendidik harus mengetahui tujuan pendidikan yang
(3)pendidik harus mempunyai prinsip di dalam menggunakan alat
pendidikan. Pekerjaan guru dianggap sebagai pekerjaan mulia yang sangat
berperan dalam pengembangan sumber daya manusia. Oleh karena itu
sebenarnya yang boleh menjadi guru adalah orang-orang pilihan.
Dengan demikian guru dapat dikatakan profesional jika telah
menguasai bidang yang akan diajarkan, strategi belajar, landasan
kependidikan, mampu menggunakan media pendidikan, teknik mengelola
kelas, mampu melaksanakan evaluasi hasil belajar, mampu melaksanakan
bimbingan dan penyuluhan, mampu melaksanakan administrasi sekolah serta mampu menafsirkan hasil- hasil penelitian untuk kepentingan kerjanya.
Untuk dapat melaksanakan tugasnya dengan baik, guru memerlukan
kemampuan.
Cooper (1977) mengatakan bahwa guru harus memiliki
kemampuan merencanakan pengajaran, menyajikan bahan pelajaran, menuliskan tujuan pengajaran, memberikan pertanyaan kepada siswa,
mengajarkan konsep, berkomunikasi dengan siswa, mengamati kelas, dan
mengevaluasi hasil belajar siswa. Sedangkan menurut Depdikbud (1983:5),
kemampuan yang harus dimiliki oleh seorang guru adalah kemampuan
membuat rencana pelajaran, kemampuan melaksanakan pengajaran, dan kemampuan dalam melaksanakan hubungan antar pribadi. Berdasarkan Pasal
28 PP No. 19 tahun 2005 tentang standar Nasional Pendidikan, seorang guru
1. Kompetensi kepribadian
Guru memiliki keterampilan yang tinggi dalam mengenal dan mengelola
emosinya. Ini penting karena dalam praktiknya minat belajar siswa didik
tumbuh, bukan karena lengkapnya fasilitas sekolah melainkan karena hati guru. Kompetensi ini meliputi: menghayati serta mengamalkan nilai
hidupnya, bertindak jujur dan bertanggung jawab.
2. Kompetensi Pedagogik
Guru diharuskan melaksanakan dengan benar perihal menyangkut
penugasan dan pelaksanaan pembelajaran, pemahaman terhadap siswa didik, dan dorongan terhadap anak didik agar mampu mengaktualisasikan
potensi dirinya. Hal ini mengharuskan guru memiliki dasar-dasar yang
kuat diseputar permasalahan didaktik dan metodik.
3. Kompetensi Profesional
Mengharuskan guru semakin me nyadari bahwa tugasnya sebagai guru adalah sebuah komitmen untuk menjalankan sebuah pekerjaan pokok dan
bukan pekerjaan sambilan atau hobi. Tugas pokok ini mengharuskan guru
untuk terus belajar dan senantiasa menambah wawasan. Kompetensi
profesional ini meliputi hal- hal sebagai berikut: menguasai landasan
kependidikan, menguasai bahan pelajaran, menyusun program pengajaran, melaksanakan program pengajaran, mampu mengelola kelas, mampu
menilai prestasi belajar siswa untuk kepentingan pengajaran, mengenal
fungsi serta program pelayanan bimbingan dan penyuluhan, serta
4. Kompetensi Sosial
Mencakup kemampuan guru untuk senantiasa melaksanakan tugas
sosialnya. Guru harus mampu berkomunikasi dengan baik, tidak hanya
dengan siswa didik, melainkan juga dengan orangtua dan masyarakat pada umumnya. Kompetensi ini meliputi: mampu berperan sebagai pemimpin,
baik di lingkungan sekolah maupun di luar sekolah, bersikap bersahabat
dan terampil berkomunikasi dengan siapapun demi tujuan yang baik,
mampu berperan aktif dalam pelestarian dan pengembangan budaya
masyarakatnya.
Bila keempat potensi tersebut di atas dapat dimiliki oleh setiap
guru, maka ia akan dianggap sebagai sosok yang pantas digugu dan ditiru.
Menurut Darling- Harmond dan Goodwin (1993), hakikat pekerjaan guru
sebagai pekerja profesional paling tidak memiliki tiga ciri utama, yaitu:
1. penerapan ilmu dalam pelaksanaan pekerjaan didasarkan pada kepentingan individu pada setiap kasus;
2. pekerjaan profesional memiliki mekanisme internal yang terstuktur,
yang mengatur rekruitmen, pelatihan dan pemberian lisensi (ijin kerja),
dan ukuran standar untuk praktik yang etis dan memadai;
3. kaum profesional memiliki tanggung jawab utama terhadap kebutuhan kliennya.
Dari ciri-ciri profesionalisme tersebut di atas bahwa guru yang ahli
bukan seorang teknisi, melainkan seseorang profesional yang layak dan
pengetahuan atau ilmu yang disesuaikan dengan situasi siswa, wawasannya
sendiri, nilai, serta komitmennya (Zahera, 1997). Dengan demikian, seorang
guru profesional harus mampu mengambil keputusan situasional dan
transaksional. Keputusan situasional diambil guru ketika merancang pembelajaran, sedangkan keputusan transaksional diambil ketika
pembelajaran sedang berlangsung.
Seorang guru bagi siswa merupakan faktor penentu kesuksesan
dalam proses belajar- mengajar, karena fungsi guru adalah sebagai seorang
pengajar atau pendidik dalam setiap proses belajar- mengajar di sekolah. Dengan kecakapan, ketrampilan serta penguasaan dari guru yang baik, tujuan
pengajaran atau tujuan instuksional akan tercapai. Kemampuan guru
merupakan prasyarat utama untuk keberhasilan suatu strategi
belajar-mengajar. Kehadiran guru mempengaruhi terhadap pertumbuhan dan
perkembangan kepribadian dan tingkah laku siswa.
Guru dan siswa adalah subjek yang berkepentingan dalam kegiatan
belajar mengajar. Untuk itu diperlukan adanya hubungan resiprokal yaitu
suasana yang bersifat pengajaran. Dalam situasi instruksional para siswa
tersebut menjalani tahapan kegiatan belajar melalui interaksi. Dari interaksi
tersebut maka akan memberikan reaksi emosional pada guru sehingga membentuk penilaian oleh orang-orang yang saling berinteraksi dalam hal ini
guru dan murid. Sebagai pengajar guru pun harus membantu perkembangan
Untuk itu guru hendaknya mampu memotivasi siswa untuk senantiasa belajar
dalam berbagai kesempatan.
Dalli (1982:12), mengemukakan bahwa persepsi siswa terhadap
profesionalisme guru adalah proses memahami, menerima, mengorganisasikan dan menginterpretasikan profesionalisme guru melalui
panca indera siswa. Dari persepsi inilah, maka akan menimbulkan reaksi bagi
siswa: apakah guru tersebut memiliki pengetahuan yang luas serta dalam
tentang bidang studi yang akan diajarkan, serta penguasaan metodologis
dalam arti memiliki pengetahuan konsep teoritik, mampu memilih metode yang tepat, serta mampu menggambarkannya dalam proses belajar mengajar.
B. Kecerdasan Emosional
1. Pengertian Kecerdasan Emosional
Welchser (1958) yang dikutip oleh Trisniwati dan Suryaningsum (2003), kecerdasan adalah keseluruhan kemampuan yang dimiliki oleh
seseorang untuk bertindak bertujuan, untuk berpikir rasional dan untuk
berhubungan dengan lingkungannya secara efektif. Sedangkan pengertian
emosi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia Kontemporer (1991) adalah
keadaan yang keras yang timbul dari hati, perasaan jiwa yang kuat seperti sedih, luapan perasaan yang berkembang dan surut dalam waktu yang
singkat. Emosi merujuk pada suatu perasaan dan pikiran. Suatu keadaan
biologis dan psikologis serta serangkaian kecenderungan untuk bertindak.
Kecerdasan emosional atau Emotional Intelligence yang lebih
dikenal dengan istilah EQ (Emotional Quotient) adalah kemampuan untuk
memotivasi diri sendiri dan bertahan menghadapi frustasi, mengendalikan
dorongan hati dan tidak melebih- lebihkan kesenangan, mengatur suasana hati, dan menjaga agar beban stres tidak melumpuhkan kemampuan berpikir,
berempati dan berdoa (Goleman, 1999:45). Patton (1998) menyatakan bahwa
kecerdasan emosional adalah kemampuan untuk menggunakan emosi secara
efektif untuk mencapai tujuan, membangun hubungan produktif dan meraih
keberhasilan.
Salovey dan Mayer (dalam Goleman, 2001) mendefinisikan
kecerdasan emosional sebagai kemampuan memantau dan mengendalikan
perasaan sendiri dan orang lain, serta menggunakan perasaan itu untuk
memandu pikiran dan tindakan. Sedangkan, Salovey dan Sluyter (1997)
menyatakan bahwa kecerdasan emosional adalah kemampuan untuk mengenali emosi, menilai dan meghasilkan emosi yang dapat membantu
pikiran, memahami emosi dan arti emosional serta untuk mengatur emosi
secara efektif sehingga dapat meningkatkan kemampuan emosi dan pikiran.
Jadi, pengertian kecerdasan emosional yaitu kemampuan untuk
mengenali emosi diri sendiri, mengelola emosi, memotivasi diri sendiri, mengenali emosi orang lain dan membina hubungan dengan orang lain yang
berguna untuk mencapai tujuan, serta membangun hubungan produktif dan
meraih keberhasilan. Kecerdasan emosional sebagai suatu keseluruhan
kemampuan subjektif seseorang untuk dapat menggunakan kemampuan dan
potensi emosionalnya dalam kehidupan sehari- hari. Komponen-komponen
tersebut antara lain keterampilan yang berhubungan dengan perilaku moral,
cara berpikir, pemecahan masalah, interaksi sosial, keberhasilan akademik dan pekerjaan, serta emosi.
Goleman (2001: 39) membedakan antara kecerdasan emosional
dengan kecakapan emosional. Goleman berpendapat bahwa kecakapan
emosional adalah kecakapan hasil belajar yang didasarkan pada kecerdasan
emosional. Inti kecakapan emosional adalah dua (2) kemampuan, yaitu: empati yang melibatkan kemampuan membaca perasaan orang lain, dan
keterampilan sosial yang berarti mampu mengelola perasaan orang lain
dengan baik. Sedangkan kecerdasan emosional menentukan potensi kita
untuk mempelajari keterampilan-keterampilan praktis yang didasarkan pada
lima (5) unsurnya, yaitu: kesadaran diri, motivasi, pengaturan diri, empati dan kecakapan dalam membina hubungan dengan sesama.
Cooper dan Sawaf (1998) menawarkan kecerdasan emosional
sebagai sebuah titik awal “Model Empat Batu Penjuru”. Tawaran model ini
lebih ditujukan pada EQ eksekutif, yaitu penggunaan kecerdasan emosional
di tempat kerja. Model Empat Batu Penjuru terdiri dari:
a. Kesadaran emosi (emotional literacy), yang bertujuan membangun rasa
percaya diri pribadi melalui pengenalan terhadap emosi yang dialami dan
kejujuran terhadap emosi yang dirasakan. Kesadaran emosi yang baik
mengelola emosi yang sudah dikenalnya, membuat seseorang dapat
menyalurkan energi emosinya ke reaksi yang tepat dan konstruktif.
b.Kebugaran emosi (emotional fitness), bertujuan untuk mempertegas
antusiasme dan ketangguhan dalam menghadapi tantangan dan perubahan. Hal ini mencakup kemampuan untuk mempercayai orang lain dan
menampilkan diri apa adanya, menghargai ketidakpuasan diri sendiri dan
orang lain, serta mengelola konflik dan mengatasi kekecewaan dengan
cara yang paling konstruktif.
c. Kedalaman emosi (emotional depth), mencakup komitmen untuk menyelaraskan hidup dari kerja dengan potensi serta bakat unik yang
dimiliki. Komitmen yang berupa rasa tanggung jawab ini pada gilirannya
mempunyai potensi untuk memperbesar pengaruh tanpa perlu
menggunakan kewenangan untuk memaksakan otoritas.
d.Alkemia emosi (emotional alchemy), ialah kemampuan kreatif untuk mengalir bersama masalah- masalah dan tekanan-tekanan tanpa larut di
dalamnya. Hal ini mencakup keterampilan bersaing dengan lebih peka
terhadap kemungkinan solusi yang masih tersembunyi dan peluang yang
masih terbuka, untuk mengevaluasi masa lalu, menghadapi masa kini, dan
menciptakan masa depan.
Apabila seseorang secara efektif memiliki keseluruhan aspek
dalam model uraian tersebut, dapat dikatakan bahwa ia adalah pribadi yang
(dalam artian tepat waktu dan dalam porsi yang tepat, tanpa tergantung dari
pengaruh jenis kelamin).
Goleman (1999:57-59) memperluas kemampuan kecerdasan
emosional memiliki 5 (lima) wilayah utama yang memungkinkan seseorang akan menguasai kebiasaan berpikir menuju produktivitas yang juga sangat
penting untuk diperlukan di dunia kerja, yaitu:
a. Mengenali emosi diri
Kemampuan ini merupakan kesadaran diri mengenali perasaan sewaktu
perasaan itu terjadi dan mengetahui apa yang dirasakan saat emosi bergolak di dalam diri.
b. Mengelola emosi
Kemampuan menangani perasaan agar perasaan dapat terungkap dengan
tepat.
c. Memotivasi diri sendiri
Menata emosi sebagai alat untuk mencapai tujuan adalah hal yang sangat
penting dalam kaitannya untuk memotivasi diri. Kendali diri emosional
dan kemampuan menyesuaikan diri adalah landasan keberhasilan dalam
berbagai bidang. Orang-orang yang memiliki keterampilan tersebut
cenderung lebih produktif dan efektif dalam bekerja. d. Mengenali emosi orang lain
Orang yang empatik akan lebih mampu menangkap sinyal-sinyal sosial
yang tersembunyi dan dapat menangkap hal- hal yang dikehendaki orang
e. Membina hubungan
Membina hubungan sebagian besar merupakan keterampilan mengelola
emosi. Orang-orang yang sukses dalam berbagai bidang mengandalkan
pergaulan yang baik dengan orang lain.
2. Dimensi Kecerdasan Emosional
Ada lima dimensi kecerdasan emosional yaitu: mengenali emosi
diri, mengelola emosi, memotivasi diri, mengenali emosi orang lain, dan
membina hubungan dengan orang lain. Pada dimensi mengenali emosi diri, indikator kecerdasan emosional mencakup: (a)mengetahui keterbatasan diri;
(b)keyakinan akan kemampuan sendiri; (c)mengetahui kekuatan;
(d)mengenali emosi diri. Pada dimensi mengelola emosi, indikator
kecerdasan emosional mencakup: (a)menahan emosi dan dorongan negatif;
(b)menjunjung norma kejujuran dan integritas; (c)bertanggung jawab atas kinerja sendiri; (d)luwes terhadap perubahan; (e)terbuka dengan ide- ide serta
informasi baru. Pada dimensi memotivasi diri, indikator kecerdasan
emosional mencakup: (a)dorongan untuk menjadi lebih baik;
(b)menyesuaikan dengan sasaran kelompok dan organisasi; (c)kesiapan
untuk memanfaatkan kesempatan; (d)kegigihan dalam memperjuangkan kegagalan dan hambatan. Pada dimensi mengenali emosi orang lain,
indikator kecerdasan emosional mencakup: (a)memahami perasaan orang
lain; (b)tanggap terhadap kebutuhan orang lain; (c)mengerti perasaan orang
lain indikator kecerdasan emosional mencakup: (a)kemampuan persuasi;
(b)terbuka mendengarkan orang lain dan memberi kesan yang jelas;
(c)kemampuan menyesuaikan tanggung jawab; (d)memiliki semangat
leadership; (e)kolaborasi dan kooperasi; (f)ada kemampuan untuk membangun tim.
3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Terbentuknya Kecerdasan Emosi
Faktor-faktor yang mempengaruhi terbentuknya kecerdasan emosi
dalam diri seseorang ada 2. a. Faktor internal
Faktor internal ialah faktor yang berasal dari dalam diri individu untuk
menanggapi lingkungan sekitar. Menurut Goleman (1999:23), faktor ini
berasal dari dalam diri individu yang dipengaruhi oleh keadaan otak
emosional seseorang. b. Faktor eksternal
Faktor eksternal dimaksudkan sebagai faktor yang datang dari luar
individu dan mempengaruhi individu untuk mengubah hidup. Pengaruh
luas yang bersifat individu dapat secara perorangan, secara kelompok,
antara individu mempengaruhi kelompok atau sebaliknya, juga dapat bersifat tidak langsung yaitu melalui perantara, misal media massa. Faktor
lain dapat melalui lingkungan fisik tempat manusia berada ketika
berkomunikasi dengan pihak lain, melalui lingkungan sosial di mana
hadir di sana, serta melalui keikutsertaan individu dalam berbagai kegiatan
seperti keaktifan di dalam mengikuti berbagai organisasi (Goleman,
1997:275-279).
4. Ciri-Ciri Orang yang Memiliki Kecerdasan Emosional Tinggi
Menurut Goleman (1997:403-405), orang dengan kecerdasan
emosi yang tinggi mempunyai ciri-ciri, sebagai berikut.
a. selalu positif pada saat menangani situasi-situasi dalam hidupnya;
b. terampil dalam membina emosinya, mengenali kesadaran emosi diri dan ekspresi emosi, dan kesadaran emosi terhadap orang lain;
c. memiliki kecakapan kecerdasan emosi, meliputi intensionalitas,
kreativitas, hubungan antar pribadi dan ketidakpuasan konstruktif;
d. optimal pada nilai- nilai belas kasihan atau empati, intuisi, radius
kepercayaan, daya pribadi, dan integritas;
e. optimal pada kesehatan secara umum, kualitas hidup, relationship
quotient, dan kinerja optimal.
Menurut Goleman (1997:214-215), ciri-ciri orang yang memiliki
kecerdasan emosional yang rendah adalah:
a. dikuasai dorongan hati, kurang memiliki kendali diri, menderita kekurangmampuan pengendalian moral;
b. menerima kritik dari orang lain sebagai serangan pribadi dan bukan
sebagai keluhan yang harus diatasi;
d. menutup diri atau sikap bertahan yang pasif;
e. mudah patah semangat;
f. amarah gampang meledak.
C. Prestasi Belajar
1. Pengertian Prestasi Belajar
Winkel (1983:161) berpendapat bahwa prestasi merupakan suatu
kecakapan nyata yang dimiliki seseorang yang merupakan hasil dari proses
yang dilakukan dalam rangka menyiapkan diri untuk menambah pengetahuan yang hasilnya dapat digunakan secara nyata dan dapat diukur dengan
menggunakan alat yaitu tes. Hasil tes dapat berupa angka, simbol yang dapat
dijelaskan seberapa tingkat kecakapannya.
Prestasi menurut Nasution (1982:35) adalah hasil yang dicapai atau
apa yang dihasilkan. Prestasi juga merupakan hasil yang telah dicapai atau dilakukan, dikerjakan dan sebagainya (Poerwodarminto, 1997:88). Dengan
demikian, prestasi merupakan hasil yang diperoleh seseorang setelah
mengadakan suatu aktivitas, meskipun hal yang serupa telah diperoleh dari
apa saja, asal pekerjaan itu dilakukan oleh seseorang, hasil yang diperoleh
dapat diwujudkan dalam hasil yang tinggi atau sebaliknya. Hal ini tergantung daripada usaha dan kemampuan masing- masing individu di samping
faktor-faktor lain yang mempengaruhi hasil tersebut.
Menurut Gage (1984), belajar dapat didefinisikan sebagai suatu
pengalaman. Gage (1984) juga mengemukakan, bahwa ada lima bentuk
belajar,
a)Belajar responden
b)Belajar kontiguitas c)Belajar operant
d)Belajar observasional
e)Belajar kognitif
Belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan individu untuk
memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi dengan
lingkungannya (Slameto, 1987:3).
Menurut Winkel (2004:59), berpendapat bahwa belajar adalah
suatu proses kegiatan sebagai hasil reaksi terhadap lingkungan yang
mengakibatkan perubahan dalam hal pengetahuan, pemahaman keterampilan dan nilai sikap. Perubahan itu akan nampak dalam hasil belajar yang
dihasilkan oleh anak terhadap pertanyaan/ persoalan/ tugas yang diberikan
oleh guru.
Belajar adalah perubahan tingkah laku atau penampilan dengan
serangkaian kegiatan, misalnya dengan mengamati, membaca, mendengarkan, meniru dan sebagainya. Belajar itu sendiri akan lebih efektif jika si subjek
belajar mengalami atau melakukannya sendiri sehingga apa yang mereka
hasil. Oleh karena itu, belajar berlangsung secara aktif dan integratif dengan
menggunakan berbagai bentuk perbuatan untuk mencapai suatu tujuan.
Berikut ini dikemukakan beberapa contoh aktivitas belajar dalam
beberapa situasi. 1) Mendengarkan
Situasi ini memberikan kesempatan kepada seseorang untuk belajar.
Seseorang menjadi belajar atau tidak dalam situasi ini, tergantung ada atau
tidaknya kebutuhan, motivasi dan set seseorang itu. Dengan adanya
kondisi pribadi seperti itu memungkinkan seseorang tidak hanya mendengarkan, melainkan mendengarkan secara aktif dan bertujuan.
Mendengarkan yang demikian akan memberikan manfaat bagi
perkembangan pribadi seseorang.
2) Memandang
Setiap stimuli visual memberi kesempatan kepada bagi seseorang untuk belajar. Apabila kita memandang segala sesuatu dengan set tertentu untuk
mencapai tujuan yang mengakibatkan perkembangan dari kita, maka
dalam hal yang demikian kita sudah belajar.
3) Meraba, membau dan mencicipi/mencecap
Meraba, membau dan mencicipi/mencecap adalah aktivitas sensoris seperti halnya pada mendengarkan dan memandang. Segenap stimuli yang dapat
diraba, dicium dan dicecap merupakan situasi yang memberikan
kesempatan bagi seseorang untuk belajar.
Mencatat yang termasuk sebagai belajar yaitu apabila dalam mencatat itu
orang menyadari kebutuhan serta tujuannya, serta menggunakan set
tertentu agar catatan itu nantinya berguna bagi pencapaian tujuan belajar.
5) Membaca
Belajar adalah aktif, dan membaca untuk untuk keperluan belajar
hendaknya dilakukan di meja belajar dari pada di tempat tidur, karena
dengan sambil tiduran itu perhatian dapat terbagi.
Dalam belajar, banyak sekali faktor yang mempengaruhinya. Dari
sekian banyak faktor yang mempengaruhi belajar, dapat digolongkan menjadi tiga macam,
a) Faktor-faktor stimuli belajar
Beberapa hal yang berhubungan dengan faktor-faktor stimuli belajar,
antara lain: panjangnya bahan pelajaran, kesulitan bahan pelajaran,
berartinya bahan pelajaran, berat-ringannya tugas, suasana lingkungan eksternal.
b) Faktor-faktor metode belajar
Faktor-faktor metode belajar menyangkut hal- hal berikut: kegiatan berlatih
atau praktik, “overlearning” dan “drill”, resitasi selama belajar,
pengenalan tentang hasil- hasil belajar, belajar dengan keseluruhan dan dengan bagian-bagian, penggunaan indera, penggunaan set dalam belajar,
bimbingan dalam belajar, kondisi-kondisi insentif.
Faktor-faktor individual sangat besar pengaruhnya terhadap belajar
seseorang. Adapun faktor- faktor individual itu menyangkut hal- hal berikut
ini: kematanga n, faktor usia kronologis, perbedaan jenis kelamin,
pengalaman sebelumnya, kapasitas mental, kondisi kesehatan jasmani, kondisi kesehatan rohani, motivasi.
Prestasi belajar menurut Suratinah Tirtonegoro (1984:42), adalah
pencapaian hasil belajar yang dinyatakan dalam bentuk simbol, angka,
huruf maupun kalimat yang dapat mencerminkan hasil yang sudah dicapai
oleh anak dalam periode tertentu. Sunaryo (1983:10-13), prestasi belajar adalah hasil perubahan kemampuan yang meliputi kemampuan kognitif,
afektif dan psikomotorik. Tingkat kemampuan siswa dalam proses
belajarnya dapat diketahui dari prestasi belajarnya.
Winkel (2004:60), menyimpulkan bahwa prestasi belajar sebagai
kemampuan yang dimiliki oleh seseorang yang merupakan hasil dari apa yang telah dilakukan seseorang tersebut. Hasil belajar anak akan nampak
dalam prestasi belajarnya. Prestasi belajar adalah penguasaan pengetahuan
atau keterampilan yang dikembangkan oleh mata pelajaran, lazimnya
ditunjukkan dengan nilai tes atau angka yang diberikan oleh gur u
(Mulyono, 1990:100).
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa prestasi belajar
merupakan kemampuan siswa untuk menguasai pengetahuan atau
keterampilan-keterampilan tertentu dalam suatu mata pelajaran, yang
2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Prestasi Belajar
Adapun faktor- faktor yang mempengaruhi prestasi belajar anak
antara lain:
1. Faktor yang berasal dari dalam diri anak (internal) yang meliputi: a) Kecerdasan
Kecerdasan merupakan sala h satu aspek penting dan sangat menentukan
berhasil tidaknya studi seseorang. Kecerdasan meliputi kecerdasan
intelektual dan kecerdasan emosional. Kalau seorang murid mempunyai
tingkat kecerdasan normal atau di atas normal maka secara potensial ia dapat mencapai prestasi yang tinggi, begitu pula sebaliknya. Dengan
demikian, diharapkan mereka dapat mencapai prestasi yang tinggi
sesuai dengan keadaan masing- masing.
b) Bakat
Adalah potensi atau kemampuan. Kalau diberi bakat untuk dikembangkan melalui belajar akan menjadi kecakapan yang nyata.
Seorang murid yang mempunyai bakat dalam suatu mata pelajaran
tertentu maka besar kemungkinan ia dapat mencapai prestasi yang
tinggi.
c) Minat dan perhatian
Minat dan perhatian dalam belajar mempunyai hubungan yang sangat
erat sekali. Seseorang yang menaruh minat pada mata pelajaran tertentu
biasanya dapat membangkitkan minat pada objek tertentu.
Merupakan dorongan yang mendasari dan mempengaruhi setiap usaha
serta kegiatan seseorang untuk mencapai tujuan yang diinginkan.
e) Kesehatan Jasmani
Keadaan tubuh yang sehat merupakan kondisi yang memungkinkan seseorang untuk dapat belajar secara aktif.
f) Cara Belajar
Keberhasilan studi murid dipengaruhi oleh cara belajarnya. Cara belajar
yang efisien memungkinkannya untuk me ncapai prestasi yang lebih
tinggi.
2) Faktor yang berasal dari luar diri siswa (eksternal), meliputi:
a) Lingkungan
Lingkungan alam: keadaan alam yang tenang dengan udara yang sejuk
ikut mempengaruhi kesegaran jiwa siswa, sehingga memungkinkan
hasil belajarnya akan lebih tinggi.
Lingkungan keluarga: keadaan ekonomi keluarga yang serba kurang
atau miskin dapat menjadikan anak mengalami kesukaran tertentu
dalam belajarnya.
Lingkungan masyarakat: meliputi teman-teman sepergaulan yang
membawa anak mengikuti hal yang tidak bermanfaat. b) Sekolah
Para guru dituntut untuk menguasai bahan pelajaran yang akan
diajarkannya, dan memiliki tingkah laku yang tepat dalam mengajar.
Lengkap tidaknya peralatan belajar, dapat menimbulkan prestasi belajar
siswa. Untuk peralatan belajar yang lengkap akan membuat siswa lebih
mudah untuk belajar.
D. Hubungan Antar Variabel Penelitian
1. Hubungan antara persepsi siswa tentang profesionalisme guru dengan
prestasi belajar siswa
Seorang guru mempunyai peran yang sangat besar di dalam kelas.
Mereka tidak hanya bertugas untuk menyampaikan pelajaran saja tetapi juga dituntut untuk bisa menciptakan suasana belajar yang menyenangkan.
Seorang guru yang menurut pandangan siswa benar-benar profesional
dibidangnya bisa menciptakan suasana belajar yang menyenangkan dan
terasa hidup. Mereka bisa menyampaikan materi pelajaran dengan cara yang
menarik. Mereka juga bisa menyampaikan materi pelajaran yang bermutu dan selalu mengikuti perkembangan ilmu dan teknologi karena mereka
menguasai bahan yang mereka ajarkan. Materi yang diberikan juga sesuai
dengan tujuan yang hendak dicapai. Dengan bekal ilmu yang benar-benar
bermutu diharapkan siswa bisa memperoleh pengetahuan yang luas dan
mendalam sehingga mereka bisa mengerjakan ujian dengan baik. Bila siswa bisa mengerjakan ujian dengan baik diharapkan prestasi belajarnya juga baik.
Suasana belajar yang menyenangkan, guru yang menyenangkan,
semangat pada siswa untuk belajar lebih giat sehingga diharapkan prestasi
belajar merekapun tinggi.
2. Hubungan antara kecerdasan emosional siswa dengan prestasi belajar
siswa.
Kecerdasan Emosional adalah kemampuan untuk memotivasi diri
sendiri dan bertahan menghadapi frustasi, mengendalikan dorongan hati dan
tidak melebih- lebihkan kesenangan, mengatur suasana hati, dan menjaga
agar beban stres tidak melumpuhkan kemampuan berpikir, berempati dan berdoa (Goleman, 1999:45). Seorang siswa yang mempunyai kecerdasan
emosional yang tinggi akan dapat menggunakan kemampuan dan potensi
emosionalnya dalam mengikuti kegiatan belajar mengajar di kelas untuk
mendalami mata pelajaran yang dipelajari. Seorang siswa dengan kecerdasan
emosional yang tinggi akan mampu menghargai orang lain terutama guru ketika memberikan penjelasan di depan kelas, mampu mengendalikan emosi
dan dorongan negatif, mampu memotivasi dirinya sendiri saat belajar,
mampu bekerja sama di dalam kelompoknya di kelas. Dengan kecerdasan
emosional yang tinggi diharapkan prestasi belajar siswa pun tinggi.
3. Hubungan antara persepsi siswa tentang profesionalisme guru dan
kecerdasan emosional dengan prestasi belajar siswa.
Seorang guru yang menurut pandangan siswa profesional mampu
mengelola kelas dan interaksi belajar mengajar sehingga tercipta suasana
belajar yang kondusif. Suasana belajar yang seperti ini akan menimbulkan
semangat belajar siswa. Di dalam kelas pun, siswa dapat membawa dirinya
sendiri, mengenali emosinya, me ngenali lingkungan sekitarnya, memotivasi dirinya sendiri saat belajar serta mampu bekerja sama dengan kelompok
belajarnya. Jika setiap siswa memiliki kecerdasan emosional yang seperti
demikian, maka akan sangat membantu siswa dalam belajarnya. Bila siswa
mampu mengembangkan kecerdasan emosional dengan baik, diharapkan
prestasi belajarnya akan tinggi pula.
E. Hipotesis
H1: Ada hubungan yang positif dan signifikan antara persepsi siswa tentang
profesionalisme guru dengan prestasi belajar siswa.
H2: Ada hubungan yang positif dan signifikan antara kecerdasan emosional dengan prestasi belajar siswa.
H3: Ada hubungan positif dan signifikan antara persepsi siswa tentang
profesionalisme guru dan kecerdasan emosional dengan prestasi belajar
35 BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif yaitu penelitian yang
terbatas pada usaha untuk memberikan gambaran yang jelas dan akurat
tentang material atau fenomena yang sedang diselidiki (Ibnu, 1996;274).
Penelitian ini juga merupakan penelitian korelasional. Sumanto (1990:6-7)
mengatakan bahwa penelitian korelasional adalah penelitian yang bertujuan untuk menentukan ada tidaknya hubungan dan seberapa jauh hubungan ada
antar dua variabel atau lebih. Penelitian ini juga merupakan penelitian studi
kasus yaitu penelitian tentang subjek tertentu, dimana subjek tersebut
terbatas, maka kesimpulan yang diperoleh hanya berlaku pada subjek yang
diteliti (Arikunto, 1998:131).
B. Lokasi dan waktu Penelitian
1. Lokasi penelitian
Dalam penelitian ini, penulis memilih lokasi penelitian di SMK YPKK 1
Sleman, Yogyakarta. 2. Waktu penelitian
C. Subjek dan Objek Penelitian
1. Subjek penelitian
Subjek penelitian adalah individu yang dilibatkan dalam penelitian
dari mana data diperoleh. Subjek penelitian ini adalah siswa-siswi kelas XI dan XII jurusan akuntansi SMK YPKK I Sleman, Yogyakarta.
2. Objek penelitian
Objek penelitian ini adalah persepsi siswa tentang profesionalisme
guru, kecerdasan emosional, dan prestasi belajar siswa.
D. Populasi, Sampel dan Teknik Penarikan Sampel
1. Populasi
Menurut Sugiyono (1999:55), populasi yaitu kumpulan wilayah
generalisasi yang terdiri dari objek atau subjek yang mempunyai kuantitas
dan karakteristik yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulan. Sesuai dengan masalah yang diteliti, maka populasi
dalam penelitian ini adalah siswa-siswi kelas X, XI dan XII SMK YPKK I
Sleman, Yogyakarta yang seluruhnya berjumlah 545 orang.
2. Sampel dan Teknik Penarikan Sampel
Sampel yaitu sebagian atau wakil dari populasi yang diteliti. Teknik penarikan sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik
purposive sampling yaitu cara pemilihan sampel dengan kriteria tertentu.
Anggota populasi diambil sebagai sampel sudah ditentukan sesuai dengan
yang tidak dipilih (Suharsimi, 2002:117). Sampel yang diambil adalah kelas
XI dan XII jurusan akuntansi, kecuali kelas XI Ak 1 dan XI AK 2 yang
sedang melaksanakan Praktek Industri (PI), sehingga tidak dapat dijadikan
sebagai sampel. Sampel dalam penelitian ini berjumlah 221 responden dari populasi sebanyak 545 orang.
E. Variabel Penelitian
Variabel adalah objek penelitian yang bervariasi atau apa yang
menjadi titik perhatian suatu penelitian (Suharsimi, 1991:134). Dalam penelitian ini, variabel yang akan diteliti adalah sebagai berikut.
1) Variabel independen (bebas) adalah himpunan seluruh gejala yang
memiliki berbagai aspek atau unsur yang berfungsi mempengaruhi atau
menentukan munculnya variabel lain. Variabel bebas dalam penelitian
ini adalah persepsi siswa tentang profesionalisme guru dan kecerdasan emosional siswa.
2) Variabel depend en (tidak bebas) adalah himpunan seluruh gejala yang
memiliki sejumlah aspek atau unsur di dalamnya berfungsi menerima diri
dengan kondisi lain. Variabel terikat dalam penelitian ini adalah prestasi
F. Definisi dan Pengukuran Variabe l Penelitian
1. Persepsi Siswa tentang Profesionalisme Guru
Persepsi siswa tentang profesionalisme guru adalah proses
memahami, menerima, mengorganisasikan dan menginterpretasikan profesionalisme guru melalui panca indera siswa. Menurut Samana
(1994:61-69), terdapat enam aspek yang dapat memberikan penilaian
kepada siswa mengenai persepsi siswa tentang profesionalisme guru,
yaitu: penguasaan bahan ajar, pengelolaan kelas dan interaksi belajar
mengajar, pengelolaan program belajar mengajar, pelayanan bimbingan dan konseling, penggunaan media dan sumber pelajaran, dan penilaian
prestasi belajar siswa. Persepsi siswa tentang profesionalisme guru
dibatasi dengan dua nilai yaitu persepsi positif dan persepsi negatif.
Persepsi siswa ditunjukkan oleh skor yang diperoleh dari angket persepsi
siswa tentang profesionalisme guru. Berikut ini disajikan tabel operasionalisasi persepsi siswa tentang profesionalisme guru.
Tabel 3.1
Operasionalisasi Variabel Persepsi Siswa tentang Profesionalisme Guru
No. Item Dimensi
Positif Negatif
Penguasaan bahan ajar 1,2,5 3,4
Pengelolaan kelas dan interaksi belajar mengajar
6,7,9 8,10
2. Kecerdasan Emosional
Kecerdasan Emosional adalah kemampuan untuk memotivasi diri
sendiri dan bertahan menghadapi frustasi, mengendalikan dorongan hati
dan tidak melebih- lebihkan kesenangan, mengatur suasana hati, dan
menjaga agar beban stres tidak melumpuhkan kemampuan berpikir,
berempati dan berdoa. Menurut Goleman (1999:57-59), ada lima dimensi
kecerdasan emosional yaitu: mengenali emosi diri, mengelola emosi diri,
memotivasi diri, mengenali emosi orang lain, dan membina hubungan
dengan orang lain. Masing- masing dimensi tersebut selanjutnya dijabarkan
dalam bentuk pernyataan-pernyataan. Berikut ini disajikan tabel
operasionalisasi variabel kecerdasan emosional.
Tabel 3.2
Operasionalisasi Variabel Kecerdasan Emosional
Dimensi Indikator No. Item
Mengenali emosi diri
a. mengetahui keterbatasan diri b. keyakinan akan kemampuan
sendiri
c. mengetahui kekuatan d. mengenali emosi diri
1 2
3 4 Mengelola emosi a. menahan emosi dan dorongan
negatif
b. menjunjung norma kejujuran dan integritas
c. bertanggung jawab atas kinerja sendiri
d. luwes terhadap perubahan e. terbuka dengan ide- ide serta
informasi baru.
5
6
7
8 9
Memotivasi diri a. dorongan untuk menjadi lebih baik b. menyesuaik an dengan sasaran
kelompok dan organisasi c. kesiapan untuk memanfaatkan
kesempatan
10 11
d. kegigihan dalam memperjuangkan kegagalan dan hambatan
13
Mengenali emosi orang lain
a. memahami perasaan orang lain b. tanggap terhadap kebutuhan orang
lain
c. mengerti perasaan orang lain d. siap sedia melayani
14 15,16 17 18 Membina hubungan dengan orang lain
a. kemampuan persuasi
b. terbuka mendengarkan orang lain dan memberi kesan yang jelas c. kemampuan menyesuaikan
tanggung jawab
d. memiliki semangat leadership e. kolaborasi dan kooperasi f. ada kemampuan untuk
membangun tim 19 20 21 22 23 24
3. Prestasi belajar siswa
Prestasi belajar siswa merupakan kemampuan siswa untuk
menguasai pengetahuan atau keterampilan-keterampilan tertentu dalam suatu mata pelajaran, yang lazimnya diperoleh dari nilai tes atau angka
yang diberikan guru. Dalam penelitian ini, penulis menggunakan nilai
rapor khususnya nilai untuk mata pelajaran Akuntansi dengan rincian
sebagai berikut: kelas XI menggunakan nilai rapor kelas X semester II,
sedangkan kelas XII menggunakan nilai rapor kelas XI semester II.
G. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data adalah cara-cara yang ditempuh untuk
memperoleh data sesuai dengan jenis data yang dibutuhkan. Dalam
merupakan pengumpulan data yang dilakukan dengan cara membuat daftar
pertanyaan yang rinci dan lengkap yang harus dijawab oleh responden
tentang pribadinya atau hal-hal yang diketahuinya (Masidjo, 1995:227). Jadi,
teknik kuesioner merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara membuat daftar-daftar pertanyaan yang kemudian diisi oleh
responden. Yang menjadi responden dalam penelitian ini yaitu siswa-siswi
SMK YPKK I Sleman, Yogyakarta. Data yang dapat diperoleh dari
kuesioner ini, berupa:
a) identitas diri siswa;
b) persepsi siswa tentang profesionalisme guru;
c) kecerdasan emosional siswa.
Penulis menggunakan skala Likert untuk memberikan skor pada
kuesioner. Skala Likert merupakan skala yang digunakan untuk mengukur
sikap (Ibnu, 1996:186). Dengan skala Likert ini, dituntut sejumlah item pernyataan yang monoton yang terdiri dari pernyataan positif dan negatif.
Pembagian sikap menjadi dua (2) kategori ini pada dasarnya merupakan
sikap seseorang terhadap objek tertentu yang terdiri dari sikap mendukung
(positif), sikap menolak (negatif), dan sikap netral. Skor yang digunakan
untuk menilai pernyataan-pernyataan tersebut adalah sebagai berikut. Tabel 3.3
Pernyataan Sikap Skor SS Skor S Skor TS Skor STS
Positif 4 3 2 1
Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini juga menggunakan
teknik dokumentasi. Teknik ini merupakan teknik pengumpulan data dengan
menggunakan catatan tertulis tentang berbagai kegiatan atau peristiwa pada
waktu yang lalu. Teknik ini bermanfaat dalam mengumpulkan informasi tentang keberadaan dan perkembangan lembaga- lembaga yang bersangkutan.
Informasi yang diperoleh berasal dari catatan penting baik dari lembaga atau
organisasi maupun dari perorangan. Dalam penelitian ini, dokumentasi yang
digunakan berupa lembar nilai/prestasi siswa kelas XI dan kelas XII, sejarah
berdirinya SMK YPKK I Sleman, rekapitulasi data siswa (populasi dan sampel), denah/lokasi SMK YPKK I Sleman.
H. Teknik Analisis Data
Untuk menganalisis data yang diperoleh dari kuesioner digunakan
cara-cara sebagai berikut.
a. Uji Validitas atau uji kesahihan
Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat kevalidan
suatu instrumen. Uji validitas digunakan untuk pengujian butir soal. Suatu
instrumen dikatakan valid apabila dapat mengungkapkan data dari variabel
yang diteliti secara tepat. Dalam penelitian ini digunakan rumus korelasi Product Moment dari Pearson (Arikunto, 1997:146).
Keterangan :
rxy = Koefisien Korelasi X dan Y
N = Jumlah Subjek
∑
XY = Jumlah nilai skor item dan nilai total skor∑
X = Jumlah nilai skor item∑
Y = Jumlah nilai total skorKoefisien korelasi yang diperoleh perlu diuji signifikansinya
dengan cara membandingkan harga koefisien korelasi hasil perhitungan
dengan koefisien korelasi pada tabel dengan taraf signifikansi 5%. Jika
hasil perhitungan koefisien nilai rhitung lebih besar dari koefisien nilai rtabel
pada taraf signifikansi 5%, maka butir pertanyaan tersebut dapat
dinyatakan valid, tetapi jika hasil perhitungan lebih kecil dari nilai pada
tabel, maka butir tersebut dinyatakan tidak valid.
b. Uji Reliabilitas
Uji reliabilitas dilakukan untuk menunjuk bahwa suatu instrumen
cukup dapat dipercaya untuk dapat sebagai pengumpul data. Untuk
menguji reliabilitas instrumen pada penelitian ini rumus yang dipakai yaitu
dengan rumus koefisien Alpha Cronbach (Arikunto,1997:171).
(
)
− −=
∑
22
11 1
1 ot
o k k r Keterangan : 11
r = Reliabilitas instrumen
k = Banyaknya butir pertanyaan atau banyaknya soal
∑
2b
o = Jumlah varians butir 2
t
Koefisien Alpha Cronbach yang diperoleh perlu diuji
signifikansinya dengan cara membandingkan harga koefisien Alpha
Cronbach hasil perhitungan dengan tingkat 0,6. Jika hasil perhitungan
lebih besar dari 0,6, maka butir pertanyaan tersebut dapat dinyatakan reliabel, tetapi jika hasil perhitungan lebih kecil dari 0,6, maka butir
tersebut dinyatakan tidak reliabel (Sunyoto, 2007:78).
c. Uji Normalitas
Uji normalitas dalam penelitian ini digunakan untuk mengetahui
apakah data yang terjaring berdistribusi normal atau tidak. Apabila data yang terjaring berdist