• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Substansi Hukum Pemerintahan Daerah Di Indonesia - AYU DOYO PRATIWI BAB II

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Substansi Hukum Pemerintahan Daerah Di Indonesia - AYU DOYO PRATIWI BAB II"

Copied!
43
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Substansi Hukum Pemerintahan Daerah Di Indonesia

John Locke menganggap bahwa negara merupakan perwujudan kebersamaan, namun demikian negara selalu memberikan pembatasan terhadap kebebasan individu. Peranan negara harus memberikan perlindungan dan menjaga tata tertib masyarakat. Di sini negara berfungsi mencegah tindakan kesewenang-wenangan dari individu yang mengancam keselamatan individu lainya. Hal ini menyangkut tujuan bernegara yang berkaitan dengan masalah demokrasi dalam bernegara.

Lebih lanjut dikatakan bahwa kebebasan individu tidak mungkin dapat sebebas mungkin, di mana setiap individu ingin bergabung dalam suatu masyarakat dengan individu lainnya yang telah siap bersatu atau mempunyai keinginan untuk bersatu, saling membantu dalam masalah hidup, kebebasan, dan hak milik. Untuk menghindari dan mencegah terjadinnya tindak kesewenang-wenangan itu maka diperlukan tiga sarana yakni:

1. Undang-undang yang pasti, tetap atau tidak berubah dan disetujui oleh masyarakat umum.

2. Adanya badan pengadikan yang lepas bebas dari kuasa negara dan diketahui masyarakat umum.

(2)

Paham demokrasi dalam bernegara oleh Locke adalah suatu demokrasi yang mengarah pada persetujuan undang-undang. Undang-undang harus dibuat dan disetujui secara bersama-sama. Persetujuan harus dengan suara bulat, jika hal ini tidak mungkin maka undang-undang harus tetap dibuat menurut ketentuan mayoritas dan diperlukan ketaatan pada ketentuan mayoritas. Dalam kekuasaan absolut biasanya kebijaksanaan negara atau sistem pemerintahan ditentukan oleh satu atau beberapa orang saja. Dalam sistem pemerintahan yang absolut, pemegang kuasa memerintah secara muntlak dan tidak dibatasi oleh badan konstitusional.

Konstitusi sebagai pembatas kekuasaan menimbulkan makna bahwa sebagian hak individu di dalam masyarakat melalui persetujuan bersama untuk bernegara maka tujuan yang hendak di capai adalah untuk mendapatkan perlindungan yang dikehendaki adanya suatu negara. Menurut Locke, perjanjian dan kehendak rakyat tersebut tertuang dalam konstitusi atau perundang-undangan dasar. Konstitusi ini mempunyai fungsi untuk melaksanakan tugas negara, serta menjamin dan menciptakan suasana yang aman dan sejahtera. Aturan yang termuat dalam konstitusi adalah penguasa diberi wewenang untuk mengatur negara dan berhak menentukan aturan tingkah laku dan tidak membiyarkan adanya suatu pelanggaran.

(3)

aman. Tugas untuk mengurusi hubungan dengan luar negri ada pada kekuasaan federatif.

Kekuasaan legislatif ada batasnya dan didasarkan pada hukum kodrat. Pertama, kekuasaan legislatif dalam menjalankan wewenangnya harus berdasrkan pada undang-undang yang pasti dan di umumkan kepada rakyat untuk dimengerti (promulgated established laws). Kedua, pengambilan hak milik rakyat oleh kekuasaan legislatif harus terjadi dengan persetujuan rakyat. Ketiga, kekuasaan legislatif tidak boleh melemparkan tugas atau tanggungjawabnya kepada kekuasaan lain.

Kekuasaan eksekutif merupakan kekuasaan tertinggi dalam pelaksanaan undang-undang berdasarkan kuasa atau mandat dari kuasa legislatif. Kekuasaan eksekutif meskipun terpisah dari kekuasaan legislatif, namum keduanya masih mempunyai hubungan erat. Pemisahan kekuasaan ini hanya menagndung makna dalam rangka mengadakan kontrol terhadap pelaksanaan kekuasaan atau mandat dari kekuasaan legislatif kepasa eksekutif.

Kekuasaan federatif hanya mengurusi berbagai masalah yang berkaitan dengan luar negri. Kekuasaan ini mempunyai kuasa atas perang pengadilan, serta terhadap perundingan dengan orang atau negara lain (Basuki Ismael, 1993: 69).

B. Asas-Asas Penyelenggaraan Pemerintahan

(4)

beberapa asas penyelenggara negara yang bersih tersebut. Asas umum penyelenggaraan negara berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999, meliputi:

1. Asas kepastian hukum adalah asas dalam negara hukum yang mengutamakan landasan peraturan perundang-undangan, kepatutan, dan keadilan dalam setiap kebijakam penyelenggara negara.

2. Asas tertib penyelenggara negara adalah asas yang menjadi landasan keteraturan, keserasian, dan keseimbangan dalam pengendalian penyelenggaraan negara.

3. Asas keterbukaan adalah asas yang membuka diri terhadap hak masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar, jujur, dan tidak diskriminatif tentang penyelenggaraan negara dengan tetap memperhatikan perlindungan atas hak asasi pribadi, golongan , dan rahasia negara.

4. Asas proporsionalitas adalah asas yang mengutamakan keseimbangan antara hak dan kewajiban penyelenggara negara.

5. Asas profesionalitas adalah asas yang mengutamakan keahlianyang berlandaskan kode etik dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

(5)

Asas-asas penyelenggara pemerintah menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014, selain menerapkan asas sebagaimana disebut diatas, juga menambahkan tiga asas lagi, yakni asas kepentingan umum, asas efektif, dan asas efisien. Demikian juga, menggunakan asas desentralisasi, asas pembantuan, dan asas dekonsentrasi (Siswanto Sunarno, 2005: 33).

C. Pembagian Urusan Pemerintahan

Pembagian urusan pemerintahan di Indonesia, pada hakikatnya dibagi dalam tiga kategori, yakni urusan pemerintahan yang dikelola oleh pemerintah pusat (pemerintah), urusan pemerintahan yang dilaksanakan oleh pemerintah daerah provinsi, urusan pemerintahan yang dilaksanakan oleh pemerintah kabupaten/kota.

Urusan pemerintahan yang menjadi urusan pemerintah, meliputi: 1. Politik luar negri,

2. Pertahanan, 3. Keamanan, 4. Yustisi,

5. Moneter dan fiskal nasional, 6. Agama.

(6)

desa. Disamping itu, penyelenggaraan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan pemerintah diluar urusan pemerintahan seperti diatas, pemerintahan dapat menyelenggarakan sendiri sebagian urusan pemerintahan, atau melimpahkan sebagian urusan pemerintahan kepada hubernur selaku wakil pemerintah, atau menugaskan sebagian urusan kepada pemerintah daerah dan/atau pemerintahan desa berdasarkan asas tugas pembantuan.

Penyelenggaraan urusan pemerintah dibagi dalam kriteria eksternalitas, akuntabilitas, dan efisiensi dengan memerhatikan keserasian hubungan antar-susunan pemerintahan, sebagai suatu sistem antara hubungan kewenangan pemerintah, kewenangan pemerintah daerah provinsi, dan pemerintah kabupaten/kota, anta pemerintah daerah yang saling terkait, tergantung, dan sinergis.

(7)

Urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintah daerah provinsi merupakan urusan dalam skala provinsi dan dalam skala kabupaten/kota, meliputi;

1. Peerencanaan dan pengadilan pembangunan,

2. Perencanaan, pemanfaatan, dan pengawasan tata ruang,

3. Penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat, 4. Penyediaan sarana dan prasarana umum,

5. Penanganan bidang kesehatan, 6. Penyelenggaraan pendidikan, 7. Penanggulangan masalah sosial, 8. Pelayanan bidan ketenagajerjaan,

9. Fasilitas pengembangan koperasi, usaha kecil, dan menengah, 10. Pengadilan lingkungan hidup,

11. Pelayanan pertanahan,

12. Pelayanan kependudukan dan catatan sipil, 13. Pelayanan administrasi umum pemerintah, 14. Pelayanan administrasi penanaman modal, 15. Penyelenggaraan pelayanan dasar lainya,

16. Urusan wajib lainya yang diamanatkan oleh peraturan perundang-undangan.

(8)

daerah dalam bidang keuangan, meliputi bagi hasil pajak dan nonpajak antara pemerintah daerah provinsi dan pemerintah daerah kabupaten/kota, pendanaan urusan pemerintahan yang menjadi tanggung jawab bersama, serta pembiayaan bersama atas kerja sama antar daerah, dan pinjaman dan/atau hibah antar pemerintah daerah.

Hubungan antara pemerintah dengan pemerintah daerah dalam bidang pelayanan umum, meliputi kewenangan, tanggung jawab, pemanfaatan, pemeliharaan, pengendalian dampak, budi daya, pelestarian, bagi hasil atas pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya lainnya, serta penyerasian lingkungan, tata ruang dan rehabilitasi lahan.

(9)

D. Pemerintah Daerah

Pembentukan pemerintahan daerah sesuai dengan amanat Pasal 18 UUD Negara RI Tahun 1945, telah melahirkan berbagai produk undang-undang dan peraturan perundang-undang-undang-undangan lainnya yang mengatur tentang pemerintahan daerah, antara lain Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1948, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1957, Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1965, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974, Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004, dan terakhir Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014.

(10)

sepenuhnya kepada DPRD, dan dalam pelaksanaan tugasnya hanya memberikan keterangan pertanggung jawaban (Sarundayang, 1997: 46).

Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, lahir dalam kancah rentaknya reformasi di Indonesia. Kelahiran Undang-Undang tersebut untuk menjawab kebutuhan tuntutan reformasi yang memberikan implikasi dan simplikasi terhadap kedudukan DPRD berbalik menjadi lebih kuat dibanding dengan kekuasaan eksekutif, dengan beberapa kewenangan yang dimiliki, antara lain kewenangan memilih kepala daerah dan kewajiban kepala daerah untuk memberikan laporan pertanggungjawaban mengenai penyelenggaraan pemerintah daerah, serta beberapa hak lainnya misalnya hak meminta keterangan, hak penyelidikan, hak menyatakan pendapat, dan hak menentukan anggaran DPRD. Dengan keadaan tersebut dapatlah dikatakan bahwa telah terjadi perubahan radikal dalam sistem penyelenggaraan pemerintahan daerah. Paling substansial adalah dalam penggunaan kewenangan yang dimiliki para penyelenggara kekuasaan oleh pemerintah termasuk pemerintah daerah, lebih khusus lagi hubungan lembaga eksekutif dan lembaga legislatif daerah sebagai unsur penting dalam penyelenggaraan pemerintah daerah, dalam kondisi hubungan yang tidak memiliki pola hubungan kewenangan yang menganut kesetaraan atau kemitraan, sebagaimana diamanatkan oleh Undang-undang.

1. Tugas Dan Kewajiban Pemerintah Daerah

(11)

daerah dan DPRD. Setiap daerah dipimpin oleh kepala pemerintahan daerah yang disebut kepala daerah, untuk provinsi disebut gubernur, untuk kabupaten disebut bupati, dan untuk kota disebut walikota. Kepala daerah dibantu oleh satu orang wakil kepala daerah, yang masing-masing untuk provinsi disebut wakil gubernur, untuk kabupaten disebut wakil bupati, dan untuk kota disebut wakil walikota.

Tugas dan wewenang kepala daerah adalah:

a. Memimpin penyelenggaraan pemerintahan daerah berdasarkan kebijakan yang ditetapkan bersama DPRD,

b. Mengajukan rancangan Pemda,

c. Menetapkan Perda yang telah mendapat persetujuan bersama DPRD, d. Menyusun dan mengajukan rancangan Perda tentang APBN kepada

DPRD untuk dibahas dan di tetapkan bersama, e. Mengupayakan terlaksananya kewajiban daerah,

f. Mewakili daerahnya di dalam dan di luar pengadilan, dan dapat menunjuk kuasa hukum untuk mewakilinya sesuai dengan peraturan perundang-undangan,

g. Melaksanakan tugas dan wewenang lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Tugas wakil kepala daerah:

(12)

2) Membantu kepala daerah dalam mengoordinasikan kegiatan instansi vertikal di daerah, menindaklanjuti laporan dan/atau temuan hasil pengawasan aparat, melaksanakan pemberdayaan perempuan dan pemuda, serta mengupayakan pengembangan dan pelestarian sosial budaya dan lingkungan hidup,

3) Membantu dan mengevaluasi penyelenggaraan pemerintahan kabupaten dan kota bagi wakil kepala daerah provinsi,

4) Memantau dan mengevaluasi penyelenggara pemerintahan di wilayah kecamatan, kelurahan dan/atau desa bagi wakil kepala daerah kabupaten/kota,

5) Memberika saran dan pertimbangan kepada kepala daerah dalam penyelenggaraan kegiatan pemerintahan daerah,

6) Melaksanakan tugas dan kewajiban pemerintahan lainnya yang diberikan oleh kepala daerah,

7) Melaksanakan tugas dan wewenang kepala daerah apabila kepala daerah berhalangan.

(13)

a. Memegang teguh dan mengamalkan Pancasila, melaksanakan Undang-Undang Dasar Negara RI Tahun 1945 serta mempertahankan dan memelihara keutuhan NKRI,

b. Meningkatkan kesejahteraan rakyat,

c. Memelihara ketentraman dan ketertiban masyarakat, d. Melaksanakan kehidupan demokrasi,

e. Menaati dan menegaskan seluruh peraturan perundang-undangan, f. Menjaga etika dan norma dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah, g. Memajukan dan mengembangkan daya saing daerah,

h. Melaksanakan prinsip tata pemerintahan yang bersih dan baik, i. Melaksanakan dan memertanggung jawabkan keuangan daerah,

j. Menjalani hubungan kerja dengan seluruh instansi vertikal di daerah dan semua perangkat daerah,

k. Menyampaikan rencana strategis penyelenggaraan pemerintahan daerah di hadapan rapat paripura DPRD.

Gubernur karena jabatannya juga berkedudukan sebagai wakil pemerintah di wilayah provinsi, dan bertanggung jawab kepada presiden. Dalam kedudukan sebagai wakil pemerintah di daerah, gubernur mempunyai tugas dan wewenang yakni:

a. Pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan pemerintahan daerah, kabupaten/kota,

(14)

c. Koordinasi pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan tugas pembantuan diprovinsi dan kabupaten/kota.

2. Hak Dan Kewajiban Daerah

Dalam menyelenggarakan otonomi daerah, mempunyai hak sebagai berikut:

a. Mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahannya, b. Memilih pimpinan daerah,

c. Mengelola aparatur daerah, d. Mengelola kekayaan daerah,

e. Memungut pajak daerah dan retribusi daerah,

f. Mendapatkan bagi hasil dari pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya lainnya yang berada di daerah,

g. Mendapatkan sumber-sumber pendapatan lain yang sah,

h. Mendapatkan hak lainnya yang diatur dalam peraturan perundang-undangan,

Adapun kewajiban daerah dalam penyelenggaraan otonomi daerah, adalah: a. Melindungi masyarakat, menjaga persatuan, kesatuan dan kerukunan

nasional, serta keutuhan NKRI,

(15)

g. Menyediakan fasilitas sosial dan fasilitas umum yang layak, h. Mengembangkan sistem jaminan sosial,

i. Menyusun perencanaan dan tata ruang daerah, j. Menegmbangkan sumber daya produktif di daerah, k. Melestariakn lingkungan hidup,

l. Mengelola administrasi kependudukan, m.Melestarikan nilai sosial budaya,

n. Membentuk dan menetapkan peraturan perundang-undangan sesuai dengan kewenangannya,

o. Kewajiban lain yang diatur dalam peraturan perundang-undangan. Hak dan kewajiban daerah tersebut, diwujudkan dalam bentuk rencana kerja pemerintahan daerah dan dijabarkan dalam bentuk pendapatan, belanja, dan pembiayaan daerah yang dikelola dalam sistem pengelolaan keuangan daerah, yang dilakukan secara efisien, efektif, transparan, akuntabel, tertib, adil, patut, dan taat pada peraturan perundang-undangan (Siswanto Sunarno, 2005: 54).

3. Mekanisme Penyelenggaraan Pemerintah Daerah

(16)

penuh kearifan, serta diperlukan sikap konsisten dan komotmen terhadap tujuan awal.

Implementasi suatu kebijakan sesungguhnya tidak hanya sekedar bersangkut paut dengan mekanisme penjabaran keputusan-keputusan politik ke dalam prosedur rutin melalui saluran-saluaran birokrasi belaka, melainkan lebih dari itu dalam mengimplementasikan kebijakan yang menyangkut kompleksitas, keputusan siapa, mendapat apa dari suatu kebijakan. Pemenuhan sumber daya dimaksud dapat berupa sarana, prosedur, dan lainnya yang mendukung implementasi secara efektif. Bahkan menurut Grindle (1980), bahwa untuk keseluruhan proses penerapan kebijakan baru dapat dimulai apabila tujuan dan sasaran yang bersifat umum telah diperinci. Program aksi telah dirancang dan sejumlah sumber daya telah dialokasikan (Marilee S. Grindle, 1980: 82).

Implementasi memang mudah dipahami secara abstrak dan seolah-olah dapat dilaksanakan, padahal dalam praktik pelaksanaanya senantiasa menuntut adanya ketersediaan sumber daya (sumber-sumber kebijakan) sebagai kondisi yang dibutuhkan untuk menjamin kelancaran implementasi kebijakan.

(17)

keputusan kebijakan. Tahap implementasi kebijakan terjadi hanya setelah undang-undang telah ditetapkan dan sumber daya disediakan (Mac Andrews, 1993: 83).

Dari uraian diatas dapat ditarik batas bahwa untuk kelancaran implementasi suatu kebijakan, selain dibutuhkan sumber daya, juga diperlukan rincian yang lebih operasional dari tujuan dan sasaran yang bersifat umum. Bahkan implementasi diperlukan faktor komunikasi sumber, kecenderungan atau tingkah laku, serta struktur birokrasi. Adanya kekurang berhasilan dalam implementasi kebijakan yang sering di jumpai, antara lain dapat disebabkan adannya keterbatasan sumber daya, struktur yang kurang memadai dan kurang efektif, serta kotmitmen yang rendah di kalangan pelaksana (Syukur Abdullah, 1985: 83).

Dalam hal pentingnya implementasi kebijakan ditegaskan pula oleh Udodji (Solichin,1990) bahwa implementasi kebijakan merupakan suatu yang penting bahkan mungkin jauh lebih penting dari pada perbuatan kebijakan itu sendiri. Suatu kebijakan hanya merupakan rencana bagus yang tersimpan rapi dalam arsip kalau tidak di implementasikan (Solichin Abdul Wahab, 1990: 38).

(18)

implementation gap, yaitu untuk menjelaskan suatu keadaan dimana dalam proses kebijakan akan selalu terbuka kemungkinan akan terjadinya perubahan antara apa yang diharapkan dengan apa yang menjadi kenyataan. Keadaan yang sering dilukiskan adalah gap antara das sollen

dan das sein.

Besar kecilnya gap tersebut antara lain banyak ditentukan oleh

implementation capacity, menurut istilah Walter William dalam Solichin (1990). Dari gejala tersebut konsekuensi yang dapat muncul adalah akan banyak diantara kebijakan yang ada ditatap saja, berupa pernyataan simbolis dari pimpinan politik atau yang tertera dalam peraturan perundang-undangan, ataupun terdapat kebijakan yang dapat dilaksanakan, akan tetapi tidaklah sesuai dengan yang diharapkan karena terdapat inkonsistensi antar-stakeholders. Keadaan ini sejak awal telah diistilahkan oleh Gunnar Myrdal dalam Ardani dan Aswara (1986), dengan adanya

software, yakni negara-negara dengan suatu kebijakan yang ideal, tetapi tidak dapat mengimplementasikan.

Untuk mengeliminasi keadaan tersebut Grindle (1980) telah mengajurkan agar dalam pelaksanaan, hendaknya diperhatiakan isi dan konteks kebijakan (content of policy and context of policy).

(19)

E. Otonomi Daerah

Penerapan asas desentralisasi dalam penyelenggaraan pemerintah di Indonesia adalah melalui pembentukan daerah-daerah otonom. Pengertian otonomi daerah berdasarkan UU No. 5 Tahun 1974 tentang pokok-pokok Pemerintahan di Daerah diatur pada Pasal 1 huruf c yang menegaskan sebagai berikut: "Otonomi daerah adalah hak, kewenangan, dan kewajiban Daerah untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pengertian otonomi daerah berdasarkan UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah diatur pada Pasal 1 angka 6 yang menegaskan sebagai berikut: "Otonomi Daerah adalah hak. wewenang. dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri Urusan Pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Pasal 1 angka 12 UU No. 23 Tahun 2014 selanjutnya menegaskan tentang pengertian daerah otonom sebagai berikut: Daerah Otonom yang selanjutnya disebut Daerah adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus Urusan Pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan anspirasi masyarakat dalam sistem Negara Republik Kesatuan Indonesia.

(20)

"berdiri sendiri" atau "dengan pemerintahan sendiri". Sedangkan "daerah" adalah suatu "wilayah atau "lingkungan pemerintah". Dengan demikian pengertian secara istilah "otonomi daerah" adalah "wewenang/kekuasaan pada suatu wilayah/daerah yang mengatur dan mengelola untuk kepentingan wilayah/daerah masyarakat itu sendiri."

Terkait dengan pemahaman tentang otonomi daerah. Soepomo sebagaimana dikutip oleh A. Hamid S. Attamimi, mengemukakan tentang teori integralistik sebagai berikut: Dalam teori integralistik atau teori totaliter, tidaklah berarti bahwa negara tidak akan memperhatikan adanya golongan-golongan sebagai golongan-golongan ataupun tidak mempedulikan manusia sebagai perseorangan. Dalam negara integralistik atau negara persatuan, negara atau pemerintah tidak akan menarik segala kepentingan masyarakat ke dirinya untuk dipelihara sendiri, akan tetapi menurut alasan-alasan yang "doelmatig" akan membagi-bagi kewajiban negara dalam badan-badan pemerintah di pusat dan di daerah. atau akan menyerahkan sesuatu hal untuk dipelihara oleh suatu golongan atau suatu perorangan, segala sesuatu menurut waktu, tempat, dan soalnya (A. Hamid S. Attamimi, 1990: 61).

(21)

Pengertian dari daerah otonom itu sendiri menurut J. Riwu Kaho adalah: Daerah yang mengemban misi tertentu, yaitu dalam rangka meningkatkan keefektifan dan efisiensi penyelenggaraan pemerintahan di daerah dimana untuk melaksanakan tugas dan kewajiban itu daerah diberi hak dan wewenang tertentu (J. Riwu Kaho, 2002: 7).

Berdasarkan rumusan tersebut, dalam daerah otonom terdapat unsur-unsur sebagai berikut:

1. Unsur (elemen) batas wilayah

Sebagai kekuasaan masyarakat hukum, batas suatu wilayah adalah sangat menentukan untuk kepastian hukum. bagi pemerintah dan masyarakat dalam melakukan interaksi hukum, misalnya dalam penetapan kewajiban tertentu sebagai warga masyarakat serta pemenuhan hak-hak masyarakat terhadap fungsi pelayanan umum pemerintahan dan peningkatan kesejahteraan secara luas kepada masyarakat setempat. Di sisi lain, batas wilayah ini sangat penting apabila ada sengketa hukum yang menyangkut wilayah perbatasan antar daerah. Dengan perkataan lain, dapat dinyatakan bahwa suatu daerah hams mempunyai wilayah dengan batas-batas yang jelas sehingga dapat dibedakan antar daerah yang satu dengan daerah lainnya.

2. Unsur (elemen) pemerintahan

(22)

berdasarkan kreativitasnya sendiri. Elemen pemerintahan daerah adalah meliputi pemerintah daerah dan lembaga DPRD sebagai unsur penyelenggara pemerintah daerah.

3. Unsur masyarakat

Masyarakat sebagai elemen pemerintahan daerah merupakan kesatuan masyarakat hukum, baik gemeinschaft maupun gesselschaft jelas mempunyai tradisi, kebiasaan. dan adat istiadat yang turut mewarnai sistem pemerintahan daerah, mulai dari bentuk berpikir, bertindak, dan kebiasaan tertentu dalam kehidupan masyarakat. Bentuk-bentuk partisipasi budaya masyarakat antara lain gotong royong, permusyawaratan, cara menyatakan pendapat dan pikiran yang menunjang pembangunan daerah untuk meningkatkan kesejahteraan memulai pelayanan pemerintahan (Siswanto Sunarno, 2008: 6-7).

Reformasi pemerintahan yang terjadi di Indonesia telah mengakibatkan terjadinya pergeseran paradigma penyelenggaraan pemerintahan, pergeseran paradigma tersebut dikemukakan oleh H.A W. Widjaya sebagai berikut:

(23)

diberlakukannya UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, yang kemudian diganti dengan UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (H.A.W. Widjaya, 2007: 27).

F. Kewenangan Pemerintahan Daerah

Bagir Manan mengatakan bahwa kewenangan berasal dari kata dasar "wewenang" yang dalam bahasa hukum tidak sama dengan kekuasaan (macht). Kekuasaan hanya menggambarkan hak untuk berbuat atau tidak berbuat (Bagir Manan, 2001: 1). Abu Saud Busroh di pihak lain memberikan pengertian bahwa: "Kekuasaan adalah kemampuan untuk memaksakan kehendak. Dalah hukum, wewenang sekaligus hak dan kewajiban (rechten en plichten). Dalam kaitannya dengan otonomi daerah, hak mengandung pengertian kekuasaan untuk mengatur sendiri (selfregelen) dan mengelola sendiri (selfbesturen). Sedangkan kewajiban mempunyai dua pengertian, yakni horizontal dan vertikal. Horizontal berarti kekuasaan untuk menyelenggarakan pemerintahan sebagaimana mestinya, dan wewenang dalam pengertian vertikal berarti kekuasaan untuk menjalankan pemerintahan dalam suatu tertib ikatan pemerintah negara secara keselumhan (Abu Daud Busroh, 1985: 125).

(24)

berlapis-lapis maupun bertingkat tujuannya antara lain adalah untuk mencegah dominasi kewenangan pemerintah yang lebih tinggi. Masalah hubungan kewenangan antara Pemerintahan Pusat dan Daerah seperti Daerah Provinsi, Kabupaten/Kota dalam rangka otonomi (daerah berotonomi), sebenarnya adalah pembicaraan mengenai isi rumah tangga daerah yang dalam perspektif hukum pemerintahan daerah lazim disebut urusan rumah tangga daerah, Bagir Manan menyatakan: "Hubungan kewenangan antara lain bertalian dengan cara pembagian urusan penyelenggaraan pemerintahan atau cara menentukan urusan rumah tangga daerah. Penggunaan terminologi "rumah tangga daerah" mempakan suatu hal yang sangat penting, hal ini untuk menunjukan adanya kemandirian dan keleluasaan daerah mengatur dan mengurus sendiri kepentingan daerahnya (Bagir Manan, 2001: 37)."

Terdapat tiga kepentingan dalam urusan rumah tangga daerah. yaitu kepentingan masyarakat, individu dan kepentingan pemerintahan. Bagir Manan dalam hal ini berpendapat sebagai berikut: "Sebagai suatu fungsi pemerintahan, "urusan rumah tangga daerah" tidak hanya mengenai kepentingan masyarakat, melainkan juga kepentingan individu dan kepentingan pemerintahan itu sendiri, seperti susunan organisasi, pembagian tugas di antara lingkungan jabatan atau jabatan pemerintahan dan lain sebagainya (Bagir Manan, 2001: 1)."

(25)

rumah tangga meliputi kepentingan individu, penguasaan, dan masyarakat. Persoalan yang muncul adalah memadukan antara ketiga kepentingan tersebut, dalam implementasinya atau dalam pemenuhannya agar tidak terdapat kesanjungan antara kepentingan yang satu dengan yang lainnya. Artinya antara kepentingan individu, masyarakat, dan kepentingan penguasaan atau pemerintah harus senantiasa selaras, seimbang, dan saling melengkapi (Muhammad Fauzan. 2006: 86).

Cara menentukan urusan rumah tangga daerah otonom merupakan persoalan hubungan kewenangan, oleh karena itu, juga terkait dengan bentuk otonomi yang dianut. Cara menentukan suatu umsan pemerintahan apakah merupakan umsan pemerintah pusat atau daerah, akan menunjukan suatu bentuk otonomi yang dijalankan oleh negara yang bersangkutan. Dalam hal ini dikenal adanya dua bentuk otonomi, yaitu otonomi luas dan otonomi terbatas.

Bagir Manan memberikan penjelasan sebagai berikut: Suatu otonomi dapat digolongkan sebagai otonomi terbatas bila:

1. Urusan-urusan rumah tangga daerah ditentukan secara kategoris dan pengembangannya diatur dengan cara-cara tertentu pula.

(26)

3. Sistem hubungan keuangan antara Pusat dan Daerah yang menimbulkan hal-hal seperti keterbatasan kemampuan keuangan asli daerah yang akan membatasi ruang gerak otonomi daerah.

Sedangkan otonomi luas bertolak dari prinsip semua urusan pemerintahan pada dasamya menjadi urusan rumah tangga daerah, kecuali yang ditentukan sebagai urusan pusat (Bagir Manan, 2001: 37).

Pembagian urusan pemerintahan berdasarkan UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah diatur dalam-Bab IV Pasal 9 sampai dengan Pasal 26. Pemerintahan daerah menyelenggarakan semua urusan kecuali yang terjadi urusan pemerintahan pusat, hal ini sebagaimana ditegaskan pada Pasal 9 ayat (2) sebagai berikut: Urusan pemerintahan absolut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah Urusan Pemerintahan yang sepenuhnya menjadi kewenagan Pemerintahan Pusat.

Pembagian urusan pemerintahan berdasarkan UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah ditegaskan dalam pasal 9 sebagai berikut: 1. Urusan Pemerintahan terdiri atas urusan pemerintah absolut, urusan

pemerintahan konkuren, dan urusan pemerintahan umum.

2. Urusan pemerintahan absolut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah Urusan Pemerintahan yang sepenuhnya menjadi kewenangan Pemerintahan Pusat.

(27)

4. Urusan pemerintahan konkuren yang diserahkan ke Daerah menjadi dasar pelaksanaan Otonomi Daerah.

5. Urusan pemerintahan umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan Presiden sebagai kepala pemerintahan.

Berdasarkan distribusi kewenangan antara Pemerintahan Pusat dan Daerah tersebut diatas, Muhammad Fuazan memberi kesimpulan bahwa: UU No 23 Tahun 2014 dalam melakukan pendistribusian kewenangan antara Pemerintahan Pusat dengan Daerah, membedakan urusan yang bersifat

concurent artinya urusan pemerintahan yang penangananya dalam bagian atau bidang tertentu dapat dilakukan bersama antara Pemerintahan Pusat dengan Pemerintahan Daerah. Dengan demikian, setiap urusan yang bersifat

concurent senantiasa ada bagian urusan yang menjadi kewenangan Pemerintahan Pusat dan ada bagian urusan yang diserahkan kepada Provinsi dan juga ada urusan pemerintahan yang diserahkan kepada Kabupaten/Kota. Dalam rangka menciptakan distribusi kewenangan urusan pemerintahan yang bersifat concurent secara proposional antara Pemerintahan Pusat dengan Pemerintahan Daerah dipergunakan beberapa kriteria yang meliputi eksternalitas, akuntabilitas, dan efisiensi dengan memperhatikan keserasian hubungan pengelolaan urusan pemerintahan antara tingkatan satuan pemerintahan (Muhammad Fauzan, 2006: 88).

(28)

wajib dan urusan pilihan, ketentuan ini ditegaskan pada Pasal 12 dan Pasal 13 sebagai berikut:

1) Urusan pemerintahan konkuren sebagaimana di maksud pada Pasal 9 ayat (3) yang menjadi kewenangan Daerah terdiri atas Urusan Pemerintahan Wajib dan Urusan Pemerintahan Pilihan.

2) Urusan pemerintahan wajib sebaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas Urusan Pemerintahan yang berkaitan dengan Pelayanan Dasar dan Urusan Pemerintahan yang tidak berkaitan dengan Pelayanan Dasar.

3) Urusan pemerintahan wajib yang berkaitan dengan Pelayanan Dasar sebagaimana dimaksud pada ayat (2) adalah Urusan Pemerintahan Wajib yang sebagian substansinya merupakan Pelayanan Dasar.

G. Sumber-Sumber Pendapatan Daerah

(29)

teramat penting adalah keinginan untuk lebih meningkatnya efisiensi dan efektifitas pengelolaan sumber daya keuangan daerah dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Disamping itu, tujuan desentralisasi keuangan adalah untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daeah (PAD), hal ini sebagaimana dikemukakan oleh Josep Riwu Kaho sebagai berikut:

"Dalam pelimpahan wewenang dari pemerintahan pusat kepada pemerintahan daerah harus diikuti oleh pelimpahan kewenangan yang dalam penyelenggaraannya harus didukung oleh sumber-sumber keuangan yang memadai yang berasal dari Pendapatan Asli Daerah (PAD). Salah satu kriteria penting untuk mengetahui secara nyata kemampuan daerah dalam mengaturan menggurus rumah tangganya adalah self supporting dalam bidang keuangan (Josep Riwu Kaho, 2002: 124)."

Menurut Pasal 285 No. 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah. sumber-sumber pendapatan daerah tersebut adalah sebagai berikut:

1. Sumber pendapatan Daerah terdiri atas: a. Pendapatan asli Daerah meliputi:

1) Pajak daerah 2) Retribusi daerah

3) Hasil pengelolaan kekayaan Daerah yang dipisahkan, dan 4) Lain-lain pendapatan asli Daerah yang sah.

b. Pendapatan transfer, dan

(30)

2. Pendapatan tranfer sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf b meliputi:

a. Tranfer pemerintahan pusat terdiri atas: 1) Dana perimbangan

2) Dana otonomi khusus 3) Dana keistimewaan, dan 4) Dana desa.

b. Tranfer antar Daerah terdiri atas: 1) Pendapatan bagi hasil, dan 2) Bantuan keuangan

H. Retribusi

1. Pengertian Retribusi

Salah satu komponen penunjang dalam peningkatan PAD yaitu Retribusi Daerah. Hal ini sesuai dengan pendapat Josep Riwu Kaho, bahwa:

(31)

Dasar hukum pelaksanaan retribusi daerah saat ini adalah Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Retribusi. sebagaimana halnya pajak daerah. merupakan salah satu unsur PAD yang diharapkan menjadi salah satu sumber pembiayaan penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan daerah, untuk meningkatkan dan memeratakan kesejahteraan masyarakat.

Pembiayaan pemerintah daerah dalam melaksanakan tugas pemerintahan dan pembangunan senantiasa memerlukan sumber penerimaan yang dapat diandalkan. Kebutuhan ini semakin dirasakan oleh daerah sejak diperlakukannya otonomi daerah di Indonesia. Hal ini sejalan dengan pendapat Marihot P. Siahaan yang mengatakan sebagai berikut:

"Dengan adanya otonomi, daerah dipicu untuk dapat berkreasi mencari sumber penerimaan daerah yang dapat mendukung pembiayaan pengeluaran daerah. Dari berbagai alternatif sumber penerimaan yang mungkin dipungut oleh daerah, Undang-undang tentang Pemerintahan Daerah menetapkan pajak dan retribusi daerah menjadi salah satu sumber penerimaan yang berasal dari dalam daerah bahkan dimasukkan menjadi pendapatan asli daerah dan dapat dikembangkan sesuai dengan kondisi masing-masing daerah (Marihot P. Siahaan, 2005: 1)."

(32)

Rochmat Soemitro dalam hal ini mengatakan sebagai berikut: Pengertian retribusi secara umum adalah pembayaran-pembayaran kepada negara yang dilakukan oleh mereka yang menggunakan jasa-jasa negara. Dengan kata lain. Retribusi secara umum adalah pembayaran-pembayaran kepada negara atau merupakan iuran kepada pemerintah yang dapat dipaksakan dan jasa balik secara langsung dapat ditunjuk (Rochmat Soemitro, 1974: 17)."

Sedangkan pengertian retribusi daerah dan ciri-cirinya inenurut Josep Riwu Kaho adalah sebagai berikut: "Retribusi daerah adalah pungutan Daerah sebagai pembayaran pemakaian atau karena memperoieh jasa pekerjaan. usaha atau milik Daerah untuk kepentingan umum, atau karena jasa yang diberikan oleh Daerah baik

langsung maupun tidak langsung. Dengan demikian ciri-ciri retribusi adalah sebagai berikut:

a. Retribusi dipungut oleh negara

b. Dalam pemungutan terdapat paksaan secara ekonomis c. Adanya kontra prestasi yang secara langsung dapat ditunjuk

d. Retribusi dikenakan pada setiap orang/badan yang menggunakan/mengenyam jasa-jasa yang disiapkan negara (Josep Riwu Kaho, 2002: 153).

(33)

dikatakan bersifat langsung yang dapat ditunjuk oleh wajib retribusi atau hanya yang membayar retribusi sajalah yang menikmati balas jasa dari negara dalam hal ini daerah tertentu. Pengertian jasa menurut Josep Riwu Kaho adalah: Jasa adalah kegiatan pemerintah daerah berupa usaha dan pelayanan yang menyebabkan barang, fasilitas atau kemanfaatan lainnya dapat dinikmati orang pribadi atau badan (Josep Riwu Kaho, 2002: 6).

Pasal 1 angka 69 UU No. 28 Tahun 2009 selanjutnya memberikan ketentuan mengenai wajib retribusi sebagai berikut:

Wajib Retribusi adalah orang pribadi atau Badan yang menurut peraturan perundang-undangan retribusi diwajibkan untuk melakukan pembayaran retribusi, termasuk pemungut atau pemotong retribusi tertentu.

Beberapa ciri yang melekat pada retribusi daerah saat ini yang dipungut oleh masing-masing daerah di Indonesia adalah sebagaimana dikemukakan oleh Josep Riwu Kaho sebagai berikut:

1) Retribusi merupakan pungutan yang dipungut berdasarkan Undang-undang dan Peraturan Daerah yang berkenaan.

2) Hasil penerimaan retribusi masuk ke kas pemerintah daerah.

3) Pihak yang membayar retribusi mendapatkan kontraprestasi (balas jasa) secara langsung dari pemerintah daerah atas pembayaran yang dilakukannya.

(34)

5) Sanksi yang dikenakan pada retribusi adalah sanksi secara ekonomis, yaitu jika tidak membayar retribusi, tidak akan memperoleh jasa yang diselenggarakan oleh pemerintahan daerah (Josep Riwu Kaho, 2002: 7).

Retribusi sedikit berbeda dengan pajak. dalam retribusi hubungan antara prestasi yang dilakukan (dalam wujud pembayaran) dengan kontraprestasi itu bersifat langsung. Pembayaran retribusi justru menginginkan adanya jasa timbal balik langsung dari pemerintah. Berdasarkan hal tersebut, maka karakteristik retribusi adalah:

a. Retribusi dipungut dengan berdasarkan peraturam-peraturan (yang berlaku umum).

b. Dalam retribusi, prestasi yang berupa pembayaran dari warga masyarakat akan mendapatkan jasa timbal langsung yang ditunjukan pada individu yang membayarnya.

c. Uang hasil retribusi digunakan bag! pelayanan umum berkait dengan retribusi yang bersangkutan.

d. Pelaksanaanya dapat dipaksakan, biasanya bersifat ekonomis.

2. Kriteria Retribusi Daerah

(35)

Berbagai mac am retribusi yang merupakan kevvenangan pemerintah daerah dibedakan menurut kriteria-kriteria tertentu. Kriteria tersebut digunakan agar masyarakat tahu dan dapat membedakan jenis retribusi antara yang satu dengan jenis retribusi yang lainnya sehingga dapat menghindarkan kerancuan. Obyek retribusi berdasarkan Pasal 108 ayat (1) UU No. 28 Tahun 2009 adalah sebagai berikut:

Obyek retribusi adalah: a. Jasa Umum

b. Jasa Usaha

c. Perizinan Tertentu.

Berdasarkan Pasal 109 UU No. 28 Tahun 2009 ditetapkan pengertian obyek Retribusi Jasa Umum sebagai berikut: Obyek Retribusi Jasa Umum adalah pelayanan yang disediakan atau diberikan Pemerintahan Daerah untuk tujuan kepentingan dan kemanfaatan umum serta dapat dinikmati oleh orang pribadi atau Badan.

Pada Pasal 110 UU No. 28 Tahun 2009 lebih lanjut diatur mengenai jenis-jenis Retribusi Jasa Umum sebagai berikut:

a. Jenis Retribusi Jasa Umum adalah: 1) Retribusi Pelayanan Kesehatan

2) Retribusi Pelayanan Persampahan/Kebersihan

3) Retribusi Penggantian Biaya Cetak Kartu Tanda Penduduk dan Akta Catalan Sipil

(36)

5) Retribusi Pelayanan Parkir di Tepi Jalan Umum

6) Retribusi Pelayanan Pasar

7) Retribusi Pengujian Kendaraan Bermotor

8) Retribusi Pemeriksaan Alat Pemadam Kebakaran 9) Retribusi Penggantian Biaya Cetak Peta

10) Retribusi Penyediaan dan/alat Penyedotan Kakus 11) Retribusi Pengelolaan Limbah Cair

12) Retribusi Pelayanan Tera/Tera Ulang 13) Retribusi Pelayanan Pendidikan, dan

14) Retribusi Pengendalian Menara Telekomunikasi.

b. Jenis Retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat tidak dipungut apabila potensi penerimaanya kecil dan/atau atas kebijakan nasional/daerah untuk memberikan pelayanan tersebut secara cuma-cuma.

(37)

Agar prosedur-prosedur pemungutan retribusi yang telah ditetapkan berjalan dengan baik, maka diperlukan administrasi pengelolaan yang baik dalam pelaksanaanya. Administrasi penerimaan retribusi yang baik menurut Devas, sebaimana dikutip oleh Isna Mauidlotin Hasanah, adalah sebagai berikut:

1. Menentukan wajib retribusi, hal ini berkaitan dengan kejelasan onyek retribusi sehingga mempersempit bagi wajib retribusi untuk menyembunyikan onyek retribusinya.

2. Menentukan nilai terutang, hal ini berkaitan antara wajib retribusi dengan petugas pemungut dan penentuan tarif. Semakin besar kewenangan petugas untuk menentukan retribusi terutang maka semakin besar peluang untuk berunding dengan wajin retribusi dan akan mengakibatkan semakin kurang cermat besar retribusi yang dihasilkan.

3. Memungut retribusi, hal ini meliputi ketepatan waktu memungut, sifat pembayaran (otomatis atau tidak) dan ancaman hukuman atas kelalaian membayar.

4. Pemeriksaan kelalaian retribusi, hal ini berhubungan dengan sistem catatan yang baik dan cermat agar kelalaian dapat segera diketahui (Isna Mauidlotin Hasanah, 2005: 24).

3. Konsep Biaya Retribusi

(38)

Manajemen (Mulyadi, 1984: 31), biaya langsung adalah biaya-biaya yang mudah diidentifikasikan atau diperhitungkan secara langsung kepada produk. Termasuk dalam biaya langsung adalah biaya bahan dan tenaga kerja langsung. Sedangkan biaya tidak langsung adalah biaya yang tidak mudah diidentifikasikan secara langsung kepada produk atau jasa. Misalnya gaji pegawai kantor. Pada dasarnya biaya tidak langsung merupakan biaya bersama, umumnya timbul jika lebih dari satu divisi menggunakan fasilitas perusahaan secara bersama. Biaya seperti ini harus dialokasikan kepada setiap devisi sesuai dengan manfaat yang dinikmatinya.

Dalam teori biaya retribusi dibagi ke dalam dua kelompok, yaitu retribusi di bawah biaya dan retribusi di atas biaya. Adapun untuk lebih jelasnya dapat di uraikan sebagai berikut:

a. Retribusi Di Bawah Biaya

Konsep dasar untuk mengenakan retribusi biasanya menyarankan bahwa biaya retribusi didasarkan pada total cost dari pelayanan yang disediakan. Namun, pengujian teoretis dari retribusi melibatkan beberapa kompromi. Hal ini mengakibatkan retribusi menjadi di bawah tingkat full cost dan subsidi dari penerimaan umum. Menurut Amanullah ada empat alasan utama mengapa hal ini terjadi, alasan tersebut adalah sebagai berikut:

(39)

tetapi suatu retribusi dikenakan untuk mendisiplinkan konsumsi. Retribusi ditetapkan pada suatu tingkat kalkulasi untuk menghindari pemborosan tetapi memperkenakan tingkat konsumsi minimum yang utama oleh seluruh kelompok pendapatan. Contoh retribusi ini adalah resep kesehatan (pembelian obat dengan harga lebih rendah).

2) Untuk retribusi di bawah biaya (subsidi) terjadi apabila suatu pelayanan merupakan bagian dari swasta dan sebagian lagi merupakan public good, hal memberikan keuntunangan kepada individu pemakai, tetapi konsumsi perlu didorong bagi kepentingan dan keuntungan masyarakat. Contoh yang paling menyolok adalah tarif kereta api dan bis disubsidi agar mendorong masyarakat untuk menggunakan angkutan umum dari pada pengeluaran biaya pembangunan jalan baru.

3) Pelayanan yang seluruhnya private good dapat disubsidi jika hal ini merupakan permintaan yang populer dan penguasa enggan menghadapi masyarakat dengan full cost. Hal ini sering dilaksanakan guna menyediakan fasilitas rekreasi dari kolam renang dan rumah opera.

(40)

b. Retribusi Di Atas Biaya

Dalam beberapa hal retribusi mungkin didasarkan pada

recovering dari pada full cost dari suatu pelayanan, yaitu atas dasar mencari keuntungan. Ada tiga kasus mengapa hal ini terjadi. Kasus-kasus tersebut adalah sebagai berikut:

1) Retribusi dikenakan diatas biaya untuk tujuan penganturan yang melibatkan sedikit biaya langsung. Licencing fee atau meteran parker merupakan contoh.

2) Retribusi mengkin dikenakan pada tingkat diatas biaya guna memperkuat pengaruh disiplin mereka atas konsumsi. Retribusi telepon mungkin dibagi-bagi sesuai dengan tujuan untuk tidak mendorong kemacetan pada puncak jam bussines.

3) Retribusi dikenakan diatas biaya jika pemerintah menetapkan biaya permintaan pelayanan yang cukup banyak dan msyarakat ingin membayar tinggi untuk hal itu karena tingkat keperluan atau populitas dan keterbatasan penawaran jasa retribusi.

(41)

golongan masyarakat yang berpenghasilan tinggi. ( Rahardjo adisasmita,2010:114 )

I. Pengertian Peranan

Konsep peranan dalam kajian teori organisasi diasumsikan sebagai tingkat penerimaan karyawan atas pekerjaan yang dibebankan kepadanya dalam rangka melakukan tugas, fungsi, kevvajiban. dan tanggung jawab. Dalam hal ini Alo Liliweri mengemukakan pendapatnya sebagai berikut:

"Peranan dapat di artikan sebagai role specifity atau role clarity yang bermakna pengkhususan peran dan penjelasan peran. Pengkhususan peran dan kejelasan peran berarti tingkat penerimaan seorang karyawan atas pekerjaan yang di bebankan kepadanya. Seorang karyawan merasa peranannya jelas. apabila peran itu merupakan peran khusus yang dibebankan kepadanya maka ia akan bekerja dengan penuh tanggung jawab. Role specitijy disamakan pengertiannya dengan spesifikasi pekerjaan (fob specification), yaitu persyaratan yang harus dipenuhi oleh para pekerja sebagaimana diharapkan organisasi agar mereka mampu melaksanakan tugas, fungsi, kewajiban. dan tanggung jawabnya. Dengan demikian terdapat kepastian bahwa pekerjaan memberikan pengkhususan peran kepada seseorang (Alo Liliweri, 1997: 157).

(42)

karyawan atas pekerjaan yang dibebankan kepadanya dalam rangka melaksanakan tugas. fungsi. kewajiban. dan tanggung jawab.

Konsep peran dapat diartikan sebagai tingkah laku yang diharapkan dari seorang yang mempunyai kedudukan tertentu. Hal ini sebagaimana yang dikemukakan oleh WJS. Poerwodarminto bahwa peran adalah peranan tingkat laku yang diharapkan dimiliki oleh orang yang berkedudukan di masyarakat. WJS. Poerwodarminto selanjutnya mengartikan peranan sebagai bagian yang dimiliki seseorang. la berusaha menjalankan dengan baik semua hal yang dibebankan kepadanya atau tindakan yang dilakukan oleh seseorang dalam suatu peristiwa.

Berdasarkan pengertian di atas, maka dapat dideskripsikan bahwa pengertian peran adalah seperangkat tingkah laku yang dimiliki oleh seseorang yang berkedudukan dalam masyarakat, sedangkan peranan adalah bagian dari tugas utama yang harus dilakukan.

Konsep peranan erat hubungannya dengan konsep fungsi. Konsep fungsi didefinisikan oleh Poerwodarminto sebagai jabatan atau pekerjaan yang dilakukan. Berdasarkan konsep peranan hubungannya dengan konsep fungsi sebagaimana tersebut diatas, maka dapat dijelaskan bahwa peranan merupakan implementasi dari jabatan atau pekerjaan yang dibebankan.

(43)

Purwokerto memberikan peranan atau kontribusi terhadap peningkatan Pendapatan Asli Daerah. Hal ini berkaitan dengan adanya otonomi daerah yang memberikan konsekuensi kepada daerah untuk memperoleh pendapatan yang besar, karena daerah dituntut untuk menjalankan segala aktifitas dibidang pemerintahan dan ekonomi dengan biaya sendiri. Menurut Abdul Halim, untuk mengetahui peranan atau kontribusi dari Retribusi Dareah terhadap Pendapatan Asli Daerah adalah dengn persamaan sebagai berikut:

Kontribusi =

× 100% (Abdui Halim 2001: 17). Kriteria peranan atau kontribusi menurut Fuad Bawasir adalah sebagai berikut:

1. 0%-0,9 = relatif tidak berkontribusi/berperan 2. 1%-1,9 = kurang memiliki kontribusi/berperan 3. 2%-2,9% = cukup memiliki kontribusi/berperan 4. 3%-3,9% = memiliki kontribusi/berperan

Referensi

Dokumen terkait

Pada ketinggian 8 sampai dengan 20 km di atas permukaan bumi (lapisan stratosfer bawah atau tropopause; batas antara lapisan troposfer dengan stratosfer) molekul ozon dirusak

Membuat view untuk menampilkan mahasiswa yang mengambil matakuliah query nya adalah create view AmbilMk as select.. Mahasiswa.nama,Mahasiswa.jenis_kelamin,ambil_mk.kode_mk

Rotasi suatu titik pada struktur adalah sama dengan turunan pertama energi regangan dalam struktur terhadap momen yang bekerja pada titik tersebut dengan arah yang

Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan dan menerapkan model pembelajaran berbasis ketrampilan proses dengan e-portofolio assessment online pada mata kuliah Technique

Berdasarkan hasil analisis data yang telah dilakukan, ditemukan juga bahwa pola asuh otoriter yang diterapkan orangtua terhadap mahasiswa berada dalam kategori rendah dengan

Hasil analisis data menunjukkan bahwa Kendala dalam menaggulangi penyalahgunaan narkotika kurang peran serta masyarakat, masyarakat kurang memahami tugas dari BNN,

Mapel Kompetensi Dasar /ndikator Materi Pembelajaran Kegiatan Pembelajaran Penilaian Alokasi Waktu Sumber Belajar benana alam'  Kemampua n memprakti kkan kegiatan kerja sama

Penerapan Model Pembelajaran Inkuiri Dengan Kombinasi Eksperimen Nyata-Virtual Untuk Meningkatkan Pemahaman Konsep Dan Keterampilan Berpikir Kritis.. Universitas