BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Lanjut usia (lansia) merupakan suatu anugerah. Menjadi tua, dengan
segenap keterbatasannya, pasti akan dialami oleh seseorang bila ia
panjang umur. Setiap individu tentunya berharap dapat menjalani masa
tuanya dengan bahagia hingga akhir usianya. Proses menjadi tua di dalam
perjalanan hidup manusia merupakan suatu hal yang wajar akan dialami
semua orang yang dikaruniai umur panjang, hanya saja cepat lambatnya
proses tersebut bergantung pada masing-masing individu yang
bersangkutan. Sebagai tahap akhir siklus perkembangan, lanjut usia
sering mengalami gangguan kesehatan baik fisiologis maupun psikologis
yang akan menimbulkan pengaruh pada seluruh aspek kehidupan
khususnya pada lansia yang tinggal di panti. Mereka yang berusia lanjut
umumnya memenuhi tanda-tanda terjadinya penurunan fungsi biologis,
psikologis, sosial serta ekonomi.
Menjadi tua merupakan proses alami yang disertai adanya
penurunan kondisi fisik dengan terlihat adanya penurunan fungsi organ tubuh.
Hal ini juga diikuti dengan perubahan emosi secara psikologis dan
kemunduran kognitif seperti sering lupa, kecemasan yang berlebihan,
kepercayaan diri menurun, gangguan tidur dan juga kondisi biologis yang
semuanya saling berinteraksi satu sama lain. Penuaan adalah suatu proses
alami yang tidak dapat dihindari, berjalan terus menerus, dan
berkesinambungan. Selanjutnya akan menyebabkan perubahan anatomis,
fisiologis, dan biokimia pada tubuh sehingga akan mempengaruhi fungsi dan
kemampuan tubuh secara keseluruhan (Notoatmodjo, 2007)
Usia atau angka harapan hidup penduduk Indonesia telah meningkat
secara bermakna pada beberapa dekade terakhir ini. Peningkatan penduduk
Pembangunan meningkatkan taraf hidup masyarakat, menurunkan angka
kematian dan meningkatkan usia harapan hidup. Namun, disisi lain
pembangunan secara tidak langsung juga berdampak negatif melalui
perubahan nilai-nilai dalam keluarga serta lingkungan yang berpengaruh
kurang baik terhadap kesejahteraan lansia. Di Indonesia tahun 2000 proporsi
penduduk lanjut usia adalah 7,18 % dan tahun 2010 meningkat sekitar 9,77 %,
sedangkan tahun 2020 diperkirakan prororsi lanjut usia dari total penduduk
Indonesia dapat sampai 11,34 %. Tahun 2011 proporsi penduduk lanjut usia
sudah menyamai proporsi penduduk balita. Pada saat ini penduduk lanjut usia
berjumlah sekitar 24 juta dan tahun 2020 diperkirakan sekitar 30-40 juta jiwa
(Susenas, 2011).
Klasifikasi pada lansia menurut Depkes RI (2003) yaitu : Pra lansia
45 – 59 tahun, lansia 60 tahun atau lebih, lansia resiko tinggi berusia 70 tahun
atau seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih dengan masalah kesehatan,
lansia potensial adalah lansia yang masih mampu melakukan pekerjaan dan
atau kegiatan yang menghasilkan barang atau jasa, lansia tidak potensial yaitu
lansia yang tidak berdaya mencari nafkah sehingga hidupnya bergantung pada
bantuan orang lain (Maryam, 2008). Batasan lansia menurut organisasi
kesehatan dunia (WHO) meliputi : usia pertengahan yaitu antara usia 45-59
tahun, lanjut usia yaitu usia 60-74 tahun, lanjut usia tua berusia 75-90 tahun,
dan usia sangat tua di atas 90 tahun (Nugroho, 2000). Seiring bertambahnya
usia seseorang maka akan terjadi proses penurunan baik fisik, emosional, daya
ingat serta mobilitas sosial. Keadaan tersebut akan memicu beberapa masalah
kesehatan yang tidak jarang ditemui pada lanjut usia. Diantaranya seorang
lansia akan mengalami ansietas, gangguan tidur, perasaan gelisah,
insomnia bahkan stres.
Ansietas adalah perasaan takut yang tidak jelas dan tidak
didukung oleh situasi (Videbeck, 2008). Ansietas atau kecemasan adalah
respons emosi tanpa objek yang spesifik yang secara subjektif dialami dan
suatu kekhawatiran yang berlebihan dan dihayati disertai berbagai gejala
sumatif, yang menyebabkan gangguan bermakna dalam fungsi sosial atau
pekerjaan atau penderitaan yang jelas bagi pasien (Mansjoer, 1999).
Stres adalah kejadian eksternal serta situasi lingkungan yang
membebani kemampuan adaptasi individu, terutama berupa beban emosional
dan kejiwaan. Untuk mengatasi stres harus ada koping, koping adalah cara
berpikir dan bereaksi yang ditujukan untuk mengatasi beban atau transaksi
yang menyakitkan/stresor tersebut. Akibat stres yang dialami lansia dapat
mengakibatkan kegelisahan yang mendalam, penurunan kondisi fisik,
kemarahan yang tidak terkendali, bahkan dapat mengakibatkan perasaan
depresi. Stres psikologis yang dialami oleh lansia juga dapat menyebabkan
kesulitan tidur hingga insomnia serta dapat mempengaruhi kosentrasi dan
kesiagaan, meningkatkan resiko-resiko kesehatan, serta dapat merusak fungsi
sistem imun. Kekurangan tidur pada lansia memberikan pengaruh terhadap
fisik, kemampuan kognitif dan juga kualitas hidup. Sebagian besar lanjut usia
yang menderita stres mengalami kesulitan untuk tidur. Stres yang dialami
oleh lansia dapat mempengaruhi kebutuhan waktu untuk tidur. Semakin
tinggi tingkat stres pada lansia maka semakin besar tingkat kesulitan untuk
tidur/insomnia (Noorkasiani, 2009).
Insomnia menurut Suparyanto (2011) merupakan kesulitan untuk
jatuh tidur, bertahan tidur, tidur dengan nyenyak, atau ketidakmampuan
memperoleh secara cukup kualitas dan kuantitas tidur. Insomnia merupakan
suatu persepsi dimana seseorang merasa tidak cukup tidur atau merasakan
kualitas tidur yang buruk walaupun orang tersebut sebenarnya memiliki
kesempatan tidur yang cukup, sehingga mengakibatkan perasaan yang tidak
bugar sewaktu atau setelah terbangun dari tidur. Insomnia menimbulkan
distres yang pada pagi harinya bermanifestasi sebagai rasa lemas, lesu,
menurunnya kemampuan berpikir, serta menjadi mudah tersinggung.
Penderita insomnia biasanya kerap menganggap remeh gangguan tidur ini,
menyebabkan seseorang terkena depresi dan pada akhirnya juga
mempengaruhi kualitas hidup.
Data pada Unit Rehabilitasi Sosial Dewanata Cilacap pada tanggal 7
Januari tahun 2013, populasi lansia berjumlah 90 orang terdiri dari lansia
laki-laki dan lansia perempuan. Sejumlah 40 lansia mengalami bed rest (tirah baring), separuhnya bed rest total dan separuhnya lagi mengalami semi bed rest. Dari hasil survey, peneliti melakukan wawancara dengan 25 lansia yang memenuhi kriteria sebagai responden, hasilnya terdapat 9 lansia yang
mengeluhkan mengalami kesulitan untuk tidur. Mengacu pada data tersebut,
peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang “Hubungan antara
tingkat stres dengan kejadian insomnia pada lansia di Unit Rehabilitasi Sosial
Dewanata Cilacap”.
B. Rumusan Masalah
Seiring bertambahnya usia akan diikuti oleh perubahan-perubahan
fisik, emosional, psikososial yang akan mempengaruhi penurunan
produktivitasnya yang tentunya menimbulkan permasalahan yang serius pada
lansia, dimana kebutuhan tidur yang kurang terpenuhi akan menyebabkan
menurunnya kesehatan secara fisik yang apabila dibiarkan terus menerus akan
mempengaruhi kesehatan mental atau psikologis, salah satunya menimbulkan
stres pada lansia bahkan depresi. Hasil wawancara dengan 25 lansia di Unit
Rehabilitasi Sosial Dewanata Cilacap tanggal 7 Januari 2013, hasilnya
terdapat 9 lansia yang mengeluhkan mengalami kesulitan untuk tidur.
Berdasarkan paparan diatas, peneliti merumuskan pertanyaan
penelitian yaitu : “Apakah ada hubungan antara tingkat stres dengan kejadian
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui hubungan antara tingkat ansietas lansia dengan
kejadian insomnia pada lansia di Unit Rehabilitasi Sosial Dewanata
Cilacap.
2. Tujuan Khusus
1) Untuk mengetahui tingkat ansietas pada lansia di Unit Rehabilitasi
Sosial Dewanata Cilacap.
2) Untuk mengetahui gangguan insomnia pada lansia di Unit Rehabilitasi
Sosial Dewanata Cilacap.
3) Untuk mengetahui hubungan tingkat ansietas lansia dengan kejadian
insomnia pada lansia di Unit Rehabilitasi Sosial Dewanata Cilacap.
D. Manfaat Penelitian
1) Bidang Keperawatan
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan masukan dalam
upaya meningkatkan kualitas serta mutu pelayanan keperawatan,
khususnya keperawatan gerontik.
2) Bagi Mahasiswa dan Peneliti
Hasil penelitian ini bisa digunakan sebagai aplikasi dari teori Maslow
yang berhubungan dengan kebutuhan dasar manusia yaitu kebutuhan tidur
serta istirahat yang cukup terutama pada lansia, meningkatan keilmuan
penulis pada penelitian selanjutnya.
3) Bagi Dinas Sosial terkait
Hasil penalitian ini dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan
dalam meningkatan kesejahteraan dan kesehatan lanjut usia.
4) Bagi Lanjut usia dan Masyarakat
Hasil penelitian ini dapat di gunakan sebagai rujukan bagi lanjut usia
ansietas dan insomnia serta dapat mengetahui dan memahami bahwa
lansia lebih beresiko terhadap gangguan tidur terutama insomnia baik
sebagai proses penuaan maupun faktor resiko lainnya.
E. Penelitian Terkait
1. Heru Prasetyo (2013) berjudul “Hubungan Tingkat Stres dengan
Kejadian Insomnia pada Lansia di Desa Leyangan Kecamatan Ungaran
Timur Kabupaten Semarang”. Desain penelitian yang digunakan adalah
penelitian deskriptif korelasi dengan menggunakan cross sectional. Populasi adalah sebanyak 200 lansia di Desa Leyangan Kecamatan
Ungaran timur Kabupaten Semarang dengan jumlah sampel 67 lansia
dengan pengambilan sample menggunakan teknik simple random
sampling. Pengumpulan data tentang tingkat stress menggunakan
kuesioner Depression Anxiety Stress Scale 42 (DASS 42) dan mengukur
kejadian insomnia menggunakan Kelompok Study Psikiatri Biologi
Jakarta - Insomnia Rating Scale (KSPBJ-IRS). Analisis data menggunakan
uji korelasi Kendall Tau (τ). Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada
hubungan tingkat stres dengan kejadian insomnia pada lansia di Desa
Leyangan Kecamatan Ungaran Timur Kabupaten Semarang. Hal tersebut
ditunjukkan dengan nilai korelasi (τ) sebesar 0,513 dengan nilai p-value
0,000 (α = 0,05) dan didapatkan korelasi positif artinya semakin berat
tingkat stres yang dialami maka semakin berat kejadian insomnia.
Perbedaan penelitian ini adalah pada lokasi dan sampel penelitian.
variable bebas yang mempengaruhi insomnia, dan analisis data
menggunakan uji korelas Kendal tau. Persamaan penelitian terletak pada metode dan variable dependen yaitu insomnia.
2. Dedy Wibowo Andrean (2007) dengan judul Hubungan Antara Tingkat
Stres dengan Insomnia pada Lansia di Desa Tambak Merang Girimarto
Wonogiri. Insomnia merupakan gengguan tidur yang paling sering
Jumlah sampel penelitian sebanyak 84 responden lanjut usia.
Kesimpulannya bahwa ada hubungan yang signifikan antara tingkat stress
dengan insomnia pada lansia di Desa Tambak Merang Girimarto
Wonogiri.
Perbedaan penelitian ini adalah pada lokasi dan sampel
penelitian. variable bebas yang mempengaruhi insomnia, dan analisis
data menggunakan uji korelas Kendal tau. Persamaan penelitian terletak pada metode dan variable dependen yaitu insomnia.
3. Rikha Ayu Sustyani (2012) berjudul "Hubungan antara Depresi dengan
Kejadian Insomnia pada Lanjut Usia di Panti Wredha Harapan Ibu
Semarang". Desain penelitian ini adalah penelitian korelasi dan
menggunakan pendekatan cross sectional dengan 33 responden dan teknik total sampling. pengumpulan data dengan menggunakan kuesioner dan
analisis dengan uji spearman rank. Hasil dari analisis data menunjukkan nilai p value 0,000 < 0,05 yang berarti ada hubungan antara depresi
dengan insomnia pada usia lanjut.
Perbedaan penelitian ini adalah pada lokasi dan sampel penelitian.
variable bebas yang mempengaruhi insomnia, dan analisis data
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Lanjut Usia ... 8
B. Konsep Tidur ... 13
C. Insomnia ... 18
D. Stres ... 22
E. Ansietas ... 27
F. Kerangka Teori ... 29
G. Kerangka Konsep ... 30
H. Hipotesis ……….. 30
BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Penelitian ... 31
B. Populasi, Sampel dan Teknik Sampling ... 31
C. Waktu dan Tempat Penelitian ... 32
D. Variabel Penelitian ... 32
E. Definisi Operasional ... 33
F. Etika Penelitian ... 34
G. Pengumpulan Data ... 36
H. Prosedur Pengumpulan Data ... 36
I. Prosedur Penelitian ………. 36
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian ... 40
B. Pembahasan ... 44
C. Keterbatasan Penelitian ... 50
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ... 51
B. Saran ... 52
DAFTAR PUSTAKA ……….. 53