BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Umum
Transportasi merupakan kegiatan yang dilakukan pada tat guna lahan
yang hubunganya dikembangkan untuk lebih memahami hubungan yang
terjadi dalam suatu kota, yaitu antara tata guna lahan (kegiatan), transportasi
(jaringan), dan lalu lintas (pergerakan). Model tersebut harus dengan mudah
dapat dimodifikasi dan diperbaiki secara terus menerus. Hal ini sering
dilakukan oleh pemerintahan untuk meramalkan arus lalu lintas yang
nantinya menjadi dasar perencanaan investasi untuk suatu fasilitas
tranportasi yang baru.
Kebutuhan transportasi dipicu karena adanya interaksi antara aktivitas
sosial dan ekonomi yang tersebar didalam ruang atau tata guna lahan.
Penyebaran aktivitas dan pola interaksi yang demikian komplek
menimbulkan permasalahan yang sangat beragam dan banyak faktor
penentu yang harus dipertimbangkan (Button, 1993:123, dalam Anonim,
2013). Transportasi untuk orang atau barang umumnya tidak dilakukan
hanya untuk keinginan itu saja, tetapi untuk untuk mencapai tujuan lainnya.
Dengan demikian kebutuhan transportasi dapat disebut sebagai kebutuhan
ikutan (derived demand) yang berasal dari kebutuhan untuk semua komoditi atau pelayanan (Morlok, 1985:87 dalam Anonim 2013).
Secara sederhana transportasi dapat dikatakan sebagai suatu kegiatan
yang dilakukan untuk memindahkan barang atau orang dari suatu tempat
asal ketempat tujuan tanpa mngalami kerusakan dan tepat waktu. Produk
dari transportasi adalah jasa angkutan yang dihasilkan dari suatu proses
pemindahan dengan tujuan untuk menciptakan suatu barang atau komoditi
berguna menurut tempat (place utility) dan berguna menurut waktu (time
utility). Jadi dengan transportasi suatu barang dan komoditi dapat
difanfaatkan pada waktu dibutuhkan.
Menurut Papacosta (1987:33, dalam Anonim 2013), tranportasi
dapat berpindah dari suatu tempat ke tempat lain secara efisien dalam setiap
waktu untuk mendukung aktivitas yang diperlukan manusia. Nasution,
(1996:97 dalam Anonim 2013) berpendapat bahwa transportasi sebagai
perpindahan barang dan manusia dari tempat asal ke tujuan dan dalam
hubungan tersebut terlihat tiga hal berikut; (a) ada muatan yang diangkut;
(b) tersedia kendaraan sebagai alat angkutannya; (c) ada jalan yang dilalui.
Proses transportasi merupakan gerakan dari tempat asal dimana
pengangkutan dimulai, ketempat tujuan dimana kegiatan diakhiri.
Menurut Tamin (1997:22-29), sistem transportasi secara makro terdiri
dari beberapa sistem makro, yaitu; (a) sistem kegiatan; (b) sistem jaringan;
(c) sistem pergerakan; dan (d) sistem kelembagaan. Masing-masing sistem
tersebut saling terkait satu sama lainnya. Sistem transportasi makro tersebut
terlihat pada gambar berikut:
Sistem Kelembagaan
Sumber : Tamin (1995hjk)
Gambar 2.1 Sistem Transportasi Makro
Dari Sistem Transportasi Makro tersebut, dapat dijelaskan bahwa
interaksi antara sistem kegiatan dan sistem jaringan akan mengahasilkan
suatu pergerakan manusia ataupun barang dalam bentuk pergerakan
kendaraan. Perubahan pada sistem kegiatan akan mempengaruhi sistem
jaringan melalui suatu perubahan pada tingkat pelayanan sistem pergerakan.
Perubahan pada sistem jaringan akan mempengaruhi sistem kegiatan
melalui peningkatan mobilitas dan aksesibilitas dari sistem pergerakan Sistem
Kegiatan
Sistem Jaringan
tersebut. Sistem pergerakan memegang peranan yang penting dalam
mengakomodasikan permintaan akan pergerakan yang dengan sendirinya
akan mempengaruhi sistem kegiatan dan jaringan yang ada. Keseluruhan
sistem tersebut diatur dalam suatu sistem kelembagaan.
B. Penelitian Terdahulu (Sebelumnya)
Tabel 2.1 Daftar Penelitian
No
Peneliti dan
Tahun Judul Variabel Metode Hasil
1 Karlina Triana,
2012 Pola Persebaran Rumah Perdesaan dan Kaitanya Dengan Mobilitas penduduk Di kecamatan leuwidamar kabupaten lebak Ketinggian, Kemringan Lereng, Jaringan Jalan, Perairan Darat, Pola Persebaran Rumah, Mobilitas Penduduk Metode Analisis Keruangan dan Statistik
1. Pola memanjang paling banyak terbentuk pada wilayah rendah dan wilayah pertengahan dengan kemiringan lereng datar hingga miring. 2. Pola mengelompok paling banyak terbentuk pada wilayah pertengahan dengan kemeringan lereng agak curam. 3. Pola menyebar paling banyak dtemukan pada wilayah pertengahan dengan kemringan lereng agak miring hingga agak curam 2 Maychard
Ryantirta Pelambi, Sonny Tilaar, Michael M. Rengkung Identifikasi Pola Sebaran Pemukiman Terencana di Kota Medan Pemukiman Terencana Metode Kuantitatif dengan Analisis Deskriptif dan Tetangga Terdekat
Pola yang dihasilkan mengelompok atau bergerombol di setiap kecamatan memiliki pola yang sama selain kecamatan yang didalamnya tidak memilik permukiman terencana atau tersebar tidak merata (Random Pattern) di kecamatan
Malalayang dan Paal II.
3 Citra Ayu Erwanasari Analisis Kondisi Fisik Wilayah Terhadap Pola Keruangan Lokasi Perumahan Kawasan Aksesibilitas, Topografi, Penggunaan Lahan Metode Survei Lapangan dengan Analisis Tetangga Terdekat
Aglomerasi Perkotaan Yogyakarta Di Kabupaten Sleman membentuk pola mengelompok dengan nilai indek pola sebaran (T) menunjukan angka 0,957 atau kurang 1. 2. Faktor yang mempengaruhi paling menetukan adalah aksesibilitas. 3. Sebaran Perumahan tidak sesuai dengan penggunaan lahan asal tapi sesuai dengan RTRW.
4 Ishak Kadir, 2010 Studi Kebutuhan dan Pola Sebaran Rumah Di Kawasan Permukiman Kabupaten Buton Kebutuhan Rumah, Pola Sebaran Metode Analisis Kategorisasi Tipologi dan Deskripsi
1. Kebutuhan kurang ideal karena setiap kopala keluarga belum mempunyai rumah sendiri-sendiri. 2. Pola pemusatan permukiman khususnya di kecamatan
cenderung konsentrik pada ibu kota kecamatan terhadap pusat-pusat
pelayanan jasa serta perdagangan hal ini dipengaruhi faktor pencapaian terhadap lokasi aktivitas kerja. 5 Mohamad Reza
Nurwinahyu, 2017 Analisis Pengaruh Pola Sebaran Perumahan di Kecamatan Purwokerto Utara Terhadap Aksesibilitas Ke Pusat Pemerintahan Pola Sebaran, Aksesibilitas Metode Analisis Tetangga Terdekat dengan Metode Deskripsi
C. Pengertian Ruang
Undang-Undang No. 4 Tahun 1992 Tentang Perumahan dan
Permukiman menyebutkan bahwa, Ruang adalah wadah yang meliputi
sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan makhluk lain hidup,
melakukan kegiatan, dan memelihara kelangsungan hidupnya.
Struktur ruang adalah susunan pusat-pusat permukiman dan sistem
jaringan prasarana dan sarana yang berfungsi sebagai pendukung kegiatan
sosial ekonomi masyarakat yang secara hierarkis memiliki hubungan
fungsional.
1. Rumah
Rumah adalah bangungan yang berfungsi sebagai tempat tinggal atau
hunian dan sarana tempat tinggal keluarga.
2. Perumahan
Perumahan adalah kelompok rumah yang berfungsi sebagai
lingkungan tempal tinggal atau lingkungan hunian yang dilengkapi dengan
prasarana dan sarana lingkungan.
3. Permukiman
Permukiman adalah bagian dari lingkungan hidup di luar kawasan
lindung, baik yang berupa kawasan perkotaan maupun perdesaan yang
berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian dan
tempat kegiatan yang mendukung perikehidupan dan penghidupan.
Pemukim andalah penghuni suatu tempat atau rumah. Pemukim memiliki
arti seorang yang menghuni suatu tempat tinggal. Pemukiman adalah suatu
tindakan untuk memukimkan seseorang dalam suatu lokasi atau tempat
tinggal tertentu.
4. Pola ruang
Pola ruang adalah distribusi peruntukan ruang dalam suatu wilayah
yang meliputi peruntukan ruang untuk fungsi lindung dan peruntukan ruang
untuk fungsi budidaya.
D. Pengertian Perumahan
Perumahan adalah suatu area yang dibangun oleh pengembang
pemerintah, badan swasta, maupunswadaya yang diperuntukkan sebagai
sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian yang dilengkapi
dengan prasarana dan sarana lingkungan (UU No. 4 Tahun 1992).
E. Persebaran Kota
Berdasarkan pada penampakan morfologi kota serta jenis penyebaran
areal perkotaan yang ada, Hudson yang dikutip Yunus (1999, dalam
Pelambi, dkk) , mengemukakan beberapa alternatif model bentuk kota.
Secara garis besar ada 7 (tujuh) buah model bentuk kota yang disarankan,
yaitu:
1. Bentuk Satelit Dan Pusat-Pusat Baru (Satelite And Neighbourhood Plans). 2. Bentuk Stellar Atau Radial (Stellar Or Radial Plans).
3. Bentuk Cincin (Circuit Linier Or Ring Plans). 4. Bentuk Linier Bermanik (Bealded Linier Plans). 5. Bentuk Inti/Kompak (The Core Or Compact Plans). 6. Bentuk Memencar (Dispersed City Plans).
7. Bentuk Kota Bawah Tanah (Under Ground City Plans).
Gambar 2.2 Model Bentuk Kota
F. Teori Dasar
Untuk mengetahui pola penyebaran Perumahan di Kecamatan
Purwokerto Utara teori yang digunakan adalah teori analisis tetangga
Tilaar, & Rengkung). Analisis tetangga terdekat merupakan salah satu
analisis yang digunakan untuk menjelaskan pola persebaran dari titik-titik
lokasi tempat dengan menggunakan perhitungan yang mempertimbangkan,
jarak, jumlah titik lokasi dan luas wilayah. Analisis ini memiliki hasil akhir
berupa indeks (T), Nilai indeks penyebaran tetangga terdekat sendiri
diperoleh melalui rumus :
... 1
Keterangan :
T = Indeks penyebaran tetangga terdekat.
Ju = Jarak rata-rata yang diukur antara satu titik dengan titik
tetangganya yang terdekat
Jh = Jarak rata-rata yang diperoleh jika semua titik
mempunyai pola acak.
Rumus yang digunakan untuk mencari nilai Jh, yaitu :
Jh = Jarak rata-rata yang diperoleh andaikata semua titik
mempunyai pola acak.
P = kepadatan titik dalam kilometer persegi
Sedangkan, untuk mendapatkan nilai P terlebih dahulu harus dicari
dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
Sedangkan, untuk mendapatkan nilai P terlebih dahulu harus dicari
dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
... 2
Keterangan:
P = Kepadatan penduduk atau kepadatan titik dalam
kilometer persegi.
N = Jumlah titik
A = Luas wilayah dalam kilometer persegi
Dalam melakukan analisis tetangga terdekat, perlu diperhatikan
beberapa tahapan penting sebagai berikut:
2) Mengubah pola sebaran unit amatan dalam peta topografi menjadi pola
sebaran titik.
3) Memberi nomor urut untuk tiap titik, untuk mempermudah analisis.
4) Mengukur jarak terdekat pada garis lurus antara satu titik dengan titik yang
lain yang merupakan tetangga terdekatnya.
5) Menghitung besar parameter tetangga terdekat.
Setelah melakukan perhitungan maka didapatkan nilai indeks (T),
selanjutnya nilai T diinterpretasikan dengan Continum Nearest Neighbour
Analysis yang berkisar antara 0 sampai 2,15. Jika T = I, pola persebarannya
dikatakan mengelompok. Jika T = II, pola persebarannya dikatakan acak.
Bila T = III, pola persebarannya dikatakan seragam. Kategori Indeks
Persebaran (T) :
I = Nilai T dari 0 – 0,7 adalah pola mengelompok atau bergerombol
(Cluster Pattern).
II = Nilai T dari 0,8 – 1,4 adalah pola acak atau tersebar tidak merata
(Random Pattern) .
III = Nilai T dari 1,5 – 2,15 adalah pola seragam atau tersebar merata
(Uniform /Dispersed Pattern).
G. Pengertian Jalan
Jalan adalah suatu kepentingan vital yang harus terpenuhi pada zaman
sekarang. Seiring dengan perkembangan zaman, maka kebutuhan akan jalan
juga berkembang. Maka mulailah manusia berusaha memenuhi kebutuhan
tersebut.
Dalam rangka peranan penting jalan dalam mendorong perkembangan
kehidupan bangsa, sesuai dengan UU. No. 13/1980 tentang jalan,
pemerintah berkewajiban melakukan pembinaan yang menjurus ke arah
profesionalisme dalam bidang pengelolaan jalan, baik di pusat maupun
daerah (Yuniarti dkk, 2013)
Menurut pendapat beberapa ahli transportasi, pengertian jalan adalah :
1. Jalan merupakan jalur yang disediakan untuk keperluan membangun jalan
yang tidak dapat lagi dipergunakan untuk keperluan lain (Honing, 1981)
2. Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan,
termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan
bagi lalu lintas, yang berada pada permukaan tanah, di atas permukaan
tanah, di bawah permukaan tanah atau air, serta di atas permukaan air,
kecuali jalan kereta api, jalan lori dan jalan kabel (UU No. 38 Tahun 2004)
3. Jalan merupakan bagian dari jalur gerak, median dan pemisah luar (MKJI,
1997).
4. Sedangkan yang dimaksud jalan raya adalah prasarana transportasi darat
yang meliputi segala bagian jalan, termasuk bangunan pelengkap dan
perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu lintas, yang berada pada
permukaan tanah, di atas permukaan tanah, di bawah permukaan tanah
dan/air, serta di atas permukaan air, kecuali kereta api, jalan lori, dan jalan
kabel.
Adapun tujuan umum pembuatan struktur jalan adalah untuk
mengurangi tegangan atau tekanan akibat beban roda sehingga mencapai
tingkat nilai yang dapat diterima oleh tanah yang menyokong struktur
H. Klasifikasi Jalan Menurut Status
1. Jalan umum menurut statusnya dikelompokkan ke dalam jalan nasional,
jalan provinsi, jalan kabupaten, jalan kota dan jalan desa.
2. Jalan nasional merupakan jalan arteri dan jalan kolektor dalam sistem
jaringan jalan primer yang menghubungkan antar ibukota provinsi dan jalan
strategis nasional serta jalan tol.
3. Jalan provinsi merupakan jalan kolektor dalam sistem jaringan primer yang
menghubungkan ibukota provinsi dengan ibukota kabupaten atau kota, atau
antar ibukota kabupaten atau kota dan jalan strategis provinsi.
4. Jalan kabupaten merupakan jalan lokal dalam sistem jaringan jalan primer
yang tidak termasuk dalam jalan nasional dan jalan provinsi, yang
menghubungkan ibu kota kabupaten dengan ibukota kecamatan, antar ibu
kota kecamatan, ibu kota kabupaten dengan pusat kegiatan lokal.
5. Jalan kota adalah jalan umum dalam sistem jaringan sekunder yang
menghubungkan antar pusat pelayanan dalam kota, menghubungkan pusat
pelayanan dengan persil, menghubungkan antara persil serta
menghubungkan antar pusat permukiman yang berada di dalam kota;
6. Jalan desa merupakan jalan yang menghubungkan antar permukiman.
I. Sistem Angkutan umum
Angkutan umum adalah angkutan penumpang yang dilakukan dengan
sistem sewa atau bayar yang terikat pada trayek tetap dan teratur. Untuk
mengimbangi dan menekan laju peningkatan pengguanaan angkutan pribadi
harus dilakukan perbaikan sistem angkutan umum berdasarkan kemampuan
angkut yang besar, kecepatan yang tinggi keamanan dan kenyamanan
perjalanan yang memadai dan karena digunakan secara massal, haruslah
dengan biaya perjalanan yang terjangkau jadi, harus ada sistem transportasi
baru yang tidak terikat oleh jalan raya yang memenuhi semua persyaratan
itu.
Permasalahan keterbatasan prasarana transportasi juga dapat diatasi
dengan mengembangkan Sistem Angkutan Umum Massal (SAUM). Pilihan
utama adalah penggunaan jenis moda transportasi kereta api yang
Kereta api juga dapat bergerak cepat dengan cara memisahkan
pergerakannya dengan sistem jaringan yang lain (dibawah atau diatas
tanah).
Karena penggunaan pribadi cenderung meningkat dengan berbagai
alasan, harus dilakukan usaha untuk memperbaiki keseimbangan sistem
transportasi secara menyeluruh. Tetapi, karena dana kurang mendukung
tentu harus ada prioritas yang diberikan dengan segala konskuensi yang
mengikutinya. Jalur pengumpan dapat dilayani oleh kendaraan yang lebih
kecil sesuai dengan karakteristik atau jalur prasarana jalan yang tersedia
sehingga ada pembagian fungsi pelayanan dalam sisitem transportasi
perkotaan. Bila jalur pengumpan tidak mencakup sampai
keperumahan/kepemukiman, barulah diperlukan angkutan lingkungan yang
masih sesuai dengan undang - undang yang berlaku. Jadi, yang terpenting
bukanlah jumlah kendaraan yang banyak tapi kelancaran perjalanan dan
frekuensi kedatangan kendaraan yang sesuai dan teratur serta tepat waktu.
J. Aksesibilitas
Aksesibilitas adalah konsep yang menggabungkan sistem pengaturan
tata guna lahan secara geografis dengan sistem jaringan transportasi yang
menghubungkannya. Aksesibilitas adalah suatu ukuran kenyamanan atau
kemudahan mengenai cara lokasi tata guna lahan berinteraksi satu sama lain
dan mudah atau susahnya lokasi tersebut dicapai melalu sistem jaringan
tranportasi (Black, 1981 dalam Tamin, 2000:32-33).
Aksesibilitas adalah kemudahan untuk mencapai suatu tujuan yang
diimbangi dengan tata guna lahan yang ada untuk kemudahan menuju
layanan publik atau yang lainya (Litman, 2011).
Aksesibilitas berasal dari pola penggunaan lahan, yaitu distribusi
spasial yang potensial, besarnya kualitas dan karakter kegiatan yang
ditemukan di sana. Selanjutnya aksesibilitas itu berasal dari sistem
transportasi, yaitu jarak dan waktu yang ditempuh untuk mencapai setiap
tujuan dengan berbagai moda transportasi (Handy dan Niemeier, 1997
Oleh karena itu, diperlukan kinerja kuantitatif (terukur) yang dapat
menyatakan aksesibilitas atau kemudahan. Dengan adanya pernyataan
bahwa aksesibilitas dapat dinyatakan dengan jarak dan waktu tempuh. Jika
suatu tempat berdekatan dengan tempat lainya, dikatakan aksesibilitas antar
kedua tempat tersebut tinggi maupun sebaliknya. Jadi, tata guna lahan yang
berbeda pasti mempunyai aksesibilitas yang berbeda pula karena aktivitas