BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Masyarakat sehat yang mandiri dan berkeadilan merupakan visi yang ingin dicapai oleh Kementrian Kesehatan untuk seluruh masyarakat Indonesia seperti yang tercantum dalam Rencana Strategis (Renstra) Kementrian Kesehatan Tahun 2010-2014. Tantangan pembangunan kesehatan dan permasalahan kesehatan makin bertambah berat, kompleks, dan bahkan terkadang tidak terduga. Oleh sebab itu, pembangunan kesehatan dilaksanakan dengan memperhatikan dinamika kependudukan, epidemiologi penyakit, perubahan ekologi dan lingkungan, kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta globalisasi dan demokratisasi dengan semangat kemitraan, kerja sama lintas sektoral serta mendorong peran serta aktif masyarakat (Kementrian Kesehatan, 2010).
Namun, tidak dapat dipungkiri, Indonesia sebagai negara yang sedang berkembang mengalami berbagai masalah kesehatan. Penyebab kematian di Indonesia, dahulu disebabkan oleh penyakit infeksi, maka dewasa ini penyebab kematiannya didominasi oleh penyakit degeneratif, diantaranya adalah diabetes melitus (Shahab, 2006).
Diabetes Association, 2005). Menurut kriteria diagnostik Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (Perkeni) tahun 2011, seseorang didiagnosa menderita DM jika mempunyai kadar glukosa darah sewaktu (GDS) ≥200
mg/dl dan kadar glukosa darah puasa (GDP) ≥126 mg/dl disertai dengan
keluhan klasik DM berupa meningkatnya frekuensi berkemih (poliuria), rasa haus berlebihan (polidipsi), rasa lapar yang semakin besar (polifagia), keluhan lelah dan mengantuk, serta penurunan berat badan.
Menurut survei World Health Organization (WHO), jumlah penderita DM di dunia tahun 2000 tercatat 175,4 juta orang dan Indonesia terdapat 8,4 juta orang. Jumlah tersebut menempati urutan ke-4 dunia setelah India (31,7 juta), Cina (42,3 juta), dan Amerika Serikat (17,7 juta) (WHO, 2002). Dalam profil Kesehatan Indonesia tahun 2007, DM berada pada urutan ke-6 dari 10 penyakit utama pada pasien rawat jalan di rumah sakit di Indonesia (Kementerian Kesehatan RI, 2012). Menurut data Depkes, jumlah pasien Diabetes Mellitus rawat inap dan rawat jalan di rumah sakit menempati urutan pertama dari seluruh penyakit endokrin (Andra, 2005).
0,96% pada tahun 2007 dan 1,25% pada tahun 2008 (Dinkes Provinsi Jawa Tengah, 2008).
Penderita diabetes melitus mengalami banyak perubahan dalam hidupnya, mulai dari pengaturan pola makan, olahraga, kontrol gula darah, dan lain-lain yang harus dilakukan sepanjang hidupnya. Perubahan dalam hidup yang mendadak membuat penderita diabetes melitus menunjukan beberapa reaksi psikologis negatif, di antaranya dapat berupa kecemasan. Gangguan kecemasan merupakan penyakit penyerta yang sering muncul pada pasien diabetes melitus. dimana pasien takut akan berbagai komplikasi yang dapat menyertainya. Perasaan takut ini umumnya menimbulkan gejala-gejala fisiologis seperti gemetar, berkeringat, detak jantung meningkat dan gejala-gejala psikologis seperti panik, tegang, bingung, dan tidak dapat berkonsentrasi (Shahab, 2006).
Beberapa penelitian terdahulu menunjukkan prevalensi kecemasan pada pasien diabetes melitus terjadi sekitar 19,5% (Li, 2008), 32,0% (Collin s, 2008), 41,7% (Mitsonis, 2009), 53,3% (Amidah, 2002), 67,0% (Nikibakht, 2009). Prevalensi gangguan mental emosional di Indonesia seperti gangguan kecemasan dan depresi berdasarkan Data Riskesdas (2007) menunjukkan data sebesar 11,6 % dari populasi orang dewasa. Artinya dengan jumlah populasi orang dewasa Indonesia lebih kurang 150.000.000 terdapat 1.740.000 orang yang mengalami gangguan mental emosional.
Peningkatan prevalensi DM setiap tahunnya yang tercermin dari data diatas, akan diikuti pula oleh dampak fisiologis maupun psikologis yang menyertai, dalam hal ini kejadian kecemasan pada pasien dengan DM. Kecemasan tersebut terlihat jelas dengan adanya studi pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti pada pasien DM yang sedang dirawat inap di Ruang Melati RSUD Banyumas, beberapa pasien mengungkapkan perasaan cemas yang dialaminya karena mengidap penyakit DM. Oleh karena itu, peneliti merasa tertarik untuk melakukan penelitian tentang hubungan karakteristik pasien diabetes melitus dengan tingkat kecemasan di RSUD Banyumas.
B. Perumusan Masalah
Penderita diabetes melitus mengalami banyak perubahan dalam hidupnya, mulai dari pengaturan pola makan, olahraga, kontrol gula darah, dan lain-lain yang harus dilakukan sepanjang hidupnya. Perubahan dalam hidup yang mendadak membuat penderita diabetes melitus menunjukan beberapa reaksi psikologis yang negatif diantaranya adalah marah, merasa tidak berguna, kecemasan yang meningkat dan depresi. Kecemasan merupakan reaksi emosional terhadap penilaian individu yang subjektif, yang dipengaruhi oleh alam bawah sadar dan tidak diketahui secara khusus penyebabnya (Depkes, 2008).
Menurut Stuart (2007), terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi tingkat kecemasan pada individu, di antaranya yaitu maturasi, tingkat pendidikan, status ekonomi, tingkat pengetahuan, keadaan fisik, tipe kepribadian, sosial budaya, lingkungan, usia, dan jenis kelamin. Namun karena keterbatasan waktu dan tenaga, maka penelitian ini hanya akan meneliti lima karakteristik responden yaitu usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, status ekonomi dan lama di diagnosa DM.
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka dapat dirumuskan masalah penelitiannya, yaitu: Adakah hubungan karakteristik pasien diabetes melitus dengan tingkat kecemasan di RSUD Banyumas?
C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum
Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan karakteristik pasien diabetes melitus dengan tingkat kecemasan di RSUD Banyumas.
2. Tujuan Khusus
Tujuan khusus dari penelitian ini adalah :
a. Untuk mengetahui karakteristik responden (usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, status ekonomi, dan lama di diagnosa DM) pada pasien diabetes melitus.
c. Untuk mengetahui hubungan karakteristik responden dengan tingkat kecemasan pada pasien diabetes melitus.
d. Untuk mengetahui karakteristik responden yang paling dominan berhubungan dengan tingkat kecemasan pada pasien diabetes melitus.
D. Manfaat Penelitian 1. Bagi Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan psikiatri khususnya tentang hubungan karakteristik pasien diabetes melitus dengan tingkat kecemasan.
2. Bagi Pasien
Dengan adanya penelitian ini, pasien diabetes melitus diharapkan dapat memahami tingkat kecemasan terhadap penyakit yang dialami dan mencari sumber dukungan yang dapat membantu dalam mengurangi tingkat kecemasan yang dialami.
3. Bagi Rumah Sakit
4. Bagi Profesi Keperawatan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi tambahan informasi yang bermanfaat bagi pengembangan profesi keperawatan yang akan datang dalam memberikan asuhan keperawatan yang komprehensif.
E. Penelitian Terkait
1. Uskenat, M. D. (2012), “Perbedaan Tingkat Kecemasan Pada Pasien Pre Operasi Dengan General Anestesi Sebelum dan Sesudah Diberikan Relaksasi Otot Progresif di RS Panti Wilasa Citarum Semarang”. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan tingkat kecemasan pasien pre operasi dengan general anestesi sebelum dan sesudah diberikan relaksasi otot progresif di RS Panti Wilasa Citarum Semarang. Desain penelitian ini menggunakan quasi eksperimental, dengan rancangan penelitian “one group pre test – post test design”. Teknik sampling yang digunakan adalah purposive sampling dengan jumlah 30 orang. Uji yang digunakan dalam penelitian ini adalah paired sample t-test. Hasil penelitian menunjukkan terdapat perbedaan yang signifikan antara tingkat kecemasan sebelum dan sesudah diberikan relaksasi otot progresif dengan p=0.000 atau p<0,05.
penelitiannya yaitu di RS Panti Wilasa Citarum Semarang pada tahun 2012. Sedangkan persamaannya dengan penelitian yang akan dilakukan yaitu sama-sama mengukur tingkat kecemasan pada pasien.
2. Nindyasari, N. D. (2010), “Perbedaan Tingkat Kecemasan Pada Penderita Diabetes Melitus (DM) Tipe I dengan Diabetes Melitus (DM) Tipe II”.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan kecemasan pada penderita DM Tipe I dengan penderita DM Tipe II. Penelitian yang dilakukan merupakan deskriptif analitik dengan pendekatan cross sectional. Teknik sampling yang digunakan dengan cara purposive sampling dengan jumlah 60 orang. Uji yang digunakan adalah chi square. Hasil penelitian diperoleh nilai X2 adalah 6,698, maka X2 = 6,698 > X2 tabel 5,591 yang menunjukkan adanya perbedaan kecemasan yang bermakna antara penderita DM Tipe I dengan penderita DM Tipe II.
dengan penelitian yang akan dilakukan yaitu sama-sama mengukur tingkat kecemasan pada pasien DM.
3. Bouwman, V., Adriaanse, M., Riet, E., Snoek, F., Dekker, J., dan Nijpels, G. (2010), “Depression, Anxiety and Glucose Metabolism in the General Dutch Population: The New Hoorn Study”.
Penelitian ini dilakukan di Belanda pada tahun 2010. Studi ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara kejadian depresi dan kecemasan pada pasien DM Tipe II. Penelitian ini menggunakan metode cross-sectional dengan studi kohort dan menggunakan teknik total sampling di Negara Bagian Hoorn, Belanda.
Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa prevalensi gejala depresi dan cemas pada laki-laki sebesar 19,6% (p<0,001), sedangkan pada perempuan sebesar 22,6% (p=0,318).
4. Thomas, J., Jones, G., Scarinci, I., dan Brantley, P. (2003), “A Descriptive and Comparative Study of the Prevalence of Depressive and Anxiety Disorders in Low Income Adults with Type 2 Diabetes and Other Chronic Illnesses”.
Penelitian ini dilakukan di Amerika Serikat pada tahun 2003. Studi ini bertujuan untuk membandingkan kejadian depresi dan gangguan cemas karena kurangnya pengetahuan pada pasien dengan DM Tipe 2, hipertensi, asma dan arthritis, yang dilakukan selama 12 bulan. Penelitian ini menggunakan desain cross-sectional dan model logistic regression (LR).
Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa prevalensi kejadian depresi dan gangguan cemas pada pasien dengan Diabetes melitus Tipe 2 sebesar 36%, sedangkan pada pasien dengan penyakit kronik lain sebesar 24%.