• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian - EKA SRI RAHAYU BAB II

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian - EKA SRI RAHAYU BAB II"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian

Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan emosi yang merupakan campuran perasaan frustasi dan benci atau marah. Hal ini didasari keadaan emosi secara mendalam dari setiap orang sebagai bagian penting dari keadaan emosional kita yang dapat diproyeksikan ke lingkungan, kedalam diri atau secara destruktif. (Patricia D. Barry, 1998: 140 dikutip Yosep, I., 2009)

Perilaku kekerasan adalah suatu tindakan kekerasan yang dinyatakan seecara Verbal maupun non verbal, baik ditunjukkan pada dirinya sendiri maupun terhadap benda atau orang lain, yang ada dilingkungannya (Keliat, B. A., 2006).

Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik diri sendiri, orang lai, maupun lingkungan (Towsend, 1998).

(2)

Jadi dapat disimpulkan bahwa perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan kekerasan baik verbal maupun non verbal yang dapat membahayakan diri sendiri, orang lain dan lingkungan yang muncul akibat perasaan jengkel / kesal / marah.

B. Rentang Respon

Kegagalan yang menimbulkan frustasi dapat menimbulkan respon pasif dan melarikan diri atau respon melawan dan menantang.

Respon melawan dan menantang menrupakan respon yang maladaptif yaitu agresif-kekerasan. Dapat dilihat pada gambar II. 1.

Gambar II. 1. Rentang Respon Neurobiologis

Respon adaptif Respon Maladaptif

(Sumber : Stuart dan sundeen, 2006)

Perilaku yang ditampakan mulai dari yang rendah sampai tinggi yaitu :

1.Asertif : Mampu mengatakan rasa marah tanpa menyakiti orang lain dan merasa lega

2.Frustasi : Merasa gagal mencapai tujuan yang disebabkan tujuan yang tidak realistis.

3.Pasif : Diam saja karena merasa tidak mampu mengungkapkan perasaan yang dialaminya.

(3)

4.Agresif : Tindakan dekstruktif terhadap lingkungan yang masih terkontrol (memperlihatkan permusuhan, keras dan menuntut, mendekatif orang lain dengan ancaman memberi kata-kata ancaman tanpa niat melukai).

5.Amuk : Tindakan dekstruktif dan permusuhan yang kuat dan tidak terkontrol (menyentuh orang lain secara menakutkan dan memberi kata-kata ancaman, melukai dari tingkat yang ringan sampai dengan kuat, merusak bisa mengendalikan diri).secara tertulis tanpa

C. Etiologi

1. Faktor predisposisi

Berbagai pengalaman yang dialami tiap orang yang merupakan faktor predisposisi artinya mungkin terjadi perilaku kekerasan. (Keliat, B.A., 1998).

a. Biologis / neurobiologis

Banyak pendapat, bahwa kerusakan system limbik lobus frontal, lobus temporal dan ketidakseimbangan neurotransmiter turut berperan dalam terjadinya perilaku kekerasan

1) ”Instictual drive theory” (teori dorongan naluri).

(4)

2) ”Psychosomatic theory” (teori psikosomatik).

Pengalaman marah adalah akibat dan respon psikologis terhadap stimulus eksternal, internal maupun lingkungan. Dalam hal ini sistem limbik berperan sebagai pusat untuk mengekspresikan maupun menghambat rasa marah.

b. Psikologis

Kegalan yang dialami akan menimbulkan frustasi yang kemudian dapat timbul agresif atau amuk.

1) ”Frustation Aggression theory” (teori agresif – frustasi).

Menurut teori ini perilaku kekerasan terjadi sebagai hasil dari akumulasi frustasi. Frustasi terjadi apabila keinginan individu untuk mencapai sesuatu gagal atau terhambat, keadaan tersebut dapat mendorong individu berperilaku agresif karena perasaan frustasi akan berkurang melalui berperilaku kekerasan.

2) ”Behavioral theory” (trori perilaku).

Kemarahan adalah proses belajar, hal ini dapat dicapai apabila tersedia fasilitas atau situasi yang mendukung.

3) ”Existential theory” (teori eksistensi).

(5)

c. Perilaku

Reinforcement yang diterima pada saat melakukan kekerasan, sering mengobservasi kekerasan di rumah atau di luar rumah. Semua aspek ini menstimulasi individu mengadopsi perilaku kekerasan.

d. Sosial budaya

Norma / nilai budaya yang mandukung mengungkapkan rasa marah secara verbal yang asertif sehingga membantu individu mengungkapkan kemarahannyadengan cara yang baik.

1) ”Social environment theory” (teori lingkungan sosial).

Lingkungan sosial akan mempengaruhi sikap individu dalam mengeksprsesikan marah. Norma budaya dapat mendukung individu untuk berespon asertif atau agresif.

2) ”Social Learning theory” (teori belajar sosial).

Perilaku kekerasan dapat dipelajari secara langsung maupun melalui proses sosialisasi.

2. Faktor Presipitasi

(6)

pekerjaan, kekerasan merupakan faktor penebab yang lain, interksi sosial yang provokatif dan konflik menyebebkan pemicu perilaku kekerasan.

3. Mekanisme koping

Perawat perlu mengidentifikasi mekanisme koping klien, sehingga dapat membantu klien untuk mengembangkan mekanisme koping yang konstruktif dalam mengekspresikan marahnya. Mekanisme koping yang umum digunakan adalah mekanisme pertahanan ego seperti displacement, proyeksi, represi, dan reksi formasi.

a. Displacement

Displacement adalah melepaskan perasaan tertekannya bermusuhan, pada objek yang tidak begitu berbahaya seperti pada mulanya yang membangkitkan emosi itu.

b. Proyeksi

Proyeksi adalah menyalahkan orang lain mengenai keinginannya yang tidak baik.

c. Represi

(7)

d. Reaksi formasi

Reaksi formasi adalah pembentukan sikap kesadaran dan pola perilaku yang berlawanan dengan apa yang benar-benar dilakukan oleh orang lain.

4. Perilaku

Perilaku yang berkaitan dengan perilaku kekerasan antara lain :

a. Menyerang atau menghindar (Fight or flight)

Pada keadaan ini respons fisiologis timbul karena kegiatan sistem saraf otonom beraksi terhadap sekresi ephinephrin yang menyebabkan tekanan darah meningkat, takikardi, wajah merah, pupil melebar, mual, peristaltik gaster menurun, pengeluaran urin dan saliva meningkat, konstipasi, kewaspadaan juga meningkat disertai ketegangan otot, seperti rahang terkatup, tangan dikepal, tubuh menjadi kaku dan disertai reflek yang cepat.

b. Menyatakan secara asertif (Asseartivenes)

(8)

psikologis. Disampimg itu perilaku ini dapat juga untuk pemgembangan diri klien.

c. Memberontak ( acting out)

Perilaku yang muncul biasanya disertai kekerasan akibat konflik perilaku ’ acting out’ untuk menarik perhatian orang lain.

d. Perilaku kekeraasan

Tindakan kekerasaan atau amuk yang diunjukan kepada diri sendiri, orang lain maupun lingkungan.

D. Psikopatologi

Sters, cemas, harga diri rendah dan bersalah dapat menimbulkan marah. Respon terhadap marah dapat diekspresikan secara eksternal maupun internal. Secara eksternal ekspresi marah dapat berupa perilaku konstruktif maupun destruktif.

Mengekspresikan rasa marah dengan perilaku konstruktif dengan kata-kata yang dapat dimengerti dan di terima tanpa menyakiti hati orang lain, sehingga rasa marah tersebut dapat dipahami oleh orang lain. Selain akan memberikan rasa lega, ketegangan pun akan menurun dan akhirnia persanaan marah dapat teratasi.

(9)

masalah berkepanjangan dan dapat menimbulkan amuk yang ditunjukkan pada diri sendiri, orang lain dan lingkungan.

Perilaku yang submisif seperti menekan perasaan marah karena merasa tidak kuat, individuakan berpura-pura tidak marah atau melarikan diri dari rasa marahnya, sehingga rasa marah tidak terungkap. Kemarahan demikian akan menimbulkan rasa bermusuhan yang lama, dan pada suatu saat dapat menimbulkan kemarahan yang destruktif yang diajukan pada diri sendiri, orang lain dan lingkungan.

Beck, Rowlin dan Williams, 1996 Merasa kuat

Menantang

Berkepanjangan

Merasa tidak kuat

Melarikan diri

Mengingkari marah

Marah tidak terungkap

Marah pada diri sendiri Persepsi psikosomatik

Marah pada orang lain / lingkungan Ancaman atau kebutuhan

Stress

Cemas

Marah

Mengungkapkan secara verbal

Menjaga kebutuhan orang lain

Ketegangan menurun

Rasa marah teratasi

Muncul rasa bermusuhan

(10)

E. Manifestasi Klinis

1.Emosi : Tidak adekuat, tidak aman, rasa terganggu, marah (dendam), jengkel.

2.Intelektual : Mendominasi, bawel, sarkasme, suka berdebat, meremehkan.

3.Fisik : Muka merah, pandangan tajam, nafas pendek, berkeringat, sakit fisik, penyalahgunaan obat, peningkatan titik didih. 4.Sosial : Kemarahan, kebenaran diri, keraguan, nekat, tidak

bermoral, kebejatan, kreatifitas terhambat, menarik diri, pengasingan, kekerasan, ejekan dan humor.

F. Pohon Masalah

Gambar II. 3. Pohon masalah Perilaku Kekerasan

Resiko Mencederai Diri Sendiri, orang lain dan lingkungan

Gangguan Konsep diri : Harga diri rendah

Akibat

Masalah Utama

Penyebab (Sumber : Keliat,2006)

G. Masalah Keperawatan

Masalah keperawatan pada perilaku kekerawan menurut keliat, B. A, 2006 meliputi :

1. Resiko Mencederai Diri Sendiri, orang lain dan lingkungan 2. Perilaku kekerasan

(11)

3. Gangguan Konsep diri : Harga diri rendah 4. Gangguan pemeliharaan kesehatan 5. Defisit perawatan diri : mandi dan berhias

6. Ketidakefektifan koping keluarga : ketidakmampuan keluarga merawat klien di rumah

7. Ketidakefektifan penatalaksanaan program terapeutik H. Diagnosa Keperawatan

1. Perilaku kekerasan

2. Gangguan Konsep diri : Harga diri rendah

3. Resiko Mencederai Diri Sendiri, orang lain dan lingkungan I. Fokus Intervensi

1. Perilaku Kekerasan

Tujuan Umum

Klien tidak mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan TUK I : Klien dapat membina hubungan saling percaya

Kriteria Hasil :

Intervensi :

a. Klien mau membalas salam b. Klien mau berjabat tangan c. Klien mau menyebutkan nama d. Klien mau tersenyum

e. Klien mau mengetahui nama perawat

(12)

empati, sebut nama perawat dan jelaskan tujuan interaksi.

b. Panggil klien dengan nama panggilan yang disukai

c. Bicara dengan sikap tenang, rileks, dan tidak menantang

d. Jelaskan tentangf kontrak yang akan dibuat e. Beri rasa aman dan sikap empati

f. Lakukan kontak singkat tapi sering.

TUK II : Klien dapat mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan

Kriteria Hasil :

Intervensi :

a. Klien mengungkapkan perasaannya

b. Klien dapat mengungkapkan penyebab perasaan marah (dari diri sendiri, lingkungan, atau orang lain)

a. Beri kesempatan mengungkapkan perasaan b. Bantu klien mengungkapkan perasaan

c. Bantu klien mengungkapkan perasaan jengkel/ kesal.

(13)

TUK III : Klien dapat mengidentifikasi tanda-tanda perilaku kekerasan Kriteria Hasil :

Intervensi :

a. Klien dapat mengungkapkan perasaan saat marah b. Klien dapat menyimpulkan tanda dan gejala

marah / kesal yang dialami.

a. Anjurkan klien mengungkapkan yang dialami dan dirasakan saat jengkel / kesal

b. Observasi tanda perilaku kekerasan

c. Simpulkan bersama klien tanda-tanda jengkel /kesal yang dialami klien.

TUK IV : Klien dapat mengidentifikasi perilaku kekerasan yang biasa dilakukan.

Kriteria Hasil :

Intervensi :

a. Klien dapat mengungkapkan perilaku kekerasan yang biasa dilakukan

b. Klien dapat bermain peran sesuai perilaku kekerasan yang biasa dilakukan

c. Klien dapat mengetahui cara yang biasa dilakukan untuk menyelesaikan masalah

a. Anjurkan klien mengungkapkan perilaku kekerasan yang biasa dilakukan

(14)

c. Tanyakan ”Apakah dengan cara yang dilakukan masalah selesai ?”

TUK V : Klien dapat mengidentifikasi akibat perilaku kekerasan

Kriteria Hasil :

Intervensi :

Klien dapat menjelaskan akibat dari cara yang digunakan oleh klien: akibat pada klien sendiri, akibat pada orang lain, akibat pada lingkungan

a. Bicarakan akibat / kerugian dari cara yang dilakukan.

b. Bersama klien menyimpulkan akibat dari cara yang digunakan.

c. Tanyakan apakah ingin mempelajari cara baru yang sehat.

TUK VI : Klien dapat mengidentifikasi cara konstruktif dalam berespon terhadap kemarahan.

Kriteria Hasil : a. Klien dapat menyebutkan contoh pencegahan perilaku kekerasan secara fisik : tarik naafs dalam, pukul kasur dan bantal

b. Klien dapat mendemonstrasikan cara fisik untuk mencegah perilaku kekerasan

(15)

Intervensi :

yanga baik dalam mencegah perilaku kekerasan : meminta dengan baik, menolak dengan baik, mengungkapkan perasaan dengan baik

d. Klien dapat menyebutkan kegiatan ibadah yang biasa dilakukan

e. Klien dapat mendemonstrasikan cara ibadah yang dipilih

f. Klien mempunyai jadwal untuk melatih melatpih cara pencegahan fisik, verbal / sosial, spiritual, dan obat yang telah dipelajari sebelumnya

g. Klien mengevaluasi kemampuannya dalam melakukan cara fisik, verbal / sosial, spiritual, dan obat sesuai jadwal yang telah disusun

a. Tanyakan kepada klien ”Apakah ia ingin mempelajari cara baru yang sehat

b. Beri pujian jika mengetahui cara lain yang sehat. c. Secara fisik : tarik nafas dalam jika sedang kesal,

berolah raga, memukul bantal / kasur atau pekerjaan yang memerlukan tenaga.

d. Secara verbal : katakan bahwa anda sedang marah atau kesal / tersinggung

(16)

marah yang sehat, latihan asertif, latihan manajemen perilaku kekerasan.

f. Secara spiritual : berdo’a, sembahyang, memohon kepada Tuhan untuk diberi kesabaran.

TUK VII : Klien dapat mengidentifikasi cara mengontrol perilaku kekerasan.

Kriteria Hasil :

Intervensi :

a. Klien mampu memilih cara yang mau dilatih b. Klien mengetahui manfaat dari cara yang telah

dipilih

a. Bantu memih cara yang paling tepat.

b. Bantu mengidentifikasi manfaat cara yang telah dipilih

c. Beri reinforcment positif atas keberhasilan yang dicapai dalam simulasi

d. Anjurkan menggunakan cara yang telah dipilih saat jengkel. Marah.

TUK VIII : Klien mendapat dukungan dari keluarga dalam mengontrol perilaku kekerasan

(17)

Intervensi : a. Identifikasi kemampuan keluarga merawat klien dari sikap yang telah dilakukan keluarga selama ini

b. Jelaskan peran serta keluarga keluarga dalam merawat keluarga

c. Jelaskan cara-cara merawat klien :

1) Cara mengontrol perilaku marah secara konstruktif.

2) Sikap tenang, bicara tenang bicara tenang dan jelas.

3) Membantu klien mengenal penyebab ia marah.

d. Bantu keluarga mendemonstrasikan cara merawat klien.

e. Bantu keluarga mengungkapkan perasaanya setelah melakukan demonstrasi.

TUK IX : Klien dapat menggunakan obat yang benar (sesusai program)

(18)

Intervensi :

pemberian)

b. Klien mampu mendemonstrasikan kepatuhan minum obat sesuai dengan jadwal yang ditentukan c. Klien mempunyai jadwal untuk melatih cara

pencegahan dengan minum obat

d. Klien mengevaluasi kemampuannya dalam mematuhi minum obat

a. Jelaskan jenis-jenis obat yang diminum klien pada klien dan keluarga

b. Diskusikan manfaat minum obat dan kerugian berhenti minum obat tanpa seizin dokter.

c. Jelaskan prinsip 5 benar minum obat (nama klien, obatmdosis, cara dan waktu).

d. Anjurkan klien melaporkan pada perawat / dokter jika merasakan efek yang tidak menyenangkan. e. Beri pujian jika klien minum obat yang benar.

2. Gangguan Konsep diri : Harga diri rendah

TUK I: Klien dapat membina hubungan saling percaya

(19)

Intervensi :

d. Klien mau tersenyum

e. Klien mau mengetahui nama perawat

a. Bina hubungan saling percaya : salam terapeautik, empati, sebut nama perawat dan jelaskan tujuan interaksi.

b. Panggil klien dengan nama panggilan yang disukai

c. Bicara dengan sikap tenang, rileks, dan tidak menantang

d. Jelaskan tentangf kontrak yang akan dibuat e. Beri rasa aman dan sikap empati

f. Lakukan kontak singkat tapi sering.

TUK II : Klien dapat mengidentifikasi kemampuan aspek positif yang dimiliki

Kriteria Hasil :

Intervensi :

Klien mengingat dan mengungkapkan kemampuan positif yang dimiliki klien kepada perawat

a. Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki klien

b. Setiap bertemu klien hindari memberi penilaian yang negatif

(20)

TUK III : Klien dapat menilai kemampuan yang masih dapat dilakukan

Kriteria Hasil :

Intervensi :

Klien mampu mengungkapkan kemampuan yang masih dapat digunakan selama sakit

a. Diskusikan denga klien kemampuan yang digunakan selama sakit

b. Diskusikan kemampuan yang dapat dilanjutkan penggunaannya.

TUK IV : Klien dapat menetapkan (merencanakan) kegiatan sesuai dengan kemampuan yang dimiliki

Kriteria Hasil :

Intervensi :

Klien dapat memilih kegiatan yang masih dapat dilakukan selama di rumah sakit ( kegiatan mandiri, kegiatan dengan bantuan sebagian, kegiatan yang membutuhkan bantuan total)

a. Rencanakan bersama klien aktivitas yang dapat dilakukan setiap hari sesuai dengan kemampuan : 1) Kegiatan mandiri

2) Kegiatan dengan bantuan sebagian

3) Kegiatan yang membutuhkan bantuan total b. Tingkatkan bantuan yang sesuai dengan toleransi

kondisi klien

(21)

yang boleh dilakukan klien.

TUK V : Klien dapat melakukan kegiatan sesuai kondisi sakit dan kemampuan lainnya.

Kriteria Hasil :

Intervensi :

a. Klien dapat mendemonstrasikan kegiatan yang telah dipilih

b. Klien dapat mengevaluasi kemampuanya dalam melakukan kegiatan yang telah dipilih

a. Beri kesempatan pada klien untuk mencoba kegiatan yang telah direncanakan

b. Beri pujian atas keberhasilan klien c. Diskusikan pelaksanaan di rumah

TUK VI : Klien dapat memanfaaatkan sistem pendukung yang ada pada keluarga

Kriteria Hasil : Intervensi :

Klien dapat mendemonstrasikan cara merawat klien a. Beri pendidikan kesehatan kepada kelurga tentang

cara merawat klien dengan hargadiri rendah. b. Bantu keluarga memberi dukungan selama klien

dirawat

Gambar

Gambar II. 1. Rentang Respon Neurobiologis
Gambar II. 2.Psikopatologis
Gambar II. 3. Pohon masalah Perilaku Kekerasan

Referensi

Dokumen terkait

perlakuan eksplan akar yang menggunakan bahan sterilan Natrium hipoklorit.. (Naocl) dengan konsentrasi 10 % direndam selama 5 menit

sahnya jual beli telah terpenuhi, untuk menjual kepada Pihak Kedua, yang --- berjanji dan mengikat diri untuk membeli dari Pihak Pertama: --- Sebidang tanah Hak Guna Bangunan Nomor

Motivacija za konstrukciju q − DEIM proizaˇsla je iz ˇzelje da se odgovori na pitanje moˇze li se konstruirati novi operator selekcije interpolacijskih in- dekasa s kojim ´ce

Dengan ini saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa dalam skripsi ini tidak dapat keseluruhan atau sebagian tulisan orang lain yang saya ambil dengan cara

Keputusan Bupati Bantul Nomor 576 Tahun 2014 tentang Perhitungan dan Pemberian Honor Bagi Pengelola Keuangan Daerah di Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset

Pencitraan berasal dari kata citra yang berarti kesan mental atau bayangan visual yang ditimbulkan oleh sebuah kata, frasa atau kalimat yang adalah unsur dasar yang khas

(2) Dukungan anggaran kegiatan deteksi/penyelidikan intelijen, pengamanan dan penggalangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 huruf f, harus dibuat rencana kegiatan

Patogenesis dari opthalmopati terkait tiroid sebenarnya masih belum jelas, namun terdapat bukti TSH-R yang merupakan autoantigen yang diekspresikan pada orbital dan