• Tidak ada hasil yang ditemukan

NILAI-NILAI KETELADANAN RASULULLAH (Telaah Kitab Ar-Rasul Al-Mu’allim Wa Asalibuhu Fi At-Ta’lim Karya Abdul Fattah Abu Ghuddah) SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "NILAI-NILAI KETELADANAN RASULULLAH (Telaah Kitab Ar-Rasul Al-Mu’allim Wa Asalibuhu Fi At-Ta’lim Karya Abdul Fattah Abu Ghuddah) SKRIPSI"

Copied!
89
0
0

Teks penuh

(1)

NILAI-NILAI KETELADANAN RASULULLAH

(Telaah Kitab

Ar-Rasul Al-

Mu’allim Wa Asalibuhu

Fi At-

Ta’lim

Karya Abdul Fattah Abu Ghuddah)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Kewajiban dan Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh: PUJI SANTOSO

NIM: 111 14 381

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA

▸ Baca selengkapnya: apa keteladanan sikap salahuddin yusuf al ayyubi yang bisa dilakukan sekarang ini

(2)
(3)
(4)
(5)

MOTTO

Menjadi baik itu mudah, dengan hanya diam maka yang

tampak adalah kebaikan. Yang susah adalah membuat diri

kita bermanfaat karena ini adalah perjuangan”

(6)

PERSEMBAHAN

Puji syukur kehadirat Allah SWT. atas limpahan rahmat serta

karunia-Nya, skripsi ini penulis persembahkan untuk :

1. Ayah dan ibunda penulis tersayang, Sugiyanto dan Sumarmi yang

selalu membimbing, memberikan doa, nasihat, kasih sayang, dan

motivasi yang tiada henti.

2. Keluarga besar penulis terkhusus bagi kakek dan nenek, Supardi dan

Suminah.

3. Pengasuh Pondok API Al-Masykur Bapak KH. Afif Dimyathi beserta

keluarga.

4. Ketiga saudara kandung penulis, Dek Maman, Dek Aziz dan Dek

Fahmi atas motivasi yang tak ada hentinya sehingga proses

penempuhan gelar sarjana ini bisa tercapai.

5. Sahabat dan teman dekat yang selalu memberikan motivasi kepada

penulis dan membantu menyelesaikan skripsi ini.

6. Keluarga besar dan santri Pondok Pesantren API Al Masykur.

7. Kang Rahmat, Kang Mustaqim, Kang Yusuf, Kang Barok yang selalu

memberi inspirasi dalam menyelesaikan skripsi ini.

8. Teman-teman PAI angkatan 2014 yang tidak bisa penulis sebutkan satu

persatu.

9. Mbak Insanul Kamila, orang yang selalu menjadi motivasi bagi saya

dalam menyelesaikan skripsi ini. skripsi ini, penulis persembahkan

(7)

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrohim

Puji syukur alhamdulillahi robbil‟alamin, penulis panjatkan

kepada Allah Swt yang selalu memberikan nikmat, kaunia, taufik, serta

hidayah-Nya kepada penulis sehinggap penulis dapat menyelesaikan

skripsi ini dengan judul Nilai-Nilai Keteladanan Rasulullah (Telaah Kitab

Ar-Rasul Al-Mu‟allim Wa Asalibuhu Fi At-Ta‟lim Karya Abdul Fattah

Abu Ghuddah).

Tidak lupa shalawat serta salam semoga senantiasa tercurahkan

kepada nabi agung Muhammad SAW, kepada keluarga, sahabat, serta

para pengikutnya yang selalu setia dan menjadikannya suri tauladan yang

mana beliaulah satu-satunya umat manusia yang dapat mereformasi umat

manusia dari zaman kegelapan menuju zaman terang benerang yakni

dengan ajarannya agama Islam.

Penulisan skripsi ini pun tidak akan terselesaikan tanpa bantuan

dari berbagai pihak yang telah berkenan membantu penulis

menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu penulis mengucapkan banyak

terimakasih kepada:

1. Rektor IAIN Salatiga, Dr. H. Rahmat Hariyadi, M.Pd.

2. Bapak Suwardi, M.Pd. selaku Dekan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu

Keguruan IAIN Salatiga.

(8)

4. Bapak Dr. Rasimin, S.Pd., M.Pd. selaku pembimbing akademik

sekaligus pembimbing skripsi yang telah membimbing dengan ikhlas,

mengarahkan, dan meluangkan waktunya untuk penulis sehingga

skripsi ini terselesaikan.

5. Bapak dan Ibu dosen yang telah membekali berbagai ilmu

pengetahuan, serta karyawan IAIN Salatiga sehingga penulis dapat

menyelesaikan jenjang pendidikan S1.

Penulis sepenuhnya sadar bahwa skripsi ini masih jauh dari

kesempurnaan, maka kritik dan saran yang bersifat membangun sangat

penulis harapkan. Semoga hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi

penulis khususnya, serta para pembaca pada umumnya.Amin.

Salatiga, 27 September 2018

(9)

ABSTRAK

Santoso, Puji. 2018. Nilai-Nilai Keteladanan Rasulullah (Telaah kitab Ar-Rasul Al-Mu‟allim Wa Asalibuhu Fi At-Ta‟lim Karya Abdul Fattah Abu Ghuddah). Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan. Jurusan Pendidikan Agama Islam. Institut Agama Islam Negeri Salatiga. Pembimbing: Dr. Rasimin, S.Pd., M.Pd.

Kata Kunci: Keteladanan, Kitab Ar-Rasul Al-Mu’allim Wa Asalibuhu Fi At -Ta’lim

Tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui tentang nilai-nilai keteladanan Rasulullah dalam kitab Ar-Rasul Al-Mua‟llim Wa Asalibuhu Fi At-Ta‟lim karya Syekh Abdul Fattah Abu Ghuddah. Pertanyaan yang ingin dijawab melalui penelitian ini sebagai berikut: (1) Apa signifikansi nilai-nilai keteladanan Rasulullah dalam kitab Ar-Rosul al-Mu‟allim wa Asalibuhu fi at-Ta‟lim karya Abdul Fattah Abu Ghuddah?, (2) Bagaimana relevansi nilai-nilai keteladanan Rasulullah dalam kitab Ar-Rosul al-Mu‟allim wa Asalibuhu fi at-Ta‟lim karya Abdul Fattah Abu Ghuddah dengan praktek pendidikan saat ini?, (3) Bagaimana implikasinya?.

Skripsi ini merupakan penelitian studi kepustakaan atau library research. Seluruh data baik dari data primer dan data sekunder diperoleh dengan menggunakan metode dokumentasi. Setelah data terkumpul, selanjutnya dilakukan analisis. Metode yang digunakan untuk menganalisis data adalah dengan diskristif analisis isi atau content analysis.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pertama, nilai-nilai keteladanan yang terdapat dalam kitab ar-rosul al-mu‟allim wa asalibuhu fi at-ta‟lim karya Syekh Abdul Fattah Abu Ghuddah meliputi: memudahkan dan tidak memberatkan, kasih sayang, sabar, lemah lembut, adil, rendah hati dan sederhana memiliki peran penting demi terwujudnya tujuan pendidikan. Kedua, pemikiran Syekh Abdul Fattah Abu Ghuddah tentang nilai-nilai keteladanan masih sangat relevan jika diterapkan pada zaman sekarang. Ini berdasarkan refleksi terhadap realitas yang ada. Nilai keteladanan yang terdapat dalam karangan beliau bersifat tetap, dimanapun dan kapanpun nilai-nilai tersebut akan terus berlaku. Hal itu berdasarkan al-Quran dan Hadis Nabi. Dimana keduanya berlaku sepanjang hayat tidak dipengaruhi tempat dan waktu. Ketiga, keteladanan memiliki dampak atau implikasi yang sangat berpengaruh terhadap seseorang. Hal ini disebabkan oleh karena manusia cenderung untuk meniru atau mencontoh perbuatan yang dilakukan oleh orang lain. Terlebih lagi bagi anak didik yang masih berada dalam masa perkembangan dan pertumbuhan, mereka menganggap apa yang dilakukan oleh gurunya merupakan tindakan yang layak untuk dicontoh dan diikuti.

(10)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ………..……. i

HALAMAN PERSETUJUAN ………..……. ii

HALAMAN PENGESAHAN ………...…. iii

HALAMAN PERNYATAAN ……… iv

HALAMAN MOTTO ………. v

HALAMAN PERSEMBAHAN ……… vi

KATA PENGANTAR ……….. vii

ABSTRAK ……….. ix

DAFTAR ISI ………...……… x

BAB I PENDAHULUAN ……...……….... 1

A. Latar Belakang Masalah ……….. 1

B. Rumusan Masalah ………... 6

C. Tujuan Penelitian ……… 7

D. Manfaat Penelitian ……….. 7

E. Kajian Pustaka ……… 8

F. Metode Penelitian ………..… 11

G. Definisi Operasional ……….. 14

H. Sistematika Penulisan ……… 16

BAB II BIOGRAFI ………..……… 17

A. Biografi Syekh Abdul Fattah Abu Ghuddah ………. 17

B. Setting Sosial ………. 18

C. Karya Syekh Abdul Fattah Abu Ghuddah ……… 19

BAB III DESKRIPSI PEMIKIRAN …………..………….... 22

(11)

B.Pemikiran Syekh Abdul Fattah Abu Ghuddah Tentang Nilai

Keteladanan dalam Kitab Ar-Rasul al-Mu‟allim Wa Asalibuhu Fi

at-Ta‟lim ………... 24

BAB IV PEMBAHASAN ………...… 34

A.Signifikansi Pemikiran Syekh Abdul Fattah Abu Ghuddah .... 34

B.Relevansi Pemikiran Syekh Abdul Fattah Abu Ghuddah Tentang Nilai Keteladanan dengan Zaman Sekarang ………..… 56

C.Implikasi Pemikiran Syekh Abdul Fattah Abu Ghuddah Tentang Nilai Keteladanan ………....… 63

BAB V PENUTUP ... 66

A. Kesimpulan ……….……. 66

B. Saran ………....… 67

(12)

BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah

Kehidupan ini sebagian besar dilalui dengan saling meniru atau

mencontoh oleh manusia yang satu pada manusia yang lain. Kecenderungan

mencontoh ini sangat besar peranannya pada anak-anak, sehingga sangat besar

pengaruhnya bagi perkembangan anak. Sesuatu yang dicontoh, ditiru atau

diteladani itu mungkin yang bersifat baik dan mungkin pula bernilai keburukan

(Nawawi,1993: 213).

Kata teladan dialihkan dengan kata uswah yang kemudian diberi sifat di

belakang seperti hasanah yang berarti baik. Keteladanan adalah metode

influentif, yang paling menentukan keberhasilan dalam mempersiapkan dan

membentuk sikap serta perilaku moral, spiritual dan sosial anak. Hal ini karena

pendidik adalah contoh terbaik dalam pandangan anak didik yang akan

ditirunya dalam segala tindakan dan sopan santunnya, disadari maupun tidak.

Oleh karena itu, masalah keteladanan menjadi faktor penting dalam hal baik

buruknya anak didik yang menjadi objek bimbingan dan arahan (Supriyatno,

2009: 27-29).

Fungsi pendidik dalam kegiatan pembelajaran sangat berpengaruh

terhadap hasil yang akan dicapai. Sebagai pendidik mempunyai tanggung

jawab besar, bukan hanya saat waktu proses pendidikan itu berlangsung, tetapi

(13)

seorang guru harus mempunyai karakter yang baik, karena guru adalah contoh

ideal bagi anak didiknya.

Sebagai teladan, guru harus memiliki karakter yang dapat dijadikan profil

dan idola bagi anak didik, guru adalah mitra anak didik dalam kebaikan, guru

harus dapat memahami tentang kesulitan anak didik dalam hal belajar dan

kesulitan lainnya di luar masalah belajar, yang bisa menghambat aktifitas

belajar anak didik. Guru adalah bapak rohani bagi seorang anak didik dalam

memberikan santapan jiwa dengan ilmu pendidikan akhlak. Untuk itu setiap

guru harus memiliki karakter yang baik dan terintegrasi, karakter yang baik ini

tentu saja ditinjau dari segi murid, orang tua dan dari segi kebutuhan tugasnya

(Mufron, 2013: 43).

Menurut Lickona (dalam Rasimin, 2016: 148) Karakter yang baik adalah

sesuatu yang kita inginkan bagi anak-anak kita. Karakter yang baik adalah

hidup dengan tingkah laku yang benar yakni tingkah laku benar dalam hal

berhubungan dengan orang lain (seperti kedermawanan dan rasa simpati) dan

berhubungan dengan diri sendiri (misalnya kontrol diri dan tidak

berlebih-lebihan). Karakter itu sendiri terbentuk dari tiga bagian yang saling berkaitan:

pengetahuan moral, perasaan moral, dan perilaku moral. Karakter yang baik

terdiri atas mengetahui kebaikan, menginginkan kebaikan, dan melakukan

kebiasaan-kebiasaan pikiran, kebiasaan hati, kebiasaan perbuatan. Ketiganya

penting untuk menjalani hidup yang bermoral; ketiganya adalah faktor

(14)

Berdasarkan hal tersebut di atas, karakter baik atau mulia meliputi

tentang kebaikan baik yang berhubungan dengan orang lain atau diri sendiri,

hal tersebut lalu menimbulkan komitmen terhadap kebaikan, dan akhirnya

benar-benar melakukan kebaikan. Ada dua hal penting yang harus dilakukan

oleh seorang pendidik selain pengajaran, yaitu keteladanan (modeling) dan

pembiasaan (habituation) (Nuh, 2013: 53).

Seorang pendidik merupakan salah satu unsur penting dalam dunia

pendidikan. Seorang pendidik merupakan tokoh sentral yang diharapkan

mampu membimbing dan mengarahkan peserta didik menjadi lebih baik.

Tugas dan tanggung jawab seorang guru sungguh sangat berat. Di

pundaknyalah tujuan pendidikan secara umum dapat tercapai atau tidak. Inilah

mengapa tidak semua orang bisa menjadi guru yang berhasil. Hanya

orang-orang tertentu yang mempunyai rasa cinta terhadap anak-anak atau peserta

didik dan berdedikasi tinggi terhadap dunia pendidikan saja yang mampu

menjadi seorang guru (Azzet, 2011: 13).

Mendidik menurut Sutari Imam Barnadib (dalam Muliawan, 2005: 142)

adalah suatu kegiatan yang dilakukan oleh seseorang dengan sengaja dengan

tujuan memengaruhi orang lain untuk mencapai tujuan pendidikan. Guru

hendaknya mendidik anak didik dengan cara-cara yang baik (keteladanan)

yang bisa menumbuhkan etika dan perilaku yang baik dalam pergaulan sosial.

Jadi menurut Imam Ghazali seorang guru harus mampu memberikan contoh

(15)

Mendidik merupakan kegiatan yang menyentuh sikap mental dan

kepribadian anak didik. Sedangkan kegiatan mengajar dan latihan sebagai salah

satu bentuknya, lebih erat hubungannya dengan aspek intelektual dan

ketrampilan. Akan tetapi harus diakui bahwa mengajar yang baik, pada

dasarnya berarti juga sebagai kegiatan mendidik (Nawawi,1993: 211).

Sementara dalam konsepsi Islam, pendidikan hakekatnya bertujuan untuk

membentuk manusia yang mempunyai kesadaran tentang kewajiban, hak dan

tanggung jawab sosial serta sikap toleran agar hubungan antar manusia dapat

berjalan harmonis (Jalaluddin, 2001: 95).

Namun dalam kenyataannya, pendidikan belum mampu mengantarkan

anak didik meraih tujuan ideal yang telah ditetapkannya yaitu, berpengetahuan

luas serta menjunjung nilai moral yang luhur, hal ini dibuktikan dengan masih

sering terjadinya kenakalan remaja seperti hubungan seks di luar nikah,

narkoba dan kenakalan remaja lainnya bahkan yang lebih parah ada oknum

guru yang tega melakukan perbuatan asusila terhadap anak didiknya, miris

melihat kondisi pendidikan sekarang ini. Seorang guru yang seharusnya

menjadi teladan bagi anak didiknya malah melakukan perbuatan tercela seperti

itu. Bukan memberikan contoh teladan yang baik, malah merusak masa depan

anak didiknya. Pendidikan yang selama ini berlangsung baru sekedar transfer

of knowledge. Sedangkan nilai-nilai luhur yang terdapat di dalam proses

pendidikan tersebut belum mampu diterapkan dalam kehidupan nyata.

Berdasarkan penjelasan di atas, penulis mencoba untuk menganalisis

(16)

Fattah Abu Ghuddah, karena Rasulullah merupakan suri tauladan yang

sempurna bagi umatnya. Salah satu karya Syekh Abdul Fattah Abu Ghuddah

adalah kitab ar-rasul al-mu‟allim wa asalibuhu fi at-ta‟lim yang merupakan

kitab yang membahas berbagai persoalan dalam dunia pendidikan terutama

yang berkaitan dengan cara mendidik yang baik sesuai dengan apa yang

dipraktekkan oleh Rasulullah semasa hidupnya. Karena Rasul merupakan

pendidik terbaik yang pernah ada. Melalui karakter yang ada dalam diri Nabi

dan metode yang diterapkannya, beliau mampu memberikan pengajaran

kepada para sahabatnya secara efektif dan efisien, serta membekas dalam diri

para sahabatnya.

Karya beliau ini mengajak kita semua untuk menjadi seorang pendidik

yang berkarakter khususnya, serta mampu menjadi suri tauladan (uswah) di

lingkungan kita hidup pada umumnya, sehingga kita mampu memberikan

perubahan ke arah yang positif, mampu memberikan warna dalam hidup yang

singkat ini, baik untuk keluarga dan masyarakat dimana kita tinggal serta

bangsa dan negara. Hidup bukanlah sekedar rutinitas tanpa nilai, tapi

merupakan suatu dinamika yang terus bergerak menuju suatu perubahan,

sehingga kita harus mampu berperan di dalamnya. Sifat keteladanan Nabi ini

telah disebutkan, sebagaimana difirmankan Allah SWT di dalam surat al

Ahzab ayat: 21. Firman tersebut mengatakan sebagai berikut:

َل َناَك ْدَقَل

اًيرِثَك َوَّللا َرَكَذَو َرِخلآا َمْوَ يْلاَو َوَّللا وُجْرَ ي َناَك ْنَمِل ٌةَنَسَح ٌةَوْسُأ ِوَّللا ِلوُسَر ِبُ ْمُك

(17)

Al-Dalam ayat di atas secara menjelaskan bahwa Allah SWT menjadikan

sosok Nabi Muhammad SAW sebagai teladan bagi seluruh umat manusia.

Keteladanan tersebut berlaku di dalam semua lini kehidupannya. Oleh karena

itu, penulis berusaha mengungkapkan nilai-nilai keteladanan yang ada dalam

diri Rasulullah, sebagai pijakan bagi kita untuk meneladani akhlak Beliau yang

mulia.

Keteladanan memegang peran penting dalam upaya pembentukan

karakter seseorang. Karena pada umumnya anak didik belum paham dengan

baik tentang konsep kebaikan. Dalam kehidupan ini, khususnya dalam dunia

pendidikan kesulitan yang biasa dihadapi oleh anak-anak adalah

menerjemahkan konsep kebaikan yang abstrak ke dalam tindakan. Konsep

yang abstarak tersebut harus dikonkretkan terlebih dahulu agar bisa

diaplikasikan dalam kehidupan. Salah satu cara untuk mengkonkretkannya

adalah dengan member contoh atau keteladanan (Munir, 2010: 11-12).

Untuk itu bagi umat Islam, keteladanan yang paling baik dan utama,

terdapat di dalam diri Rasulullah Muhammad SAW. Keteladanan Rasulullah

mencakup semua lini kehidupan mengingat posisi dan profesi Nabi begitu

komplit dan kompleks. Rasanya sulit menemukan tokoh besar dengan sisi

kehidupan yang begitu kaya seperti dijalankan Rasulullah (Nuh, 2013:

171-172).

Berdasarkan pemaparan masalah di atas, kitab karya Abdul Fattah Abu

Ghuddah Ar-Rosul al-Mu‟allim wa Asalibuhu fi at-Ta‟lim ini layak diteliti

(18)

kita dalam kehidupan sehari-hari khusunya untuk dalam mendidik. Beranjak

dari latar belakang yang sudah penulis paparkan di atas, maka penulis mencoba

menyusun sebuah skripsi dengan mengangkat judul tentang nilai-nilai

keteladanan Rasulullah (telaah kitab ar-rosul al-mu‟allim wa asalibuhu fi at

-ta‟lim karya Abdul Fattah Abu Ghuddah).

B.Rumusan Masalah

Dari latar belakang yang diuraikan di atas, yang akan menjadi pokok

pembahasan dalam penelitian ini adalah:

1. Apa signifikansi nilai-nilai keteladanan Rasulullah dalam kitab Ar-Rosul

al-Mu‟allim wa Asalibuhu fi at-Ta‟lim karya Abdul Fattah Abu Ghuddah ?

2. Bagaimana relevansi nilai-nilai keteladanan Rasulullah dalam kitab

Ar-Rosul al-Mu‟allim wa Asalibuhu fi at-Ta‟lim karya Abdul Fattah Abu

Ghuddah dengan praktek pendidikan saat ini?

3. Bagaimana implikasi nilai-nilai keteladanan Rasulullah dalam kitab

Ar-Rosul al-Mu‟allim wa Asalibuhu fi at-Ta‟lim karya Abdul Fattah Abu

Ghuddah dengan praktek pendidikan saat ini?

C.Tujuan Penelitian

Dari persoalan di atas tujuan yang hendak penulis diskripsikan dalam

penelitian ini adalah:

1. Mengetahui signifikansi nilai-nilai keteladanan Rasulullah dalam kitab

Ar-Rosul al-Mu‟allim wa Asalibuhu fi at-Ta‟lim karya Abdul Fattah Abu

(19)

2. Menemukan relevansi nilai-nilai keteladanan Rasulullah dalam kitab

Ar-Rosul al-Mu‟allim wa Asalibuhu fi at-Ta‟lim karya Abdul Fattah Abu

Ghuddah.

3. Mengetahui implikasi nilai-nilai keteladanan Rasulullah dalam kitab

Ar-Rosul al-Mu‟allim wa Asalibuhu fi at-Ta‟lim karya Abdul Fattah Abu

Ghuddah dengan praktek pendidikan saat ini.

D.Manfaat Penelitian

Suatu pengkajian dan telaah baru terhadap suatu ilmu pengetahuan

diharapkan mampu menambah dan memberikan temuan dan informasi baru

yang dapat diambil manfaatnya. Manfaat bagi para praktisi yang aktif dalam

bidang ini maupun kepada khalayak yang membaca serta mempelajari kajian

ini. Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan manfaat sebagai

berikut:

1. Manfaat teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat dan kontribusi

yang poitif dalam bidang pendidikan dan wawasan yang lebih luas tentang

nilai-nilai keteladanan Rasulullah. Serta diharapkan dapat memberikan satu

tambahan literature dalam memperkaya khasanah keilmuan islam dan menjadi

suatu masukan serta rujukan bagi penelitian lebih lanjut yang berkaitan dengan

masalah ini.

(20)

Sebagai masukan yang membangun dalam pemberdayaan dan

peningkatkan kualitas suatu lembaga pendidikan khususnya pendidikan agama

islam. Diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan dalam kebijakan yang

terkait dengan pendidikan. Serta sebagai syarat untuk memperoleh gelar

sarjana strata satu (SI) pada jurusan Pendidikan Agama Islam, Fakultas

Tarbiyah dan Ilmu Keguruan, Institut Agama Islam Negeri Salatiga.

E.Kajian Pustaka

Penelitian Arif Cahya Wicaksana (2014) tentang “Relevansi Nilai-Nilai

Keteladanan Bisnis Rasulullah dengan Pendidikan Akhlak (Studi Buku Karya

Muhammad Syafii Antonio Ensiklopedia Leadership dan Manajemen

Muhammad SAW Bisnis dan Kewirausahaan)”. Disebutkan bahwa adanya

nilai-nilai yang terkandung dalam bisnis Rasulullah terutama nilai-nilai akhlak.

Rasulullah mengajarkan bentuk transaksi bisnis yang sarat dengan nilai-nilai

etika, akhlak, dan kemanusiaan.

Penelitian Cholid (2009) tentang “Manajemen Metode Pembelajaran

Rasulullah SAW (Studi atas Kitab Tarbiyah al Nabi Liashabih Karya Khalid

Abdullah al Qurasyi)”. Disebutkan bahwa metode yang digunakan dalam

proses pendidikan sangat berpengaruh terhadap proses penanaman nilai-nilai

yang terkadung dalam proses pendidikan itu sendiri. Hal itu dapat dilihat dari

keberhasilan Rasulullah dalam dakwahnya.

Penelitian Nur Saifuddin Anshori (2013) tentang “Pendidikan Karakter

(21)

Rachiqu al Makhtuum Karya Syeikh Shafiyurrahman al Mubarakfury”.

Disebutkan bahwa Nabi Muhammad SAW. merupakan suri teladan yang baik.

Karakter Beliau dapat dijadikan sebagai bahan pendidikan karakter yang

selama ini kurang mengena serta nilai-nilai pendidikan karakter yang terdapat

dalam buku sirah nabawiyah ini masih sangat relevan jika diterapkan pada

konteks zaman sekarang.

Penelitian Anang Umar (2015) tentang “Nilai-Nilai Keteladanan Nabi

Muhammad Saw. pada Perang Badar al-Kubra dan Relevansinya dengan

Kompetensi Pendidik dalam Pendidikan Islam”. Disebutkan bahwa terdapat

nilai-nilai keteladanan dalam diri Nabi Muhammad SAW. dalam perang Badar

al-Kubra yaitu: nilai kepribadian, nilai sosial, nilai kecerdasan, nilai motivasi,

nilai memahami orang lain, nilai ketegasan dan nilai-nilai keteladanan nabi

tersebut sesuai dengan kompetensi seorang pendidik pada zaman sekarang.

Penelitian Miss Saining Samae (2017) tentang “Pengaruh Keteladanan

Guru dalam Menanamkan Nilai Akhlak Siswa di Madrasah Tsanawiyah Negeri

2 Surakarta”. Disebutkan bahwa keteladanan guru memiliki pengaruh dalam

menanamkan nilai akhlak siswa di MTs Negeri 2 Surakarta, hal ini dapat

dilihat dari dua segi, yaitu segi perkataan dan segi perbuatan.

Penelitian Nurna Noviatri (2014) tentang “Kontribusi Keteladanan Guru

dan Pola Asuh Orang Tua Terhadap Kedisiplinan Siswa Kelas V SD Negeri

Se-Kecamatan Mantrijeron Kota Yogyakarta”. Disebutkan bahwa adanya

kontribusi serta pengaruh dari keteladanan guru terhadap kedisiplinan siswa

(22)

Penelitian Ifa Istinganah (2015) tentang “Pengaruh Keteladanan Guru

Akidah Ahklak dan Keteladanan Orang Tua Terhadap Nilai-Nilai Akhlakul

Karimah Siswa di MTsN se-Kabupaten Blitar”. Disebutkan bahwa adanya

pengaruh keteladanan guru dan orang tua terhadap pembentukan akhlakul

karimah pada anak.

Peneitian Melly Nurbaity (2017) tentang “Pembentukan Kepribadian

Anak Melalui Keteladanan Orang Tua di Lingkungan Rumah Menurut Konsep

Pendidikan Islam”. Disebutkan bahwa keteladanan orang tua memiliki

pengaruh terhadap pembentukan kepribadian anak.

Penelitian Ina Siti Julaeha (2014) tentang “Keteladanan Orang Tua

dalam Mendidik Anak Menurut Abdullah Nasih „Ulwan”. Disebutkan bahwa

orang tua adalah peletak awal pembentukan kepribadian Islam melalui

keteladanan yang dilakukan di dalam lingkungan keluarga. Baik buruknya anak

ditentukan dari pengaruh sikap yang dicontohkan orang tua kepadanya. Dalam

penelitian ini penulis menggunakan metode penelitian literatur dengan

menggunakan pendekatan analysis content.

Penelitian Puji Tulus Santoso (2013) tentang “Pengaruh Keteladanan

Guru Terhadap Pengamalan Akhlakul Karimah pada Siswa Kelas VIII SMP

Negeri 1 Sumbang Kabupaten Banyumas”. Disebutkan bahwa keteladanan

guru mempunyai pengaruh dengan kategori sangat kuat dan sangat tinggi

terhadap pengamalan akhlakul karimah pada siswa kelas VIII. Dalam

(23)

F.Metode Penelitian

Pengertian metode, berasal dari kata methods (Yunani) yang dimaksud

adalah cara atau jalan. Metode merupakan kegiatan ilmiah yng berkaitan

dengan suatu cara kerja (sistematis) untuk memahami suatu objek atau subjek

penelitian, sebagai upaya untuk menemukan jawaban yang dapat

dipertanggungjawabkan secara ilmiah dan termasuk keabsahannya (Ruslan,

2010: 24).

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

1. Jenis penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian literature (library research). Metode

literature atau metode kepustakaan adalah salah satu metode penelitian

pendidikan yang menggunakan cara telaah pustaka (Muliawan, 2014: 71).

Dalam penyusunan skripsi ini penulis mengambil data dari pendapat para

ahli yang dituangkan dalam buku-buku, istilah ini biasanya disebut library

research (penelitian pustaka) yaitu mengadakan penelitian dengan cara

mempelajari dan membaca literatur-literatur yang ada hubungannya dengan

permasalahan yang menjadi objek penelitian. Studi kepustakaan merupakan

tehnik pengumpulan data dengan mengadakan studi penelaah terhadap

buku-buku, literatur-literatur, catatan-catatan, dan laporan-laporan yang ada

hubungannya dengan masalah yang akan diteliti (Nazir, 1985: 111)

2. Sumber penelitian

Sumber data penelitian adalah subjek darimana data itu diperoleh

(24)

a. Sumber data primer

Sumber data primer adalah sumber data yang paling utama digunakan

dan sesuai dengan permasalahan ini. Sumber primer dalam hal ini adalah

hasil-hasil penelitian atau tulisan-tulisan karya peneliti atau teoritisi yang orisinil

(Hadjar, 1996: 83). Adapun sumber data primer adalah Kitab Ar-Rosul

al-Mu‟allim wa Asalibuhu fi at-Ta‟lim karya Syekh Abdul Fattah Abu Ghuddah.

b. Sumber data sekunder

Sumber sekunder adalah bahan pustaka yang ditulis dan dipublikasikan

oleh seorang penulis yang tidak secara langsung melakukan pengamatan atau

berpartisipasi dalam kenyataan yang ia deskripsikan. Dengan kata lain penulis

tersebut bukan penemu teori (Hadjar, 1996: 84). Data ini berupa dokumen,

buku, majalah, jurnal, dan yang lainnya yang berkaitan dengan permasalahan

penelitian. Diantaranya adalah:

1) Agus Khudlori. Muhammad Sang Guru.

2) Umar Husein Assegaf. Mendidik dan Mengajar ala Rasulullah.

3) Rahmat Hidayat. Muhammad SAW The Super Teacher.

4) Muhammad Suwaid. Mendidik Anak Bersama Nabi SAW.

3. Metode pengumpulan data

Untuk memperoleh data-data yang diperlukan dalam penelitian ini,

penulis menggunakan Metode Dokumentasi. Menurut Suharsimi Arikunto

(25)

variabel yang berupa catatan, transkip, buku, surat kabar, majalah, prasasti,

notulen rapat, agenda dan lain sebagainya.

4. Analisi data

Untuk menganalisis data penulis menggunakan beberapa metode, yaitu:

a. Metode diskristif

Metode deskriptif adalah pemaparan gambaran mengenai situasi yang

diteliti dalam bentuk uraian naratif (Sudjana, 1989: 198). Peneliti melakukan

analisis data dengan menggambarkan buah pemikiran Syekh Abdul Fattah Abu

Ghuddah dalam kitab Ar-Rosul al-Mu‟allim wa Asalibuhu fi at-Ta‟lim.

b. Metode analisis

Metode Content Analisys (analisis isi) yaitu analisis terhadap makna

yang terkandung dalam pemikiran, menganalisa dan memahami dari sebuah

pendapat maupun sebuah buku, baik sebagian maupun keseluruhan untuk

mengetahui, memahami dan menjelaskan isi dari sebuah buku tersebut

(Suryabrata, 1996: 85).

Dalam proses penelitian ini penulis menggunakan teknik analisis isi

(content analysis) dalam bentuk deskriptif analisis yaitu berupa catatan

informasi faktual yang menggambarkan segala sesuatu apa adanya dan

mencakup penggambaran secara rinci dan akurat terhadap berbagai dimensi

yang terkait dengan semua aspek yang diteliti. Maka, di sini penulis

menggambarkan permasalahan yang dibahas dengan mengambil materi-materi

yang relevan dengan permasalahan, kemudian dianalisis, dipadukan, sehingga

(26)

G.Definisi Operasonal 1. Nilai-nilai

Nilai adalah sifat yang melekat pada sesuatu (sistem kepercayaan) yang

telah berhubungan dengan subjek yang memberi arti (yakni manusia yang

meyakini) (Thoha, 1996: 60).

Menurut Spranger (dalam Asrori 2008: 153) nilai diartikan sebagai suatu

tatanan yang dijadikan panduan oleh individu untuk menimbang dan memilih

alternatif keputusan dalam situasi soaial tertentu.

Sedangkan menurut Muhammad Noor Syam, 1986 (dalam Muhaimin dan

Abdul Mujib 1993: 109) nilai adalah suatu penetapan atau suatu kualitas objek

yang menyangkut suatu jenis apresiasi atau minat.

Dengan demikian yang dinamakan nilai adalah suatu yang berharga yang

dijadikan pedoman oleh seseorang dalam bertindak.

2. Keteladanan

Dalam kamus besar Indonesia disebutkan, bahwa keteladanan dasar

katanya teladan yaitu perbuatan atau barang yang patut ditiru dan dicontoh.

Oleh karena itu keteladanan adalah hal-hal yang dapat ditiru atau dicontoh

(Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1995: 129).

Menurut Al-Ashfahani (dalam Arief, 2002: 117) al-uswah dan al-iswah

sebagaimana kata al-qudwah dan al-qidwah berarti suatu keadaan ketika

seorang manusia mengikuti orang lain, apakah dalam kebaikan, kejelekan,

(27)

Keteladanan adalah hal yang dapat ditiru atau dicontoh oleh seseorang

dari orang lain. Namun keteladanan yang dimaksud di sini adalah keteladanan

yang dapat dijadikan sebagai alat pendidikan Islam , yaitu keteladanan yang

baik sesuai dengan pengertian uswah (Armai Arief, 2002: 117.)

Keteladanan, dalam proses pendidikan berarti setiap pendidik harus

berusaha menjadi teladan anak didiknya. Teladan dalam semua kebaikan dan

bukan teladan dalam keburukan. Dengan keteladanan itu diharapkan anak

didik, akan mencontoh dan meniru segala sesuatu yang baik di dalam perkataan

dan perbuatan pendidiknya (Nawawi, 1993: 215).

Keteladanan adalah suatu contoh yang dapat dijadikan acuan oleh orang

lain karena dianggap orang yag dijadikan contoh tersebut mengandung nilai

yang baik dan luhur. Seorang guru yang dicintai oleh anak didiknya adalah

guru yang mempunyai kepribadian layak ditiru. Inilah kepribadian utama yang

harus dimiliki oleh seorang guru. Menurut falsafah Jawa, kata guru berasal dari

kalimat “bisa digugu (dipercaya) dan ditiru (dicontoh)”. Jadi, orang yang

menjadi guru adalah seorang yang bisa dipercaya dan ditiru tingkah lakunya

oleh anak didiknya (azzet, 2011: 55). Jadi keteladanan adalah suatu hal baik

berupa perkataan atau tindakan yang bernilai positif yang dapat dijadikan

contoh yang dapat panutan bagi orang orang lain.

H.Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan skripsi ini tersusun dalam tiga bagian utama, yaitu

bagian awal, bagian inti, dan bagian akhir. Bagian awal terdiri dari: sampul,

(28)

pengesahan kelulusan, pernyataan keaslian tulisan, motto dan persembahan,

kata pengantar, abstrak, daftar isi, daftar tabel, daftar gambar, dan daftar

lampiran.

Bagian inti dalam penulisan penelitian ini, penulis menyusun dalam lima

bab dengan rincian sebagai berikut:

Bab I berisi pendahuluan. Dalam bab ini penulis akan memaparkan

tentang pokok-pokok penulisan dalam skripsi ini. bagian ini memuat: latar

belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian,

kajian pustaka, metode penelitian, defenisi operasional dan sistematika

penelitian.

Bab II berisi biografi. Dalam bab ini akan dipaparkan mengenai biografi

tokoh, setting sosial, dan karya-karyanya.

Bab III berisi deskripsi pemikiran.

Bab IV berisi pembahasan, dalam bab ini akan disajikan pembahasan

mengenai signifikansi nilai-nilai keteladanan Rasulullah telaah kitab ar-Rosul

al-Muallim wa Asalibuhu fi at-Ta‟lim karya Syekh Abdul Fattah Abu

Ghuddah, relevansinya dengan praktik pendidikan saat ini serta implikasinya.

Bab V berisi penutup yang merupakan refleksi dari penulisan skripsi

(29)

BAB II BIOGRAFI

A.Biografi Syekh Abdul Fattah Abu Ghuddah

Syekh Abdul Fattah Abu Ghuddah lair di kota Aleppo, Suriah, 17 Rajab

tahun 1336 H / 1917 M. Pada masa mudanya, Syekh Abdul Fattah

menyelesaikan pendidikan menengah di Suriah, lalu melanjutkan ke jenjang

perguruan tinggi di Mesir, yaitu Fakultas Syariah Universitas Al-Azhar, dan

lulus pada tahun 1368 H / 1948 M. Setamat dari Fakultas Syariah Al-Azhar,

dia mengambil spesialisasi bidang pedagogi (pengajaran) di Fakultas Bahasa

Arab di universitas yang sama dan lulus pada 1370 H / 1950 M. Setelah itu, dia

kembali ke negeri asalnya, Suriah (Khudlori, 2015: 342).

Segudang pengalaman di dunia pendidikan telah dia lakoni, bahkan dia

tergolong pakar di bidang satu ini. Sepulang dari Mesir, dia bekerja sebagai

guru di Aleppo, lalu menjadi dosen di Fakultas Syariah di Universitas

Damaskus. Tak berselang lama, Syekh Abdul Fattah pindah ke Saudi Arabia

dan mengikat kontrak dengan Universitas Imam Muhammad Ibnu Saud di

Riyadh, dimana ia bekerja sebagai dosen. Selain itu, dia juga mengjar di

Ma‟had Ali li al-Qadha‟ (sekolah tinggi yudisial), menjadi profesor

pembimbing untuk mahasiswa pascasarjana, dan lain-lain (Khudlori, 2015:

342- 343).

Selama periode 1385-1408 H / 1965-1988 M, Syekh Abdul Fattah

(30)

pembentukan kurikulumnya, seta diangkat menjadi anggota Majlis Ilmi

(Dewan Ilmiah) di kampus itu. Syekh Abdul Fattah juga pernah ditugaskan

sebagai profesor tamu di Universitas Islam Umm Durman, Sudan, dan

beberapa perguruan tinggi di India. Pernah pula berpartipasi dalam berbagai

seminar dan konferensi ilmiah Islam tingkat internasional. Sekembalinya dari

Sudan, dia mengajar di King Saud University di Riyadh. Dia pernah

menempati posisi-posisi penting dalam dunia pendidikan serta memberikan

kontribusi terhadap perkembangan banyak lembaga dan perguruan tinggi.

Beliau merupakan sosok yang patut dijadikan contoh, beliau memiliki

komitmen sangat tinggi untuk selalu membaca dan terus belajar, meskipun

salah satu matanya di kemudian hari buta dan salah satu telinganya tidak dapat

mendengar. Syekh Abdul Fattah Abu Ghuddah meninggal pada 9 Syawal 1417

H atau 16 Februari 1997 M di Riyadh dalam usia 80 tahun, tetapi kemudian

dibawa ke Madinah dan dimakamkan di Baqi‟ sesuai keinginan Beliau

(Khudlori, 2015: 343-344).

B.Setting Sosial

Syekh Abdul Fattah Abu Ghuddah merupakan ulama Suriah yang dikenal

karena kiprah akademiknya. Ayah beliau, yang bernama Muhammad bin

Bashir dikenal baik karena ketaatan dan keshalehannya. Ayah Beliau

merupakan pengusaha di industri teksil. Pada pertengahan 1960-an Syekh

Abdul Fattah Abu Ghuddah menggalang ulama di Suriah dan membawa

(31)

digunakan untuk berbicara melawan gelombang sekularisme. Pada tahun 1962,

Beliau terpilih sebagai anggota parlemen untuk kota Aleppo, meskipun

perlawanan sengit ia hadapi dari pesaing lainnya. Beliau menggunakan posisi

ini untuk membantu dan mempromosikan kepentingan Islam dan umat Islam di

Suriah.

Syekh Abdul Fattah pun sempat dipenjarakan pada tahun 1966 dan

menghabiskan sebelas bulan di penjara dengan ulama lainnya sebelum

akhirnya memutuskan untuk pindah ke Arab Saudi. Disana, Beliau mengajar di

Universitas Imam Muhammad Ibn Saud di Riyadh selama tahun 1965-1988.

Beliau menyibukkan dengan aktivitas akademik sebagai Profesor tamu di

Universitas Islam Um Durman di Sudan. Beliau juga berpartisipasi dalam

berbagai seminar dan konferensi dan juga bekerja untuk jangka waktu di King

Saud University di Riyadh.

(Wulandari. 2008. Setting Sosial Syekh Abdul Fattah Abu Guddah,

https://m.replubika.co.id/2008/06/08/Syekh-Abdul-Fattah-Abu-Ghuddah-Ulama-Pecinta-Ilmu.html, diakses pada 28 Agustus 2018).

C.Karya Syekh Abdul Fattah Abu Ghuddah

Kitab ar-rasul al-mu‟allim wa asalibuhu fi at-ta‟lim pada awalnya

merupakan materi kuliah umum yang diminta oleh direktorat Fakultas Syahriah

dan Fakultas Bahasa Arab di Riyadh, Kerajaan Saudi Arabia, pada tahun

(32)

materi kuliah pada kedua fakultas tersebut, karena besar korelasinya dengan

dunia keilmuan, pengajaran dan para pelajar itu sendiri (Khudlori, 2015: xiii).

Untuk mengembangkan materi tersebut menjadi sebuah kitab yang

lengkap, pengarang kitab ini menambahkan banyak catatan di dalamnya,

termasuk pembahasan-pembahasan penting yang menyenpurnakan isinya.

Selain itu, beberapa catatan juga diperluas sehingga dirasa cukup sesuai

konteks dan sebagian yang lain dipersempit pembahasannya, sehingga jadilah

kitab yang lengkap. Kitab ini sangat penting, mengingat kitab ini berhubungan

dengan sisi terpenting kehidupan Rasulullah sebagai seorang guru beserta

sejarah hidupnya (Khudlori, 2015: xiii-xiv).

Dalam kitab ini, pengarang kitab ini banyak mengutip dari hadis Nabi

Muhammad SAW yang berkaitan dengan petunjuk Rosulullah dalam mengajar

beserta metode-metodenya. Secara garis besar kitab ini terbagi menjadi dua

pembahasan, yakni:

1. Deskripsi kepribadian Rasulullah, sifat-sifat yang mulia, keistimewaan,

serta perilakunya yang bijaksana

2. Membahas rahasia dan metode-metode Rosulullah dalam mengajar, serta

bimbingan dan arahan beliau yang lurus seputar dunia pendidikan.

Hadis-hadis yang yang terdapat dalam buku ini tidak hanya berupa

pengajaran tetapi juga berupa pengarahan, sehingga diharapkan melalui hadis

tersebut mampu memberikan gambaran, contoh, dan arahan yang jelas seputar

dunia pendidikan dan pengajaran. Hadis-hadis tersebut diambil diantaranya

(33)

Tirmidzi dan Imam Ibnu Majah dari kitab mereka masing-masing (Khudlori,

2015: xiv-xv).

Diantara karya dari syekh Abdul Fattah Abu Ghuddah adalah:

1. Safahat Min Sabril Ulama' (Lembaran Kesabaran Ulama')

2. Mas'alat Khalq al-Qur'an wa Atharuha fi Sufuf al-Riwat wa al-Muhaddithin

wa Kutub al-Jarh wa al-Ta`dil.

3. al-Ulama' al-`Uzzab al-Ladhina Atharu al-`Ilm `ala al-Zawaj.

4. Kitab Ar-Rosul al-Mu‟allim wa Asalibuhu fi at-Ta‟lim

5. Qimatu az-Zaman „inda al-Ulama‟

6. Umarau al-Mukminin fi al-Hadis

7. Safahat musyrikoh min tarikh sima‟i al-Hadis

8. al-Isnad min ad-Din

9. Min Adabi al-Islam

10. Tahqiq Ismii as-Shohihain wa Ismi Jami‟ at-Turmudzi

11. Lamahat Min Tarikh as-Sunah wa Ulumul al-Hadis

12. Tarajim Sittah Min Fuqaha al-aliim al-Islami fi al-Qarn ar-Rabi‟

Kitab-kitab di atas merupakan hasil karangan Syekh Abdul Fattah Abu

Ghuddah. Beliau merupakan sosok yang patut dijadikan contoh, beliau

memiliki komitmen sangat tinggi untuk selalu membaca dan terus belajar

(Norazamudin. 2009. Karya Syekh Abdul Fattah Abu Ghuddah,

(34)

BAB III

DESKRIPSI PEMIKIRAN SYEKH ABDUL FATTAH ABU GHUDDAH TENTANG NILAI KETELADANAN

A.Pengertian Nilai Keteladanan

Dalam kehidupan ini, khususnya dalam dunia pendidikan kesulitan yang

biasa dihadapi oleh anak-anak adalah menerjemahkan konsep kebaikan yang

abstrak ke dalam tindakan. Konsep yang abstarak tersebut harus dikonkretkan

terlebih dahulu agar bisa diaplikasikan dalam kehidupan. Misalnya, seorang

anak diberi pengertian oleh orang tua atau gurunya bahwa ia harus

menghormati setiap orang. Sikap hormat di mata anak adalah sesuatu yang

sangat abstrak. Anak harus di ajari tentang bagaimana wujud penghormatan

kepada orang tua, guru, teman sebaya, tamu, tetangga, dan kepada setiap orang.

Apabila sebuah kebaikan sudah dipahami oleh anak, dan anak juga sudah

menyepakati bahwa hal itu harus diwujudkan dalam tindakan nyata, maka

orang yang sering berinteraksi dengan anak, seperti orang tua dan guru harus

segera mengambil langkah untuk segera memberikan pertolongan dan

dukungan kepada anak untuk mewujudkannya. Bentuk pertolongan yang

dimaksud adalah memberi teladan tentang kebaikan-kebaikan tersebut (Munir,

2010: 11-12).

Seorang anak yang hatinya masih suci merupakan mutiara yang masih

polos tanpa ukiran dan gambar. Dia siap diukir dan cenderung kepada apa saja

(35)

kebaikan, dia akan tumbuh menjadi anak yang baik. Sedangkan apabila dia

dibiasakan berbuat jahat dan dibiarkan begitu saja seperti membiarkan binatang

ternak, maka dia akan sengsara dan binasa (Suwaid, 2017: 19).

Keteladanan adalah hal yang dapat ditiru atau dicontoh oleh seseorang

dari orang lain. Namun keteladanan yang dimaksud di sini adalah keteladanan

yang dapat dijadikan sebagai alat pendidikan Islam , yaitu keteladanan yang

baik sesuai dengan pengertian uswah (Arief, 2002: 117.)

Keteladanan dalam proses pendidikan berarti setiap pendidik harus

berusaha menjadi teladan anak didiknya. Teladan dalam semua kebaikan dan

bukan teladan dalam keburukan. Dengan keteladanan itu diharapkan anak

didik, akan mencontoh dan meniru segala sesuatu yang baik di dalam perkataan

dan perbuatan pendidiknya (Nawawi, 1993: 215).

Keteladanan adalah suatu contoh yang dapat dijadikan acuan oleh orang

lain karena dianggap orang yag dijadikan contoh tersebut mengandung nilai

yang baik dan luhur. Seorang guru yang dicintai oleh anak didiknya adalah

guru yang mempunyai kepribadian layak ditiru. Inilah kepribadian utama yang

harus dimiliki oleh seorang guru. Menurut falsafah Jawa, kata guru berasal dari

kalimat “bisa digugu (dipercaya) dan ditiru (dicontoh)”. Jadi, orang yang

menjadi guru adalah seorang yang bisa dipercaya dan ditiru tingkah lakunya

oleh anak didiknya (Azzet, 2011: 55).

Keteladanan memegang peranan yang sangat penting. Sekeras apa pun

yang kita suruh atau larang tidak akan didengar apabila perbuatan kita tidak

(36)

Rasulullah telah melakukannya terlebih dahulu. Rasulullah tidak melarang

sebelum Beliau meninggalkannya. Kata dan perbuatan Rasulullah memiliki

ketersambungan yang rapi. Inilah realitas keteladanan Rasulullah yang telah

ditorehkan dalam sejarah (Hidayatullah, 2011: 44).

Jadi keteladan adalah suatu hal yang mengandung nilai positif yang dapat

dicontoh dan diikuti oleh orang lain. Keteladanan memegang peran yang

sangat penting dalam pembentukan karakter anak didik ke arah yang positif.

Melalui keteladanan anak didik dapat mengkonkretkan nasehat-nasehat dari

pendidik yang masih bersifat abstrak.

B.Pemikiran Syekh Abdul Fattah Abu Ghuddah Tentang Nilai Keteladanan dalam Kitab ar-Rasul al-Mu’allim Wa Asalibuhu Fi at-Ta’lim

Salah satu karya Syekh Abdul Fattah Abu Ghuddah adalah kitab ar-rasul

al-mu‟allim wa asalibuhu fi at-ta‟lim yang merupakan kitab yang membahas

berbagai persoalan dalam dunia pendidikan terutama yang berkaitan dengan

cara mendidik yang baik sesuai dengan apa yang dipraktekkan oleh Rasulullah

semasa hidupnya. Karena Rasul merupakan pendidik terbaik yang pernah ada.

Melalui karakter yang ada dalam diri Nabi dan metode yang diterapkannya,

beliau mampu memberikan pengajaran kepada para sahabatnya secara efektif

dan efisien, serta membekas dalam diri para sahabatnya.

Karya beliau ini mengajak kita semua untuk menjadi seorang pendidik

yang berkarakter khususnya, serta mampu menjadi suri tauladan (uswah) di

(37)

perubahan ke arah yang positif, mampu memberikan warna dalam hidup yang

singkat ini, baik untuk keluarga dan masyarakat dimana kita tinggal serta

bangsa dan negara. Hidup bukanlah sekedar rutinitas tanpa nilai, tapi

merupakan suatu dinamika yang terus bergerak menuju suatu perubahan,

sehingga kita harus mampu berperan di dalamnya.

Kitab ar-rasul al-mu‟allim wa asalibuhu fi at-ta‟lim merupakan suatu

solusi yang tepat bagi pendidik dan calon pendidik, karena di dalamnya

membahas personality atau kepribadian Rasulullah sang uswah terbaik bagi

umat manusia. Pendidik yang ideal adalah seperti yang ada dalam diri Rasul,

maka seharusnya bagi para pendidik dan calon pendidik meniru atau

mencontoh segala yang dipraktekkan oleh Beliau. Salah satu nasehat yang

sangat ampuh agar orang mau melakukan yang apa yang kita perintahkan

adalah melalui keteladanan. Melalui keteladanan ini Rasul menjadi sosok

pendidik yang sangat berpengaruh dan segani baik kawan atau lawan.

Adapun nilai-nilai keteladanan yang terkandung dalam kitab ar-rasul

al-mu‟allim wa asalibuhu fi at-ta‟lim karya Syekh Abdul Fattah Abu Ghuddah

adalah:

1. Memudahkan dan Tidak memberatkan

Seorang pendidik harus memahami sifat dasar manusia, bahwa manusia

diciptakan dengan perbedaan potensi yang menjadi ciri khas yang

membedakan dirinya dengan orang lain. Memudahkan bukan berarti

(38)

sesuai dengan yang disyariatkan, selama tidak melanggar syariat atau hukum

yang berlaku.

Begitu pula seorang pendidik dalam menyampaikan materi kepada anak

didiknya harus disesuaikan dengan kemampuan masing-masing individu. Salah

satu cara memudahkan bagi anak didik adalah menggunakan berbagai variasi

metode karena setiap individu itu unik. Jadi jangan sampai apa yang

disampaikan membuat mereka bingung dan merasa kesusahan.

Adapun sikap memudahkan yang tercermin pada diri Rasulullah dalam

kitab ar-rasul al-mu‟allim wa asalibuhu fi at-ta‟lim adalah:

وتاجوز ملس و ويلع للها ىلص بىنلايريتخ ةصق بَ ,وحيحص نم قلاطلا باتك بَ ملسم ىورو

نهنم ةشئاعب ءادب دقو ,نهنع للها يضر تافيرشلا

لا نا ونم تبغرو ,اهنع للها يضر وتراتخاف

نكلو ,اتنعتم لاو اتنعم نىثعبي لم للها نا :ملاسلاو ةلاصلا ويلع الذ لاقف ,وتراتخا انها اىيرغ بريخ

ارسيم املعم نىثعب

Artinya: Muslim dalam kitab shahihnya (bab perceraian), meriwayatkan proses yang dilakukan Nabi Muhammad SAW. dalam memilih istri-istrinya. Perempuan pertama yang Dia pilih adalah Aisyah, dan Aisyah pun menginginkannya. Mengetahui hal itu, dia meminta agar Rasulullah tidak memberi tahu perempuan lain. Rasul pun menjawab,

“Sesungguhnya Allah tidak mengutusku untuk menjadi orang yang menyusahkan dan merendahkan orang lain. Tetapi dia mengutusku sebagai seseorang guru dan pemberi kemudahan (Khudlori, 2015: 7).

Imam Ghazali menjelaskan bahwa di balik jawaban samar Rasulullah di

atas, yaitu tidak menjawab Aisyah dengan tegas dan tidak membentaknya,

terdapat pelajaran bahwa salah satu seni mengajar adalah seorang guru boleh

menegur muridnya ketika melakukan akhlak tercela dengan lemah lembut,

(39)

kasih sayang tanpa celaan serta Rasul diutus untuk memberi kemudahan pada

umatnya.

2. Kasih sayang

Mendapat kasih sayang merupakan keinginan semua orang, contohnya

seorang anak didik yang mendapatkan kasih sayang dari gurunya, dia akan

merasa nyaman dalam mengikuti pelajaran, sehingga apa yang disampaikan

oleh gurunya akan mudah dicerna, semua ini muncul karena adanya rasa cinta

yang timbul dihati anak didik kepada gurunya, selain itu akan terciptanya

kondisi belajar yang kondusif pula. Karena seorang guru adalah orang tua bagi

anak didiknya, sehingga guru harus menyanyangi anak didiknya sepeti anaknya

sendiri.

Adapun sikap kasih sayang yang tercermin pada diri Rasulullah dalam

kitab ar-rasul al-mu‟allim wa asalibuhu fi at-ta‟lim adalah:

ىراخبلل ظفللاو ,ملسمو ىراخبلا ىورو

لوسرانيتا :لاق ,ونع للها ىضر ثريولحا نب كلام نع

اميحر للها لوسر ناكو ,ةليل نيرشع هدنع انمقأف ,نوبراقتم ةبيش ننحو ملس و ويلع للها ىلص للها

اقيفر

Artinya: Bukahari dan Muslim meriwayatkan dengan redaksi Bukhari, kisah dari Malik bin Huwairits ra. sebagai berkut: Kami, para pemuda berumur sepantaran pernah datang kepada Rasulullah dan menginap di rumahnya selama 20 malam. Kami mendapatinya sebagai orang yang sangat penyanyang dan santun (Khudlori, 2015: 24).

Selanjutnya sifat yang harus ada dalam diri pendidik adalah rasa kasih

sayang, selain sebagai guru, pendidik juga berperan sebagai orang tua ke dua

(40)

mengajar saja, padahal seorang guru juga berperan sebagai pendidik dan

pembimbing bagi anak didiknya tersebut.

3. Sabar

Sifat keteladanan yang selanjutnya yang harus ada dalam diri pendidik

adalah sabar, kita harus menyadari bahwa kita sebagai makhluk sosial tidak

akan pernah lepas dari yang namanya masalah dengan individu lain. Solusi

terhadap segala masalah yang ada salah satunya adalah sabar dan mencari

solusi terbaik untuk mengatasinya. Seorang pendidik harus mampu menahan

diri, emosi dan juga bertahan dalam situasi sulit.

Adapun sikap sabar tercermin pada diri Rasulullah dalam kitab ar-rasul

al-mu‟allim wa asalibuhu fi at-ta‟lim adalah:

ملس و ويلع للها ىلص للها لوسر ناك :لاق ونع للها ىضر سنأ نع ,لئامشلا بَ ىذمترلا ىورو

ونع لقعتل اثلاث ةملكلا ديعي

Artinya: Dalam kitab Syamail, Imam Tirmidzi meriwayatkan kisah dari Anas ra. sebagai berikut: Rasulullah SAW. sering mengulang-ulang ucapannya sebanyak tiga kali, agar setiap ucapannya dapat dipahami (Khudlori, 2015: 26).

للها ىضر ةشئاع نع ,لئامشلا بَ ىذمترلا ىورو

ناكام :تلاق اهنع

ويلع للها ىلص للها لوسر

ويلا سلج نم ظفيح ,لصف ينب ملاكب ملكتي ناك نكلو ,اذى مكرسك درسي ملس و

Artinya: Imam Tirmidzi meriwayatkan dalam kitab asy-Syama‟il kisah dari Aisyah ra. sebagai berikut: Rasulullah SAW. tidak pernah berbicara tergesa-gesa sebagai mana biasa kalian lakukan, akan tetapi beliau berbicara dengan ucapan yang jelas, sehingga orang yang duduk di

majelisnya bisa menghapal ucapannya dengan mudah (Khudlori,

(41)

Nabi SAW. dalam mengajar para murid sangat sabar dan tidak marah

atas setiap pengulangan pembicaraan yang diminta berulang-ulang dan juga

setiap masalah yang didiskusikan berulang-ulang. Ini adalah cara beliau

membantu membantu murid untuk memahami dan menguasai pengetahuan

serta melekatkannya di ingatan mereka serta mengetahui kesulitan pengetahuan

yang mereka hadapi (Hidayat, 2015: 169).

Dalam hadist di atas secara jelas menerangkan bahwa Rasul sangat sabar

dalam pengajaran kepada anak didiknya. Hal itu dapat terlihat dari cara beliau

menyampaikan materi, bahkan beliau mengulang-ulang ucapannya supaya

sahabat yang mendengarkannya paham.

4. Lemah lembut (Rahmat) dan Tidak Kasar

Lemah lembut adalah sikap baik hati atau ramah, tidak mudah marah

atau emosi. Sikap ini penting dalam menghadapi anak didik yang masih dalam

tahap pertumbuhan dan perkembangan. sikap usil dan nakal yang mereka

lakukan pada dasarnya adalah untuk mencari perhatian, sehingga seorang

pendidik harus memahaminya.

Adapun sikap lemah lembut tercermin pada diri Rasulullah dalam kitab

ar-rasul al-mu‟allim wa asalibuhu fi at-ta‟lim adalah:

لئامشلا بَ ىذمترلا ىورو

نب ىلع( بىأ تلأس :ىلع نب ينسلحا لاق :لاق ىلع نب نسلحا نع

للها لوسر ناك ناك :لاقف وئاسلج بَ ملس و ويلع للها ىلص بىنلاةيرس نع )بلطلا بىأ

للها ىلص

يل ,بنالجا ينل ,قللخا لهس ,رشبلا مئاد ملس و ويلع

,شاحفلاو ,باخصلاو ,ظيلغ لاو ,ظفب س

ويف بييخلاو ,ويجار ونم سيؤي لاو ,ىهتشيلا امع لفاغتي ,حادملاو ,بايعلاو

Artinya: Dalam kitab asy-Syama‟il, Imam Tirmidzi meriwayatkan kisah dari

(42)

bertanya kepada bapakku (Ali bin Abi Thalib) tentang kehidupan Nabi

SAW. ditengah-tengah para sahabatnya. Dia menjelaskan,

“Rasulullah SAW. adalah orang yang selalu menampakkan wajah

riang dan ceria, memiliki akhlak dan tabiat lembut, tidak berkata kasar, bukan orang yang keras, tidak suka berteriak, tidak pernah berkata dan berbuat kotor, tidak pernah mencela, tidak pernah memuji berlebihan, mudah melupakan hal-hal yang tidak dia sukai, tidak memupus harapan orang yang berharap padanya, tidak punya mengecewakannya (Khudlori, 2015: 32).

Melalui hadis di atas, kita dapat melihat sosok Nabi SAW yang memiliki

akhlak yang sempurna, kita sebagai umatnya harus meneladani sikap

Rasulullah SAW diantaranya adalah: orang paling lembut, paling halus budi

pekertinya, paling baik akhlaknya, paling indah pergaulannya, mampu

menahan amarah, memaafkan dan memohonkan ampunan, mamaafkan dan

mementingkan kepentingan umum daripada kepentingan pribadi.

5. Adil

Sikap berlebihan atau ekstrim, tercela dalam urusan apapun. Oleh karena

itu kita temukan, bahwa Rasulullah SAW. menyukai sikap moderat dalam

masalah-masalah pokok agama (Suwaid, 2017: 45). Menempatkan sesuatu

sesuai dengan tempatnya, tawasuth, tengah-tengah. Sikap inilah yang

dinamakan adil.

Adapun sikap adil tercermin pada diri Rasulullah dalam kitab ar-rasul

al-mu‟allim wa asalibuhu fi at-ta‟lim adalah:

للها لوسر ناك سللمج وفصو بَ ونع للها يضر ىلع انديس نع اضيأ لئامشلا بَ ىذمترلا ىور

أ ادحأ نأ وسيلج بسيحلا ,وبيصنب وئاسلج لك ىطعي ناك :لاق ,ملس و ويلع للها ىلص

مرك

ونم ويلع

(43)

Rasulullah SAW. sebagai berikut: “Nabi memberikan hak setiap

orang yang hadir dalam majelisnya secara adil, sehingga tidak satu

orang pun merasa ada orang yang lebih mulia di mata beliau.”

(Khudlori, 2015: 36).

Berdasarkan hadis di atas dengan sangat jelas dipaparkan salah satu sifat

Nabi SAW sebagai sosok yang adil. Sifat ini merupakan sifat terpuji

(mahmudah) yang harus dimiliki oleh setiap umat Islam yang mengaku sebagai

umatnya Nabi Muhammad SAW. Karena beliau sendiri sebagai orang yang

paling utama telah mempraktekkannya selama Beliau masih hidup.

6. Rendah Hati

Rendah hati atau tawadhu‟ adalah menampakkan kerelaan diri untuk

turun dari kedudukannya (Hidayat, 2015: 172). Jadi, perasaan dimana

seseorang tidak merasa lebih dibandingkan dengan orang lain, merasa lebih

buruk dibandingkan dengan orang lain. Inilah yang dinamakan rendah hati.

Adapun sikap rendah hati tercermin pada diri Rasulullah dalam kitab

ar-rasul al-mu‟allim wa asalibuhu fi at-ta‟lim adalah:

بىأ نع ,للاى نب ديحم نع ملسلد ظفللاو ,ىئاسنلا و ملسمو ,درفلدا بدلأا بَ ىراخبلا ىور

ىلص بىنلا لىا تيهتنا :لاق ونع للها ىضر ىودعلا ةعافر

:لاق ,بطيخوىو ملس و ويلع للها

.ونيد ام ىرديلا ,ونيد نع لأسيءاج بيرغ لجر ,للها لوسراي :تلقف

يسركب بٌأف ,ليا ىهتنا تىح وتبطخ كرتو ,ملس و ويلع للها ىلص للها لوسر يلع لبقأف :لاق

وملع امم نىملعي لعجو ملس و ويلع للها ىلص لوسر ويلع دعقف :لاق ,اديدح ومئاوق تبسح

ا

هرخا بًأف وتبطخ ىتأ بٍ ,لله

Artinya: Imam Bukhari dalam kitab al-Adab al-Mufrad, juga Muslim dan

Nasa‟I meriwayatkan-dengan redaksi Muslim- kisah dari Humaid bin

Hilal, bersumber dari Abu Rifa‟ah al-Adawi ra. sebagai berikut: “aku pernah datang kepada Rasulullah saat dia sedang berkhotbah.

Kukatakan padanya, “wahai Rasulullah, orang asing ini datang

(44)

bagaimana agamanya itu.” Rasulullah lalu menghampiriku dan

meninggalkan khotbahnya. Setelah sampai keadaku, beliau

mengambil sebuah kursi yang kuyakini pondasi-pondasinya terbuat dari besi, lalu beliau duduk di atasnya dan mengajariku apa-apa yang telah Allah ajarkan kepadanya. Setelah itu, beliau melanjutkan khotbahnya dan menyempurnakannya hingga selesai (Khudlori, 2015: 36).

Dalam hadis ini terkandung sifat rendah hati Nabi SAW, kelembutannya

dan sifat kasih sayangnya terhadap umat Islam. Sikap rendah hati ini tercermin

dari sikap tanggap Nabi yang mau mengahampiri sipenanya untuk menjawab

pertanyaannya. Beliau selalu berusaha menyatukan jiwa dengan para

pengikutnya, hal inilah yang senantiasa dilakukan Rosulullah. Tidak adanya

jurang pemisah pembeda yang bisa menggoyahkan persatuan dan kesatuan, hal

ini pulalah yang senantiasa diwaspadai Rasulullah. Sehingga Beliau selalu

membangun persamaan sebagai manusia yang sama tunduk hanya kepada

Allah SWT (Hidayatullah, 2011: 69).

7. Sederhana

Sikap selanjutnya yang ada dalam diri Rasulullah adalah sederhana,

sederhana dalam tindakan dan ucapan. Sikap ini juga yang harus ada dalam diri

setiap pendidik dan calon pendidik.

Adapun sikap rendah hati tercermin pada diri Rasulullah dalam kitab

ar-rasul al-mu‟allim wa asalibuhu fi at-ta‟lim adalah:

امشلا بَ ىذمترلا ىورو

بيأ نب دنى لىاخ تلأس :لاق ,امهنع للها ىضر ىلع نب نسلحا نع لئ

و ويلع للها ىلص لوسر لى فص :تلقف ,ملس و ويلع للها ىلص لوس رل افاصو ناكو ,ةلاى

,تكسلا ليوط ,ةحار ول تسيل ,ةركفلا مئاد ,نازحلأا لصاوتم للها لوسر ناك :لاقف ,ملس

يخ و ملاكلا حتتفي ,ةجاحيرغ بَ ملكتيلا

وملاك ,ملكلا عماوبج ملكتيو ,لىاعت للها مساب ومتت

(45)

وبضغل مقي لم قلحا يدعتاذاف ,الذ ناكاملاو ايندلا وبضغتلاو ,وحديدلاو اقاوذ مذي نكي لم ونا

و وسفنل بضغيلاو ,ولرصتني تىح ئيش

الذ رصتني لا

Artinya: Imam Tirmidzi kembali meriwayatkan dalam kitabnya (asy-Syamail), kisah dari Hasan bin Ali ra. sebagai berikut: aku pernah bertanya kepada pamanku Hindun bin Abi Halah, dia adalah orang yang banyak mengetahui sifat-sifat Rasulullah SAW. “Jelaskan padaku sifat-sifat Rasulullah,” ucapku. Dia menjawab, “Rasulullah adalah orang senantiasa bersedih, selalu berpikir, tidak mengenal lelah, pendiam (tenang), tidak bicara kecuali yang perlu, memulai dan

menutup dengan menyebut nama Allah, berbicara dengan jawami‟ al

-kalim (-kalimat yang singkat namun padat), perkataannya rinci, tidak terlalu panjang dan tidak terlalu pendek. Beliau bukan orang yang berperangai kasar dan hina, selalu menghargai nikmat sekecil apa pun dan tidak mencelanya sedikit pun. Beliau juga tidak suka mencela makanan dan minuman, dan tidak pula memujinya. Beliau tidak pernah marah dalam persoalan dunia dan seisinya. Apabila suatu kebenaran dilecehkan, dia akan bangkit membela kebenaran itu tanpa disertai kemarahan sedikit pun, beliau juga tidak pernah marah apalagi menang untuk kepentingan dirinya sendiri (Khudlori, 2015: 27).

Hadis di atas kita dapat mendeskripsikan bagaimana sifat Rasulullah,

beliau merupakan sosok yang paling sederhana, baik dalam perbuatan dan

ucapan beliau. Ini sangat penting, karena di jaman yang hedonis dan pragmatis

ini kebanyakan orang hanya mementingkan gengsi saja. Kalau sifat ini tidak

ada dalam diri pendidik dan calon pendidik yang ada hanyalah usaha untuk

(46)

BAB IV PEMBAHASAN

A.Signifikansi Pemikiran Syekh Abdul Fattah Abu Ghuddah

Adapun signifikansi nilai-nilai keteladanan Rasulullah SAW. yang

terkandung dalam kitab Ar-Rosul al-Mu‟allim wa Asalibuhu fi at-Ta‟lim karya

Syekh Abdul Fattah Abu Ghuddah yang dapat penulis ambil adalah sebagai

berikut:

1. Memudahkan dan Tidak memberatkan

Salah satu prinsip dalam proses belajar mengajar adalah mempermudah

penjelasan kepada peserta didik, tidak mempersulit penjelasan hingga membuat

peserta didik sulit untuk mengerti dan memahami pelajaran yang disampaikan.

Pilihlah penjelasan yang mudah dicerna oleh peserta didik dengan bahasa yang

tepat, lugas dan simpel. Begitu juga pemilihan metode dan media belajar yang

tepat dan sesuai dengan materi serta tingkat kemampuan peserta didik tanpa

mengabaikan aspek tujuan dari pembelajaran yang dilaksanakan. Seorang

pendidik harus memilih strategi dan pendekatan yang mempermudah proses

belajar mengajar, sehingga materi yang disampaikan akan mudah dipahami

oleh peserta didik (Suryani, 2012: 80). Rasulullah SAW sendiri tidak pernah

diberi dua pilihan kecuali mengambil pilihan yang paling ringan, selama hal

tersebut tidak melanggar syariat yang telah ditetapkan (Suwaid, 2017: 44).

Berdasarkan uraian di atas, dapat kita pahami bahwa Rasulullah tidak

menghendaki mempersulit syariat yang ditetapkan oleh Allah SWT kepada

(47)

adalah untuk memudahkan manusia dalam menjalani kehidupan di dunia ini.

Hal itu sejalan dengan dasar syariat, yaitu memudahkan, tidak menyulitkan dan

menyedikitkan beban.

Oleh karena itu, seorang pendidik yang baik adalah pendidik yang

memudahkan anak didiknya. Salah satu caranya adalah dengan menggunakan

berbagai variasi metode dalam proses pembelajaran karena setiap anak didik

menangkap informasi berbeda-beda, selain itu guru harus memahami apa yang

harus diajarkan kepada anak didiknya, karena tantangan yang akan dihadapi

oleh anak didik ke depan sangat kompleks, berbeda dengan yang dihadapi oleh

pendidik pada saat itu, jadi anak didik harus dibekali dengan kemampuan untuk

menghadapi zamannya nanti. Itulah diantara cara memudahkan pendidik bagi

anak didiknya.

Allah SWT berfirman dalam surat al Baqarah ayat: 286. Firman tersebut

mengatakan sebagai berikut:

اََلذ اَهَعْسُو لاِإ اًسْفَ ن ُوَّللا ُفِّلَكُي لا

Artinya: Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. (QS. al Baqarah: 286)

Begitupun dengan kepribadian Rasulullah, Beliau dalam menyampaikan

dakwahnya menggunakan cara-cara atau metode yang mudah dipahami oleh

para sahabatnya. Sehingga apa yang disampaikan oleh beliau membekas dalam

diri para sahabatnya, sehingga menjadi karakter yang melekat kuat dalam

kepribadian mereka. Adapun sikap keteladanan Nabi yang bersifat

memudahkan dan tidak menyulitkan dalam kitab ar-rasul al-mu‟allim wa

Referensi

Dokumen terkait