NILAI-NILAI KETELADANAN RASULULLAH
(Telaah Kitab
Ar-Rasul Al-
Mu’allim Wa Asalibuhu
Fi At-
Ta’lim
Karya Abdul Fattah Abu Ghuddah)
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Kewajiban dan Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Oleh: PUJI SANTOSO
NIM: 111 14 381
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA
▸ Baca selengkapnya: apa keteladanan sikap salahuddin yusuf al ayyubi yang bisa dilakukan sekarang ini
(2)(3)(4)(5)MOTTO
“
Menjadi baik itu mudah, dengan hanya diam maka yang
tampak adalah kebaikan. Yang susah adalah membuat diri
kita bermanfaat karena ini adalah perjuangan”
PERSEMBAHAN
Puji syukur kehadirat Allah SWT. atas limpahan rahmat serta
karunia-Nya, skripsi ini penulis persembahkan untuk :
1. Ayah dan ibunda penulis tersayang, Sugiyanto dan Sumarmi yang
selalu membimbing, memberikan doa, nasihat, kasih sayang, dan
motivasi yang tiada henti.
2. Keluarga besar penulis terkhusus bagi kakek dan nenek, Supardi dan
Suminah.
3. Pengasuh Pondok API Al-Masykur Bapak KH. Afif Dimyathi beserta
keluarga.
4. Ketiga saudara kandung penulis, Dek Maman, Dek Aziz dan Dek
Fahmi atas motivasi yang tak ada hentinya sehingga proses
penempuhan gelar sarjana ini bisa tercapai.
5. Sahabat dan teman dekat yang selalu memberikan motivasi kepada
penulis dan membantu menyelesaikan skripsi ini.
6. Keluarga besar dan santri Pondok Pesantren API Al Masykur.
7. Kang Rahmat, Kang Mustaqim, Kang Yusuf, Kang Barok yang selalu
memberi inspirasi dalam menyelesaikan skripsi ini.
8. Teman-teman PAI angkatan 2014 yang tidak bisa penulis sebutkan satu
persatu.
9. Mbak Insanul Kamila, orang yang selalu menjadi motivasi bagi saya
dalam menyelesaikan skripsi ini. skripsi ini, penulis persembahkan
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrohim
Puji syukur alhamdulillahi robbil‟alamin, penulis panjatkan
kepada Allah Swt yang selalu memberikan nikmat, kaunia, taufik, serta
hidayah-Nya kepada penulis sehinggap penulis dapat menyelesaikan
skripsi ini dengan judul Nilai-Nilai Keteladanan Rasulullah (Telaah Kitab
Ar-Rasul Al-Mu‟allim Wa Asalibuhu Fi At-Ta‟lim Karya Abdul Fattah
Abu Ghuddah).
Tidak lupa shalawat serta salam semoga senantiasa tercurahkan
kepada nabi agung Muhammad SAW, kepada keluarga, sahabat, serta
para pengikutnya yang selalu setia dan menjadikannya suri tauladan yang
mana beliaulah satu-satunya umat manusia yang dapat mereformasi umat
manusia dari zaman kegelapan menuju zaman terang benerang yakni
dengan ajarannya agama Islam.
Penulisan skripsi ini pun tidak akan terselesaikan tanpa bantuan
dari berbagai pihak yang telah berkenan membantu penulis
menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu penulis mengucapkan banyak
terimakasih kepada:
1. Rektor IAIN Salatiga, Dr. H. Rahmat Hariyadi, M.Pd.
2. Bapak Suwardi, M.Pd. selaku Dekan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu
Keguruan IAIN Salatiga.
4. Bapak Dr. Rasimin, S.Pd., M.Pd. selaku pembimbing akademik
sekaligus pembimbing skripsi yang telah membimbing dengan ikhlas,
mengarahkan, dan meluangkan waktunya untuk penulis sehingga
skripsi ini terselesaikan.
5. Bapak dan Ibu dosen yang telah membekali berbagai ilmu
pengetahuan, serta karyawan IAIN Salatiga sehingga penulis dapat
menyelesaikan jenjang pendidikan S1.
Penulis sepenuhnya sadar bahwa skripsi ini masih jauh dari
kesempurnaan, maka kritik dan saran yang bersifat membangun sangat
penulis harapkan. Semoga hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi
penulis khususnya, serta para pembaca pada umumnya.Amin.
Salatiga, 27 September 2018
ABSTRAK
Santoso, Puji. 2018. Nilai-Nilai Keteladanan Rasulullah (Telaah kitab Ar-Rasul Al-Mu‟allim Wa Asalibuhu Fi At-Ta‟lim Karya Abdul Fattah Abu Ghuddah). Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan. Jurusan Pendidikan Agama Islam. Institut Agama Islam Negeri Salatiga. Pembimbing: Dr. Rasimin, S.Pd., M.Pd.
Kata Kunci: Keteladanan, Kitab Ar-Rasul Al-Mu’allim Wa Asalibuhu Fi At -Ta’lim
Tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui tentang nilai-nilai keteladanan Rasulullah dalam kitab Ar-Rasul Al-Mua‟llim Wa Asalibuhu Fi At-Ta‟lim karya Syekh Abdul Fattah Abu Ghuddah. Pertanyaan yang ingin dijawab melalui penelitian ini sebagai berikut: (1) Apa signifikansi nilai-nilai keteladanan Rasulullah dalam kitab Ar-Rosul al-Mu‟allim wa Asalibuhu fi at-Ta‟lim karya Abdul Fattah Abu Ghuddah?, (2) Bagaimana relevansi nilai-nilai keteladanan Rasulullah dalam kitab Ar-Rosul al-Mu‟allim wa Asalibuhu fi at-Ta‟lim karya Abdul Fattah Abu Ghuddah dengan praktek pendidikan saat ini?, (3) Bagaimana implikasinya?.
Skripsi ini merupakan penelitian studi kepustakaan atau library research. Seluruh data baik dari data primer dan data sekunder diperoleh dengan menggunakan metode dokumentasi. Setelah data terkumpul, selanjutnya dilakukan analisis. Metode yang digunakan untuk menganalisis data adalah dengan diskristif analisis isi atau content analysis.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pertama, nilai-nilai keteladanan yang terdapat dalam kitab ar-rosul al-mu‟allim wa asalibuhu fi at-ta‟lim karya Syekh Abdul Fattah Abu Ghuddah meliputi: memudahkan dan tidak memberatkan, kasih sayang, sabar, lemah lembut, adil, rendah hati dan sederhana memiliki peran penting demi terwujudnya tujuan pendidikan. Kedua, pemikiran Syekh Abdul Fattah Abu Ghuddah tentang nilai-nilai keteladanan masih sangat relevan jika diterapkan pada zaman sekarang. Ini berdasarkan refleksi terhadap realitas yang ada. Nilai keteladanan yang terdapat dalam karangan beliau bersifat tetap, dimanapun dan kapanpun nilai-nilai tersebut akan terus berlaku. Hal itu berdasarkan al-Quran dan Hadis Nabi. Dimana keduanya berlaku sepanjang hayat tidak dipengaruhi tempat dan waktu. Ketiga, keteladanan memiliki dampak atau implikasi yang sangat berpengaruh terhadap seseorang. Hal ini disebabkan oleh karena manusia cenderung untuk meniru atau mencontoh perbuatan yang dilakukan oleh orang lain. Terlebih lagi bagi anak didik yang masih berada dalam masa perkembangan dan pertumbuhan, mereka menganggap apa yang dilakukan oleh gurunya merupakan tindakan yang layak untuk dicontoh dan diikuti.
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ………..……. i
HALAMAN PERSETUJUAN ………..……. ii
HALAMAN PENGESAHAN ………...…. iii
HALAMAN PERNYATAAN ……… iv
HALAMAN MOTTO ………. v
HALAMAN PERSEMBAHAN ……… vi
KATA PENGANTAR ……….. vii
ABSTRAK ……….. ix
DAFTAR ISI ………...……… x
BAB I PENDAHULUAN ……...……….... 1
A. Latar Belakang Masalah ……….. 1
B. Rumusan Masalah ………... 6
C. Tujuan Penelitian ……… 7
D. Manfaat Penelitian ……….. 7
E. Kajian Pustaka ……… 8
F. Metode Penelitian ………..… 11
G. Definisi Operasional ……….. 14
H. Sistematika Penulisan ……… 16
BAB II BIOGRAFI ………..……… 17
A. Biografi Syekh Abdul Fattah Abu Ghuddah ………. 17
B. Setting Sosial ………. 18
C. Karya Syekh Abdul Fattah Abu Ghuddah ……… 19
BAB III DESKRIPSI PEMIKIRAN …………..………….... 22
B.Pemikiran Syekh Abdul Fattah Abu Ghuddah Tentang Nilai
Keteladanan dalam Kitab Ar-Rasul al-Mu‟allim Wa Asalibuhu Fi
at-Ta‟lim ………... 24
BAB IV PEMBAHASAN ………...… 34
A.Signifikansi Pemikiran Syekh Abdul Fattah Abu Ghuddah .... 34
B.Relevansi Pemikiran Syekh Abdul Fattah Abu Ghuddah Tentang Nilai Keteladanan dengan Zaman Sekarang ………..… 56
C.Implikasi Pemikiran Syekh Abdul Fattah Abu Ghuddah Tentang Nilai Keteladanan ………....… 63
BAB V PENUTUP ... 66
A. Kesimpulan ……….……. 66
B. Saran ………....… 67
BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah
Kehidupan ini sebagian besar dilalui dengan saling meniru atau
mencontoh oleh manusia yang satu pada manusia yang lain. Kecenderungan
mencontoh ini sangat besar peranannya pada anak-anak, sehingga sangat besar
pengaruhnya bagi perkembangan anak. Sesuatu yang dicontoh, ditiru atau
diteladani itu mungkin yang bersifat baik dan mungkin pula bernilai keburukan
(Nawawi,1993: 213).
Kata teladan dialihkan dengan kata uswah yang kemudian diberi sifat di
belakang seperti hasanah yang berarti baik. Keteladanan adalah metode
influentif, yang paling menentukan keberhasilan dalam mempersiapkan dan
membentuk sikap serta perilaku moral, spiritual dan sosial anak. Hal ini karena
pendidik adalah contoh terbaik dalam pandangan anak didik yang akan
ditirunya dalam segala tindakan dan sopan santunnya, disadari maupun tidak.
Oleh karena itu, masalah keteladanan menjadi faktor penting dalam hal baik
buruknya anak didik yang menjadi objek bimbingan dan arahan (Supriyatno,
2009: 27-29).
Fungsi pendidik dalam kegiatan pembelajaran sangat berpengaruh
terhadap hasil yang akan dicapai. Sebagai pendidik mempunyai tanggung
jawab besar, bukan hanya saat waktu proses pendidikan itu berlangsung, tetapi
seorang guru harus mempunyai karakter yang baik, karena guru adalah contoh
ideal bagi anak didiknya.
Sebagai teladan, guru harus memiliki karakter yang dapat dijadikan profil
dan idola bagi anak didik, guru adalah mitra anak didik dalam kebaikan, guru
harus dapat memahami tentang kesulitan anak didik dalam hal belajar dan
kesulitan lainnya di luar masalah belajar, yang bisa menghambat aktifitas
belajar anak didik. Guru adalah bapak rohani bagi seorang anak didik dalam
memberikan santapan jiwa dengan ilmu pendidikan akhlak. Untuk itu setiap
guru harus memiliki karakter yang baik dan terintegrasi, karakter yang baik ini
tentu saja ditinjau dari segi murid, orang tua dan dari segi kebutuhan tugasnya
(Mufron, 2013: 43).
Menurut Lickona (dalam Rasimin, 2016: 148) Karakter yang baik adalah
sesuatu yang kita inginkan bagi anak-anak kita. Karakter yang baik adalah
hidup dengan tingkah laku yang benar yakni tingkah laku benar dalam hal
berhubungan dengan orang lain (seperti kedermawanan dan rasa simpati) dan
berhubungan dengan diri sendiri (misalnya kontrol diri dan tidak
berlebih-lebihan). Karakter itu sendiri terbentuk dari tiga bagian yang saling berkaitan:
pengetahuan moral, perasaan moral, dan perilaku moral. Karakter yang baik
terdiri atas mengetahui kebaikan, menginginkan kebaikan, dan melakukan
kebiasaan-kebiasaan pikiran, kebiasaan hati, kebiasaan perbuatan. Ketiganya
penting untuk menjalani hidup yang bermoral; ketiganya adalah faktor
Berdasarkan hal tersebut di atas, karakter baik atau mulia meliputi
tentang kebaikan baik yang berhubungan dengan orang lain atau diri sendiri,
hal tersebut lalu menimbulkan komitmen terhadap kebaikan, dan akhirnya
benar-benar melakukan kebaikan. Ada dua hal penting yang harus dilakukan
oleh seorang pendidik selain pengajaran, yaitu keteladanan (modeling) dan
pembiasaan (habituation) (Nuh, 2013: 53).
Seorang pendidik merupakan salah satu unsur penting dalam dunia
pendidikan. Seorang pendidik merupakan tokoh sentral yang diharapkan
mampu membimbing dan mengarahkan peserta didik menjadi lebih baik.
Tugas dan tanggung jawab seorang guru sungguh sangat berat. Di
pundaknyalah tujuan pendidikan secara umum dapat tercapai atau tidak. Inilah
mengapa tidak semua orang bisa menjadi guru yang berhasil. Hanya
orang-orang tertentu yang mempunyai rasa cinta terhadap anak-anak atau peserta
didik dan berdedikasi tinggi terhadap dunia pendidikan saja yang mampu
menjadi seorang guru (Azzet, 2011: 13).
Mendidik menurut Sutari Imam Barnadib (dalam Muliawan, 2005: 142)
adalah suatu kegiatan yang dilakukan oleh seseorang dengan sengaja dengan
tujuan memengaruhi orang lain untuk mencapai tujuan pendidikan. Guru
hendaknya mendidik anak didik dengan cara-cara yang baik (keteladanan)
yang bisa menumbuhkan etika dan perilaku yang baik dalam pergaulan sosial.
Jadi menurut Imam Ghazali seorang guru harus mampu memberikan contoh
Mendidik merupakan kegiatan yang menyentuh sikap mental dan
kepribadian anak didik. Sedangkan kegiatan mengajar dan latihan sebagai salah
satu bentuknya, lebih erat hubungannya dengan aspek intelektual dan
ketrampilan. Akan tetapi harus diakui bahwa mengajar yang baik, pada
dasarnya berarti juga sebagai kegiatan mendidik (Nawawi,1993: 211).
Sementara dalam konsepsi Islam, pendidikan hakekatnya bertujuan untuk
membentuk manusia yang mempunyai kesadaran tentang kewajiban, hak dan
tanggung jawab sosial serta sikap toleran agar hubungan antar manusia dapat
berjalan harmonis (Jalaluddin, 2001: 95).
Namun dalam kenyataannya, pendidikan belum mampu mengantarkan
anak didik meraih tujuan ideal yang telah ditetapkannya yaitu, berpengetahuan
luas serta menjunjung nilai moral yang luhur, hal ini dibuktikan dengan masih
sering terjadinya kenakalan remaja seperti hubungan seks di luar nikah,
narkoba dan kenakalan remaja lainnya bahkan yang lebih parah ada oknum
guru yang tega melakukan perbuatan asusila terhadap anak didiknya, miris
melihat kondisi pendidikan sekarang ini. Seorang guru yang seharusnya
menjadi teladan bagi anak didiknya malah melakukan perbuatan tercela seperti
itu. Bukan memberikan contoh teladan yang baik, malah merusak masa depan
anak didiknya. Pendidikan yang selama ini berlangsung baru sekedar transfer
of knowledge. Sedangkan nilai-nilai luhur yang terdapat di dalam proses
pendidikan tersebut belum mampu diterapkan dalam kehidupan nyata.
Berdasarkan penjelasan di atas, penulis mencoba untuk menganalisis
Fattah Abu Ghuddah, karena Rasulullah merupakan suri tauladan yang
sempurna bagi umatnya. Salah satu karya Syekh Abdul Fattah Abu Ghuddah
adalah kitab ar-rasul al-mu‟allim wa asalibuhu fi at-ta‟lim yang merupakan
kitab yang membahas berbagai persoalan dalam dunia pendidikan terutama
yang berkaitan dengan cara mendidik yang baik sesuai dengan apa yang
dipraktekkan oleh Rasulullah semasa hidupnya. Karena Rasul merupakan
pendidik terbaik yang pernah ada. Melalui karakter yang ada dalam diri Nabi
dan metode yang diterapkannya, beliau mampu memberikan pengajaran
kepada para sahabatnya secara efektif dan efisien, serta membekas dalam diri
para sahabatnya.
Karya beliau ini mengajak kita semua untuk menjadi seorang pendidik
yang berkarakter khususnya, serta mampu menjadi suri tauladan (uswah) di
lingkungan kita hidup pada umumnya, sehingga kita mampu memberikan
perubahan ke arah yang positif, mampu memberikan warna dalam hidup yang
singkat ini, baik untuk keluarga dan masyarakat dimana kita tinggal serta
bangsa dan negara. Hidup bukanlah sekedar rutinitas tanpa nilai, tapi
merupakan suatu dinamika yang terus bergerak menuju suatu perubahan,
sehingga kita harus mampu berperan di dalamnya. Sifat keteladanan Nabi ini
telah disebutkan, sebagaimana difirmankan Allah SWT di dalam surat al
Ahzab ayat: 21. Firman tersebut mengatakan sebagai berikut:
َل َناَك ْدَقَل
اًيرِثَك َوَّللا َرَكَذَو َرِخلآا َمْوَ يْلاَو َوَّللا وُجْرَ ي َناَك ْنَمِل ٌةَنَسَح ٌةَوْسُأ ِوَّللا ِلوُسَر ِبُ ْمُك
Al-Dalam ayat di atas secara menjelaskan bahwa Allah SWT menjadikan
sosok Nabi Muhammad SAW sebagai teladan bagi seluruh umat manusia.
Keteladanan tersebut berlaku di dalam semua lini kehidupannya. Oleh karena
itu, penulis berusaha mengungkapkan nilai-nilai keteladanan yang ada dalam
diri Rasulullah, sebagai pijakan bagi kita untuk meneladani akhlak Beliau yang
mulia.
Keteladanan memegang peran penting dalam upaya pembentukan
karakter seseorang. Karena pada umumnya anak didik belum paham dengan
baik tentang konsep kebaikan. Dalam kehidupan ini, khususnya dalam dunia
pendidikan kesulitan yang biasa dihadapi oleh anak-anak adalah
menerjemahkan konsep kebaikan yang abstrak ke dalam tindakan. Konsep
yang abstarak tersebut harus dikonkretkan terlebih dahulu agar bisa
diaplikasikan dalam kehidupan. Salah satu cara untuk mengkonkretkannya
adalah dengan member contoh atau keteladanan (Munir, 2010: 11-12).
Untuk itu bagi umat Islam, keteladanan yang paling baik dan utama,
terdapat di dalam diri Rasulullah Muhammad SAW. Keteladanan Rasulullah
mencakup semua lini kehidupan mengingat posisi dan profesi Nabi begitu
komplit dan kompleks. Rasanya sulit menemukan tokoh besar dengan sisi
kehidupan yang begitu kaya seperti dijalankan Rasulullah (Nuh, 2013:
171-172).
Berdasarkan pemaparan masalah di atas, kitab karya Abdul Fattah Abu
Ghuddah Ar-Rosul al-Mu‟allim wa Asalibuhu fi at-Ta‟lim ini layak diteliti
kita dalam kehidupan sehari-hari khusunya untuk dalam mendidik. Beranjak
dari latar belakang yang sudah penulis paparkan di atas, maka penulis mencoba
menyusun sebuah skripsi dengan mengangkat judul tentang nilai-nilai
keteladanan Rasulullah (telaah kitab ar-rosul al-mu‟allim wa asalibuhu fi at
-ta‟lim karya Abdul Fattah Abu Ghuddah).
B.Rumusan Masalah
Dari latar belakang yang diuraikan di atas, yang akan menjadi pokok
pembahasan dalam penelitian ini adalah:
1. Apa signifikansi nilai-nilai keteladanan Rasulullah dalam kitab Ar-Rosul
al-Mu‟allim wa Asalibuhu fi at-Ta‟lim karya Abdul Fattah Abu Ghuddah ?
2. Bagaimana relevansi nilai-nilai keteladanan Rasulullah dalam kitab
Ar-Rosul al-Mu‟allim wa Asalibuhu fi at-Ta‟lim karya Abdul Fattah Abu
Ghuddah dengan praktek pendidikan saat ini?
3. Bagaimana implikasi nilai-nilai keteladanan Rasulullah dalam kitab
Ar-Rosul al-Mu‟allim wa Asalibuhu fi at-Ta‟lim karya Abdul Fattah Abu
Ghuddah dengan praktek pendidikan saat ini?
C.Tujuan Penelitian
Dari persoalan di atas tujuan yang hendak penulis diskripsikan dalam
penelitian ini adalah:
1. Mengetahui signifikansi nilai-nilai keteladanan Rasulullah dalam kitab
Ar-Rosul al-Mu‟allim wa Asalibuhu fi at-Ta‟lim karya Abdul Fattah Abu
2. Menemukan relevansi nilai-nilai keteladanan Rasulullah dalam kitab
Ar-Rosul al-Mu‟allim wa Asalibuhu fi at-Ta‟lim karya Abdul Fattah Abu
Ghuddah.
3. Mengetahui implikasi nilai-nilai keteladanan Rasulullah dalam kitab
Ar-Rosul al-Mu‟allim wa Asalibuhu fi at-Ta‟lim karya Abdul Fattah Abu
Ghuddah dengan praktek pendidikan saat ini.
D.Manfaat Penelitian
Suatu pengkajian dan telaah baru terhadap suatu ilmu pengetahuan
diharapkan mampu menambah dan memberikan temuan dan informasi baru
yang dapat diambil manfaatnya. Manfaat bagi para praktisi yang aktif dalam
bidang ini maupun kepada khalayak yang membaca serta mempelajari kajian
ini. Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan manfaat sebagai
berikut:
1. Manfaat teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat dan kontribusi
yang poitif dalam bidang pendidikan dan wawasan yang lebih luas tentang
nilai-nilai keteladanan Rasulullah. Serta diharapkan dapat memberikan satu
tambahan literature dalam memperkaya khasanah keilmuan islam dan menjadi
suatu masukan serta rujukan bagi penelitian lebih lanjut yang berkaitan dengan
masalah ini.
Sebagai masukan yang membangun dalam pemberdayaan dan
peningkatkan kualitas suatu lembaga pendidikan khususnya pendidikan agama
islam. Diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan dalam kebijakan yang
terkait dengan pendidikan. Serta sebagai syarat untuk memperoleh gelar
sarjana strata satu (SI) pada jurusan Pendidikan Agama Islam, Fakultas
Tarbiyah dan Ilmu Keguruan, Institut Agama Islam Negeri Salatiga.
E.Kajian Pustaka
Penelitian Arif Cahya Wicaksana (2014) tentang “Relevansi Nilai-Nilai
Keteladanan Bisnis Rasulullah dengan Pendidikan Akhlak (Studi Buku Karya
Muhammad Syafii Antonio Ensiklopedia Leadership dan Manajemen
Muhammad SAW Bisnis dan Kewirausahaan)”. Disebutkan bahwa adanya
nilai-nilai yang terkandung dalam bisnis Rasulullah terutama nilai-nilai akhlak.
Rasulullah mengajarkan bentuk transaksi bisnis yang sarat dengan nilai-nilai
etika, akhlak, dan kemanusiaan.
Penelitian Cholid (2009) tentang “Manajemen Metode Pembelajaran
Rasulullah SAW (Studi atas Kitab Tarbiyah al Nabi Liashabih Karya Khalid
Abdullah al Qurasyi)”. Disebutkan bahwa metode yang digunakan dalam
proses pendidikan sangat berpengaruh terhadap proses penanaman nilai-nilai
yang terkadung dalam proses pendidikan itu sendiri. Hal itu dapat dilihat dari
keberhasilan Rasulullah dalam dakwahnya.
Penelitian Nur Saifuddin Anshori (2013) tentang “Pendidikan Karakter
Rachiqu al Makhtuum Karya Syeikh Shafiyurrahman al Mubarakfury”.
Disebutkan bahwa Nabi Muhammad SAW. merupakan suri teladan yang baik.
Karakter Beliau dapat dijadikan sebagai bahan pendidikan karakter yang
selama ini kurang mengena serta nilai-nilai pendidikan karakter yang terdapat
dalam buku sirah nabawiyah ini masih sangat relevan jika diterapkan pada
konteks zaman sekarang.
Penelitian Anang Umar (2015) tentang “Nilai-Nilai Keteladanan Nabi
Muhammad Saw. pada Perang Badar al-Kubra dan Relevansinya dengan
Kompetensi Pendidik dalam Pendidikan Islam”. Disebutkan bahwa terdapat
nilai-nilai keteladanan dalam diri Nabi Muhammad SAW. dalam perang Badar
al-Kubra yaitu: nilai kepribadian, nilai sosial, nilai kecerdasan, nilai motivasi,
nilai memahami orang lain, nilai ketegasan dan nilai-nilai keteladanan nabi
tersebut sesuai dengan kompetensi seorang pendidik pada zaman sekarang.
Penelitian Miss Saining Samae (2017) tentang “Pengaruh Keteladanan
Guru dalam Menanamkan Nilai Akhlak Siswa di Madrasah Tsanawiyah Negeri
2 Surakarta”. Disebutkan bahwa keteladanan guru memiliki pengaruh dalam
menanamkan nilai akhlak siswa di MTs Negeri 2 Surakarta, hal ini dapat
dilihat dari dua segi, yaitu segi perkataan dan segi perbuatan.
Penelitian Nurna Noviatri (2014) tentang “Kontribusi Keteladanan Guru
dan Pola Asuh Orang Tua Terhadap Kedisiplinan Siswa Kelas V SD Negeri
Se-Kecamatan Mantrijeron Kota Yogyakarta”. Disebutkan bahwa adanya
kontribusi serta pengaruh dari keteladanan guru terhadap kedisiplinan siswa
Penelitian Ifa Istinganah (2015) tentang “Pengaruh Keteladanan Guru
Akidah Ahklak dan Keteladanan Orang Tua Terhadap Nilai-Nilai Akhlakul
Karimah Siswa di MTsN se-Kabupaten Blitar”. Disebutkan bahwa adanya
pengaruh keteladanan guru dan orang tua terhadap pembentukan akhlakul
karimah pada anak.
Peneitian Melly Nurbaity (2017) tentang “Pembentukan Kepribadian
Anak Melalui Keteladanan Orang Tua di Lingkungan Rumah Menurut Konsep
Pendidikan Islam”. Disebutkan bahwa keteladanan orang tua memiliki
pengaruh terhadap pembentukan kepribadian anak.
Penelitian Ina Siti Julaeha (2014) tentang “Keteladanan Orang Tua
dalam Mendidik Anak Menurut Abdullah Nasih „Ulwan”. Disebutkan bahwa
orang tua adalah peletak awal pembentukan kepribadian Islam melalui
keteladanan yang dilakukan di dalam lingkungan keluarga. Baik buruknya anak
ditentukan dari pengaruh sikap yang dicontohkan orang tua kepadanya. Dalam
penelitian ini penulis menggunakan metode penelitian literatur dengan
menggunakan pendekatan analysis content.
Penelitian Puji Tulus Santoso (2013) tentang “Pengaruh Keteladanan
Guru Terhadap Pengamalan Akhlakul Karimah pada Siswa Kelas VIII SMP
Negeri 1 Sumbang Kabupaten Banyumas”. Disebutkan bahwa keteladanan
guru mempunyai pengaruh dengan kategori sangat kuat dan sangat tinggi
terhadap pengamalan akhlakul karimah pada siswa kelas VIII. Dalam
F.Metode Penelitian
Pengertian metode, berasal dari kata methods (Yunani) yang dimaksud
adalah cara atau jalan. Metode merupakan kegiatan ilmiah yng berkaitan
dengan suatu cara kerja (sistematis) untuk memahami suatu objek atau subjek
penelitian, sebagai upaya untuk menemukan jawaban yang dapat
dipertanggungjawabkan secara ilmiah dan termasuk keabsahannya (Ruslan,
2010: 24).
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
1. Jenis penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian literature (library research). Metode
literature atau metode kepustakaan adalah salah satu metode penelitian
pendidikan yang menggunakan cara telaah pustaka (Muliawan, 2014: 71).
Dalam penyusunan skripsi ini penulis mengambil data dari pendapat para
ahli yang dituangkan dalam buku-buku, istilah ini biasanya disebut library
research (penelitian pustaka) yaitu mengadakan penelitian dengan cara
mempelajari dan membaca literatur-literatur yang ada hubungannya dengan
permasalahan yang menjadi objek penelitian. Studi kepustakaan merupakan
tehnik pengumpulan data dengan mengadakan studi penelaah terhadap
buku-buku, literatur-literatur, catatan-catatan, dan laporan-laporan yang ada
hubungannya dengan masalah yang akan diteliti (Nazir, 1985: 111)
2. Sumber penelitian
Sumber data penelitian adalah subjek darimana data itu diperoleh
a. Sumber data primer
Sumber data primer adalah sumber data yang paling utama digunakan
dan sesuai dengan permasalahan ini. Sumber primer dalam hal ini adalah
hasil-hasil penelitian atau tulisan-tulisan karya peneliti atau teoritisi yang orisinil
(Hadjar, 1996: 83). Adapun sumber data primer adalah Kitab Ar-Rosul
al-Mu‟allim wa Asalibuhu fi at-Ta‟lim karya Syekh Abdul Fattah Abu Ghuddah.
b. Sumber data sekunder
Sumber sekunder adalah bahan pustaka yang ditulis dan dipublikasikan
oleh seorang penulis yang tidak secara langsung melakukan pengamatan atau
berpartisipasi dalam kenyataan yang ia deskripsikan. Dengan kata lain penulis
tersebut bukan penemu teori (Hadjar, 1996: 84). Data ini berupa dokumen,
buku, majalah, jurnal, dan yang lainnya yang berkaitan dengan permasalahan
penelitian. Diantaranya adalah:
1) Agus Khudlori. Muhammad Sang Guru.
2) Umar Husein Assegaf. Mendidik dan Mengajar ala Rasulullah.
3) Rahmat Hidayat. Muhammad SAW The Super Teacher.
4) Muhammad Suwaid. Mendidik Anak Bersama Nabi SAW.
3. Metode pengumpulan data
Untuk memperoleh data-data yang diperlukan dalam penelitian ini,
penulis menggunakan Metode Dokumentasi. Menurut Suharsimi Arikunto
variabel yang berupa catatan, transkip, buku, surat kabar, majalah, prasasti,
notulen rapat, agenda dan lain sebagainya.
4. Analisi data
Untuk menganalisis data penulis menggunakan beberapa metode, yaitu:
a. Metode diskristif
Metode deskriptif adalah pemaparan gambaran mengenai situasi yang
diteliti dalam bentuk uraian naratif (Sudjana, 1989: 198). Peneliti melakukan
analisis data dengan menggambarkan buah pemikiran Syekh Abdul Fattah Abu
Ghuddah dalam kitab Ar-Rosul al-Mu‟allim wa Asalibuhu fi at-Ta‟lim.
b. Metode analisis
Metode Content Analisys (analisis isi) yaitu analisis terhadap makna
yang terkandung dalam pemikiran, menganalisa dan memahami dari sebuah
pendapat maupun sebuah buku, baik sebagian maupun keseluruhan untuk
mengetahui, memahami dan menjelaskan isi dari sebuah buku tersebut
(Suryabrata, 1996: 85).
Dalam proses penelitian ini penulis menggunakan teknik analisis isi
(content analysis) dalam bentuk deskriptif analisis yaitu berupa catatan
informasi faktual yang menggambarkan segala sesuatu apa adanya dan
mencakup penggambaran secara rinci dan akurat terhadap berbagai dimensi
yang terkait dengan semua aspek yang diteliti. Maka, di sini penulis
menggambarkan permasalahan yang dibahas dengan mengambil materi-materi
yang relevan dengan permasalahan, kemudian dianalisis, dipadukan, sehingga
G.Definisi Operasonal 1. Nilai-nilai
Nilai adalah sifat yang melekat pada sesuatu (sistem kepercayaan) yang
telah berhubungan dengan subjek yang memberi arti (yakni manusia yang
meyakini) (Thoha, 1996: 60).
Menurut Spranger (dalam Asrori 2008: 153) nilai diartikan sebagai suatu
tatanan yang dijadikan panduan oleh individu untuk menimbang dan memilih
alternatif keputusan dalam situasi soaial tertentu.
Sedangkan menurut Muhammad Noor Syam, 1986 (dalam Muhaimin dan
Abdul Mujib 1993: 109) nilai adalah suatu penetapan atau suatu kualitas objek
yang menyangkut suatu jenis apresiasi atau minat.
Dengan demikian yang dinamakan nilai adalah suatu yang berharga yang
dijadikan pedoman oleh seseorang dalam bertindak.
2. Keteladanan
Dalam kamus besar Indonesia disebutkan, bahwa keteladanan dasar
katanya teladan yaitu perbuatan atau barang yang patut ditiru dan dicontoh.
Oleh karena itu keteladanan adalah hal-hal yang dapat ditiru atau dicontoh
(Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1995: 129).
Menurut Al-Ashfahani (dalam Arief, 2002: 117) al-uswah dan al-iswah
sebagaimana kata al-qudwah dan al-qidwah berarti suatu keadaan ketika
seorang manusia mengikuti orang lain, apakah dalam kebaikan, kejelekan,
Keteladanan adalah hal yang dapat ditiru atau dicontoh oleh seseorang
dari orang lain. Namun keteladanan yang dimaksud di sini adalah keteladanan
yang dapat dijadikan sebagai alat pendidikan Islam , yaitu keteladanan yang
baik sesuai dengan pengertian uswah (Armai Arief, 2002: 117.)
Keteladanan, dalam proses pendidikan berarti setiap pendidik harus
berusaha menjadi teladan anak didiknya. Teladan dalam semua kebaikan dan
bukan teladan dalam keburukan. Dengan keteladanan itu diharapkan anak
didik, akan mencontoh dan meniru segala sesuatu yang baik di dalam perkataan
dan perbuatan pendidiknya (Nawawi, 1993: 215).
Keteladanan adalah suatu contoh yang dapat dijadikan acuan oleh orang
lain karena dianggap orang yag dijadikan contoh tersebut mengandung nilai
yang baik dan luhur. Seorang guru yang dicintai oleh anak didiknya adalah
guru yang mempunyai kepribadian layak ditiru. Inilah kepribadian utama yang
harus dimiliki oleh seorang guru. Menurut falsafah Jawa, kata guru berasal dari
kalimat “bisa digugu (dipercaya) dan ditiru (dicontoh)”. Jadi, orang yang
menjadi guru adalah seorang yang bisa dipercaya dan ditiru tingkah lakunya
oleh anak didiknya (azzet, 2011: 55). Jadi keteladanan adalah suatu hal baik
berupa perkataan atau tindakan yang bernilai positif yang dapat dijadikan
contoh yang dapat panutan bagi orang orang lain.
H.Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan skripsi ini tersusun dalam tiga bagian utama, yaitu
bagian awal, bagian inti, dan bagian akhir. Bagian awal terdiri dari: sampul,
pengesahan kelulusan, pernyataan keaslian tulisan, motto dan persembahan,
kata pengantar, abstrak, daftar isi, daftar tabel, daftar gambar, dan daftar
lampiran.
Bagian inti dalam penulisan penelitian ini, penulis menyusun dalam lima
bab dengan rincian sebagai berikut:
Bab I berisi pendahuluan. Dalam bab ini penulis akan memaparkan
tentang pokok-pokok penulisan dalam skripsi ini. bagian ini memuat: latar
belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian,
kajian pustaka, metode penelitian, defenisi operasional dan sistematika
penelitian.
Bab II berisi biografi. Dalam bab ini akan dipaparkan mengenai biografi
tokoh, setting sosial, dan karya-karyanya.
Bab III berisi deskripsi pemikiran.
Bab IV berisi pembahasan, dalam bab ini akan disajikan pembahasan
mengenai signifikansi nilai-nilai keteladanan Rasulullah telaah kitab ar-Rosul
al-Muallim wa Asalibuhu fi at-Ta‟lim karya Syekh Abdul Fattah Abu
Ghuddah, relevansinya dengan praktik pendidikan saat ini serta implikasinya.
Bab V berisi penutup yang merupakan refleksi dari penulisan skripsi
BAB II BIOGRAFI
A.Biografi Syekh Abdul Fattah Abu Ghuddah
Syekh Abdul Fattah Abu Ghuddah lair di kota Aleppo, Suriah, 17 Rajab
tahun 1336 H / 1917 M. Pada masa mudanya, Syekh Abdul Fattah
menyelesaikan pendidikan menengah di Suriah, lalu melanjutkan ke jenjang
perguruan tinggi di Mesir, yaitu Fakultas Syariah Universitas Al-Azhar, dan
lulus pada tahun 1368 H / 1948 M. Setamat dari Fakultas Syariah Al-Azhar,
dia mengambil spesialisasi bidang pedagogi (pengajaran) di Fakultas Bahasa
Arab di universitas yang sama dan lulus pada 1370 H / 1950 M. Setelah itu, dia
kembali ke negeri asalnya, Suriah (Khudlori, 2015: 342).
Segudang pengalaman di dunia pendidikan telah dia lakoni, bahkan dia
tergolong pakar di bidang satu ini. Sepulang dari Mesir, dia bekerja sebagai
guru di Aleppo, lalu menjadi dosen di Fakultas Syariah di Universitas
Damaskus. Tak berselang lama, Syekh Abdul Fattah pindah ke Saudi Arabia
dan mengikat kontrak dengan Universitas Imam Muhammad Ibnu Saud di
Riyadh, dimana ia bekerja sebagai dosen. Selain itu, dia juga mengjar di
Ma‟had Ali li al-Qadha‟ (sekolah tinggi yudisial), menjadi profesor
pembimbing untuk mahasiswa pascasarjana, dan lain-lain (Khudlori, 2015:
342- 343).
Selama periode 1385-1408 H / 1965-1988 M, Syekh Abdul Fattah
pembentukan kurikulumnya, seta diangkat menjadi anggota Majlis Ilmi
(Dewan Ilmiah) di kampus itu. Syekh Abdul Fattah juga pernah ditugaskan
sebagai profesor tamu di Universitas Islam Umm Durman, Sudan, dan
beberapa perguruan tinggi di India. Pernah pula berpartipasi dalam berbagai
seminar dan konferensi ilmiah Islam tingkat internasional. Sekembalinya dari
Sudan, dia mengajar di King Saud University di Riyadh. Dia pernah
menempati posisi-posisi penting dalam dunia pendidikan serta memberikan
kontribusi terhadap perkembangan banyak lembaga dan perguruan tinggi.
Beliau merupakan sosok yang patut dijadikan contoh, beliau memiliki
komitmen sangat tinggi untuk selalu membaca dan terus belajar, meskipun
salah satu matanya di kemudian hari buta dan salah satu telinganya tidak dapat
mendengar. Syekh Abdul Fattah Abu Ghuddah meninggal pada 9 Syawal 1417
H atau 16 Februari 1997 M di Riyadh dalam usia 80 tahun, tetapi kemudian
dibawa ke Madinah dan dimakamkan di Baqi‟ sesuai keinginan Beliau
(Khudlori, 2015: 343-344).
B.Setting Sosial
Syekh Abdul Fattah Abu Ghuddah merupakan ulama Suriah yang dikenal
karena kiprah akademiknya. Ayah beliau, yang bernama Muhammad bin
Bashir dikenal baik karena ketaatan dan keshalehannya. Ayah Beliau
merupakan pengusaha di industri teksil. Pada pertengahan 1960-an Syekh
Abdul Fattah Abu Ghuddah menggalang ulama di Suriah dan membawa
digunakan untuk berbicara melawan gelombang sekularisme. Pada tahun 1962,
Beliau terpilih sebagai anggota parlemen untuk kota Aleppo, meskipun
perlawanan sengit ia hadapi dari pesaing lainnya. Beliau menggunakan posisi
ini untuk membantu dan mempromosikan kepentingan Islam dan umat Islam di
Suriah.
Syekh Abdul Fattah pun sempat dipenjarakan pada tahun 1966 dan
menghabiskan sebelas bulan di penjara dengan ulama lainnya sebelum
akhirnya memutuskan untuk pindah ke Arab Saudi. Disana, Beliau mengajar di
Universitas Imam Muhammad Ibn Saud di Riyadh selama tahun 1965-1988.
Beliau menyibukkan dengan aktivitas akademik sebagai Profesor tamu di
Universitas Islam Um Durman di Sudan. Beliau juga berpartisipasi dalam
berbagai seminar dan konferensi dan juga bekerja untuk jangka waktu di King
Saud University di Riyadh.
(Wulandari. 2008. Setting Sosial Syekh Abdul Fattah Abu Guddah,
https://m.replubika.co.id/2008/06/08/Syekh-Abdul-Fattah-Abu-Ghuddah-Ulama-Pecinta-Ilmu.html, diakses pada 28 Agustus 2018).
C.Karya Syekh Abdul Fattah Abu Ghuddah
Kitab ar-rasul al-mu‟allim wa asalibuhu fi at-ta‟lim pada awalnya
merupakan materi kuliah umum yang diminta oleh direktorat Fakultas Syahriah
dan Fakultas Bahasa Arab di Riyadh, Kerajaan Saudi Arabia, pada tahun
materi kuliah pada kedua fakultas tersebut, karena besar korelasinya dengan
dunia keilmuan, pengajaran dan para pelajar itu sendiri (Khudlori, 2015: xiii).
Untuk mengembangkan materi tersebut menjadi sebuah kitab yang
lengkap, pengarang kitab ini menambahkan banyak catatan di dalamnya,
termasuk pembahasan-pembahasan penting yang menyenpurnakan isinya.
Selain itu, beberapa catatan juga diperluas sehingga dirasa cukup sesuai
konteks dan sebagian yang lain dipersempit pembahasannya, sehingga jadilah
kitab yang lengkap. Kitab ini sangat penting, mengingat kitab ini berhubungan
dengan sisi terpenting kehidupan Rasulullah sebagai seorang guru beserta
sejarah hidupnya (Khudlori, 2015: xiii-xiv).
Dalam kitab ini, pengarang kitab ini banyak mengutip dari hadis Nabi
Muhammad SAW yang berkaitan dengan petunjuk Rosulullah dalam mengajar
beserta metode-metodenya. Secara garis besar kitab ini terbagi menjadi dua
pembahasan, yakni:
1. Deskripsi kepribadian Rasulullah, sifat-sifat yang mulia, keistimewaan,
serta perilakunya yang bijaksana
2. Membahas rahasia dan metode-metode Rosulullah dalam mengajar, serta
bimbingan dan arahan beliau yang lurus seputar dunia pendidikan.
Hadis-hadis yang yang terdapat dalam buku ini tidak hanya berupa
pengajaran tetapi juga berupa pengarahan, sehingga diharapkan melalui hadis
tersebut mampu memberikan gambaran, contoh, dan arahan yang jelas seputar
dunia pendidikan dan pengajaran. Hadis-hadis tersebut diambil diantaranya
Tirmidzi dan Imam Ibnu Majah dari kitab mereka masing-masing (Khudlori,
2015: xiv-xv).
Diantara karya dari syekh Abdul Fattah Abu Ghuddah adalah:
1. Safahat Min Sabril Ulama' (Lembaran Kesabaran Ulama')
2. Mas'alat Khalq al-Qur'an wa Atharuha fi Sufuf al-Riwat wa al-Muhaddithin
wa Kutub al-Jarh wa al-Ta`dil.
3. al-Ulama' al-`Uzzab al-Ladhina Atharu al-`Ilm `ala al-Zawaj.
4. Kitab Ar-Rosul al-Mu‟allim wa Asalibuhu fi at-Ta‟lim
5. Qimatu az-Zaman „inda al-Ulama‟
6. Umarau al-Mukminin fi al-Hadis
7. Safahat musyrikoh min tarikh sima‟i al-Hadis
8. al-Isnad min ad-Din
9. Min Adabi al-Islam
10. Tahqiq Ismii as-Shohihain wa Ismi Jami‟ at-Turmudzi
11. Lamahat Min Tarikh as-Sunah wa Ulumul al-Hadis
12. Tarajim Sittah Min Fuqaha al-aliim al-Islami fi al-Qarn ar-Rabi‟
Kitab-kitab di atas merupakan hasil karangan Syekh Abdul Fattah Abu
Ghuddah. Beliau merupakan sosok yang patut dijadikan contoh, beliau
memiliki komitmen sangat tinggi untuk selalu membaca dan terus belajar
(Norazamudin. 2009. Karya Syekh Abdul Fattah Abu Ghuddah,
BAB III
DESKRIPSI PEMIKIRAN SYEKH ABDUL FATTAH ABU GHUDDAH TENTANG NILAI KETELADANAN
A.Pengertian Nilai Keteladanan
Dalam kehidupan ini, khususnya dalam dunia pendidikan kesulitan yang
biasa dihadapi oleh anak-anak adalah menerjemahkan konsep kebaikan yang
abstrak ke dalam tindakan. Konsep yang abstarak tersebut harus dikonkretkan
terlebih dahulu agar bisa diaplikasikan dalam kehidupan. Misalnya, seorang
anak diberi pengertian oleh orang tua atau gurunya bahwa ia harus
menghormati setiap orang. Sikap hormat di mata anak adalah sesuatu yang
sangat abstrak. Anak harus di ajari tentang bagaimana wujud penghormatan
kepada orang tua, guru, teman sebaya, tamu, tetangga, dan kepada setiap orang.
Apabila sebuah kebaikan sudah dipahami oleh anak, dan anak juga sudah
menyepakati bahwa hal itu harus diwujudkan dalam tindakan nyata, maka
orang yang sering berinteraksi dengan anak, seperti orang tua dan guru harus
segera mengambil langkah untuk segera memberikan pertolongan dan
dukungan kepada anak untuk mewujudkannya. Bentuk pertolongan yang
dimaksud adalah memberi teladan tentang kebaikan-kebaikan tersebut (Munir,
2010: 11-12).
Seorang anak yang hatinya masih suci merupakan mutiara yang masih
polos tanpa ukiran dan gambar. Dia siap diukir dan cenderung kepada apa saja
kebaikan, dia akan tumbuh menjadi anak yang baik. Sedangkan apabila dia
dibiasakan berbuat jahat dan dibiarkan begitu saja seperti membiarkan binatang
ternak, maka dia akan sengsara dan binasa (Suwaid, 2017: 19).
Keteladanan adalah hal yang dapat ditiru atau dicontoh oleh seseorang
dari orang lain. Namun keteladanan yang dimaksud di sini adalah keteladanan
yang dapat dijadikan sebagai alat pendidikan Islam , yaitu keteladanan yang
baik sesuai dengan pengertian uswah (Arief, 2002: 117.)
Keteladanan dalam proses pendidikan berarti setiap pendidik harus
berusaha menjadi teladan anak didiknya. Teladan dalam semua kebaikan dan
bukan teladan dalam keburukan. Dengan keteladanan itu diharapkan anak
didik, akan mencontoh dan meniru segala sesuatu yang baik di dalam perkataan
dan perbuatan pendidiknya (Nawawi, 1993: 215).
Keteladanan adalah suatu contoh yang dapat dijadikan acuan oleh orang
lain karena dianggap orang yag dijadikan contoh tersebut mengandung nilai
yang baik dan luhur. Seorang guru yang dicintai oleh anak didiknya adalah
guru yang mempunyai kepribadian layak ditiru. Inilah kepribadian utama yang
harus dimiliki oleh seorang guru. Menurut falsafah Jawa, kata guru berasal dari
kalimat “bisa digugu (dipercaya) dan ditiru (dicontoh)”. Jadi, orang yang
menjadi guru adalah seorang yang bisa dipercaya dan ditiru tingkah lakunya
oleh anak didiknya (Azzet, 2011: 55).
Keteladanan memegang peranan yang sangat penting. Sekeras apa pun
yang kita suruh atau larang tidak akan didengar apabila perbuatan kita tidak
Rasulullah telah melakukannya terlebih dahulu. Rasulullah tidak melarang
sebelum Beliau meninggalkannya. Kata dan perbuatan Rasulullah memiliki
ketersambungan yang rapi. Inilah realitas keteladanan Rasulullah yang telah
ditorehkan dalam sejarah (Hidayatullah, 2011: 44).
Jadi keteladan adalah suatu hal yang mengandung nilai positif yang dapat
dicontoh dan diikuti oleh orang lain. Keteladanan memegang peran yang
sangat penting dalam pembentukan karakter anak didik ke arah yang positif.
Melalui keteladanan anak didik dapat mengkonkretkan nasehat-nasehat dari
pendidik yang masih bersifat abstrak.
B.Pemikiran Syekh Abdul Fattah Abu Ghuddah Tentang Nilai Keteladanan dalam Kitab ar-Rasul al-Mu’allim Wa Asalibuhu Fi at-Ta’lim
Salah satu karya Syekh Abdul Fattah Abu Ghuddah adalah kitab ar-rasul
al-mu‟allim wa asalibuhu fi at-ta‟lim yang merupakan kitab yang membahas
berbagai persoalan dalam dunia pendidikan terutama yang berkaitan dengan
cara mendidik yang baik sesuai dengan apa yang dipraktekkan oleh Rasulullah
semasa hidupnya. Karena Rasul merupakan pendidik terbaik yang pernah ada.
Melalui karakter yang ada dalam diri Nabi dan metode yang diterapkannya,
beliau mampu memberikan pengajaran kepada para sahabatnya secara efektif
dan efisien, serta membekas dalam diri para sahabatnya.
Karya beliau ini mengajak kita semua untuk menjadi seorang pendidik
yang berkarakter khususnya, serta mampu menjadi suri tauladan (uswah) di
perubahan ke arah yang positif, mampu memberikan warna dalam hidup yang
singkat ini, baik untuk keluarga dan masyarakat dimana kita tinggal serta
bangsa dan negara. Hidup bukanlah sekedar rutinitas tanpa nilai, tapi
merupakan suatu dinamika yang terus bergerak menuju suatu perubahan,
sehingga kita harus mampu berperan di dalamnya.
Kitab ar-rasul al-mu‟allim wa asalibuhu fi at-ta‟lim merupakan suatu
solusi yang tepat bagi pendidik dan calon pendidik, karena di dalamnya
membahas personality atau kepribadian Rasulullah sang uswah terbaik bagi
umat manusia. Pendidik yang ideal adalah seperti yang ada dalam diri Rasul,
maka seharusnya bagi para pendidik dan calon pendidik meniru atau
mencontoh segala yang dipraktekkan oleh Beliau. Salah satu nasehat yang
sangat ampuh agar orang mau melakukan yang apa yang kita perintahkan
adalah melalui keteladanan. Melalui keteladanan ini Rasul menjadi sosok
pendidik yang sangat berpengaruh dan segani baik kawan atau lawan.
Adapun nilai-nilai keteladanan yang terkandung dalam kitab ar-rasul
al-mu‟allim wa asalibuhu fi at-ta‟lim karya Syekh Abdul Fattah Abu Ghuddah
adalah:
1. Memudahkan dan Tidak memberatkan
Seorang pendidik harus memahami sifat dasar manusia, bahwa manusia
diciptakan dengan perbedaan potensi yang menjadi ciri khas yang
membedakan dirinya dengan orang lain. Memudahkan bukan berarti
sesuai dengan yang disyariatkan, selama tidak melanggar syariat atau hukum
yang berlaku.
Begitu pula seorang pendidik dalam menyampaikan materi kepada anak
didiknya harus disesuaikan dengan kemampuan masing-masing individu. Salah
satu cara memudahkan bagi anak didik adalah menggunakan berbagai variasi
metode karena setiap individu itu unik. Jadi jangan sampai apa yang
disampaikan membuat mereka bingung dan merasa kesusahan.
Adapun sikap memudahkan yang tercermin pada diri Rasulullah dalam
kitab ar-rasul al-mu‟allim wa asalibuhu fi at-ta‟lim adalah:
وتاجوز ملس و ويلع للها ىلص بىنلايريتخ ةصق بَ ,وحيحص نم قلاطلا باتك بَ ملسم ىورو
نهنم ةشئاعب ءادب دقو ,نهنع للها يضر تافيرشلا
لا نا ونم تبغرو ,اهنع للها يضر وتراتخاف
نكلو ,اتنعتم لاو اتنعم نىثعبي لم للها نا :ملاسلاو ةلاصلا ويلع الذ لاقف ,وتراتخا انها اىيرغ بريخ
ارسيم املعم نىثعب
Artinya: Muslim dalam kitab shahihnya (bab perceraian), meriwayatkan proses yang dilakukan Nabi Muhammad SAW. dalam memilih istri-istrinya. Perempuan pertama yang Dia pilih adalah Aisyah, dan Aisyah pun menginginkannya. Mengetahui hal itu, dia meminta agar Rasulullah tidak memberi tahu perempuan lain. Rasul pun menjawab,
“Sesungguhnya Allah tidak mengutusku untuk menjadi orang yang menyusahkan dan merendahkan orang lain. Tetapi dia mengutusku sebagai seseorang guru dan pemberi kemudahan (Khudlori, 2015: 7).
Imam Ghazali menjelaskan bahwa di balik jawaban samar Rasulullah di
atas, yaitu tidak menjawab Aisyah dengan tegas dan tidak membentaknya,
terdapat pelajaran bahwa salah satu seni mengajar adalah seorang guru boleh
menegur muridnya ketika melakukan akhlak tercela dengan lemah lembut,
kasih sayang tanpa celaan serta Rasul diutus untuk memberi kemudahan pada
umatnya.
2. Kasih sayang
Mendapat kasih sayang merupakan keinginan semua orang, contohnya
seorang anak didik yang mendapatkan kasih sayang dari gurunya, dia akan
merasa nyaman dalam mengikuti pelajaran, sehingga apa yang disampaikan
oleh gurunya akan mudah dicerna, semua ini muncul karena adanya rasa cinta
yang timbul dihati anak didik kepada gurunya, selain itu akan terciptanya
kondisi belajar yang kondusif pula. Karena seorang guru adalah orang tua bagi
anak didiknya, sehingga guru harus menyanyangi anak didiknya sepeti anaknya
sendiri.
Adapun sikap kasih sayang yang tercermin pada diri Rasulullah dalam
kitab ar-rasul al-mu‟allim wa asalibuhu fi at-ta‟lim adalah:
ىراخبلل ظفللاو ,ملسمو ىراخبلا ىورو
’
لوسرانيتا :لاق ,ونع للها ىضر ثريولحا نب كلام نع
اميحر للها لوسر ناكو ,ةليل نيرشع هدنع انمقأف ,نوبراقتم ةبيش ننحو ملس و ويلع للها ىلص للها
اقيفر
Artinya: Bukahari dan Muslim meriwayatkan dengan redaksi Bukhari, kisah dari Malik bin Huwairits ra. sebagai berkut: Kami, para pemuda berumur sepantaran pernah datang kepada Rasulullah dan menginap di rumahnya selama 20 malam. Kami mendapatinya sebagai orang yang sangat penyanyang dan santun (Khudlori, 2015: 24).
Selanjutnya sifat yang harus ada dalam diri pendidik adalah rasa kasih
sayang, selain sebagai guru, pendidik juga berperan sebagai orang tua ke dua
mengajar saja, padahal seorang guru juga berperan sebagai pendidik dan
pembimbing bagi anak didiknya tersebut.
3. Sabar
Sifat keteladanan yang selanjutnya yang harus ada dalam diri pendidik
adalah sabar, kita harus menyadari bahwa kita sebagai makhluk sosial tidak
akan pernah lepas dari yang namanya masalah dengan individu lain. Solusi
terhadap segala masalah yang ada salah satunya adalah sabar dan mencari
solusi terbaik untuk mengatasinya. Seorang pendidik harus mampu menahan
diri, emosi dan juga bertahan dalam situasi sulit.
Adapun sikap sabar tercermin pada diri Rasulullah dalam kitab ar-rasul
al-mu‟allim wa asalibuhu fi at-ta‟lim adalah:
ملس و ويلع للها ىلص للها لوسر ناك :لاق ونع للها ىضر سنأ نع ,لئامشلا بَ ىذمترلا ىورو
ونع لقعتل اثلاث ةملكلا ديعي
Artinya: Dalam kitab Syamail, Imam Tirmidzi meriwayatkan kisah dari Anas ra. sebagai berikut: Rasulullah SAW. sering mengulang-ulang ucapannya sebanyak tiga kali, agar setiap ucapannya dapat dipahami (Khudlori, 2015: 26).
للها ىضر ةشئاع نع ,لئامشلا بَ ىذمترلا ىورو
ناكام :تلاق اهنع
ويلع للها ىلص للها لوسر
ويلا سلج نم ظفيح ,لصف ينب ملاكب ملكتي ناك نكلو ,اذى مكرسك درسي ملس و
Artinya: Imam Tirmidzi meriwayatkan dalam kitab asy-Syama‟il kisah dari Aisyah ra. sebagai berikut: Rasulullah SAW. tidak pernah berbicara tergesa-gesa sebagai mana biasa kalian lakukan, akan tetapi beliau berbicara dengan ucapan yang jelas, sehingga orang yang duduk di
majelisnya bisa menghapal ucapannya dengan mudah (Khudlori,
Nabi SAW. dalam mengajar para murid sangat sabar dan tidak marah
atas setiap pengulangan pembicaraan yang diminta berulang-ulang dan juga
setiap masalah yang didiskusikan berulang-ulang. Ini adalah cara beliau
membantu membantu murid untuk memahami dan menguasai pengetahuan
serta melekatkannya di ingatan mereka serta mengetahui kesulitan pengetahuan
yang mereka hadapi (Hidayat, 2015: 169).
Dalam hadist di atas secara jelas menerangkan bahwa Rasul sangat sabar
dalam pengajaran kepada anak didiknya. Hal itu dapat terlihat dari cara beliau
menyampaikan materi, bahkan beliau mengulang-ulang ucapannya supaya
sahabat yang mendengarkannya paham.
4. Lemah lembut (Rahmat) dan Tidak Kasar
Lemah lembut adalah sikap baik hati atau ramah, tidak mudah marah
atau emosi. Sikap ini penting dalam menghadapi anak didik yang masih dalam
tahap pertumbuhan dan perkembangan. sikap usil dan nakal yang mereka
lakukan pada dasarnya adalah untuk mencari perhatian, sehingga seorang
pendidik harus memahaminya.
Adapun sikap lemah lembut tercermin pada diri Rasulullah dalam kitab
ar-rasul al-mu‟allim wa asalibuhu fi at-ta‟lim adalah:
لئامشلا بَ ىذمترلا ىورو
’
نب ىلع( بىأ تلأس :ىلع نب ينسلحا لاق :لاق ىلع نب نسلحا نع
للها لوسر ناك ناك :لاقف وئاسلج بَ ملس و ويلع للها ىلص بىنلاةيرس نع )بلطلا بىأ
للها ىلص
يل ,بنالجا ينل ,قللخا لهس ,رشبلا مئاد ملس و ويلع
,شاحفلاو ,باخصلاو ,ظيلغ لاو ,ظفب س
ويف بييخلاو ,ويجار ونم سيؤي لاو ,ىهتشيلا امع لفاغتي ,حادملاو ,بايعلاو
Artinya: Dalam kitab asy-Syama‟il, Imam Tirmidzi meriwayatkan kisah dari
bertanya kepada bapakku (Ali bin Abi Thalib) tentang kehidupan Nabi
SAW. ditengah-tengah para sahabatnya. Dia menjelaskan,
“Rasulullah SAW. adalah orang yang selalu menampakkan wajah
riang dan ceria, memiliki akhlak dan tabiat lembut, tidak berkata kasar, bukan orang yang keras, tidak suka berteriak, tidak pernah berkata dan berbuat kotor, tidak pernah mencela, tidak pernah memuji berlebihan, mudah melupakan hal-hal yang tidak dia sukai, tidak memupus harapan orang yang berharap padanya, tidak punya mengecewakannya (Khudlori, 2015: 32).
Melalui hadis di atas, kita dapat melihat sosok Nabi SAW yang memiliki
akhlak yang sempurna, kita sebagai umatnya harus meneladani sikap
Rasulullah SAW diantaranya adalah: orang paling lembut, paling halus budi
pekertinya, paling baik akhlaknya, paling indah pergaulannya, mampu
menahan amarah, memaafkan dan memohonkan ampunan, mamaafkan dan
mementingkan kepentingan umum daripada kepentingan pribadi.
5. Adil
Sikap berlebihan atau ekstrim, tercela dalam urusan apapun. Oleh karena
itu kita temukan, bahwa Rasulullah SAW. menyukai sikap moderat dalam
masalah-masalah pokok agama (Suwaid, 2017: 45). Menempatkan sesuatu
sesuai dengan tempatnya, tawasuth, tengah-tengah. Sikap inilah yang
dinamakan adil.
Adapun sikap adil tercermin pada diri Rasulullah dalam kitab ar-rasul
al-mu‟allim wa asalibuhu fi at-ta‟lim adalah:
للها لوسر ناك سللمج وفصو بَ ونع للها يضر ىلع انديس نع اضيأ لئامشلا بَ ىذمترلا ىور
أ ادحأ نأ وسيلج بسيحلا ,وبيصنب وئاسلج لك ىطعي ناك :لاق ,ملس و ويلع للها ىلص
مرك
ونم ويلع
Rasulullah SAW. sebagai berikut: “Nabi memberikan hak setiap
orang yang hadir dalam majelisnya secara adil, sehingga tidak satu
orang pun merasa ada orang yang lebih mulia di mata beliau.”
(Khudlori, 2015: 36).
Berdasarkan hadis di atas dengan sangat jelas dipaparkan salah satu sifat
Nabi SAW sebagai sosok yang adil. Sifat ini merupakan sifat terpuji
(mahmudah) yang harus dimiliki oleh setiap umat Islam yang mengaku sebagai
umatnya Nabi Muhammad SAW. Karena beliau sendiri sebagai orang yang
paling utama telah mempraktekkannya selama Beliau masih hidup.
6. Rendah Hati
Rendah hati atau tawadhu‟ adalah menampakkan kerelaan diri untuk
turun dari kedudukannya (Hidayat, 2015: 172). Jadi, perasaan dimana
seseorang tidak merasa lebih dibandingkan dengan orang lain, merasa lebih
buruk dibandingkan dengan orang lain. Inilah yang dinamakan rendah hati.
Adapun sikap rendah hati tercermin pada diri Rasulullah dalam kitab
ar-rasul al-mu‟allim wa asalibuhu fi at-ta‟lim adalah:
بىأ نع ,للاى نب ديحم نع ملسلد ظفللاو ,ىئاسنلا و ملسمو ,درفلدا بدلأا بَ ىراخبلا ىور
ىلص بىنلا لىا تيهتنا :لاق ونع للها ىضر ىودعلا ةعافر
:لاق ,بطيخوىو ملس و ويلع للها
.ونيد ام ىرديلا ,ونيد نع لأسيءاج بيرغ لجر ,للها لوسراي :تلقف
يسركب بٌأف ,ليا ىهتنا تىح وتبطخ كرتو ,ملس و ويلع للها ىلص للها لوسر يلع لبقأف :لاق
وملع امم نىملعي لعجو ملس و ويلع للها ىلص لوسر ويلع دعقف :لاق ,اديدح ومئاوق تبسح
ا
هرخا بًأف وتبطخ ىتأ بٍ ,لله
Artinya: Imam Bukhari dalam kitab al-Adab al-Mufrad, juga Muslim dan
Nasa‟I meriwayatkan-dengan redaksi Muslim- kisah dari Humaid bin
Hilal, bersumber dari Abu Rifa‟ah al-Adawi ra. sebagai berikut: “aku pernah datang kepada Rasulullah saat dia sedang berkhotbah.
Kukatakan padanya, “wahai Rasulullah, orang asing ini datang
bagaimana agamanya itu.” Rasulullah lalu menghampiriku dan
meninggalkan khotbahnya. Setelah sampai keadaku, beliau
mengambil sebuah kursi yang kuyakini pondasi-pondasinya terbuat dari besi, lalu beliau duduk di atasnya dan mengajariku apa-apa yang telah Allah ajarkan kepadanya. Setelah itu, beliau melanjutkan khotbahnya dan menyempurnakannya hingga selesai (Khudlori, 2015: 36).
Dalam hadis ini terkandung sifat rendah hati Nabi SAW, kelembutannya
dan sifat kasih sayangnya terhadap umat Islam. Sikap rendah hati ini tercermin
dari sikap tanggap Nabi yang mau mengahampiri sipenanya untuk menjawab
pertanyaannya. Beliau selalu berusaha menyatukan jiwa dengan para
pengikutnya, hal inilah yang senantiasa dilakukan Rosulullah. Tidak adanya
jurang pemisah pembeda yang bisa menggoyahkan persatuan dan kesatuan, hal
ini pulalah yang senantiasa diwaspadai Rasulullah. Sehingga Beliau selalu
membangun persamaan sebagai manusia yang sama tunduk hanya kepada
Allah SWT (Hidayatullah, 2011: 69).
7. Sederhana
Sikap selanjutnya yang ada dalam diri Rasulullah adalah sederhana,
sederhana dalam tindakan dan ucapan. Sikap ini juga yang harus ada dalam diri
setiap pendidik dan calon pendidik.
Adapun sikap rendah hati tercermin pada diri Rasulullah dalam kitab
ar-rasul al-mu‟allim wa asalibuhu fi at-ta‟lim adalah:
امشلا بَ ىذمترلا ىورو
بيأ نب دنى لىاخ تلأس :لاق ,امهنع للها ىضر ىلع نب نسلحا نع لئ
و ويلع للها ىلص لوسر لى فص :تلقف ,ملس و ويلع للها ىلص لوس رل افاصو ناكو ,ةلاى
,تكسلا ليوط ,ةحار ول تسيل ,ةركفلا مئاد ,نازحلأا لصاوتم للها لوسر ناك :لاقف ,ملس
يخ و ملاكلا حتتفي ,ةجاحيرغ بَ ملكتيلا
وملاك ,ملكلا عماوبج ملكتيو ,لىاعت للها مساب ومتت
وبضغل مقي لم قلحا يدعتاذاف ,الذ ناكاملاو ايندلا وبضغتلاو ,وحديدلاو اقاوذ مذي نكي لم ونا
و وسفنل بضغيلاو ,ولرصتني تىح ئيش
الذ رصتني لا
Artinya: Imam Tirmidzi kembali meriwayatkan dalam kitabnya (asy-Syamail), kisah dari Hasan bin Ali ra. sebagai berikut: aku pernah bertanya kepada pamanku Hindun bin Abi Halah, dia adalah orang yang banyak mengetahui sifat-sifat Rasulullah SAW. “Jelaskan padaku sifat-sifat Rasulullah,” ucapku. Dia menjawab, “Rasulullah adalah orang senantiasa bersedih, selalu berpikir, tidak mengenal lelah, pendiam (tenang), tidak bicara kecuali yang perlu, memulai dan
menutup dengan menyebut nama Allah, berbicara dengan jawami‟ al
-kalim (-kalimat yang singkat namun padat), perkataannya rinci, tidak terlalu panjang dan tidak terlalu pendek. Beliau bukan orang yang berperangai kasar dan hina, selalu menghargai nikmat sekecil apa pun dan tidak mencelanya sedikit pun. Beliau juga tidak suka mencela makanan dan minuman, dan tidak pula memujinya. Beliau tidak pernah marah dalam persoalan dunia dan seisinya. Apabila suatu kebenaran dilecehkan, dia akan bangkit membela kebenaran itu tanpa disertai kemarahan sedikit pun, beliau juga tidak pernah marah apalagi menang untuk kepentingan dirinya sendiri (Khudlori, 2015: 27).
Hadis di atas kita dapat mendeskripsikan bagaimana sifat Rasulullah,
beliau merupakan sosok yang paling sederhana, baik dalam perbuatan dan
ucapan beliau. Ini sangat penting, karena di jaman yang hedonis dan pragmatis
ini kebanyakan orang hanya mementingkan gengsi saja. Kalau sifat ini tidak
ada dalam diri pendidik dan calon pendidik yang ada hanyalah usaha untuk
BAB IV PEMBAHASAN
A.Signifikansi Pemikiran Syekh Abdul Fattah Abu Ghuddah
Adapun signifikansi nilai-nilai keteladanan Rasulullah SAW. yang
terkandung dalam kitab Ar-Rosul al-Mu‟allim wa Asalibuhu fi at-Ta‟lim karya
Syekh Abdul Fattah Abu Ghuddah yang dapat penulis ambil adalah sebagai
berikut:
1. Memudahkan dan Tidak memberatkan
Salah satu prinsip dalam proses belajar mengajar adalah mempermudah
penjelasan kepada peserta didik, tidak mempersulit penjelasan hingga membuat
peserta didik sulit untuk mengerti dan memahami pelajaran yang disampaikan.
Pilihlah penjelasan yang mudah dicerna oleh peserta didik dengan bahasa yang
tepat, lugas dan simpel. Begitu juga pemilihan metode dan media belajar yang
tepat dan sesuai dengan materi serta tingkat kemampuan peserta didik tanpa
mengabaikan aspek tujuan dari pembelajaran yang dilaksanakan. Seorang
pendidik harus memilih strategi dan pendekatan yang mempermudah proses
belajar mengajar, sehingga materi yang disampaikan akan mudah dipahami
oleh peserta didik (Suryani, 2012: 80). Rasulullah SAW sendiri tidak pernah
diberi dua pilihan kecuali mengambil pilihan yang paling ringan, selama hal
tersebut tidak melanggar syariat yang telah ditetapkan (Suwaid, 2017: 44).
Berdasarkan uraian di atas, dapat kita pahami bahwa Rasulullah tidak
menghendaki mempersulit syariat yang ditetapkan oleh Allah SWT kepada
adalah untuk memudahkan manusia dalam menjalani kehidupan di dunia ini.
Hal itu sejalan dengan dasar syariat, yaitu memudahkan, tidak menyulitkan dan
menyedikitkan beban.
Oleh karena itu, seorang pendidik yang baik adalah pendidik yang
memudahkan anak didiknya. Salah satu caranya adalah dengan menggunakan
berbagai variasi metode dalam proses pembelajaran karena setiap anak didik
menangkap informasi berbeda-beda, selain itu guru harus memahami apa yang
harus diajarkan kepada anak didiknya, karena tantangan yang akan dihadapi
oleh anak didik ke depan sangat kompleks, berbeda dengan yang dihadapi oleh
pendidik pada saat itu, jadi anak didik harus dibekali dengan kemampuan untuk
menghadapi zamannya nanti. Itulah diantara cara memudahkan pendidik bagi
anak didiknya.
Allah SWT berfirman dalam surat al Baqarah ayat: 286. Firman tersebut
mengatakan sebagai berikut:
اََلذ اَهَعْسُو لاِإ اًسْفَ ن ُوَّللا ُفِّلَكُي لا
Artinya: Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. (QS. al Baqarah: 286)
Begitupun dengan kepribadian Rasulullah, Beliau dalam menyampaikan
dakwahnya menggunakan cara-cara atau metode yang mudah dipahami oleh
para sahabatnya. Sehingga apa yang disampaikan oleh beliau membekas dalam
diri para sahabatnya, sehingga menjadi karakter yang melekat kuat dalam
kepribadian mereka. Adapun sikap keteladanan Nabi yang bersifat
memudahkan dan tidak menyulitkan dalam kitab ar-rasul al-mu‟allim wa