• Tidak ada hasil yang ditemukan

PRAKTIK PERCALOAN JUAL BELI TIKET SEPAK BOLA MENURUT PERSPEKTIF HUKUM ISLAM (Study Kasus Stadion Dr H Moch Soebroto Magelang) SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Salah satu Syarat guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Islam

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "PRAKTIK PERCALOAN JUAL BELI TIKET SEPAK BOLA MENURUT PERSPEKTIF HUKUM ISLAM (Study Kasus Stadion Dr H Moch Soebroto Magelang) SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Salah satu Syarat guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Islam"

Copied!
121
0
0

Teks penuh

(1)

PRAKTIK PERCALOAN JUAL BELI TIKET SEPAK BOLA

MENURUT PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

(Study Kasus Stadion Dr H Moch Soebroto Magelang)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah satu Syarat

guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Islam

Oleh :

Yona Rengga Arif Pratama

21414033

JURUSAN HUKUM EKONOMI SYARIAH

FAKULTAS SYARI

AH

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)

SALATIGA

(2)
(3)

PRAKTIK PERCALOAN JUAL BELI TIKET SEPAK BOLA

MENURUT PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

(Study Kasus Stadion Dr H Moch Soebroto Magelang)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah satu Syarat

guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Islam

Oleh :

Yona Rengga Arif Pratama

21414033

JURUSAN HUKUM EKONOMI SYARIAH

FAKULTAS SYARI

AH

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)

SALATIGA

(4)

NOTA PEMBIMBING

Lamp : 4 (empat) eksemplar Hal : Pengajuan Naskah Skripsi

Kepada Yth.

Dekan Fakultas Syari‟ah IAIN Salatiga

di Salatiga

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Disampaikan dengan hormat, setelah dilaksanakan bimbingan, arahan dan koreksi, maka maka naskah skripsi mahasiswa:

Nama : Yona Rengga Arif Pratama NIM : 214-14-033

Judul : PRAKTIK PERCALOAN JUAL BELI TIKET SEPAK BOLA MENURUT PERSPEKTIF HUKUM

ISLAM (STUDY KASUS STADION DR H MOCH

SOEBROTO MAGELANG).

Dapat diajukan kepada Fakultas Syari‟ah IAIN Salatiga untuk diujikan dalam sidang munaqosyah.

Demikian nota pembimbing ini dibuat, untuk menjadi perhatian dan digunakan sebagaimana mestinya.

Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Salatiga ,13 Juli 2018 Pembimbing,

(5)

PENGESAHAN

Skripsi Berjudul:

PRAKTIK PERCALOAN JUAL BELI TIKET SEPAK BOLA MENURUT PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

(STUDY KASUS STADION DR H MOCH SOEBROTO MAGELANG)

Oleh:

Yona Rengga Arif Pratama NIM : 21414033

telah dipertahankan di depan sidang munaqasyah skripsi Fakultas Syari‟ah, Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga, pada hari Selasa, tanggal 21 Agustus 2018, dan telah dinyatakan memenuhi salah satu syarat guna memperoleh gelar sarjana dalam hukum Islam

Dewan Sidang Munaqasyah

Ketua Sidang : Dr. H. Muh Irfan Helmy, Lc, MA ttd...

sekretaris Sidang : prof. Dr. H. Muh Zuhri, M.A. ttd...

Penguji I : Evi Ariyani, S.H., M.H. ttd...

Penguji II : Sukron Ma‟mun, S.HI., M.Si ttd...

Salatiga, 21 Agustus 2018 Dekan Fakultas Syari‟ah

Dr. Siti Zumrotun, M.Ag. NIP.19670115 199803 2 002 KEMENTERIAN AGAMA

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA

FAKULTAS SYARI’AH

(6)

PERNYATAAN KEASLIAN

Yang bertandangan di bawah ini :

Nama : Yona Rengga Arif Pratama

Nim : 214-14-033

Jurusan : Hukum Ekonomi Syari‟ah

Fakultas : Syari‟ah

Judul Skripsi : Praktik Percaloan Jual beli Tiket Sepak Bola Menurut Perspektf

Hukum Islam (Study Kasus Stadion Dr H Moch Soebroto

Magelang)

menyatakan bahwa skripsi ini benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri, bukan jiplakan dari karya tulis orang lain. Pendapat atau temuan orang lain yang terdapat dalam skripsi ini dikutip dan dirujuk berdasarkan kode etik ilmiah.

Salatiga, 13 Juli 2018

Penulis

Yona Rengga Arif Pratama

(7)

MOTTO

مِه ِسُفْ نَأِب اَم اوُرِّ يَغُ ي َّتََّح ٍمْوَقِب اَم ُرِّ يَغُ ي لا َوَّللا َّنِإ

Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri

(Qs Ar Rad Ayat 11)

Kesabaran, Keyakinan, Kemauan, Usah

a dan do‟a adalah kunci

(8)

PERSEMBAHAN

Kupersembahkan Skripsi ini kepada :

1. Kedua orang tuaku, Bapak Slamet dan Ibu Khusnul Djariyah yang tidak pernah henti untuk mendoakan kesuksesan anaknya ini, segala materi dan semua perjuangan dan impiannya

2. Adekku tersayang AS Zyara Dera Nanda Syafitra yang selalu membantu doa, tenaga dan suportnya yang tak pernah henti

3. Keluarga Besarku Mbah Ngadiman dan Mbah Reban yang selalu menjadi pelindung di dalam proses pertumbuhanku.

4. Bapak KH Muhammad Nasikhun, serta teman-teman Pondok Asy-Syafiiyah NU untuk do‟a dan dukungan, bimbingan serta Ilmu yang bermanfaat bagiku

dan juga telah memberikan tempat untuk menempa diri proses menuntut Ilmu.

5. Bapak Sukron Ma‟mun, S.HI., M.Si. sebagai pembimbing skripsi, yang telah sabar dan memberikan banyak masukan serta ilmu

(9)

KATA PENGANTAR

ِميِحَّرلا ِنَْحَّْرلا ِوَّللا ِمْسِب

Alhamdullilahirobil‟alamin, segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan segala nikmat kepada mahluknya yang ada di alam semesta ini. Berkat qudrat, iradrat serta izinyalah penulis bisa menyelesaikan laporan penelitian yag berjudul Praktik Percaloan Jual Beli Tiket Sepak Bola Menurut Perspektif Hukum Islam

(Study Kasus Stadion Dr.H Moch Soebroto Magelang).

Sholawat serta salam mudah-mudahan dilimpahkan kepada khotamul anbiya, nabi Muhamad SAW, yang telah menyelamatkan ummat manusia dari gelap kejahiliyahan kepada cahaya illahiyah yang terang benderang.

Banyak pihak yang telah memberikan kontribusi dalam penyelesaian karya ini. Kami menghaturkan terima kasih yang tulus kepada mereka semua yang telah berjasa untuk ini semua:

1. Bapak Dr. Rahmat hariyadi, M.Pd., Selaku Rektor Institut Agama Islam Negeri Salatiga.

2. Ibu Dr. Siti Zumrotun, M.Ag. selaku Dekan Fakultas Syari‟ah Institut Agama Islam Negeri Salatiga.

3. Ibu Evi Ariyani, SH., M.H.selaku Ketua Program Stusi Fakultas Syari‟ah Jurusan Hukum Ekonomi Syari‟ah telah mengizinkan penulis untuk membahas judul skripsi ini.

4. Bapak Sukron Ma‟mun, S.HI., M.Si.. Selaku pembimbing yang selalu memberikan saran dan masukan kepada penulis.

5. Para staf administrasi yang begitu sabar mengurusi segala macam kepentingan dalam skripsi ini.

(10)

7. Kepada semua pihak yang telah membantu yang tidak bisa disebutkan satu persatu.

Harapan bagi penulis semoga apa yang sudah diinginkan dapat bermanfaat bagi semua orang khusunya penulis. Walupun jauh dari kata sempurna, semoga Allah SWT ridha dengan apa yang kita lakukan. Aminyarobal alamin

Salatiga, 13 Juli 2018

Penulis

(11)

ABSTRAK

Rengga Arif Pratama, Yona . (2018): Praktik Percaloan Jual Beli Tiket Sepak Bola Menurut Perspektif Hukum Islam (study kasus stadion Dr H Moch Soebroto Magelang) Tahun Pelajaran 2017-2018. Skripsi. Jurusan Hukum Ekonomi Syari‟ah Fakultas Syari‟ah Institute Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga, Pembimbing : Sukron Ma‟mun,SHI, M.Si.

Kata Kunci :Percaloan,Jual beli,Hukum Islam

Di zaman sekarang kita sering menemui penjual dimana dia menjual barangnya dengan menggunakan pihak ketiga sebagai perantara maupun calo. Pada dasarnya praktik percaloan sebenarnya sudah ada sejak zaman Rasulullah SAW, praktik yang terjadi pada zaman Rasullullah SAW dikenal dengan sebutan al-simsarah (simsar) perantara perdagangan. Berdasarkan uraian diatas peneliti sangat tertarik untuk meneliti praktik percaloan jual beli tiket sepak bola yang terjadi di Magelang. Apakah realita praktik percaloan tersebut sesuai hukum Islam atau tidak. Maka diambil sebuah rumusan masalah dalam penelitian tersebut yaitu, bagaimana praktik percaloan jual beli tiket sepak bola yang terjadi di stadion Dr H Moch Soebroto Magelag dan bagaimana pandangan Hukum Islam tentang praktik percaloan jual beli tiket sepak bola yang terjadi di Stadion Dr H Moch Soebroto Magelang.

Jenis penelitian yang digunakan peneliti adalah penelitian kualitatif yaitu salah satu prosedur penelitian yang menghasilkan deskriptif yang berupa ucapan atau tulisan dan perilaku orang-orang yang diamati. Dalam penelitian kualitatif metode yang bisa digunakan adalah wawancara, pengamatan secara langsung. Pendekatan dalam penelitian ini adalah Yuridis Normatif. Pendekatan Yuridis Normatif adalah pendekatan yang menemukan apakah perbuatan hukum itu sesuai dengan hukum yang berlaku atau tidak (Moleong, 2007:8). Maka penulis akan mendatangi secara langsung ke Stadion Dr H Moch Soebroto Magelang untuk mengamati, dan wawancara kepada calo guna mendapat data dan keterangan

(12)

DAFTAR ISI

COVER. ...i

NOTA PEMBIMBING ...iv

PENGESAHAN ...v

PERNYATAAN KEASLIAN ...vi

MOTTO ...vii

PERSEMBAHAN ...viii

KATA PENGANTAR ...ix

ABSTRAK ...xii

DAFTAR ISI ...xii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ...1

B. Rumusan Masalah ...8

C. Tujuan ...8

D. Kegunaan Penelitian ...9

E. Penegasan Istilah ...10

F. Tinjauan Pustaka ...13

G. Metode Penelitian ...15

H. Sistematika Penulisan ...20

BAB II JUAL BELI DAN PERCALOAN DALAM HUKUM ISLAM A. Jual Beli 1. Pengertian Jual Beli ...22

2. Hukum Jual Beli ...28

(13)

B. Pengertian Percaloan

1. Pengertian Percaloan ...43

2. Tradisi Percaloan ...45

3. Hukum Percaloan ...46

4. Syarat Percaloan ...50

BAB III GAMBARAN UMUM STADION DAN PRAKTIK PERCALOAN DI STADION DR H MOCH SOEBROTO A. Sejarah Stadion Dr H Moch Soebroto ...53

B. Gambaran Umum Stadion Dr H Moch Soebroto ...57

C. Event di Stadion Dr H Moch Soebroto ...60

D. Praktik Percaloan di Stadion Dr H Moch Soebroto ...62

BAB IV PRAKTIK PERCALOAN JUAL BELI TIKET SEPAK BOLA DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM A. Praktik Percaloan Jual beli Tiket Sepak Bola di Stadion Dr H Moch Soebroto Magelang ...75

B. Analisis Hukum Islam terhadap Praktik Percaloan Tiket Sepak Bola ....78

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan...87

B. Saran ...90

(14)

LAMPIRAN

A. DAFTAR RIWAYAT HIDUP...94

B. PERTANYAAN PENELITIAN ...95

C. PENUJUKAN PEMBIMBING SKRIPSI ...97

(15)

DOKUMENTASI KEGIATAN

A. Gambar 1. Stadion Dr H Moch Soebroto ...99

B. Gambar 2. Bentuk benner pengawasan kecurangan ...99

C. Gambar 3. Jual Beli Tiket Box ...100

D. Gambar 4.Wawancara Manager Penanggung jawab tiket ...100

E. Gambar 5. Praktik Percaloan...101

F. Gambar 6.Praktik Percaloan...101

G. Gambar 7. Wawancara calo ...102

H. Gambar 8.Pembelian tiket melalui calo ...102

I. Gambar 9. Praktik Percaloan...103

J. Gambar 10. Praktik Percaloan...103

K. Gambar 11. Praktik Percaloan...104

L. Gambar 12. Jual beli melalui Tiket Box ...104

M. Gambar 13. Bentuk Tiket ...105

N. Gambar 14. Wawancara Pembeli Tiket ...105

O. Gambar 15. Wawancara Penontin ...106

(16)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sebagai orang muslim, dalam kehidupan sehari-hari kita hendaknya menerapkan prinsip sesuai dengan syariat Islam yang diatur dalam ketentuan Al-Qur‟an dan Hadist. Hukum Islam telah mengatur kehidupan manusia mencakup

segala bentuk aspek seperti hubungan manusia dengan Allah SWT ,hubungan antara manusia dengan manusia, dan hubungan manusia dengan alam. Hal-hal yang berkaitan dengan hubungan manusia dengan manusia mencakup hal yang sangat luas seperti mu‟amalah yang di dalamnya terdapat munakahat (perkawinan), jinayat (pidana) (Huda, 2011: 1). Mu‟amalah merupakan hal yang sangat penting dalam kehidupan manusia, sebab dengan muamalah ini manusia dapat berhubungan satu sama lain yang menimbulkan hak dan kewajiban, sehingga akan terciptanya segala sesuatu yang diinginkan dalam kebutuhan hidupnya.

(17)

keduniaan. Misalnya, dalam persoalan jual beli, utang piutang, kerja sama, pertangungan, sewa-menyewa, dan pemesanan (Sa‟id, 1402H: 12).

Seperti Firman Allah SWT QS An-Nisa 29 :

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu (Qs: An-nisaa 29)”

Ayat ini menjelaskan mengenai hukum transaksi secara umum, lebih khusus kepada transaksi perdagangan, bisnis Jual beli. Sebelumnya telah diterangkan transaksi muamalah yang berhubungan dengan harta, seprti harta anak yatim, mahar, dan sebagainya. Dalam ayat ini Allah SWT mengharamkan orang yang beriman untuk memakan, memanfaatkan, menggunakan (segala bentuk transaksi lainnya) harta orang lain dengan jalan yang bathil, yaitu yang tidak dibenarkan oleh syari‟at. Kita boleh melakukan transaksi terhadap harta

orang lain dengan jalan perdagangan dengan asas saling Ridlo, saling iklas antara orang yang melakukan akad.

(18)

dalam KUHPer dalam buku ke Tiga bab ke V mengenai ketentuan-ketentuan Jual beli. Jual beli adalah Suatu perjanjian, dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu kebendaan, dan pihak yang lain untuk membayar harga yang telah dijanjikan. Jual beli itu dianggap telah terjadi antara kedua belah pihak, seketika setelahnya orang-orang ini mencapai sepakat tentang kebendaan tersebut dan harga. Hak milik atas barang yang dijual tidaklah berpindah kepada si pembeli, selama penyerahannya belum dilakukan menurut pasal 612, 613, 616 (Subekti, 2004: 364). Hal yang mengenai perlindungan konsumen juga termuat dalam undang-undang no 8 Tahun 1999 Pasal 2 yang menjelaskan bahwa keselamatan konsumen sangatlah dilindungi oleh Negara dari kasus-kasus penipuan yang bisa berdampak pada kesehatan atau keselamatan konsumen dalam mengkonsumsi atau menggunakan jasa dari penjual atau pengadaan jasa. Sehingga ketika ada sesuatu yang terjadi terhadap konsumen bisa di proses secara Hukum (Chrsten, 2002 : 216).

(19)
(20)

mendapat berkah dalam jual belinya. Sebaliknya, apabila mereka berbohong dan menutup-nutupi (apa-apa yang seharusnya diterangkan mengenai barang yang diperjual belikan), niscaya berkah dalam jual beli itu akan dihapus (hilang)” (HR:Muslim :5/10)

Dari hadist di atas dapat diambil pengertian bahwasannya di dalam melakukan transaksi jual beli hendaknya kita mengedepankan kejujuran mengenai apa dan bagaimana kondisi barang yang diperjual belikan dan keterangan secara jelas mengenai barang tersebut, apabila di dalam jual beli menerapkan prinsip kejujuran dan juga kejelasan maka niscaya akan mendatangkan berkah dan manfaat antara kedua belah pihak, namun sebaliknya jika di dalam jual beli tersebut tidak adanya prinsip kejujuran dan kejelasan mengenai barang tersebut dengan cara menutup-nutupi keburukannya maka niscaya keberkahan dari jual beli tersebut akan hilang.

(21)

dari Sighat (pernyataan), aqid (yang membuat pernyataan), ma‟aqud „alaih (barang yang diperjual belikan), dan ada nilai tukar pengganti barang (harga barang) (Rahman, 2010: 71).

Di zaman sekarang kita sering menemui penjual dimana dia menjual barangnya dengan menggunakan pihak ke tiga sebagai perantara atau yang sering kita kenal dengan calo, praktik percaloan sering kita jumpai dalam kehidupan kita sehari-hari namun secara tidak sadar kita tidak mengetahuinya. Pada dasarnya praktik percaloan sebenarnya sudah ada sejak zaman Rasulullah SAW, praktik itu di sebut dengan samsirah (simsar) yaitu perantara perdagangan (orang yang menjualkan barang atau mencarikan pembeli), atau perantara antara penjual dan pembeli untuk memudahkan jual beli. Di dalam Hadist Ibnu Majah dijelaskan bahwa :

ِسْيَ ق ْنَع ٍلِئاَو ِبَِأ ْنَع ٍمِصاَع ْنَع ٍشاَّيَع ُنْب ِرْكَب وُبَأ اَنَ ثَّدَح ٌداَّنَى اَنَ ثَّدَح

َلاَق َةَزَرَغ ِبَِأ ِنْب

ْ يَلَع َجَرَخ

ُنَْنََو َمَّلَسَو ِوْيَلَع ُوَّللا ىَّلَص ِوَّللا ُلوُسَر اَن

َعْيَ بْلا ِناَرُضَْيَ َْثِْْلْاَو َناَطْيَّشلا َّنِإ ِراَّجُّتلا َرَشْعَم اَي َلاَقَ ف َةَرِساَمَّسلا ىَّمَسُن

ِةَقَدَّصلاِب ْمُكَعْ يَ ب اوُبوُشَف

(22)

Praktik percaloan yang terjadi pada masa Rasullah SAW dalam Hukum Islam diperbolehkan karena dalam praktiknya tidak mengandung adanya unsur-unsur yang dilarang oleh agama seperti halnya monopoli barang dan juga harga barang yang tidak normal, karena praktik percaloan yang terjadi pada zaman Rasulullah SAW mempermudah penjual dalam menjualkan barang yang di jual dengan menggunakan perantara , dan juga terdapatnya akad antara penjual dan simsar (perantara) guna menyempurnakan perjanjian jual beli tersebut, kemudian di dalam pemberian upahnya sesuai dengan perjanjian antara simsar (perantara) tersebut dengan penjual dan harus di sebutkan dalam bentuk nominalnya, menurut sebagian besar ulama. Namun menurut pendapat Imam Hanafi upah tersebut dapat di tentukan dengan menggunakan prosentase.

Namun di zaman sekarang ini praktik percaloan sendiri memiliki citra negatif dalam pandangan mayoritas masyarakat seperti salah satu bentuk percaloan yang terjadi pada pertandingan sepak bola, praktik percaloannya pun banyak sekali, yang disebut dengan calo tiket dengan objek yang dijual belikan berupa tiket pertandingan. Melihat bahwasannya suporter sepak bola yang begitu fantastis jumlahnya, maka hal tersebut dimanfaatkan oleh oknum-oknum tertentu untuk menjadi sebuah ladang rizki nya

(23)

terjadi di Dr H Moch Soebroto Magelang masih sama prinsipnya pada masa Rasulullah SAW yang dikenal dengan sebutan (simsarah) ataukah kian berkembangnyan zaman pada saat ini menimbulkan adanya perbedaan yang terjadi dalam prinsipnya atau tidak, dan apakah praktik percaloan pada zaman sekarang ini mengandung hal-hal yang dilarang di dalam Hukum Islam atau tidak.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan pada latar belakang masalah di atas, dapat dirumuskan masalah yang akan dibahas, yaitu :

1. Bagaimana praktek percaloan jual beli tiket sepak bola di stadion Dr H Moch Soebroto Magelang ?

2. Bagaimana pandangan Hukum Islam terhadap praktik percaloan jual beli tiket sepak bola di Stadion Dr H Moch Soebroto Magelang ?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan merupakan hal-hal yang akan dicapai sebagai upaya pemecahan masalah. Tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Mengetahui kondisi rill tentang praktek percaloan jual beli tiket sepak bola di stadion Dr H Moch Soebroto Magelang.

(24)

D. Kegunaan Penelitian

Diharapkan penelitian ini dapat berguna dan bermanfaat secara baik secara Teoritis dan praktis. Manfaat tersebut di jabarkan sebagai Berikut :

1. Manfaat Teoritis

Menambah khasanah pengetahuan pada bidang Hukum Ekonomi Syariah pada khususnya, yang berkaitan mengenai paraktik percaloan tiket sepak bola yang terjadi di stadion Dr H Moch Soebroto Magelang menurut pandangan Hukum Islam.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi Akademik

Bagi Akademik sendiri semoga penelitian ini dapat menjadi acuan bagi mahasiswa Hukum Ekonomi Syariah dan teman-teman lainnya guna menambah informasi maupun referensi tentang bagaimana pandangan Hukum Islam mengenai Praktik percaloan jual beli tiket sepak bola.

b. Bagi Masyarakat Umum

(25)

c. Bagi Penulis

Bagi Penulis sendiri penelitian ini bermanfaat untuk menambah pengetahuan penulis guna pengembangan ilmu Hukum Ekonomi Syariah yang salah satunya terkait tentang praktik percaloan tiket sepak bola menurut Perspektif Hukum Islam

E. Penegasan Istilah

Agar tidak terjadi salah pengertian dalam pemahaman penelitian yang penulis teliti, maka dipandang perlu untuk menjelaskan beberapa Istilah yang ada hubungannya dengan Judul penelitian.

1. Praktik

Praktik adalah pelaksanaan secara nyata apa yang disebut dalam teori (KBBI, 2006: 909). Maka didalam penelitian saya mengenai praktik percaloan jual beli tiket sepak bola menurut perspektif Hukum Islam, dapat diartikan bahwasannya kata praktik dalam judul penelitian tersebut menyebutkan tentang pelaksanaan secara nyata mengenai teori dari percaloan sendiri.

2. Percaloan

(26)

Indonesia pengertian calo sendiri adalah orang yang menjadi perantara dan memberikan jasanya berdasarkan upah (KBBI, 2006: 208)

3. Jual Beli

Sayyid Syabiq mengungkapkan bahwa Jual beli secara etimologi berarti pertukaran mutlak. Kata al-bai „jual‟ dan asy-Syiraa „beli‟ penggunaannya disamakan antara keduanya. Dalam syariat Islam, Jual beli adalah penukaran harta tertentu dengan harta lain berdasarkan keridloan antara keduanya, atau dalam pengertian lain, memindahkan hak milik dengan hak milik lain persetujuan dan hitungan materi (Sabiq, 2006 : 120). Jual beli sendiri juga diatur dalam KUHPer dalam buku ke Tiga bab ke V mengenai Ketentuan-ketentuan Jual beli. Jual beli adalah Suatu perjanjian, dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu kebendaan, dan pihak yang lain untuk membayar harga yang telah dijanjikan. Jualbeli itu dianggap telah terjadi antara kedua belah pihak, seketika setelahnya orang-orang ini mencapai sepakat tentang kebendaan tersebut dan harga. Hak milik atas barang yang dijual tidaklah berpindah kepada si pembeli, selama penyerahannya belum dilakukan menurut pasal 612,613,616 (Subekti, 2004: 364).

4. Tiket

(27)

tersebut bahwa tiket didalam pertandingan sepak bola adalah suatu bentuk

bukti tanda pembelian guna memasuki stadion untuk melihat pertandingan

sepak bola. Tiket sepak bola sendiri di buat oleh pihak penyelenggara guna

sebagai alat tukar untuk mempermudah jalannya event tersebut.

5. Sepak bola

Sepak bola merupakan olahraga yang paling terkenal di dunia, lebih dari 200 juta orang di seluruh dunia memainkan lebih dari 20 juta pemain sepak bola setiap tahunnya. Menurut Bill Murray dalam bukunya yang berjudul The World game A History of soccer menyebutkan bahwa sepak bola sudah dikenal sejak masa Mesir kuno. Saat itu, masyarakat Mesir kuno sudah memainkan sepak bola dengan cara menendang bola yang terbuat dari buntalan kain. Sepak bola adalah cabang olahraga yang menggunakan bola yang umumnya terbuat dari bahan kulit dan dimainkan oleh dua tim yang masing-masing tim beranggotakan 11 orang pemain inti dan beberapa pemain cadangan tujuan sepak bola untuk mencetak gol sebanyak-banyaknya dengan menggunakan bola ke gawang lawan. Pertama kali ada pertandingan sepak bola di Indonesia adalah di kota Medan pada 16 November 1887 (Luxbacher, 2011: 10).

6. Hukum Islam

(28)

maka efek dari perintah itu adalah bahwa pemenuhan perjanjian itu menjadi wajib. Islam (syariah) adalah Ajaran-ajaran yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW. Disebut Syariah karena merupakan jalan menuju Tuhan dan menuju keselamatan abadi, dalam arti luas syariah agama dimaksudkan sebagai seluruh norma-norma yang dibawa Nabi Muhammad SAW yang mengatur kehidupan manusia yang baik. Dari gabungan kata Hukum dan Islam dapat dipahami memiliki pengertian yaitu merupakan seperangkat norma atau peraturan yang bersumber dari Allah SWT dan Nabi Muhammad SAW untuk mengatur tingkah laku manusia yang baik (Anwar, 2010 : 10).

F. Tinjauan Pustaka

Dari Penelitian yang akan penulis lakukan, ada beberapa penelitian terdahulu yang telah membahas hal-hal terkait dengan penelitian ini. Hal tersebut dilakukan untuk menghindari asumsi plagiasi terhadap penelitian penulis. Berikut penelitian yang telah penulis temukan:

Pertama, Tesis yang ditulis Erawanto Tri Wahyudho, 2010,

(29)

berbelit-belit namun juga ada yang berfikir lebih suka mengurus sendiri daripada menggunakan jasa calo. Karena pada dasarnya standar yang di gunakan Samsat Batam dalam pelayanan masyarakat masih kurang dioptimalkan. Perbedaan tesis Erawanto Tri Wahyudho dengan penelitian saya adalah tesis milik Erawanto lebih membahas tentang tanggapan masyarakat terhadap adanya praktik percaloan di Samsat Batam tersebut dan juga lebih mencari dampak penyebab mengapa masyarakat menggunakan jasa calo dalam pengurusannya..

Kedua, Skripsi yang ditulis Iskandar Zulkamain, 2011, UIN

Antasari, Banjarmasin. Tentang praktik percaloan jual beli sepeda motor bekas di kota Martapura, di dalam sekripsi yang ditulis oleh Iskandar Zulkamain adalah dimana para pecalo tersebut telah menaikkan harga secara tidak wajar ,dan juga adanya unsur penipuan , di dalam pengambilan keuntungan pihak calo tersebut tidak memberitahu penjualnya tentang berapa keuntungan yang dia ambil di situlah sehingga pembeli merasa di zhalimi atau dirugikan, letak perbedaan Skripsi Iskandar Zulkamain dengan Penelitian saya adalah pada Obyeknya dari barang tersebut, dan juga model atau konsep percaloan nya, penulis melakukan penelitian tentang Praktik Percaloan tiket sepak bola di Stadion Dr H Moch Soebroto Magelang .

Ketiga, Skripsi yang ditulis Gazali Rahman, 2003, UIN Antasari,

(30)

praktik pencaloan jual beli tiket di terminal induk, di dalam model percaloannya sendiri dengan model dimana para calo tersebut mencari para penumpang bis yang biasanya tipikal seperti orang yang lanjut usia dan juga tipikal orang yang mudah dibohongi. Dalam melancarkan aksinya para calo tersebut menghalang-halangi penumpang tersebut dalam mendekati loket biasanya para calo tersebut menanyakan kepada calon penumpang tersebut hendak ingin melakukan perjalanan kemana dengan berbagai macam model bujuk rayu yang dilakukan calo tersebut agar calon penumpang tersebut mau membeli tiketnya melalui calo itu, kemudian barulah calo tersebut membeli tiket nya di loket dan kemudian baru di serahkan kepada calon penumpang dan biasanya harga tiket yang di berikan ke penumpang tersebut juga telah termasuk biaya jasa atau fee.

Dari Penelitian-penelitian yang sudah saya paparkan di atas, jelas berbeda dengan penelitian yang akan penulis lakukan, sehingga hal ini membuktikan bahwa penelitian yang akan penulis lakukan bukan hasil dari plagiasi.

G. Metode Penelitian

(31)

1. Jenis Penelitian dan Pendekatan

Jenis penelitian yang di gunakan peneliti adalah penelitian kualitatif yaitu salah satu prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif yang berupa ucapan atau tulisan dan perilaku orang-orang yang diamati. Dalam penelitian kualitatif metode yang bisa di gunakan adalah wawancara, pengamatan secara langsung.

Menurut Bogdan dan Taylor (1992) menjelaskan bahwa penelitian kualitatif adalah suatu prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa ucapan atau tulisan dan perilaku orang-orang yang diamati. Pendekatan Kualitatif diharapkan mampu menghasilkan uraian yang mendalam tentang ucapan, tulisan,dan atau perilaku yang dapat diamati dari suatu Individu, kelompok, Masyarakat, dan atau organisasi tertentu dalam suatu keadaan konteks tertentu yang dikaji dari sudut pandang yang utuh, komperhensif, dan holistik (Sujarweni, 2014: 19).

(32)

2. Kehadiran Peneliti

Dalam Penelitian ini, Penulis bertindak sebagai Peneliti dengan mengumpulkan data dilapangan dapat berupa wawancara, pengamatan, ataupun dokumen-dokumen apabila ada yang terkait menganai penelitian.

3. Lokasi Penelitian dan Subjek Penelitian

Lokasi Penelitian ini adalah Stadion Dr H Moch Soebroto Magelang dengan Subjek penelitian Para calo yang melakukan Praktik Percaloan Tiket Sepak Bola di Stadion Dr H Moch Soebroto Magelang.

4. Sumber Data Penelitian

Sumber data merupakan subyek dimana data itu diperoleh, dalam penelitian ini sumber data dibedakan menjadi dua:

a. Data Primer

Pertama sumber data primer, yaitu berupa Wawancara dan pengamatan langsung kepada beberapa calo yang melakukan praktik Percaloan di Stadion Dr H Moch Soebroto Magelang.

1. Informan

(33)

Dalam penelitian ini informan ada dua informan yang pertama, informan kunci, dan informan pangkal. Informan kunci peneliti akan menggali informasi oleh salah seorang pemesan tiket guna untuk mengetahui tentang keberadaan dan seluk beluk informan pangkal. Sedangkan informan pangkal peneliti akan menggali informasi dan data-data yang ada tentang praktik percaloan tiket yang dia lakukannya dengan cara peneliti akan mewawancarai beberapa calo tiket yang berada di stadion Dr H Moch Soebroto Magelang.

b. Data Sekunder

Kedua sumber data sekunder diperoleh dari Skripsi, tesis, Jurnal dan buku-buku lain yang masih berkaitan dengan pokok permasalahan dalam penelitian ini yaitu mengenai praktik percaloan tiket sepak bola di Stadion Dr H Moch Soebroto Magelang menurut pandangan Hukum Islam.

5. Teknik Pengumpulan Data a. Wawancara

(34)

Hakikatnya wawancara merupakan kegiatan untuk memperoleh informasi secara mendalam tentang sebuah isu atau tema yang diangkat dalam penelitian. Atau, merupakan proses pembuktian terhadap informasi atau keterangan yang telah diperoleh lewat teknik yang lain sebelumnya.

b. Observasi

Observasi merupakan suatu kegiatan mendapatkan informasi yang diperlukan untuk menyajikan gambaran riil suatu peristiwa atau kejadian untuk menjawab pertanyaan penelitian, untuk membantu mengerti perilaku manusia, dan untuk evaluasi yaitu melakukan pengukuran terhadap aspek tertentu melakukan umpan balik terhadap pengukuran tersebut. Hasil Observasi berupa aktivitas, kejadian, peristiwa, Objek, kondisi suasana tertentu. (Sujarweni, 2014: 31).

6. Analisis Data

(35)

digunakan dalam penelitian ini berupa kata-kata bukan berupa angka-angka yang disusun dalam tema yang luas. Dalam menganalisis data setelah terkumpul penulis menggunakan Metode diskriptif. Metode diskriptif digunakan untuk mendiskripsikan segala hal yang berkaitan dengan pokok pembicaraan secara sistematis, vaktual dan akurat mengenai faktor-faktor sifat-sifat serta hubungan dua fenomena yang diselidiki. Dari sinilah akhirnya diambil sebuah kesimpulan umum yang semula berasal dari data-data yang ada tentang obyek permasalahannya.

7. Tahap-Tahap Penelitian

a. Melakukan Observasi di Stadion Dr H Moch Soebroto Magelang.

b. Membuat Proposal Penelitian.

c. Melakukan Penelitian di Stadion Dr H Moch Soebroto Magelang.

d. Melakukan Wawancara kepada Para Calo/Makelar Tiket Sepak Bola dan Penenton Pertandingan yang membeli tiket tersebut. e. Menyusun Laporan tersebut.

H. Sistematika Penulisan

(36)

BAB I Pendahuluan, yaitu gambaran umum mengenai seluruh isi penelitian yang dijabarkan dalam berbagai sub bab yaitu; latar belakang masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, definisi istilah, metode penelitian dan sistematika pembahasan.

BAB II akan memuat tentang Teroi-teori yang berkaitan dengan penelitian seperti: pengertian dari jual beli di dalam Islam, dalil jual beli, tujuan jual beli , syarat-syarat jual beli, kemudian tentang pengertian praktik percaloan, dasar hukum praktik percaloan, sejarah percaloan, syarat praktik percaloan

BAB III akan memuat tentang gambaran umum stadion Dr H Moch Soebroto Magelang, Sejarah demografis Stadion Dr H Moch Soebroto Magelang, Kegiatan yang digelar di Stadion tersebut, Praktik Jual beli tiket di Stadion Dr H Moch Soebroto Magelang, Unsur-unsur praktik percaloan yang terjadi, bagaimana Hukum Islam memandang praktik percaloan tersebut.

BAB IV akan memuat tentang praktek percaloan jual beli tiket sepak bola dan analisis praktek percaloan jual beli tiket sepak bola yang terjadi menurut perspektif Hukum Islam.

(37)

BAB II

JUAL BELI DAN PERCALOAN DALAM HUKUM ISLAM

A. JUAL BELI

1. Pengertian Jual Beli

Secara etimologis jual beli (al-buyu‟jama dari al-bai‟) merupakan mashdar, padahal mashdar tidak dapat dijamakkan. Tapi kata ini tetap

dijamakkan karena jenisnya yang berbeda-beda. Makna secara etimologis ialah mengambil sesuatu dan menerima sesuatu. Secara etimologis, al-bai‟ juga berarti satu depa, entah dimaksudkan untuk tepukan atau untuk ikatan harga dan barang yang dihargai menurut persetujuannya. Lafal al-bai‟ juga dapat diartikan membeli, yang termasuk makna kebalikan. Tapi jika diucapkan kata al-bai‟, makna-makna yang langsung bisa ditangkap darinya ialah orang yang mengeluarkan barang dagangan atau penjual.

(38)

Yang dimaksud dengan cara tertentu adalah menggunakan ungkapan (Shigat ijab qabul).

Pengertian jual beli menurut Sayyid Sabiq adalah Pertukaran benda dengan benda lain dengan jalan saling meridhai atau memindahkan hak milik disertai penggantinya dengan cara yang dibolehkan. Sedangkan menurut Taqiyuddin jual beli adalah Saling menukar harta (barang) oleh dua orang untuk dikelola (ditasharafkan) dengan cara ijab dan qabul sesuai dengan syara. Dari definisi diatas dapat dipahami inti jual beli adalah suatu perjanjian tukar-menukar benda (barang) yang mempunyai nilai, atas dasar kerelaan (kesepakatan) antara dua belah pihak sesuai dengan perjanjian atau ketentuan yang dibenarkan oleh syara‟. Definisi tersebut

menyebutkan tentang ketentuan syara‟ dan benda yang dapat mencakup,

maka yang dimaksud dengan ketentuan syara‟ adalah jual beli tersebut dilakukan sesuai dengan persyaratan-persyaratan rukun-rukun dan hal-hal lain yang ada kaitannya dengan jual beli. Maka jika syarat dan rukunnya tidak terpenuhi berarti tidak sesuai dengan kehendak syara‟. Kemudian

yang dimaksud dengan benda dapat mencakup pada pengertian barang dan uang, sedangkan sifat benda tersebut harus dinilai yakni benda-benda yang berharga dan dapat dibenarkan penggunaannya menurut syara‟ (Huda,

2011 : 52).

(39)

seperti jalan melintas di rumah dengan salah satu yang sepadan dari keduanya, dari yang bersifat permanen tanpa unsur riba maupun piutang ataupun pinjaman. Definisi tersebut selanjutnya dijelaskan oleh Salim sebagai berikut:

a. Barang dalam definisi ini adalah setiap barang material yang boleh dimanfaatkan, bukan karena hajat atau kebutuhan mendesak misalnya, emas, perak, gandum, dan lain-lain.

b. Kata meskipun dalam jaminan maksudnya adalah akad kadang kala terjadi pada barang tertentu, atau pada barang yang masih dalam tanggungan (dhaman) di tangan orang lain.

c. Dimaksud manfaat jasa yang diperbolehkan dengan menukar harta benda dengan manfaat yang diperbolehkan, seperti menjual jalan di rumah, oleh karena itu pengecualian barang-barang yang diharamkan memanfaatkan, misalnya, seruling dan alat musik lainnya.

d. Kata bukan hajat atau kebutuhan yang mendesak, mengecualikan benda hewan yang boleh dimanfaatkan karena kebutuhan mendesak atau darurat, seperti bangkai yang dimanfaatkan oleh orang yang terpaksa atau memanfaatkan anjing pemburu karena kebutuhan mendesak.

(40)

f. Kata sifat permanen mengecualikan sewa.

g. Kata riba, berarti riba tidak disebut jual beli kendatipun ada unsur tukar menukar, karena Allah SWT telah menjadikan riba bagian dari jual beli. Bagian sesuatu bukan berarti esensi bahwa pinjaman tidak bisa disebut dengan jual beli.

h. Kata selain pinjaman mengasumsikan bahwa pinjaman tidak dapat disebut jual beli, kendati ada unsur tukar menukar. Halini, baik yang memberi pinjaman maupun peminjam, tidak bermaksud melakukan negosiasi. Pemberi pinjaman hanya bermaksud menggauli dengan baik, sementara peminjam bermaksud menutup kebutuhannya. Dengan demikian, pinjaman bukan termasuk jual beli. (Nawawi, 2012: 75)

Menurut Ahmad Warson al-Munawir, al-bai‟ berarti menjual, lawan dari membeli. Menurut Syekh Abdurrahman as-Sa‟di et al, jual beli merupakan isim mashdar yang mengandung dua makna memiliki dan membeli. Makna tersebut seperti terkandung dalam QS. Yusuf (12) ayat 20:

َنيِدِىاَّزلا َنِم ِويِف اوُناَكَو ٍةَدوُدْعَم َمِىاَرَد ٍسَْبَ ٍنَمَثِب ُهْوَرَشَو

(41)

Terkandung juga dalam QS. Al- Baqarah (2): 102:

نوُمَلْعَ ي اوُناَك ْوَل ْمُهَسُفْ نَأ ِوِب اْوَرَش اَم َسْئِبَلَو

Artinya: “Dan amat jahatlah perbuatan mereka menjual dirinya dengan sihir, kalau mereka mengetahui”.

Menurut Prof. Dr. Wahbah Zuhaili, jual beli secara etimologis adalah tukar-menukar sesuatu, yang terkandung di dalamnya penjual dan pembeli. Adapun menurut terminologis, jual beli adalah tukar-menukar harta yang dimaksudkan untuk suatu kepemilikan, yang ditunjukkan dengan perkataan dan perbuatan. Menurut Syekh Abdurrahman as-Sa‟di, jual beli adalah tukar-menukar harta dengan harta untuk memiliki dan memberi kepemilikan. Menurut sebagian Ulama memberi pengertian tukar-menukar harta meskipun masih ada dalam tanggungan atau kemanfaatan yang mubah dengan sesuatu yang semisal dengan keduanya, untuk memberikan secara tetap. Menurut Syekh Al Quyubi dalam Hasyiyah-nya, sebagaimana dikutip oleh Prof. Dr Abdul Azis Muhammad Azzam, jual beli yaitu “akad yang saling mengganti dengan harta yang berakibat kepada kepemilikan terhadap suatu benda atau manfaat untuk tempo waktu selamanya dan bukan untuk taqarrub kepada Allah SWT (Mardani, 2018 : 82).

(42)

yang disebut dengan akad atau sighat antara keduanya dan Jual beli tersebut hendaknya memiliki unsur kerelaan atau ridlo antara kedua belah pihak yang dimana diaplikasian melalui akad atau sighat antara kedua belah pihak, serta barang atau objek nya tidak boleh barang yang haram maupun barang yang mengandung unsur ketidakjelasan. Jual beli yang diperbolehkan adalah jual beli yang sesuai dengan Hukum Islam dan memenuhi rukun dan syarat jual beli.

(43)

2. Hukum Jual Beli

Hukum Jual beli pada dasarnya adalah jaiz atau mubah (boleh). Namun tidak menutup kemungkinan menjadi wajib, Haram dan sunat. Wajib umpamanya wali menjual harta anak yatim apabila terpaksa, begitu juga kadi menjual harta muftis (orang yang lebih banyak utangnya daripada hartanya), kemudian menjadi haram, apabila mengandung unsur-unsur jual beli yang dilarang yang tidak sesuai rukun dan syarat jual beli di dalam Islam, dan juga dapat menjadi sunat misalnya jual beli kepada sahabat atau keluarga yang dikasihi, dan kepada orang yang sangat membutuhkan barang tersebut (Rasjid, 2017: 289).

Para ulama telah sepakat mengenai kebolehan akad jual beli. Ijma‟

(44)

a. Sumber Al-Qur‟an

Terdapat pada QS Al-Baqarah (2): 275 :

َمَك َّلاِإ َنوُموُقَ ي َلا اَبِّرلا َنوُلُكْأَي َنيِذَّلا

Artinya: “Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang kembali (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya.”

(45)

mengembalikan, karena hal tersebut dimaafkan sebab waktu itu belum turun ayat yang mengatur mengenai larangan riba namun setelah turun ayat tersebut maka riba telah dilarang di dalam Hukum Islam dan bagi siapa yang melanggarnya akan mendapatkan dosa.

Terdapat pada QS Al-Baqarah (2) 198 :

ْمُكِّبَر ْنِم ًلًْضَف اوُغَ تْبَ ت ْنَأ ٌحاَنُج ْمُكْيَلَع َسْيَل

bertolak dari 'Arafat, berdzikirlah kepada Allah di

Masy'arilharam. Dan berdzikirlah (dengan menyebut) Allah sebagaimana yang ditunjukkan-Nya kepadamu; dan sesungguhnya kamu sebelum itu benar-benar termasuk orang-orang yang sesat.”

Terdapat pada QS Al-Baqarah (2):282 :

(46)

َٰىَرْخُْلْا اَُهُاَدْحِإ

bermu'amalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan,

hendaklah kamu menuliskannya. Dan hendaklah seorang penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar. Dan janganlah penulis enggan menuliskannya sebagaimana Allah mengajarkannya, meka hendaklah ia menulis, dan hendaklah orang yang berhutang itu mengimlakkan (apa yang akan ditulis itu), dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya, dan janganlah ia mengurangi sedikitpun daripada hutangnya. Jika yang berhutang itu orang yang lemah akalnya atau lemah (keadaannya) atau dia sendiri tidak mampu mengimlakkan, maka hendaklah walinya mengimlakkan dengan jujur. Dan persaksikanlah dengan dua orang saksi dari orang-orang lelaki (di antaramu). Jika tak ada dua oang lelaki, maka (boleh) seorang lelaki dan dua orang perempuan dari saksi-saksi yang kamu ridhai, supaya jika seorang lupa maka yang seorang mengingatkannya. Janganlah saksi-saksi itu enggan (memberi keterangan) apabila mereka dipanggil; dan janganlah kamu jemu menulis hutang itu, baik kecil maupun besar sampai batas waktu membayarnya. Yang demikian itu, lebih adil di sisi Allah dan lebih menguatkan persaksian dan lebih

dekat kepada tidak (menimbulkan) keraguanmu. (Tulislah

(47)

Terdapat pada QS An-Nisa (4) 29 :

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.”

Dari Rifa‟ah Ibnu Rafi‟ bahwa Nabi saw. Pernah ditanya: Pekerjaan apakah yang paling baik?. Beliau bersabda: “ Pekerjaan seseorang dengan tangannya tiap-tiap jual beli yang bersih”. (H.R. al- Bazzar. Hadist shahih menurut Hakim)

Berdasarkan hadits diatas secara jelas Islam memberi lampu hijau dan kesempatan seluas-luasnya bagi perkembangan bentuk kegiatan mu‟amalah (ekonomi) sesuai dengan perkembangan kebutuhan manusia

(48)

pada barang yang dihasilkan dari sebuah hasil usaha, tetapi juga pada proses mendapatkanya.

Hadits ini shahih dengan banyaknya jalur periwayatannya. Ibnu Hajar al-„Asqalani rahimahullah berkata, “Diriwayatkan oleh al-Bazzar dan dishahihkan oleh al-Hakim”, beliau berkata di dalam kitab beliau at -Talkhish: ”Diriwayatkan oleh al-Hakim dan ath-Thabrani, dan di dalam bab ini ada hadits juga dari Ali bin Abi Thalib, Ibnu „Umar g. Hal itu

disebutkan oleh Abi Hatim rahimahullah. Ath-Thabrani meriwayatkan di dalam kitab al-Ausath hadits dari Ibnu „Umarradiyallahu „anhu, dan para perawinya La Ba‟sa (tidak ada masalah),Selain itu disebutkan juga dalam

Disebutkan di dalam kitab Bulughul Amani, “Diriwayatkan oleh Imam Ahmad rahimahullah dan dikeluarkan oleh as-Suyuthi di dalam Jami‟us Shaghir, dan diriwayatkan oleh al-Baihaqi secara Mursal, dan dia berkata,

“Inilah yang mahfuzh Wallahu A‟lam” (Hassan, 1985 :398).

3. Rukun dan syarat Jual Beli

(49)

ًةَراَِت َنوُكَت ْنَأ َّلاِإ ِلِطاَبْلاِب ْمُكَنْ يَ ب ْمُكَلاَوْمَأ اوُلُكْأَت َلا اوُنَمآ َنيِذَّلا اَهُّ يَأ اَي

saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu.

Orang yang berakad adalah orang yang boleh melakukan akad, yaitu orang yang telah baliqh, berakal, dan mengerti, maka akad yang dilakukan oleh anak yang dibawah umur, orang gila, atau idiot, tidak sah kecuali seizin walinya. Berdasarkan firman Allah SWT dalam QS An-Nisa ayat 5-6

(50)

harta), maka serahkanlah kepada mereka harta-hartanya. Dan janganlah kamu makan harta anak yatim lebih dari batas kepatutan dan (janganlah kamu)tergesa-gesa (membelanjakannya) sebelum mereka dewasa. Barang siapa (di antara pemelihara itu) mampu, maka hendaklah ia menahan diri (dari memakan harta anak yatim itu) dan barangsiapa yang miskin, maka bolehlah ia makan harta itu menurut yang patut. Kemudian apabila kamu menyerahkan harta kepada mereka, maka hendaklah kamu adakan saksi-saksi (tentang penyerahan itu) bagi mereka. Dan cukuplah Allah sebagai Pengawas (atas persaksian itu).

Anak kecil dikecualikan dari kaidah di atas, dia boleh melangsungkan akad yang bernilai rendah, seperti membeli kembang gula. Menurut jumhur ulama, jual beli yang menjadi kebiasaan, misalnya jual beli sesuatu yang menjadi kebutuhan sehari-hari tidak disyaratkan ijab dan qobul. Menurut fatwa ulama Syafi‟iyah, jual beli barang-barang yang kecil

pun harus ijab qobul, tetapi menurut imam nawawi dan ulama muta‟akhirin Syafi‟iyah, boleh jual beli barang-barang yang kecil seperti

membeli sebungkus rokok. (Mardani, 2013:87) Adapun Rukun jual dan syarat beli:

a. Aqid (Penjual dan Pembeli)

Syarat-syarat Aqid (penjual dan pembeli). Penjual dan pembeli bisa digolongkan sebagai orang yang berakad. Persyaratan yang harus dipenuhi penjual sama dengan persyaratan yang harus dipenuhi pembeli. Syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh keduanya adalah:

(51)

2) Dengan Kehendak sendiri (bukan paksaan). Keduanya melakukan akad atas kehendak sendiri karena itu apabila akad jual beli dilakukan karena terpaksa secara fisilk ataupun mental, maka menurut Jumhur Ulama, jual beli tersebut tidak sah. Adapun Abdurrahman al-Jaziri mengutip secara terperinci tentang pandangan empat madzab dalam masalah pemaksaan dalam jual beli ini.

Pertama, menurut ulama madzab Hambali menyatakan

(52)

untuk menjual barangnya. Keempat, Ulama madzab Syafi‟i

berpendapat bahwa jual beli yang di dalamnya terdapat unsur paksaan dianggap tidak sah. Namun menurut mereka, jenis paksaan menjual barang dibagi menjadi dua, yaitu: Paksaan tanpa suatu hak, dan paksaan karena suatu hak ( Djamil, 2002 : 137 ).

3) Tidak Mubazir (pemboros), sebab harta orang yang mubazir itu di tangan walinya

4) Baliq berumur 15 tahun ke atas/ dewasa. Anak kecil tidak sah jual belinya. Adapun anak-anak yang sudah mengerti tetapi belum sampai umur dewasa, menurut pandangan sebagian ulama, mereka diperbolehkan berjual beli barang yang kecil-kecil, karena kalau tidak diperbolehkan, sudah tentu menjadi kesulitan dan kesukaran, sedangkan agama Islam sekali-kali tidak akan menetapkan peraturan yang mendatangkan kesulitan kepada pemeluknya.

b. Ma‟qud alaih (Objek akad)

Ma‟qud alaih adalah barang yang diperjualbelikan. Para Ulama

telah Menetapkan persyaratan-persyaratan yang harus ada dalam ma‟qud alaih ada empat macam. Perbedaan tersebut sebenarnya tidak

(53)

1) Benda yang diperjualbelikan merupakan barang yang berharga. Barang yang berharga yang dimaksud dalam konteks ini adalah Suci dan mempunyai manfaat bagi manusia. Barang najis tidak sah dijual dan tidak boleh dijadikan uang untuk dibelikan, seperti kulit binatang atau bangkai yang belum disamak. Seduai dengan hadist Nabi yang berbunyi :

“Sesungguhnya Allah SWT telah mengharamkan jual beli khamr (minuman keras), bangkai, babi dan berhala. Rasul ditanya; “Bagaimana dengan minyak bangkai untuk kapal, melicinkan kulit dan untuk penerangan bagi manusia? Rasul menjawab: Tidak halal, itu perbuatan haram”.

Para Ulama telah berbeda pendapat terhadap pengertian hadist di atas. Ibn Qayyim al-Jauziah, mengatakan bahwa perkataan haram dari Rasulullah SAW mengandung dua unsur penafsiran yaitu perbuatan tersebut haram sekalipun pembeli membelinya untuk kepentingan tertentu selain dimakan. Kalangan Jumhur Ulama berpendapat, barang tersebut diharamkan karena dianggap najis. Sedangkan menurut kalangan Hanafiyah dan Dhahiriyah, barang yang ada manfaatnya dibolehkan menurut syara‟. Karena itu menurut mereka dibolehkan memperjualbelikan kotoran najis yang benar-benar diperlukan untuk pupuk tanaman, bukan untuk dimakan atau diminum.

(54)

memperjualbelikan anjing untuk keperluan menjaga keamanan dari kejahatan dan menjaga tanaman. Sementara itu Atha‟ dan

an-Nakha‟i membolehkan menjual anjing hanya untuk kepentingan berburu saja, karena Rasulullah SAW membolehkan memakan daging dari hasil anjing buruan saja.

2) Barang itu dapat diserahkan. Artinya benda yang dijual harus konkret dan ada pada waktu akad. Karena itu tidak sah menjual suatu barang yang tidak dapat diserahkan kepada yang membeli, misalnya ikan dalam laut, barang rampasan yang masih berada di tangan yang merampasnya, barang yang sedang dijaminkan, sebab semua itu mengandung tipu daya (kecohan). Teknis penyerahan benda bergerak dengan beberapa macam, yaitu :

a) Menyempurnakan takaran atau ukurannya baik dengan takaran, timbangan dan sebagainya untuk menentukan ukuran sesuatu.

b) Memindahkannya dari tempatnya jika termasuk benda yang termasuk benda yang tidak diketahui kadarnya secara terperinci kecuali oleh ahlinya.

c) Kembali kepada „Urf (adat) setempat yang tidak disebutkan di atas.

(55)

sertifikasinya. Demikianlah pendapat yang dikemukakan Sayyid sabiq

3) Barang tersebut merupakan kepunyaan si penjual, kepunyaan yang diwakilinya, atau yang mengusahakan. Maka jual beli barang yang bukan milik penjual hukumnya tidak sah. Benda tersebut dianggap milik penjualnya, apabila proses transaksi jual belinya diizinkan oleh pemiliknya. Proses jual beli yang tidak mendapat izin dari pemiliknya disebut jual beli fuhuli. Akad dalam proses jual beli fudhuli tersebut menurut ulama Maliki dianggap sah menurut hukum, tetapi kepastian hukumnya masih ditangguhkan sampai dibolehkan atau diizinkan oleh pemilik atau walinya. Apabila dia membolehkannya, maka jual beli tersebut sah namun jika tidak, jual beli tersebut menjadi batal.

(56)

kulit itu dipecah bakal rusak, yang dimaksud adalah tempurung, umpamanya. Begitupulah sesuatu yang telah dimaklumi menurut kebiasaan seperti bawang yang masih dalam tanah walaupun keadaan barang boleh jadi ada lebih kurangnya serta bakal merugikan salah satu pembeli atau penjual, tetapi hanya sedikit. Keadaan yang sedikit itu dimaafkan karena kemaslahatan untuk memudahkan kelancaran pekerjaan. Kata Ibnu Qayim,” Sesungguhnya orang yang ahli dapat mengetahui

barang yang berada di dalam tanah dengan melihat yang di atasnya, maka jika barang di dalam tanah tidak boleh dijual, sudah tentu akan memperlambat pekerjaan yang tidak semestinya (Huda, 2011: 62).

c. Lafaz ijab qobul

Ijab adalah perkataan penjual, umpamanya, “Saya jual barang ini sekian”. Qobul adalah ucapan si pembeli, “Saya terima

(saya beli) dengan harga sekian”. Jual beli seharus nya didasari

(57)

sudah dipandang sebagai jual beli, itu saja sudah cukup karena tidak ada suatu dalil yang jelas untuk mewajibkan lafaz.

Menurut ulama yang mewajibkan lafaz, lafaz itu diwajibkan memenuhi beberapa syarat:

1) Keadaan ijab dan qobul berhubungan. Artinya, salah satu dari keduanya pantas menjadi jawaban dari yang lain dan belum berselang lama.

2) Makna keduanya hendaklah mufakat (sama) walaupun lafaz keduanya berlainan.

3) Keduanya tidak disangkutkan dengan urusan yang lain, seperti katannya,” Kalau saya jadi pergi, saya jual barang ini

sekian”

4) Tidak berwaktu, sebab jual beli berwaktu-seperti sebulan atau setahun tidak sah (Rasjid,2017:279).

Masalah ijab dan kabul ini para ulama fiqh berbeda pendapat, di antaranya berikut ini :

1) Menurut Ulama Syafi‟iyah ijab dan kabul ialah: “Tidak sah akad jual beli kecuali dengan Shighat (ijab kabul) yang diucapkan”.

(58)

3) Pendapat ketiga ialah penyampaian akad dengan perbuatan atau disebut juga dengan aqad bi al-mu‟athah yaitu: “aqad bi al-mu‟athah ialah mengambil dan memberikan dengan tanpa perkataan (ijab kabul), sebagaimana seseorang membeli sesuatu yang telah diketahui harganya, kemudian ia mengambilnya dari penjual dan memberikan uang sebagai pembayaran”. Bentuk ketiga ini lebih diartikan ijab dan

kabul dengan muhadalah karena yang diutamakannya pertukarannya. (Suhendi,2002:70)

B. PENGERTIAN PERCALOAN

1. Pengertian Percaloan

Dalam sistem perdagangan atau jual beli dalam realitasnya sering kali ada perantara (simsar), yaitu seseorang yang menjualkan barang orang lain atas dasar upah dari yang punya barang tersebut dengan usaha yang telah dilakukannya. Percaloan adalah bentuk perantara penjual barang dengan calon pembelinya, yang dalam istilah bahasa Arab disebut al-samsarah, lalu ditarik definisinya oleh Mahmud Shaltut dengan mengatakan Percaloan adalah upaya mengantarai pihak penjual dengan pihak pembeli, agar penjual mendapatkan kemudahan (mendapatkan calon pembeli).

(59)

transaksi jual beli. Dengan adanya perantara maka pihak penjual dan pembeli akan lebih mudah dalam bertransaksi, baik transaksi berbentuk jasa maupun barang Orang yang menjadi perantara dalam sistem perdagangan makelar, pialang, agen, calo hal ini bergantung pada ketentuan menurut hukum dagang yang berlaku. Walaupun namanya simsar , namun matanya mereka bertugas sebagai badan perantara dalam penjualan komoditas, baik mengatasnamakan dirinya sendiri maupun atas nama orang per seorangan atau perusahaan pemilik barang atau komoditas. (Sabiq, 1996: 15).

Perantara atau Calo yang dalam istilah Hukum Islam disebut dengan simsar adalah orang yang menjadi penghubung atau perantara yang memperjelas proses Jual Beli antara Penjual dan Pembeli (Surahwardi, 2001: 30). Sedangkan menurut Kamus besar bahasa Indonesia pengertian calo sendiri adalah orang yang menjadi perantara dan memberikan

jasanya berdasarkan upah (KBBI, 2006: 208) Kehadiran makelar di

tengah-tengah masyarakat, terutama masyarakat moderen sangat dibutuhkan untuk memudahkan dunia bisnis (dalam perdagangan, pertanian, perkebunan, industri, dan lain-lain). Sebab tidak sedikit orang yang tidak pandai tawar menawar, tidak mengetahui cara menjual atau membeli barang yang diperlukan, atau tidak ada waktu untuk mencari atau berhubungan langsung dengan pembeli atau penjual.

(60)

Broker sendiri adalah pedagang perantara yang menghubungkan pedagang satu dengan yang lain dalam hal jual beli atau antara penjual dan pembeli (KBBI,2006:76). Sedangkan Pialang menurut Istilah adalah perantara antara penjual dan pembeli atau dalam bahasa sehari-hari sering disebut dengan makelar, karena dalam pasar modal dan perdagangan dan perdagangan berjangka di Indonesia digunakan istilah pialang, maka istilah itu yang digunakan.

Sehingga dapat diambil pengertian bahwasannya percaloan atau calo adalah seorang perantara yang menghubungkan antara pihak penjual dan pembeli, calo tersebut berhak mendapatkan upah berdasarkan kesepakatan awal dan disetujui oleh pihak penjual dan pembeli. Dalam praktik percaloan sendiri sesuai dengan Hadist nabi di atas menjelaskan bahwasannya simsarah atau calo sebenarnya diperbolehkan asalkan tidak adanya unsur penipuan, pemaksaan, dan unsur yang merugikan dan juga tidak menyimpang dari aturan Hukum Islam. Adanya simsarah tersebut sudah berlangsung di Madinah sebelum Nabi berhijrah, dan ketika Nabi berhijrah, ia pun tidak pernah melarang tradisi tersebut, padahal sahabat ketika itu sudah banyak yang sering terlibat melakukannya.

2. Tradisi Percaloan

(61)

tidak melanggar ketentuan Islam, karena dilakukan dengan cara terbuka antara penjual barang, pembeli dan perantara (calonya). Ketika pihak-pihak tersebut memperoleh kemudahan bersama dan manfaat yang telah disepakati bersama-sama, lalu bersama-sama juga menghindari transaksi yang dapat merusak kesepakatan jual-beli, maka hal tersebut menjadi boleh. Inilah yang diungkapkan oleh Mahmud Shaltut dengan komentarnya Dari sini (dapat dikatakkan): Bahwasannya percaloan adalah suatu perbuatan yang bermanfaat bagi penjual (barang), pembeli dan calo menurut ketentuan agama.

Tentang sumber percaloan imbalan calo, tergantung dengan tradisi yang berlaku di tempat tersebut, misalnya calo hanya mendapatkan imbalan dari pihak penjual tanah atau barang yang bukan tanah, hanya dapat diperoleh dari pihak pembelinya saja atau dari keduanya, tergantung kesepakatan bersama menurut tradisi yang berlangsung di daerah tersebut, yang dalam Ilmu Fiqh disebut al-„urf. Bahkan menurut Ulama Malikiyyah dengan mengatakan: sebenarnya sebelum Rasul berhijrah ke Madinah, tradisi tersebut sudah berlaku secara turun-temurun, hingga datangnya Rasulullah SAW, yang ketika itu sahabat sering juga melakukannya, padahal ketika itu Nabi juga tidak pernah melarangnya. (Mahjuddin, 2012: 324)

(62)

Samsarah (percaloan) dibolehkan dalam Islam, asalkan dilakukan dengan cara terbuka dan jujur, sedangkan komisi (imbalan jasa) yang harus diberikan kepada calo harus disepakati bersama-sama. Hal ini ditekankan oleh Mahmud Shaltut dengan mengatakan: Samsarah atau jual beli yang melibatkan pihak calo, dibolehkan dalam islam, asalkan diketahui dan disepakati bersama-sama diantara pihak yang terlibat melakukan transaksi tersebut (ma‟lumatan wa ittifaqan baynahum),

termasuk juga jumlah imbalan (jasa) yang didapatkan oleh pihak calo, harus diketahui bersama-sama (ujratan ma‟lumatan baynahum), yang dikuatkan oleh transaksi bersama, sehingga di belakang hari tidak akan bisa menimbulkan sengketa antara ketiganya (Mahjuddin, 2012: 323).

a. Sumber Al-Qur‟an

Dalilnya dengan firman-Nya QS. Yusuf: 72

Artinya: penyeru-penyeru itu berkata: “Kami kehilangan piala Raja, dan siapa yang dapat mengembalikannya akan memperoleh bahan makanan (seberat) beban unta, dan aku menjamin terhadapnya”.

b. Sumber Hadist

(63)

َّللا ىَّلَص ِوَّللا ُلوُسَر ىَهَ ن اَمُهْ نَع ُوَّللا َيِضَر ٍساَّبَع ِنْبا ْنع

َمَّلَسَو ِوْيَلَع ُو

َلا ُوُلْوَ ق اَم ٍساَّبَع َنْبا اَي ُتْلُ ق ٍداَبِل ٌرِضاَح َعيِبَي َلاَو ُناَبْكُّرلا ىَّقَلَ تُ ي ْنَأ

اًراَسِْسِ ُوَل ُنوُكَي َلا َلاَق ٍداَبِل ٌرِضاَح ُعيِبَي

Artinya : Dari Ibnu „Abbas radliallahu „anhuma; Rasulullah shallallahu „alaihi wasallam melarang menyongsong (mencegat) kafilah dagang (sebelum mereka tahu harga di pasar) dan melarang pula orang kota menjual kepada orang desa. Aku bertanya kepada Ibnu „Abbas radliallahu „anhuma: “Apa arti sabda Beliau ” dan janganlah orang kota menjual kepada orang desa “. Dia menjawab: “Janganlah seseorang jadi perantara bagi orang kota (HR. Al-Bukhari)

“Kami pada masa Rasulullah shallallahu „alaihi wassalam disebut dengan “samasirah“ (calo/makelar), pada suatu ketika Rasulullah shallallahu „alaihi wassalam menghampiri kami, dan menyebut kami dengan nama yang lebih baik dari calo, beliau bersabda : “Wahai para pedagang, sesungguhnya jual beli ini kadang diselingi dengan kata-kata yang tidak bermanfaat dan sumpah (palsu), maka perbaikilah dengan (memberikan) sedekah“ (Shahih, HR Ahmad, Abu Daud, Tirmidzi, Nasai dan Ibnu Majah)

(64)

Ju‟alah harus jelas hadiah atau upahnya. Hal ini berdasarkan hadist Abu Sa‟id al-Khudri yang menyatakan :

َ ن

ََّيَ بُ ي َّتََّح ِير ِجَْلْا ِراَجْئِتْسا ْنَع َمَّلَسَو ِوْيَلَع ُوَّللا ىَّلَص ِوَّللا ُلوُسَر ىَه

ُوَل

ُهُرْجَأ

“Bahwasanya Rasulullah shallallahu „alaihi wassalam melarang seseorang menyewa seorang pekerja sampai menjelaskan jumlah upahnya“ (HR. Ahmad)

Madzhab Hanabilah membolehkan seseorang memberikan upah kepada calo dalam bentuk prosentase. Berkata al-Bahuti di dalam Kasyaf al-Qina‟ (11/ 382) :

“Kalau seseorang memberikan hamba sahayanya atau kendaraannya kepada orang yang bisa mempekerjakannya dengan imbalan upah dari sebagian hasilnya, maka dibolehkan. Begitu juga dibolehkan jika dia memberikan baju kepada yang bisa menjahitnya, atau kain kepada yang bisa menenunnya dengan imbalan upah dari sebagian keuntungannya.”

Mereka berdalil dengan hadist Amru bin „Auf bahwa Rasulullah

shallallahu „alaihi wassalam bersabda :

اًماَرَح َّلَحَأ ْوَأ ًلا َلًَح َمَّرَح اًطْرَش َّلاإ ْمِهِطوُرُش ىَلَع َنوُمِلْسُمْلا

"Seorang muslim itu terikat kepada syarat yang telah disepakatinya, kecuali syarat yang mengharamkan sesuatu yang halal atau menghalalkan sesuatu yang haram” (HR. Abu Daud dan Tirmidzi, dan berkata Tirmidzi : Hadist ini hasan shohih) Hal ini dikuatkan dengan perkataan Ibnu Abbas : “Tidak mengapa

(65)

menjual dengan harga lebih dari sekian dan sekian, maka itu untukmu" Begitu juga dikuatkan dengan perkataan Ibnu Sirrin : “Bila seseorang

berkata kepada temannya : "Jual-lah barang ini dengan harga sekian, jika ada keuntungan, maka itu untukmu atau untuk kita berdua, maka hal itu dibolehkan.

4. Syarat Percaloan

Dalam ketentuan jual beli pasti ada sebuah syarat maupun ketentuan yang mengatur mengenai hal tersebut, salah satu bentuk jual beli dengan menggunakan pihak ketiga atau dapat kita sebut sebagai perantara juga memiliki syarat maupun ketentuan karena praktik jual beli melalui perantara sudah ada sejak zaman Rasulullah SAW maka sudah ada dalil-dalil maupun hadist nabi yang mengaturnya. Maka untuk syarat sah nya makelar/ calo yang zaman dulu disebut sengan simsar ini harus memenuhi beberapa syarat, antara lain sebagai berikut:

a. Harus mendapatkan persetujuan antara kedua belah pihak yaitu Penjual dan Pembeli. Sesuai dengan (QS. Al-Nisa ayat 29). b. Objek akad dapat diketahui Manfaatnya secaara nyata dan juga

dapat diserahkan.

c. Objek akad juga bukan termasuk barang yang haram ataupun hal-hal yang dilarang oleh Hukum Islam.

(66)

melakukan bisnis yang haram dan juga syubhat (yang tidak jelas halal dan haramnya).

Makelar/ calo/ simsar juga berhak menerima imbalan atas jasa yang telah dilakukannya karena dia telah mempermudah jalannya transaksi jual beli antara penjual dan pembeli tersebut, imbalan tersebut harus disepakati dan disetujui atas asas ridlo dan kerelaan. Apabila jumlah imbalannya tidak ditentukan dalam perjanjian, maka hal ini dikembalikan kepada adat-istiadat yang berlaku di masyarakat. Misalnya di Indonesia menurut tradisi makelar berhak menerima imbalan antara 2,5% sampai 5%, tergantung kepada jumlah transaksi. Bila transaksi jual beli kurang dari 1.000.000,- imbalannya 5%, sedangkan transaksi yang lebih dari 1.000.000.- maka imbalannya cukup 2,5%. Karena mu‟amalah dengan menggunakan adat

-istiadat atau hukum adat dibenarkan oleh islam selagi adat- -istiadat tersebut tidak bertentangan dengan Hukum Islam. Adapun calo yang dilarang dalam Islam adalah sebagai berikut :

a. Jika dia berbuat sewenang-wenang kepada konsumen dengan cara menindas, mengancam, dan mengintimidasi. Sebagaimana yang sering dilakukan oleh sebagian calo tanah yang akan dibebaskan dan ticket bis pada musim lebaran.

(67)

c. Calo yang memonopoli suatu barang yang sangat dibutuhkan masyarakat banyak, dan menaikkan harga lebih tinggi dari harga aslinya, seperti yang dilakukan oleh calo-calo ticket kereta api pada musim liburan dan lebaran.

d. Uang grativikasi yang dilarang dalam Islam dan dalam hukum positif di Indonesia.

(68)

BAB III

GAMBARAN UMUM STADION DAN PRAKTIK PERCALOAN DI

STADION DR H MOCH SOEBROTO MAGELANG

A. Sejarah Stadion Dr H Moch Soebroto Magelang

Sebelum kita mengetahui sejarah stadion Dr H Moch Soebroto Magelang alangkah baiknya bila kita mengetahui tentang gambaran umum kota Magelang, dimana didalam kota tersebut terdapat sebuah tata letak dan gambaran umum mengenai stadion Dr H Moch Soebroto. Kota Magelang adalah sebuah kota besar yang mempunyai luas kurang lebih 18,2 Km2 dan Kecamatan Magelang Selatan 10,884 Km2, dengan batas-batas wilayah

Utara : Kecamatan Secang Kabupaten Magelang

Timur : Kecamatan Tegalrejo Kabupaten Magelang

Selatan : Kecamatan Mertoyudan Kabupaten Magelang

Barat : Kecamatan Bandongan Kabupaten Magelang

Sumber prasasti hari jadi kota Magelang ada 3 (tiga) buah yaitu Prasasti POH, Prasasti Gilikan, Prasasti Mantyasih, ketiga Prasasti tersebut ditulis di atas lempengan lembaga dan disebut “PRASASTI TEMBAGA”.

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh besarnya modal sendiri, besarnya pinjaman dan biaya operasional usaha terhadap keuntungan usaha anggota KSP CU

Hasil penelitian Ayem dan Nugroho (2016) yang menguji tentang pengaruh profitabilitas, struktur modal, kebijakan dividen, dan keputusan investasi terhadap nilai

Pada tahap persiapan, praktikan menyiapkan seluruh kebutuhan dan administrasi yang diperlukan untuk mencari tempat PKL. Dimulai dengan pengajuan surat permohonan PKL

Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh tekanan anggaran waktu, tekanan ketaatan, dan pengalaman auditor terhadap audit judgment kepada auditor yang ada di Kantor

This is not only useful for measuring the decision to purchase private label products as a mediating variable bridge brand trust and brand image in the creation

Bapak/Ibu memberikan dorongan kepada masyarakat atau kelompok yang lain agar mengikuti program yang berkaitan dengan pengelolaan wilayah konservasi Ujung Kulon. Adanya

Berdasarkan hasil yang didapatkan dapat dikatakan bahwa dari 10 faktor risiko hipertensi, terdapat 8 faktor risiko yang dimiliki pada responden yang diteliti yaitu

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa penulisan hukum (skripsi) berjudul: PENEGAKAN HUKUM PERSEKONGKOLAN TENDER DALAM PERSAINGAN USAHA MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN