METODE
ORDINARY KRIGING
DENGAN
SEMIVARIOGRAM LINIER PADA
DUA LOKASI TERSAMPEL
(Studi Kasus: Prediksi Data Inflasi Pada Lokasi Tak Tersampel)
Deltha Airuzsh Lubis
1, Shailla Rustiana
1, I Gede Nyoman Mindra Jaya
2, Atje Setiawan
Abdullah
3, Eddy Hermawan
4, Budi Nurani Ruchjana
51 Mahasiswa Magister Statistika Terapan, Universitas Padjadjaran 2 Departmen Statistika, FMIPA Universitas Padjadjaran 3Departmen Ilmu Komputer, FMIPA Universitas Padjadjaran
4 PSTA LAPAN Bandung
5 Departmen Matematika, FMIPA Universitas Padjadjaran Email: delthalubis@gmail.com1
ABSTRAK
Penerapan metode ordinary krigging dalam memprediksi data pada lokasi tak tersampel berdasarkan observasi pada lokasi yang tersampel yang berada di sekitarnya mensyaratkan semivariogram dalam menentukan besar bobot krigingnya. Hal terpenting dalam semivariogram adalah pemilihan model semivariogram teoretis yang sesuai yang mensyaratkan jumlah pasangan data yang cukup besar yang disusun berdasarkan jarak antar lokasi. Hal tersebut menjadi kendala ketika dilakukan prediksi data inflasi pada lokasi tak tersampel dimana hanya ada sedikit lokasi tersampel di setiap provinsi. Makalah ini menerapkan metode Ordinary Kriging untuk memprediksi data inflasi di beberapa kabupaten/ kota di Sumatera Utara dengan semivariogram linear pada dua lokasi tersampel. Hasil penerapan metode tersebut
mengahasilkan taksiran nilai di titik tidak tersampel dengan variansi kriging minimum. Kata kunci: inflasi, Ordinary Kriging, Semivariogram
1. PENDAHULUAN
Inflasi merupakan suatu keadaan dimana harga barang dan jasa secara umum yang diperoleh konsumen mengalami peningkatan dari periode sebelumnya. Jika inflasi meningkat maka harga barang dan jasa di dalam negeri mengalami kenaikan dan tentunya akan berimbas pada turunnya nilai mata uang. Nilai inflasi dirilis setiap bulannya oleh BPS yang mencakup beberapa kabupaten/ kota di Indonesia. Karena data inflasi memiliki deret waktu yang cukup panjang dan lengkap setiap bulannya, data inflasi umumnya dianalisis dengan analisis data deret waktu untuk memprediksi inflasi beberapa bulan ke depan pada lokasi yang tersampel. Sementara itu, prediksi data inflasi pada lokasi tak tersampel masih jarang dilakukan.
Analisis geospasial yang melibatkan data kewilayahan dan variabel acak yang terdefinisi oleh lokasi (variabel terregional) dapat digunakan untuk menginterpolasi variabel pada lokasi yang tidak tersampel berdasarkan variabel pada lokasi-lokasi yang tersampel di sekitarnya. Salah satu metode dalam analisis geospasial yang umum digunakan ketika rata-rata populasi tidak diketahui adalah metode ordinary kriging. Metode tersebut melibatkan semivariogram dalam menghitung bobot krigingnya. Semivariogram merupakan statistik yang digunakan untuk memperkirakan kemiripan suatu variabel antar dua lokasi yang bergantung pada jaraknya dimana pada jarak tertentu semivariogram tersebut akan menunjukkan bahwa antara lokasi sudah tidak memiliki korelasi. Hal terpenting dalam semivariogram adalah pemilihan model semivariogram teoretikal yang fit berdasarkan semivariogram eksperimental [1], [2]. Dalam memperoleh semivariogram teoretikal disyaratkan sejumlah pasangan variabel terregional antar lokasi yang tersampel yang disusun berdasarkan jarak dua lokasi [1]. Hal ini tentunya menjadi kendala dalam menentukan semivariogram pada lokasi tersampel yang berjumlah sedikit seperti pada data inflasi. Hingga saat ini, data inflasi
hanya dihitung di 82 kota dari 34 provinsi di Indonesia atau rata-rata ada sekitar 2 sampai 3 kota sampel di setiap provinsinya.
Pencapaian inflasi nasional tahun 2016 telah memenuhi target Bank Indonesia yaitu sekitar 3,02 persen. Namun masih ada beberapa kota yang masih melebih pencapaian inflasi nasional, diantaranya kota-kota di Sumatera Utara, yaitu Sibolga, Medan, Pematangsiantar dan Padangsidempuan dengan nilai inflasi tahun 2016 masing-masing 7,39; 6,6; 4,76 dan 4,28 persen. Jika inflasi beberapa kota di Sumatera Utara tersebut dirata-rata kan maka inflasi tahunan di Sumatera Utara pada 2016 merupakan yang paling tertinggi diantara provinsi lainnya [11]. Sumatera Utara merupakan salah satu provinsi yang memiliki sumber daya yang besar di pulau Sumatera jika dilihat dari jumlah penduduk, luas wilayah dan jumlah wilayah administrasi tingkat II [3]. Sementara itu, potensi perekonomian di Sumatera Utara jika dilihat dari Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)-nya terfokus pada wilayah timurnya atau wilayah MEBIDANG (Medan, Binjai dan Deli Serdang) dan sekitarnya [4]. Sehingga kebutuhan data inflasi menjadi penting di wilayah tersebut dalam rangka mengendalikan nilai inflasi demi berjalannya perekonomian daerah yang stabil apalagi wilayah MEBIDANG dan sekitarnya merupakan kawasan metropolitan dan komuter yang akan terus berkembang di masa yang akan datang.
Permasalahan pada makalah ini difokuskan pada semivariogram dan teknik kriging dengan dua lokasi tersampel untuk memprediksi inflasi di wilayah MEBIDANG dan sekitarnya.
2. METODE PENELITIAN Semivariogram
Semivariogram eksperimental pada pasangan lokasi tersampel yang berjarak h dapat dihitung dengan persamaan berikut [2]:
𝛾(ℎ) =12𝑉𝑎𝑟[𝑍(𝑥 + ℎ) − 𝑍(𝑥)] =2𝑁(ℎ)1 ∑ [𝑍̂(𝑥𝑖+ ℎ) − 𝑍(𝑥𝑖)] 2 𝑁(ℎ)
𝑖=1 (1)
Jarak antar lokasi berdasarkan titik koordinat diperoleh dengan formula Euclidean yaitu:
𝑑 = √(𝑥1− 𝑥2)2+ (𝑦1− 𝑦2)2
Asumsi semivariogram, yaitu [2]:
a. E[Z(x+h)- Z(x)] = 0, nilai rata-rata Z (x) di semua nilai x adalah sama
b. Var [Z(x+h)- Z(x)] = 2γ(h), ada varians di setiap [Z(x+h)- Z(x)] dan bergantung pada jarak h dan independen pada lokasi x.
Model semivariogram teoretikal yang memiliki pola cenderung linier dan umum digunakan adalah model sperikal. Persamaan semivariogram model sperikal adalah [2]:
𝛾(ℎ) = {𝑐 [1,5 (ℎ𝑟) − 0,5 ( ℎ 𝑟) 3 ] 𝑐 , ℎ < 𝑟 (ℎ𝑎) , ℎ ≥ 𝑟 (2) dimana:
c = sill; r = range; h = distance
Gambar 1. Semivariogram Model Sperikal
Jika observasi hanya berada di dua lokasi maka jarak antar lokasi tersebut secara langsung akan menjadi range sehingga persamaan model sperikal menjadi persamaan garis lurus antara titik pusat
(0,0) dan pasangan titik taksiran semivariogram dengan range sesuai jarak dua lokasi observasi yang dinotasikan dengan r atau koordinat titiknya dapat ditulis dengan (r, γ(r)) [2]. Dari titik koordinat tersebut jika disubtitusi ke persamaan garis lurus maka persamaannya menjadi:
𝑦 − 𝑦1 𝑦2− 𝑦1= 𝑥 − 𝑥1 𝑥2− 𝑥1 𝛾(ℎ) =𝛾(𝑟) 𝑟 ℎ
Sehingga model semivariogram sperikal berubah menjadi model semivariogram linier yang dinyatakan dengan [8]:
𝛾(ℎ) = {
𝛾̂(𝑟)
𝑟 ℎ
𝛾̂(𝑟) ; ℎ > 𝑟; ℎ ≤ 𝑟 (6)
r : jarak antara lokasi sampel pertama dengan lokasi sampel kedua
𝛾̂(𝑟) : taksiran semivariogram lokasi sampel pertama dan lokasi sampel kedua
h : jarak antara lokasi sampel dengan lokasi yang tidak tersampel
Gambar 2. Grafik Semivariogram Model Linier untuk Dua Lokasi
Ordinary Kriging
Bentuk umum metode ordinary kriging yaitu [1]:
𝑍̂(𝑠0) = ∑ 𝑤𝑖𝑍(𝑠𝑖) (3)
dimana:
𝑍̂(𝑠0) : hasil prediksi pada lokasi tak tersampel
𝑤𝑖 : bobot krigingke-i; dimana ∑𝑛𝑖=1𝜆𝑖= 1
𝑍(𝑠𝑖) : nilai observasi pada lokasi ke-i
Metode ordinary kriging memberikan hasil taksiran yang Best Liniear Unbiased Estimator
(BLUE) [1].
Jika variansi error metode ordinary kriging dijabarkan sebagai berikut [2]:
𝜎2 = 𝐸[𝑍̂(𝑠
0) − 𝑍(𝑠0)]2
= ∑ ∑ 𝑤𝑖𝑤𝑗𝛾(𝑠𝑖, 𝑠𝑗) + 𝛾(𝑠0, 𝑠0) − 2 ∑ 𝑤𝑖𝛾(𝑠𝑖, 𝑠0)
= 2 ∑ 𝑤𝑖𝛾(𝑠𝑖, 𝑠0) − ∑ ∑ 𝑤𝑖𝑤𝑗𝛾(𝑠𝑖, 𝑠𝑗) − 𝛾(𝑠0, 𝑠0) + 2𝜇(1 − ∑ 𝑤𝑖) (5)
Jika hanya ada 2 lokasi sampel maka persamaan (5) menjadi:
𝜎2
= 2(𝑤1𝛾(𝑠1, 𝑠0) + 𝑤2𝛾(𝑠2, 𝑠0)) − (𝑤1𝑤1𝛾(𝑠1, 𝑠1) + 𝑤1𝑤2𝛾(𝑠1, 𝑠2) + 𝑤2𝑤2𝛾(𝑠2, 𝑠2)) −𝛾(𝑠0, 𝑠0) + 2𝜇(1 − (𝑤1+ 𝑤2)) (6)
Jika dimisalkan 𝛾𝑖𝑗 = 𝛾(𝑠𝑖, 𝑠𝑗) dan 𝛾𝑖𝑠0 = 𝛾(𝑠𝑖, 𝑠0) maka diferensiasi persamaan (6) diatas
terhadap 𝑤1, 𝑤2, 𝜇 yaitu: ∂σ2 ∂𝑤1= 2𝛾1𝑠0− 2𝑤1𝛾11− 2𝑤2𝛾21− 2𝜇 = 0 (7) ∂σ 2 ∂𝑤2= 2𝛾2𝑠0− 2𝑤1𝛾12− 2𝑤2𝛾22− 2𝜇 = 0 (8) ∂σ2 ∂𝜇 = 2 − 2𝑤1− 2𝑤2= 0 (9)
Jika semivariogram dari data yang berjarak nol adalah nol maka persamaan (7), (8) dan (9) menjadi:
𝛾1𝑠0 = 𝑤1𝛾11+ 𝑤2𝛾12+ 𝜇 (10)
𝛾2𝑠0 = 𝑤1𝛾12+ 𝑤2𝛾22+ 𝜇 (11)
𝑤1+ 𝑤2= 1 (12)
Jika dilakukakan eliminasi antar persamaan (10), (11) dan (12) maka akan diperoleh bobot kriging untuk masing-masing lokasi yaitu:
𝑤1=12+ ( 𝛾2𝑠0−𝛾21𝑠0 2𝛾12 ) (13) 𝑤2=12+ ( 𝛾1𝑠0−𝛾2𝑠0 2𝛾12 ) (14) Penelitian Terkait
Beberapa penelitian terkait yang menggunakan semivariogram linier dan ordinary kriging pada dua lokasi tersampel diantaranya adalah Togatorop, Ruchjana dan Abdullah. Togatorop [5] menggunakan metode ordinary kriging untuk memprediksi produksi sumur minyak baru yang berada diantara dua lokasi titik tersampel atau sumur minyak yang telah dieksplorasi di wilayah Jatibarang. Sementara itu Ruchjana [6], [7] menggunakan metode ordinary kriging dengan semivariogram linier untuk memprediksi parameter Generalized Space-Time Autoregressive (GSTAR) pada titik sumur yang belum dieksplorasi yang berada diantara dua sumur yang dieksplorasi. Pada penelitian tersebut diperoleh hasil bahwa prediksi parameter GSTAR pada lokasi tak tersampel cenderung mendekati parameter GSTAR pada lokasi tersampel yang terdekat. Sedangkan Abdullah [8] menggunakan metode
ordinary kriging dengan semivariogram linier untuk memprediksi parameter Spatial Autoregressive
(SAR) pada provinsi yang tak tersampel yang berada diantara 2 provinsi sampel (Banten dan Sulawesi Selatan).
Prosedur Penelitian
Prosedur yang dilakukan dalam makalah ini adalah: 1. Menghitung jarak antar lokasi dengan formula Euclidean
2. Menghitung semivariogram eksperimental antar lokasi tersampel
3. Menghitung semivariogram teoritikal antara lokasi tersampel dengan tidak tersampel 4. Menghitung bobot kriging pada dua lokasi tersampel
5. Prediksi inflasi pada lokasi tak tersampel dengan metode ordinary kriging 6. Menghitung akurasi hasil prediksi inflasi pada lokasi tak tersampel
3. HASIL DAN PEMBAHASAN Set Data
Lokasi tersampel pada makalah ini adalah kota Medan dan Pematangsiantar dan lokasi tidak tersampelnya adalah Kabupaten Langkat, Deli Serdang, Serdang Bedagai, Simalungun, Batubara serta kota Binjai dan Tebing Tinggi. Lokasi-lokasi tersebut terhubung dalam satu jalur yaitu di jalur jalan lintas timur Sumatera Utara. Data inflasi yang digunakan adalah inflasi bulan Agustus 2017 pada lokasi tersampel yang diperoleh dari website BPS Sumatera Utara [9] dimana masing-masing nilainya adalah Kota Medan (1,06 persen) dan Pematangsiantar (0,86 persen). Sedangkan titik koordinat kabupaten/ kota diperoleh dari website google maps yang mengacu kepada titik ibukotanya [10].
Gambar 3. Peta Kabupaten/ Kota di Sumatera Utara dan lokasi penelitian
Sementara itu, titik koordinat dari masing-masing lokasi disajikan dalam gambar 4. Titik yang berwarna biru merupakan titik koordinat lokasi tersampel dan titik berwarna merah adalah titik koordinat lokasi tak tersampel.
Gambar 4. Plot Titik Koordinat Lokasi Penelitian Jarak antar Lokasi
Pengolahan data pada makalah ini menggunakan software R untuk penghitungan jarak antar lokasi, semivariogram, bobot kriging, hasil prediksi inflasi dan varians error. Jarak antar lokasi penelitian dihitung dengan menggunakan formula jarak Euclidean. Pada tabel 1, d(s1,s2) merupakan jarak antara lokasi tersampel, yaitu kota Medan dengan Pematangsiantar. Sementara itu, d(s1, s0) merupakan jarak antara lokasi sampel 1 (Medan) dengan lokasi tak tersampel dan d(s2, s0) merupakan jarak antara lokasi sampel 2 (Pematangsiantar) dengan lokasi tak tersampel. Berdasarkan tabel 1 tampak lokasi tak tersampel mana saja yang memiliki jarak yang lebih dekat ke lokasi sampel 1 atau lokasi sampel 2.
Tabel 1. Jarak antar Lokasi
Nama Lokasi Tak Tersampel (s0) Jarak (d)
d(s1,s2) d(s1,s0) d(s2,s0) Langkat 0,742521 0,24 0,94 Binjai 0,19 0,87 Deli Serdang 0,20 0,63 Sergai 0,46 0,54 Tebing Tinggi 0,56 0,39 Simalungun 0,65 0,20 Batubara 0,86 0,42 Lokasi Tersampel Lokasi Tidak Tersampel
Semivariogram Eksperimental dan Teoretikal
Semivariogram eksperimental dan teoretikal masing-masing diperoleh berdasarkan persamaan (1) dan (6). Pada tabel 2, γ(s1,s2) merupakan semivariogram eksperimental antara lokasi tersampel, yaitu kota Medan dengan Pematangsiantar. Sementara itu, γ (s1, s0) merupakan semivariogram teoretikal antara lokasi sampel 1 (Medan) dengan lokasi tak tersampel dan γ (s2, s0) merupakan semivariogram antara lokasi sampel 2 (Pematangsiantar) dengan lokasi tak tersampel. Berdasarkan tabel 2 tampak lokasi tak tersampel mana saja yang cenderung memiliki kemiripan dengan lokasi sampel 1 atau lokasi sampel 2. Kemiripan karakteristik antara lokasi tersampel dengan tidak tersampel ditandai dengan semakin kecilnya nilai semivariogramnya.
Tabel 2. Semivariogram Eksperimental dan Semivariogram Teoretikal
Nama Lokasi Tak Tersampel (s0) Semivariogram (γ)
γ(s1,s2) γ(s1,s0) γ(s2,s0) Langkat 0,02645 0,01 0,03 Binjai 0,01 0,03 Deli Serdang 0,01 0,02 Sergai 0,02 0,02 Tebing Tinggi 0,02 0,01 Simalungun 0,02 0,01 Batubara 0,03 0,01 Bobot Kriging
Bobot kriging lokasi sampel 1 dan 2 masing-masing diperoleh berdasarkan persamaan (13) dan (14). Pada tabel 3, w1merupakan bobot kriging antara lokasi sampel 1 (Medan) dengan lokasi tak tersampel dan w2 merupakan bobot kriging antara lokasi sampel 2 (Pematangsiantar) dengan lokasi tak tersampel. Berdasarkan tabel 3 tampak lokasi sampel mana yang cenderung memiliki bobot terbesar dalam memprediksi inflasi di lokasi tak tersampel.
Prediksi Inflasi di Wilayah MEBIDANG dan Sekitarnya
Hasil prediksi inflasi pada bulan Agustus 2017 di wilayah MEBIDANG dan sekitarnya dengan metode ordinary kriging serta varians errornya disajikan dalam tabel 3 berikut.
Tabel 3. Taksiran Inflasi Periode Agustus 2017 dan Varians Error
Nama Lokasi Tak Tersampel (s0)
Bobot Kriging (w) Taksiran Inflasi Z(s0) Varians Error σ2(s 0) w1 w2 Langkat 0,84 0,16 1,02 0,0228 Binjai 0,87 0,13 1,03 0,0222 Deli Serdang 0,79 0,21 1,01 0,0198 Sergai 0,55 0,45 0,96 0,0335 Tebing Tinggi 0,38 0,62 0,92 0,0214 Simalungun 0,20 0,80 0,88 0,0198 Batubara 0,28 0,72 0,89 0,0203
Hasil prediksi inflasi di wilayah MEBIDANG dan sekitarnya pada tabel 3 disajikan pula dengan peta pada gambar 5. Berdasarkan gambar 5 tampak bahwa hasil prediksi inflasi cenderung lebih mirip ke lokasi sampel yang terdekat. Hasil prediksi inflasi di Langkat, Binjai dan Deli Serdang cenderung lebih mirip ke kota Medan sebagai lokasi sampel 1. Sedangkan hasil prediksi Batubara dan Simalungun cenderung lebih mirip dengan kota Pematangsiantar sebagai lokasi sampel 2. Sementara itu hasil prediksi inflasi di Serdang Bedagai dan Tebing Tinggi tidak menunjukkan kecenderungan ke lokasi sampel 1 atau lokasi sampel 2 karena bobot krigingnya cenderung hampir sama besar antara lokasi sampel 1 dan 2.
Gambar 5. Hasil Prediksi Inflasi
5.KESIMPULAN
Berdasarkan hasil dan pembahasan diatas maka dapat disimpulkan bahwa:
1. Semakin dekat jarak antara lokasi tersampel dengan lokasi tidak tersampel maka nilai semivariogramnya semakin kecil. Hal ini mengindikasikan bahwa tingkat perbedaan antar lokasi tersebut semakin kecil.
2. Semakin kecil semivariogram antar lokasi tersampel dengan tidak tersampel maka nilai bobot krigingnya semakin besar
3. Nilai taksiran inflasi pada lokasi tak tersampel akan lebih mendekati nilai inflasi pada lokasi tersampel yang terdekat
4. Akurasi prediksi ditunjukkan oleh varians error yang minimum
6.SARAN
Hasil prediksi inflasi di lokasi tak tersampel dengan metode ordinary kriging hanya menghasilkan prediksi pada satu titik waktu saja. Selanjutnya metode ordinary kriging dapat dikombinasikan dengan model data deret waktu untuk memperoleh taksiran inflasi di lokasi tak tersampel hingga beberapa periode waktu tertentu.
Pernyataan terima kasih
.
Makalah ini didukung oleh Kerja Sama Luar Negeri (KLN) dengan nomor kontrak: 718/UN6.3.1/PL/2017 dan ALG Universitas Padjadjaran nomor kontrak: 872/UN6.3.2/LT/20177.DAFTAR PUSTAKA
[1] Olea, Ricardo A., Geostatistics for Engineer and Earth Scientists, Kansas Geological Survey, The University of Kansas, Springer Science + Business Media, LLC, 1999.
[2] Armstrong, M., “Basic Linear Geostatistics,” Springer, 1998 [3] BPS, Statistik Indonesia 2017, Jakarta: BPS, 2017
[4] BPS Sumatera Utara, Sumatera Utara Dalam Angka 2017, Medan: BPS SUMUT, 2017
[5] Togatorop, M.W.R., “Penentuan Lokasi Sumur Minyak Yang Tidak Tersampel Dengan Menggunakan Metode Ordinary Kriging”, Tugas Akhir, Bandung: UNPAD, 1999
[6] Ruchjana, N. N., Karakterisasi Reservoir Minyak Bumi dengan Pendekatan Spatio temporal, Laporan penelitian Universitas Padjadjaran, Bandung, 2005.
[7] Ruchjana, B. N., dkk. 2013. Clustering Spatial on the GSTAR Model for Replacement New Oil Well. Padjadajran International Physics Symposium 2013 (PIPS-2013), AIP Conf. Proc. 1554, 205-209, AIP Publishing.
[8] Abdullah, A. S. 2009. Implementasi Spasial Data Mining menggunakan Model SAR-Kriging untuk Prediksi Kuaitas Pendidikan di Indoensia. Disertasi, Tidak dipublikasikan, Program Pascasarjana UGM, Yogyakarta.
[9] BPS Sumatera Utara, Berita Resmi Statistik (BRS): Perkembangan Indeks Harga Konsumen/ Inflasi, No. 50/09/12/Thn. XX, 4 September 2017, diakses melalui http://sumut.bps.go.id/backend/brs_ind/ brsInd-20170904141343.pdf pada 10 September 2017
[10] http://www.google.com/maps diakses pada 15 September 2017