• Tidak ada hasil yang ditemukan

KAJIAN YURIDIS TERHADAP PUTUSAN KASASI MAHKAMAH AGUNG NOMOR 336K/PDT.SUS/2012 TENTANG SENGKETA KONSUMEN ANTARA MUHAMMAD TAUFIQ MELAWAN PT

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KAJIAN YURIDIS TERHADAP PUTUSAN KASASI MAHKAMAH AGUNG NOMOR 336K/PDT.SUS/2012 TENTANG SENGKETA KONSUMEN ANTARA MUHAMMAD TAUFIQ MELAWAN PT"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

KAJIAN YURIDIS TERHADAP PUTUSAN KASASI MAHKAMAH AGUNG NOMOR 336K/PDT.SUS/2012 TENTANG SENGKETA KONSUMEN

ANTARA MUHAMMAD TAUFIQ MELAWAN PT. TELEKOMUNIKASI SELULER

JURNAL PENELITIAN

Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Persyaratan Dalam Memperoleh Gelar Sarjana Dalam Ilmu Hukum Pada

Fakultas Hukum Universitas Slamet Riyadi Surakarta

Oleh :

CANDRA WIBOWO NIM. 13101085

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SLAMET RIYADI

SURAKARTA 2017

(2)

KAJIAN YURIDIS TERHADAP PUTUSAN KASASI MAHKAMAH AGUNG NOMOR 336K/PDT.SUS/2012 TENTANG SENGKETA KONSUMEN

ANTARA MUHAMMAD TAUFIQ MELAWAN PT. TELEKOMUNIKASI SELULER

Oleh : Candra Wibowo

ABSTRAK

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen telah mengatur mengenai perbuatan yang dilarang bagi pelaku usaha dengan tujuan untuk memberikan perlindungan kepada konsumen. Perlindungan hukum terhadap konsumen menyangkut dalam banyak aspek kehidupan terutama dalam aspek kehidupan konsumen yang banyak sekali mengalami kerugian.

Tujuan penelitian ini adalah untuk: 1) Mengetahui pertimbangan hukum dari Mahkamah Agung dalam memeriksa dan menyelesaikan sengketa konsumen di tingkat kasasi antara Muhammad Taufiq Melawan PT. Telekomunikasi Seluler. 2) Mengetahui kesesuaian amar putusan Mahkamah Agung di tingkat kasasi dalam memeriksa dan menyelesaikan sengketa konsumen antara Muhammad Taufiq Melawan PT. Telekomunikasi Seluler berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.

Metode pendekatan dalam penulisan ini adalah yuridis normatif, spesifikasi penelitian ini adalah penelitian deskriptif kualitatif. Sumber data menggunakan data sekunder. Teknik pengumpulan data menggunakan studi kepustakaan/studi dokumen. Teknik analisis data menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif.

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, diperoleh kesimpulan bahwa: 1) Pertimbangan hukum dari Mahkamah Agung dalam memeriksa dan menyelesaikan sengketa konsumen di tingkat kasasi antara Muhammad Taufiq Melawan PT. Telekomunikasi Seluler adalah mempertimbangkan putusan Pengadilan Negeri Surakarta yang pada intinya bahwa pemeriksaan dan penilaian terhadap alat-alat bukti yang diajukan oleh para pihak telah dilakukan dengan tepat dan benar. Mahkamah Agung juga menyatakan bahwa kewenangan BPSK untuk menjatuhkan putusan adalah terbatas hanya untuk sanksi administratif dan ganti rugi, sedangkan penjatuhan sanksi berupa perintah untuk melakukan perubahan perbaikan iklan ataupun menarik seluruh iklan di seluruh Indonesia adalah tidak berdasar hukum karena telah melebihi kewenangan yang diberikan oleh undang-undang. 2) Kesesuaian amar putusan Mahkamah Agung di tingkat kasasi dalam memeriksa dan menyelesaikan sengketa konsumen antara Muhammad Taufiq Melawan PT. Telekomunikasi Seluler berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999. Hal tersebut karena iklan yang dilakukan oleh pelaku usaha sesuai dengan Pasal 9 ayat (1) huruf j dan k UU Perlindungan Konsumen Jo Pasal 10 huruf a Undang-Undang Perlindungan Konsumen, Etika Pariwara Indonesia, dan Pasal 37 Undang-Undang Nomor 32 TAHUN 2002 Tentang Penyiaran dan Pendapat Ahli FX. RIDWAN HANDOYO, yang merupakan Ketua Badan Pengawas Periklanan Indonesia, dalam pemeriksaan yang dilakukan oleh BPSK.

(3)

Latar Belakang Masalah

Kebutuhan akan informasi terhadap barang dan/atau jasa yang disediakan oleh pelaku usaha sangat penting artinya bagi konsumen. Penyebarluasan informasi barang dan/atau jasa tersebut dilakukan dalam suatu kegiatan berbentuk promosi. Promosi salah satu sarana pemasaran yang banyak digunakan oleh pelaku usaha untuk memperkenalkan aneka produk yang dihasilkan oleh pelaku usaha kepada konsumen. Oleh karena itu kegiatan promosi sering menjadi sasaran konsumen untuk menggali informasi terhadap barang dan/atau jasa.

Penyebarluasan informasi yang dilakukan oleh pelaku usaha selain melalui promosi biasanya juga dilakukan melalui papan pengumuman toko, brosur, iklan, baliho, spanduk, contoh produk, alat komunikasi dan sebagainya. Suatu bentuk promosi tujuannya untuk menyampaikan informasi barang dan/atau jasa serta menarik minat konsumen untuk membeli produk. Penyampaian informasi yang benar terhadap konsumen mengenai suatu produk, agar konsumen tidak salah terhadap gambaran mengenai suatu produk tertentu.1

Pada saat ini sebagian besar konsumen sering mengalami kerugian akibat promosi yang ditawarkan oleh pelaku usaha. Kerugian tersebut sebagian besar disebabkan tergiurnya konsumen terhadap barang dan/atau jasa pada iklan atau brosur produk yang ditawarkan. Iklan atau brosur tidak selamanya memuat informasi yang benar, karena pada umumnya hanya menonjolkan kelebihan produk yang dipromosikan, sebaliknya kelemahan-kelemahan produk tersebut ditutup-tutupi.2

Kegiatan pemasaran merupakan bagian dari kegiatan bisnis yang dilakukan oleh pelaku usaha untuk menawarkan barang dan/atau jasa yang diproduksinya. Kegiatan bisnis yang sehat yakni terdapatnya keseimbangan perlindungan hukum antara konsumen dan pelaku usaha. Dengan tidak adanya perlindungan yang seimbang menyebabkan konsumen berada pada posisi yang lemah. Suatu produk yang dihasilkan oleh produsen dapat menyalahgunakan posisinya dengan

1

Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo, 2010, Hukum Perlindungan Konsumen, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, hlm. 55

2

(4)

monopolistis keadaan tersebut, maka akan merugikan konsumen.3Jika ditinjau dari tujuan hukum umumnya yaitu keadilan, kemanfaatan, dan kepastian hukum, kelemahan kedudukan konsumen tidak dapat menciptakan keadilan untuk kedua belah pihak yang berada dalam lingkupan perlindungan konsumen. Jadi, hukum konsumen dan hukum perlindungan konsumen adalah dua bidang hukum yang sulit dipisahkan dan ditarik batasannya.4

Pemerintah merupakan instansi yang dapat menengahi dan berkewajiban menyeimbangi kedudukan kedua belah pihak tersebut. Dengan demikian pemerintah mengeluarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Negara melalui pemerintah harus mengangkat kedudukan konsumen yang dapat dieksploitasi secara sepihak oleh pelaku usaha. Konsumen harusnya berada pada posisi yang sama dan seimbang dengan pelaku usaha. Hubungan konsumen dan pelaku usaha menimbulkan manfaat secara timbal balik, karena konsumen merupakan salah satu faktor penggerak kualitas produk pelaku usaha.

Bagi pemerintah Indonesia, upaya perlindungan terhadap konsumen dimaksudkan untuk menetapkan prinsip-prinsip konsumen, sebagai berikut:

1. Konsumen pada dasarnya adalah pemakaian, pengguna, atau pemanfaat barang dan/atau jasa yang perlu diberikan perlindungan hukum;

2. Konsumen merupakan pihak yang sangat menentukan kelangsungan dan pertumbuhan usaha serta memiliki kedudukan setara dengan pelaku usaha; 3. Konsumen perlu dibayangkan potensinya, mengingat selama ini pada

umumnya kurang mengerti atau kurang waspada sehingga tergiur oleh upaya pemasaran yang menarik tanpa atau kurang memahami mutu hasil produk yang ditawarkan.

Penyimpangan akan tetap terjadi meskipun Undang-Undang telah mengatur segala sesuatu yang berkaitan dengan peran masing-masing para pihak. Praktek promosi merupakan salah satu celah penyimpangan yang dapat dilakukan oleh pelaku usaha dalam melakukan usahanya berdasarkan ketentuan peraturan Perundang-undangan. Kegiatan promosi juga dapat mengelabui konsumen, misalnya tentang kualitas, mutu barang, harga, kegunaan barang, bahan, kecocokan waktu, dan lain-lain.

3

Ahmadi Miru, 2011, Prinsip-Prinsip Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Di Indonesia,

Jakarta: Raja Grafindo Persada, hlm. 1 4

(5)

Iklan sering menyampaikan informasi yang berlebihan dan bersifat menipu untuk menarik konsumen agar membeli produk tertentu dengan memberikan kesan dan pesan yang berlebihan tanpa memperhatikan sebagai moral. Iklan sering menyebabkan citra bisnis tercemar sebagai kegiatan penipuan, dan karena itu seakan antara bisnis dan etika ada jurang yang tak terjembatani.5

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen telah mengatur mengenai perbuatan yang dilarang bagi pelaku usaha, yang terdapat pada Pasal 17 sebagai berikut:

1. Pelaku usaha periklanan dilarang memproduksi iklan yang:

a. Mengelabui konsumen mengenai kualitas, kuantitas, bahan, kegunaan dan harga barang dan/atau tarif jasa serta ketepatan waktu penerimaan barang dan/atau jasa;

b. Mengelabui jaminan/garansi terhadap barang dan/atau jasa;

c. Memuat informasi yang keliru, salah, atau tidak tepat mengenai barang dan/atau jasa;

d. Mengesploitasi kejadian dan/atau seseorang tanpa seizin yang berwenang atau persetujuan yang bersangkutan;

e. Melanggar etika dan/atau ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai periklanan.

2. Pelaku usaha periklanan dilarang melanjutkan peredaran iklan yang telah melanggar ketentuan pada ayat (1).

Dalam KUHPerdata dan/atau KUHD (Kitab Undang-Undang Hukum Dagang), tidak memberikan pengertian dan/atau memuat kaidah tentang periklanan. Dalam Pasal 1365 KUHPerdata menyebutkan perbuatan melawan hukum, yang membawa kerugian kepada orang lain yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut. Ketentuan yang termuat dalam KUHPerdata yang dapat digunakan adalah ketentuan tentang perbuatan melanggar atau melawan hukum yakni melalui Pasal 1365 KUHPerdata ini, jika dikaitkan dengan unsur melawan hukum, iklan tersebut akan merugikan pihak lain.

Pengaturan Perundang-undangan yang diamanatkan oleh pemerintah yang dijadikan sebagai landasan untuk mempertimbangkan sebuah sengketa. Dalam mengambil keputusan dan mempertimbangkan sengketa perlunya dilihat keharmonisan dari putusan yang dijatuhkan oleh Majelis dengan mempertimbangkan dan memperhatikan Undang-Undang yang berlaku. Harmonisasi peraturan Perundang-undangan merupakan keselarasan antara peraturan Perundang-undangan antara yang satu dengan yang lainnya, baik berbentuk vertikal (melalui hirarki Undang-Undang) atau horizontal (Perundang-undangan yang sederajat).

5

(6)

Perumusan Masalah

Dengan memperhatikan serta memahami identifikasi masalah yang diuraikan diatas, maka masalah yang akan dibahas dirumuskan sebagai berikut: 1. Bagiamanakah pertimbangan hukum dari Mahkamah Agung dalam memeriksa

dan menyelesaikan sengketa konsumen di tingkat kasasi antara Muhammad Taufiq Melawan PT. Telekomunikasi Seluler?

2. Bagaimanakah kesesuaian amar putusan Mahkamah Agung di tingkat kasasi dalam memeriksa dan menyelesaikan sengketa konsumen antara Muhammad Taufiq Melawan PT. Telekomunikasi Seluler berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen?

Tujuan Penelitian

1. Mengetahui pertimbangan hukum dari Mahkamah Agung dalam memeriksa dan menyelesaikan sengketa konsumen di tingkat kasasi antara Muhammad Taufiq Melawan PT. Telekomunikasi Seluler.

2. Mengetahui kesesuaian amar putusan Mahkamah Agung di tingkat kasasi dalam memeriksa dan menyelesaikan sengketa konsumen antara Muhammad Taufiq Melawan PT. Telekomunikasi Seluler berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan penelitian yuridis normatif. Yuridis normatif digunakan sebagai pendekatan yang utama dalam menggali hukum yang didasarkan pada peraturan perundang-undangan yaitu dengan mengkaji dan mempelajari serta menelaah teori-teori, konsep-konsep dan asas-asas norma hukum.6

Dengan kata lain penelitian hukum normatif disebut juga penelitian hukum kepustakaan adalah penelitian yang dilakukan dengan meneliti data sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier, untuk selanjutnya “bahan-bahan hukum tersebut disusun secara sistematis, dikaji

6

Peter Mahmud Marzuki, 2008, Penelitian Hukum, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, Hal. 33.

(7)

kemudian ditarik suatu kesimpulan dalam hubungannya dengan masalah yang diteliti, yaitu berkaitan dengan dasar pertimbangan hukum dari Mahkamah Agung dalam memeriksa dan menyelesaikan sengketa konsumen di tingkat kasasi antara Muhammad Taufiq Melawan PT. Telekomunikasi Seluler serta kesesuaian putusan berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Tipe kajian dalam penelitian ini lebih bersifat deskriptif, karena bermaksud menggambarkan secara jelas mengenai pertimbangan hukum dari Mahkamah Agung dalam memeriksa dan menyelesaikan sengketa konsumen di tingkat kasasi antara Muhammad Taufiq Melawan PT. Telekomunikasi Seluler serta kesesuaian putusan berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Data yang telah terkumpul dan telah diolah akan dibahas dengan menggunakan metode normatif kualitatif, yakni suatu pembahasan yang dilakukan dengan cara menafsirkan dan mendiskusikan data-data yang telah diperoleh dan diolah, berdasarkan (dengan) norma-norma hukum, doktrin-doktrin hukum dan teori ilmu hukum yang ada. Pembahasan pada tahap awal dilakukan dengan cara melakukan inventarisasi terhadap peraturan perundang-undangan yang terkait dengan persoalan yang menjadi objek kajian. Data yang terkumpul akan diidentifikasikan secara analitis doktrinal, dengan menggunakan teori Hukum Murni dari Hans Kelsen. Sedangkan untuk tahap kedua akan dilakukan pembahasan yang berupa pengujian terhadap taraf sionkronisasi, antara berbagai data sekunder (peraturan perundang-undangan) yang telah diiventarisir, yang menjadi objek penelitian. Pada pembahasan tahap kedua ini, penarikan kesimpulan akan dilakukan secara deduktif, dimana. Peraturan perundang-undangan lain yang ada (disamping juga doktrin dan teori hukum), dijadikan sebagai premis mayornya, Data sekunder yang lain serta data primer yang terkait, sebagai premis minornya, Konklusi akan diambil dengan melihat ada tidaknya kesinkronan dan kesesuaian diantara data sekunder yang lain serta data primer yang terkait dengan berbagai peraturan perundang-undangan, doktrin dan teori hukum yang ada.

(8)

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Pertimbangan Hukum dari Mahkamah Agung dalam Memeriksa dan Menyelesaikan Sengketa Konsumen di Tingkat Kasasi antara Muhammad Taufiq Melawan PT. Telekomunikasi Seluler

Terhadap alasan-alasan tersebut Mahkamah Agung berpendapat bahwa alasan-alasan kasasi tidak dapat dibenarkan karena setelah membaca dan meneliti secara saksama Memori Kasasi tanggal 20 Februari 2012 dan Kontra Memori Kasasi tanggal 9 April 2012 dihubungkan dengan pertimbangan hukum Judex Facti/Pengadilan Negeri Surakarta tidak salah dalam menerapkan hukum, pemeriksaan dan penilaian terhadap alat-alat bukti yang diajukan oleh para pihak telah dilakukan dengan tepat dan benar.

Pertimbangan Mahkamah Agung tersebut yaitu Putusan BPSK sudah sesuai ketentuan yang mengatur tentang kewenangan BPSK untuk menjatuhkan putusan adalah terbatas hanya untuk sanksi administratif dan ganti rugi, sedangkan penjatuhan sanksi berupa perintah untuk melakukan perubahan perbaikan iklan ataupun menarik seluruh iklan di seluruh Indonesia adalah tidak berdasar hukum karena telah melebihi kewenangan yang diberikan oleh undang-undang.

Berdasarkan pertimbangan di atas, ternyata bahwa putusan Judex Facti dalam perkara ini tidak bertentangan dengan hukum dan/ atau undang-undang, maka permohonan kasasi yang diajukan oleh Pemohon Kasasi : MUHAMMAD TAUFIQ, SH, MH tersebut harus ditolak. Oleh karena permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi ditolak, maka Pemohon Kasasi dihukum membayar biaya perkara dalam tingkat kasasi ini.

Memperhatikan Pasal-Pasal dari Undang-Undang No. 48 tahun 2009 dan Undang-Undang No. 48 Tahun 2009, Undang-Undang No. 14 Tahun 1985 yang telah diubah dengan Undang-Undang No. 5 Tahun 2004 dan perubahan kedua dengan Undang-Undang No. 3 Tahun 2009, Undang-Undang No. 8 tahun 1999, Peraturan Mahkamah Agung RI No. 01 Tahun 2006 Tentang Tatacara Pengajuan Keberatan Terhadap Putusan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen dan peraturan perundang-undangan lain yang bersangkutan.

(9)

Berdasarkan pertimbangan hukum di atas, maka Putusan Mahkamah Agung dalam Memeriksa dan Menyelesaikan Sengketa Konsumen adalah:

1. Menolak permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi: MUHAMMAD TAUFIQ, SH, MH tersebut.

2. Menghukum Pemohon Kasasi dahulu Termohon Keberatan/Pengadu/ Konsumen untuk membayar biaya perkara dalam tingkat kasasi ini sebesar Rp 500.000,00 (lima ratus ribu Rupiah) ;

Kesesuaian Amar Putusan Mahkamah Agung di Tingkat Kasasi Dalam Memeriksa dan Menyelesaikan Sengketa Konsumen antara Muhammad Taufiq Melawan PT. Telekomunikasi Seluler berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen

Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan hukum dari hakim yang tercantum dalam Putusan Nomor : 189/Pdt.G/BPSK/2011/PN.Ska. Bahwa oleh karena alasan Keberatan ad. 1. tidak berdasar menurut hukum, maka alasan Keberatan ad. 1. Bahwa BPSK Kota Surakarta telah melanggar dan melampaui Undang Undang RI Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman, yaitu dengan mencantumkan titel eksekutorial atau irah-irah "Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa" harus dinyatakan ditolak Dan telah sesuai dengan penerapan hukum Pasal 52 ayat (1) Undang-Undang Perlindungan Konsumen Jo Pasal 3 Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan RI Nomor :350/MPP/Kep/12/2001 Tentang pelaksanaan Tugas dan Wewenang BPSK. dan ketentuan dalam Pasal 6 ayat (3) Perma Nomor 01 Tahun 2006 (3) Tentang Tata Cara Keberatan terhadap putusan Bada Penyelesaian Sengketa Konsumen dan Pasal 70 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa. harus dinyatakan ditolak.

Oleh karena Putusan BPSK Kota Surakarta Nomor: 001- 3/UIX/2011/BPSK Ska tanggal 1 Nopember 2011 adalah batal demi hukum, maka terhadap alasan Keberatan ad. 2 dan alasan Keberatan ad. 3 tidak relevan untuk dipertimbangkan lebih lanjut, namun sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 6 ayat (5) Perma Nomor 01 Tahun 2006, Majelis Hakim akan mengadili sendiri sengketa Konsumen antara

(10)

Pemohon Keberatan dahulu Teradu/Pelaku Usaha dengan Termohon Keberatan dahulu Pengadu/Konsumen.

Dapat disimpulkan bahwa iklan BlackBerry Internet Service paket Unlimited adalah tidak terbukti menggunakan kata-kata yang berlebihan seperti aman, tidak berbahaya, tidak mengandung risiko atau efek samping tanpa keterangan yang lengkap serta tidak mengandung janji yang belum pasti, karena Pemohon Keberatan dahulu Teradu/ Pelaku Usaha telah memberikan keterangan dan informasi secara lengkap mengenai ketentuan dan syarat yang berlaku atas produk jasa yang termuat dalam iklan tersebut, dan Paket BlackBerry Unlimited dapat dinikmati oleh Pelanggan sesuai dengan ketentuan dan syarat yang berlaku sebagaimana telah diinformasikan sebelumnya, dan oleh karena itu Majelis Hakim berpendapat bahwa Pemohon Keberatan dahulu Teradu/ Pelaku Usaha tidak terbukti melakukan pelanggaran terhadap Pasal 9 ayat (1) huruf j dan k UU Perlindungan Konsumen.

Dengan adanya informasi lebih lanjut atas jasa yang ditawarkan melalui iklan dimaksud serta mengingat kewajiban konsumen berdasarkan Pasal 5 huruf a UU Perlindungan Konsumen yang mengatur tentang konsumen berkewajiban untuk membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa, maka dalam hal ini terbukti bahwa iklan sebagaimana dimaksud tidak memuat pernyataan yang tidak benar atau menyesatkan mengenai harga atau tarif suatu barang dan/atau jasa, dan oleh karena itu, Majelis Hakim berpendapat bahwa Pemohon Keberatan dahulu Teradu/Pelaku Usaha tidak terbukti melakukan pelanggaran terhadap Pasal 10 huruf a UU Perlindungan Konsumen.

Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan dapat disimpulkan bahwa iklan BlackBerry Internet Service paket Unlimited adalah tidak terbukti menggunakan kata-kata yang berlebihan seperti aman, tidak berbahaya, tidak mengandung risiko atau efek samping tanpa keterangan yang lengkap serta tidak mengandung janji yang belum pasti, karena Pemohon Keberatan dahulu Teradu/ Pelaku Usaha telah memberikan keterangan dan informasi secara lengkap mengenai ketentuan dan syarat yang berlaku atas produk jasa yang termuat dalam iklan tersebut.

(11)

Paket BlackBerry Unlimited dapat dinikmati oleh Pelanggan sesuai dengan ketentuan dan syarat yang berlaku sebagaimana telah diinformasikan sebelumnya, dan oleh karena itu Majelis Hakim berpendapat bahwa Pemohon Keberatan dahulu Teradu/ Pelaku Usaha tidak terbukti melakukan pelanggaran terhadap Pasal 9 ayat (1) huruf j dan k UU Perlindungan Konsumen. Terpenuhinya syarat penerapan hukum 9 ayat (1) huruf j dan k UU Perlindungan Konsumen Jo Pasal 10 huruf K Undang-Undang Perlindungan Konsumen, Etika Pariwara Indonesia, dan Pasal 37 Undang-Undang Nomor 32 TAHUN 2002 Tentang Penyiaran dan Pendapat Ahli FX. RIDWAN HANDOYO, yang merupakan Ketua Badan Pengawas Periklanan Indonesia, dalam pemeriksaan yang dilakukan oleh BPSK, karena Hakim dalam memberikan pertimbanga adalah berdasar menurut hukum.

Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan hukum dari hakim yang tercantum dalam Putusan No. 336 K/Pdt.Sus/2012 Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa Mahkamah Agung. Bukti-bukti yang telah diajukan di BPSK Judex Facti telah melakukan kekeliruan dalam menilai alat bukti, dalam hal ini berkaitan dengan penafsiran kata unlimited dan full service dari keterangan ahli. Telah sesuai dengan penerapan hukum dalam Etika Pariwara Indonesia, yaitu:

1. Iklan harus disajikan dalam bahasa yang bisa dipahami oleh khalayak sasarannya, dan tidak menggunakan persandian (enkripsi) yang dapat menimbulkan penafsiran selain dari yang dimaksudkan oleh perancang pesan iklan tersebut 2. Iklan tidak boleh menggunakan kata-kata superlatif seperti “paling”, “nomor

satu”, ”top”, atau kata-kata berawalan “ter“, dan atau yang bermakna sama, tanpa secara khas menjelaskan keunggulan tersebut yang harus dapat dibuktikan dengan pernyataan tertulis dari otoritas terkait atau sumber yang otentik.

Iklan tersebut juga tidak bertentangan dengan Pasal 37 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran dan Pendapat Ahli FX. RIDWAN HANDOYO, yang merupakan Ketua Badan Pengawas Periklanan Indonesia, dalam pemeriksaan yang dilakukan oleh BPSK yang menyatakan: “Bahwa tulisan unlimited digunakan sebagai suatu penamaan terhadap salah satu paket jasa layanan Blackberry mereka. Sebagai nama/istilah dari suatu paket, maka pemahaman terhadap istilah

(12)

unlimited haruslah dikaitkan dengan penjelasan yang ada pada iklan tersebut, “bahwa isi iklan tersebut tidaklah bertentangan dengan Etika Pariwara Indonesia …dst.. ”.

Tidak perlu diajukan lagi di tingkat Pengadilan Negeri dan tidak diperlukan lagi jawab jinawab terhadap memori keberatan seperti pemeriksaan perkara perdata biasa. Bahwa kenyataannya Judex Facti telah memeriksa perkara keberatan ini seperti pemeriksaan perkara perdata biasa, di mana Para Pihak harus melakukan jawab jinawab terlebih dahulu antara lain pembacaan memori keberatan, jawaban keberatan, replik, dan duplik. Judex Facti juga mengagendakan pembuktian termasuk pemeriksaan saksi, walaupun para pihak tidak mengajukannya. Selain itu Judex Facti juga memerintahkan para pihak untuk membuat kesimpulan sebelum putusan, maka hal ini sama saja melakukan pemeriksaan ulang atas apa yang sudah dilakukan di BPSK Kota Surakarta.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan, maka diperoleh kesimpulan sebagai berikut:

1. Majelis Mahkamah Agung dalam memeriksa dan menyelesaikan sengketa konsumen di tingkat kasasi antara Muhammad Taufiq melawan PT. Telekomunikasi Seluler, memberikan pertimbangan bahwa putusan Pengadilan Negeri Surakarta yang pada intinya: pemeriksaan dan penilaian terhadap alat-alat bukti yang diajukan oleh para pihak telah dilakukan dengan tepat dan benar. Mahkamah Agung juga menyatakan bahwa kewenangan BPSK untuk menjatuhkan putusan adalah terbatas hanya untuk sanksi administratif dan ganti rugi, sedangkan penjatuhan sanksi berupa perintah untuk melakukan perubahan perbaikan iklan ataupun menarik seluruh iklan di seluruh Indonesia adalah tidak berdasar hukum karena telah melebihi kewenangan yang diberikan oleh undang-undang.

2. Kesesuaian amar putusan Mahkamah Agung di tingkat kasasi dalam memeriksa dan menyelesaikan sengketa konsumen antara Muhammad Taufiq Melawan PT. Telekomunikasi Seluler berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen yaitu Pelaku Usaha tidak terbukti melakukan

(13)

pelanggaran terhadap Pasal 9 ayat (1) huruf j dan k UU Perlindungan Konsumen. Hal tersebut karena iklan yang dilakukan oleh pelaku usaha sesuai dengan Pasal 9 ayat (1) huruf j dan k UU Perlindungan Konsumen Jo Pasal 10 huruf a Undang-Undang Perlindungan Konsumen, Etika Pariwara Indonesia, dan Pasal 37 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran dan Pendapat Ahli FX. RIDWAN HANDOYO, yang merupakan Ketua Badan Pengawas Periklanan Indonesia, dalam pemeriksaan yang dilakukan oleh BPSK.

DAFTAR PUSTAKA

Abdul Halim Barkatullah, 2008, Hukum Perlindungan Konsumen “Kajian Teoritis dan Perkembangan Pemikiran. Nusa Media: Bandung.

Abdulkadir Muhammad, 2000, Segi Hukum Lembaga Keuangan dan Pembiayaan, Citra Aditya Bakti, Jakarta.

AZ. Nasution, 2003, Aspek Hukum Perlindungan Konsumen, dalam Jurnal Teropong, Edisi Mei, Masyarakat Pemantau Peradilan Indonesia Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Jakarta

Black, Henry Campbell, 1990, Black’s Law Dictionary Centennial Sixth Edition, St. Paul, Minn: West Publishing Co.

Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani, 2003, Hukum Tentang Perlindungan Konsumen. PT.Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Happy Susanto, 2008, Hak-Hak Konsumen Jika Dirugikan, Jakarta: Visimedia.

I.P.M. Ranuhandoko, Terminologi Hukum Inggris- Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta, Cetakan Ketiga.

Lexy J. Moleong, 2002, Metodologi Penelitian Kualitatif, Remaja Rosdakarya Offset, Bandung.

Miftakhul Huda, Ratio Decidendi, http://www.miftakhulhuda.com, Diakses Tanggal 17 September 2016.

Moh. Taufik Makarao, 2004, Pokok-pokok Hukum Acara Perdata, cet. I, Jakarta: PT. Rineka Cipta.

M. Yahya Harahap, 2008, Hukum Acara Perdata tentang Gugatan, Persidangan, Penyitaan, Pembuktian dan Putusan Pengadilan. Cet. Ketujuh. Jakarta: Sinar Grafika.

(14)

Muhammad Nasir, 2005, Hukum Acara Perdata, Djambatan, Jakarta.

Peter Mahmud Marzuki, 2008, Penelitian Hukum, Kencana Prenada Media Group, Jakarta.

Sanapiah Faisal, 1990, Penelitian Kwalitatif, Dasar-dasar dan Aplikasi, Yayasan Asih, Asah dan Asuh, Malang.

Shidarta, 2006, Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia, Grasindo, Jakarta.

Susanti Adi Nugroho 2011, Mediasi sebagai Alternatif Penyelesaian Sengketa, Jakarta: Telaga Ilmu Indonesia.

Yustisia, 2006, Hukum Perlindunagan Konsumen, Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Peraturan Perundang-Undangan

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1999, Tentang Perlindungan Konsumen.

Putusan BPSK Kota Surakarta Nomor: 001- 3/UIX/2011/BPSK Ska

Putusan Pengadilan Negeri Surakarta Nomor : 189/Pdt.G/BPSK/2011/PN.Ska.

Referensi

Dokumen terkait

Sehingga penulis ingin menerapkan pendekatan pembelajaran kooperatif artikulasi yaitu model pembelajaran dimana dalam proses pembelajaranya melalui diskusi kelompok

A vizsgált mutatók alapján a telepeket rangsoroltuk az SRD (Sum of Ranking Difference) módszerrel.. Az SRD módszert Héberger (2010) fejlesztette ki, és a módszer

Berdasarkan lokasi Pulau Pannikiang, lokasi penelitian berada tidak jauh dari adanya pemukiman masyarakat dimana sesuai dengan pernyataan dari Efriyeldi (2012)

Peluang yang cukup besar untuk mengembangkan hasil-hasil penelitian dengan memanfaatkan pestisida nabati sudah menunjukkan efektivitasnya sebagai insektisida dari

1) Candi Tikus : Candi Tikus terletak di dukuh Dinuk, Desa Temon, Kec. Karanganyar, Jawa Tengah. Candi ini berfungsi sebagai tempat pemujaan. bangunan ini terbuat dari bahan

Dengan demikian berdasarkan hasil uji seleksi item yang dilakukan terhadap setiap skala, maka skala kinerja pegawai, kepemimpinan transformasional dan motivasi

Kegiatan PkM dilakukan dengan penyampaian materi dan diskusi tentang model pembelajaran inovatif berupa pembelajaran dengan menerapkan flipped classroom , pendidikan

Putri Musi Rawas mampu mengalahkan Pansa FC dengan skor yang besar. Hasil dari data yang diperoleh peneliti dari pada tim Putri Musi Rawas melawan Pansa FC yaitu