• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 1 PENDAHULUAN. untuk menguasai tanah tersebut, memanfaatkannya dan mengambil hasil yang ada.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 1 PENDAHULUAN. untuk menguasai tanah tersebut, memanfaatkannya dan mengambil hasil yang ada."

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 1 PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Tanah merupakan sesuatu yang sangat penting dalam kehidupan umat manusia. Di dalam hukum adat, antara masyarakat dengan tanah yang didudukinya merupakan satu kesatuan dan mempunyai hubungan yang erat sekali. Hubungan ini menyebabkan masyarakat memperoleh hak untuk menguasai tanah tersebut, memanfaatkannya dan mengambil hasil yang ada.

Menurut Ter Haar pertalian hukum antara manusia dengan tanah adalah karena: 1. Tanah merupakan tempat mereka berdiam,

2. Tanah adalah sumber mata pencaharian untuk kehidupan mereka, 3. Tanah sebagai tempat dimana mereka dimakamkan,

4. Tanah menjadi tempat kediaman makhluk-makhluk halus pelindung mereka serta tempat arwah para leluhurnya.1

Menurut Van Vollenhoven, hak masyarakat atas tanah ini disebut dengan hak ulayat2. Di Sumatera Barat, tanah ulayat diartikan sebagai sebidang tanah pusaka beserta sumber daya alam yang ada di atasnya dan didalamnya diperoleh secara turun menurun merupakan hak masyarakat hukum adat.3

Tanah adalah masalah pokok dan menentukan syarat mutlak bagi masyarakat Minangkabau menandakan ia orang Minang asli yaitu:

1. ada tanah perumahan

1

Ter Haar, Asas-Asas dan Susunan Hukum Adat, Terjemahan oleh K. Ng. Soebakti Poesponoto, (Jakarta: Pradnya Paramita, 1980), hlm. 71

2

Soediono M. P. Tjondronegoro, Dua Abad Penguasaan Tanah, (Yayasan Obor Indonesia, 2008), hlm. 308

3

Indonesia, Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Barat Nomor 16 Tahun 2008 tentang tanah ulayat dan pemanfaatannya, Ps. 1

(2)

2. ada pandam pekuburan

3. ada sasok jeraminya (sawah dan ladang).4

Kalau seseorang yang berdiam di Minangkabau tidak mempunyai tanah perumahan, tidak ada pandam pekuburan dan tidak memilki sasok jerami, maka orang tersebut tidak bisa dikatakan orang Minangkabau asli. Sebab itu soal tanah tidak dapat diabaikan begitu saja. Tingginya nilai seseorang bersangkut paut dengan tanah. Oleh karena itu tanah di Minangkabau tidak mudah menggadaikannya, apalagi menjualnya

Gadai tanah adalah salah satu transaksi tanah yang bersumber dari hukum adat yang sering menimbulkan perdebatan dan perselisihan akibat tarik menarik antara Hukum Agraria Nasional dan Hukum Adat. Istilah gadai tanah dikenal juga sebagai menjual gadai, menggadai

atau memagang atau pagang gadai (Minangkabau), adol sende (Jawa), ngajual akad/ gade

(Sunda), gala (aceh), yaitu: “perjanjian yang menyebabkan tanah diserahkan untuk menerima tunai sejumlah uang, dengan permufakatan bahwa si pemilik berhak mengambil tanah itu kembali dengan membayar dengan sejumlah uang yang sama”5

Undang-Undang Nomor 56/Prp/1960 tentang Penetapan Luas Tanah Pertanian, diatur juga mengenai gadai tanah pertanian. Di mana pada bagian Umum angka 9 (a) dirumuskan bahwa :

“Yang dimaksud dengan gadai ialah hubungan antara seseorang dengan tanah kepunyaan orang lain, yang mempunyai hutang kepadanya, selama hutang tersebut belum dibayar lunas maka tanah tetap berada dalam penguasaan yang meminjamkan uang tadi

4

Mochtar Naim, Menggali Hukum Tanah dan Hukum Waris Minangkabau, (Padang: Sri Darma, 1968), hlm. 138

5

Ter Haar, Asas-Asas dan Susunan Hukum Adat, Terjemahan oleh K. Ng. Soebakti Poesponoto, (Jakarta: Pradnya Paramita, 1980), hlm. 112

(3)

(pemegang gadai), yang dengan demikian merupakan bunga dari hutang tersebut. Penebusan itu tergantung kepada kemauan dan kemampuan yang menggadaikan.”

Berdasarkan pengertian diatas, dapatlah kita mengetahui, bahwa undang-undang memberikan kemudahan bagi yang menggadaikan tanahnya, untuk menebusnya kembali. Selain itu, dalam pasal 7 Undang-Undang Nomor 56/Prp tahun 1960 juga menjelaskan batasan dari gadai tanah itu sendiri, yang berbunyi :

“Barang siapa menguasai tanah pertanian dengan hak gadai yang pada mulai berlakunya peraturan ini sudah berlangsung 7 tahun atau lebih wajib mengembalikan tanah itu kepada pemiliknya dalam waktu sebulan setelah tanaman yang ada selesai dengan tidak ada hak untuk menuntut pembayaran uang tebusan”

Menurut adat Minangkabau tanah itu tidak dapat dijual atau digadaikan/pagang gadai

kecuali :

a. Rumah gadang ketirisan, (rumah gadang bocor karena atabnya bocor)

b. Gadih gadang atau jando indak balaki, (gadis yang telah dewasa atau janda tidak bersuami)

c. Mayit tabujui ditangah rumah (mayat terbujur ditengah rumah)

d. Adat tidak berdiri (pada kaum atau rumah itu sudah perlu didirikan penghulu atau sudah lama pusaka penghulu terbenam saja, karena biaya untuk mengisi adat pada nagari tidak cukup)6

Tanah yang ada di Minangkabau, tidak semua dapat dialihkan haknya, Untuk mengalihkan hak atas tanah di minangkabau harus diketahui terlebih dahulu mengenai status tanahnya, dimana dalam hal tanah tersebut berstatus harta pusaka tinggi, tidak dapat di perjual belikan namun hanya bisa digadaikan saja dengan memenuhi syarat-syarat tertentu, berbeda dengan tanah yang berstatus harta pusaka rendah, dimana tanah tersebut dapat diperjual belikan ataupun digadaikan.

6

(4)

Gadai tanah yang dikenal dalam hukum adat sampai sekarang masih merupakan suatu pranata yang digunakan oleh masyarakat desa. Dalam konsep hukum adat, gadai tanah ini digolongkan sebagai tindakan terhadap tanah yang bersifat perbuatan hukum dua pihak, barulah muncul tindakan gadai tersebut, sebagai tindakan yang dikenal dalam hukum adat tanah.7

Manakala telah terjadi gadai tanah, akan tetapi kepemilikan tanah itu tetap berada di tangan sipenggadai, maka berpindahnya penguasaan itu hanyalah sementara di tangan sipenerima gadai. Sipemilik tidak akan kehilangan haknya atas tanah, sehingga transaksinya berlangsung antar keluarga saja. Sehingga dalam pelaksanaan gadai tanah itu, cukup hanya disaksikan dan disetujui oleh keluarga saja atau ijab kabulnya dilakukan dihadapan kepala desa atau Wali Nagari.

Dalam hukum adat, gadai tanah tidak termasuk dalam hukum perjanjian tapi masuk kedalam hukum benda tanah. Sehingga gadai tidak pernah didahului oleh perjanjian, meski ia dapat diikuti oleh perjanjian. Ada beberapa syarat dalam gadai tanah yang harus dipenuhi oleh penggadai dan pemegang gadai, yaitu :8

a. Gadai baru sah apabila disetujui oleh segenap ahli waris, satu orang saja tidak menyetujui gadai, maka gadai menjadi batal demi hukum.

b. Gadai tidak ada kadaluarsanya.

c. Pihak penggadai punya hak pertama untuk menggarap tanah gadaian, kecuali jika dia mau menyerahkan garapan pada orang lain.

d. Pemegang gadai tidak boleh menggadaikan lagi tanah yang dipegangnya pada orang lain tanpa seizin pemilik tanah. Sekarang karena ada pengaruh hukum Barat pemegang gadai boleh menggadaikannya lagi (herverpanding) pada pihak lain.

7

Muhammad Yamin, Gadai Tanah Sebagai Lembaga Pembayaran Rakyat Kecil, (Medan : Pustaka Bangsa Press, 2004), hlm. 5

8

(5)

e. Selama gadai berjalan pemilik tanah gadai boleh minta tambahan uang gadai pada pemegang gadai tapi pembayaran penebusannya nanti mesti sekaligus.

Dalam Pasal 7 Undang-undang no. 56/Prp/1960 dikatakan, “Barang siapa menguasai tanah pertanian dengan hak gadai sejak berlakunya peraturan ini ( yaitu tanggal 1 Januari 1961) sudah berlangsung 7 (tujuh) tahun atau lebih, wajib mengembalikan tanah itu kepada pemilik dalam waktu sebulan setelah tanaman yang ada selesai dipanen dengan tidak ada hak untuk menuntut pembayaran uang tebusan, dan barang siapa yang melanggar, maka dapat dihukum dengan hukuman kurungan selama-lamanya 3 (tiga) bulan/atau denda sebanyak-banyaknya Rp. 10.000,-“. Adapun tujuan dari ketentuan ini adalah untuk menghindarkan terjadinya penghisapan manusia oleh manusia. Tapi dari dulu di Minangkabau tidak demikian halnya, namun lebih memberatkan saja dalam hal menebus tanah tersebut. Namun dalam perkembangannya ada beberapa putusan yang membela kepentingan sipenggadai yaitu:

1. Mahkamah Agung dalam Yurisprudensinya mengenai gadai tanah dalam putusannya tanggal 6 Maret 1971 No. 810/K/SIP/1970 dalam mengadili sengketa gadai antara Tinggi boru Perangin-angin melawan Rumrumen boru Karo, Majelis Hakim dalam pertimbangannya menyatakan : “Bahwa ketentuan pasal 7 ayat (1) Undang-Undang No. 56/Prp/1960 bersifat memaksa dan tidak dapat dilunakkan oleh perjanjian yang dibuat oleh kedua belah pihak, karena hal itu sangat bertentangan dengan prinsip lembaga gadai.” Sehingga gadai tanah yang telah lebih 7 tahun dapat digugat kepengadilan untuk mendapat kembali kepada penggadai tanpa pembayaran uang tebusan.9

9

R. Subekti, Hukum Adat Indonesia Dalam Yurisprudensi Mahkamah Agung, (Bandung: Alumni, 1983), hlm. 51

(6)

2. Kasus gadai tanah perumahan harta pusaka tinggi yang tergadai di kota Padang,

gugatan diajukan ke Pengadilan Negeri Padang, nomor kasus

44/PDT/G/2002.PN.PDG, lalu banding ke Pengadilan Tinggi Sumatera Barat, nomor kasus 82/PDT/2003/PT.PDG, dan akhirnya kasasi di Mahkamah Agung Republik Indonesia, nomor kasus 344/K/Pdt/2004. Dimana dalam putusannya memutuskan dimana karena lewatnya jangka waktu gadai dan tanah yang disengketakan merupakan pusaka tinggi kaum penggugat, dan gadai tanah tersebut telah melewati 7 tahun sebagaimana diatur dalam pasal 7 ayat (1) Perpu Nomor 56 Tahun 1960 maka seharusnya tergugat mengembalikan kepada penggadai tanpa adanya uang tebusan. Namun walaupun demikian, penggugat sendiri mau membayar tebusan sebagai penggantian terhadap bangunan rumah tergugat diatas objek sengketa.

Berdasarkan putusan diatas, dapat diambil kesimpulan bahwa, hakim dalam mengambil keputusan, memberikan perlindungan terhadap penggadai, dimana dalam hal ini, dasar dari putusan diatas seharusnya gadai tanah itu ada batasannya, sehingga tidak merugikan ahli waris, walaupun awalnya niatnya adalah menolong, tetapi, jika ditelaah lagi sebenarnya mendekati pemerasan, apalagi pemegang gadai menetapkan tebusan harus sebesar harga emas pada waktu penebusan.

Kecamatan Sungayang adalah salah satu kecamatan yang terdapat di Kabupaten Tanah datar, di mana, di Kecamatan Sungayang terdiri dari 5 (lima) Nagari, yaitu Nagari Sungayang, Nagari Minangkabau, Nagari Tanjung, Nagari Sungai Patai. Nagari Andalas Barubukit.

Nagari merupakan kesatuan masyarakat yang memiliki batas-batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan asal-usul dan adat istiadat yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan

(7)

Republik Indonesia. Nagari ini merupakan daerah otonom dengan kekuasaan tertinggi di Minangkabau. Tidak ada kekuasaan sosial politik lainnya yang dapat mencampuri adat disebuah nagari.

Masyarakat di Kecamatan Sungayang, merupakan masyarakat yang kental adat istiadatnya, walaupun sebagian besar dari masyarakatnya merantau, namun nilai-nilai adat sangat dijunjung dan diajarkan secara turun temurun, dimana masyarakatnya masih mengenal dan menjunjung suatu kaum berdasarkan silsilah keturunannya, yaitu keturunan datuk atau istilah zaman sekarang adalah keturunan darah biru. Karena suatu kaum yang keturunan datuklah yang umumnya mempunyai harta pusako tinggi.

Berdasarkan hasil pra penelitian, gadai tanah dalam masyarakat di Kecamatan Sungayang, telah berlangsung puluhan tahun, karena terjadi puluhan tahun yang mengakibatkan telah terjadi secara turun temurun dan dilanjutkan oleh para ahli warisnya. Hal ini terjadi karena faktor ekonomi yang kurang mendukung, yang mengakibatkan sampai sekarang ahli waris belum bisa membayar uang gadai tersebut, sehingga tanah yang menjadi objek gadaipun telah diusahakan dan dinikmati hasilnya selama puluhan tahun tidak bisa mengurangi sedikitpun besar jumlah uang yang dibayar ke pemegang gadai. Apalagi patokan jumlah uang untuk menebus tanah tersebut adalah satu emas, hitungan satu emas dalam masyarakat sama dengan 2,5 (dua setengah) gram emas pada saat penebusan. Sehingga hal ini dirasakan sangat memberatkan para ahli waris.

Apabila menggadaikan tanah yang berasal dari harta pusaka maka harus mendapat persetujuan dari kaum dan mamak kepala waris, sedangkan apabila yang digadaikan harta pencaharian maka pemiliknya dapat langsung menggadaikannya. Namun dalam masyarakat di Kecamatan Sungayang, banyak terjadi penyalahgunaan kekuasaan seorang mamak kepala waris,

(8)

yaitu banyaknya tanah yang digadaikan untuk memenuhi kebutuhan pribadi mamak kepala waris tersebut tanpa persetujuan ahli waris dan ahli waris juga tidak bisa menolak atau membantah, dikarenakan begitu kuatnya posisi mamak kepala waris tersebut di dalam suatu kaum. Sehingga pada saat ini banyak sekali tanah-tanah yang tergadai, yang mana ahli warisnya belum sanggup untuk menebus tanah tersebut, dikarena patokan tebusannya adalah sebesar harga emas pada saat penebusan.10

Dalam kenyataannya, banyak sekali surat gadai yang dibuat sepihak oleh penerima gadai, dan dalam surat gadai itu juga tidak mencantumkan jangka waktu gadai dan hanya menjelaskan tentang peristiwa gadai, ada juga yang ditanda tangani sebagaian ahli waris saja, namun ada juga yang ditanda tangani seluruh ahli waris dan ijab kabulnya dihadapan Wali Nagari.11

Tanah yang menjadi objek gadai di Kecamatan Sungayang adalah tanah produktif, yaitu seperti sawah, sejak adanya persetujuan gadai yang dibuat dengan bentuk surat gadai, maka pengelolaan dan penguasaan sawah tersebut adalah hak pemegang gadai, hal ini berlangsung, selama gadai belum di lunasi, dan jumlah pelunasannya tergantung berapa harga emas, pada saat penebusan. Jika gadai tanah ini berlangsung puluhan tahun, dari ahli waris ke ahli waris berikutnya, dan ahli waris tidak mampu menebusnya, hal ini dikhawatirkan kepemilikan sepihak, apakah tidak bisa diselesaikan secara musyawarah yang dapat meringankan beban ahli waris, jika dilihat secara materil sekian puluhan tahun, pihak pemegang gadai juga telah menikmati dari hasil tanah tersebut, selain itu apakah bisa ditempuh penyelesaian gadai tanah di Kecamatan Sungayang berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku saat ini.

10

Hasil wawancara dengan Nurleli, Masyarakat Nagari Sungayang pada tanggal 20 Maret 2013

(9)

Berdasarkan uraian diatas, maka diperlukan penelitian untuk mengkaji lebih jauh mengenai “Kajian Hukum atas Gadai Tanah dalam Masyarakat Minangkabau di Kecamatan Sungayang Setelah Berlakunya Undang-Undang No. 56/Prp/1960 tentang Penetapan Luas Tanah Pertanian”.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan Latar Belakang diatas, maka dapat dirumuskan permasalahan seperti berikut:

1. Bagaimana keberadaan gadai tanah dalam masyarakat Minangkabau di Kecamatan Sungayang?

2. Bagaimana pelaksanaan Pasal 7 Undang-Undang No. 56 Prp/1960 di Kecamatan Sungayang ?

3. Bagaimana penyelesaian sengketa gadai tanah yang telah berlangsung 7 tahun atau lebih di Kecamatan Sungayang ?

C.Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan diatas, maka tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Untuk mengetahui bagaimana keberadaan gadai tanah dalam masyarakat

Minangkabau di Kecamatan Sungayang

2. Untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan Pasal 7 Undang-Undang No. 56 Prp/1960 di Kecamatan Sungayang.

3. Untuk mengetahui bagaimana penyelesaian sengketa gadai tanah yang telah berlangsung 7 tahun atau lebih di Kecamatan Sungayang

(10)

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut : a. Dari segi Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi rujukan dan bahan kajian lebih lanjut bagi perkembangan ilmu pengetahuan hukum, khususnya dalam bidang hukum Agraria mengenai Kajian Hukum atas Gadai Tanah dalam Masyarakat Minangkabau di Kecamatan Sungayang setelah Berlakunya Undang-Undang No. 56/Prp/1960 tentang Penetapan Luas Tanah Pertanian.

b. Dari segi Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai sumbangsih pemikiran dan masukan bagi semua pihak mengenai pengembangan ilmu pengetahuan hukum dalam bidang hukum Agraria. Terutama dalam hal gadai tanah yang terjadi dalam masyarakat Minangkabau, terutama di Kecamatan Sungayang.

E.Keaslian Penelitian

Berdasarkan informasi yang ada dan dari penelusuran yang dilakukan di kepustakaan yang ada di lingkungan Universitas Sumatera Utara, penelitian dengan judul “Kajian Hukum Atas Gadai Tanah Dalam Masyarakat Minangkabau di Kecamatan Sungayang Setelah Berlakunya Undang-Undang No. 56/Prp/1960 Tentang Penetapan Luas Tanah Pertanian”, belum pernah ditemukan judul atau penelitian terhadap masalah tersebut diatas, dengan demikian penelitian ini adalah asli, sehingga dapat dipertanggung jawabkan kebenarannya secara ilmiah.

(11)

Meskipun ada beberapa penelitian yang dilakukan mengenai masalah gadai tanah, namun secara substansi pokok permasalahan yang dibahas berbeda dengan penelitian ini. Adapun penelitian yang berkaitan dengan gadai tanah yang pernah dilakukan adalah :

1. ZETRIA ERMA, Nim: 982105036, dengan judul “ Pelaksanaan Gadai Tanah Pertanian Ditinjau dari Hukum Agraria ( UU No. 5 Tahun 1960 ) dan Hukum Islam di Kecamatan Tilatang Kamang”. Universitas Sumatera Utara. Tahun 2001.

2. SUHARDI, Nim: 027011059, dengan judul “ Pengaruh Peraturan Gadai Tanah Pertanian ( Pasal 7 UU No. 56/Prp/1960 ) terhadap Pelaksanaan Gadai Tanah dalam Hukum Adat Minangkabau di Nagari Lurah Ampalu”. Universitas Sumatera Utara, Tahun 2004.

3. ALISMAN, Nim : B4B003048, dengan judul “ Pelaksanaan Gadai Tanah Dalam Masyarakat Hukum Adat Minangkabau di Nagari Campago Kabupaten Padang Pariaman Setelah Berlakunya Pasal 7 UU No. 56/Prp/1960”. Universitas Diponegoro tahun 2005.

4. DINA AMANDA, Nim : 0806478600, dengan judul “ Penyelesaian Sengketa Gadai Tanah Harta Pusaka Tinggi Minangkabau Kasus Putusan Mahkamah Agung No. 344 K/PDT/2004” Universitas Indonesia Tahun 2011

1.Kerangka Teori

Teori adalah suatu penjelasan yang berupaya untuk menyederhanakan pemahaman mengenai suatu fenomena atau teori juga merupakan simpulan dari rangkaian berbagai fenomena menjadi sebuah penjelasan yang sifatnya umum.12

12

Mukti Fajar dan Yulianto Achmad, Dualisme penelitian Hukum Normatif dan Empiris, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010), hlm. 134.

(12)

Menurut M. Solly Lubis kerangka teori adalah kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, teori, tesis mengenai sesuatu kasus atau permasalahan (problem) yang menjadi bahan perbandingan, pegangan teoritis.13

Kerangka terori sebaiknya harus memenuhi syarat:14

a. Teori yang digunakan dalam membangun kerangka berfikir harus merupakan pilihan dari sejumlah teori yang dikuasai secara lengkap dengan mencangkup perkembangan-perkembangan terbaru.

b. Analisis filsafat dari teori-teori keilmuan dengan cara berfikir keilmuan yang mendasari pengetahuan tersebut dengan pembahasan secara eksplisit mengenai postulat, asumsi, dan prinsip yang mendasarinya.

c. Mampu mengidentifikasikan masalah yang timbul sekitar disiplin keilmuan tersebut. Penelitian ini menggunakan Teori Keadilan yang dikemukakan oleh John Rawls yang hidup pada awal abad 21 lebih menekankan pada keadilan sosial.15 Rawls melihat kepentingan utama keadilan adalah (1) jaminan stabilitas hidup manusia, dan (2) keseimbangan antara kehidupan pribadi dan kehidupan bersama.

John Rawls mempercayai bahwa struktur masyarakat ideal yang adil adalah struktur dasar masyarakat yang asli dimana hak-hak dasar, kebebesan, kekuasaan, kewibawaan, kesempatan, pendapatan dan kesejahteraan terpenuhi. Kategori struktur masyarakat ideal ini digunakan untuk :

1. Menilai apakah institusi-institusi sosial yang ada telah adil atau tidak, 2. Melakukan koreksi atas ketidak adilan sosial.

13

M. Solly Lubis, Filsafat Hukum dan Penelitian, (Bandung: Mandar Maju, 1994), hlm. 80 14

Jujun S. Suriasumantri, Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Popular, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 2002, hal. 318-321

15

(13)

John Rawls berpendapat bahwa yang menyebabkan ketidak adilan adalah situasi sosial sehingga perlu diperiksa kembali mana prinsip-prinsip keadilan yang dapat digunakan untuk membentuk situasi masyarakat yang baik. Koreksi atas ketidak adilan dilakukan dengan cara mengembalikan (call for redress) masyarakat pada posisi asli (people on original position). Dalam posisi dasar inilah kemudian dibuat persetujuan asli (original agreement) antara anggota masyarakat secara sederajat.16

Di Sumatera Barat dikenal suatu suku atau kelompok etnik nusantara yang bernama Minangkbau.17Adat Minangkabau berpedoman pada 4 (empat) masalah adat yaitu :18

a. Adat yang sebenar adat

Adalah peraturan yang seharusnya menurut alur dan patut, menurut agama islam (syarak), menurut perikemanusiaan, adil dan beradap.

b. Adat yang diadatkan

Peraturan yang dibuat oleh Dt. Perpatih Nan Sabatang dan Dt. Ketumanggungan yang dicontoh dari adat yang sebenarnya adat dan dilukiskan dalam pepatah adat Minangkabau.

c. Adat yang teradat

Peraturan yang dibuat oleh ninik mamak, ninik mamak suatu nagari atau beberapa Nagari. Peraturan ini adalah untuk mencapai tujuan baik dalam masyarakat tersebut, yang dalam hal ini tidak sama pada tiap Nagari.

16Ibid. 17

Josselin de Jong, P.E. de, Minangkabau and Negeri Sembilan: Socio-Political Structure in Indonesia, (Jakarta: Bhartara, 1960), hlm. 75

18

Nurdin Yakup, Minangkabau tanah pusaka Tambo Minangkabau, (Bukittinggi : Pustaka Indonesia, 1989), hlm. 15

(14)

d. Adat istiadat

Adalah adat kebiasaan dalam suatu nagari atau satu golongan yang berupa kesukaan dari masyarakat itu sendiri. Umpamanya bunyi-bunyian, permainan olah raga dan sebagainya.19

Sistem kekerabatan Minangkabau adalah matrilineal, yaitu keturunan berdasarkan garis keturunan ibu, sehingga sebagian besar warisan diberikan kepada anak perempuan. Matrilineal salah satu aspek utama dalam mendefinisikan identitas masyarakat Minangkabau20. Selain itu tanah juga merupakan salah satu aspek yang cukup penting untuk menentukan seseorang itu adalah asli orang Minangkabau. Karena salah satu harta pusako itu adalah tanah, tanah sebagai tempat tinggal, tempat menguburkan dan tempat mata pencaharian.

Pentingnya nilai tanah dalam kehidupan masyarakat Minangkabau, sehingga apabila bukan karena hal yang sangat mendesak, masyarakatnya tidak akan mau mengalihkan atau menjual tanahnya kepada orang lain, dan kalaupun dalam keadaan mendesak, tanah tersebut tidaklah langsung dijual, namun masyarakat lebih suka kalau tanah tersebut di gadaikan terutama kepada saudara dekat, dengan harapan, tanah tersebut bisa secepatnya di tebus kembali. Namun jika gadai belum dilunasi, dan penggadai membutuhkan uang, maka bisa dilakukan penambahan gadai, tapi biasanya sesuai dengan berapa hasil yang di dapat jika yang digadaikan adalah sawah, maka semakin luas tanah yang digadaikan maka uang gadaipun juga bisa besar. Dengan demikian apabila ada penambahan biasanya ditulis pada bagian belakang surat, dan ditanda tangani oleh para pihak.

19

Idrus Hakim Dt. Rajo Panghulu, Buku Pegangan Penghulu di Minangkbau, (Bandung: CV. Rosida, 1986), hlm. 109

20

Suardi Mahyudi dan Rustam Rahman, Hukum Adat Minangkabau Dalam Sejarah Perkembangan Nagari Rao-Rao Ranah Ketitiran di Ujuang Tanduak, (Jakarta: Citataman Mandiri, 2002), hlm. 47

(15)

Gadai tanah dalam masyarakat Minangkabau, memang selama ini tidak ada batasan atau tanpa terikat pada suatu jangka waktu tertentu. Sehingga masih banyaknya tanah-tanah yang terikat gadai di kecamatan sungayang, dan ada juga yang telah berlangsung puluhan tahun. Hal ini dikarenakan tidak mampunya penggadai untuk menebus tanah tersebut, dimana untuk membayar uang tebusan, didasarkan kepada harga emas pada saat penebusan.

Besarnya penebusan berdasarkan harga emas pada saat penebusan dirasakan tidaklah adil, karena harga emas yang lama kelamaan mengalami peningkatan harga, jika gadai telah berlangsung 10 tahun, harga emas pada 10 tahun kemudian akan jauh lebih mahal, dan selama 10 tahun itu juga pemegang gadai juga telah memperoleh keuntungan dari tanah yang digadaikan. Dalam hal penyelesaian gadai ini, diharapkan adanya penyelesaian yang saling menguntungkan kedua belah pihak. Untuk itu, berdasarkan Undang-Undang No. 56/Prp/1960, Pasal 7 dijelaskan bahwa adanya batasan penguasaan tanah karena gadai yaitu selama 7 tahun, dan apabila sudah berlangsung lebih dari tujuh tahun, maka pemegang gadai wajib mengembalikan tanah tersebut kepada penggadai tanpa adanya uang tebusan. Dari penjelasan pasal tersebut, diharapkan dapat menjadi salah satu pedoman dalam penyelesaian gadai dalam masyarakat, terutama masyarakat di Kecamatan Sungayang.

Gadai yang telah berlangsung bertahun-tahun akan memberatkan, karena yang awalnya niat menolong, tapi dengan berjalannya gadai bertahun-tahun, dan hitungannya adalah harga emas ( harga satu emas = 2,5 gram emas) , jika dihitung-hintung, apabila gadai tersebut telah terjadi ± 20 tahun, dimana tanah tersebut digadaikan seharga 50 emas, jadi bisa di hitung, 50 x 2,5 gram= 125 gram yang harus dibayar oleh penggadai ke pemegang gadai, dan harga emas itu dihitung sesuai harga pada saat penebusan dilakukan, jika pada saat penebusan dilakukan harga 1

(16)

gram emas adalah Rp. 500.000,- maka total yang harus dibayar adalah 125 gram x Rp. 500.000,- maka hasilnya adalah: Rp. 62.500.000,- ( enam puluh dua juta lima ratus ribu rupiah ).

Berdasarkan Penjelasan diatas, dapat dilihat hal tersebut cukup memberatkan, terutama bagi masyarakat yang perekonomiannya menengah kebawah, dan apabila masalah gadai ini tidak diberitahukan kepada ahli waris, maka bisa saja tanah ini akan diambil alih kepemilikannya oleh pemegang gadai, sehingga tanah yang awalnya terikat gadai, akan terhapus karena ketidaktahuan ahli waris, dan ini merugikan pihak pemegang gadai. Dan untuk menghindari hal tersebut, perlunya pemahan masyarakat terhadap masalah gadai dan peraturan yang ada bisa menjadi salah satu pegangan untuk menyelesaikan permasalah gadai tanah tersebut.

2. Konsepsi

Konsep adalah merupakan salah satu bagian terpenting dari teori. Konsep adalah unsur-unsur abstrak yang mewakili kelas-kelas fenomena dalam satu bidang studi sehingga dengan demikian merupakan penjabaran abstrak dari pada teori.21 Peranan konsepsi dalam penelitian adalah untuk menghubungkan dunia teori dan observasi, antara abstrak dengan realita. Konsepsi diartikan sebagai kata yang menyatakan abstrak yang digeneralisasi dari hal-hal yang khusus yang disebut dengan defenisi operasional. Oleh karena itu, didalam penelitian ini dikemukakan beberapa konsep dasar sebagai berikut :

1. Tanah merupakan tempat tinggal keluarga dan masyarakat, memberikan penghidupan, merupkan tempat dimana para warga yang meninggal dunia dikuburkan : dan sesuai dengan kepercayaan merupkan pula tempat tinggal dewa-dewa pelindung dan tempat roh para leluhur bersemayam.22

21

Tampil Anshari Siregar, Metodologi Penelitian Hukum, Pustaka Bangsa Press, Medan, 2005, hlm. 57. 22

(17)

2. Gadai tanah adalah merupakan suatu pranata yang sangat penting keberadaannya dalam upaya untuk memenuhi kebutuhan uang yang tidak dapat dielakkan. Dengan waktu yang cepat harus ada, tampa harus menjuali benda-benda miliknya (khususnya tanah), serta tidak perlu diketahui oleh orang banyak.

3. Wali Nagari adalah sebuah jabatan politik untuk memimpin sebuah wilayah administrative nagari di Sumatera Barat. Jabatan Wali Nagari ini sama dengan jabatan kepala desa.

F. Metode Peneliltian

Pemilihan suatu metodologi yang baik untuk suatu penelitian tergantung kepada sasaran penelitian, bahan yang tersedia, kondisi yang meliputi kegiatan penelitian dan terutama jenis informasi yang diperlukan. Suatu Penelitian dilakukan dengan mengikuti metode atau tata cara tertentu23.Metode yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah :

1. Sifat dan Jenis Penelitian

Penelitian adalah usaha untuk menemukan, mengembangkan dan menguji kebenaran suatu pengetahuan, usaha mana dilakukan dengan menggunakan metode-metode ilmiah.24 Penelitian ini merupakan penelitian yang bersifat Deskriptif analitis, maksudnya adalah menggambarkan semua gejala dan fakta dilapangan serta mengkaitkan dan menganalisa semua gejala dan fakta tersebut dengan permasalahan yang ada dalam penelitian dan kemudian disesuaikan dengan keadaan dilapangan. Dalam hal ini diarahkan untuk menelaah dan menganalisa teori hukum yang bersifat umum dan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yaitu penelitian yang menggambarkan dan mengkaji alasan gadai tanah dalam masyarakat minangkabau di kecamatan sungayang, bagaimana perkembangannya saat ini, setelah adanya

23

Sri Mamudji, Metode Penelitian dan Penulisan Hukum, (Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005), hlm. 2

24

(18)

Undang-Undang Nomor. 56/Prp/1960 dan adanya putusan Mahkamah Agung Nomor 344 K/PDT/2004 Bagaimana penyelesaian gadai tanah di Kecamatan Sungayang. Penelitian ini menggunakan metode pendekatan yuridis empiris dan perbandingan hukum. Penelitian yuridis empiris merupakan penelitian terhadap identifikasi hukum (tidak tertulis) dan penelitian terhadap efektifitas hukum. Menurut Ronny Hanitijo Soemitro bahwa penelitian yuridis empiris adalah suatu penelitian dengan cara melihat factor-faktor dari segi hukum yang mempengaruhi kenyataan yang terjadi di masyarakat (lapangan) secara langsung, untuk menjawab pokok permasalahan.25

Pernelitian perbandingan hukum yang digunakan adalah untuk membandingkan 2 (dua) system hukum yang berbeda yaitu hukum adat minangkabau dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku tentang pelaksanaan gadai tanah dalam masyarakat Minangkabau di Kecamatan Sungayang.

2. Sumber Data

Penelitian ini menggunakan data primer dan sekunder yang di peroleh dengan cara sebagai berikut :

1) Bahan hukum primer yaitu bahan hukum yang mempunyai otoritas (mengikat), yaitu : a) Undang-Undang Dasar 1945

b) Undang-Undang Nomor 56/Prp Tahun 1960 tentang Penetapan Luas Tanah Pertanian

2) Bahan Hukum sekunder yaitu bahan hukum yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer, seperti : hasil-hasil penelitian dan karya-karya ilmiah dari kalangan hukum yang berkaitan dengan masalah penelitian.

25

Ronny Hanitijo Soemitro, Metodologi Penelitian Hukum dan Jurumetri, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1990), hlm. 24

(19)

3) Bahan hukum tersier yaitu bahan-bahan hukum yang sifatnya penunjang untuk dapat memberikan petunjuk dan penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder seperti jurnal hukum, jurnal ilmiah, surat kabar, internet serta makalah-makalah yang berkaitan dengan objek penelitian.

3. Alat Pengumpulan Data

Alat pengumpulan data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah dengan studi dokumen yaitu menghimpun data dengan melakukan penelahaan bahan kepustakaan atau data sekunder yang meliputi bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier. Studi dokumen dilakukan untuk mengetahui dan memahami isi atau materi sebagai dokumen yang terkait dengan objek penelitian, kemudian setelah itu dilakukan wawancara secara langsung kepada nara sumber yang bertujuan untuk menghimpun data dengan menggunakan pedoman wawancara, sehingga diperoleh data yang dalam dan lengkap, serta digunakan untuk mendapat jawaban dari permasalahan yang telah dirumuskan.

4. Teknik Pengumpulan Data

Dua tahap penelitian yang dilakukan untuk memperolah data yang akurat dan relevan, antara lain :

a. Penelitian Lapangan (field research)

Penelitian lapangan dilakukan dengan mengadakan wawancara dengan pihak-pihak yang berwenang yang berhubungan dengan masalah yang dibahas.

a. Lokasi Penelitian

Dalam rangka mendapatkan hasil penelitian yang lebih akurat terhadap jawaban permasalahan tesis ini, maka penelitian ini dilakukan di Kecamatan Sungayang, Kabupaten Tanah Datar, Provinsi Sumatera Barat. Adapun alasan dipilihnya

(20)

Kecamatan Sungayang, karena masyarakatnya memanfaatkan tanahnya untuk lahan pertanian, selain itu, masyarakat masih menerapkan tata cara gadai untuk memperoleh uang untuk keperluan yang mendesak, sehingga masih banyaknya transaksi gadai di Kecamatan Sungayang tersebut.

b. Populasi Penelitian

Adapun yang menjadi populasi penelitian ini adalah masyarakat yang mempunyai tanah pertanian dan atau yang melakukan transaksi gadai yang bertempat tinggal di Kecamatan Sungayang. Mengingat jumlah populasi yang relatif cukup banyak, maka tidak mungkin dilakukan penelitian terhadap setiap orang. Maka penarikan sampel dilakukan.

c. Sampel Penelitian

Sampel adalah himpunan bagian atau sebagian dari populasi keseluruhan sehingga pelaksanaan penelitian akan lebih terarah dan bertuju pada masyarakat yang akan diteliti.26 Dalam penelitian ini tidak semua populasi akan diteliti, tetapi dipilih yang dianggap mewakili populasi secara keseluruhan. Teknik pengambilan sampel dilakukan dengan teknik Purposive Sampling

yaitu penarikan sampel yang dilakukan dengan cara mengambil subjek yang didasarkan pada tujuan tertentu. Sehubungan dengan sampel tersebut maka yang menjadi responden dalam penelitian ini adalah :

1. Jumlah sampel sebanyak 15 (lima belas) responden, pada masing-masing Nagari diambil sampel sebanyak 3 (tiga) orang yang sedang menggadai atau yang menerima gadai.

26

Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum, (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2001) , hlm. 121

(21)

2. Untuk menunjang kelengkapan data maka diambil sebagai narasumber/informan tambahan yaitu Wali Nagari di tiap-tiap Nagari, Yaitu:

1. Wali Nagari Minangkabau 2. Wali Nagari Sungayang 3. Wali Nagari Sungai Patai 4. Wali Nagari Tanjung

5. wali Nagari Andaleh Baruh Bukik d. Penelitian Kepustakaan (library research)

Penelitian kepustakaan dilakukan untuk memperoleh data sekunder baik yang berupa bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Setelah diinventarisir dilakukan penelaahan untuk membuat intisari dari setiap peraturan yang bersangkutan.

5. Alat Pengumpulan Data

a. Studi Dokumentasi

Untuk memperoleh data sekunder perlu dilakukan studi dokumentasi yaitu dengan cara mempelajarai peraturan-peraturan, teori dan dokumen-dokumen lain yang berhubungan dengan permasalahan yang akan diteliti.

b. Wawancara

Untuk memperoleh data primer, dilakukan dengan mempergunakan pedoman wawancara.

6. Analisa Data

Analisis data merupakan kegiatan dalam penelitian berupa melakukan kajian atau analisa terhadap hasil pengolahan data yang dibantu dengan teori-teori yang telah didapatkan

(22)

sebelumnya. Secara sederhana analisis data ini disebut sebagai kegiatan memberikan analisa yang dapat berarti menentang, mengkritik, mendukung, menambah atau memberikan komentar dan kemudian membuat sesuatu kesimpulan terhadap hasil penelitian dengan pikiran sendiri dan dibantu dengan teori yang telah dikuasai.27

Semua data yang diperoleh dari bahan pustaka serta data yang diperoleh dilapangan dianalisa secara kualitatif. Metode analisa yang dipakai adalah metode deduktif dan induktif.

Analisis data pada penelitian ini dilakukan secara kualitatif, yaitu dari data yang diperoleh kemudian disusun secara sistematis kemudian dianalisa secara kualitatif untuk mencapai kejelasan terhadap masalah yang akan dibahas. Analisis data kualitatif adalah suatu cara penelitian yang menghasilkan data deskriptif analitis, yaitu apa yang dinyatakan oleh responden secara tertulis atau lisan dan juga perilakunya yang nyata, diteliti dan dipelajari secara utuh.

Melalui metode deduktif, data sekunder yang telah diuraikan dalam tinjauan pustaka secara komparatif untuk melihat perkembangan pelaksanaan gadai tanah dalam masyarakat Minangkabau di Kecamatan Sungayang.

Dengan metode induktif , data primer yang diperoleh dilapangan setelah dihubungkan dengan ketentuan-ketentuan hukum yang berkaitan dengan gadai tanah, baik berdasarkan hukum adat Minangkabau maupun hukum Agraria Nasional akan diperoleh asas-asas hukum yang hidup dalam pelaksanaan gadai tanah di Kecamatan Sungayang.

27

Mukti Fajar, Dualisme Penelitian Hukum Normatif dan Empiris, (Yogyakarta: PT. Pustaka Pelajar,2010), hlm. 34

Referensi

Dokumen terkait

Apart from the first reason, another factor that interests the writer is the questions in the readi.g passages presented in the text book cover all the requirements of

Dengan menggunakan DFD untuk mengetahui arus data didalam sistem yang dirancang mulai dari pemesanan tiket sampai kepada tiket tersebut diterima oleh penumpang hingga pembuatan

pengertian SIUP (Surat izin usaha perdagangan)  menjelaskan. langkah-lankah pembuatan SITU (surat izin tempat

1) Objek wisata yang dijadikan sebagai jalur interpretasi adalah Jalur Air Terjun Tarung-Tarung dan Jalur Air Terjun Poko’ Pijeng. Yang menarik di jalur ini yaitu

Penelitian tindakan kelas ini dilaksa- nakan di SD N Surakarta yang beralamat di Jalan Sere No 08, Kelurahan Pajang, Keca- matan Laweyan, Kota Surakarta.

Cody Wilson dan perangkat lunak ciptaannya yang disebut dengan Dark Wallet, ia mengembangkan alat yang akan membuat sulit bagi para penegak hukum untuk melacak transaksi

aroma khas susu, tekstur renyah, dan memiliki kenampakan yang menarik. Proses pembuatan stick susu terdapat beberapa tahapan yang

Abstrak : Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Hubungan Antara Keterampilan Mengajar Guru Dengan Motivasi Belajar. Variabel Penelitian ini mengunakan variabel bebas,