• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERSETUJUAN PEMBIMBING JURNAL

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PERSETUJUAN PEMBIMBING JURNAL"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

PERSETUJUAN PEMBIMBING

JURNAL

HUBUNGAN PENGETAHUAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK DENGAN

KEMAMPUAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK DALAM

MELAKSANAKAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN

DI RUANG RAWAT INAP RSUD TOTO KABILA

KABUPATEN BONE BOLANGO

Oleh

MAYANTI MAHMUD

(NIM. 841 410 087, Jurusan Ilmu Keperawatan Fakultas Ilmu-Ilmu

Kesehatan dan Keolahragaan Universitas Negeri Gorontalo)

Telah diperiksa dan disetujui untuk di publikasikan

Pembimbing I

Pembimbing II

Rini Fahriani Zees, S.kep, Ns, M.Kep dr. Vivien Novarina A. Kasim M.kes NIP. 19811014 200501 2002 NIP. 198305 19200812 2002

(2)

HUBUNGAN PENGETAHUAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK DENGAN

KEMAMPUAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK DALAM

MELAKSANAKAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DI

RUANG RAWAT INAP RSUD TOTO KABILA KABUPATEN BONE

BOLANGO

Mayanti Mahmud, Rini Fahriani Zees, Vivin Novarina A.Kaisim Jurusan Ilmu Keperawatan FIKK UNG

Email : Mahmudmayanti@gmail.com ABSTRAK

MAYANTI MAHMUD. 2014. Hubungan pengetahuan Komunikasi Terapeutik dengan Kemampuan Komunikasi Terapeutik dalam Melaksanakan Asuhan Keperawatan Di Ruang Rawat Inap RSUD Toto Kabila Kabupaten Bonebolango. Skripsi, Jurusan Keperawatan, Fakultas Ilmu-Ilmu Kesehatan dan Keolahragaan, Universitas Negeri Gorontalo. Pembimbing I, Rini Fahriani Zees, S.kep, Ns, M.kep dan Pembimbing II, dr. Vivien Novarina A. Kasim M.kes. Daftar pustaka: 30 (2002-2013).

Komunikasi terapeutik merupakan interaksi interpersonal antara perawat dan pasien. Satu faktor yang mempengaruhi pelaksanaan komunikasi terapeutik adalah pengetahuan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan pengetahuan komunikasi terapeutik dengan kemampuan komunikasi terapeutik dalam melaksanakan asuhan keperawatan.

Desain penelitian yang digunakan adalah deskriptif analitik dengan menggunakan pendekatan “cross sectional”. Popolasi dalam penelitian ini adalah seluruh perawat yang ada Di Ruang Rawat Inap RSUD Toto Kabila yang berjumlah 42 orang. Penelitian ini menggunakan teknik purposive sampling yaitu melalui kriteria inklusi dan eksklusi, sehingga sampel penelitian berjumlah 39 responden. Instrument penelitian menggunakan kuesioner dan lembar observasi, analisis yang digunakan adalah Univariat dan Bivariat dengan menggunakan Uji Statistik Kendall’s Tau dengan derajat kemaknaan p value ≤ 0,05. Data diolah menggunakan SPSS.

Hasil uji statistik diperoleh nilai (p value 0,000 ≤ 0,05) sehingga dapat disimpulkan ada hubungan antara pengetahuan komunikasi terapeutik dengan kemampuan komunikasi terapeutik dalam melaksanakan asuhan keperawatan pada pasien di ruang rawat inap RSUD Toto Kabila Kabupaten Bone Bolango. Saran untuk perawat diharapkan banyak mengaplikasikan komunikasi terapeutik dalam melaksanakan perannya sebagai pemberi asuhan keperawatan.

Kata Kunci : Pengetahuan Komunikasi Terapeutik, Kemampuan Komunikasi Terapeutik1

1

Mayanti Mahmud, 841410087,Jurusan Ilmu Keperawatan FIKK UNG, Rini Fahriani Zees, S.kep, Ns, M.Kep, dr VivienNovarina A. Kasim M.Kes

(3)

Pelayananan komunikasi terapeutik merupakan pelayanan komunikasi yang direncanakan secara sadar, bertujuan, kegiatannya difokuskan pada kesembuhan pasien dan merupakan komunikasi professional yang dilakukan oleh perawat atau tenaga kesehatan lainnya (Mundakir, 2006)

Pelayanan keperawatan masih sering mendapatkan keluhan dari masyarakat, terutama sikap dan kemampuan perawat dalam memberikan asuhan keperawatan kepada pasien. Tidak jarang terjadi konflik antara perawat dengan pasien sebagai akibat dari komunikasi yang tidak jelas atau tidak komunikatif sehingga menimbulkan kekecewaan dan ketidakpuasan serta kepercayaan yang rendah dari pasien (Eni Sumarliyah 2009).

Hasil wawancara yang dilakukan peneliti dengan beberapa orang perawat di Ruang Rawat Inap ( bedah interna dan anak) RSUD Toto Kabila tentang komunikasi terapeutik didapatkan bahwa perawat M masih kurang mengetahui tentang teori tekhnik dan prinsip-prinsip dalam komunikasi terapeutik, begitupun dengan perawat L masih kurang mengetahui tentang proses komunikasi terapeutik, hal yang sama juga pada perawat J masih kurang mengetahui proses komunikasi terapeutik. Hal ini didukung oleh informasi yang didapatkan peneliti secara lisan bahwa di ruangan Interna kelas III beberapa pasien mengeluhkan kurangnya komunikasi dengan perawat, diantaranya pada Tn.I mengatakan perawat kurang berinteraksi dengannya. Hal yang sama yang ditemukan pada beberapa pasien yang diwawancarai di ruangan Bedah dan Anak diantaranya pada Tn.A dan An.K perawat juga kurang berkomunikasi.

Metode Penelitian

Penelitian dilakukan di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Toto Kabila Kabupaten Bone Bolango tepatnya di Ruang Interna, Bedah, dan Anak sejak tanggal 6 Maret - 6 April 2014.

Penelitian menggunakan metode penelitian dengan menggunakan rancangan penelitian deskriptif analitik, dengan pendekatan cross sectional. Populasi dalam penelitian ini adalah semua perawat di ruangan rawat inap ( Interna, Bedah, dan Anak). Penelitian menggunakan teknik purposive sampling yaitu melalui kriteria inklusi dan ekslusi, sampel penelitian berjumlah 39 orang (Setiadi 2013).

Instrumen penelitian ini dengan menggunakan angket yang dibagikan kepada responden dan lembar observasi. Dalam instrumen penelitian terdiri dari variabel independen dan dependen. Variabel independen yaitu pengetahuan komunikasi terapeutik dan variabel dependen kemampuan komunikasi terapeutik dalam melaksanakan asuhan keperawatan.

Hasil Penelitian dan Pembahasan

a. Pengetahuan Komunikasi Terapeutik di Ruang Rawat Inap RSUD Toto Kabila Pengetahuan Komunikasi Terapeutik Jumlah % Baik 4 10,3 Cukup 6 15,4 Kurang 29 74,4 Total 39 100

Sumber : Data Primer 2014

Dari tabel pengetahuan komunikasi terapeutik, menunjukkan sebagian besar responden yang pengetahuan komunikasi terapeutik kurang 29 responden (74,4%), dan

(4)

sebagian kecil responden pengetahuan komunikasi terapeutiknya cukup 6 responden (15,4%), baik 4 responden dengan presentase (10,3%).

Peneliti berasumsi bahwa perawat di ruang rawat inap RSUD Toto Kabila sebagian besar mempunyai pengetahuan komunikasi terapeutik kurang. Hal ini disebabkan karena tingkat pendidikan responden dominan berpendidikan DIII. Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 4.3, menunjukan bahwa sebagian besar perawat memiliki tingkat pendidikan DIII keperawatan yang berjumlah 37 responden (94,9%) dan sebagian kecil yang memiliki tingkat pendidikan S1 Keperawatan yakni berjumlah 2 responden (5,1%).

Pendapat tersebut diatas didukung oleh teori Notoatmodjo (2003) dalam Hermawan (2009), yang menyatakan bahwa pengetahuan dan kemampuan seseorang dipengaruhi oleh latar belakang pendidikan. Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang, maka semakin mudah baginya untuk menerima informasi termasuk dalam hal komunikasi terapeutik. Pengetahuan akan membentuk tindakan dan perilaku seseorang. Dalam kenyataannya, tidak semua yang memiliki pengetahuan yang baik akan mempunyai kemampuan atau keterampilan yang baik pula, namun memiliki kecenderungan yang lebih tinggi untuk bersikap positif dibanding dengan pengetahuan yang kurang tentang komunikasi terapeutik.

Selain tingkat pendidikan, pengetahuan juga dipengaruhi oleh umur. Berdasarkan tabel 4.1 menunjukan bahwa dari 39 responden sebagian besar responden berumur 17-25 tahun (remaja akhir) yaitu berjumlah 30 responden (76,93%) dan sebagian kecil responden berumur 26-35 tahun (dewasa awal) yaitu berjumlah 9 responden (2,6%). Dari hasil penelitian terlihat bahwa responden yang tergolong dalam kategori dewasa awal rata-rata memiliki pengetahuan tentang komunikasi terapeutik yang baik. Menurut Kreitner dan Kinski, (2003) dalam Fairus, (2012 semakin tinggi umur seseorang maka semakin tinggi pemahaman dan kemampuan menerima informasi yang ia dapatkan semakin bertambah.

Pengalaman juga mempengaruhi pengetahuan. Pengalaman adalah suatu

cara untuk memperoleh pengetahuan. Oleh sebab itu pengalaman pribadi atau

pengalaman kerja dapat memperdalam pengetahuan yang dimilki oleh seorang

perawat sehingga akan lebih siap dalam melakukan kewajibannya sebagai seorang

perawat. Berdasarkan hasil penelitian responden yang memiliki pengetahuan lama

kerjanya lebih dari 1 tahun. Sehingga banyaknya pengalaman yang ditemukan

ditempat kerja mempengaruhi pengetahuan perawat tentang komter.

b. Kemampuan Komunikasi Terapeutik dalam Melaksanakan Asuhan Keperawatan di Ruang Rawat Inap RSUD Toto Kabila.

Kemampuan

Komunikasi Terapeutik Jumlah %

Baik 3 7,7

Cukup 6 15,4

Kurang 30 76,9

Total 39 100

Sumber : Data Primer 2014

Dari tabel kemampuan komunikasi terapeutik menunjukkan bahwa kemampuan komunikasi terapeutik dalam melaksanakan asuhan keperawatan sebagian besar kategori kurang 30 responden (76,9%), sebagian kecil kategori cukup 6 responden (15,4%), dan kategori baik 3 responden dengan presentase (7,7%).

(5)

asuhan keperawatan dalam kategori kurang, disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya lama kerja perawat. Semakin lama perawat bekerja di rumah sakit maka semakin tinggi kemampuan perawat dalam komunikasi terapeutik.

Hal ini sesuai yang dikemukakan oleh Evi Christina, (2012) dalam Eni Sumarliyah, (2009) bahwa semakin lama orang bekerja, maka keterampilan dan pengalamannya dalam bidang pekerjaan tersebut juga semakin meningkat, lama kerja berhubungan secara signifikan dengan kemampuan perawat dalam menerapkan komunikasi terapeutik.

Kemampuan dapat dilakukan apabila didukung oleh pemahaman atau pengetahuan yang baik. Hal ini dipertegas oleh pendapat Hamid (2000) dalam Simamora (2011) bahwa perawat profesional harus selalu mengupayakan untuk berperilaku terapeutik dimana setiap interaksinya akan memberikan dampak terapeutik bagi pasien yang dilayaninya. Untuk itu, berbagai teknik komunikasi harus dikuasai oleh perawat termasuk sikap dan tahap-tahap komunikasi.

Peneliti berasumsi bahwa kemampuan komunikasi terapeutik perawat di

RSUD Toto Kabila masih kurang. Dari hasil wawancara didapatkan bahwa

penyebab kemampuan terapeutik ini kurang adalah banyaknya jumlah pasien yang

harus ditangani. Semakin banyak jumlah pasien maka semakin banyak tugas yang

harus diselesaikan oleh perawat. Sehingga untuk proses komunikasi terapeutik

kurang dilakukan.

Berdasarkan penelitian melalui lembar observasi ditemukan bahwa pada fase orientasi perawat di RSUD Toto Kabila kurang melakukan perkenalan ketika bertemu dengan pasien. Selain itu, perawat sebagian besar tidak melakukan fase terminasi seperti menyimpulkan informasi, menanyakan perasaan pasien setelah mendapat informasi, maupun menawarkan topik yang akan dibicarakan pada kunjungan selanjutnya. Hambatan selanjutnya adalah kurangnya motivasi maupun kemauan dari perawat untuk melakukan komunikasi terapeutik. Hal ini sesuai dengan pendapat Notoatmodjo (2010) yang menyatakan dorongan atau motivasi diri akan memampukan sesorang untuk bertindak dan berperilaku baik dilihat dalam bentuk ketekunan seseorang itu sendiri. c. Hubungan Pengetahuan Komunikasi Terapeutik dengan Kemampuan

Komunikasi Terapeutik dalam Melaksanakan Asuhan Keperawatan di RSUD Toto Kabila

Pengetahuan Komunikasi Terapeutik

Kemampuan Komter dalam

Melaksanakan Askep Jumlah P

Value

Baik Cukup Kurang

Jmlh % Jmlh % Jmlh % Jmlh % Baik 3 7,7 1 2,6 0 0,0 4 10,3 .000 Cukup Kurang 0 0 0,0 0,0 4 1 10,3 2,6 2 28 5,1 71,8 6 29 15,4 74,4 Total 3 7,7 6 15,4 30 76,9 39 100,0

Sumber : Data Primer, 2014

Berdasarkan tabel 4.7 menunjukkan bahwa responden yang memiliki pengetahuan komunikasi terapeutik baik dan kemampuan komunikasi terapeutik baik berjumlah 3 responden, kemudian responden yang memiliki pengetahuan baik dan

kemampuan komunikasi terapeutik cukup sebanyak 1 responden. Sementara

responden yang memiliki pengetahuan cukup dengan kemampuan komunikasi

terapeutik cukup sebanyak 4 responden dan responden yang memiliki

pengetahuan kurang dengan kemampuan komunikasi terapeutik cukup sebanyak 1

(6)

responden. Adapun responden yang memiliki pengetahuan cukup dan kemampuan

komunikasi terapeutik kurang sebanyak 2 responden dan responden yang

memiliki pengetahuan komunikasi terapeutik kurang dan memiliki kemampuan

komunikasi terapeutik kurang adalah 28 responden.

Hasil uji korelasi kendalls’tau diperoleh nilai p= 0,000 (< 0,05). Dengan demikian dapat dikatakan bahwa terdapat hubungan antara pengetahuan komunikasi terapeutik dengan kemampuan komunikasi terapeutik dalam melaksanakan asuhan keperawatan. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Wahyu (2006) dalam Hermawan, (2009) mengatakan bahwa ada hubungan yang bermakna secara statistik antara pengetahuan komunikasi terapeutik dengan kemampuan komunikasi terapeutik perawat RS. Elisabeth dalam melaksanakan asuhan keperawatan diperoleh nilai korelasi sebesar 0,636 dengan nilai p = 0,001.

Berdasarkan asumsi peneliti, responden yang memiliki pengetahuan komunikasi terapeutik baik dengan kemampuan komunikasi terapeutik baik berjumlah 3 responden (7,7%) disebabkan karena pengetahuan yang baik sangat mempengaruhi kemampuan komunikasi terapeutik seseorang, sehingga seseorang tersebut dapat memiliki kemampuan yang baik pula. Menurut Sri Puji (2010), menyatakan bahwa seseorang dengan tingkat pengetahuan tinggi akan lebih cepat mudah merespon pertanyaan yang mengandung bahasa verbal sehingga perawat dapat berinteraksi dengan baik dan akhirnya dapat memberikan asuhan keperawatan yang tepat pada klien.

Adapun responden yang memiliki pengetahuan baik dengan kemampuan komunikasi terapeutik cukup 1 responden (2,6%) dikarenakan motivasi dari dalam diri kurang dan tidak ingin berkembang, sehingga pelaksanaan komunikasi terapeutik tidak berjalan maksimal. Sedangkan responden yang memiliki pengetahuan cukup dengan kemampuan komunikasi terapeutik cukup 4 responden (10,3%) karena pada dasarnya tingkat pengetahuan dapat mempengaruhi komunikasi yang dilakukan, jadi seseorang dengan tingkat pengetahuan cukup maka kemampuan komunikasi terapeutiknya juga cukup. Untuk pengetahuan kurang dengan kemampuan cukup 1 responden (2,6%) dikarenakan perawat terbiasa dalam berkomunikasi dengan pasien. Sehingga, meskipun pengetahuannya kurang akan tetapi kemampuannya cukup dalam melakukan komunikasi terapeutik.

Sedangkan untuk pengetahuan cukup dengan kemampuan komunikasi terapeutik kurang 2 responden (5,1%) karena motivasi perawat untuk mengembangkan kemampuan komunikasi terapeutik kurang. Dimana yang pengetahuan kurang dengan kemampuan komunikasi terapeutik kurang sebagian besar 28 responden (71,8%) dikarenakan berdasarkan pengisian kuesioner terlihat bahwa responden banyak tidak mengetahui tentang proses komunikasi terapeutik dan manfaat komunikasi terapeutik sehingga berpengaruh dalam kemampuan komunikasi terapeutik. Dimana kebanyakan para responden langsung pada fase kerja tanpa melakukan fase orientasi terlebih dahulu. Begitu pula sebaliknya maka semakin baik pengetahuan yang dimiliki perawat semakin baik pula kemampuan komunikasi terapeutik perawat dalam melaksanakan asuhan keperawatan.

Potter dan Perry (2005) menjelaskan bahwa tingkat pengetahuan seseorang akan sangat berpengaruh dalam berinteraksi dengan orang lain. Seseorang dengan

(7)

tingkat pengetahuan yang rendah akan sulit merespon pertanyaan atau informasi yang menggunakan bahasa verbal dari orang yang tingkat pengetahuannya tinggi. Seorang komunikator yang baik perlu mengetahui tingkat pengetahuan penerima pesan agar informasi yang disampaikan dapat diterima dengan baik sehingga interaksi dapat berjalan dengan baik.

Dalam teori dijelaskan bahwa komunikasi merupakan hal yang sangat penting dalam proses pemberian asuhan keperawatan. Menurut Sugiono (2003 dalam Diana, 2006) kekuatan hubungan antara pengetahuan komunikasi terapeutik dengan kemampuan komunikasi terapeutik mengindikasikan bahwa perawat yang memiliki pengetahun komunikasi terapeutik baik akan memiliki kemampuan komunikasi terapeutik yang baik pula. Sebaliknya jika pengetahuan komunikasi terapeutik kurang baik, maka kemampuan komunikasi terapeutik juga kurang.

Dengan demikian menurut peneliti bahwa semakin tinggi pengetahuan komunikasi terapeutik yang dimiliki akan mempengaruhi keterampilan atau kemampuan perawat menerapkan komunikasi terapeutik dalam praktek keperawatan sehari-hari. Hal ini merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan pelayanan keperawatan sehingga memberikan kepuasan personal dan kepuasan professional bagi perawat dan kepuasan pasien. Komunikasi terapeutik juga mengajarkan teknik-teknik yang dapat digunakan untuk mengawali pembicaraan sehingga dapat diterima oleh semua pihak agar dapat mencapai tujuan keperawatan yang diinginkan dari hasil interaksi yang dilakukan oleh perawat kepada klien, Dari hasil interaksi inilah perawat dapat mengidentifikasi masalah pasien itu sendiri, sehingga perawat dapat merencanakan, melakukan tindakan, dan mengevaluasi permasalahan yang sedang dihadapi oleh pasien.

Penutup Simpulan

Dilihat dari besarnya nilai p value = 0.000 (p < 0.05). Hal ini menunjukan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara pengetahuan komunikasi terapeutik dengan kemampuan komunikasi terapeutik dengan kemampuan komunikasi terapeutik dalam melaksanakan asuhan keperawatan di Ruang Rawat Inap RSUD Toto Kabila tahun 2014.

Saran

1. Bagi Rumah Sakit

Diharapkan senantiasa mendorong peningkatan mutu pelayanan asuhan keperawatan, khususnya pelaksanaan komunikasi terapeutik dengan mengadakan kegiatan seperti pemilihan perawat teladan dan pengadaan angket tentang kepuasan klien terhadap komunikasi perawat dengannya yang diumumkan setiap sebulan sekali agar meningkatkan motivasi perawat dalam melakukan komunikasi terapeutik.

2. Bagi Perawat

Diharapkan perawat banyak mengaplikasikan komunikasi terapeutik dalam

melaksanakan perannya sebagai pemberi asuhan keperawatan demi terciptanya

hubungan terapeutik perawat dengan klien.Bagi Perawat Pelaksana

Meningkatkan sikap dan tanggung jawab dalam memberikan pelayanan keperawatan dengan cara melaksanakan asuhan keperawatan sesuai standar yang telah ditetapkan.

(8)

3. Penelitian Lebih Lanjut

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan bagi peneliti

selanjutnya, khususnya penelitian yang mengkaji tentang aspek komunikasi

terapeutik perawat di rumah sakit.

Daftar Pustaka

Arikunto, S. 2002. Prosedur Penelitian, Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta : PT Rineka Cipta.

DepKes RI. 2011. Perawat Mendominasi Tenaga Kesehatan. Departemen Kesehatan (Online). (www.depkes.co.id, diakses 15 November 2013).

Eni Sumarliyah, 2009. Hubungan Komunikasi Terapeutik Perawat dengan Kepuasan Pasien dalam Pelayanan Keperawatan di RS Siti Khodijah Sepanjang. (On Line). (http://www.google.komter.nurse, diakses 22 Desember 2013).

Fairus Ali Abad, 2012. Tingkat Pengetahuan Perawat Tentang Komunikasi Terapeutik di Unit Rawat Inap Umum Rumah Sakit DR. H MARZOEKI MAHDI BOGOR. Skripsi : Universitas Indonesia.

Hermawan, AH. 2009. Persepsi Pasien tentang Pelaksanaan Komunikasi Terapeutik Perawat dalam Asuhan Keperawatan Pada Pasien di Unit Gawat Darurat Rumah Sakit Mardi Rahayu Kudus. Jurnal Ilmu Keperawatan (Online). (http://eprints.undip.ac.id, diakses 25 Novenber 2013).

Hidayat, A.A.A. 2007. Riset Keperawatan dan Teknik Penulisan Ilmiah. Edisi 2. Jakarta: Salemba Medika.

Keliet, B.A. 1996. Hubungan Terapeutik Perawat-Klien. Jakarta: EGC.

Lestari Sri Puji, S.kep, Ns. 2010. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pelaksanaan Komunikasi Terapeutik (Online). (http://www.google.komter.pdf, diakses 2 Februari 2014.

Mundakir. 2006. Komunikasi Keperawatan Aplikasi dalam Pelayanan. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Mukhripah, D. 2010. Komunikasi Terapeutik Dalam Praktik Keperawatan. PT Refika Aditama.

Nasir, dkk. 2009. Komunikasi dalam Keperawatan: Teori dan Aplikasi. Jakarta: Salemba Medika.

Notoatmodjo, S. 2007. Promosi Kesehatan & Ilmu Perilaku. Rineka Cipta. Jakarta. Notoatmodjo, S. 2012. Ilmu Perilaku Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.

Notoatmodjo, S. 2010. Promosi Kesehatan Teori & Aplikasi. Jakarta : PT Rineka Cipta Notoatmodjo, S. 2005 Promosi Kesehatan Aplikasinya. Jakarta : Rineka Cipta

Nurhasanah, N. 2010. Ilmu Komunikasi dalam Konteks Keperawatan untuk Mahasiswa Keperawatan. Jakarta: TIM.

Nursalam. 2008. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.

Nursalam. 2009. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan .Edisi 2. Jakarta: Salemba Medika.

Potter, P.A., & Perry, A.G 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses, dan Praktik (edisi 4). Jakarta. EGC.

Purwanto, Heri. 2012. Pengantar Perilaku Manusia untuk Keperawatan. Jakarta: EGC. Sufren dan Yonathan Natael. 2013. Mahir Menggunakan SPSS Secara Otodidak. Jakarta :

PT. Elex Media Komputindo

Sugiyono. 2009. Metode Penelitian Administrasi. Alfabeta Bandung.

(9)

Setiadi.2013. Konsep dan Praktik Penulisan Riset Keperawatan. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Simamora. Pastridawaty R.L. 2011. Pengaruh Pengetahuan, Dinamika Komunikasi,Penghayatan Dan Kepekaan Perawat Terhadap Penerapan Komunikasi Terapeutik Di Rumah Sakit Umum Swadana Tarutung. http://repository.usu.ac.id, di akses 20 Desember 2013.

Sigalingging, O.S.D. 2012. Hubungan Pengetahuan Perawat Tentang Komunikasi Terapeutik Terhadap Perilaku Perawat Saat Berkomunikasi Dengan Pasien di RSUD DR. Pringadi Kota Medan. Skripsi: Universitas Sumatera Utara. Sumijatun. 2009. Manajemen Keperawatan Konsep Dasar dan Aplikasi Pengambilan

Keputusan Klinis. Jakarta: EGC.

Taufik, M. 2007. Prinsip-Prinsip Promosi Kesehatan dalam Bidang Keperawatan. Jakarta: CV. Infomedika.

Universitas Negeri Gorontalo. 2013. Panduan Penulisan Proposal/Skripsi. Program Studi Ilmu Keperawatan: Fakultas Ilmu-ilmu Kesehatan & Keolahragaan.

Referensi

Dokumen terkait

Tiap piringan terdapat lubang kecil ditengah untuk jalannya umpan, sedangkan piringan mangkok membentuk celah sebagai jalan keluar untuk masing-masing cairan yang mengandung berat

Perusahaan yang bergerak dalam bidang teknologi, informasi dan komunikasi (TIK) tentu sangat berkaitan dengan penggunaan tingkat teknologi yang tinggi pada umumnya

A vizsgálat igazolta a lixisenatid ( versus placebo) cardio vascularis biztonságosságát, miután az elsődleges összevont végpont (cardiovascularis halál, nem végzetes

Menyatakan bahwa Karya Seni Tugas Akhir saya tidak terdapat bagian yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi mana pun dan juga

Kualitas sel telur yang dihasilkan dengan metode ini, hampir sama dengan sel telur yang berasal donor hidup, akan tetapi kelemahan dari metode ini adalah potensi genetik induk

sehingga kegiatan praktikum menjadi kurang efisien. Ketidakmandirian mahasiswa dalam melaksanakan praktikum disebabkan oleh mahasiswa tidak dapat menginterpretasikan gambar

Spindle merupakan suatu poros tempat meletakan platter.Poros ini memiliki sebuah penggerak yang berfungsi untuk memutar pelat harddisk yang disebut dengan

Petani juga berhubungan dengan sistem perusahaan atau industri pengolahan kopi dimana perusahaan membutuhkan bahan baku dari yang di hasilkan, petani juga membutuhkan