• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. maksud dan tujuannya. Menurut Sutedi (2003:2), bahasa digunakan untuk

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. maksud dan tujuannya. Menurut Sutedi (2003:2), bahasa digunakan untuk"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Manusia adalah makhluk yang memiliki akal budi dan juga makhluk sosial. Sebagai makhluk sosial, manusia saling berinteraksi satu sama lain, dan untuk dapat saling berinterkasi diperlukan alat yang bernama ”bahasa” untuk menyampaikan maksud dan tujuannya. Menurut Sutedi (2003:2), bahasa digunakan untuk menyampaikan suatu ide, pikiran, hasrat, dan keinginan kepada orang lain.

Bahasa memiliki satuan-satuan dan aturan dalam penggunaannya. Misalnya dalam setiap kata dari sebuah bahasa mempunyai makna dan arti tersendiri. Apabila suatu kata ditambah dengan bentuk satuan bahasa lain seperti morfem, kata, dan kalimat lain akan membentuk makna dan arti lainnya. Aturan-aturan dalam penggunaan bahasa perlu dipelajari dan dipahami, sehingga dikatakan bahwa bahasa dapat menjadi sebuah ilmu.

Ilmu yang mempelajari bahasa disebut dengan ilmu lingusitik. Linguistik sebagai ilmu yang spesifik adalah ilmu yang mempelajari bahasa secara lisan atau tulisan dan termasuk dalam kebudayaan berdasarkan struktur dan bahasa yang dikaji secara metode ilmiah. Dalam linguistik, yang dikaji bisa berupa kalimat, kosakata, atau bunyi ujaran bahkan sampai pada bagaimana bahasa diperoleh, serta bagaimana sosio-kultural yang mempengaruhi masyarakat pengguna bahasa tersebut.

(2)

Bahasa Jepang memiliki banyak perbedaan jika dibandingkan dengan bahasa Indonesia dalam hal keragaman tata bahasanya yaitu dimana kalimat dalam bahasa Jepang memiliki pola S-O-P. Bahasa Jepang memiliki bentuk MD (Menerangkan Diterangkan) seperti dalam bahasa Inggris, sedangkan Bahasa Indonesia memiliki pola S-P-O dan DM (Diterangkan Menerangkan). Misalnya pada contoh di bawah ini :

Dalam pola S-O-P :

Watashi wa nihonggo o

私 は 日本語 を 勉強しています。 benkyoushiteimasu.

watashi wa = 私は = saya)  S

nihonggo = 日本語 = bahasa Jepang)  O

benkyoushiteimasu = 勉強しています = sedang belajar)  P Watashi wa nihonggo o

S O P

benkyoushiteimasu

I am studying Japanese S V O

Saya sedang belajar bahasa Jepang S P O

.

Kuroi neko = 黒い猫 = kucing hitam  ( kuroi = 黒い= hitam) dan ( neko = 猫= kucing)

Contoh dalam pola MD

(3)

neko = 猫 = kucing)  D

黒い 猫  kuroi neko  A black cat  kucing M D M D M D D M

hitam

Guna mempermudah pemahaman tentang bahasa Jepang, perlu mengetahui tata bahasanya dengan mempelajari ilmu linguistik bahasa Jepang. Lingusitik dalam bahasa Jepang disebut dengan istilah genggogaku (言語学) atau disebut juga dengan istilah ’nihonggo- gaku' (日本語学) yang artinya ilmu bahasa Jepang.

Menurut Sutedi (2003:6) bahwa dalam linguistik bahasa Jepang Nihongo no genggogaku (日本語の言語学) mempunyai berbagai cabang linguistik (genggogaku, 言 語 学 ), yaitu Fonetik (onseigaku, 音 声 学 ), fonologi (on-in-ron, '音 韻 論), morfologi (keitairon, 形态 論), sintaksis (tougoron, 統語論), semantik (imiron, 意味 論), pragmatik (goyouron, 御用論), sosio-linguistik (shakai gengogaku, 社会言語 学 ) dan lain-lain. Selain itu, ada juga yang disebut dengan morfofonemik. Morfofonemik adalah gabungan dua cabang linguistik, yaitu morfologi dan fonologi.

Kajian morfologi merupakan kajian yang meneliti suatu bahasa dari bagian terkecilnya yaitu morfem. Morfologi merupakan cabang dari linguistik yang mengkaji tentang kata dan proses pembentukannya, bentuk bahasanya, pengaruh perubahan bentuk bahasa pada fungsi dan arti kata, serta mengidentifikasikan satuan-satuan dasar bahasa sebagai satuan-satuan gramatikal. Menurut Bauer (1983:33) dalam Ba’dulu dan Herman (2005:2), morfologi membahas struktur internal bentuk kata.

(4)

Dalam morfologi, analisis membagi bentuk kata ke dalam formatif komponennya (yang kebanyakan merupakan morf yang berwujud akar kata atau afiks), dan berusaha untuk menjelaskan kemunculan secara formatif.

Istilah morfologi dalam bahasa Jepang dikenal dengan sebutan keitairon (形 态 論). Morfologi merupakan cabang dari linguistik yang mengkaji tentang kata dan proses pembentukannya. Objek yang dipelajarinya yaitu tentang kata (go/tango) dan morfem (keitaiso). Batasan dan ruang lingkup morfologi dalam bahasa Jepang yaitu kata (tango), morfem (keitaiso) dan jenisnya, alomorf (ikeitai), pembentukan kata (gokeisei), imbuhan (setsuji), perubahan bentuk kata (katsuyou), dan sebagainya.

Objek utama yang dipelajari dalam kajian morfologi adalah morfem dan kata. Morfem adalah satuan-satuan bahasa terkecil yang bermakna. Morfem bersifat abriter, yang berarti hubungan antara bunyi dari suatu morfem dengan maknanya sama sekali bersifat konvensional, bukan berakar pada objek yang mewakilinya. Morfem dapat membentuk suatu kata. Kata adalah satuan morfermis atau bentuk bebas dalam tuturan. Bentuk bebas secara morfermis adalah bentuk yang dapat berdiri sendiri, artinya tidak membutuhkan bentuk lain yang digabungkan dengannya, dan dapat dipisahkan dari bentuk-bentuk bebas lainnya. Dalam morfologi, kata itu sebagai satuan yang dianalisis sebagai satu morfen atau lebih. Menurut O’Grady dan Dobrovolsky (1989:91) bahwa kata bukanlah satuan bahasa terkecil yang bermakna, karena kata dapat diuraikan lebih lanjut.

(5)

Teori dalam kajian morfologi yang sering dipakai adalah teori morfologi struktural dan teori morfologi generatif. Menurut O’Grady dan Dobrovolsky (1989:90), morfologi adalah komponen Tata bahasa Generatif Transformasional (TGT) yang membicarakan tentang struktur internal kata, khususnya kata kompleks. Dalam teori morfologi generatif secara umum terdapat dua pandangan. Kelompok pertama dipelopori oleh Halle yang berpijak pada asumsi bahwa yang menjadi dasar dari semua derivasi adalah morfem (morpheme-based approach); kelompok yang kedua dipelopori oleh Aronoff yang memakai kata dan bukan morfem sebagai dasar (word-based approach) yang dikutip oleh

Dalam suatu pembentukan kata, teori yang dipergunakan adalah teori morfologi generatif. Adapun pembentukan kata menurut morfologi generatif terdiri dari empat komponen, yaitu (1) Daftar Morfem (2) kaidah pembentukan kata (3) saringan (filter) dan (4) kamus.

Dardjowijojo (1988:33).

Kajian morfologi dalam bidang pembentukan kata merupakan subsistem dalam sistem bahasa. Pembentukan kata lazimnya diuraikan daripada sudut prosesnya. Dalam pembicaraaan pembentukan suatu kata itu melalui proses-proses pengimbuhan, penggandaan, atau pemajemukan.

Morfologi lebih banyak mengacu pada analisis unsur-unsur pembentuk kata. Sebagai perbandingan sederhana, seorang ahli farmasi perlu memahami zat apa yang dapat bercampur dengan suatu zat tertentu untuk menghasilkan obat flu yang efektif; Proses pembentukan kata menyangkut masalah morfem yaitu perubahan morfem dasar menjadi bentuk turunan melalui proses morfologis tertentu.

(6)

sama halnya seorang ahli linguistik bahasa Jepang perlu memahami imbuhan apa yang dapat direkatkan dengan suatu kata tertentu untuk menghasilkan kata yang benar. Misalnya, akhiran –SA (–さ) yang dapat direkatkan dengan kata sifat. Contohnya kata : yasashii (優しい = ramah) untuk membentuk kata benda yasashisa (優しさ= keramahan) dilekatkan akhiran -SA (–さ). Alasannya tentu hanya dapat dijelaskan oleh ahli bahasa, sedangkan pengguna bahasa boleh saja langsung menggunakan kata tersebut. Sama halnya, alasan ketentuan pencampuran zat-zat kimia hanya diketahui oleh ahli farmasi, sedangkan pengguna obat boleh saja langsung menggunakan obat flu tersebut, tanpa harus mengetahui proses pembuatannya.

Pembentukan kata dapat dikatakan juga suatu proses morfermis atau proses pengimbuhan. Dalam bahasa jepang pembentukan kata disebut dengan istilah gokeisei. Dalam pembentukan kata dalam bahasa Jepang terdapat dua unsur penting antara lain dilihat bedasarkan bentuknya, yaitu bentuk bebas dan bentuk terikat, serta berdasarkan isi, yaitu akar kata dan afiksasi atau dari segi gramatikalnya. Pembentukan kata bahasa Jepang memiliki 3 pokok bahasan utama yaitu pada afiksasi (setsuji), reduplikasi (jufuku), dan komposisi (fukugo).

Hasil pembentukan kata (gokeisei) dalam bahasa jepang sekurang-kurangnya ada empat macam yaitu: 1. haseigo, 2. fukugougo/ goseigo 3. karikomi/ shouryaku dan 4. toujigo. Kata yang terbentuk dari penggabungan morfem isi (naiyou-keitaiso) dengan imbuhan (setsuji) disebut kata kajian (haseigo). Proses pembentukkannya: awalan (settouji) + morfem atau morfem + akhiran (setsubiji). Awalan O-, GO-, SU-,

(7)

MA, KA bisa digolongkan ke dalam settouji, sedangkan akhiran SA, MI, TEKI, -SURU termasuk ke dalam setsubiji.

Pembahasan mengenai pembentukan kata dalam bahasa Jepang khususnya pada kelas kata adjektiva (keiyoushi) memiliki suatu fenomena kebahasaan dalam proses pembentukan katanya. Hal ini dapat dilihat dari contoh pembentukan kelas kata adjektiva melalui proses morfologis atau proses pengimbuhan (setsuji). Misalnya kelas kata nomina (meishi) yang jika ditambahkan sufiks/akhiran –PPOI yang memiliki makna ’menjadi seperti’ yang berfungsi sebagai sufiks pembentuk kata sifat akan mengubah kelas kata nomina (meishi) menjadi pembentukan kelas kelas kata adjektiva (keiyoushi). Contohnya :

onna = 女 = perempuan  (kelas kata nomina)

jika ditambahkan sufiks –PPOI (っぽい) (sufiks pembentuk adjektiva) onnappoi = 女っぽい = keperempuanan, feminim  (kelas kata adjektiva) Berikut penguraian pembentukan katanya akibat proses morfologi atau pengimbuhan :

(onna = perempuan )  (onna + ppoi)  (onnappoi = keperempuan)

Uraian diatas sebagai salah satu contoh dari suatu masalah fenomena kebahasan pada proses pembentukan kata bahasa Jepang (gokeisei) khususnya pada kelas kata adjektiva (keiyoushi). Bagaimana dalam suatu proses pembentukan kata dalam bahasa Jepang memiliki suatu aturan tertentu. Masalah pembentukan kata yang kompleks dalam bahasa Jepang dan akibat yang ditimbulkannya menjadi suatu masalah

(8)

mengingat pembentukan katanya berbeda dengan bahasa Indonesia. Hal ini sangat menarik untuk dibahas sebagai suatu kajian mendasar dalam kajian linguistik khususnya morfologi bahasa jepang. Selain itu, juga sebagai suatu ilmu pengantar dalam mempelajari morfologi adjektiva bahasa jepang bagi para pelajar bahasa jepang khususnya dari Indonesia. Untuk lebih jelasnya mengenai aturan dalam proses pembentukan kata dalam bahas Jepang (gokesei) dan akibat yang ditimbulkan dalam proses pembentukan katanya akan dibahas dalam bab selanjutnya.

Morfem dan Kata merupakan satuan bahasa yang dapat mengalami perubahan bentuk atau mengalami konjugasi. Perubahan suatu bentuk kata dalam bahasa Jepang disebut dengan katsuyoukei. Dalam bahasa Jepang, terdapat kelas kata yang dapat mengalami perubahan bentuk kata (katsuyoukei) yang disebut dengan istilah yougen. Yougen terdiri dari verba (doushi), kopula (jodoushi), dan adjektiva (keiyoushi). Makna dari yougen tersebut ditentukan pula oleh bentuknya, apakah bentuk lampau, atau bentuk akan dan sebagainya. Karena ada kata tertentu yang tidak atau hanya digunakan dalam bentuk tertentu, misalnya verba suru dalam frase : shiroi hada o shite iru (memutihkan kulit), dimana selalu digunakan dalam bentuk TE IRU. Sedangkan kata yang tidak mengalami perubahan bentuk kata disebut taigen.

Dalam bahasa Jepang perubahan bentuk kata yaitu terjadi pada kelas kata verba (doushi), adjektiva (keiyoushi) dan kopula (joudoushi) disebut konjugasi (katsuyou). Dalam hal ini akan dibahas perubahan bentuk kata atau konjugasi mengenai adjektiva (keiyoushi). Dalam Sudjianto dan Ahmad Dahidi (2004:152) yang mengutip pendapat Hirai Masao (1989:150) bahwa di dalam bentuk konjugasi

(9)

(katsuyoukei) terdapat enam macam perubahan yaitu sebagai berikut : Mizenkei, Renyoukei, Shuushikei, Rentaikei, Kateikei dan Meireikei.

Kelas kata yang akan diteliti yaitu kelas kata sifat/adjektiva bahasa Jepang (keiyoushi). Adjektiva (keiyoushi) adalah kata-kata yang mengutarakan perasaan, keadaan, sifat sesuatu yang berkaitan dengan orang, benda atau suatu hal. Dalam bentuk prenomina (sebagai pewatas) berakhiran dengan suara /i/ (い) dan /na/ (な) atau /da/ (だ). Adjektiva (Keiyoushi) dalam bahasa Jepang berdasarkan silabel yang mengakhiri katanya terbagi atas yang berakhiran huruf /-i/ disebut dengan adjektiva-i (i-keiyoushi) dan adjektiva (keiyoushi) yang berakhiran /-na/ disebut adejktiva-na (na-keiyoushi) atau yang berakhiran /-da/ (だ) yang disebut dengan keiyoudoushi).

Adjektiva-i (i-keiyoushi) sering disebut juga keiyoushi yaitu kelas kata yang menyatakan sifat atau keadaan sesuatu, dengan sendirinya dapat menjadi predikat dan dapat mengalami perubahan bentuk. Contoh adjektiva-i (i-keiyoushi) : takai (tinggi), nagai (panjang), hayai (cepat), omoi (berat), akai (merah) dan sebagainya. Kanjou keiyoushi, yaitu kelompok i-keiyoushi yang menyatakan perasaan atau emosi secara subjektif. Misalnya : ureshii (senang), kanashii (sedih), kowai (takut) dan sebagainya.

Adjektiva-i (i-keiyoushi) dalam bahasa Jepang yang berfungsi sebagai pewatas yaitu seperti pada contoh wakai hito = “orang muda”, takai yama = “gunung yang tinggi”, sabishii mura = “kampung yang sepi”, dll. Sama seperti halnya dalam bahasa Inggris dalam kata young, high, lonely, dll. Namun secara morfologis, apalagi ketika adjektiva bahasa Jepang berfungsi sebagai predikat berbeda dengan bahasa

(10)

Inggris seperti contoh berikut anohito wa wakai = “orang itu muda”, fujisan wa takai = “gunung Fuji tinggi”, sono mura wa sabishii = “kampung itu sepi”.

Seperti halnya adjektiva-i (i-keiyoushi), dalam bahasa Jepang ada yang disebut dengan adjektiva-na (na-keiyoushi). Adjektiva ini mengutarakan perasaan, keadaan, dan sifat orang, benda atau suatu hal. Na-keiyoushi sering disebut juga keiyoudoushi (yang termasuk jenis jiritsugo) yaitu kelas kata yang dengan sendirinya dapat membentuk sebuah kalimat (bunsetsu), dapat berubah bentuknya (termasuk jenis yougen), dan bentuk shuushikei-nya berakhir dengan (だ) da atau desu (です). Oleh karena perubahannya mirip dengan verba (doushi) sedangkan artinya mirip dengan adjektiva (keiyoushi), maka kelas kata ini diberi nama keiyoudoushi.

Na-keiyoushi atau keiyoudoushi terbagi atas Keiyoudoushi yang menyatakan sifat, misalnya : shizuka da (sepi), kirei da (cantik, indah, bersih), sawayaka da (segar), akiraka da (jelas) dan sebagainya. Keiyoudoushi yang menyatakan perasaan, misalnya : iya da (tidak senang), zannen da (menyesal), yukai da (senang), fushigi da (aneh) dan sebagainya.

Secara morfologis adjektiva-na (na-keiyoushi) berbeda dengan adjektiva-i (i-keiyoushi) ketika ia berfungsi sebagai prenomina (rentaikei) seperti contoh berikut genkina hito = “orang yang sehat”, rippana yama = “gunung yang megah”. Sedangkan dalam bentuk bentuk akhir (shuushikei) diikuti bentuk kopula da, desu, atau dalam bentuk sopan yang diikuti kopula de gozaimasu.

(11)

Keiyoushi merupakan kelas kata yang dapat berubah bentuk. Bagian yang mengalami perubahan bentuk dalam i-keiyoushi yaitu akhiran atau silabel /i/ (い), sedangkan pada na-keiyoushi atau keiyoudoushi yang mengalami perubahan adalah /na/ (な) atau /da/ (だ). Proses perubahan bentuk pada adjektiva bahasa Jepang memiliki aturan tertentu yang sedikit berbeda dengan kelas kata lain seperti kelas kata verba.

Jenis perubahan adjektiva (keiyoushi) dalam bahasa Jepang hampir sama dengan jenis perubahan verba (doushi), tetapi tidak ada perubahan ke dalam bentuk bentuk keadaan perintah (meireikei). Ini merupakan hal yang wajar, sebab makna adjektiva (keiyoushi) dalam bahasa Jepang, yaitu kata yang berfungsi untuk menunjukkan keadaan, sifat, atau perasaan yang diakhiri dengan silabel /i/ (い) dan silabel /na/ (な) atau /da/ (だ).

Dalam proses perubahan kata bukan hanya makna atau arti dalam kalimat yang berubah, tetapi juga merubah fungsi, maksud dan tujuan. Aturan dalam proses perubahan bentuk kata memiliki formula tersendiri dan fenomena kebahasaan dalam bahasa Jepang sangat kompleks. Dimana terdapat pengecualian-pengecualian pada kata-kata tertentu. Seperti pada contoh adjektiva-i (i-keiyoushi) pada kata ”ii’ (baik, bagus) yang memiliki pengecualian yang cukup merepotkan. kata ’ii’ dapat berubah bentuk menjadi ”yokute” (baik, bagus) dalam fungsinya sebagai bentuk sambung dalam sebuah kalimat. Perubahan bentuk yang terjadi secara drastis dari ’’ii” menjadi ”yokute” yang merubah secara keseluruhan katanya dianggap cukup

(12)

menyulitkan bagi yang baru belajar bahasa Jepang. Contoh pengecualian inilah yang banyak menjadi permasalahan bagi orang yang sedang belajar bahasa Jepang.

Kajian penelitian terdahulu yang sudah pernah membahas mengenai proses perubahan bentuk kata bahasa Jepang (katsuyoukei) telah dilakukan oleh Masao (1989:152) yang membahas berbagai bentuk proses perubahan untuk kedua jenis ini ( i-keiyoushi dan na-keiyoushi ) dan kemudian membuat tabel contoh bentuk konjugasi (katsuyoukei) pada adjektiva (keiyoushi).

Berdasarkan penelitian dilakukan oleh Hirai Masao (1989:152) yaitu, dalam bentuk kamus (jishokei) contohnya dalam i-keiyoushi yaitu pada kata chisai (kecil) tidak akan mengalami perubahan bentuk dasar, dan contohnya dalam na-keiyoushi seperti shizuka na (tenang). Dalam perubahan bentuk (katsuyoukei) pada bentuk kemungkinan (mizenkei) pada i-keiyoushi misalnya dalam kata chisai (kecil) akan menjadi chisa karou (kemungkinan kecil), yaitu terdapat perubahan bentuk (katsuyoukei) dengan penambahan morfem karou yang mengubah makna kata chisai menjadi chisa karou (kemungkinan kecil) dan hal ini juga terdapat dalam perubahan bentuk (katsuyoukei) lainnya seperti shuushikei (peletakan adjektiva di akhir kalimat), rentaikei (yang diikuti oleh nomina), kateikei ( bentuk pengandaian ), dan renyoukei yang dapat dibagi lagi atas bentuk waktu lampau, diikuti oleh kata lain, bentuk menyangkal atau bentuk negatif, bentuk alasan atau sebab-akibat, dan dalam bentuk halus atau bentuk sopan. Maka dengan demikian, seperti halnya dalam kelas kata lain seperti kelas verba bahasa Jepang, adjektiva pun mengalami pembentukan kata (gokeisei) dan perubahan bentuk kata atau konjugasi (katsuyoukei).

(13)

Namun dalam penelitian Hirai Masao tersebut tidak dibahas secara jelas mengenai akibat yang ditimbulkan dari proses perubahan bentuk katanya dan perubahan fungsi yang terjadi pada adjektiva (keiyoushi), maupun posisi adjektiva dalam kalimat. Orang yang baru belajar bahasa Jepang akan sedikit kesulitan dalam memahami secara jelas proses perubahan bentuk kata dan fungsi serta akibat yang ditimbulkan dari perubahan bentuk kata tersebut. Hal ini dapat menjadi suatu ide pemecahan masalah bagi para pelajar bahasa Jepang yang kesulitan dalam memahami secara keseluruhan kajian proses perubahan bentuk kata, maupun kajian linguistik pada bidang morfologi bahasa Jepang.

Melihat dari uraian mengenai masalah pembentukan kata dan perubahan bentuk (katsuyoukei) yang dialami oleh adjektiva (keiyoushi) dan permasalahan yang timbul dalam proses pembentukan dari suatu kelas kata adjektiva dan perubahan bentuk yang terjadi pada adjektiva tersebut yang akan sangat mempengaruhi setiap isi dari makna dan kandungan kata atau kalimat tersebut, serta perubahan fungsi akibat yang ditimbulkan dari proses pembentukan kata (gokeisei) dan perubahan bentuk kata (katsuyoukei) tersebut.

Melihat permasalahan tersebut, maka penulis menjadi tertarik untuk menganalisis dan penulis menilai perlunya bahasan khusus mengenai proses pembentukan kata dan perubahan bentuk katanya serta akibat yang ditimbulkan akibat perubahan yang terjadi khususnya pada adjektiva (keiyoushi) dalam bahasa Jepang. Permasalahan yang telah diuraikan tersebut akan penulis analisis secara lebih rinci dalam bab selanjutnya.

(14)

1.2. Batasan Masalah

Untuk menghindari ruang lingkup penelitian yang terlalu luas dan agar penelitian lebih fokus, perlu dibuat batasan masalah. Dalam analisis ini, penulis hanya akan membatasi ruang lingkup pembahasan pada pembentukan kata (gokeisei) dan perubahan bentuk /konjugasi (katsuyoukei) pada kelas kata sifat/adjektiva (keiyoushi). Kelas kata sifat/ adjektiva (keiyoushi) ini diambil sebagai bahasan penelitian karena kata sifat yang merupakan jenis kata yang dapat berdiri sendiri sebagai sebuah kata dan memiliki pembentukan kata maupun dapat terjadi perubahan bentuk katanya sehingga sangat menarik untuk diteliti dalam hal fenomena kebahasaan khususnya dalam kajian morfologi.

Penulis mendeskripsikan bagaimana proses pembentukan kata (gokeisei) atau pemberian suatu morfem (proses morfologis) dan juga perubahan bentuk (katsuyoukei) pada kata sifat atau adjektiva bahasa Jepang (keiyoushi) tersebut baik itu adjektiva-i (i-keiyoushi) maupun adjektiva-na (na-keiyoushi) yang ditinjau dari kajian morfologi. Bagaimanakah proses pembentukan kata, perubahan bentuk kata, akibat yang ditimbulkan dari pembentukan kata maupun perubahan bentuk katanya yang terjadi. Hal ini menjadi pokok bahasan yang diteliti dalam penelitian ini.

1.3. Perumusan Masalah

Berdasarkan hal tersebut, permasalahan penelitian ini mencoba menjawab masalah yang dirumuskan dalam bentuk pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut :

(15)

(katsuyoukei) pada adjektiva (keiyoushi) dalam bahasa Jepang?

2. Bagaimanakah akibat yang ditimbulkan dari pembentukan kata (gokeisei) dan perubahan bentuk (katsuyoukei) pada adjektiva-i/kata sifat-i (i-keiyoushi) dalam sebuah kata bahasa Jepang?

3. Bagaimanakah akibat yang ditimbulkan dari pembentukan kata (gokeisei) dan perubahan bentuk (katsuyoukei) pada adjektiva-na/kata sifat-na (na-keiyoushi) dalam sebuah kata bahasa Jepang?

1.4. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.4.1. Tujuan Penelitian

Tujuan dalam penelitian ini antara lain :

1. Mendeskripsikan dan memperoleh hasil penelitian dari proses pembentukan kata (gokeisei) dan perubahan bentuk (katsuyoukei) pada adjektiva (keiyoushi) dalam bahasa Jepang.

2. Mendeskripsikan dan memperoleh hasil penelitian dari akibat yang ditimbulkan dari pembentukan kata (gokeisei) dan perubahan bentuk (katsuyoukei) pada adjektiva-i/kata sifat-i (i-keiyoushi) dalam sebuah kata bahasa Jepang.

3. Mendeskripsikan dan memperoleh hasil penelitian dari akibat yang ditimbulkan dari perubahan bentuk (katsuyoukei) pada adjektiva-na/kata sifat-na (sifat-na-keiyoushi) dalam sebuah kata bahasa Jepang.

(16)

1.4.2. Manfaat Penelitian

Manfaat yang sudah dicapai dalam penelitian ini antara lain : 1.4.2.1. Manfaat Teoritis :

1. Dapat menambah pengetahuan mengenai pembentukan kata (gokeisei) dan perubahan bentuk (katsuyoukei) pada adjektiva/kata sifat (keiyoushi) dalam kajian morfologi bahasa Jepang.

2. Dapat menjadi sumber data bagi penelitian yang berhubungan dengan bidang kajian linguistik bahasa Jepang.

1.4.2.2. Manfaat Praktis

1. Dapat menjadi suatu sumber pengetahuan bagi masyarakat mengenai ilmu bahasa Jepang.

2. Dapat menjadi sumber data dan pengetahuan khususnya bagi para pembelajar bahasa Jepang.

Referensi

Dokumen terkait

dapat diartikan citra merek tidak berpegnaruh signifikan terhadap loyalitas Adanya pengaruh secara kepercayaan merek terhadap loyalitas pada perusahaan Bordir Irma

马来西亚敦胡先翁大学 2016/2017 全国大专升学辅导组 www.quansheng.org 马来西亚敦胡先翁大学 UniversitiTunHusseinOnnMalaysia 文凭研究中心

Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor Per.05/Men/2012 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No Per.02/Men/2011 tentang Jalur

• Sebagai contoh bila dikatakan Percentile ke‐ 95 dari suatu pengukuran tinggi badan berarti bahwa 95% populasi merupakan data tinggi badan yang bernilai sama atau lebih rendah

Penelitian ini membahas mengenai pengaruh Motivasi Berprestasi, Motivasi Berafiliasi, Motivasi Berkuasa, Lingkungan Kerja, Kepemimpinan, Dan Kelelahan Kerja Terhadap Kinerja

Berdasarkan hasil penelitian, indikator peresepan belum memenuhi standar WHO 1993 dan masih ada pasien yang belum puas dengan pelayanan yang diberikan Instalasi

SENARAI KES PERBICARAAN DI HADAPAN TIMBALAN PENDAFTAR PUAN RADZILAWATEE BTE ABDUL RAHMAN. PADA HARI KHAMIS

Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 32 Tahun 2011 tentang Pedoman Pemberian Hibah dan Bantuan Sosial yang Bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (Berita