• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. otomatisasi. Pemanfaatan robot dan kecerdasan buatan atau artificial intelligence

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. otomatisasi. Pemanfaatan robot dan kecerdasan buatan atau artificial intelligence"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

1

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Saat ini dunia telah memasuki era revolusi industri 4.0. Kelahiran teknologi digital memberikan dampak yang signifikan terhadap kehidupan manusia di seluruh dunia. Di era revolusi industri 4.0 proses aktivitas bergerak dengan sistem otomatisasi. Pemanfaatan robot dan kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI) akan berperan dominan dalam suatu industri. Ini artinya proses otomatisasi tersebut akan mendatangkan dampak bagi tenaga kerja manusia. Akan banyak pekerjaan manusia yang diambil alih oleh robot namun tidak menutup kemungkinan pula muncul pekerjaan baru yang tidak diduga sebelumnya.

Untuk menghadapi tantangan besar tersebut maka salah satu sektor yang berperan penting adalah pendidikan. Pendidikan harus mampu mewadahi peserta didik untuk menghadapi kemajuan teknologi dan perkembangan era industri. Berdasarkan UU RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas Bab II Pasal (3) disebutkan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta tanggung jawab.

Era revolusi industri 4.0 dimulai pada abad ke-21 yang dikenal sebagai abad globalisasi. Perkembangan zaman menuntut proses pembelajaran mengacu pada tujuan pembelajaran abad 21 yang lebih dikenal dengan sebutan 4C, yaitu Critical

(2)

thinking, Creative thinking, Collaborative dan Communicative. Kai Min Cheng menyebutkan bahwa the 21st Century Skills and Literacies, that include : basic skills, technology skills, problem solving skills, commnunication skills, critical and creative skills, information/ digital skills, inquiry/ reasoning skills, interpersonal skills, multicultural and multilingual skills (Ghiffar, 2018). Jadi, terdapat beberapa kompetensi yang dibutuhkan peserta didik untuk menghadapi era revolusi 4.0, salah satunya yaitu kreativitas dan kemampuan inovatif. Revolusi industri 4.0 mengharuskan peserta didik untuk selalu berpikir dan bertindak kreatif dan inovatif. Tindakan ini perlu dilakukan agar peserta didik mampu bersaing dan menciptakan lapangan kerja berbasis industri 4.0.

Makna kreatif secara sederhana yaitu kemampuan menemukan cara yang berbeda. Seseorang disebut kreatif karena mampu menemukan cara yang berbeda dari orang lain, sehingga melahirkan produk yang berbeda (Sudarma, 2016). Sedangkan kreativitas adalah hasil dari proses berpikir kreatif seseorang. Dalam dunia pendidikan di Indonesia, solusi untuk melahirkan individu yang kreatif dan inovatif telah dikemas dalam suatu kurikulum pendidikan. Pada kurikulum 2013 yang telah disempurnakan peserta didik dituntut untuk mencari tahu sendiri, mengamati serta menalar, yang pada akhirnya akan mengembangkan kemampuan berpikir kreatif yang ada dalam dirinya. Penerapan kurikulum 2013 ini tentu saja ditujukan untuk meningkatkan mutu dan kualitas pendidikan di Indonesia. Pengembangan kreativitas peserta didik dapat diupayakan melalui situasi pembelajaran yang menyajikan kesempatan kepada peserta didik untuk memecahkan masalah atau mengembangkan gagasannya sendiri. Namun pada pelaksanaannya masih ditemui pembelajaran yang berpusat pada guru sehingga

(3)

peserta didik menjadi terbatas dalam mengembangkan kreativitasnya. Salah satu faktor penghambatnya yaitu lingkungan pembelajaran yang tidak merangsang kreativitas peserta didik dan tidak adanya dorongan untuk bereksplorasi.

Kimia adalah salah satu mata pelajaran yang dijumpai di Sekolah Menengah Atas (SMA). Pada dasarnya, mata pelajaran ini erat kaitannya dengan kehidupan kita sehari-hari. Namun faktanya, kimia dipandang sebagai mata pelajaran yang sulit dan tidak menarik bagi sebagian peserta didik. Hal ini dikarenakan karakteristik dari materi kimia yakni konsep materinya yang bersifat abstrak. Salah satu submateri pada mata pelajaran kimia yang dianggap sulit oleh peserta didik adalah stoikiometri. Menurut Ruwaidah, dkk (2012), materi stoikiometri merupakan materi yang abstrak, kompleks dan banyak hitungan matematik serta mendasari pokok bahasan lain dalam kimia antara lain materi: termokimia, laju reaksi, kesetimbangan kimia, elektrolisis, dan sifat koligatif larutan. Oleh karena materi stoikiometri berisi konsep dan hitungan maka kebanyakan peserta didik mengalami kesulitan untuk memahami materi tersebut.

Berdasarkan observasi yang telah dilakukan di kelas X MIPA SMA Adhyaksa I, yakni salah satu sekolah swasta di Kota Jambi yang terakreditasi A, ditemukan beberapa permasalahan pembelajaran yang menyebabkan hasil belajar kognitif peserta didik kurang optimal. Metode mengajar yang digunakan oleh guru yaitu ceramah, tanya jawab dan diskusi. Media yang digunakan berupa video pembelajaran dan papan tulis. Keadaan kelas cukup kondusif namun keaktifan peserta didik belum terlihat optimal. Peserta didik cenderung hanya memerhatikan video pembelajaran dan mendengarkan penjelasan guru semata, meskipun dilakukan tanya jawab namun komunikasi yang terjadi dominan satu arah. Kondisi

(4)

pembelajaran tersebut yang mengakibatkan peserta didik kurang termotivasi untuk lebih aktif dan kreatif. Pembelajaran yang dilaksanakan kurang memberikan akses kepada peserta didik untuk mengembangkan kemampuan berpikirnya secara mandiri. Pada akhirnya peserta didik kurang memperlihatkan kreativitasnya sehingga hasil belajarnya pun menjadi rendah.Salah satu guru Kimia di SMA Adhyaksa I Jambi ketika di wawancarai mengatakan bahwa salah satu materi yang sulit dipahami peserta didik adalah stoikiometri khususnya pada perhitungan reaksi kimia. Kegiatan belajar mengajar dilaksanakan dengan metode diskusi, dan tidak menerapkan model pembelajaran karena kesulitan dalam alokasi waktu. Pembelajaran yang dilaksanakan belum dapat mengembangkan kreativitas peserta didik karena peserta didik hanya mengandalkan penjelasan dari guru, dengan kata lain minimnya motivasi dan minat belajar mandiri. Untuk itu menurutnya model pembelajaran yang dibutuhkan guru untuk materi stoikiometri adalah model pembelajaran yang dapat meningkatkan kreativitas, berpikir kritis dan kemampuan memecahkan masalah.

Berdasarkan analisis kebutuhan diatas, maka salah satu solusi untuk mengatasi permasalahan yang terjadi adalah penerapan model pembelajaran problem posing. Pada prinsipnya, model pembelajaran problem posing adalah suatu model pembelajaran yang mewajibkan para peserta didik untuk mengajukan soal sendiri melalui belajar soal (berlatih soal) secara mandiri. Pengajuan soal yang dilakukan oleh peserta didik dapat melatih dan meningkatkan kreativitas peserta didik itu sendiri. Ketika peserta didik diberikan masalah dalam hal ini latihan soal atau ketika peserta didik diminta mengajukan suatu masalah maka dengan kreativitasnya mereka akan mengubah soal yang dicontohkan menjadi bentuk baru ataupun

(5)

berkreasi menyelesaikan soal dengan metode yang berbeda-beda. Selain itu, dengan pengajuan soal yang dilakukan peserta didik akan menimbulkan pemahaman konsep yang lebih mantap mengenai materi yang diajarkan. Menurut Thobroni (2015), pengajuan soal merupakan kegiatan yang mengarah pada sikap kritis dan kreatif. Sebab, dalam metode pengajuan soal, peserta didik diminta untuk membuat pertanyaan dari informasi yang diberikan. Padahal, bertanya merupakan pangkal semua kreasi. Orang yang memiliki kemampuan mencipta (berkreasi) dikatakan memiliki sikap kreatif. Selain itu, dengan pengajuan soal, peserta didik diberi kesempatan aktif secara mental, fisik, dan social serta memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk menyelidiki dan juga membuat jawaban. Model problem posing dirasa cocok dengan karakteristik materi stoikiometri dimana pada materi ini banyak menerapkan perhitungan matematis. Sehingga diharapkan peserta didik dapat lebih memahami materi dan mengetahui langkah-langkah dalam menyelesaikan soal.

Sebelumnya, telah banyak penelitian yang membahas mengenai penerapan model problem posing dalam pembelajaran kimia. Beberapa diantaranya yaitu penelitian yang dilakukan oleh Nuriyawan, dkk (2016) yang menyimpulkan bahwa penerapan model pembelajaran problem posing dilengkapi dengan Lembar Kerja Peserta Didik mampu meningkatkan prestasi belajar dan keterampilan proses sains peserta didik pada materi stoikiometri. Berikutnya penelitian yang dilakukan oleh Suryani, dkk (2015), dari hasil penelitiannya disimpulkan bahwa penggunaan model pembelajaran problem posing dilengkapi LKS pada materi konsep mol dapat meningkatkan prestasi belajar dan kemampuan analisis peserta didik. Selanjutnya, pada penelitian yang dilakukan oleh Sriwenda, dkk (2013), disebutkan bahwa

(6)

penerapan pembelajaran model problem posing dapat meningkatkan kreativitas peserta didik pada materi pokok laju reaksi. Berdasarkan latar belakang diatas, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Analisis Penggunaan Model Pembelajaran Problem Posing dan Pengaruhnya Terhadap Kreativitas Peserta Didik pada Materi Stoikiometri”.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka rumusan masalah pada penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana penggunaan model pembelajaran problem posing pada materi stoikiometri?

2. Apakah terdapat pengaruh penggunaan model pembelajaran problem posing terhadap kreativitas peserta didik pada materi stoikiometri?

1.3 Batasan Masalah

Pembatasan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Materi yang diajarkan adalah stoikiometri pada pokok bahasan massa atom relatif (Ar), massa molekul relatif (Mr), konsep mol dan hubungannya dengan jumlah partikel, massa molar, dan volume molar serta rumus empiris dan rumus molekul.

2. Model pembelajaran yang digunakan adalah model pembelajaran problem posing tipe post solution posing.

3. Kreativitas yang diamati adalah kemampuan yang berhubungan dengan kelancaran, keluwesan, keaslian dan elaborasi. Ditinjau dari ranah afektif, psikomotorik dan kognitif.

(7)

1.4 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui penggunaan model pembelajaran problem posing pada materi stoikiometri.

2. Untuk mengetahui pengaruh penggunaan model pembelajaran problem posing terhadap kreativitas peserta didik pada materi stoikiometri.

1.5 Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagi peserta didik, dapat melatih peserta didik untuk mengembangkan kreativitas yang dimiliki dan diharapkan dapat meningkatkan pemahaman terutama pada materi stoikiometri.

2. Bagi guru, sebagai bahan pertimbangan untuk menggunakan model pembelajaran yang dapat mengoptimalkan proses pembelajaran terutama dalam meningkatkan kreativitas peserta didik.

3. Bagi sekolah, sebagai tambahan informasi dalam rangka perbaikan dan peningkatan mutu pendidikan, khususnya mata pelajaran kimia.

4. Bagi peneliti, sebagai pemberi informasi tentang penggunaan model pembelajaran problem posing dan pengaruhnya terhadap kreativitas peserta didik pada materi stoikiometri di kelas X MIPA SMA Adhyaksa I Jambi.

(8)

1.6 Definisi Operasional

Untuk menghindari kesalahpahaman istilah, maka definisi operasional pada penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Model pembelajaran problem posing tipe post solution adalah suatu model pembelajaran yang mewajibkan peserta didik untuk mengajukan soal sendiri melalui berlatih soal dimana peserta didik memodifikasi tujuan atau kondisi soal yang sudah diselesaikan untuk membuat soal baru yang sejenis. Caranya, peserta didik dapat mengubah atau menambah data pada soal semula, mengubah nilai namun mempertahankan situasi soal semula atau dapat pula dengan mengubah situasi soal tetapi mempertahankan data pada soal semula. 2. Kreativitas adalah sebuah kemampuan untuk memikirkan dan menemukan

sesuatu yang baru, menciptakan gagasan-gagasan baru dengan cara mengkombinasikan, mengubah, atau menerapkan kembali ide-ide yang telah ada. Ciri atau komponen kreativitas adalah kelancaran (fluency) yaitu kemampuan mengeluarkan ide atau gagasan yang benar sebanyak mungkin secara jelas; keluwesan (flexibility) yaitu kemampuan untuk mengeluarkan banyak ide atau gagasan yang beragam dan tidak monoton dengan melihat dari berbagai sudut pandang; keaslian atau originalitas (originality) yaitu kemampuan untuk mengeluarkan ide atau gagasan yang unik dan tidak biasanya; dan elaborasi (elaboration) yaitu kemampuan untuk menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi dan menambah detail dari ide atau gagasannya sehingga lebih bernilai.

Referensi

Dokumen terkait

Dengan nilai signifikan sebesar 0,000 yang nilainya lebih kecil dari tingkat signifikan yang ditetapkan yaitu (α=0.05) ini menyatakan bahwa persepsi kualitas pelayanan

Melakukan etnografi virtual dengan medium internet pada prinsipnya adalah menggambarkan budaya dan artefak secara parsial atau tidak utuh. Sangat tidak mungkin bagi

Mejoi menjalankan hak dan kewajiban sebagai Wajib Pajak Pertambahan Nilai dengan membuat Faktur Pajak dalam segala kegiatan transaksi yang berkaitan dengan

Berdasarkan latar belakang dan permasalahan yang dijelaskan di atas maka rumusan masalah pada penelitian ini adalah “Apakah model pembelajaran Problem Based Learning

Anggota Komite yang masih atau yang sudah tidak menjabat lagi sebagai Anggota Komite, wajib menjaga kerahasiaan dokumen, data dan informasi perusahaan yang diperoleh sewaktu

Jika kamu ditentang, diganggu dan dianiaya, oleh umat Kristiani yang lain, agar kamu menerima hukum-hukum yang baru itu, yang kau ketahui didalam hatimu

• Penanganan bencana bagi Rumah sakit dibagi dalam dua kelompok yaitu Internal Disaster (bencana yang terjadi pada Rumah sakit) dan.. External disaster ( Rumah sakit harus turut

Pelayanan kesehatan pada Kecelakaan Kerja atau penyakit akibat kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat 2 huruf a, dilakukan oleh fasilitas kesehatan milik pemerintah,