• Tidak ada hasil yang ditemukan

Respon Peternak Sapi Perah... Dwi Sulistia Anggarani RESPON PETERNAK SAPI PERAH TERHADAP PENYULUHAN MENGENAI PENCEGAHAN PENYAKIT MASTITIS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Respon Peternak Sapi Perah... Dwi Sulistia Anggarani RESPON PETERNAK SAPI PERAH TERHADAP PENYULUHAN MENGENAI PENCEGAHAN PENYAKIT MASTITIS"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

RESPON PETERNAK SAPI PERAH TERHADAP PENYULUHAN MENGENAI PENCEGAHAN PENYAKIT MASTITIS

Dwi Sulistia Anggarani*, Marina Sulistyati, dan Hermawan Universitas Padjadjaran

*Alumni Fakultas Peternakan Unpad Tahun 2015 E-mail: dwisulistia81@gmail.com

ABSTRAK

Salah satu kendala dalam usaha peningkatan produktivitas sapi perah yaitu adanya penyakit radang ambing atau yang dikenal sebagai mastitis. Usaha yang dapat dilakukan untuk pencegahan penyakit mastitis yaitu dengan memberikan penyuluhan kepada peternak.Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji pelaksanaan penyuluhan pencegahan penyakit mastitis di TPK Pojok, mengetahui respon peternak terhadap pelaksanaan penyuluhan pencegahan penyakit mastitis, dan untuk menganalisis hubungan respon peternak dengan pelaksanaan penyuluhan mengenai pencegahan penyakit mastitis.Penelitian dilakukan dengan menggunakan metode survei. Penarikan sampel dilakukan berdasarkan acak sederhana (Simple random sampling).Responden yang diambil sebanyak 30 peternak dari 295 orang peternak anggota TPK Pojok. Hasil penelitian menyatakan bahwa, pelaksanaan penyuluhan pencegahan penyakit mastitis di TPK pojok termasuk kedalam kategori tinggi (83,33%), dinilai dari lima dimensi yang dipergunakan yaitu, penilaian responden terhadap penyuluh, sasaran penyuluhan, metode penyuluhan, materi penyuluhan, waktu dan tempat penyuluhan. Respon peternak terhadap pelaksanaan penyuluhan mengenai pencegahan penyakit mastitis termasuk kedalam kategori tinggi (66,67%), dinilai dari tiga dimensi yang dipergunakan yaitu, kognitif, afektif, dan psikomotorik. Tidak terdapat hubungan antara respon peternak dengan pelaksanaan penyuluhan mengenai pencegahan penyakit mastitis. Kata Kunci : Penyuluhan, Respon, Mastitis.

RESPONSE OF DAIRY CATTLE FARMERS TOWARD THE EXTENSION ON THE PREVENTION OF MASTITIS DISEASE

ABSTRACT

One obstacle in efforts to increase the productivity of dairy cattle udder inflammation that is the disease, known as mastitis. Attempt to do for the prevention of mastitis disease is to provide extension to farmer. This study aims to assessing the extension implementation on the prevention of mastitis disease in TPK Pojok, determine the farmer response toward the extension implementation on the prevention of mastitis disease, and to analyze the correlation of the farmer response to the implementation of extension about prevention of mastitis disease. This research was done by using survey method. Taking the sample was done by using simple random sampling. 30 farmers from 295 farmers of TPK Pojok members were taken as the respondent. The results of research stated that, the extension implementation on the prevention of mastitis disease in TPK Pojok into the high category (83.33%),

(2)

considered from five dimensions which is used, the assessment of the respondents to extension agent, target information, a method of counseling, material information, time and place of extension. Response to the implementation of farmers on the extension of prevention mastitis disease into the high category (66.67%), considered of three dimensions is used, cognitive, affective, and psychomotor. There was no correlation between response farmers with extension on the prevention of mastitis disease.

Keywords : Extension, Response, Mastitis. 1. PENDAHULUAN

Seiring dengan berkembangnya kesadaran masyarakat Indonesia akan kebutuhan gizi dan bertambahnya tingkat pendapatan masyarakat, maka permintaan bahan pangan yang mempunyai nilai gizi tinggi meningkat. Pemenuhan tingkat gizi tersebut diantaranya berasal dari produk-produk peternakan. Sapi perah merupakan salah satu komoditi peternakan yang dapat mendukung pemenuhan kebutuhan akan bahan pangan bergizi tinggi, namun produktivitasnya belum optimal.

Salah satu kendala dalam usaha peningkatan produktivitas sapi perah yaitu adanya penyakit radang ambing atau yang dikenal sebagai mastitis. Penyakit ini dapat menyebabkan kerugian yang besar akibat penurunan produksi susu, penurunan kualitas susu, biaya perawatan dan pengobatan yang mahal. Mastitis berhubungan langsung dengan kerugian peternak, karena akan menimbulkan konsekuensi tertentu dalam proses pengolahan susu selanjutnya. Pengendalian penyakit ini dapat dilakukan dengan mencegah terjadinya infeksi, terutama yang ditimbulkan oleh kesalahan manajemen dan kebersihan pemerahan yang tidak baku.

Sebagian besar mata pencaharian masyarakat di desa Cikahuripan Kabupaten Bandung sebagai peternak sapi perah yang tergabung sebagai anggota Koperasi Peternak Sapi Bandung Utara (KPSBU). KPSBU memiliki Tempat Pelayanan Koperasi (TPK) yang tersebar di 26 daerah, salah satunya yaitu TPK Pojok yang jumlah kejadian mastitisnya paling banyak diantara TPK lainnya. Hal ini diduga dipengaruhi oleh ketidaktahuan peternak mengenai penyakit mastitis dan ketidaktahuan peternak mengenai teknis manajemen pemerahan yang baku. Usaha yang dapat dilakukan untuk pencegahan penyakit mastitis yaitu dengan memberikan penyuluhan kepada peternak.

Penyuluhan merupakan upaya dari koperasi agar terjadi perubahan perilaku.KPSBU memberikan pelayanan-pelayanan kepada anggotanya melalui penyuluhan.Penyuluhan mengenai pencegahan penyakit mastitis diharapkan dapat memperbaiki tatalaksana pemeliharaan dan pemerahan, sehingga sanitasi lingkungan kandang terjaga dan sapi menjadi lebih sehat. Akibat lebih lanjutnya adalah kualitas dan kuantitas produksi susu menjadi lebih baik, yang berarti penerimaan peternak akan lebih tinggi dari sebelumnya.

Respon peternak terhadap program penyuluhan sangat menentukan kesuksesan terlaksananya program penyuluhan mengenai pencegahan penyakit mastitis. Dengan mengetahui respon peternak akan diketahui kendala-kendala dalam pelaksanaan penyuluhan yang akan berperan untuk kemajuan usaha peternakan sapi perah. Berdasarkan uraian tersebut, penulis merasa tertarik meneliti respon peternak terhadap program penyuluhan mengenai pencegahan penyakit mastitis.

(3)

2. OBJEK DAN METODE PENELITIAN Objek Penelitian

Objek penelitian ini adalah peternak sapi perah yang tergabung pada TPK Pojok yang berada di Kampung Pojok, Desa Cikahuripan, Kecamatan Lembang, Kabupaten Bandung Barat.

Metode Penelitian

Penelitian dilakukan dengan metode survei dengan teknik pengambilan sampel secara simple random sampling.Responden yang diambil sebanyak 30 peternak dari 295 orang peternak anggota TPK Pojok. Hal ini sesuai dengan pendapat Sudjana (2005), dengan ukuran sampel sebanyak n ≥ 30, maka nilai pengamatan akan mendekati sebaran normal.Informasi yang diperlukan dikumpulkan dari responden dengan menggunakan kuesioner.

Variabel yang Diteliti

Terdapat dua variabel dalam penelitian ini, yaitu variabel bebas dan variabel terikat. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah penyuluhan mengenai pencegahan penyakit mastitis, sedangkan variabel terikat dalam penelitian ini adalah respon peternak

Analisis Statistik

Pengukuran untuk masing-masing indikator variabel dilakukan dengan skala ordinal. Teknik analisis yang digunakan untuk mengukur hubungan antar variabel adalah analisis korelasi peringkat Rank Spearman menggunakan SPSS STATISTICS 21.

3. HASIL DAN PEMBAHASAN

Penyuluhan Mengenai Pencegahan Penyakit Mastitis

Tabel 1. Penilaian Responden Terhadap Penyuluhan Mengenai Pencegahan Penyakit Mastitis

No. Uraian Penilaian Responden (%)

Tinggi Cukup Rendah 1. Penilaian responden terhadap penyuluh 80,00 20,00 0,00

2. Sasaran penyuluhan 0,00 100,00 0,00

3. Metode penyuluhan 13,33 86,67 0,00

4. Materi penyuluhan 93,33 6,67 0,00

5. Waktu dan tempat penyuluhan 0,00 73,33 26,67 Kategori Penyuluhan 83,33 16,67 0,00 Data pada Tabel 1 menunjukkan bahwa, penilaian responden terhadap penyuluhan mengenai pencegahan penyakit mastitis termasuk kedalam kategori tinggi (83,33%). Penilaian responden terhadap penguasaan materi oleh penyuluh yang meliputi: kemampuan penyuluh dalam penyampaian materi yang didukung oleh cara berbicara dan cara berkomunikasi, sikap penyuluh, dan cara berinteraksi antara penyuluh dengan peternak.

Peternak menilai bahwa penyuluh sudah menguasai materi dengan baik, mereka berpendapat bahwa materi yang disampaikan sudah dapat dimengerti oleh peternak berdasarkan paparan materi yang disampaikan oleh penyuluh. Penyampaian materi

(4)

didukung oleh cara berbicara dan cara berkomunikasi yang baik. Penyuluh menyampaikan materi menggunakan bahasa yang dimengerti oleh peternak, yaitu bahasa sunda karena pada umumnya mereka kurang memahami apabila ada istilah asing dan peternak lebih menyukai apabila berinteraksi menggunakan bahasa sunda daripada bahasa indonesia. Peternak menilai bahwa sikap penyuluh sudah ramah dan profesionalisme.Berdasarkan skor yang diperoleh, penilaian responden terhadap penyuluh termasuk kedalam kategori tinggi (80%).

Sasaran penyuluhan dinilai dari kehadiran peternak disetiap program penyuluhan yang diadakan oleh KPSBU, 100% responden termasuk kedalam kategori cukup karena pada umumnya peternak tidak selalu hadir dalam kegiatan penyuluhan. Kehadiran peternak ditentukan oleh beberapa faktor, yaitu kebutuhan akan informasi dan manfaat yang didapatkan oleh responden dari penyuluhan tersebut. Semakin tinggi akan kebutuhan hal itu, maka tingkat kesadaran untuk mengikuti penyuluhan akan tinggi.

Metode penyuluhan yang dilakukan oleh penyuluh terdiri dari beberapa metode, yaitu metode pendekatan individu, pendekatan kelompok, dan pendekatan massa. Sebesar 86,67% responden termasuk kedalam kategori cukup, karena pada umumnya peternak lebih setuju apabila penyuluh melakukan pendekatan perorangan dengan alasan agar peternak lebih terbuka untuk menceritakan keluhan maupun kesulitan dalam manajemen usaha ternaknya.

Materi penyuluhan yang diberikan oleh penyuluh dinilai baik oleh responden (93,33%). Penilaian materi penyuluhan ini mencakup kesesuaian materi yang disampaikan dengan kondisi atau permasalahan yang sedang dihadapi peternak, dan manfaat yang diterima oleh peternak dari materi penyuluhan. Umumnya responden berpendapat bahwa, materi penyuluhan yang disampaikan sudah sesuai dengan kondisi dan permasalahan yang dihadapi peternak, contohnya jika ada permasalahan mengenai penyakit mastitis, penyuluh biasanya akan langsung mengadakan penyuluhan mengenai pencegahan penyakit mastitis, sehingga peternak akan lebih mengetahui penanganan penyakit mastitis, bahkan dapat mencegah penyakit mastitis sehingga dapat mengurangi resiko kerugian lebih lanjut akibat sapi yang terkena mastitis.

Penilaian responden terhadap waktu dan tempat penyuluhan termasuk ke dalam kategori cukup (73,33%). Pelaksanaan penyuluhan tidak rutin dan tidak terjadwal, penyuluhan lebih sering dilakukan apabila ada masalah yang berkaitan dengan kualitas susu yang dihasilkan. Penyuluh biasanya akan langsung mendatangi peternak tersebut dengan metode pendekatan individu.

Respon Peternak

Tabel 2. Respon Peternak terhadap Penyuluhan Mengenai Pencegahan Penyakit Mastitis

No. Uraian Kelas Kategori (%)

Tinggi Cukup Rendah

1. Pengetahuan (Kognitif) 36,67 63,33 0,00

2. Sikap (Afektif) 100,00 0,00 0,00

3. Tindakan (Psikomotorik) 16,67 83,33 0,00

Respon Peternak 66,67 33,33 0,00

Data Tabel 2 menunjukkan respon peternak termasuk ke dalam kategori tinggi (73,33%), yang meliputi dimensi pengetahuan, dimensi sikap dan dimensi tindakan.

(5)

Pengetahuan Peternak

Data dari Tabel 2 menunjukkan bahwa pengetahuan peternak termasuk kedalam kategori tinggi (36,67%) dan kategori cukup (63,33%). Kategori tinggi diartikan bahwa peternak dapat menjawab dan menjelaskan alasan dari setiap pertanyaan yang diajukan berdasarkan teori yang mendukung. Kategori ditetapkan berdasarkan jumlah skor yang didapatkan oleh peternak.

Umumnya, dari 21 pertanyaan yang diajukan, mereka tidak dapat menjawab dan memberikan alasan untuk semua pertanyaan tersebut secara rinci dan berdasarkan teori, sehingga pengetahuan peternak termasuk kedalam kategori cukup. Pengetahuan peternak hanya berdasarkan informasi yang disampaikan oleh penyuluh melalui berbagai metode, tetapi pengetahuan peternak masih sangat mendasar. Suatu gagasan cenderung lebih mudah diterima bilamana sesuai dengan pendapat sendiri (Van den Ban dan Hawkins, 1999).

Sikap Peternak

Data pada Tabel 2 menunjukkan bahwa sikap peternak terhadap penyuluhan mengenai pencegahan penyakit mastitis termasuk kedalam kategori tinggi, karena 100% peternak menyikapi penyuluhan tersebut dengan baik dan setuju mengenai 21 pernyataan-pernyataan yang diajukan mengenai tata cara pemerahan, sanitasi kandang dan penyakit mastitis. Sikap ini berkaitan dengan pengetahuan peternak mengenai ketiga aspek tersebut, peternak akan setuju kepada pernyataan-pernyataan yang diajukan apabila peryataan tersebut sesuai dengan pengetahuan dan pertimbangan yang menurut peternak tersebut benar. Hal ini sesuai dengan pendapat Gerungan (2002), bahwa pengetahuan mengenai suatu objek, tidak sama dengan sikap terhadap objek itu.

Tindakan Peternak

Data pada Tabel 7 menunjukkan bahwa tindakan peternak termasuk kedalam kategori cukup (83,33%), peternak sudah melaksanakan tata cara pemerahan dengan cukup baik. Tindakan peternak termasuk kedalam kategori cukup, karena dalam manajemen pemerahan ada beberapa prosedur yang tidak dilaksanakan oleh peternak. Umumnya, peternak hanya melaksanakan manajemen pemerahan berdasarkan pengalaman dan kepercayaan mereka terhadap hal yang dilakukannya tanpa mengikuti prosedur pemerahan yang seharusnya.

Umumnya, peternak mengeluhkan harga susu yang tidak sesuai dengan yang mereka harapkan, oleh karena itu peternak kurang mengutamakan prosedur pemerahan yang seharusnya, karena mereka tidak mendapatkan timbal balik yang sesuai dari koperasi, sehingga peternak kurang peduli mengenai kualitas susu dan kesehatan ternaknya. Hal ini berkaitan dengan keuntungan relatif yang dirasakan peternak. Umumnya peternak tidak mau mengorbankan dana di awal untuk keperluan usahanya, mereka cukup puas dengan kondisi yang dirasakan sekarang tanpa harus merubah prosedur pemerahan yang mereka lakukan, karena peternak tidak merasakan keuntungan ekonomis yang besar apabila mereka melakukan prosedur pemerahan dengan baik. Hal ini sesuai dengan pendapat Mardikanto (2002), bahwa keuntungan relatif (relative advantages) merupakan salah satu karakteristik inovasi yang menentukan adopsi suatu inovasi. Berdasarkan hal tersebut, maka tidak heran apabila kejadian mastitis di TPK Pojok sangat tinggi.

(6)

Hubungan Antara Respon Peternak Sapi Perah Terhadap Penyuluhan Mengenai Pencegahan Penyakit Mastitis

Berdasarkan hasil perhitungan dengan menggunakan korelasi Rank Spearman (rs), hubungan antara respon peternak sapi perah terhadap penyuluhan mengenai pencegahan penyakit mastitis, survei di TPK Pojok Kampung Pojok, Desa Cikahuripan, Kecamatan Lembang, Kabupaten Bandung Barat, menghasilkan nilai koefisien korelasi sebesar 0,017 dan p > . Hal ini menunjukkan bahwa, tidak terdapat hubungan antara respon peternak sapi perah dengan penyuluhan mengenai pencegahan penyakit mastitis, sehingga hipotesis penelitian ditolak.

Kurang berhasilnya penyuluhan untuk merubah perilaku peternak dalam manajemen pemerahan dapat disebabkan oleh kondisi sosial budaya dimasyarakat. Kondisi sosial budaya merupakan suatu pola perilaku yang dipelajari, dipegang teguh oleh peternak dan diteruskan secara turun menurun, dan akan sangat sulit merubah perilaku peternak jika sudah berbenturan dengan keadaan sosial budaya masyarakat. Melihat penyuluhan yang tidak rutin dan tidak terjadwal, maka tidak heran jika pengetahuan peternak hanya mendasar dan sekedar tahu saja tanpa dapat menjelaskan berdasarkan materi yang mendukung. Peternak lebih mempercayai pengetahuan berdasarkan pengalaman secara turun temurun yang telah mereka terapkan untuk mengelola usaha ternaknya.

Peternak di TPK Pojok, umumnya memiliki jumlah ternak laktasi satu sampai lima ekor (skala usaha kecil), sehingga mempengaruhi pendapatan mereka. Jumlah pendapatan mempengaruhi suatu tindakan yang berkaitan dengan dana yang dikeluarkan untuk usahanya. Hal ini juga berkaitan dengan keberanian peternak untuk mengambil risiko, peternak di TPK Pojok merasa bahwa manajemen pemerahan yang mereka lakukan sudah baik, sehingga mereka tidak mau melakukan suatu hal yang disuluhkan seperti celup puting, karena peternak berpendapat bahwa, tidak melakukan celup putting tidak berpengaruh kepada kesehatan ternaknya. Tingkat partisipasi hanya terlihat pada ketua kelompok saja, karena diantara peternak yang lain, ketua kelompok memiliki tanggung jawab yang lebih, karena setiap informasi yang didapatkan dari penyuluh harus disampaikan kepada anggota kelompok dan secara tidak langsung, ketua kelompok merupakan panutan bagi anggota kelompoknya. Umumnya aktivitas peternak di TPK Pojok untuk mencari informasi dan ide-ide baru sangat rendah, mereka hanya mendapatkan informasi mengenai manajemen usahanya dari penyuluhan saja, tanpa ada usaha untuk mencari tahu ke sumber lainnya.

Faktor lainnya yang mempengaruhi tindakan peternak yaitu keuntungan ekonomi yang dirasakan peternak tidak sepadan, dan harga yang ditentukan oleh kualitas susu dalam satu kelompok. Dalam satu kelompok terdiri atas beberapa orang peternak, sedangkan tidak semua peternak menerapkan manajemen pemerahan dengan baik, sehingga kualitas susu yang dihasilkan akan lebih rendah dan akan mempengaruhi harga susu dikelompok tersebut. Hal ini berkaitan dengan unsur kekompakkan dari anggota kelompok, sehingga apabila peternak menginginkan harga susu yang tinggi, harus disertai perubahan secara bersama-sama dari semua anggota kelompok untuk melaksanakan manajemen pemerahan sesuai prosedur.

Berdasarkan uraian tersebut, peternak di TPK Pojok termasuk ke dalam golongan late adopter, karena peternak tidak secara langsung menerapkan materi penyuluhan yang disampaikan. Golongan ini cenderung akan menerapkan manajemen pemerahan dengan baik apabila peternak lainnya sudah melaksanakan hal tersebut dan tidak mengalami kegagalan, serta mendapatkan keuntungan yang relatif tinggi. Hal ini

(7)

sesuai dengan pendapat Soekartawi (1988), bahwa golongan late adopter akan melakukan adopsi inovasi jika dirasakan adopsi inovasi tersebut tidak mengandung resiko yang relatif tinggi.

4. KESIMPULAN

Pelaksanaan penyuluhan pencegahan penyakit mastitis di TPK pojok termasuk kedalam kategori tinggi (83,33%), dinilai dari lima dimensi yang dipergunakan yaitu, penilaian responden terhadap penyuluh, sasaran penyuluhan, metode penyuluhan, materi penyuluhan, waktu dan tempat penyuluhan. Respon peternak terhadap pelaksanaan penyuluhan mengenai pencegahan penyakit mastitis termasuk kedalam kategori tinggi (66,67%), dinilai dari tiga dimensi yang dipergunakan yaitu, kognitif, afektif, dan psikomotorik.Tidak terdapat hubungan antara respon peternak dengan pelaksanaan penyuluhan mengenai pencegahan penyakit mastitis.

5. DAFTAR PUSTAKA

Gerungan. 2002. Psikologi Sosial. PT Refika Aditama. Bandung.

Mardikanto, T. 2002. Redefinisi dan Revitalisasi Penyuluhan Pertanian. UNS Press. Surakarta.

Soekartawi. 1988. Prinsip Dasar Komunikasi Pertanian. UI Press. Jakarta. Sudjana. 2005. Metoda Statistika. PT Tarsito. Bandung.

Gambar

Tabel 1.  Penilaian Responden Terhadap Penyuluhan Mengenai Pencegahan                    Penyakit Mastitis
Tabel  2.  Respon  Peternak  terhadap  Penyuluhan  Mengenai  Pencegahan  Penyakit  Mastitis

Referensi

Dokumen terkait

1) Desain dan implementasi services provider untuk mendukung layanan web services push PDPT pada sistem informasi akademik Politeknik Negeri Lampung dapat

Tanaman dengan TF lebih dari 1 diklasifikasikan sebagai tanaman dengan efesiensi tinggi untuk translokasi logam berat dari akar ke bagian tanaman yang berada di atas

Pelaksanaan tindakan pada siklus II pertemuan II dilakasanakan pada hari Selasa, 14 April 2015 pada jam pertama.Pertemuan kedua pada siklus II ini merupakan

Keton atau alkanon adalah suatu senyawa turunan alkana dengan gugus fungsi –C=O- yang terikat pada dua gugus alkil R dan R’.. Rumus

(1) Program Studi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf i merupakan unsur pelaksana akademik yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Direktur

“Limbah adalah semua bahan atau energi yang keluar dari sistem produksi. .bukan merupakan bagian

Dari hasil perhitungan dengan Uji Tukey diperoleh perbedaan rerata hasil belajar matematika pada kelompok siswa yang memiliki kemampuan numerik rendah antara

Fraksi resistant dari Cd yang sangat rendah pada penelitian ini mengindikasikan bahwa konsentrasi Cd dalam sedimen banyak didominasi fraksi non-resistant.. Hasil