Penyusunan Rencana Strategis ( Renstra ) Dinas Koperasi
UKM dan Perindustrian Perdagangan Kota Bandung Tahun
2013-2018 terlebih dahulu perlu digali permasalahan-permasalahan yang
terjadi, yang dirumuskan menjadi isu strategis. Isu strategis adalah
permasalahan utama yang disepakati untuk dijadikan prioritas
penanganan selama kurun waktu 5 (lima) tahun mendatang, isu
strategis diidentifikasi dari berbagai sumber antara lain diangkat
dari situasi dan kondisi ekonomi saat ini serta kemungkinan kondisi
dimasa datang. Penentuan isu strategis melalui tahapan-tahapan
sebagai berikut :
A.
Identifikasi Permasalahan Berdasarkan Tugas dan Fungsi
Pelayanan
Dinas
Koperasi
UKM
dan
perindustrian
ISU-ISU STRATEGIS
BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI
bidang Koperasi, UKM, Perindustrian dan perdagangan
teridentifikasi permasalahan yaitu sebagai berikut :
1.
Kurangnya keberpihakan pemerintah terhadap koperasi;
2.
Kurangnya partisipasi anggota terhadap pengembangan
koperasi;
3.
Kurangnya pemahaman masyarakat tentang koperasi;
4.
Terbatasnya kemampuan pelaku usaha Koperasi, UKM,
Perindustrian
dan
Perdagangan
dalam
mengakses
permodalan, memanfaatkan peluang pasar dan kemampuan
SDM;
5.
Terbatasnya daya saing produk KUMKM dan Perindag;
6.
Belum adanya sistem informasi dan data base Koperasi,
UKM, Perindustrian dan Perdagangan yang akurat;
7.
Terbatasnya kewenangan dalam upaya menanggulangi
terjadinya gejolak harga dan kelangkaan bahan pokok.
Adapun identifikasi permasalahan sebagaimana tersebut diatas
sangat dipengaruhi serta memiliki korelasi dengan lingkungan
eksternal sebagaimana tabel dibawah ini :
Tabel 3.1
Identifikasi Isu - isu Strategis
( Lingkungan Eksternal )
No.
Isu Strategis Dinamika
Internasional Dinamika Nasional Dinamika Regional / Lokal Lain – lain
1 2 3 4 5 1. Komitmen bersama tentang pengembangan koperasi tingkat dunia yang di canangkan oleh ICA ( International Cooperative Aliance ) meliputi : Kemandirian Kemitraan Keanggotaan Permodalan Lahirnya UU Nomor 17 Tahun 2012 tentang Perkoperasian UU Nomor 01 Tahun 2013 tentang Lembaga Keuangan Mikro UU Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan (OJK) PP Nomor 46 Tahun 2013 tentang Pajak Penghasilan atas
Penghasilan Dari Usaha yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu
Maraknya rentenir Maraknya toko modern Adanya keinginan untuk membubarkan koperasi Lembaga keuangan yang berkedok koperasi Menurunnya daya saing produk
Menurunnya daya beli masyarakat
Menurunnya ekspor
2. Pemberlakuan AFTA, NAFTA, AEC
Pengaturan tentang Waralaba
Kenaikan BBM dan LPG (Liquid Petrolum Gas) Tingginya harga
beberapa bahan pokok Merosotnya nilai tukar rupiah
Tabel 3.2
Faktor Penghambat dan Pendorong Pelayanan
Dinas Koperasi UKM dan Perindag Kota Bandung Terhadap
Pencapaian Visi, Misi dan Program Kepala Daerah dan
Wakil Kepala Daerah
Visi : “ Terwujudnya Kota Bandung yang Unggul, Nyaman dan Sejahtera “
No. Misi dan Program KDH dan Wakil KDH Terpilih Permasalahan Pelayanan Faktor Penghambat Pendorong 1 2 3 4 5 1 Membangun perekonomian yang kokoh, maju, dan berkeadilan. Belum optimalnya pemahaman masyarakat terhadap berbagai peraturan yang berkaitan dengan Koperasi, UKM,
Perindustrian dan Perdagangan
Belum optimal dan konsisten terhadap penegakan Peraturan Daerah
Menurunnya daya beli masyarakat
Belum optimalnya daya dukung anggaran Keterbatasan jangkauan pelayanan, fasilitasi dan pembinaan KUMKM Mayoritas pergerakan harga dan distribusi barang tidak secara langsung dikontrol oleh Pemerintah tetapi melalui mekanisme pasar Lemahnya sosialisasi Terbatasnya SDM Rendahnya kesadaran hukum pelaku usaha
Kurangnya keberpihakan terhadap dunia usaha
Terbatasnya anggaran
Keterbatasan anggaran/alokasi anggaran yang relatif kecil
Belum dimilikinya data seluruh potensi KUMKM secara up to date
Kurangnya sinergitas antar SKPD dan dengan stakeholder lain Adanya peraturan yang mendukung Peningkatan kesadaran hukum Peningkatan kemitraan usaha Peningkatan alokasi anggaran adanya komitmen pengembangan KUMKM banyaknya jumlah BUMN, perbankan dan pengusaha besar yang terdapat di Kota Bandung tingginya jumlah dan aktifitas komunitas kreatif di Kota Bandung
B.
Telaahan Visi, Misi, dan Program Kepala daerah dan wakil
kepala daerah Terpilih
Visi Kota Bandung Tahun 2013-2018 adalah :
“
Terwujudnya
Kota Bandung yang unggul, nyaman dan
sejahtera
“
. Dalam mencapai Visi tersebut dituangkan ke
dalam misi yang terkait dengan pembangunan ekonomi
terdapat pada misi ke empat yaitu “
Membangun
perekonomian yang kokoh, maju, dan berkeadilan
“.
Adapun
Tujuan
yang ingin dicapai yaitu :
1.
Membangun perekonomian Kota yang kokoh.
2.
Membangun perekonomian kota yang maju.
Dengan memperhatikan visi, misi serta kebijakan umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah tersebut,
maka yang terkait dengan tugas dan fungsi Dinas KUKM & Perindag adalah sebagai berikut :
TUJUAN
VISI
MISI
SASARAN
KEBIJAKAN
1.Membangun Perekonomian kota yang kokoh. 2.Membangun perekonomian kota yang maju. 3.Membangun perekonomian kota yang berkeadilan. Terwujudnya Kota Bandung yang unggul, nyaman dan sejahtera Membangun perekonomian yang kokoh, maju, dan berkeadilan
1.Terjaganya Stabilitas harga.
2.Terjaganya pertumbuhan ekonomi. 3.Meningkatnya akses dan kualitas
usaha perdagangan dalam dan luar negeri.
4.Berkembangnya sentra industri potensial,industri kreatif,industri kecil menengah dan KUKM. 5.Meningkatkan kesempatan kerja.
1.Menjaga keseimbangan antara permintaan dan ketersediaan barang.
2.Peningkatan penataan usaha dibidang perdagangan dan sistem distribusi yang menjamin kelancaran arus barang dan jasa,kepastian usaha dan daya saing produk, 3.Pembinaan dan fasilitasi untuk mendorong
potensi ekspor dan optimalisasi pangsa pasar lokal sentra-sentra industri potensial melalui pengenalan produk dan promosi offline dan online.
4.Meningkatkan pendapatan sektor perdagangan.
5.Mengoptimalkan kolaborasi peran pemerintah daerah dan dunia usaha dalam mendukung kegiatan pemberdayaan masyarakat dan pengembangan usaha UMKM di Kota Bandung.
C.
Telaahan Renstra Kementerian dan Renstra Dinas yang
Membidangi Koperasi, UKM, Perindustrian dan Perdagangan
Provinsi
Pada dasarnya, penetapan Rencana Stategis Dinas
Koperasi UKM dan Perindustrian Perdagangan Kota Bandung
merupakan bentuk pengembangan dari Visi dan Misi Kota dan
telah diselaraskan dengan Renstra kementerian maupun
renstra dinas yang membidangi Koperasi, UKM, Perindustrian
dan Perdagangan Provinsi.
Faktor-faktor penghambat dan pendorong pelayanan
Dinas Koperasi UKM dan Perindustrian dan Perdagangan Kota
Bandung ditinjau dari sasaran jangka menengah Renstra
Kementerian Koperasi dan UMKM, Perindustrian dan
Perdagangan adalah sebagai berikut :
Visi Kementrian Koperasi dan UMKM : “Menjadi Kementerian yang Kredibel Guna Mewujudkan Koperasi dan UMKM yang Tangguh dan Mandiri sebagai Soko Guru Perekonomian Nasional “
Misi
1.Memberikan kontribusi nyata dalam pembangunan nasional melalui perumusan kebijakan nasional;
2.Pengkoordinasian perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian kebijakan pemberdayaan di bidang koperasi dan UMKM;
3.Peningkatan sinergi dan peran aktif masyarakat dan dunia usaha dalam rangka meningkatkan produktivitas, daya saing dan kemandirian koperasi dan UMKM secara sistimatis, berkelanjutan dan terintegrasi secara nasional.
Sasaran jangka menengah Renstra Kementerian
Koperasi dan UKM
Permasalahan Pelayanan Faktor Penghambat Pendorong 1 2 3 4 1) Peningkatan jumlah dan peran Koperasi dan UMKM dalam
perekonomian Nasional 2) Peningkatan
Pemberdayaan Koperasi dan UMKM
3) daya saing produk Koperasi dan UMKM 4) Peningkatan pemasaran
produk Koperasi dan UMKM
5) Penyediaan akses pembiayaan dan penjaminan bagi Koperasi dan UMKM 6) Perbaikan ikLim usaha
yang lebih berpihak pada Koperasi dan UMKM
7) Pengembangan wirausaha Koperasi dan UKM baru
Keterbatasan jangkauan pelayanan, fasilitasi dan pembinaan KUMKM 1. Keterbatasan anggaran 2. Belum diketahuinya data seluruh potensi KUMKM 3. Kurangnya sinergitas antar SKPD dan dengan stakeholder lain 1) adanya komitmen pengembangan KUMKM 2) adanya kesesuaian program dengan Kementrian
Visi Dinas Koperasi dan UMKM Provinsi Jawa Barat : “ Mewujudkan Koperasi dan UMKM yang Berkualitas dan Berdaya Saing “
Misi
1.Meningkatkan Kualitas dan Kapasitas SDM aparatur dan KUMKM; 2.Meningkatkan Tatakelola Kelembaagn Koperasi dan UMKM;
3.Meningkatkan Akses Pemasaran, Jaringan Usaha dan Pengembangan KUMKM; 4.Meningkatkan Akses Pembiayaan dan Teknologi bagi KUMKM;
5.Mendorong Kemandirian dan Daya Saing KUMKM.
Sasaran jangka menengah Renstra Dinas Koperasi
dan UKM Prov. Jabar
Permasalahan Pelayanan
Faktor
Penghambat Pendorong
1 2 3 4
1. Kelembagaan koperasi Terbatasnya kewenangan dan sistem pembelanjaan APBD Terbatasnya kewenangan provinsi dengan Kabupaten/Kota Sinergitas program pemberdayaan KUMKM tingkat Pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota 2. SDM KUMKM Terbatasnya SDM Aparatur yang memiliki kompetensi dibidang perkoperasian Tingginya rotasi dan mutasi SDM yang berkompeten dalam bidang koperasi di Kab/Kota Pemberdayaan koperasi merupakan urusan wajib
3. Pembiayaan KUMKM Terbatasnya SDM aparatur yang memiliki kompetensi dibidang perbankan Terbatasnya kemampuan SDM aparatur dibidang perbankan Mengembangkan hubungan kemitraan dengan lembaga keuangan 4. Pemasaran produk KUMKM Terbatasnya pengembangan saluran media untuk akses pasar Terbatasnya pengembangan saluran media untuk akses pasar
Mengembangkan hubungan interaktif antara pemerintah dan pelaku usaha KUMKM
5. Pemberdayaan KUMKM Alokasi anggaran belanja bidang ekonomi masih relatif kecil Kepedulian pada sektor KUMKM masih rendah Terjalinnya hubungan antar stakeholder dalam pemberdayaan KUMKM 6. Aspek legalitas usaha Terbatasnya Kewenangan dalam Terjalinnya
Visi Pembangunan Industri Nasional Jangka Panjang (2025) : “ Membawa Indonesia pada
tahun 2025 untuk menjadi Negara Industri Tangguh Dunia “ yang bercirikan :
1. Industri kelas dunia;
2. PDB sektor Industri yang seimbang antara Pulau Jawa dan Luar Jawa;
3. Teknologi menjadi ujung tombak pengembangan produk dan penciptaan pasar.
Dalam rangka mewujudkan visi 2025 di atas, Kementerian Perindustrian sebagai institusi pembina Industri Nasional mengemban misi sebagai berikut:
1. Menjadi wahana pemenuhan kebutuhan hidup masyarakat; 2. Menjadi dinamisator pertumbuhan ekonomi nasional;
3. Menjadi pengganda kegiatan usaha produktif di sektor riil bagi masyarakat; 4. Menjadi wahana (medium) untuk memajukan kemampuan teknologi nasional;
5. Menjadi wahana penggerak bagi upaya modernisasi kehidupan dan wawasan budaya masyarakat;
6. Menjadi salah satu pilar penopang penting bagi pertahanan negara dan penciptaan rasa aman masyarakat;
7. Menjadi andalan pembangunan industri yang berkelanjutan melalui pengembangan dan pengelolaan sumber bahan baku terbarukan, pengelolaan lingkungan yang baik, serta memiliki rasa tanggung jawab sosial yang tinggi.
Sasaran jangka menengah Renstra Kementerian Perindustrian Permasalahan Pelayanan Faktor Penghambat Pendorong 1. Perkembangan industri yang mampu menciptakan lapangan kerja; 2. Meningkatnya sentra unggulan Kota Bandung; 3. Meningkatnya daya saing industri Kecil dan Menengah yang
berorientasi ekspor; 4. Tumbuhnya sentra –
sentra industri potensial yang memiliki daya saing;
5. Tumbuh
berkembangnya IKM di Kota Bandung
6. Berkembangnya sektor industri kreatif Kota Bandung
7. Peningkatan pemasaran produk IKM pada Sentra Industri dan Industri Kreatif
- Keterbatasan
promosi dan daya saing produk
- Belum terbentuknya
Sinergi antar stake holder (Akademisi, Pelaku Usaha, Pemerintah dan Komunitas)untuk menyeimbangkan pertumbuhan industri - Keterbatasan Anggaran - Keterbatasan Sumber daya manusia - SDM yang Kreatif - Potensi Produk unggulan Kota Bandung - Potensi Industri Kreatif Kota Bandung
Visi Kementerian Perdagangan : ” Perdagangan Sebagai Sektor Penggerak Pertumbuhan dan Daya Saing Ekonomi serta Pencipta Kemakmuran Rakyat Yang Berkeadilan”
MISI
1. Meningkatkan kinerja ekspor nonmigas secara berkualitas. 2. Menguatkan pasar dalam negeri.
3. Menjaga ketersediaan bahan pokok dan penguatan jaringan distribusi nasional.
Sasaran jangka menengah Renstra Kementerian Perdagangan Permasalahan Pelayanan Faktor Penghambat Pendorong 1. Meningkatnya keunggulan komparatif produk ekspor Indonesia di pasar global, yang menunjukkan semakin banyaknya produk-produk dalam negeri yang mampu bersaing di pasar global; dan
2. Perbaikan citra produk ekspor Indonesia di pasar global,yang pada akhirnya akan mendukung kontinuitas dan pertumbuhan ekspor. 3. Meningkatnya pertumbuhan ekspor non migas, sebagai salah satu sumber utama pertumbuhan ekonomi nasional;
4.Diversifikasi pasar tujuan ekspor yang semakin baik,sebagai indikasi berkurangnya ketergantungan ekspor ada suatu negara tertentu, sehingga keberlanjutan pertumbuhan ekonomi - Keterbatasan promosi diversifikasi dan daya saing produk
- Banyaknya jenis barang/jasa yang harus diawasi - Banyaknya pertumbuhan usaha sektor perdagangan yang tidak sesuai dengan ketentuan yang ada -Keterbatasan anggaran -Keterbatasan Sumber Daya manusia -Keterbatasan fasilitasi untuk melaksanakan pelayanan - Potensi produk unggulan Kota Bandung - Fasilitasi promosi dari Kementrian - Potensi usaha perdagangan
Sasaran jangka menengah Renstra Kementerian Perdagangan Permasalahan Pelayanan Faktor Penghambat Pendorong 6.Meningkatnya output
sektor perdagangan yang senantiasa tumbuh semakin positif setiap tahunnya.
7.Penurunan disparitas harga bahan pokok antarprovinsi,sehingga kelangkaan dan penimbunan bahan pokok dapat diminimalisasi. 8.Meingkatnya pembinaan dan pengawasan perlindungan konsumen. 9.Meingkatnya
upaya-upaya menjaga stabilitas harga dan distribusi bahan pokok serta upaya menanggulangi gejolak harga dan kelangkaan pasokan.
Visi Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Jawa Barat : “ Terwujudnya Perindustrian dan Perdagangan Jawa Barat yang Berdaya Saing Tinggi “ Misi
1.Meningkatkan daya saing industri Jawa Barat; 2.Mendorong peningkatan perdagangan luar negeri;
3.Meningkatkan kelancaran dan stabilitasi sistem distribusi, pengamanan pasar dalam negeri dan peran kemetrologian;
4.Meningkatkan kinerja sumber daya Dinas Perindustrian dan Perdagangan Jawa Barat.
Sasaran jangka menengah Renstra Dinas Perindag Prov.
Jabar Permasalahan Pelayanan Faktor Penghambat Pendorong 1 2 3 4 Bidang Industri 1. Terselesaikannya permasalahan yang menghambat dan rampungnya program revitalisasi, konsolidasi, dan restrukturisasi industri yang terkena dampak krisis; 2. Tumbuhnya industri yang mampu menciptakan lapangan kerja besar; 3. Terolahnya potensi sumberdaya alam daerah menjadi produk-produk olahan;
4. Semakin meningkatnya daya saing industri berorientasi ekspor; 5. Tumbuhnya
industri-industri potensial yang akan menjadi kekuatan penggerak pertumbuhan industri masa depan 6. Tumbuh berkembangnya
IKM khususnya industri menengah sekitar duakali lebih cepat dari pada industri kecil. 1. Kebijakan teknis bidang perindustrian dan kerjasama industri belum optimal; 2. Penyelenggaraan dan fasilitasi pengendalian dan pengawasan perindustrian dan kerjasama industri belum optimal; 3. Daya saing produk rendah; 4. Ketersediaan bahan baku produk yang relatif terbatas; 5. Kompetensi sumber daya manusia pengolah industri yang rendah. 1. Keterbatasan jumlah dan kompetensi SDM dalam mendukung pelaksanaan program/ kegiatan belum sesuai dengan yang dibutuhkan, utamanya jumlah pejabat fungsional Penyuluh Perindustrian dan Perdagangan yang semakin menurun. 2. Anggaran Provinsi relatif terbatas jumlahnya sehingga harus bisa mengefisienkan penggunaan anggaran pada kegiatan-kegiatan tertentu. 3. Penggunaan sarana dan prasarana masih belum secara optimal dapat dimanfaatkan secara efisien dan efektif termasuk mengefektifkan fungsi pelayanan yang harus dilakukan seperti 1. Jumlah Sumber daya aparatur yang banyak 2. Tersedianya sarana dan prasarana kerja yang memadai 3. Meningkatnya anggaran belanja dan anggaran penerimaan baik APBD maupun dana dekonsentrasi 4. Tersedianya regulasi industri dan perdagangan yang mendukung penanganan urusan Pemerintah Provinsi 5. Tersedianya data/ informasi sarana dan prasarana industri dan perdagangan
1 2 3 4 4. Kurangnya integrasi berbagai kegiatan secara sinergis sehingga tujuan masing-masing kegiatan belum lebih terlihat kontribusinya terhadap tujuan utama yang ditetapkan dalam setiap program selain itu output kegiatan masih perlu lebih diarahkan secara tegas untuk mendukung masing-masing program pembangunan Jawa Barat. 5. Evaluasi dan monitoring pelaksanaan kegiatan masih perlu ditingkatkan.
6. Kegiatan belum dapat menyelesaikan
permasalahan menahun dan belum bersifat terobosan dan monumsesuai
keTematik Kewilayahan. 7. Industri kreatif belum
sepenuhnya dijadikan konsep yang utuh dalam pola pengembangan
perekonomian didaerah Kabupaten/Kota; 8. Masih lemahnya daya
saing produk
khususnya produk yang dihasilkan para Industri Kecil Menengah, yang tidak mampu bersaing dengan produk impor atau produk yang dihasilkan industri yang berskala besar,
terutama disebabkan masih lemahnya kemampuan dalam mendesain produk yang berkualitas maupun kemasan yang menarik yang mengarah
terhadap pencitraan produk sehingga dapat tercipta produk yang memilki nilai tambah baik dalam peningkatan kapasitas maupun mutu produk;
1 2 3 4 9. Belum dilakukan kajian
rantai nilai yang utuh dan terintegrasi mulai dari kegiatan kreasi nilai, produksi, dan distribusi/bisnis. Bidang Perdagangan 1. Pertumbuhan ekspor non migas; 2. Diversifikasi pasar ekspor; 3. Diversifikasi produk ekspor; 4. Penyederhanaan perizinan perdagangan luar negeri; 5. Pencitraan Indonesia (Anholt-Eksport); 6. Peran Indonesia di Forum Internasional 7. Keunggulan Komparatif produk ekspor; 8. Penederhanaan perizinan perdagangan dalam negeri; 9. Pertumbuhan PDB sektor perdagangan; 10. Kontribusi ekonomi kreatif; 11. Akumulasi jumlah BPSK yang dibentuk; 12. Disparitas harga antar
pasar;
13. Gejolak harga bahan pokok dalam negeri; 14. Logistics Performance Index; 15. Kinerja keuangan; 16. Performasi organisasi; 17. Tingkat kepuasan SDM. 1. Lemahnya pengawasan di bidang ekspor dan impor; 2. Terbatasnya sarana perdagangan/ distribusi yang representatif; 3. Kurang memadainya jumlah maupun kualitas SDM bidang perdagangan; 4. Adanya berbagai pungutan yang mengakibatkan ekonomi biaya tinggi; 5. Infratruktur sarana perhubungan antar daerah yang jelek;
6. kebijakan yang mengatur mata rantai
perdagangan sektor hulu dan hilir tidak jelas.
1. Keterbatasan jumlah dan kompetensi SDM dalam mendukung pelaksanaan program/kegiatan belum sesuai dengan yang dibutuhkan, utamanya jumlah pejabat fungsional Penera yang semakin menurun;
2. Anggaran Provinsi relatif terbatas jumlahnya sehingga harus bisa mengefisienkan penggunaan anggaran pada kegiatan-kegiatan tertentu.
3. Keterbatasan sarana dan prasarana Balai Kemetrologian seperti fasilitas gedung dan alat-alat kemetrologian standar/ laboratorium Kemetrologian yang belum memadai. 4. Kurangnya integrasi berbagai kegiatan secara sinergis sehingga tujuan masing-masing kegiatan belum lebih terlihat kontribusinya terhadap tujuan utama yang ditetapkan dalam setiap program selain itu output kegiatan masih perlu lebih diarahkan secara tegas untuk mendukung masing-masing program 1. Jumlah Sumber daya aparatur yang banyak; 2. Tersedianya sarana dan prasarana pelayanan public yang memadai dan tertelusur; 3. Meningkatnya anggaran belanja dan anggaran penerimaan baik APBD maupun dana dekonsentrasi; 4. Tersedianya regulasi industri dan perdagangan yang mendukung penanganan urusan Pemerintah Provinsi; 5. Tersedianya data/ informasi sarana dan prasarana industri dan perdagangan.
1 2 3 4 6. Masih lemahnya daya
saing produk
khususnya produk yang dihasilkan para Industri Kecil Menengah, yang tidak mampu bersaing dengan produk impor atau produk yang dihasilkan industri yang berskala besar,
terutama disebabkan masih lemahnya kemampuan dalam mendesain produk yang berkualitas maupun kemasan yang menarik yang mengarah
terhadap pencitraan produk sehingga dapat tercipta produk yang memilki nilai tambah baik dalam peningkatan kapasitas maupun mutu produk;
7. Belum dilakukan kajian rantai nilai yang utuh dan terintegrasi mulai dari kegiatan kreasi nilai, produksi, dan distribusi/ bisnis; 8. Frekuensi, luas
jangkauan dan
ketersedian sarana dan prasarana aktivitas pengendalian kepada pemilik Ukuran, Takaran, Timbangan dan Perlengkapan (UTTP) dalam penggunaannya masih terbatas, hal ini akan berdampak kepada lemahnya aspek perlindungan konsumen.