• Tidak ada hasil yang ditemukan

STATUS KONSERVASI JENIS BURUNG DI KAWASAN LERENG GUNUNG ARGOPURO, PROBOLINGGO Conservation Status of Birds around Argopura Mountain, Probolinggo

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "STATUS KONSERVASI JENIS BURUNG DI KAWASAN LERENG GUNUNG ARGOPURO, PROBOLINGGO Conservation Status of Birds around Argopura Mountain, Probolinggo"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

STATUS KONSERVASI JENIS BURUNG DI KAWASAN LERENG GUNUNG

ARGOPURO, PROBOLINGGO

Conservation Status of Birds around Argopura Mountain, Probolinggo

Nirmala Ayu Aryanti1, Samsul Maarif2, Ari Prabowo1

1Jurusan Kehutanan-Fakultas Pertanian dan Peternakan, Universitas Muhammadiyah Malang Jl. Raya Tlogomas 246 Malang 65144

2Bakti Rimbawan, BBKSDA Jawa Timur e-mail korespondensi: nirmalaaaryanti@gmail.com

ABSTRAK

Ekosistem hutan di kawasan lereng Gunung Argopura sangat beragam, namun belum banyak informasi keberadaan satwa khususnya burung yang ada di kawasan ini. Burung salah satu komponen dalam suatu ekosistem hutan yang penting yaitu mampu berperan dalam membantu regenerasi kawasan hutan secara alami. Maraknya kegiatan perburuan liar, alih fungsi lahan serta illegal logging oleh masyarakat sekitar dapat menyebabkan menurunnya kualitas habitat satwa dan populasi beberapa spesies belum sempat terdokumentasikan.Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana status perlindungan jenis-jenis burung di Lereng Gunung Argopuro, Suaka Margasatwa Dataran Tinggi Yang. Penelitian dilakukan sepanjang jalur pendakian Bermi hingga Danau Taman Hidup di lereng Gunung Argopuro pada bulan Januari-Februari 2017.Pengambilan data jenis dan jumlah burung dengan menggunakan sampling yaitu stratified systematic sampling dengan metode point counts di setiap tipe penggunaan lahan yang mewakili kawasan Gunung Argopura. Analisis data yang dilakukan adalah menghitung indeks keragaman jenis burung Shannon. Status perlindungan burung dilakukan dengan melihat status setiap jenis dalam PP. No.7, IUCN dan CITES. Ditemukan 38 jenis dari 23 famili burung serta indeks keanekaragaman jenis burung yaitu 2,4 tergolong sedang di jalur pendakian Gunung Argopura. Status perlindungan jenis burung yang ada di sepanjang jalur pendakian Gunung Argopura dua jenis burung termasuk CITES kategori II, 31 jenis masuk kategori least concern (LC) atau beresiko rendah menurut IUCN dan satu jenis burung masuk dilindungi dalam PP No. 7 Tahun 1999.

Kata kunci: status perlindungan, burung, keanekaragaman jenis, Lereng Gunung Argopuro

ABSTRACT

Forest ecosystems in Argopuro Mountainside are very diverse, but there are less informations on wildlife, especially birds in Argopuro Mountainside. Bird is one of important components in forest ecosystems. Bird has a major role in regeneration of natural forests. The rampant poaching activities, land conversion and illegal logging by local communities are causing decline in habitat quality and populations of some species which had been unrecorded. The aim of this study was to determine the protection status of bird species in Argopuro Mountainside,Yang Plateu Wildlife Preserve Area. The study was conducted along Bermi hiking trail to Taman Hidup Lake (Danau Taman Hidup)Yang Plateu in Argopuro Mountainside from January until February 2017. Data method for bird diversity and amount of birds is point count with stratified systematic sampling method in each type of land use that represents Argopuro Mount areas. Shannon Diversity Index was used to determine bird diversity. The reference status that was used in this research are Indonesian Governmental Regulations (PP) No. 7 / 1999,IUCN and CITES. In the hiking trail of Argopuro mountainside, there are 38 species 23 families had been found that shows on bird diversity index as 2.4 or medium. Protection status of the bird species along the hiking trail ofArgopuro Mountainside are two species of birds including the CITES category II, 31 species are in least concern (LC) status according to the IUCN and one species listed as protected birds in Indonesian Governmental Regulations (PP) No. 7 / 1999.

Keywords: protection status, birds, diversity species, Argopuro Mountainside

Indonesia dikenal kaya akan berbagai jenis flora dan fauna. Hal itu disebabkan Indonesia terletak di daerah tropis, yang terdiri dari beberapa pulau, dan mempunyai keanekaragaman hayati yang tinggi.Kawasan Gunung Argopuro memiliki beragam ekosistem hutan mulai dari savanna hingga hutan hujan pegunungan.Sebagian besar kawasan Gunung Argopuro merupakan kawasan Suaka Margasatwa Dataran Tinggi Yang.Berdasarkan

Undang-undang No 5 Tahun 1990 suaka margasatwa adalah kawasan suaka alam karena keadaan alamnya mempunyai ciri khas berupa keanekaragaman dan atau keunikan jenis satwa yang untuk kelangsungan hidupnya dapat dilakukan pembinaan terhadap habitatnya.

Sama halnya dibeberapa lokasi hutan lainnya yang menjadi ancaman manurunnya keragaman jenis satwa adalah maraknya kegiatan perburuan liar dan menurunnya

(2)

habitat satwa akibat alih fungsi kawasan dan illegal logging.Oleh Melles (2005) perubahan lingkungan yang disebabkan oleh urbanisasi dapat menjadi gangguan terhadap keberadaan satwa liar.Berdasarkan Irham dan Marakarmah (2009) meningkatnya kebutuhan manusia menyebabkan sebagian besar masyarakat merusak habitat burung dengan mengakibatkan luas area hutan menurun. Hal tersebut akan berdampak pada populasi burung yang ada seperti di Suaka Margasatwa Dataran Tinggi Yang dan sekitarnya semakin berkurang. Satwa liar merupakan komponen dalam suatu ekosistem khususnya hutan, penting bagi kelangsungan siklus kehidupan hutan itu sendiri. Salah satunya adalah burung mampu berperan dalam membantu regenerasi kawasan hutan secara alami seperti penyebaran biji, penyerbukan bunga dan pengontrol serangan hama. Di beberapa daerah burung hantu berperan membantu petani membasmi hama tikus di areal persawahan. Beberapa jenis burung pemakan buah mampu membantu penyebaran biji tanaman dalam kawasan yang luas karena kemampuan berpindah tempat dan habitat. Oleh karena itu tiap komponen dalam suatu ekosistem memiliki perannya masing-masing atau terjadi proses timbal balik.

Belum adanya informasi dan publikasi mengenai potensi burung-burung yang berada di kawasan hutan Gunung Argopuro Situbondo.Hal tersebut menimbulkan kekhawatiran apabila terdapat spesies yang langka hidup dikawasan tersebut namun belum sempat terdokumentasikan dengan baik. Berdasarkan dari latar belakang tersebut maka penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jenis burung apa saja dan bagaimana status perlindungan burung yang ada di sepanjang jalur pendakian Bermi hingga Blok Danau Taman Hidup Suaka Margasatwa Dataran Tinggi Yang di Gunung ArgopuroJawa Timur.

METODE

Penelitian dilakukan di kawasan hutan lindung, hutan produksi dan hutan hujan pegunungan pada jalur pendakian Bermi hingga Blok Danau Taman Hidup Suaka Margasatwa Dataran Tinggi Yang di Gunung Argopuro bulan Januari-Februari 2017. Pengambilan data menggunakan stratified systematic sampling pada tiap penggunaan lahan untuk titik pengamatan burung, titik pengamatan diharapkan dapat mewakili tiap penggunaan lahan yang ada di sepanjang jalur pendakian kawasan Gunung Argopuro.

Gambar 1. Metode point counts dalam line transek

Pengambilan data burung menggunakan metode point count’s pada setiap line transek sepanjang 1 km untuk mengetahui komposisi dan keanekaragaman jenis burung pada tiap penggunaan lahan seperti Gambar 1. Tiap titik pengamatan dilakukan selama 10 menit yang berada dalam lingkaran diameter pengamatan radius r 30 meter.Pengamatan burung dilakukan pagi hari (pukul 05.30-08.00) dan sore hari (pukul 16.00-18.00).Metode point count’s yang diterapkan telah melakukan modifikasi (Bibby et al, 1992).

Pencatatan data dilakukan di sepanjang transek terhadap setiap jenis burung yang ditemukan dalam plot pada waktu pengamatanmeliputi nama lokal atau daerah, nama latin atau nama ilmiah, dan jumlah individu tiap jenis. Identifikasi secara langsung meliputi perjumpaan langsung burung dan sarang yang ditemukan sedangkan identifikasi secara tidak langsung meliputi suara, bekas makanan dan bulu. Burung-burung yang akan diamati dalam penelitian ini meliputi semua jenis burung yang terdapat di kawasan Gunung Argopuro.

Indeks keragaman jenis burung yang digunakan dalam penelitian ini adalah indeks keanekragaman Shannon atau Shannon index of general diversity (H) (Magurran, 1988).

H = ∑ [ ( ) In ( ) ]

Keterangan:

H = indeks keanekaragaman

ni= Jumlah individu tiap jenis yang teramati

N = Jumlah total seluruh jenis yang teramati

Untuk mengetahui status perlindungan tiap jenis burung yang ditemukan di Gunung Argopuro. Dilakukan dengan melihat setiap jenis burung yang ditemukan dalam Peraturan Pemerintah No.7 Tahun 1999, IUCN dan CITES.

HASIL DAN PEMBAHASAN Keanekaragaman Jenis Burung

Pada penelitian ini tipe penggunaan dilakukan pada hutan produksi, hutan lindung dan hutan dataran tinggi pegunungan.Pada tiga penggunaan lahan sepanjang jalur pendakian Bermi hingga Blok Danau Taman Hidup Suaka Margasatwa Dataran Tinggi Yang di Gunung Argopuro ditemukan38 jenis burung dan 23 famili dengan nilai indeks keanekaragaman (H) 2,4 masuk ke dalam ketegori sedang. Menurut Fachrul (2007) besarnya indeks keanekaragaman jenis Shannon dikatakan sedang apabila H’ < 3. Keragaman yang sedang dikarenakan didominasi oleh beberapa jenis diantaranya cucak kutilang (Pycnonotus aurigaster), walet linchi (Collocalia linchi) dan bondol jawa (Lonchura leucogastroides). Menurut Susilo dan Putri (2016) makin kecil jumlah spesies dan variasi jumlah individu tiap spesies maka keragaman akan mengecil. Begitu pula bila terdapat spesies yang memiliki jumlah individu yang jauh lebih

(3)

besar daripada yang lain, maka keragaman juga akan mengecil.

Tabel 1. Jenis burung yang banyak dijumpai di Gunung Argopuro

Ketiga jenis burung tersebut mampu hidup hingga ketinggian 1600 mdpl, mengingat ketinggian Gunung Argopuro 3.088 mdpl. Burung cucak kutilang (Pycnonotus aurigaster) mampu hidup hingga ketinggian 1600 mdpl menyukai kawasan yang terbuka seperti semak, pinggir hutan hingga perkotaan. Burung walet linchi (Collocalia linchi) merupakan jenis burung yang mampu hidup pada semua ketinggian (MacKinnon, 2010). Dapat ditemukan di tiap tipe hutan hingga

perkotaan. Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan kedua burung jenis ini paling banyak dijumpai khususnya di kawasan hutan produksi. Burung bondol jawa (Lonchura leucogastroides) dapat hidup hingga ketinggian 1500 mdpl, jenis ini dapat ditemukan juga pada lahan yang terbuka seperti pertanian hingga savana karena menyukai makanan biji rumput (MacKinnon, 2010). Oleh karena itu jenis ini juga banyak dijumpai pada lahan hutan produksi.

Gambar 2. Keanekaragaman jenis burung pada tipe penggunaan lahan (Ket: H’= indeks keragaman Shannon-Wiener)

Hutan produksi di sekitar Gunung Argopuro dapat ditemukan tegakan vegetasi Balsa (Ochromagrandiflorum Rowlee) dan Damar (Agathis dammara) namun kawasan tersebut memiliki keragaman jenis burung paling tinggi dibandingkan kawasan lain. Tampak pula berdasarkan jenis burung dan jumlah individu burung yang ditemukan banyak pada lahan hutan produksi.Manurut Widodo (2012) tiap penggunaan lahan memiliki keberagaman fungsi dan struktur yang digunakan oleh manusia ternyata juga dapat menjadi habitat bagi burung.Tingginya keragaman jenis burung pada kawasan hutan produksi menunjukkan kemampuan kawasan memenuhi kebutuhan hidup bagi berbagai jenis burung di dalamnya.

Pada ketiga lokasi lahan yang ada di jalur pendakian Gunung Argopuro memiliki keragaman jenis burung yang sama kategori sedang. Hal tersebut menunjukkan bahwa kondisi habitat berupa kawasan hutan masih mampu mendukung keberadaan satwanya khususnya burung. Pada kawasan hutan hujan pegunungan yang masuk di kawasan sekitar Danau Taman Hidup Suaka Margasatwa Dataran Tinggi Yang dapat dijumpai vegetasi pohonJamuju (Podocarpus

imbricatusBlume 1827), Manteng (P. Neriifolius D. Don), Puspa (Schima wallichii), Beringin (Ficus sp.), Rasamala (Altingia excelsa Noronha), Sapen (Aplaia palembanica) dan Tutup (Macaranga rhizinoides). Kawasan tersebut ditemukan jumlah jenis dan jumlah individu burung sedikit namun dapat mencapai indeks keragaman jenis kategori sedang. Jenis-jenis yang teridentifikasi di danau taman hidup merupakan jenis burung yang umum dijumpai di wilayah pegunungan dan hutan hujan, seperti jenis Cikrak Daun (Phylloscopus trivirgatus), Cikrak Muda (Seicercus grammiceps), Sikatan Ninon (Eumyas indigo), dan Ciung mungkal Jawa (Cochoa azurea). Jenis-jenis tersebut umumnya membutuhkan habitat yang spesifik dengan kondisi hutan yang masih dalam kondisi baik dan tidak terganggu. Keberadaan jenis tersebut dapat mengindikasikan bahwa hutan di sekitar Danau Taman Hidup masih dalam kondisi baik. Begitu pula dengan kawasan hutan lindung yang memiliki beragam jenis vegetasi (Podocarpus imbricatusBlume 1827), manteng (P. Neriifolius D. Don), sapen (Aplaia palembanica), beringin (Ficus sp.) dan tutup (Macaranga rhizinoides).

No Jenis burung Nama ilmiah Famili Jumlah

1. Cucak kutilang Pycnonotus aurigaster Silviidae 31

2. Walet linci Collocalia linchi Apodidae 19

3. Bondol jawa Lonchura leucogastroides Estrildidae 10

4. Cica koreng jawa Megalurus palustris Sylviidae 8

(4)

Gambar 3. Jumlah jenis burung pada tiap lahan di Gunung Argopuro

Menurut Odum (1994) keragaman jenis tidak hanya berarti kekayaan atau banyaknya jenis, tetapi juga kemerataan (evenness) dari kelimpahan individu tiap jenis. Krebs (1978) menyebutkan ada enam faktor yang saling berkaitan yang menentukan naik turunnya keragaman jenis suatu komunitas yaitu : waktu, heterogenitas ruang, persaingan, pemangsaan, kestabilan lingkungan dan produktivitas. Beberapa jenis burung dapat dijumpai pada keiga kawasan yang ada di sepanjang jalur Gunung Argopuro, kondisi tersebut juga menunjukkan jenis-jenis burung yang dijumpai dapat menggunakan habitat bersama-sama.Hal tersebut juga didukung oleh pernyataan Alikodra (1990) kawasan hutan primer, hutan sekunder dan semak merupakan habitat bagi burung, namun tidak semua burung menggunakan satu habitat untuk memenuhi semua kebutuhan hidupnya. Oleh Horrison (1962) dalam van Lavieren (1982) tiap strata lapisan vegetasi mampu menyediakan kondisi yang berbeda terhadap jenis satwa dengan berbagai tingkatan yang ditunjukkan dengan stratifikasi secara vertical. Status Perlindungan Burung

Status perlindungan berdasarkan komposisi jenis burung yang dijumpai sepanjang jalur pendakian Gunung Argopuro mengacu pada IUCN Red Data Book, PP No.7 Tahun 1999 dan CITES. Status perlindungan jenis burung berdasarkan IUCN, 31 jenis burung masuk kategori least concern (LC)atau beresiko rendah. Berdasrkan PP No.7 tahun 1999 terdapat satu jenis burung yang dilindungi. Terdapat dua jenis burung masuk kategori jenis dalam II Appendix oleh CITES.

Berdasarkan IUCN Red Data Book sebagian besar jenis burung yang dijumpai sepanjang jalur pendakian Gunung Argopura memiliki tingkat ancaman kepunahan yang rendah. Walaupun banyak jenis burung yang resiko kepunahan rendah tetap dapat terjadi menurunnya populasi akibat gangguan terhadap habitat oleh manusia.Oleh Melles (2005)perubahan lingkungan yang disebabkan oleh urbanisasi dapat menjadi gangguan

terhadap keberadaan satwa liar.Didukung oleh pernyatanFaryanti dkk (2015), pentingnya keberadaan tegakan pohon di hutan sangat bagi satwa khususnya jenis burung.Tumbuhan di dalam hutan dapat menjadi tempat berlindung, berkembang biak, atau tempat mencari makan.

Terdapat 4 jenis burung yang masuk dalam status dilindungi berdasarkan PP No. 7 tahun 1999 tentang konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya mengatur status perlindungan flora dan fauna di Indonesia yaitu, Elang-ular Bido (Spilornis cheela), Elang Hitam (Ictinaetus malaiensis), Cekaka Jawa (Halcyon cyanoventris), dan Cekakak Sungai (Todirhamphus chloris). Satwa tersebut ditetapkan sebagai satwa yang dilindungi karena berdasarkan catatan pemerintah termasuk ke dalam salah satu kriteria satwa dilindungi seperti mengalami penurunan populasi, ukuran populasinya yang kecil, dan memiliki sebaran yang terbatas atau endemik. Terancamnya populasi burung Elang ular bido (Spilornis cheela) dan Elang Hitam (Ictinaetus malaiensis), berdasarkan pengamatan di lapangan burung ini ditemukan pada kawasan hutan lindung di sepanjang jalur pendakian Gunung Argopura. Keberadaan burung pemangsa merupakan hal yang penting dalam suatu ekosistem. Dalam ekosistem, burung pemangsa menempati posisi sebagai konsumen teratas dalam jaring – jaring makanan. Apabila ada gangguan terhadap populasi burung pemangsa, maka akan terganggu pula jaring – jaring makanan dalam ekosistem tersebut. Selain itu kepekaannya terhadap lingkungan menjadikan mereka sebagai indikator lingkungan yang sehat. Apabila kondisi lingkungan terganggu, besar kemungkinan burung pemangsa akan segera punah. Berdasarkan peran tersebut, burung pemangsa dikategorikan sebagai satwa dilindungi (Prawiradilaga et al., 2003)

Keberadaan tegakan pohon dimanfaatkan oleh burung elang ular bido (Spilornis cheela) untuk bertengger sambil mengamati permukaan tanah di

(5)

bawahnya, karena burung ini jenis burung pemakan ular, kadal, katak, vertebrata dan mamalia kecil.Oleh Faryanti dkk (2015), elang ular bido (Spilornis cheela) menyukai tempat bertengger pada tepi hutan dikarenakan tajuk yang terbuka sehingga memudahkan mendeteksi keberadaan mangsanya dan meningkatkan keberhasilan berburu.

Menurut status perlindungan perdagangan burung yaitu CITES (Convention on International Trade of Endangered Jenis of Wild Fauna and Flora), dari burung-burung yang ditemukan sepanjang jalur pendakian Gunung Argopuro terdapat dua jenis yang termasuk dalam kategori Appendix II. Spesies yang tergolong dalam Appendix II adalah daftar spesies yang tidak terancam kepunahan, tetapi mungkin terancam punah bila

perdagangan terus berlanjut tanpa adanya pengaturan.

Menurut Supriyadi (2008) meningkatnya kegemaran memelihara burung dikalangan masyarakat Jawa memberikan dampak terhadap terancamnya beberapa jenis burung di alam karena kegiatan perburuan dan perdagangan burung. Burung elang ular bido (Spilornis cheela) maupun Elang Hitam (Ictinaetus malaiensis) yang makin menurun populasinya disebabkan oleh habitat asli telah rusak serta besarnya penangkapan di alam untuk diperdagangkan (Fajar, 2016). Didukung oleh pernyataan (Cristol et al, 2011), elang berperan secara ekologis karena sebagai puncak rantai makanan dalam ekosistem. Jika salah satu dari rantai makan terputus maka akan berpengaruh besar terhadap keseimbangan lingkungan.

Tabel 2. Status Perlindungan Jenis Burung di Gunung Argopuro

Jenis Burung Famili Perjumpaan CITES Status Perlindungan IUCN PP No. 7 Tahun 1999

Zosterops palpebrosus Zosteropidae HHP - - -

Stachris melanothorax Timaliidae HL, HHP - LC -

Phylloscopus trivirgatus Sylviidae HHP - LC -

Coracina larvata Campephagidae HHP - LC -

Seicercus grammiceps Sylviidae HHP - LC -

Eumyias indigo Muscicapidae HHP - LC -

Brachypteryx leucophrys Turdidae HL, HHP - LC -

Cochoa azurea Turdidae HHP - LC -

Lanius schach Laniidae HP, HL - - -

Megalurus palustris Sylviidae HP - LC -

Cacomantis merulinus Cuculidae HP - LC -

Hirundo striolata Hirundinidae HP, HL - LC -

Collocalia linchi Apodidae HP - LC -

Pycnonotus aurigaster Pycnonotidae HP, HL - LC -

Prinia familiaris Cisticolidae HP - - -

Artamus leucorynchus Artamidae HP - - -

Lonchura leucogastroides Estrildidae HP - - -

Halcyon cyanoventris Alcedinidae HP - LC √

Spilopelia chinensis Columbidae HP - - -

Cacomantis sepulcralis Cuculidae HP, HL - LC -

Lalage nigra Campephagidae HP - LC -

Todirhamphus chloris Alcedinidae HP, HL - LC √

Centropus bengalensis Cuculidae HP - - -

Dendrocopos macei Picidae HP - LC -

Dicaeum trochileum Dicaeidae HP - LC -

Macropygia ruficeps Columbidae HP - LC -

Phaenicophaeus curvirostris Cuculidae HP - LC -

Dicrurus leucophaeus Dicruridae HP - LC -

Turnix sylvatica Turnicidae HP - LC -

Macropygia emiliana Columbidae HP - LC -

Orthotomus sepium Sylviidae HP - LC -

Ptilinopus porphyreus Columbidae HP - LC -

Enicurus leschenaultia Muscicapidae HL - LC -

Eurylaimus javanicus Eurylaimidae HL - LC -

Hemipus hirundinaceus Campephagidae HL - LC -

Aegithina tiphia Aegithinidae HL - LC -

Ictinaetus malaiensis Accipitridae HL II LC √

Spilornis cheela Accipitridae HL II LC √

(6)

PENUTUP

1. Dalam penelitian ini di Lereng Gunung Argopuro terdapat 38 jenis burung dan 23 famili dengan indeks keanekaragaman jenis burung 2,4 yaitu sedang.

2. Status perlindungan jenis burung di Lereng Gunung Argopuro dua jenis burung termasuk CITES kategori Appendix II, 38 jenis masuk kategori least concern (LC) atau beresiko rendah menurut IUCN dan empat jenis burung masuk kategori dilindungi dalam PP No. 7 Tahun 1999.

DAFTAR RUJUKAN

Alikodra, H.S. 1990. Pengelolaan Satwa Liar Jilid 1.Bogor: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Pusat Antar Universitas Ilmu Hayat IPB

Supriyadi. A. 2008. Dinamika dan Konfigurasi Kepentingan di Balik Pemkanaan Terhadap Burung Berkicau di Jawa (Kasus di Surabaya dan Yogyakarta). (Tesis publikasi) Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor Bibby,C., Jones, M., dan Marsden, S. (2000).

Teknik-Teknik Ekspedisi Lapangan Survei Burung.Birdlife International–Indonesia Programme. Bogor. Cristol, D.A., Mojica, E.K., Varian-Ramos, C.W., Watts,

B.D. (2012).Moldted Feathers Indicate Low Mercury in Bald Eagles of the Chesapeake Bay, USA. Ecological Indicators. Vol 18, 20-24 Fahrul, M. F. (2007). Metode Sampling

Bioteknologi.Jakarta: Bumi Aksara

Fajar, J. (2016). Mengharukan Orang ini Menyerahkan Elang Ular Bido di Pameran Foto Elang. Retrieved https://www.mongabay.co.id/2016/08/ 31/mengharukan-orang-ini-menyerahkan-elang-ular-bido-di-pameran-foto-elang/amp/

Faryanti, A. P., Budi J. H., Budi, L. P. 2015. Kesesuaian Habitat Elang Ular Bido (Spilornis cheela Latham, 1790) di Koridor Halimun Salak. Jurnal

Penenlitian Hutan Dan Konservasi Alam. Vol 12 (2), 151-163

Irham, M., Marakarmah, A. 2009.Panduan Foto Burung Kepulauan Kangean. Jakarta: LIPI Press

Krebs, C.J. 1978. Ecology The Experimental Analysis of Distribution and Abundance. London: Harper and Row

MacKinnon, J., Philips, K., Van Balen, B. (2010). Panduan Lapangan Burung-burung di Sumatera, Jawa, Bali dan Kalimantan. Bogor: Burung Indonesia.

Magurran, A.E. (1988). Ecological Diversity and Its Measurement.New Jersey: Princenton University Press.

Melles, S. J. (2005). Urban Bird Diversity as an Indicator of Human Social Diversity and Economic Inequality in Vancouver, British Columbia. Urban Habitats. 3, 1, 25-48.

Odum, E. P. 1994. Dasar-dasar Ekologi.Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Prawiradilaga, D. M., T. Muratte, A. Muzakir, T. Inoue, Kuswandono, A. A. Supriatma, D.Ekawati, M. Y. Afianto, Hapsoro, T. Ozawa, dan N. Sakaguchi. (2003). Panduan SurveiLapangan dan Pemantauan Burung-burung Pemangsa. Jakarta: PT. Binamitra Mega Warna.

Susilo, A., Putri, I. A. S. I. 2016. Dampak Sistem Silvikultur Intensif (SILIN) Terhadap Komunitas Burung Bawah Tajuk di PT Triwira Asta Bharata, Kaltim. Jurnal Penelitian Kehutanan Wallacea. Vol 5 (2), 135-149

Van Lavieren, L.P. (1982). Wildlife Management in the

Tropic.Bogor: School ofEnvironmental

Conservation Management

Widodo, F.A. (2012). Keanekaragaman Jenis Burung Serta Nilai Konservasi Berbagai Penggunaan Lahan Perkotaan di Kecamatan Kota Kabupaten Kudus. (Skripsi idak Dipublikasikan). Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.

Gambar

Gambar 1. Metode point counts dalam line transek
Gambar 2. Keanekaragaman jenis burung pada tipe penggunaan lahan (Ket: H’= indeks keragaman Shannon-Wiener)  Hutan produksi di sekitar Gunung Argopuro dapat
Gambar 3. Jumlah jenis burung pada tiap lahan di Gunung Argopuro Menurut  Odum  (1994)  keragaman  jenis  tidak
Tabel 2. Status Perlindungan Jenis Burung di Gunung Argopuro

Referensi

Dokumen terkait

Metode simulasi merupakan induk dari metode soiodrama, bermain peran ( role playing ), psikodrama, dan permainan. Berdasarkan uraian diatas, dapat dirumuskan

Kantor 1.807.700.000 Program Peningkatan Sarana dan Prasarana Aparatur Unit Kerja Satuan Kerja Perangkat Daerah yang mampu melaksanakan Tata Kelola Pemerintahan Yang Baik..

Jika kedua ujung plat metal diberi tegangan listrik, maka muatan-muatan positif akan mengumpul pada salah satu kaki (elektroda) metalnya dan pada saat yang sama muatan-muatan

Barang ba)aan disimpan di 3CFs untuk diantar ke gerbang dengan cepat. 3FCs adalah kendaraan tanpa manusia yang mampu membongkar dan memuat barang tanpa mengehntikan gerakannya.

Ketahuan atau knowledge ini merupakan terminologi generik yang mencakup segenap bentuk yang kita tahu seperti filsafat, ekonomi, seni, beladiri, cara menyulam.

Pada penelitian ini dilakukan pembuatan website administrasi pengelolaan sampah dengan menggunakan database server MySQL, pada web server Apache, dan perancangan

Feminisme yang terdapat dalam pertunjukan Gejog Lesung dengan berperannya ibu-ibu, menjadikan seni tersebut mempunyai spesifikasi tersendiri, mengingat kesibukan