• Tidak ada hasil yang ditemukan

NILAI-NILAI MORAL DALAM NOVEL LIMA MENIT SAJA KARYA JOHN RINALDI ASH SHIDQI SKRIPSI Disusun untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "NILAI-NILAI MORAL DALAM NOVEL LIMA MENIT SAJA KARYA JOHN RINALDI ASH SHIDQI SKRIPSI Disusun untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd)"

Copied!
125
0
0

Teks penuh

(1)

NILAI-NILAI MORAL DALAM NOVEL LIMA MENIT SAJA

KARYA JOHN RINALDI ASH SHIDQI

SKRIPSI

Disusun untuk Memperoleh Gelar

Sarjana Pendidikan (S.Pd)

Oleh

BAGUS SYARIFUDIN

NIM 111 12 019

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)

SALATIGA

(2)
(3)

NILAI-NILAI MORAL DALAM NOVEL LIMA MENIT SAJA

KARYA JOHN RINALDI ASH SHIDQI

SKRIPSI

Disusun untuk Memperoleh Gelar

Sarjana Pendidikan (S.Pd)

Oleh

BAGUS SYARIFUDIN

NIM 111 12 019

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)

SALATIGA

(4)
(5)
(6)
(7)

MOTTO DAN PERSEMBAHAN

MOTTO

“Kehendak Tuhan tidak ada yang pernah tahu, terkadang apa yang kita inginkan

tidak begitu sama dengan apa yang kita harapkan itulah kehidupan. Dalam

menjalani kehidupan perlulah berpikir positif untuk menuai hasil yang baik,

meskipun apa yang di impikan tidaklah sesuai dengan adanya”

(Novel Karya Bagus Syarifudin “Manis Roda Cinta”)

PERSEMBAHAN

Untuk orang tuaku,

Para dosenku, saudara-saudaraku,

Calon Istriku Aisah kensar Nawang Wulan sari

(8)

PERSEMBAHAN

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas rahmat dan hidayah-Nya, Skripsi ini saya

persembahkan kepada orang-orang yang telah mendukung dan membantu

mewujudkan mimpi saya:

1. Kedua orang tuaku tercinta Bapak Maryono dan Ibu Salbiyah yang

senantiasa mendukung dan memotivasi dalam setiap pengerjaan skripsi

ini, tanpa adanya dorongan dan kekuatan yang mereka berikan tidaklah

mungkin diri ini bisa menyempatkan dalam kesibukan mengajar, untuk

menyelesaikan skripsi.

2. Orang tua keduaku Bapak Sardi dan Ibu Niken walaupun tidaklah

memberikan dukungan yang nyata, akan tetapi karenanya diri ini

senantiasa semangat untuk mempersembahkan gelar Sarjana Pendidikan

untuk mereka.

3. Keluarga besar SMP Muhammadiyah 10 Andong-Program Khusus, yang

juga senantiasa memberikan dukungan terhadapku.

4. Terhadap calon Istriku Aisah Kensar Nawang Wulan Sari, yang senantiasa

memberikan semangat dan dukungan tiada henti, keluh kesah pembuatan

(9)

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr.Wb.

Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.

Segala puji dan syukur senantiasa penulis haturkan kepada Allah SWT, atas

segala limpahan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat diberikan

kemudahan dalam penyelesaian skripsi ini. Sholawat serta salam semoha

tercurahkan kepada Nabi Besar Muhammad SAW, keluarga, sahabat, dan para

pengikut setianya.

Skripsi ini dibuat untuk memenuhi persyaratan guna untuk memperoleh

gelar kesarjanaan dalam Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan di Institut Agama

Islam Negeri (IAIN) Salatiga. Dengan selesainya skripsi ini tidak lupa penulis

mengucapkan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada:

1. Bapak Dr. Rahmat Haryadi, M.Pd., selaku Rektor Institut Agama Islam

Negeri (IAIN) Salatiga.

2. Bapak Suwardi, M. Pd., selaku Dekan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan

(FTIK), Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga.

3. Ibu Siti Rukhayati, M.Ag., selaku Ketua Jurusan Pendidikan Agama Islam

(PAI), Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan (FTIK), Institut Agama Islam

Negeri (IAIN) Salatiga.

4. Bapak Drs. Bahroni, M. Pd., selaku dosen pembimbing skripsi yang telah

dengan ikhlas mencurahkan pikiran, tenaga serta pengorbanan waktunya

(10)
(11)

ABSTRAK

Syarifudin, Bagus. 2017. Nilai-Nilai Moral dalam Novel Lima Menit Saja Karya John Rinaldi Ash Shidqi. Skripsi. Jurusan Tarbiyah. Program Studi Pendidikan Agama Islam. Institut Agama Islam Negeri Salatiga. Pembimbing: Drs. Bahroni, M. Pd.

Kata kunci: Nilai-Nilai Moral, Novel Lima Menit Saja

Penulis meneliti tentang Nilai-Nilai Moral dalam Novel Lima Menit Saja

Karya John Rinaldi Ash Shidqi. Penelitian ini bertujuan untuk:

1. Mendeskripsikan Nilai-nilai moral apa saja yang terdapat dalam novel Lima

Menit Saja karya John Rinaldi?, 2. Mendeskripsikan relevansi nilai-nilai moral dalam novel Lima Menit Saja karya John Rinaldi dengan pendidikan masa kini?

Untuk menjawab penelitian tersebut penulis menggunakan metode library research, yaitu penelitian dimana objek penelitiannya digali dengan cara membaca, memahami serta menelaah buku-buku, serta sumber-sumber yang berkenaan dengan permasalahan.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa: 1. Nilai-nilai moral dalam Novel Lima Menit Saja karya John Rinaldi adalah adanya hubungan antara manusia dengan Allah SWT, hubungan manusia dengan diri sendiri, dan hubungan

manusia dengan manusia lain dalam lingkup lingkungan sosial.

2. Relevansi nilai-nilai moral dalam novel Lima Menit Sajai karya John Rinaldi

(12)

DAFTAR ISI

SAMPUL ... i

LEMBAR BERLOGO ... ii

JUDUL ... iii

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iv

PENGESAHAN KELULUSAN ... v

PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ... vi

MOTTO ... vii

PERSEMBAHAN ... viii

KATA PENGANTAR ... ix

ABSTRAK ... xi

DAFTAR ISI ... xii

BAB I : PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 7

C. Tujuan Penelitian ... 7

D. Manfaat Penelitian ... 7

(13)

F. Metode Penelitian ... 9

G. Sistematika Penulisan Skripsi... 11

BAB II : BIOGRAFI DAN HAKIKAT NOVEL A. Biografi John Rinaldi ash-Shidqi ... 13

B. Hakikat Novel ... 14

1. Pengertian Novel ... 14

2. Unsur-Unsur Pembangunan Novel ... 17

a. Unsur Intrinsik ... 18

1) Tema ... 19

2) Plot (Alur Cerita) ... 21

3) Tokoh dan Penokohan ... 24

4) Latar (Setting) ... 28

5) Sudut Pandang Penceritaan... 29

6) Gaya Bahasa ... 32

7) Amanat ... 34

b. Unsur Ekstrinsik ... 35

BAB III: KAJIAN PUSTAKA A. Konsep Pendidikan Moral ... 37

1. Pengertian Pendidikan Moral ... 37

2. Landasan Pendidikan Moral ... 50

B. Tujuan Pendidikan Moral ... 52

(14)

1. Teknik penyampaian nilai-nilai moral dalam novel Lima Menit

Saja karya John Rinaldi ... .. ... 56

a. Bentuk penyampaian langsung ... 56

b. Bentuk penyampian tidak langsung... 57

2. Jenis dan wujud nilai-nilai moral dalam novel Lima Menit Saja karya John Rinaldi ... 58

BAB IV : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Nilai-nilai moral dalam novel Lima Menit Saja Karya John Rinaldi ... 62

1. Hubungan manusia dengan Allah SWT ... 62

a. Bersyukur kepada Allah SWT ... 63

b. Memanjatkan do’a ... 65

2. Hubungan manusia dengan diri sendiri ... 68

a. Teguh pendirian ... 68

b. Optimis ... 71

c. Penyesalan ... 75

3. Hubungan manusia dengan manusia lain dalam lingkup lingkungan sosial ... 78

a. Peduli sesama... 78

b. Berterima kasih ... 81

c. Menghargai orang lain ... 83

(15)

B. Relevansi nilai-nilai moral dalam novel Lima Menit Saja karya

John Rinaldi dengan pendidikan masa kini ... 87

BAB V : PENUTUP

A. Kesimpulan ... 95

B. Saran-saran ... 96

DAFTAR PUSTAKA

(16)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Mempelajari ilmu karya sastra tidak akan pernah habis, karena semua

yang ada di dunia ini ada keterkaitan dengan sastra. Misalkan, pengalaman

yang dialami sehari-hari dapat dijadikan sebuah karya sastra. Sastra berbeda

dengan ilmu hitung, jika pada ilmu hitung satu ditambah satu sama dengan

dua, akan tetapi karya sastra satu ditambah satu tidak selalu sama dengan dua,

bisa saja sama dengan tiga, empat dan sebagainya. Hal itu karena ilmu sastra

tidak hanya terpaku dengan hal-hal yang bersifat pasti.

Karya sastra pada umumnya berisikan tentang permasalahan yang

melengkapi kehidupan manusia. Karena karya sastra memiliki dunia yang

merupakan hasil dari pengamatan terhadap kehidupan yang diciptakan oleh

pengarang baik berupa novel, puisi, maupun drama yang berguna untuk

dinikmati, dipahami dan dimanfaatkan oleh masyarakat. Oleh karena itu,

dalam setiap yang dibaca atau dilihat pasti mengandung nilai-nilai pendidikan

yang dapat dijadikan pengetahuan dan pembelajaran.

Di dalam sastra terdapat aspek keindahan, kejujuran dan kebenaran,

sehingga dengan tiga aspek tersebut harapannya karya sastra yang dihasilkan

asli atau orisinil bukan hasil dari meniru atau menjiplak. Sebagimana Mada

dan Nyoman (2014: 1) berpendapat, karya sastra adalah ungkapan pikiran dan

(17)

kejadian-kejadian yang ada di sekitarnya, baik yang dialaminya maupun yang terjadi

pada orang lain pada kelompok masyarakatnya. Hasil imajinasi pengarang

tersebut diungkapkan kedalam karya untuk dihidangkan kepada masyarakat

pembaca agar dinikmati, dipahami dan dimanfaatkan.

Karya sastra merupakan salah satu cabang seni di samping seni lukis,

seni tari, dan seni musik. Sebagaimana karya seni lainnya, sastra merupakan

produk budaya yang mengutamakan keindahan. Dengan penekanan pada

aspek tersebut maka akan membuat sebuah sastra menjadi enak untuk dibaca.

Hal ini sejalan dengan pendapat Kosasih (2008: 1) Berdasarkan asal-usulnya,

istilah kesusastraan berasal dari bahasa Sansekerta, yakni susastra. Su berarti

‘bagus’ atau ‘indah’, sedangkan sastra berarti ‘buku’, ‘tulisan’, atau ‘huruf’.

Berdasarkan kedua kata itu, susastra diartikan sebagai tulisan atau teks yang

bagus atau tulisan yang indah.

Sastra merupakan wujud dari gagasan seseorang melalui pandangan

terhadap lingkungan sosial yang berada di sekelilingnya dengan

menggunakan bahasa yang indah dan imajinatif. Sastra hadir sebagai hasil

perenungan pengarang terhadap fenomena yang ada. Sastra sebagai karya

fiksi juga memiliki pemahaman yang mendalam, bukan hanya sekadar cerita

khayal atau angan saja, melainkan wujud dari kreativitas pengarang dalam

(18)

Dalam sastra, isi yang termuat di dalamnya memberikan pesan

informatif yang bermanfaat bagi pembacanya. Oleh karena itu maka karya

yang dibuat merupakan karangan yang baik dengan tujuan untuk melukiskan

sesuatu tentang kehidupan manusia yang penuh dengan nilai-nilai. Begitu

juga pendapat Jabrohim (1994: 15) Bahasa yang dipergunakan secara

istimewa dalam ciptaan sastra, pada hakikatnya, dalam rangka fungsi sastra

berperan sebagai sarana komunikasi, yaitu untuk menyampaikan informasi.

Setiap karya sastra tidak akan bisa tercipta tanpa melibatkan

unsur-unsur yang lain di antanya adalah unsur kebudayaan. Semua sastra

akan terkait dan melibatkan dinamika suatu kehidupan masyarakat yang

mempunyai adat dan tradisi tertentu. Munculnya unsur-unsur ekstrinsik

semacam itu dalam karya sastra memang sangatlah masuk akal karena karya

sastra dicipta atas dasar kekayaan rohani, imajinasi, dan pengalaman

pengarang. Sementara itu, pengarang dipengaruhi oleh struktur kehidupan,

kebiasaan, dan sejarah masyarakat dan budayanya.

Sebagai karya seni yang bermediakan bahasa, karya sastra dipandang

sebagai karya imajinatif. Sebagaimana pendapat dari Kosasih (2008: 2)

bahawa ciri-ciri sastra adalah menggunakan bahasa sebagai mediumnya dan

gaya penyajiannya ”indah” atau tertata dengan baik sehingga menimbulkan

daya tarik dan berkesan di hati pembacanya. Di samping itu, ada pula yang

memberikan ciri bahwa seni sastra bersifat imajinatif, yakni hasil renungan,

khayalan, dan perasaan yang diwujudkan dalam kata-kata yang menimbulkan

(19)

Salah satu bentuk karya sastra yang mengandung nilai-nilai moral

adalah novel. Sebagaimana Kosasih (2008: 4) berpendapat dengan membaca

karya sastra, seseorang dapat memperoleh pengetahuan tentang seluk-beluk

kehidupan manusia dan pelajaran tentang nilai-nilai kebenaran dan kebaikan

yang ada di dalamnya. Dari sana, orang tersebut terbangkitkan kreativitas dan

emosinya untuk berbuat sesuatu, baik untuk dirinya sendiri ataupun untuk

orang lain.

Perkembangan karya seni novel di Indonesia berkembang cukup pesat,

hal itu dapat diketahui dengan hadirnya berbagai macam novel yang telah

diterbitkan, sehingga bentuk dan isi novel tersebut beragam. Pada dasarnya,

novel selalu hadir sebagai sebuah gambaran atau cerminan kehidupan

manusia dalam mengarungi kehidupannya. Novel juga merupakan gambaran

lingkungan masyarakat yang hidup di suatu masa dan suatu tempat. Tokoh

dan peristiwa yang disajikan dalam novel merupakan pantulan realitas yang

ditampilkan oleh pengarang dari suatu keadaan tertentu.

Pengarang dalam karyanya sudah pasti memiliki pesan yang ingin

disampaikan terhadap para pembaca sebagai makna dari sebuah karya sastra

yang dapat dilakukan melalui pemaparan cerita, salah satunya adalah nilai

moral. Seperti novel Lima Menit Saja karya John Rinaldi yang juga ingin

menyampaikan pesan kehidupan yang bermanfaat bagi pembacanya. Novel

tersebut memiliki pesan yang baik untuk para penikmatnya karena di dalam

cerita tersebut mengisahkan tentang tekat dan usaha untuk mengubah sikap

(20)

Karya sastra berupa novel memiliki nilai yang sangat strategis dan

mendalam bagi pembacanya hal ini karena pesan dari novel penuh dengan

nilai-nilai kehidupan. Melalui konflik dan tokoh-tokohnya, pembaca akan

belajar tentang menyikapi setiap permasalahan dalam kehidupan. Selain itu,

karya sastra dapat menumbuhkan imajinasi yang dapat menjadi instrumen

hebat dalam menciptakan karakter pembacanya dan memperkaya kehidupan

pembacanya melalui pencerahan pengalaman dan masalah pribadi. Imajinasi

yang baik akan mendorong pembaca untuk menyenangi dan membiasakan

dirinya berprilaku baik. Maka dari itu dengan senantiasa membaca karya

sastra ini harapan dari pengarang akan banyak orang yang berubah menjadi

lebih baik lagi.

Setiap karya sastra (dalam hal ini prosa) selalu mengungkapkan nilai

pendidikan moral, agama, sosial, maupun estetis (keindahan). Perkembangan

moral yang merupakan aneka ragam pengalaman peran berdasarkan situasi

tertentu sehingga mampu mengatasi masalah moral atas prakarsanya sendiri

secara bebas (tanpa diawasi orang lain) dan memilih objek moral yang

penting dan berguna bagi dirinya.

Pemilihan karya sastra khususnya pada novel, untuk dijadikan bahan

kajian penelitian dirasa tepat, hal ini dikarenakan karya sastra novel pada

dasarnya dapat dijadikan sebuah alat untuk mengarahkan, mengajar, memberi

petunjuk, dan instruksi terhadap para penikmatnya. Membaca cerita

khususnya novel, pada hakikatnya seseorang akan dibawa untuk melakukan

(21)

menyenangkan, menegangkan sekaligus memuaskan lewat berbagai kisah dan

peristiwa yang dahsyat sebagaimana yang diperankan para tokoh cerita.

Moral yang disampaikan kepada pembaca melalui karya sastra ini tentu

mempunyai manfaat yang dalam. Demikian juga pelajaran yang terdapat

dalam novel Lima Menit Saja, penanaman moral yang ditekankan berkaitan

dengan persoalan hubungan manusia dengan manusia, misalnya nilai kasih

sayang antara orang tua dengan anak dan persoalan hidup antara hubungan

manusia dengan Allah SWT. Novel ini dapat dijadikan contoh untuk

bersikap, bergaul serta bertingkah laku yang baik dan benar dalam tatanan

kehidupan sehari-hari.

Novel Lima Menit Saja karya John Rinaldi ini diterbitkan pertama kali

pada Juni 2013. Kehadirannya mendapatkan tanggapan positif dari penikmat

sastra. Antusiasnya apresiasi masyarakat menjadikan karya John Rinaldi ini

masuk dalam kategori novel psikologi pembangun jiwa. Cerita novel Lima

Menit Saja menggambarkan tentang cara memandang hidup secara positif.

Diterangkan bahwa saat seseorang mampu menafsirkan gambar kehidupan

yang dilukiskan dalam sebuah kisah, maka dia merupaan orang yang mampu

meraih inspirasi dari kisah tersebut.

Penulis tertarik untuk meneliti lebih jauh tentang nilai-nilai moral yang

terkandung dalam novel tersebut yang sesuai dengan perbaikan

kualitas moral pendidikan dan relevansi novel Lima Menit Saja pada masa

(22)

tepat dalam mentransfer sejumlah nilai-nilai moral kepada pembaca. Dengan

membaca novel maka sejatinya seseorang tanpa sadar akan mendapati

berbagai ilmu tentang bagaimana cara menjalani kehidupan ini dengan baik

dan benar.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, rumusan masalah dalam

penelitian ini adalah:

1. Nilai-nilai moral apa saja yang terdapat dalam novel Lima Menit Saja

karya John Rinaldi?

2. Bagaimanakah relevansi nilai-nilai moral dalam novel Lima Menit Saja

karya John Rinaldi dengan pendidikan masa kini?

C. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan rumusan masalah, tujuan penelitian ini adalah:

1. Mendeskripsikan nilai-nilai moral dalam novel Lima Menit Saja karya

John Rinaldi.

2. Mendeskripsikan relevansi nilai-nilai moral dalam novel Lima Menit Saja

karya John Rinaldi dengan pendidikan masa kini.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan bermanfaat secara praktik dan teoritik.

1. Manfaat Teoritis

a. Secara teoritis, penelitian ini mendukung dan menerapkan teori

tentang nilai-nilai moral pada karya sastra khususnya pada novel

(23)

b. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan terhadap

perkembangan karya sastra, terutama karya sastra yang banyak

mengandung ajaran nilai moral.

2. Manfaat Praktis

Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu pembaca memahami

secara menyeluruh apa yang terkandung dalam novel tersebut dan dapat

mengambil nilai-nilai moral yang terkandung di dalamnya.

E. Penegasan Istilah

Untuk mengetahui pemahaman serta untuk menetukan arah yang jelas dalam

menyusun skripsi ini, maka penulis memberikan penegasan dan maksud

penulisan judul sebagai berikut:

1. Nilai

Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia, yang disusun oleh

Purwadarminta (1984 : 677), nilai adalah : a) harga dalam arti taksiran,

misal nilai intan; b) harga sesuatu, misalnya uang; c) angka kepandian; d)

kadar, mutu; e) sifat-sifat atau hal-hal yang penting atau berguna bagi

kemanusiaan, misalnya : nilai-nilai agama.

2. Moral

Dalam Kamus Umum bahasa Indonesia, yang disusun oleh

Purwadarminta (1984: 654), kata “moral” berarti ajaran tentang baik

buruk perbuatan dan kelakuan. Dengan kata lain moral atau kesusilaan

adalah kesempurnaan sebagai manusia. Moral sebagai tingkah laku hidup

(24)

keharusan untuk mencapai yang baik sesuai dengan nilai dan norma yang

berlaku dalam lingkungannya. Dengan demikian moral atau kesusilaan

adalah keseluruhan norma yang mengatur tingkah laku manusia di

masyarakat untuk melaksanakan perbuatan-perbuatan baik dan benar.

3. Novel

Dalam Kamus Bahasa Indonesia, yang disusun oleh Dendy Sugono

(2008: 1008), Novel adalah karangan prosa panjang yang mengandung

rangkaian cerita kehidupan seseorang dengan orang-orang di

sekelilingnya dengan menonjolkan watak dan sifat setiap pelaku.

4. Nilai Moral

Dari beberapa definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa nilai moral

adalah ilmu tentang apa yang benar dan apa yang salah yang dianut oleh

masyarakat umum mengenai sikap, perbuatan dan keyakinan.

F. Metode Penelitian

Sebgaimana pendapat Ruslan (2010: 24) pengertian metode berasal dari kata

methodos (Yunani) yang dimaksud adalah cara atau menuju suatu jalan.

Metode merupakan kegiatan ilmiah yang berkaitan dengan suatu cara kerja

(sistematis) untuk memahami suatu subjek atau objek penelitian sebagai

upaya untuk menemukan jawaban yang dapat dipertanggungjawabkan secara

ilmiah dan keabsahannya.

1. Pendekatan dan Jenis Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk menemukan dan mendeskripsikan

(25)

Berdasarkan tujuan tersebut, maka metode yang dipakai dengan

menggunakan penelitian deskriptif kualitatif. Metode yang digunakan

dalam kajian ini dijabarkan ke dalam langkah-langkah sesuai dengan

tahapan pelaksanaannya, yaitu (1) tahap penyediaan data, (2) tahap

analisis data, dan (3) tahap penyajian hasil analisis data.

Pendekatan deskriptif kualitatif dalam penelitian ini adalah suatu

prosedur penelitian dengan hasil sajian data deskriptif berupa tuturan

pengarang dalam novel Lima Menit Saja. Sudaryanto (1993: 62),

menyatakan bahwa istilah deskriptif menyarankan kepada suatu

penelitian yang semata-mata hanya berdasarkan pada fakta yang ada dan

juga fenomena yang memang secara empiris hidup di dalam penuturnya,

sehingga yang dihasilkan atau yang dicatat berupa uraian bahasa yang

biasa dikatakan sifatnya seperti potret: paparan seperti apa adanya.

2. Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan dengan teknik baca dan catat. Teknik

membaca dilakukan dengan membaca novel Lima Menit Saja. Pada

mulanya dilakukan pembacaan keseluruhan terhadap novel tersebut

dengan tujuan untuk mengetahui identifikasi secara umum. Setelah itu

dilakukan pembacaan secara cermat dan menginterpretasikan unsur

moral dalam novel tersebut. Setelah membaca cermat dilakukan

pencatatan data langkah berikutnya adalah pencatatan yang dilakukan

(26)

3. Sumber Data

Penelitian ini menggunakan data dari novel Lima Menit Saja karya John

Rinaldi yang diterbitkan oleh DIVA Press, Jogjakarta pada bulan juni

2013 fokus penelitian ini adalah mengenai aspek nilai- nilai moral.

4. Instrumen Penelitian

Sebagaimana mestinya penelitian deskriptif kualitatif, penelitian ini

instrumennya manusia, tepatnya peneliti sendiri. Manusia digunakan

sebagai alat untuk mengumpulkan data, berdasarkan kriteria-kriteria yang

dipahami. Kriteria yang dimaksud adalah pengetahuan tentang nilai- nilai

moral.

5. Metode Analisis Data

Teknik analisis data menggunakan teknik analisis isi (content analysis)

dengan menggunakan cara berpikir induktif yaitu berangkat dari

fakta-fakta yang khusus, peristiwa-peristiwa yang konkret, kemudian ditarik

generalisasi yang bersifat umum.

G. Sistematika Penulisan Skripsi

Agar terdapat kejelasan secara garis besar dan dapat dimengerti dengan

mudah, maka dalam pembahasannya secara berurutan penulis membagi

dalam lima bab, yaitu Bab I Pendahuluan, Bab II kajian pustaka, Bab III

Paparan data dan hasil temuan, Bab IV Pembahasan, Bab V Penutup.

BAB I Pedahuluan, berisi latar belakang masalah, rumusan masalah,

tujuan penelitian, manfaat penelitian, penegasan istilah, metode

(27)

BAB II Biografi dan Hakikat Novel, bab ini akan memuat tentang

biografi penulis dan unsur - unsur novel.

BAB III Kajian Pustaka, bab ini akan memuat tentang pendidikan moral

yang mencakup pengertian pendidikan moral, tujuan

pendidikan moral, dan lingkup pendidikan moral.

BAB IV Analisis Data, bab ini memuat tentang nilai-nilai moral dan

relevansi nilai-nilai moral dalam novel Lima Menit Saja karya

John Rinaldi dengan pendidikan masa kini.

(28)

BAB II

BIOGRAFI DAN HAKIKAT NOVEL

A. Biografi Penulis

John Rinaldi ash Shidqilahir di Mandailing Natal, Sumatra Utara, pada

23 April 1979. Anak ke-4 dari tujuh orang bersaudara dari pasangan

Khairuddin dan Sri Hayati Lubis. Setelah menamatkan SD di tanah

kelahirannya, ia menyeberang ke Pulau Jawa guna melanjutkan pendidikan.

Pernah singgah di Pesantren Gontor, tetapi tidak sampai selesai. Kemudian,

pindah ke Yogyakarta. Di sini, ia melanjutkan studinya di SMP 9 dan SMU 5

yang sama-sama berlokasi di wilayah Kotagede. Setelah selesai pendidikan

menengahnya, ia masuk ke Fakultas Filsafat UGM. Disebabkan kenyataan

hidup yang tidak seindah bayangannya, maka pada tahun 2005 ia baru bisa

menyelesaikan pendidikan S1-nya.

Pendidikan nonformalnya di jalani di Pesantren al-Mahalli,

Wonokromo, Plered, Bantul, di bawah asuhan alm. KH Ahmad Mudjab

Mahalli. Ia tidak lama tinggal di sana, namun cukup memberikan bekal

baginya untuk mengenal ajaran agama yang dianutnya. Karya-karya yang

telah dihasilkannya antara lain: Syekh Siti Jenar (Pustaka Pelajar, 2008), Iblis

Pun Ingin Bertaubat (Pustaka Insan Madani, 2009), Berjumpa Allah di langit

dunia (Diva Press), Beginilah Cara Mendidik Anak yang Diajarkan

Rasulullah (Diva Press), Sembuhkan Segala Jenis Penyakit Anak bersama

Nabi (Penerbit Sabil), 115 Smart Games untuk meningkatkan kecerdasan dan

(29)

Rasyidin (Diva Press), Seni Mendekati Anak dan Berdiaolog dengan Anak

(Diva Press), Tuhan Pun Jatuh Cinta (Diva Press), Tuntunan Praktis Puasa

Ramadhan Seperti Rasulullah (Pustaka Wasilah), Haramkah Tahlilan,

Yasinan dan Kenduri Arwah? (Pustaka Wasilah) dan, beberapa naskah

terjemahan yaitu Sejarah Filsafat Cina (Pustaka Pelajar, 2007), dan

Handbook Of Qualitative Research (Pustaka Pelajar).

Bersama istrinya, Uswatun Khasanah dan putrinya, Fathimah Zahratul

‘Athira Rinaldi, saat ini ia tinggal di Klaten mengabdikan dirinya untuk menyambung lidah para nabi. “Tiada yang istimewa dalam hidupku, tiada

yang pantas kuceritakan tentang diriku pada orang lain. Hanya karena kasih

sayang Allah-lah sehingga aibku tak diketahui orang. Dia masih

merahasiakan semua keburukanku sehingga masih banyak orang yang mau

duduk bersamaku. Seandainya semuanya dibeberkan Allah, tak seorang pun

yang mau menatapku dan mendengarkanku. Aku malu” Itulah kata-kata yang

diucapkannya untuk mengakhiri tulisan ini. Rinaldi (2013: 265-266)

B. Hakikat Novel

1. Pengertian Novel

Karya sastra ini sudah tidak asing lagi bagi penikmat yang gemar

membacanya. Dalam novel banyak cerita inspiratif yang termuat di

dalamnya. Bacaan yang ringan, asyik dan menambah wawasan sehingga

novel banyak digemari oleh pembacanya, bahkan banyak dijadikan

(30)

cerpen, meskipun sama-sama berbentuk prosa, namun novel tidaklah

cerita yang hanya beberapa lembar saja, akan tetapi cerita yang terdapat

di dalamnya cukup panjang dan dikhususkan menjadi satu buku yang

didesain dengan cover sesuai isi dari novel tersebut.

Seperti yang telah diutarakan di atas bahwa karya sastra novel

adalah karangan prosa yang panjang, mengandung rangkaian cerita

kehidupan seseorang dengan orang-orang di sekitarnya serta

menonjolkan watak dan sifat setiap pelaku. Biasanya, cerita dalam novel

dimulai dari peristiwa atau kejadian terpenting yang dialami oleh tokoh

cerita, yang kelak mengubah nasib kehidupannya.

Pemaparan tersebut sejalan dengan pendapat Tarigan (1984:164),

novel adalah suatu cerita prosa yang fiktif dalam panjang yang tertentu,

yang melukiskan para tokoh, gerak serta adegan kehidupan nyata yang

representatif dalam suatu alur atau suatu keadaan yang agak kacau atau

kusut. Novel merupakan suatu cerita dengan suatu alur, cukup panjang

mengisi satu buku atau lebih, yang menggarap kehidupan pria dan wanita

yang bersifat imajinatif.

Novel ada berbagai bentuk baik itu fiksi maupun fakta. Dari dua

macam novel tersebut akan membuat pembacanya semakin tertarik

dengan karya sastra ini. Novel sebagai sebuah karya imajinatif atau

menceritakan tentang fiksi menawarkan berbagai permasalahan manusia

(31)

manusia dalam interaksinya dengan lingkungan dan sesama interaksinya

dengan diri sendiri, serta dengan Allah SWT. Pengarang menghayati

berbagai permasalahan tersebut dengan penuh kesungguhan yang

kemudian diungkapkannya kembali melalui sarana fiksi yang sesuai

dengan pandangannya.

Sastra yang dianggap fiksi pada hakikatnya adalah fakta (Nyata),

karya-karya itu lahir didasarkan atas kesadaran pengarang dalam melihat

realitas (Kenyataan) masyarakatnya. Ciri khas novel adalah

kemampuannya menyampaikan permasalahan yang kompleks secara

penuh, namun perlu diketahui bahwa dunia kesastraan terdapat suatu

bentuk karya sastra yang mendasarakan diri pada fakta. Sebagaimana

Nurgiyantoro (1995: 6) mengemukakan, bahwa realitas dalam karya fiksi

merupakan ilusi kenyataan dan kesan yang meyakinkan yang

ditampilkan, namun tidak selalu merupakan kenyataan sehari-hari.

Novel merupakan sebuah karya fiksi prosa yang ditulis secara

naratif dan biasanya ditulis dalam bentuk cerita. Kata novel berasal dari

bahasa Italia yaitu “novella” yang artinya sebuah kisah atau sepotong

cerita. Penulis novel disebut dengan novelis. Isi novel lebih panjang dan

lebih kompleks dari isi cerpen, serta tidak ada batasan struktural dan

sajak. Pada umumnya sebuah novel bercerita tentang tokoh-tokoh dalam

(32)

Sebagaimana yang dikemukakan oleh Nurgiyantoro (1995: 9) Kata

novel berasal dari bahasa Latin novellus. Sebutan novel dalam bahasa

Inggris dan inilah yang kemudian masuk ke Indonesia, sedangkan dari

bahasa Italia novella (yang dalam bahasa Jerman: novelle). sedangkan

Priyatni (2010: 124) mendefinisikan novel sebagai cerita dalam bentuk

prosa yang agak panjang dan meninjau kehidupan sehari-hari.

Berdasarkan definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa pada

hakikatnya novel adalah cerita atau kisah yang disampaikan oleh

pengarang terhadap pembaca yang didasarkan pada kehidupan nyata

maupun hanya cerita ilusi saja. Setiap isi yang terkandung dalam novel

selalu memberikan banyak inspirasi bagi penikimatnya, bahkan

terkadang membuat pembaca jatuh dalam skenario di dalamnya.

Dalam arti umum novel adalah cerita berbentuk prosa dalam

ukuran luas yang mempunyai cerita dengan plot (alur) yang kompleks,

karakter yang banyak, tema yang baik, suasana cerita yang beragam, dan

setting cerita yang beragam pula.

2. Unsur-Unsur Pembangunan Novel

Nurgiyantoro (2013: 29-30) berpendapat unsur-unsur pembangun

sebuah novel yang kemudian secara bersama membentuk sebuah totalitas

itu di samping unsur formal bahasa, masih banyak lagi macamnya.

(33)

tradisional dapat dikelompokkan menjadi dua bagian walau pembagian

itu tidak benar-benar pilah. Pembagian unsur yang dimaksud adalah

unsur intrinsik dan ekstrinsik. Kedua unsur inilah yang sering banyak

disebut para kritikus dalam rangka mengkaji atau membicarakan karya

sastra pada umumnya.

a. Unsur Intrinsik

Unsur intrinsik adalah unsur dalam yang membangun prosa. Pada

umumnya, para ahli membagi unsur intrinsik prosa rekaan atas tema,

tokoh, penokohan, alur (plot), latar cerita (setting), sudut pandang, gaya

bahasa, dan amanat. Sehingga dengan pembagian tersebut novel akan

lebih mudah untuk dipahami. Sebagaimana Wiyanto (2012: 213)

berpendapat, unsur intrinsik sebuah novel adalah unsur-unsur yang

(secara langsung) turut serta membangun cerita. Keterpaduan antar

berbagai unsur intrinsik inilah yang membuat sebuah novel berwujud.

Atau sebaliknya, jika dilihat dari sudut pembaca, unsur-unsur (cerita)

inilah yang akan dijumpai jika kita membaca novel. Unsur yang

dimaksud untuk menyebut sebagian saja misalnya, peristiwa, cerita, plot,

penokohan, tema, latar, sudut pandang penceritaan, bahasa atau gaya

(34)

1) Tema

Tema adalah suatu gagasan pokok atau ide pikiran tentang

sesuatu hal, salah satunya dalam membuat sebuah karya tulis.

Contoh halnya cerpen, puisi, novel dan berbagai macam jenis tulisan

lainnya haruslah memiliki sebuah tema.

Berdasarkan gagasan pokok atau ide utama, pengarang akan

mudah untuk mengembangkan cerita. Oleh karena itu, dalam suatu

novel akan terdapat satu tema pokok dan sub tema. Pembaca harus

mampu menentukan tema pokok dari suatu novel. Tema pokok

adalah tema yang dapat memenuhi atau mencakup isi dari

keseluruhan cerita. Tema pokok yang merupakan makna keseluruhan

cerita tidak tersembunyi, namun terhalangi dengan cerita yang

mendukung tema tersebut. Maka pembaca harus dapat

mengidentifikasi dari setiap cerita dan mampu memisahkan antara

tema pokok dan sub-subtema atau tema tambahan.

Jadi apabila diperumpamakan sebuah rumah, tema menjadi

sebuah fondasinya karena tema adalah suatu hal yang paling utama

dilihat oleh para pembaca. Jika ide pikiran dalam tulisan tersebut itu

menarik, maka akan memberikan nilai yang lebih pada tulisan

tersebut. Sebagaimana Siswanto (2008: 161) juga mengemukakan,

bahwa tema merupakan kaitan hubungan antara makna dengan

(35)

Semakin menarik tema yang tersaji dalam sebuah tulisan

tersebut maka akan menambah daya tarik bagi para pembaca

terhadap karya tersebut, akan tetapi apabila tema itu tidak

memberikan kesan yang menarik maka pembaca akan jenuh dan bisa

jadi meninggalkan untuk membaca karya tersebut. Dengan demikian

tema dapat dikatakan sebagai ide pokok atau gagasan dalam

membangun sebuah cerita. Sebuah cerita akan berkembang sesuai

dengan tema yang telah ditentukan oleh seorang pengarang

Tema berarti pokok pikiran atau masalah yang akan

dikembangkan dalam sebuah cerita oleh pengarangnya. Dengan,

tema semua permasalahan dalam sebuah karya sastra akan terwujud

dengan baik dan benar. Oleh karena itu, peranan tema menjadi

pokok pikiran yang diutamkan dalam membuat karya sastra.

Sehingga dengan pemahaman di atas maka sangat jelas dalam

membuat penulisan, tema sangat perlu diperhatikan secara

mendalam untuk kebaikan sebuah tulisan yang dibuat. Semakin

menarik ide gagasan tersebut maka akan semakin banyak penikmat

yang akan membaca dari tulisan tersebut.

Tema menjadi dasar pengembangan seluruh cerita, maka

bersifat menjiwai seluruh bagian cerita itu. Oleh karena itu, untuk

menentukan tema sebuah novel harus disimpulkan dari keseluruhan

(36)

2) Plot (Alur Cerita)

Alur atau plot juga merupakan kerangka dasar yang juga

penting. Alur mengatur bagaimana tindakan-tindakan harus berkaitan

antara satu dengan yang lain, bagaimana suatu peristiwa mempunyai

hubungan dengan peristiwa lain. Sedangkan plot adalah sebagai

peristiwa yang ditampilkan dalam cerita yang tidak bersifat sederhana,

karena pengarang menyusun peristiwa-peristiwa itu berdasarkan

kaitan sebab dan akibat.

Alur cerita merupakan rangkaian peristiwa yang dijalin untuk

menggerakkan jalan cerita, sangat penting memperhatikan plot karena

alur cerita yang teruraikan secara sistematis akan membuat pembaca

lebih nyaman dalam memahami sebuah tulisan yang terkandung pada

sebuah karya tulis tersebut.

Sebagaimana Nurgiyantoro (1995: 209-210) berpendapat,

Pengarang menyusun cerita sehingga pembaca ingin selalu mengikuti

apa yang terjadi setelah itu, ingin tahu mengapa hal itu terjadi. Akibat

plot itu bagi pembaca ada dua macam: akan terus mengikuti apa yang

terjadi berikutnya atau tidak mau lagi mengikuti apa yang terjadi

selanjutnya. Selain rincian mengenai pengertian plot sebagaimana

yang telah dikemukakan, terdapat tahapan plot yang dikemukakan

lebih rinci. Rincian yang dimaksud oleh tasrif dalam Nurgiyantoro

(37)

a) Tahap situation: tahap penyituasian, tahap yang terutama berisi

pelukisan dan pengenalan situasi latar dan tokoh-tokoh cerita.

Tahap ini merupakan tahap pembukaan cerita.

b) Tahap generating circumstances: tahap pemunculan konflik, Pada

tahap ini merupakan tahap awal munculnya konflik dan akan

berkembang menjadi konflik-konflik pada tahap berikutnya.

c) Tahap rising action: tahap peningkatan konflik, konflik yang

telah dimunculkan pada tahap sebelumnya semakin berkembang.

Peristiwaperistiwa dramatik yang menjadi inti semakin

menegangkan. Konflikkonflik yang terjadi internal dan eksternal,

pertentangan, benturanbenturan antarkepentingan masalah dan

tokoh yang mengarah ke klimaks semakin tidak dapat dihindari.

d) Tahap climax: tahap klimaks, konflik yang terjadi, yang

dilakukan dan atau ditimpakan kepada para tokoh cerita mencapai

titik intesitas puncak. Klimaks sebuah cerita akan dialami oleh

tokoh-tokoh utama yang berperan sebagai pelaku dan penderita

terjadi konflik utama. Sebuah fiksi yang panjang mungkin saja

memiliki lebih dari satu klimaks.

e) Tahap denouement: tahap penyelesaian, konflik yang telah

mencapai klimaks diberi jalan keluar, cerita diakhiri. Tahap ini

(38)

Masih menurut pandangan Nurgiyantoro (1995: 213-216) plot

dapat dikategorikan ke dalam beberapa jenis berdasarkan kriteria

urutan waktu. Urutan waktu yang dimaksud adalah waktu terjadinya

urutan penceritaan peristiwa-peristiwa yang ditampilkan, yang

pertama disebut sebagai plot maju atau progresif, kedua plot sorot

balik atau regresif flash-back, dan plot campuran.

Plot progresif bersifat kronologis, secara runtut cerita dimulai

dari tahap awal (penyituasian, pengenalan, pemunculan konflik),

tengah (konflik meningkat, klimaks), akhir (penyelesaian). Plot

progresif biasanya menunjukkan kesederhanaan cara penceritaan,

tidak berbelitbelit, dan mudah diikuti. Plot flash-back, cerita tidak

dimulai dari tahap awal melainkan mungkin dari tahap tengah atau

bahkan tahap akhir baru kemudian tahap awal cerita dikisahkan. Teks

yang berplot jenis ini, langsung menyuguhkan adegan-adegan konflik,

bahkan konflik yang meruncing.

Selanjutnya, plot campuran atau progresif regresfif, barangkali

tidak ada novel yang secara mutlak berplot lurus-kronologis atau

sebaliknya sorot balik. Secara garis besar plot sebuah novel mungkin

progresif, tetapi di dalamnya betapapun kadar kejadiannya sering

terdapat adegan-adegan sorot balik. Jadi, dapat dikatakan tidak

mungkin ada sebuah cerita yang mutlak flash-back. Pengategorian

(39)

lebih didasarkan pada mana yang lebih dominan. Hal tersebut

disebabkan pada kenyataannya sebuah novel pada umumnya akan

mengandung keduanya atau berplot campuran untuk mendukung tema

dan penokohan dalam novel.

3) Tokoh dan Penokohan

Pembahasan ini merupakan suatu hal yang mengacu terhadap

pelaku dalam karya sastra. Jalan cerita dalam novel dilakukan oleh

tokoh cerita tersebut. Tokoh merupakan individu rekaan yang

mengalami peristiwa di dalam berbagai kejadian cerita. Tokoh pada

umumnya berwujud manusia, tetapi juga dapat berwujud binatang

atau benda-benda yang diinsankan. Individu ini semata-mata hanya

bersifat rekaan, tidak ada dalam dunia nyata. Bila pun ada mungkin

hanya kemirip-miripan dengan individu tertentu yang memiliki

sifat-sifat yang sama yang kita kenal dalam kehidupan kita.

Penokohan dalam novel adalah komponen yang sama

pentingnya dengan unsur yang lain. Penokohan adalah teknik

bagaimana pengarang menampilkan tokoh dalam cerita sehingga

dapat diketahui karakter atau sifat para tokoh tersebut.

Menurut pendapat dari Nurgiyantoro (1995: 165) tokoh

merupakan sosok atau pelaku yang berada di dalam cerita sehingga

(40)

adalah orang-orang yang ditampilkan dalam suatu karya, yang oleh

pembaca ditafsirkan memilik kualitas moral dan kecenderungan

tertentu seperti yang diekspresikan dalam ucapan dan apa yang

dilakukan dalam tindakan.

Sama halnya dengan manusia yang ada pada alam kehidupan

nyata, maka tokoh dalam suatu fiksi hendaknya memiliki dimensi

fisiologis, sosiologis, dan psikologis. Dimensi fisiologis meliputi usia,

jenis kelamin, keadaan tubuh, dan sebagainya. Dimensi sosiologis

meliputi status sosial, pekerjaan, jabatan, peranan di dalam

masyarakat, pendidikan, agama, pandangan hidup, ideologi, aktivitas

sosial, organisasi, hobi, bangsa, suku, dan keturunan. Dimensi

psikologis meliputi mentalitas, ukuran moral, keinginan dan perasaan

pribadi, sikap dan kelakuan juga intelektualitasnya.

Tokoh dalam fiksi biasanya dibedakan menjadi beberapa jenis.

Sesuai dengan keterlibatannya dalam cerita dibedakan antara tokoh

utama (sentral) dan tokoh tambahan (periferal). Tokoh disebut

sebagai tokoh sentral apabila memenuhi tiga syarat yaitu paling

terlibat dengan makna atau tema, paling banyak berhubungan dengan

(41)

Nurgiyantoro (1995: 259-267) juga mengemukakan,

tokoh-tokoh dalam cerita dapat dibedakan ke dalam beberapa jenis

penamaan, berdasarkan peran dan pentingnya seorang tokoh

dibedakan menjadi; tokoh utama dan tokoh tambahan, dilihat dari segi

peranan atau tingkat pentingnya tokoh dalam sebuah cerita ada tokoh

yang tergolong penting dan ditampilkan terus-menerus sehingga terasa

mendominasi sebagain besar cerita. Sebaliknya, ada tokoh yang hanya

dimunculkan sekali atau beberapa kali dalam cerita dan itu pun

mungkin dalam porsi penceritaan yang relatif pendek. Tokoh yang

disebut pertama adalah tokoh utama, sedang yang kedua adalah tokoh

tambahan.

Tokoh utama merupakan tokoh yang diutamakan

penceritaannya dalam novel yang bersangkutan. Dia merupakan tokoh

yang paling banyak diceritakan, dia sangat menentukan perkembangan

plot cerita secara keseluruhan, karena tokoh utama paling banyak

diceritakan dan selalu berhubungan dengan tokoh-tokoh lain, ia sangat

menentukan perkembangan plot cerita secara keseluruhan.

Tokoh utama dalam sebuah novel mungkin saja lebih dari

seorang walau kadar keutamaannya belum tentu sama. Keutamaan

mereka ditentukan oleh dominasi, banyaknya penceritaan dan

pengaruhnya terhadap perkembangan plot secara keseluruhan. Selain

(42)

keutamaan dibawah tokoh utama. Pada tokoh tambahan terdapat

pembedaan berdasarkan gradasi karena kadar keutamaannya, yaitu

tokoh tambahan utama dan tokoh tambahan (yang memang)

tambahan.

Membicarakan masalah tokoh berarti membicarakan pula

penokohan. Menurut Kosasih (2003: 256) Penokohan menyaran pada

perwatakan, karakter dari tokoh yang menunjuk pada sifat dan sikap.

Penokohan adalah cara pengarang menggambarkan dan

mengembangkan tokoh-tokoh dalam cerita.

Penokohan merupakan pelukisan gambaran yang jelas tentang

seseorang yang ditampilkan dalam sebuah cerita. Penokohan dapat

juga disamakan artinya dengan karakter dan perwatakan yang

menunjukan pada penempatan tokoh-tokoh dengan watak tertentu

dalam sebuah cerita. Dengan demikian, istilah penokohan lebih luas

pengertiannya dibandingkan tokoh karena ia sekaligus mengartikan

masalah siapa tokoh cerita, bagaimana perwatakan dan bagaimana

penempatan dan pelukisan dalam sebuah cerita sehingga sanggup

memberikan gambaran yang jelas kepada pembaca.

Dengan demikian, penokohan merupakan gambaran tokoh

cerita yang dilukiskan melalui bentuk lahir dan bentuk yang tidak

terlihat. Dapat diamati melalui dioalog antar tokoh, tanggapan tokoh

(43)

4) Latar (Setting)

Latar yaitu penggambaran seputar waktu, tempat, dan suasana

terjadinya peristiwa dalam sebuah cerita. Tokoh-tokoh dalam cerita

pada tempat dan waktu (masa) tertentu. Menurut Atmazki (1990: 62)

latar memberikan pijakan cerita secara konkret dan jelas, hal ini

penting untuk memberikan kesan realistis kepada pembaca,

menciptakan suasana tertentu seolah-olah sungguh-sungguh ada dan

terjadi. Dalam karya sastra, latar tidak mesti realitas objektif, tetapi

bisa jadi realitas imajinatif. Artinya latar yang digunakan hanya

ciptaan pengarang, yang kalau dilacak kebenarannya tidak akan

bertemu sebagaimana diceritakan.

Nurgiyantoro (1995: 304-308) mengemukakan, latar terbagi

menjadi latar fisik dan latar spiritual, latar netral dan latar fungsional.

Latar fisik adalah latar tempat secara jelas menunjuk pada lokasi

tertentu, yang dapat dilihat dan dirasakan kehadirannya, sedang latar

spiritual adalah latar yang berwujud tata cara, adat istiadat,

kepercayaan, dan nilai-nilai yang berlaku di tempat yang

bersangkutan. Latar netral adalah sebuah tempat hanya sekedar

sebagai tempat terjadinya peristiwa yang diceritakan tidak lebih dari

itu dan tidak akan mempengaruhi pemlotan dan penokohan, sedang

latar fungsional adalah latar yang mampu mempengaruhi cerita dan

(44)

karakter tokoh, karena mempengaruhi perkembangan plot dalam

sebuah cerita fiksi, latar fungsional tidak dapat digantikan dengan latar

lain tanpa mengganggu atau bahkan merusak cerita.

Sebagaimana pendapat di atas maka dapat disimpulkan bahwa

latar dibagi dalam dua jenis yaitu latar secara fisik dan latar secara

spritual. Latar fisik terdiri dari latar tempat dan waktu. Nama lokasi

tertentu seperti nama kota, desa, jalan, sungai, dan lain-lain.

Hubungan waktu seperti tahun, tanggal, pagi, siang, malam, dan

lain-lain yang menyaran pada waktu tertentu merupakan latar waktu. Latar

spritual dalam karya fiksi berwujud tata cara, adat istiadat,

kepercayaan, dan nilai-nilai yang berlaku ditempat bersangkutan. Ada

juga yang menyebutnya sebagai latar sosial.

5) Sudut Pandang Penceritaan

Sudut pandang atau point of view adalah cara pengarang

memandang sebuah cerita. Sudut pandang mengandung arti hubungan

di antara tempat pencerita dengan ceritanya. Hubungan antara

pengarang dan cerita ada dua macam, yaitu hubungan pencerita

“diaan” dengan ceritanya dan hubungan pencerita äkuan” dengan

(45)

Dalam penyampaian sebuah cerita, pengarang dapat

menggunakan sudut pandang melalui sebuah kejadian yang

dialaminya. Menurut pandangan dari Stanton (2007: 61) Sudut

pandang merupakan tempat pengarang memandang cerita. Sudut

pandang pada dasarnya merupakan strategi, teknik, siasat yang yang

disengaja dipilih pengarang untuk mengungkapkan gagasan dan

ceritanya untuk menampilkan pandangan hidup dan tafsirannya

terhadap kehidupan yang semua sudut pandang tokoh.

Sudut pandang menyaran pada cara atau pandangan yang

dipergunakan pengarang sebagai sarana untuk menyajikan tokoh,

tindakan, latar dan berbagai peristiwa yang membentuk cerita dalam

sebuah karya kepada pembaca.

Minderop (2005: 88) mengemukakan bahwa sudut pandang

terdapat beragam variasi dan kombinasi, namun ada tiga varian

mendasar yang berbeda, yaitu sudut pandang impersonal, orang ketiga

dan orang pertama. Sudut pandang impersonal adalah apabila

pencerita berdiri di luar cerita dan bergerak bebas dari satu tokoh ke

tokoh lainnya, satu tempat ke tempat lainnya, satu episode ke episode

lainnya yang dapat memberikan akses terhadap pikiran dan perasaan

tokoh dengan bebasnya. Jenis sudut pandang orang ketiga terbagi atas;

pertama “dia” maha tahu dan “dia” terbatas. “Dia” maha tahu yaitu

(46)

peristiwa-peristiwa yang menyangkut para tokoh dari sudut pandang “ia” atau “dia”. Pencerita mengetahui berbagai hal tentang tokoh, peristiwa, dan

tindakan, termasuk motivasi yang melatarbelakanginya.

Ia bebas bergerak menceritakan apa saja dalam lingkup waktu

dan tempat cerita, berpindah-pindah tokoh “dia” yang satu ke tokoh

“dia” yang lain, menceritakan ucapan, tindakan tokoh bahkan juga

hanya berupa pikiran, perasaan, pandangan, dan motivasi tokoh secara

jelas. Kedua, “Dia” terbatas yaitu pencerita yang berada di luar cerita

yang mengetahui segala sesuatu tentang diri seorang tokoh saja baik

tindakan maupun batin tokoh tersebut. Dalam percakapan antar tokoh

banyak penyebutan “aku” dan “engkau”, sebab tokoh-tokoh “dia”

sedang dibiarkan mengungkapkan diri mereka sendiri.

Jenis sudut pandang pertama “akuan” terdiri atas “aku” tokoh

utama dan “aku” tokoh tambahan. Sudut pandang “Aku” tokoh utama

yaitu pencerita yang ikut berperan sebagai tokoh utama, melaporkan

cerita dari sudut pandang “aku” dan menjadi fokus atau pusat cerita. Sudut pandang “aku” tokoh tambahan, yaitu pencerita yang tidak ikut

berperan dalam cerita, hadir sebagai tokoh tambahan yang aktif

sebagai pendengar atau penonton dan hanya melaporkan cerita kepada

(47)

Dengan demikian, bahwa dalam sudut pandang (point of view)

seperti halnya, akuan-sertaan, tokoh sentral (utama) cerita adalah

pengarang secara langsung terlibat dalam cerita. Sudut pandang

akuan-taksertaan, tokoh “aku: di sana berperan sebagai figuran atau

pembantu tokoh lain yang lebih penting, sedangkan sudut pandang

diaan-mahatahu, pengarang berperan sebagai pengamat saja yang

berada diluar cerita. Hal ini berkebalikan dengan sudut pandang

diaanterbatas yakni, pengarang memakai orang ketiga sebagai

pencerita yang terbatas dalam bercerita

6) Gaya Bahasa

Bahasa dapat menjadi sarana pengungkapan sebuah karya

sastra. Dalam sastra, gaya keindahan sebuah kata-kata adalah cara

pengarang dalam menggunakan bahasa yang baik. Gaya berdasarkan

pendapat Siswanto (2008: 158-159) adalah cara seorang pengarang

menyampaikan gagasannya dengan menggunakan media bahasa yang

indah dan harmonis serta mampu menuansakan makna dan suasana

yang dapat menyentuh daya intelektual dan emosi pembaca. Alat

gaya dapat melibatkan masalah kiasan dan majas: majas kata ataupun

majas kalimat.

Gaya bahasa dalam Wikipedia (2015: 1-3) ada beberapa

macam, yaitu alegori, metafora, simile, sinestesia, litotes, hiperbola,

(48)

a) Alegori, yaitu menyatakan dengan cara lain, melalui kiasan atau

penggambaran.

b) Metafora, yaitu gaya bahasa yang membandingkan suatu benda

dengan benda lain karena mempunyai sifat yang sama atau

hampir sama.

c) Simile, yaitu pengungkapan dengan perbandingan eksplisit yang

dinyatakan dengan kata depan dan penghubung, seperti layaknya,

bagaikan, " umpama", "ibarat","bak", bagai".

d) Sinestesia, yaitu suatu ungkapan rasa dari suatu indra yang

dicurahkan lewat ungkapan rasa indra lainnya.

e) Litotes, yaituungkapan berupa penurunan kualitas suatu fakta

dengan tujuan merendahkan diri.

f) Hiperbola, yaitu pengungkapan yang melebih-lebihkan kenyataan

sehingga kenyataan tersebut menjadi tidak masuk akal.

g) Personifikasi, yaitupengungkapan dengan menggunakan perilaku

manusia yang diberikan kepada sesuatu yang bukan manusia.

h) Enumerasio, yaituungkapan penegasan berupa penguraian bagian

(49)

i) Satire, yaitu ungkapan yang menggunakan sarkasme, ironi, atau

parodi, untuk mengecam atau menertawakan gagasan, kebiasaan.

Dari pengertian di atas dapat disimpulkan gaya bahasa

merupakan penggunaan bahasa dalam menyampaikan suatu makna.

Gaya bahasa digunakan untuk membantu menyampaikan kesan dan

maksud kepada pembaca melalui pilihan kata.

7) Amanat

Karya sastra selain berfugsi sebagai hiburan bagi pembacanya,

juga berfungsi sebagai sarana pendidikan dan penyampaian sebuah

nilai-nilai moral. Dengan kata lain, pengarang selain ingin menghibur

pembaca (penikmat) juga ingin mengajari pembaca. Ajaran yang ingin

disampaikan itu dinamakan amanat. Jadi, amanat adalah unsur

pendidikan terutama pendidikan moral, yang ingin disampaikan oleh

pengarang kepada pembaca lewat karya sastra yang ditulisnya.

Nilai-nilai yang ada di dalam cerita rekaan bisa dilihat dari diri

pengarang dan pembacanya. Dari sudut pengarang, nilai ini biasa

disebut amanat. Siswanto (2008: 162) mengemukakan, amanat adalah

gagasan yang mendasari karya sastra; pesan yang ingin disampaikan

(50)

Di dalam karya sastra modern amanat ini biasanya tersirat

sementara dalam karya sastra lama pada umumnya amanat tersurat.

Dengan demikian jelaslah bahwa yang dimaksud dengan amanat

adalah pesan atau nasihat pengarang yang disampaikan kepada

pembaca, secara implisit ataupun eksplisit.

b. Unsur ekstrinsik

Unsur ekstrinsik adalah unsur-unsur yang berada di luar karya

sastra itu; biografi pengarang, psikologi pengarang, keadaan lingkungan

sosial dan ekonomi pengarang, dan pandangan hidup suatu bangsa.

Sebagaimana pandangan dari Nurgiyantoro (2013: 30) unsure

ekstrinsi adalah unsur-unsur yang berada di luar teks sastra itu, tetapi

secara tidak langsung mempengaruhi bangun atau sistem organisme teks

sastra. Atau, secara lebih khusus ia dapat dikatakan sebagai unsur-unsur

yang mempengaruhi bangun cerita sebuah karya sastra.

Begitupun sama dengan yang dikemukakan Adisusilo (2012: 56)

bahwa unsur ekstrinsik adalah unsur-unsur yang berada di luar karya

sastra itu; biografi pengarang, psikologi pengarang, keadaan lingkungan

sosial dan ekonomi pengarang, dan pandangan hidup suatu bangsa.

Wellek dan Warren dalam Nurgiyantoro (2013: 30-31) juga

berpendapat bahwa unsur ektrinsik terdiri atas sejumlah unsur.

(51)

pengarang yang meniliki sikap, keyakinan, dan pandangan hidup yang

kesemuanya itu akan memengaruhi karya yang ditulisnya. Pendek kata,

unsur biografi pengarang akan turut menentukan corak karya yang

dihasilkan. Unsur ekstrinsik berikutnya adalah psikologi pengarang (yang

mencakup proses kreatifnya), psikologi pembaca, maupun penerapan

prinsip psikologi dalam karya. Keadaan di lingkungan pengarang seperti

ekonomi, politik, dan sosial juga akan berpengaruh terhadap karya sastra,

dan hal itu merupakan unsur ekstrinsik pula. Unsur ekstrinsik yang lain

misalnya pandangan hidup suatu bangsa, berbagai karya seni yang lain,

dan sebagainya

Unsur ekstrinsik sebuah karya sastra bergantung pada pengarang

menceritakan karya itu. Unsur ini mengandung nilai dan norma yang

telah dibuatnya. Norma adalah suatu ketentuan atau peraturan-peraturan

yang berlaku dan harus ditaati oleh seseorang.

Sehingga unsur ekstrinsik ini sangat penting sekali dalam

pemberian pesan atau nilai pada sebuah novel. Karya sastra dikatakan

baik apabila sebuah sastra mampu memperhatikan dengan baik akan

(52)

BAB III KAJIAN PUSTAKA

A. Konsep Pendidikan Moral

1. Pengertian Pendidikan Moral

Sebelum mengetahui tentang pengertian dari pendidikan

moral, maka alangkah baiknya jika didefinisikan dengan konteks

makna secara bahasa. Karena pendidikan moral tersebut terdiri dari

dua komponen yaitu pendidikan dan moral. Sehingga dengan

mengetahui dua makna dari kata tersebut akan memudahakan untuk

memahami tentang arti dari pendidikan moral yang sebenarnya.

Ramayulis (2002: 1) berpendapat bahwa Istilah pendidikan

berasal dari kata “didik” yang diberi awalan “pe’ dan akhiran “kan”, mengandung arti “perbuatan” (hal, cara, dan sebagainya). Istilah pendidikan semula berasal dari bahasa Yunani yaitu “pedagogie”

yang berarti bimbingan yang diberikan kepada anak.

Sebagaimana Purwanto (1985: 10) juga berpendapat,

Pendidikan juga bisa diartikan segala usaha orang dewasa dalam

pergaulannya dengan anak-anak untuk memimpin perkembangan

jasmani dan rohaninya ke arah kedewasaan.

Mengacu dari pengertian di atas maka pendidikan adalah

proses dimana seseorang mengembangkan kemampuan sikap dan

(53)

lingkungan keluarga, sekolah maupun masyarakat di mana dia hidup.

Proses sosial di mana orang dihadapkan pada pengaruh lingkungan

yang terpilih dan terkontrol (khususnya yang datang dari sekolah)

sehingga ia dapat memperoleh atau mengalami perkembangan

kemampuan sosial dan kemampuan individual yang optimum.

Pendidikan merupakan faktor yang teramat penting dalam

tatanan kehidupan manusia. Pendidikan tidak dapat dipisahkan dari

kehidupan, baik kehidupan keluarga, diri sendiri maupun kehidupan

dalam bermasyarakat dan negara.

Sebagaimana dalam undang-undang Indonesia ditegaskan

bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk

mewujudkan suasana belajar dan proses belajar pembelajaran agar

peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk

memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,

kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang

diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

Pelaksanaan suatu pendidikan mempunyai berbagai macam

fungsi, antara lain; inisiasi, inovasi, dan konservasi. Inisiasi

merupakan fungsi pendidikan untuk memulai suatu perubahan.

Inovasi merupakan wahana untuk mencapai perubahan. Konservasi

berfungsi untuk menjaga nilai-nilai dasar. Oleh sebab itu, untuk

(54)

segala aspek. Salah satu aspek yang dimaksud di atas adalah

manajemen pendidikan.

Pendidikan bertujuan tidak hanya membentuk manusia yang

cerdas otaknya dan trampil dalam melaksanakan tugas, namun

diharapkan menghasilkan manusia yang memiliki moral dan budi

pekerti yang baik, sehingga menghasilkan seseorang yang excellent.

Oleh karena itu pendidikan tidak semata-mata mentrasfer ilmu

pengetahuan saja, akan tetapi juga mentransfer nilai moral dan nilai

kemanusiaan yang bersifat universal (menyeluruh).

Sebagaimana Habibah (2007: 1) berpendapat, Disinilah

pentingnya nilai-nilai moral yang berfungsi sebagai media

transformasi manusia Indonesia agar lebih baik, memiliki

keunggulan dan kecerdasan di berbagai bidang; baik kecerdasan

emosional, kecerdasan sosial, kecerdasan spiritual, kecerdasan

kinestika, kecerdasan logis, musikal, lenguistik, kecerdasan special.

Sebagaimana di dalam Al Qur’an dan terjemahan (2002: 598)

Q.S Al Alaq : 1-5 juga membahas tentang pentingnya peran

pendidikan bagi kehidupan manusia. Sehingga dengan pentingnya

(55)

Artinya : 1. Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan, 2. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah, 3. Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha pemurah, 4. Yang mengajar (manusia) dengan perantaraan kalam, 5. Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.

Di dalam Al Qur’an dan terjemahan (2002: 24) yang

mempelajari tentang pendidikan selain itu terdapat dalam

Q.S. Al Baqoroh : 151 yang berbunyi:

Artinya : “sebagaimana (kami telah menyempurnakan nikmat

Kami kepadamu) Kami telah mengutus kepadamu Rasul diantara kamu yang membacakan ayat-ayat Kami kepada kamu dan mensucikan kamu dan mengajarkan kepadamu Al kitab dan Al-Hikmah, serta mengajarkan kepada kamu apa yang belum kamu ketahui.”

Melihat dari pembahasan ayat tersebut maka sangat jelas

bahwa utamanya ilmu itu akan bertambah apabila seseorang mau

untuk senantiasa belajar. Dengan prinsip “membaca” maka akan

(56)

Pendidikan sastra di Negara Indonesia sangatlah tertinggal

dibandingkan dengan dunia Barat atau Asia sendiri. Hal ini

dikarenakan para siswa di Indonesia sangat kurang dalam membaca

karya-karya sastra dan juga kegiatan menulis atau mengarang. Di

Jerman, pada pendidikan tingkat SMA, para siswa telah membaca

sekurang-kurangnya 15 judul buku sastra, di New York membaca 32

judul buku sastra, di Rusia 12 judul buku sastra, di Singapura dan

Malaysia masing-masing 6 judul, sementara di Indonesia belum bisa

menerapkan itu.

Pengarang sastra di sekolah umum Indonesia sangat tertinggal

dalam kegiatan apresiasi siswa untuk gemar membaca karya sastra.

Di Indonesia sendiri dan juga lemahnya kemampuan pengungkapan

jiwa lewat bahasa tulisan. Sehingga dengan pandangan seperti itu

perlulah adanya pembinaan dalam pendidikan sastra.

Dari beberapa pakar terkemuka atas pendapat di atas, maka

dapat disimpulkan bahwa pendidikan adalah proses transformasi

ilmu pengetahuan, nilai-nilai dan pengembangan potensi yang dapat

mempengaruhi perkembangan jiwa dan watak manusia yang

diharapkan bisa diaktualisasikan melalui perilakunya dalam

kehidupan sehari-hari. Sehingga merupakan perbuatan yang

mengarah pada pembimbingan agar tercapai suatu kebaikan seperti

(57)

Sedangkan Pengertian moral dalam KBBI (2008: 929) adalah

“ajaran baik buruk yang diterima umum mengenai perbuatan, sikap, kewajiban, akhlak dan budi pakerti”. Sebagaimana Nurgiyantoro

(2009: 321) berpendapat, Moral merupakan sesuatu yang ingin

disampaikan oleh pengarang kepada pembaca, yang merupakan

makna yang terkandung dalam sebuah karya sastra dan makna yang

disarankan lewat cerita. Hal ini berarti pengarang menyampaikan

pesan-pesan moral kepada pembaca melalui karya sastra baik

penyampaian secara langsung maupun tidak langsung.

Menurut Bambang (1998: 22) Secara etimologis kata “Moral”

berasal dari kata latin “mos” yang berarti tata cara, adat istiadat atau

kebiasaan, sedangkan jamaknya adalah “Mores”. Dalam arti adat

istiadat atau kebijaksanaan, kata-kata “Moral”mempunyai arti yang

sama dengan kata Yunan ”Ethos”, yang menurunkan kata”etika”.

Dalam bahasa arab kata”Moral”berarti budi pekerti adalah sama

dengan “akhlak”, sedangkan dalam bahasa Indonesia, kata “Moral”

dikenal dengan arti kesusilaan.

Pada hakikatnya moral adalah membicarakan tentang

persoalan benar atau salah, apa yang perlu dilakukan dan

ditinggalkan atas sebab-sebab tertentu yang mengakibatkan

timbulnya “pengadilan” dari masyarakat mengenai tindakan yang

telah dilakukan oleh seorang individu. Pertimbangan moral

(58)

tersebut. Misalnya, sistem sosial, kelas sosial, dan kepercayaan yang

dianut. Moralitas dalam diri manusia merupakan kesadaran tentang

baik buruk, tentang larangan, tentang yang harus dilakukan, dalam

setiap tindakan manusia secara tidak langsung dibebani oleh

tanggung jawab moral yang harus selalu dipatuhi.

Di masyarakat moral yang berlaku bersifat mengikat terhadap

setiap individu pada segala lapisan masyarakat yang ada. Setiap

individu dalam bersikap, bertingkah laku, dan bergaul dalam

masyarakat haruslah memperhatikan tatanan yang ada. Selain

melakukan apa yang ditugaskan kepadanya oleh kehidiupan sosial

dan oleh nasib pribadinya.

Moral merupakan kondisi pikiran, perasaan, ucapan, dan

perilaku manusia yang terkait dengan nilai-nilai baik dan buruk.

Manusia yang tidak memiliki moral disebut amoral artinya dia tidak

bermoral dan tidak memilki nilai positif di mata manusia lainnya.

Sehingga moral adalah hal mutlak yang harus dimiliki oleh manusia.

Pada dasarnya pendidikan moral itu diajarkan dalam sebuah

lingkungan (Sekolah, Keluarga dan Masyarakat) dan manusia harus

mempunyai moral jika ingin dihormati oleh sesamanya.

Moral juga bisa diartikan sebagai perbuatan atau tingkah laku

dan ucapan seseorang dalam berinteraksi dengan manusia. Apabila

yang dilakukan seseorang itu sesuai dengan nilai rasa yang berlaku

Referensi

Dokumen terkait

nilai moral yang dianalisis dalam novel Lelaki Laut tersebut, yaitu hubungan manusia dengan diri sendiri, hubungan manusia dengan manusia lain dalam lingkup sosial

Latar sosialnya meliputi tasyakuran dan pernikahan, (3) nilai-nilai moral yang terdapat dalam novel Tentang Kamu karya Tere Liye adalah (a) hubungan manusia dengan

Berdasarkan hasil analisis, novel Sebab Mekarmu Hanya Sekali karya Haikal Hira Habibillah mencakup nilai moral dengan aspek kajian hubungan manusia dengan manusia lain

Berdasarkan hasil analisis, novel Sebab Mekarmu Hanya Sekali karya Haikal Hira Habibillah mencakup nilai moral dengan aspek kajian hubungan manusia dengan manusia lain

Hasil penelitian ini ditemukan nilai moral yang terdapat dalam Novel Khadijah: Rahasia Mim Tersingkap Karya Sibel Eraslan adalah dikelompokkan dalam tiga jenis, yaitu hubungan manusia

nilai moral yang dianalisis dalam novel Lelaki Laut tersebut, yaitu hubungan manusia dengan diri sendiri, hubungan manusia dengan manusia lain dalam lingkup sosial termasuk

nilai moral dalam hubungan manusia dengan diri sendiri dalam novel Sebening Syahadat karya Diva Sinar Rembulan antara lain yakni kasih sayang anak terhadap orang tua, kasih sayang orang

Penentuan data pada penelitian ini berdasarkan kategori nilai moral dalam novel Silam karya Risa Saraswati yaitu nilai moral yang terkandung dalam hubungan antara manusia dengan dirinya