PENDIDIKAN ORANG TUA PADA ANAK: TELAAH
PADA AL-
QU’AN SURAT AN
-
NISĀ’ AYAT 9 DAN AT
-TAHRĪM AYAT 6
SKRIPSI
Diajukan untuk memperoleh gelar
Sarjana Pendidikan Islam (S.Pd.I.)
Oleh
DADANG KURNIAWAN
NIM 111 11 191
JURUSAN TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
FAKULTAS PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
SALATIGA
MOTTO
ِئَٗ ,ِةُْ٘بْحََْىا َٚظِس ِْٜف ِشْفَّْْىا ُهْذَب :ِتَّبَحََْىا ُوِْٞىَد
ٝ
َيَػ ُُٓسبَث
ٚ
.ٍةُْ٘حْصٍَ ِّوُم
“Tanda cinta, ialah: memberi jiwa untuk keridlaan orang yang dicintai dan
mengutamakan orang yang dicintai atas segala yang disertainya”
PERSEMBAHAN
Alhamdulillah dengan Izin Allah SWT skripsi ini dapat
terselesaikan dengan baik. Skripsi inni saya persembahkan kepada
orang-orang yang telah membantu mewujudkan mimpiku:
1. Ayahanda Sutardi dan ibunda Padiyem yang telah dengan ikhlas
memberikan mahkota kasih sayangnya kepadaku walaupun harus mandi
keringat demi mewujudkan cita-citaku mulai dari aku kecil tidak
mengerti apa-apa hingga kini aku mengerti makna hidup.
2. Bapak Yanto dan ibu Sriyanti yang senantiasa menyemangatiku lewat
perjalanan hidupnya. Dan telah menyayangiku seperti anaknya sendiri.
3. Mbak Ina orang yang selalu membingbingku ke arah yang lebih baik.
4. Adikku Kiki Fatmawati, adik iparku Alfan Fidiyanto dan keponakan
kecilku Viki Aditya Pratama yang selalu memberikan tawa kebahagian
dalam lelahku.
5. Dik Yuli yang selalu membuatku tersenyum dengan tingkah manjanya.
6. Sahabat terbaikku Bahrin yang senantiasa memberiku tempat untuk
bercerita.
7. Temam-teman PAI E angkatan 2011 senasib seperjuangan yang telah
8. Keluarga besar SD N Bercak, MTS Darussalam Bandung, dan SMA N1
Karanggede yang telah memberikan banyak pengalaman berharga
KATA PENGANTAR
Asslamu‟alaikum Wr. Wb.
Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang. Segala puji dan syukur senantiasa penulis haturkan kepada
Allah SWT. Atas segala limpahan rahmad dan hidayah-Nya sehingga
penulis dapat meyelesaikan skripsi ini dengan baik. Sholawat serta salam
semoga senantiasa tercurahkan kepada Rasulullah SAW, keluarga,
sahabat, serta para pengikut setianya.
Skripsi ini dibuat untuk memenuhi persyaratan guna memperoleh
gelar kesarjanaan dalam Ilmu Tarbiyah Institut Agama Islam Negeri
(IAIN) Salatiga. Dengan menyelesaikan skripsi ini penulis tidak lupa
mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Dr. Rahmad Hariyadi, M.Pd. selaku Rektor IAIN Salatiga.
2. Bapak Suwardi, M.Pd. selaku Ketua Jurusan Tarbiyah.
3. Ibu Siti Rukhaytati, M.Ag. selaku Ketua Progam Studi PAI.
4. Bapak Taufiqul mun‟in, M. Ag. selaku Dosen Pembimbing Akademik.
5. Bapak Prof. Dr. Budiharjo, M.Ag. selaku Dosen Pembimbing Skripsi
yang telah dengan ikhlas ikhlas mencurahkan pikiran dan tenaganya
serta pengorbanan waktunya dalam upaya membimbing penulis skripsi
6. Bapak ibu dosen serta karyawan IAIN Salatiga yang telah banyak
membantu dalam penyelesaian skripsi ini.
7. Bapak dan ibu serta saudara-saudaraku di rumah yang telah mendoakan
dan memberikan dukungan dalam menyelesaikan studi di IAIN Salatiga
dan penyusunan skripsi dengan penuh kasih sayang dan kesabaran.
Kepada mereka semua penulis tidak dapat memberikan balasan
apapun. Hanya untaian kata terima kasih yang bisa penulis sampaikan,
semoga Allah SWT senantiasa melimpahklan rahmat-Nya kepada mereka
serta membalas semua amal baik yang telah mereka berikan kepada
penulis.
Akhirnya dengan tulisan ini semoga bisa bermanfaat bagi penulis
khususnya dan para pembaca umumnya.
Wassalamu‟alaikum Wr. Wb.
Salatiga,12 september 2015
Penulis
Dadang Kurniawan
ABSTRAK
Kurniawan, Dadang. 2015. Pendidikan Orang Tua Pada Anak: Telaah pada
al-Qur‟an Surat An-Nisā‟ Ayat 9 dan at-Tahrīm Ayat 6. Skripsi Jurusan Tarbiyah. Progam Studi Pendidikan Agama Islam. Institut Agama Islam Negeri Salatiga.
Kata Kunci: Pendidikan, Orang tua, Anak, dan al-Qur‟an.
Penelitian ini merupakan penggalian ayat-ayat yang telah dibaca oleh peneliti. Yang berhubungan dengan pendidikan. di antaranya yaitu pendidikan
orang tua pada anak. yang terkandung dalam al-Qur‟an surat an-Nisā‟ ayat 9 dan
at-Tahrīm ayat 6. Pertanyaan yang akan dijawab oleh peneliti adalah: 1. Bagaimana konsep pendidikan orang tua pada anak yang terkandung dalam
al-Qur‟an surat an-Nisā‟ayat 9 dan at-Tahrīm ayat 6. 2. Bagaimana implementasi
pendidikan orang tua pada anak yang terkandung dalam al-Qur‟an surat an-Nisā‟
ayat 9 dan at-Tahrīm ayat 6. Untuk menjawab pertanyaan tersebut maka peneliti
menggunakan metode library research (kajian pustaka), dengan menjadikan
literatur kitab-kitab seperti al-Qur‟an dan hadits-hadits Nabi saw. Ataupun
buku-buku sebagai objek penelitian. Setelah itu mengumpulkan ayat-ayat al-Qur‟an
yang berkaitan ddengan pendidikan orang tua pada anak. setelah dikumpulkan maka ayat-ayat tersebut disusun dan dikaitkan antara ayat yang satu dengan ayat
yang lainnya, pada tahap selanjutnya menganalisis isinya (content analysis).
Temuan yang ada dalam penelitian ini memberi sedikit banyak pengetahuan tentang: pendidikan orang tua pada anak yang penting dan telah
dijelaskan di dalam al-Qur‟an surat an-Nisā‟ ayat 9 dan at-Tahrīm ayat 6. Selain
untuk menjaga keluarga dari siksa api neraka. Pendidikan yang dilakukan orang tua pada anak berfungsi sebagai bekal hidup anak ketika orang tua mereka telah meninggal. Sehingga orang yang mengimplementasikan pendidikan tersebut akan mudah dalam menjalani keimanan dan ketaqwaan kepada Allah dan Rasul-Nya. Karena pentingnya keimanan dan ketaqwaan kepada Allah dan Rasul-Nya, manusia harus memahami apa saja yang tersurat dan tersirat di dalamnya. Mengacu pada temuan tersebut, maka penelitian ini merekomendasikan bahwa,
pendidikan orang tua pada anak di dalam al-Qur‟an memang betul-betul harus
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL... i
LEMBAR BERLOGO... ii
HALAMAN NOTA PEMBIMBING... iii
PENGESAHAN KELULUSAN ... iiv
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN... v
MOTTO... vi
PERSEMBAHAN... vii
KATA PENGANTAR ... ix
ABSTRAK... xi
DAFTAR ISI... xii
BAB I PENDAHULUAN... 1
A. Latar Belakang Masalah... 1
B. Rumusan Masalah... 9
C. Tujuan Penelitian ... 10
D. Penegasan Istilah ... 10
E. Manfaat Penelitian ... 15
F. Metode Penelitian ... 17
G. Sistematika Pembahasan ... 20
BAB II KOMPILASI AYAT TENTANG PENDIDIKAN ANAK.... 22
1. Surat an-Nisā‟ ayat 9 ... 22
2. Surat at-Tahrīm ayat 6 ... 24
3. Surat al-Luqmān ayat 13-19 ... 26
5. Surat Shāffāt ayat 102-107 ... 36
6. Surat Yūsuf ayat 4-5 ... 40
7. Surat Maryam ayat 27-33 ... 41
BAB III ASBĀBUN NŪZUL DAN MUNASABAH AYAT... 45
A. Asbābul Nūzul ayat-ayat Pendidikan Orang Tua pada Anak... 45 Q.S an-Nisā‟ ayat 9 ... 46
B. Munasabah... 47
1. Q.S an-Nisā‟ ayat 9 ... 49
2. Q.S at-Tahrīm ayat 6 ... 49
BAB IV PEMBAHASAN... 51
A. Pandangan Beberapa Ahli Tafsir terhadap al-Qur‟an Surat an-Nisā‟ ayat9 dan at-Tahrim ayat 6 ... 51 1. Tafsir Surat an-Nisā‟ ayat 9... 51
a. Dalam Tafsir al-Misbah ... 51
b. Dalam Tafsir Ibnu Katsir... 52
c. Dalam Tafsir Departemen Agama RI... 53
2. Tafsir Surat at-Tahrīm ayat 6... 54
a. Dalam Tafsir al-Misbah ... 54
b. Dalam Tafsir Ibnu Katsir ... 56
c. Dalam Tafsir Departemen Agama RI ... 57
B. Pendidikan Orang Tua Pada Anak dari al-Qur‟an Surat an
-Nisā‟ ayat 9 dan at-Tahrīm ayat 6 ... 58
1. Pendidikan Orang Tua pada Anak dalam al-Qur‟an Surat
an-Nisā‟ ayat 9 ...
58
at-Tahrīm ayat 6 ... 61
C. Implementasi Pendidikan Orang Tua Pada Anak dari al-Qur‟an Surat an-Nisā‟ ayat 9 dan at-Tahrīm ayat 6 ... 63 1. Surat an-Nisā‟ ayat 9... 63
2. Surat at-Tahrīm ayat 6... 63
BAB V PENUTUP ... 65
A. Kesimpulan ... 65
B. Saran... 65
C. Penutup... 66
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN
BAB I
A. Latar Belakang Masalah
Islam adalah agama yang mengajarkan umatnya agar dapat
menjalani kehidupan dunia dan akhirat dengan baik. Untuk itu, Islam
memberikan jalan tebaik agar seseorang mampu menggapainya. Islam
juga memberikan ajaran yang sangat universal demi keberlangsungan
hidup manusia. Hal itu diuraikan dalam al-Qur‟an dengan sangat
gamblang dan jelas. Di antaranya, bagaimana menjadikan kepribadian
lebih baik, mengembangkan potensi, membangun umat yang dapat
bekompetisi dengan kehidupan yang melaju sangat cepat, membangun
sebuah peradaban yang tidak bertentangan dengan norma agama maupun
fitrah manusia, dan mampu memberikan cara yang baik untuk membangun
suatu tempat menjadi tempat yang modern. (Ulwan, 2009: 19)
Al-Qur‟an diturunkan oleh Allah kepada Nabi Muhammad agar
menjadi pedoman bagi hidup manusia atau sebagai huda (petunjuk),
bayyinah (penjelas) atas petunjuk yang telah diberikan, serta furqon
(pembeda) antara yang haq (benar) dan yang bathil (salah). Fungsi
tersebut bertujuan agar manusia dapat hidup dengan berlandaskan moral
dan akhlak yang mulia. Disamping mengandung nilai moral, al-Qur‟an
juga berisikan tentang penjelasan bagi umat Islam khususnya bagi orang
tua, bagaimana membesarkan dan mendidik anak dengan baik, sehingga
anak akan tumbuh dan berkembang seperti harapan orang tua. Anak
mampu menjadi sebuah kebanggaan bagi kedua orang tuanya,
Jika kita perhatikan di zaman modern sekarang ini, atau yang lebih
dikenal dengan era globalisasi, banyak sekali kita jumpai berbagai
tindakan kriminal (tindak kejahatan) yang dilakukan oleh seorang anak.
Anak Sekolah Dasar (SD) membuli adik kelasnya, anak Sekolah
Menengah Pertama (SMP) berani kepada orang tua, berani mengambil
barang milik emannya, dan anak Sekolah Menengah Atas (SMA) tanpa
malu berdua-duan dengan lawan jenis yang bukan mukhrom, terlibat
dalam tawuran antar pelajar, balapan liar, geng motor, pergaulan bebas,
narkoba dan lain sebagainya yang semakin lama semakin meresahkan
masyarakat sekitar dan pengguna jalan lain yang melintas di area tersebut.
Bahkan yang lebih mencengangkan lagi, ada seorang pelajar yang berani
membunuh temannya sendiri karena suatu permasalahan yang sepele. Dan
masih banyak lagi tindak kriminal yang lainnya yang dilakukan oleh
seorang anak pada saat ini.
Masalah-masalah seperti inilah yang seringkali menghiasi layar
televisi, radio dan koran sehari-hari. Hal ini salah satunya disebabkan
karena lemahnya pengawasan dan pendidikan yang dilakukan oleh orang
tua kepada anak-anaknya. Orang tua hanya sibuk mencari uang, bermain
dengan teman kantor, dan lainnya, sehingga mereka lupa dengan
pengawasan dan pendidikan terhadap anak mereka. selain itu, banyak juga
orang tua yang sering memanjakan anak mereka, dengan selalu
memberikan setiap apa yang diinginkan oleh anak dengan alasan
berlebihan dapat mengarahkan mereka ke jalan yang tidak benar. Anak
yang sering dimanja akan tumbuh dan berkembang menjadi anak yang
egois, apatis, tidak mau memberi bantuan kepada temannya dan
menjadikan anak mudah mengeluh dalam segala hal.
Anak adalah sebuah kebanggaan begi kedua orang tuanya. yang
diharap kelak akan mampu mengharumkan nama baik keluarga. Akan
tetapi, yang lebih penting dari itu, anak adalah sebagai amanah yang
sangat agung dan mulia. Sebagai orang tua, kita sudah semestinya
berbangga dan juga merasa bahagia telah dipercayai oleh Allah unuk
memegang amanah itu, karena tidak semua orang bisa mendapatkan
amanah tersebut. (Mustafidz, 2009: 11)
Di dalam al-Qur‟an, Allah juga menyinggung beberapa masalah
amanah dan menganjurkan kepada hamba-Nya unuk bersungguh-sungguh
dalam melaksanakan amanah.
Pertama dalam al-Qur‟an surah an-Nisa‟ ayat 58, Allah SWT
berfirman:
...
Artinya: “sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanah
kepada yang berhak menerimanya.”
Kedua, dalam al-Qur‟an surah al-Anfal ayat 27, Allah SWT
Artinya: “wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menghianati Allah dan Rasul-Nya (Muhammad) dan (juga) janganlah kamu mengkhianati amanah-amanah yang dipercayakan kepadamu, sedang
kamu mengetahui.”
Kedua ayat di atas dengan jelas menegaskan kepada orang tua
untuk menjalankan amanah (seorang anak) yang Allah berikan kepada
para orang tua, bukan hanya menjaga anak mereka masing-masing
melainkan mereka (orang tua) juga wajib memberikan ilmu pendidikan
kepada anak-anaknya sebagai pertanggungjawaban orang tua pada anak
dan kepada Allah SWT baik di dunia maupun di akhirat nanti.
Memegang atau melaksanakan amanah itu bukanlah pekerjaan
yang mudah. Ia memerlukan perjuangan yang ekstra berat dan panjang.
Oleh karenanya, tidak semua akan mampu melaksanakan amanah itu, dan
orang-orang yang mampu melaksanakan amanah adalah mereka yang telah
lolos dari ujian Allah yang sangat besar itu.
Betapa riang jiwa. Betapa bening mata, ketika melihat buah
hatinya adalah anak-anak yang saleh salihah, yang bejalan di atas muka
bumi, ketika jantung hatinya adalah anak yang memperjuangkan agama
Allah di tengah-tengah jajaran manusia. Namun, apakah cukup bagi orang
tua dengan menunaikan tanggungjawab dan kewajiban tesebut, lantas ia
bersantai, atau hanya menyerahkan kepada guru dan lingkungan bermain
Rasulullah SAW bersabda :
Artinya: suruhlah anak-anakmu mengerjakan shalat, ketika mereka beusia tujuh tahun, dan pukullah mereka jika enggan, ketika mereka berusia sepuluh tahun. Dan pisahkanlah antara mereka ketika mereka tidur.
Hadist di atas menjelaskan kepada orang tua, hendaknya mereka
mengajari anak-anak mereka tentang hukum shalat, bilangan rekaatnya,
dan cara mengerjakannya. Sehingga anak mengetahui pemahaman tentang
shalat dengan baik. Dan mulai memisahkan tempat tidur putra-putrinya
ketika berusia tujuh tahun dan menjelaskan perbedaan antara laki-laki
dengan perempuan, apa yang boleh diperlihatkan ke lawan jenis dan apa
yang tidak boleh diperlihatkan, sehingga anak dapat mengetahui alasannya
dengan jelas.
Dalam kitab Sahih Bukhari no.1271 dijelaskan mengenai fitrah
anak, sebagai berikut:
ٍِِْبٍَ
Artinya: tidak ada anak dilahirkan, kecuali dilahirkan atas kesucian. Dua orang tuanyalah yang menyebabkan Yahudi, Nasrani atau Majusi (HR. Bukhari).
Hadits diatas menegaskan kepada kita semua bahwasannya anak
yang belum ada coretan dan isinya. Orang tua lah yang bertanggung jawab
memberikan pendidikan kepada anak-anak mereka, akan diberi tulisan apa
kertas tersebut, mau diisi apakah tabularasa tersebut. Apakah anak tersebut
akan di jadikan Yahudi,Nasrani, atau Majusi.
Anak dalam pendidikan Islam, tidak dipandang semata sebagai
manusia fisikal saja. Lebih dari itu, secara radikal pendidikan anak dalam
Islam berbeda dengan pendidikan Barat, karena proporsi al-Qur‟an sebagai
sumber normative memuat dasar-dasar pendidikan anak yang menitik
beratkan pada dimensi jasmani dan ruhani secara berimbang. Oleh
karenanya, pendidikan anak dalam Islam dengan mendasarkan pada
al-Qur‟an berbeda dengan pendidikan Barat (baik dalam pereode klasik
maupun modern) yang secara mendasar filsafat Barat bertolak dari
beberapa pandangan, diantaranya: humanisme, rasionalisme, empirisme
dan positivisme.
Humanisme memposisikan manusia memiliki kemampuan
mengatur dirinya dan alam. Rasionalisme mendasarkan kebenaran pada
pertimbangan ide rasional belaka. Empirisme yang mendasarkan
kebenaran pada peranan indra. Pandangan ini dikokohkan oleh aliran
realisme yang menegakkan kenyataan fisik sebagai kenyataan sebenarnya.
Postivisme menekankan kebenaran pada realitas logis dengan bukti
empiris yang terukur. (Huda, 2008: 9-10)
Selain itu, penulis juga mendengarkan ceramah dalam pengajian
Ulama (NU) di desa Tegalrejo, putra dari almarhum Bapak Khudlori.
Seorang Kiai yang sangat disegani dan dihormati di kota Magelang. Beliau
mengatakan “ semua orang tua itu wajib hukumnya mendidik p utra-putrinya dengan baik, terlebih lagi pendidikan keagamaan, pendidikan
agama kepada anak dapat diibaratkan seperti pondasi dalam sebuah
bangunan. jika kita ingin membuat rumah, langkah awal yang harus kita
lakukan adalah membuat atau memikirkan fondasinya terlebih dahulu,
barulah kemudian, kita membuat atau memikirkan tentang tiang, jendela,
pintu, atap dan lain sebagainya. Begitu juga dengan anak kita, jika kita
ingin menjadikan atau memikirkan masa depan anak, terlebih dahulu yang
harus kita lakukan adalah mendidiknya dengan ilmu agama, barulah kita
memberikan ilmu yang lainnya. sehingga, ketika anak tumbuh besar dan
memiliki jabatan dalam sebuah instansi, ia akan mampu menjalankan dan
bertanggungjawab atas pekerjaannya dengan baik. Setidaknya anak
tersebut bisa dipercaya dan diandalkan oleh Bos atau teman kerjanya”. Dari kutipan di atas dapat penulis simpulkan bahwasannya, betapa
pentingnya pendidikan Islam dalam keluarga, terlebih kepada
anak-anaknya. Jika kita menginginkan masa depan anak menjadi baik saat
mereka dewasa nanti, langkah awal yang harus orang tua lakukan adalah
mendidik anak dengan pendidikan agama.
Allah berfirman dalam al-Qur‟an mengenai pendidikan anak,
dalam beberapa ayat, antara lain:
Artinya: harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia, tetapi amalan-amalan yang kekal lagi saleh adalah lebih baik pahalanya di sisi
tuhanmu serta lebih baik untuk menjadi harapan.
Kedua, Q.s. al-Furqon ayat 74
Artinya: Dan orang-orang yang berkata: “Ya Tuhan kami, anugrahkanlah
kepada kami istri-istri kami dan keturunan kami sebagtai penyenang hati
(kami), dan jadikan kami imam bagi orang-orang yang bertakwa.
Berdasarkan ayat-ayat di atas, istilah al-awlad dan al-banun
menandakan anak potensial menjadi impian yang menyenangkan,
manakala diberi pendidikan dengan baik, dan sebaliknya, akan menjadi
malapetaka (fitnah) jika tidak dididik. Inilah yang ditimbulkan, yaitu rasa
optimistis atau pesimistis. hal ini juga membawa pada pemahaman bahwa
manusia dilahirkan dengan fitrah dapat dididik yang juga berpotensi
menjadi tidak terdidik karena keabaian pendidikannya. (Huda, 2009: 10
Menurut Budiharjo, (2007: 19), kata al-awlad berasal dari walad
ytang artinya anak. sedangkan kata al-banun berasal dari kata ibn berarti
sesuatu yang dilahirkan oleh sesuatu. Kata tersebut dapat berarti:
a. Anak yang dijadikan oleh Allah menjadi ada karena adanya ayah.
c. Banyaknya pengabdian yang dilaksanakan sesuai dengan perintah.
Dari penjelasan di atas dapat diambil kesimpulan bahwa ibn adalah
seorang hamba yang banyak mengabdi dan menaati perintah-perintah
Allah, sampai-sampai digambarkan seperti hubungan antara orang tua
pada anak. karena begitu cintanya Allah pada hamba terebut.
Berdasarkan pemaparan-pemarapan di atas, maka penulis
memberanikan diri unuk malakukan peneliian dengan mengambil judul “
PENDIDIKAN ORANG TUA PADA ANAK: TELAAH PADA
AL-QUR‟AN SURAT AN-NISĀ‟ AYAT 9 DAN AT-TAHRĪM AYAT 6”
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah merupakan upaya untuk menyatakan secara
tersurat pertanyaan-pertanyaan yang akan dicarikan jawabannya. Rumusan
masalah merupakan pertanyaan yang lengkap dan rinci mengenai ruang
lingkup masalah yang akan diteliti berdasarkan identifikasi dan cakupan
masalah yang telah dilakukan. (Dwiloka, 2012: 28)
Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut:
1. Bagaimana konsep pendidikan yang orang tua pada anak yang tersirat
2. Bagaimana Implementasi pendidikan orang tua pada anak yang
terkandung dalam al-Qur‟an surah an-Nisā‟ ayat 9 dan at-Tahrīm ayat
6 ?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian menegaskan maksud atau tujuan penelitian yang
terkait dengan pengembangan keilmuan atau manfaat praktis dari masalah
yang akan diteliti. Maksud adalah konsekuensi dari masalah penelitian.
Sedang tujuan merujuk pada hasil yang akan dicapai atau diperoleh dari
maksud penelitian. (Saraswati, 2011: 77)
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui konsep pendidikan yang ditanamkan orang tua pada
anak dalam al-Qur‟an surah an-Nisā‟ ayat 9 dan At-Tahrīm ayat 6.
2. Untuk mengetahui Implementasi pendidikan orang tua pada anak yang
terkandung dalam al-Qur‟an surah an-Nisā‟ ayat 9 dan at-Tahrīm ayat 6.
D. Penegasan Isilah
Untuk menghindari kesalahan dan kekeliruan terhadap judul
penelitian ini, maka penulis perlu untuk menjelaskan istilah-istilah yang
terdapa dalam judul ini, antara lain:
1. Pendidikan
Pendidikan adalah terjemahan dari bahasa yunani, yaitu
paedagogie. Asal katanya adalah pais yang artinya “anak”, dan again
paedagogie berarti “bimbingan yang diberikan kepada anak”. Orang
yang memberikan bimbingan kepada anak disebut paedagog. Dalam
perkembangannya pendidikan atau paedagogie tersebut berarti
bimbingan atau pertolongan yang diberikan dengan sengaja oleh orang
dewasa kepada anak agar ia menjadi dewasa. (Sudirrman, 1989: 4).
istilah pendidikan, dalam bahasa inggris “education”, berakar dari bahasa latin “educare”, yang dapat diartikan dengan pembimbingan
berkelanjutan (to lead forch). Jika diperluas, arti etimologis itu
mencerminkan keberadaan pendidikan yang berlangsung dari generasi
ke generasi sepanjang eksistensi kehidupan manusia. (Suhartono, 2008:
77)
Dalam arti sempit, pendidikan adalah seluruh kegiatan yang
direncanakan, dengan materi terorganisasi, dilaksanakan secara
terjadwal dalam sistem pengawasan, dan diberikan evaluasi berdasar
pada tujuan yang telah ditentukan. (Suhartono, 2008: 84). Sedangkan
dalam arti luas, pendidikan adalah kegiatan pembelajaran yang
berlangsung sepanjang zaman dalam segala situasi kegiatan kehidupan.
Pendidikan berlangsung disegala jenis, bentuk, dan tingkat lingkungan
hidup, yang kemudian mendorong pertumbuhan segala potensi yang
ada di dalam diri individu. Dengan kegiatan pembelajaran seperti itu,
individu mampu mengubah dan mengembangkan diri menjadi semakin
sistem proses perubahan menuju pendewasaan, pencerdasan, dan
pematangan diri. (Suhartono, 2008: 79)
Islam berasal dari kata salama artinya patuh atau menerima;
Berakar dari huruf sin lam mim (s-l-m). Kata dasarnya adalah salima
yang berarti sejahtera, tidak tercela, tidak tercacat. Dari kata itu
terbentuk kata masdar salāmat (yang dalam bahasa indonesia berarti
selamat). (Daud Ali, 1998: 49)
Menurut Djumransjah (2007: 21) Kata “Islam” yang bersumber
dari al-Qur‟an memiliki banyak pengertian, diantaranya adalah:
a. Kata Islam berasal dari kata kerja (fi‟il) aslama-yuslimu yang artinya
menyertahkan diri, menyelamatkan diri, taat, patuh dan tunduk.
b. Dilihat dari segi kata dasar “salima” yang berarti selamat, sejahtera, sentosa, bersih, dan bebas dari cacat dan cela.
c. Dilihat dari kata dasar “salaam” maka berarti damai, aman tentram.
Pendidikan Islam adalah suatu proses penggalian, pembentukan,
pendayagunaan dan pengembangan pikir, dzikir dan kreasi serta
potensi manusia, melalui pengajaran, bimbingan, latihan dan
pengabdian yang dilandasi dan dinapasi oleh nilai-nilai ajaran Islam,
sehingga terbentuk pribadi muslim yang sejati, mampu mengontrol,
mengatur dan merekayasa kehidupan dengan penuh tanggungjawab
berdasar nilai-nilai ajaran Islam. (Ahid, 2010: 153). Pendidikan Islam
pada hakekatnya adalah pendidikan yang berdasarkan atas al-Qur‟an
menjadi lebih baik. Karena manusia pada dasarnya lahir dalam
keadaan fitrah, (bertaukhid), pendidikan adalah upaya seseorang untuk
mengembangkan potensi taukhid agar dapat mewarnai kualitas
kehidupan pribadi seseorang. (Thoha, 1996: 25)
Menurut Achmadi, (1992: 20), pendidikan Islam adalah “segala
usaha untuk memelihara dan mengembangkan fitrah manusia serta
sumberdaya insani yang ada padanya menuju terbenuknya manusia
seutuhnya (insan kamil) sesuai dengan norma islam.”
2. Orang Tua (Keluarga)
Orang tua adalah ayah ibu kandung, orang yang dianggap tua
(cerdik, pandai, ahli), orang yang dihormati dan disegani di kampung.
(KBBI, 2007: 802). Orang tua atau keluarga adalah lembaga yang
pertama dan utama yang dikenal oleh anak. Hal ini disebabkan, karena
kedua orang tuanyalah orang yang pertama dikenal dan diterimanya
pendidikan. Bimbingan, perhatian, dan kasih sayang yang terjalin antara
kedua orang tua dengan anak-anaknya, merupakan basis yang ampuh
bagi pertumbuhan dan perkembangan psikis serta nilai-nilai soaial dan
religius pada diri anak didik. (Ahid, 2010: 61)
Dari penjelasan di atas dapat disempulkan bahwa orang tua adalah
ayah dan ibu dari anak, yang melahirkan dan memberikan pendidikan
atau membiayai pendidikannya dan orang yang paling pertama
memberikan pendidikan kepada anaknya.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, (2007: 41), disebutkan
bahwa anak adalah manusia yang masih kecil (berumur 6th). Anak
merupakan tumpuan harapan zaman depan, bukan saja sebagai
penyambung keturunan, tetapi anak juga sebagai penerus yang akan
melanjutkan cita-cita dan perjuangan. (Fachruddin, 1992: 113)
Dari pengertian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa, anak
adalah manusia yang masih kecil (0-6th) yang akan menjadi
penyambung keturunan dan sekaligus sebagai penerus cita-cita dan
perjuangan orang tua.
4. Al-Qur‟an surah an-Nisā‟ayat 9 dan at-Tahrīm aya 6
Al-Qur‟an merupakan bentuk masdar dari qa-ra-a, sehingga
al-Qur‟an dimengerti oleh setiap orang sebagai nama kitab suci yang
mulia. (Ash-Shalih, 1993: 10). “Al-Qur‟an” menurut bahasa, ialah:
bacaan atau yang dibaca. al-Qur‟an adalah “masdhar” yang diartikan
dengan arti isimmaf‟ul, yaitu “maqru= yang dibaca.”
Menurut istilah ahli agama („uruf syara‟), al-Qur‟an ialah: “nama bagi kalamullah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW yang
ditulis dalam mashhaf.” (Ash-Shiddieqy, 1990: 1)
Ali as-Sabuni dalam bukunya at-Tibyan mendefinisikan bahwa
al-Qur‟an adalah kalam Allah yang tiada tandingannya, diturunkan kepada Nabi Muhammad, penutup para Nabi dan Rasul, dengan perantaraan
Jibril, dan ditulis pada mushaf-mushaf yang kemudian disampaikan
membaca dan mempelajarinya merupakan ibadah, yang dimulai dengan
surah an-Fatihah dan ditutup dengan surah an-Nas. (Faizah, 2008: 97)
Surah an-Nisā‟ (Arab:
ءبضْىا
, an-Nisā‟, “wanita”) adalah surahyang ke-4 dalam al-Qur‟an. Surah ini terdiri dari 176 ayat yang
diturunkan setelah surah al-Mumtahanah. Dinamai an-Nisā‟ karena
surat ini banyak menceritakan tentang wanita. Semua ayatnya
diturunkan di Madinah. (Ash-Shiddieqy, TT: 337)
Surah at-Tahrīm (Arab
:
ٌٝ شحخىا
, at-Tahrīm ”mengharamkan”).Surah ini adalah surah yang ke-105 dari segi perurutan turunnya surah
al-Qur‟an, surah ini turun setelah surah al-Hujarat dan sebelum surah al-Jumuah. Jumlah ayat-ayatnya menurut berbagai cara perhitungtannya
adalah 12 ayat. (Shihab, jilid 14. 2009. 161) Surah ini termasuk
golongan surah madaniyah. dinamai surah at-Tahrīm karena pada awal
surah ini terdapat kata “tuharrim” yang kata dasarnya adalah at-Tahrīm
yang berarti “mengharamkan”. E. Manfaat Penelitian
Mengungkapkan secara spesifik manfaat yang hendak dicapai dari
aspek teoretis (keilmuan) dengan menyebutkan manfaat teoretis apa yang
dapat dicapai dari masalah yang diteliti. Juga dari aspek praktis
(guna-laksana) dengan menyebutkan manfaat apa yang dapat dicapai dari
Adapun beberapa manfaat dari penelitian yang dilakukan adalah
sebagai berikut:
1. Manfaat teoretis
a. Memberikan sumbangan pemikiran ilmu tentang pendidikan orang
tua pada anak, terutama mengenai pendidikan orang tua pada anak
yang terkandung dalam al-Qur‟an surah an-Nisā‟ ayat 9 dan at
-Tahrīm ayat 6.
b. Penelitian ini memiliki relevansi dengan ilmu agama Islam
khususnya progam studi agama Islam, sehingga hasil
pembahasannya berguna untuk menambah literatur atau bacaan
tentang pendidikan orang tua pada anak dalam al-Qur‟an surah an
-Nisā‟ ayat 9 dan at-Tahrīm ayat 6.
c. Penelitian ini semoga dapat memberikan kontribusi positif bagi
orang tua dan calon orang tua khususnya bagi peneleti untuk
mengetahui dan mendalami pendidikan orang tua pada anak ytang
terkandung dalam al-Qur‟an surah an-Nisā‟ ayat 9 dan at-Tahrīm
ayat 6.
2. Manfaat praktis
Memberikan kontribusi positif untuk dijadikan pertimbangan
berfikir dan bertindak. Secara khusus penelitian ini dapat dipergunakan
sebagai berikut:
a. Dengan adanya penelitian ini, diharapkan dapat menjadi motivasi
pendidikan orang tua pada anak di masyarakat sesuai dengan aturan
ajaran agama Islam.
b. Diharapkan penelitian ini dapat menjadi bahan acuan khususnya bagi
orang tua agar dapat mengaplikasikan pendidikan Islam pada anak
dalam kehidupan sehri-hari.
c. Dengtan skripsi ini, juga diharapkan dapat bermanfaat bagi pembaca
pada umumnya dan khususnya bagi penulis sendiri.
F. Metode Penelitian
1. Jenis penelitian
Jenis penelitian yang digunakan oleh peneliti tergolong penelitian
pustaka (library research), penelitian tersebut dengan mengumpulkan
data-data yang berhubungan dengan objek penelitian, dengan
mengumpulkan data-data yang diperlukan, baik yang primer maupun
yang sekunder, dicari dari sumber-sumber kepustakaan (seperti buku,
majalah, artikel, jurnal). (Kuswaya, 2009: 11)
2. Pendekatan penelitian
Untuk melakukan penelitian ini, peneliti menggunakan metode
tematik, tafsir tematik atau disebut dengan tafsir maudhu‟i yaitu
membahas ayat-ayat al-Qur‟an sesuai dengan tema atau judul yang
telah ditetapkan.
Menurut Baidan, (2000: 152), dijelaskan bahwa dalam penerapan
metode tematik atau Maudhu‟i, ada beberapa langkah yang harusdi
a. Menghimpun ayat-ayat yang berkenaan dengan judul tersebut sesuai
dengan kronologi urutan turunnya. Hal ini diperlukan untuk
mengetahui kemungkinan adanya ayat yang mansukhah, dan
sebagainya.
b. Menelusuri latar belakang turun (asbab nuzul) ayat-ayat yang telah
dihimpun (kalau ada).
c. Meneliti dengan cermat semua kata atau kalimat yang dipakai dalam
ayat tersebut, teruama kosa kata yang menjadi pokok permasalahan
di dalam ayat itu. Kemudian mengkajinya dari semua aspek yang
berkaitan dengannya, seperti bahasa, budaya, sejarah, munasabat,
pemakaian kata ganti (dhamir), dan sebagainya.
d. Mengkaji pemahaman ayat-ayat itu dari pemahaman dari aliran dan
pendapat para mufasir, baik yang klasik maupun yang kontemporer.
e. Semua itu dikaji secara tuntas dan saksama dengan menggunakan
penalaran yang objektif melalui kaidah-kaidah tafsir yang mu‟abar,
serta didukung oleh fakta (kalau ada), dan argumen-argumen dari
al-Qur‟an, hadits, atau fakta-fakta sejarah yang dapat ditemukan.
Walaupun di atas dijelaskan menghimpun ayat-ayat yang
berkenaan dengan judul sesuai dengan kronologi urutan turunnya.
Namun dalam penelitian ini, peneliti hanya akan membahas surat
an-Nisā ayat 9 dan at-Tahrīm ayat6.
Metode yang digunakan peneliti adalah metode yang bersifat
library research dalam pengumpulan data yang akan digunakan untuk
penelitian, maka penulis membagi sumber data menjadi dua bagian:
a. Sumber data primer, yaitu sumber data yang langsung berkaitan
dengan penelitian yaitu al-Qur‟an surat an-Nisā ayat 9 dan at-Tahrīm
ayat 6 beserta tafsirnya baik berupa hadits-hadits maupun penjelasan
dan Tafsir para Ulama‟ diantaranya adalah Tafsir al-Misbah karya Prof. Dr. Quraish Shihab, Tafsir Ibnu Katsir karya karya Muhammad
Nasib Ar-Rifa‟i, dan Al-Qur‟an dan Tafsirnya karya Departemen
Agama RI.
b. Sumber data sekunder, yaitu sumber data yang mengandung dan
melengkapi sumber-sumber data primer. Adapun sumber data
sekunder berupa buku-buku pendidikan orang tua pada anak,
internet, dan informasi lainnya yang berhubungan dengan judul
skripsi ini.
4. Metode Analisis
Analisis non-statis sesuai untuk data deskriptif atau data textual.
Data deskriptif sering hanya dianalisis menurut isinya, dan karena itu
analisis macam ini juga disebut analisis isi (content analysis)
(Suryabrata, 1995: 85). Disini peneliti menggunakan metode content
analysis dalam menguraikan makna yang terkandung dalam redaksi
secara mendalam dan saksama guna menjawab permasalahan yang ada
dari rumusan masalah yang telah dipaparkan oleh peneliti.
G. Sistematika Pembahasan
Untuk memudahkan pembahasan dalam penelitian ini, maka
penelitian ini disusun dalam lima bab, yang terdiri dari sub-sub bab yang
bersifat saling keterkaitan antara satu bab dengan yang lainnya, yang mana
sistematikanya disusun sebagai berikut:
Bab I pada bab ini dikemukakan tentang latar belakang masalah,
rumusan masalah, tujuan penelitian, penegasan istilah, manfaat penelitian,
metode penelitian dan sistematika pembahasan.
Bab II sebagai kelanjutan dari bab awal yang lebih spesifik dalam
sistematika penulisan, bab yang ke dua menjelaskan tentang kompilasi
ayat-ayat al-Qur‟an yang berhubungan dengan pendidikan orang tua pada
anak.
Bab III menguraikan tentang sebab-sebab turunnya al-Qur‟an dan
sebab-sebab turunnya hadist yang menerangkan tentang pendidikan orang
tua pada anak selain itu dalam bab ini juga menerangkan tentang ayat-ayat
atau hadist yang berhubungan dengan ayat atau hadist tentang pendidikan
orang tua pada anak, atau dalam kata lain mencakup juga
keterangan-keterangan yang berkaitan dengan pendidikan orang tua pada anak.
Bab IV dalam bab ini peneliti lebih memfokuskandalam inti
pembahasan tentang pendidikan orang tua pada anak dalam al-Qur‟an
mengimplementasikan pendidikan orang tua pada anak dalam al-Qur‟an
surah an-Nisā‟ ayat 9 dan surah at-Tahrīm ayat 6 dalam kehidupan s
ehari-hari untuk mencari ridlo Allah swt.
Bab V memaparkan tentang kesimpulan atas pembahasan yang
telah diuraikan dalam penelitian.
BAB II
1. Surat an-Nisā ayat 9
Artinya: Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan
Perkataan yang benar.
Kosa kata(Ya-Salaam, jilid 2, 1993: 121)
شخٞىٗ
: walyakhsya : dan hendaklah takut٘مشح٘ى
ا : lau tarakū : bila meninggalkan
ٌٖفيخ
: khalfihim : dibelakan merekaتّّٝسر
: zurriyyatan : keturunan/anakؼظ
بف
: di‟āfan : lemah٘فبخ
ا
: khāfū : mereka khawatir/takut٘قّخٞيف
ا
: falyattaqū : hendaklah mereka bertaqwaٗ
٘ى٘قٞى
ا
: walyaqūlū : dan mengucapkanلَ٘ق
: qaulan : perkataKata (
شخٝ
) yakhsya, berasal dari kata (ٜشخ
) khasyiya yangartinya takut kepadanya, sedangkan kata (ا
٘فبخ
) khāfū besaral dari kata(
فبخ
) khāfa, (٘فبخٝ
) yakhāfu, (بف٘خ
) khaufan yang artinya takut sesuatu.(Al-Habsyi, 1991: 82 & 88)
Kata (
شخٝ
) yakhsya, dapat diartikan sebagai takut terhadap barangyang terlihat. Yaitu ciptaan-ciptaan Allah yang besar. Karena Allah
mampu menciptakan alam semesta yang sangat besar. Contohnya takut
terhadap siksa dan azab dari Allah karena kesalahan yang ia lakukan.
Kata (
٘فبخ
) khāfū, merupakan sinonim dari kata (٘ق
ح
) taqwa,artinya rasa takut saat mengahap Allah (yang ghoib) karena dosa-dosa
yang telah ia lakukan. Sebagai contohnya adalah takut akan murka Allah.
(http://nasimfauzi.blogspot.com.diakses pada 25 Agustus)
Kata ( ا
ذٝذص
) sadīdan, terdiri dari kata sīn dan dāl yang berartiistīqomah/konsistensi. Kata ini juga digunakan untuk menunjuk pada
sasaran. Dengan demikian, kata sadīdan diatas, tidak sekedar berarti
benar, tetapi ia juga harus berati tepat sassaran. (Shihab, jilid 2, 2002:
426)
Ayat di atas mengingatkan kepada orang tua dan para pengasuh
anak-anak yatim untuk memberikan ilmu pengetahuan kepada anak
dengan tepat dan benar dan takut bila meninggalkan anak-anak yang
sendiri apabila mereka tinggal mati dalam keadaan yatim dan miskin papa,
serta tidak mempunyai daya dan upaya untuk bertahan hidup. Apakah
mereka merasa senang apabila anak-anak mereka tidak terurus, lemah
tidak berdaya, dan hidup miskin papa. (Al-Qarni, jilid 1, 2008: 359)
2. Surat at-Tahrīm ayat 6
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.
Kosa kata (Al-Maragi, 1993: 259)
ٌنضفّاا٘ق
: qū anfusakum : jadilah dirimu itu pelindung dari api neraka dengan meninggalkan maksiat.ٌنٞيٕاٗ
: wa ahlīkum : membawa keluargamu kepada hal itu dengan nasehat dan pelajaran.د٘ق٘ىا
: al-waqūd : kayu bakar.ةسبجحىا
: al-hijārah : berhala-berhala yang disembah.تنئٰيٍ
: malāikah : para penjaga neraka yang sembilan belas orang.ظلَغ
: gilāz : kesat hati dan tidak mau mengasihi apabila mereka diminta belas kasihan.Kata (
ٌنضفّأا٘ق
) qū anfusakum, secara kebahasan, terdiri dari duasuku kata, yaitu qū yang merupakan bentuk amr lil jama‟ (kata perintah
bentuk plural) dari waqā yang berarti janganlah oleh kalian, dan kata
anfusakum yang berarti diri kalian. Dengan demikian kata qū anfusakum
dalam konteks ayat ini bermakna perintah untuk senantiasa menjaga diri
dan keluarga dari sengatan api neraka. (Depag RI, jilid 10, 2009: 203)
Malaikat yang disifati dengan (
ظلَغ
) gilāzh/kasar bukanlah dalamarti jasmaninya, karena malaikat adalah makhluk-makhluk halus yang
tercipta dari cahaya. Atas dasar ini, kata tersebut harus dipahami dalam arti
kasar perlakuannya atau ucapannya. Karena mereka telah diciptakan Allah
khusus untuk menangani neraka. “Hati” mereka tidak iba atau tersentuh
oleh rintisan, tangisan atau permohonan belas kasih, mereka diciptakan
Allah dengan sifat sadis, dan karena itu maka mereka (
داذش
) syidād/keras,yakni makhluk-makhluk Allah yang keras hatinya dan keras pula
perlakuannya.
Ayat di atas menggambarkan bahwa dakwah dan pendidikan harus
bermula dari rumah. Walau secara redaksional ayat di atas tertuju kepada
kaum pria (ayah), bukan berarti hanya tertuju kepada mereka. Ayat ini
tertuju kepada perempuan dan laki-laki (Ibu dan ayah) untuk
bertanggungjawab kepada anak-anak dan juga pada pasangannya
masing-masing sebagaimana masing-masing-masing-masing bertanggungjawab atas kelakuannya.
14. dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu- bapanya; ibunya telah mengandungnya dalam Keadaan lemah
yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun.
bersyukurlah kepadaku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya
kepada-Kulah kembalimu .
15. dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, Maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik, dan ikutilah jalan orang yang kembali Ku, kemudian hanya kepada-Kulah kembalimu, Maka Kuberitakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan.
16. (Luqman berkata): "Hai anakku, Sesungguhnya jika ada (sesuatu perbuatan) seberat biji sawi, dan berada dalam batu atau di langit atau di dalam bumi, niscaya Allah akan mendatangkannya (membalasinya). Sesungguhnya Allah Maha Halus lagi Maha mengetahui.
17. Hai anakku, dirikanlah shalat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu Termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah).
18. dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri.
19. dan sederhanalah kamu dalam berjalan dan lunakkanlah suaramu. Sesungguhnya seburuk-buruk suara ialah suara keledai.
Ayat 13: kata (
ٔظؼٝ
) ya‟izhuhū terambil dari kata (عػٗ
) wa‟zhyaitu nasihat menyangkut berbagai kebajikan dengan cara yang menyentuh
hati. Ada juga yang mengartikannya sebagai ucapan yang mengandung
peringatan dan ancaman. Penyebutan kata ini sesudah kata dia berkata
untuk memberi gambaran tentang bagaimana perkataan itu beliau
sampaikan, yakni tidak membentak, tetapi penuh kasih sayang
Sementara kata (
عػٗ
) wa‟zh, dalam arti ucapan yangmengandung peringatan dan ancaman, berpendapat bahwa kata tersebut
mengisyaratkan bahwa anak luqmān itu adalah seorang musyrik sehingga
sang ayah yang menyandang hikmah itu terus-menerus menasehatinya
sampai akhirnya sang anak mengakui tauhid. Namun pendapat yang antara
lain dikemukakan oleh Thārir Ibn „Asyūr ini sekedar dugaan yang tidak
memiliki dasar yang kuat.
Kata(
ّْٜب
) bunayya adalah patron yang menggambarkankemungilan. Asalnya adalah (
ْٜبئ
) ibny dari kata (ِبئ
) yakni anak lelaki.Pemungilan tersebut mengisyaratkan kasih sayang. Ayat diatas memberi
isyarat bahwa mendidik hendaknya didasari oleh rasa kasih sayang
terhadap peserta didik.
Ayat 14: kata (
بْٕٗ
) wahana berarti kelemahan atau kerapuhan.Yang dimaksud disini kurangnya kemampuan memikul beban kehamilan,
penyusuan, dan pemeliharaan anak. Patron kata yang digunakan ayat ini
mengisyaratkan betapa lemahnya sang ibu sampai-sampai ia dilukiskan
bagai kelemahan itu sendiri, yakni segala sesuatu yang berkaitan dengan
kelemahan telah menyatu pada dirinya dan dipikulnya.
Kalimat (
ٍِٞبػ ٜف ٔىبصفٗ
) wa fishāluhū fī „āmain/danpenyapiannya didalam dua tahun mengisyaratkan betapa penyusuan anak
sangat penting dilakukan oleh ibu kandung. Tujuan penyusuan ini bukan
lebih-lebih untuk menumbuhkembangkan anak dalam kondisi fisik yang
prima.
Ayat 15: kata (
كاذٕبج
) jāhadāka terambil dari kata (ذٖج
) juhdyakni kemampuan. Ayat ini menggambarkan adanyan upaya
sungguh-sungguh.
Yang dimaksud dengan (
ٌيػ ٔب لى شٞى بٍ
) mā laisa laka bihi„ilm/yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu adalah tidak ada
pengetahuan tentang kemungkinan terjadinya. Tiadanya pengetahuan
berarti tidak adanya objek yang diketahui. Ini berarti tidak wujudnya
sesuatu yang dapat dipersekutukan dengan Allah SWT.
Kata (
بفٗشؼٍ
) ma‟rufan mencakup segala hal yang dinilai olehmasyarakat baik selama tidak bertentangan dengan akidah Islamiyah.
Dalam konteks ini, diriwayatkan bahwa Asmā‟, putri Sayyidinā Abū
Bakar RA pernah didatangi oleh ibunya yang ketika itu masih Musyrikah.
Asmā‟ bertanya kepada Nabi bagaimana seharusnya ia bersikap. Maka,
Rasul SAW Memerintahkannya untuk tetap menjalin hubungan baik,
menerima dan memberinya hadiah serta mengunjungi dan menyambut
kunjungannya.
Ayat 16: ketika menafsirkan kata (
هدشخ
) khardal padaQS.al-Anbiyā: 47, penulis mengutip penjelasan Tafsīr al-Muntakhab yang
melukiskan biji khardal/moster terdiri atas 913.000 butir. Dengan
atau ± 1 mg., dan merupakan biji-bijian teringan yang diketahui umat
manusia sampai sekarang. Oleh karena itu, biji ini sering digunakan oleh
al-Qur‟an untuk menunjuk sesuatu yang sangat kecil dan halus.
Kata (
فٞطى
) lathīf terambil dari kata (فطى
) lathafa yang hurufnyaterdiri dari (
ه
) lām, (غ
) thā‟, dan (ف
) fā‟. Kata ini mengandung maknalembut halus dan kecil dari makna ini kemudian lahir makna
ketersembunyian dan ketelitian.
Ayat 17: kata (
شبص
) shabr berasal dari tiga huruf (ص
) shād, (ة
)bā, dan (
س
) rā. Maknanya berkisar pada tiga hal: 1) menahan, 2)ketinggian sesuatu, dan 3) menjadi batu. Dari makna menahan, lahir
makna konsisten/bertahan karena yang bersabar bertahan menahan diri
pada satu sikap. seseorang yang menahan gejolak hatinya dinamai
bersabar. Yang ditahan dipenjara sampai mati dinamai mashbūrah. Dari
makna kedua lahir kata shubr, yang berarti puncak sesuatu. Dan dari
makna ketiga muncul kata ash-shubrah, yakni batu yang kukuh lagi kasar,
atau potongan besi.
Kata (
ًزػ
) „azm dari segi bahasa berarti keteguhan hati dan tekaduntuk melakukan sesuatu. Kata ini berpatron mashdar, tetapi maksudnya
adalah objek sehingga makna penggalan ayat itu adalah shalat, amr ma‟ruf
dan nahi mungkar, serta kesabaran, merupakan hal-halyang telah
Ayat 18: kata (
شّؼصح
) tusha‟ir terambil dari kata (شؼّصىا
)ash-sha‟ir yaitu penyakit yang menimpa unta yang menjadikan lehernya
keseleo sehingga ia memaksakan dia dan berupaya keras agar berpaling
sehingga tekanan tidak tertuju pada syaraf lehernya dari rasa sakit. Dari
ayat inilah menggambarkan upaya keras dari seseorang untuk bersikap
ankuh dan menghina orang lain.
Kata (
ضسلأا ٜف
) fi al-ardh/di bumi disebut oleh ayat di atasuntuk mengisyaratkan bahwa asal kejadian manusia dari tanah sehingga
hendaknya jangan menyombongkan diri dan melangkah angkuh ditempat
itu.
Kata (
لَبخخٍ
) mukhtālan terambil dari akar kata yang sama dengan(
هبٞخ
) khayāl/khayal. Karenanya, kata ini pada mulanya berarti oraangyang tingkah lakunya diarahkan oleh khayalan, bukan oleh kenyataan yang
ada pada dirinya. Dan kata (
اس٘خف
) fakhūran, yakni sering kali dipahamidengan membanggakan dirinya.
Kata (
طعغا
) ughdhudh terambil dari kata (ّطغ
) ghadhdhdalam arti penggunaan sesuatu tidak dalam potensinya yang sempurna.
Mata dapat memandang ke kiri dan ke kanan secara bebas. Perintah
ghadhdh, jika ditunjukkan kepada mata, kemampuan itu hendaknya
dibatasi dan tidak digunakan secara maksimal. Demikian pula dengan
sekuat kemampuannya, tetapi dengan suara perlahan namun tidak harus
berbisik. (Shihab, jilid 10, 2002: 295)
Materi pendidikan yang diterapkan oleh Luqmān Hakim kepada
anaknya di atas dapat diambil tiga hal, yaitu: (Huda, 2008: 126)
a) Pendidikan keimanan („aqīdah). pendidikan ini pertama kali dilakukan Luqman kepada anaknya. Luqman menanamkan keyajinan bahwa Allah
sebagai Zat Yang Maha Esa yangharus disembah dan sekaligus
melarang perbuatan syirik (QS luqmān ayat 13).
b) Pendidikan ibadah (syarī‟ah). Ruang lingkup syarīah meliputi interaksi
vertikal seorang hamba dengan Allah yang direalisasikan melalui
ibadah, dan interaksi horizontal yang dilakukan dengan sesama
manusia (mu‟āmalah). Dalam hal ibadah ini. Luqmān mengajarkan shalat kepada anaknya (ayat 17).
c) Pendidikan akhlak. Dalam bidang akhlak, terbagi menjadi dua, yaitu
akhlak personal dan akhlak sosial. Pendidikan akhlak personal
dilakukan Luqmān kepada anaknya dengan memperkenalkan etika baik terhadap kedua orang tua (ayat 14). Prinsip berbakti ini dengan cara
melakukan segala yang diperintahnya dan menjauhi segala larangannya
selama dalam batas tidak melanggar syariat islam (ayat 15). Sedangkah
akhlak sosial mencakup pendidikan dakwah/amar ma‟rūf nahi munkar
dan bersabar (ayat 17). Juga pendidikan etika ayat 18-19) yang
Artinya:
42. dan bahtera itu berlayar membawa mereka dalam gelombang laksana gunung. dan Nuh memanggil anaknya, sedang anak itu berada di tempat yang jauh terpencil: "Hai anakku, naiklah (ke kapal) bersama Kami dan janganlah kamu berada bersama orang-orang yang kafir."
43. anaknya menjawab: "Aku akan mencari perlindungan ke gunung yang dapat memeliharaku dari air bah!" Nuh berkata: "tidak ada yang melindungi hari ini dari azab Allah selain Allah (saja) yang Maha Penyayang". dan gelombang menjadi penghalang antara keduanya; Maka jadilah anak itu Termasuk orang-orang yang ditenggelamkan.
44. dan difirmankan: "Hai bumi telanlah airmu, dan Hai langit (hujan) berhentilah," dan airpun disurutkan, perintahpun diselesaikan dan bahtera itupun berlabuh di atas bukit Judi, dan dikatakan: "Binasalah orang-orang yang zalim ."
45. dan Nuh berseru kepada Tuhannya sambil berkata: "Ya Tuhanku, Sesungguhnya anakku Termasuk keluargaku, dan Sesungguhnya janji Engkau Itulah yang benar. dan Engkau adalah hakim yang seadil-adilnya."
46. Allah berfirman: "Hai Nuh, Sesungguhnya Dia bukanlah Termasuk keluargamu (yang dijanjikan akan diselamatkan), Sesungguhnya (perbuatan)nya perbuatan yang tidak baik. sebab itu janganlah kamu memohon kepada-Ku sesuatu yang kamu tidak mengetahui (hakekat)nya. Sesungguhnya aku memperingatkan kepadamu supaya kamu jangan Termasuk orang-orang yang tidak berpengetahuan."
Ayat 42: Ayat ini menunjukkan betapa naluri manusia sangat cinta
kepada anaknya, kendati sang anak durhaka, dan betapa anak durhaka
melupakan kebaikan dan ketulusan orang tuanya. Hal ini dapat dilihat dari
cara Nabi Nūh AS menyeru anaknya dengan panggilan yang mesra yaitu
(
ّْٜب
) bunayya adalah bentuk tashghīr/perkecilan dari kata (ْٜبئ
)ibnī/anakku. Bentuk itu antara lain digunakan untuk menggambarkan
kasih sayang karena kasih sayang biasanya tercurah kepada anak, apalagi
Ayat 43: kalimat (
ٌحس ٍِ ّلَئ
) illā man rahim ada yangmemahaminya dalam arti tetapi siapa yang dirahmati Allah maka dialah
yang akan terpelihara. Ada juga yang ulama yang memahami illā dalam
arti kecuali sehingga penggalan ayat ini, menurut mereka, bagaikan
menyatakan “tidak ada satupun saat ini tempat yang dapat melindungimu,
baik gunung maupun selainnya, kecuali satu tempat, yaitu tempat siapa
yang dirahmati dan diselamatkan Allah SWT, tempat itu adalah bahtera
ini”.
Ayat 44: kata (
ّٛد٘جىا
) al-jūdi dipahami oleh banyak ulamasebagai nama sebuah gunung. Sementara ulama menyebut bahwa
lokasinya membentang antara Irak dan Armenia. Ada lagi yang menyebut
tempatnya secara persis adalah Mūshil atau Kūffah di Irak.
Ayat 46: kalimat (
ليٕأ ٍِ ش
ٞى ّّٔئ
) innahu laisa minahlik/sesungguhnya dia bukanlah termasuk keluargamu sama sekali bukan
berarti sebagaimana diduga oleh sementara penuntut ilmu, bahwa anaknya
itut bukan anak kandung Nabi Nūh AS tetapi anak zina. Namun, ayat ini
bermaksud menyatakan dia bukan termasuk keluargamu yang dijanjikan
akan memperoleh keselamatan, atau bukan keluargamu yang wajar engkau
jalin dengannya hubungan kasih sayang, karena dia telah mendurhakai
Allah SWT.
Kalimat (
ِٞيٕبجىا ٍِ ُ٘نح
ُأ
) antakūna min al-jāhilīn/agardikemukakan bahwa redaksi semacam ini mengandung makna yang lebih
dalam dan mantap dari pada menyatakan agar engkau tidak menjadi
seorang jahil. (Shihab, jilid 5, 2002: 634)
Ayat di atas menjelaskan pendidikan Nūh kepada Kan‟ān menyangkut pendidikan akidah dan moral: (Huda, 2008: 91)
a) Pada pendidikan akidah: dapat dilihat ketika Nabi Nūh mengajak
Kan‟ān kembali ke agama Allah.
b) Pada pendidikan moral dapat dilihat dari sikap Nūh yang ingin
memberdayakan moralitas Kan‟ān dengan meninggalkan pergaulan
bersama orang-orang kafir.
diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku Termasuk orang-orang yang sabar".
103. tatkala keduanya telah berserah diri dan Ibrahim membaringkan anaknya atas pelipis(nya), (nyatalah kesabaran keduanya ).
104. dan Kami panggillah dia: "Hai Ibrahim,
105. Sesungguhnya kamu telah membenarkan mimpi itu Sesungguhnya Demikianlah Kami memberi Balasan kepada orang-orang yang berbuat baik.
106. Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang nyata.
107. dan Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar.
Maka Allah melarang menyembelih Ismail dan untuk meneruskan korban, Allah menggantinya dengan seekor sembelihan (kambing). Peristiwa ini menjadi dasar disyariatkannya Qurban yang dilakukan pada hari raya haji.
Ayat 102: ayat di atas menggunakan bentuk kata kerja mudhāri‟
(masa kini damasa datang) pada kata-kata (
ٛسأ
) arā/saya melihat dan(
لحبرأ
) adzsbahuka/sayamenyembelihmu. Demikian juga kata (شٍإح
)tu‟mar/diperintahkan. Ini untuk mengisyaratkan bahwa apa yang beliau
lihat itu seakan-akan masih terlihat hingga saat penyampaiannya itu.
Sedang, penggunaan bentuk tersebut untuk kata menyembelihmu untuk
mengisyaratkan bahwa perintah Allah yang dikandung mimpi itu belum
selesai dilaksanakan, tetapi hendaknya segera dilaksanakan.
Ucapan sang anak: (
شٍإحبٍ وؼفئ
) if‟al mā tu‟mar/laksanakanlahapa yang diperintahkan kepadamu, bukan kata: “sembelihlah aku”,
mengisyaratkan sebab kepatuhannya, yakni karena hal tersebut adalah
Ucapan sang anak: (
ِٝشببّصىا ٍِ الله ءبشّئ ّٜذجخص
) satajidunīinsyā Allā min ash-shābirīn/engkan akan mendapatiku insya Allah
termasuk para penyanbar, dengan mengaitkan kesabarannya dengan
kehendak Allah sambil menyebut terlebih dahulu kehendak-Nya,
menunjukkan betapa tingginya akhlak dan sopan santun sang anak kepada
Allah SWT.
Ayat 103-106: kata (
ّٔيح
) tallahu terambil dari kata (وّخى
أ
) at-tallyakni tempat tinggi. Ada juga yang memahaminya dalam arti tumpukan
pasir/tanah yang keras. Kata tallahu dari segi bahasa berarti melempar
atau menjatuhkan seseorang ke atas tumpukan. Maksud ayat ini adalah
memberingkan dan meletakkan pelipisnya dengan mantap pada suatu
tempat yang mantap dan keras agar tidak bergerak.
Kalimat (
بٝؤّشىبخقذص
) shaddaqta ar-ru‟yā/telah membenarkanmimpi itu, yakni melaksanakan sesuai dengan batas kemampuanmu apa
yang diperintahkan oleh Allah melalui mimpi itu. Maksudnya, Nabi
Ibrahim AS telah membenarkan perintah yang dikandung mimpi sampai
batas waktu yang dikehendaki Allah.
Firman Allah: (
ِٞبَىا ءلَبىا ٖ٘ى ازٕ ُّئ
) inna hādzā lahuwa al-balā‟u al-mubīn/sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang nyata,
agaknya dapat diketahui dengan membayangkan Nabi Ibrahim AS ketika
itu. Anak yang telah beliau nantikan bertahun-tahun lamanya, kini harus
tiga belas tahun. Anak itu, disamping buah hati dan harapannya, ia pun
dilukiskan oleh ayat di atas sebagai (
ٜؼّضىا ٔؼٍ غيب
) balagha ma‟ahu as-sa‟ya/berusaha bersama dengannya. Lalu yang lebih memilukan hati lagi
adalah bahwa anak itu harus disembelih sendiri. (Shihab, jilid 11, 2002:
280)
Berdasarkan uraian di atas, interaksi pendidikan Ibrahim AS
terhadap Isma‟il AS dapat disimpulkan sebagai berikut: (Huda, 2008:
157)
a) Uji kepatuhan keimanan betujuan untuk pemberdayaan hidup yang
humanis (memanusiakan manusia) yang dibangun melalui totalitas
pengabdian kepada Allah. Hal ini dibuktikan oleh Nabi Ibrahim AS
yang rela menyembelih Nabi Isma‟il AS yang sangat ia cintai demi
membuktikan keimanan dan ketakwaannya kepada Allah SWT.
b) Uji kepatuhan sebagai realisasi keimanan
c) Interaksi pendidikan terjadi denggan metode dialogis-demokratis, yakni
pendidik memberi kesempatan anak didik untuk memberi konsep
kebenaran materi yang diajarkan.
d) Pendidik memiliki kompetensi demokratis, yang bertujuan untuk
menghindari intervensi hak hidup Isma‟il AS secara otoritatif.
e) Etika patuh anak didik mendorong keberhasilan pendidikan. Sikap
f) Konstruksi epistimologi pendidikan termasuk dalam kategori
intuitif-demokratis. Yakni, pendidikan berkurban diperoleh Ibrahim as. Melalui
wahyu dengan pendekatan pengajaran demokratis.
6. Surat Yūsuf ayat 4-5 Sesungguhnya aku bermimpi melihat sebelas bintang, matahari dan bulan; kulihat semuanya sujud kepadaku."
5. Ayahnya berkata: "Hai anakku, janganlah kamu ceritakan mimpimu itu kepada saudara-saudaramu, Maka mereka membuat makar (untuk membinasakan) mu. Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagi manusia."
Ayat 4: kata (
بٝ
) yā/wahai. Lalu, diikuti dengan kata (جبأ
)abati/ayahku dia menggambarkannya kedekatannya kepada beliau.
kedekatannya kepada ayahnya diakui oleh ayat ini sehingga bukan nama
ayahnya yang disebut oleh ayat ini, tetapi kedudukannya sebagai orang
tua. Ayat ini tidak berkataingatlah ketika Yūsuf berkata kepada Ya‟qūb,
tetapi ketika Yūsuf berkata kepada ayahnya.
Ayat 5: kata (
ّْٜب
) bunayya adalah bentuk tashghīr/perkecilan darimenggambarkan kasih sayang karena kasih sayang biasanya tercurah
kepada anak, apalagi yang masih kecil. (Shihab, 2002: 14-16)
Secara implisit/tersurat materi pendidikan Ya‟qūb terhadap Yūsuf
dapat dipahami dalam lingkup berikut: (Huda, 2008: 123)
a) pendidikan akidah, dengan mengenalkan konsep ketuhanan ialah Allah
yang telah memilih Yūsuf menjadi nabi dan mengajarkan ta‟bir mimpi.
b) pendidikan akhlak, dilakukan dengan mewaspadai perbuatan makar
saudara-saudaranya dan merahasiakan nikmat dari orang yang
menyebabkan hasud kepadanya.
7. Surat Maryam ayat 27-33
28. Hai saudara perempuan Harun, ayahmu sekali-kali bukanlah seorang yang jahat dan ibumu sekali-kali bukanlah seorang pezina",
29. Maka Maryam menunjuk kepada anaknya. mereka berkata: "Bagaimana Kami akan berbicara dengan anak kecil yang masih di dalam ayunan?"
30. berkata Isa: "Sesungguhnya aku ini hamba Allah, Dia memberiku Al kitab (Injil) dan Dia menjadikan aku seorang Nabi,
31. dan Dia menjadikan aku seorang yang diberkati di mana saja aku berada, dan Dia memerintahkan kepadaku (mendirikan) shalat dan (menunaikan) zakat selama aku hidup;
32. dan berbakti kepada ibuku, dan Dia tidak menjadikan aku seorang yang sombong lagi celaka.
33. dan Kesejahteraan semoga dilimpahkan kepadaKu, pada hari aku dilahirkan, pada hari aku meninggal dan pada hari aku dibangkitkan hidup kembali".
Ayat 27-28: kata (
بّٝشف
) farīyyan terambil dari kata (ٙشف
) firā yangpada mulanya berarti sesuatu yang terpotong dan pasti. Pasti yang
dimaksud disini adalah sesuatu yang telah pasti lagi diragukan
keburukannya, yaitu perzinaan. Ada juga yang memahaminya dalam arti
sesuatu yang sangat besar, yakni apa yang mereka duga Maryam itu adalah
sesuatu yang sangat besar keburukan dan dosanya.
Istilah (
ُٗسبٕ جخأ
) ukht Hārūn menjadi bahan perbincangan paraulama. Sementara cendekiawan non-muslim menjadikan istilah tersebut
sebagai bukti kesalahan al-Qur‟an karena, menurut mereka, antara Hārūn
yang merupakan saudara Mūsā. Dan maryam terdapat jarak ratusan tahun.
Sementara ulama menyatakan bahwa sebenarnya kebenaran ini bukanlah