• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENDIDIKAN ORANG TUA PADA ANAK: TELAAH PADA AL-QU’AN SURAT AN-NISĀ’ AYAT 9 DAN AT- TAHRĪM AYAT 6 SKRIPSI Diajukan untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Islam (S.Pd.I.)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "PENDIDIKAN ORANG TUA PADA ANAK: TELAAH PADA AL-QU’AN SURAT AN-NISĀ’ AYAT 9 DAN AT- TAHRĪM AYAT 6 SKRIPSI Diajukan untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Islam (S.Pd.I.)"

Copied!
89
0
0

Teks penuh

(1)

PENDIDIKAN ORANG TUA PADA ANAK: TELAAH

PADA AL-

QU’AN SURAT AN

-

NISĀ’ AYAT 9 DAN AT

-TAHRĪM AYAT 6

SKRIPSI

Diajukan untuk memperoleh gelar

Sarjana Pendidikan Islam (S.Pd.I.)

Oleh

DADANG KURNIAWAN

NIM 111 11 191

JURUSAN TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

FAKULTAS PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI

SALATIGA

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

MOTTO

ِئَٗ ,ِةُْ٘بْحََْىا َٚظِس ِْٜف ِشْفَّْْىا ُهْذَب :ِتَّبَحََْىا ُوِْٞىَد

ٝ

َيَػ ُُٓسبَث

ٚ

.ٍةُْ٘حْصٍَ ِّوُم

“Tanda cinta, ialah: memberi jiwa untuk keridlaan orang yang dicintai dan

mengutamakan orang yang dicintai atas segala yang disertainya”

(7)

PERSEMBAHAN

Alhamdulillah dengan Izin Allah SWT skripsi ini dapat

terselesaikan dengan baik. Skripsi inni saya persembahkan kepada

orang-orang yang telah membantu mewujudkan mimpiku:

1. Ayahanda Sutardi dan ibunda Padiyem yang telah dengan ikhlas

memberikan mahkota kasih sayangnya kepadaku walaupun harus mandi

keringat demi mewujudkan cita-citaku mulai dari aku kecil tidak

mengerti apa-apa hingga kini aku mengerti makna hidup.

2. Bapak Yanto dan ibu Sriyanti yang senantiasa menyemangatiku lewat

perjalanan hidupnya. Dan telah menyayangiku seperti anaknya sendiri.

3. Mbak Ina orang yang selalu membingbingku ke arah yang lebih baik.

4. Adikku Kiki Fatmawati, adik iparku Alfan Fidiyanto dan keponakan

kecilku Viki Aditya Pratama yang selalu memberikan tawa kebahagian

dalam lelahku.

5. Dik Yuli yang selalu membuatku tersenyum dengan tingkah manjanya.

6. Sahabat terbaikku Bahrin yang senantiasa memberiku tempat untuk

bercerita.

7. Temam-teman PAI E angkatan 2011 senasib seperjuangan yang telah

(8)

8. Keluarga besar SD N Bercak, MTS Darussalam Bandung, dan SMA N1

Karanggede yang telah memberikan banyak pengalaman berharga

(9)

KATA PENGANTAR

Asslamu‟alaikum Wr. Wb.

Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha

Penyayang. Segala puji dan syukur senantiasa penulis haturkan kepada

Allah SWT. Atas segala limpahan rahmad dan hidayah-Nya sehingga

penulis dapat meyelesaikan skripsi ini dengan baik. Sholawat serta salam

semoga senantiasa tercurahkan kepada Rasulullah SAW, keluarga,

sahabat, serta para pengikut setianya.

Skripsi ini dibuat untuk memenuhi persyaratan guna memperoleh

gelar kesarjanaan dalam Ilmu Tarbiyah Institut Agama Islam Negeri

(IAIN) Salatiga. Dengan menyelesaikan skripsi ini penulis tidak lupa

mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Dr. Rahmad Hariyadi, M.Pd. selaku Rektor IAIN Salatiga.

2. Bapak Suwardi, M.Pd. selaku Ketua Jurusan Tarbiyah.

3. Ibu Siti Rukhaytati, M.Ag. selaku Ketua Progam Studi PAI.

4. Bapak Taufiqul mun‟in, M. Ag. selaku Dosen Pembimbing Akademik.

5. Bapak Prof. Dr. Budiharjo, M.Ag. selaku Dosen Pembimbing Skripsi

yang telah dengan ikhlas ikhlas mencurahkan pikiran dan tenaganya

serta pengorbanan waktunya dalam upaya membimbing penulis skripsi

(10)

6. Bapak ibu dosen serta karyawan IAIN Salatiga yang telah banyak

membantu dalam penyelesaian skripsi ini.

7. Bapak dan ibu serta saudara-saudaraku di rumah yang telah mendoakan

dan memberikan dukungan dalam menyelesaikan studi di IAIN Salatiga

dan penyusunan skripsi dengan penuh kasih sayang dan kesabaran.

Kepada mereka semua penulis tidak dapat memberikan balasan

apapun. Hanya untaian kata terima kasih yang bisa penulis sampaikan,

semoga Allah SWT senantiasa melimpahklan rahmat-Nya kepada mereka

serta membalas semua amal baik yang telah mereka berikan kepada

penulis.

Akhirnya dengan tulisan ini semoga bisa bermanfaat bagi penulis

khususnya dan para pembaca umumnya.

Wassalamu‟alaikum Wr. Wb.

Salatiga,12 september 2015

Penulis

Dadang Kurniawan

(11)

ABSTRAK

Kurniawan, Dadang. 2015. Pendidikan Orang Tua Pada Anak: Telaah pada

al-Qur‟an Surat An-Nisā‟ Ayat 9 dan at-Tahrīm Ayat 6. Skripsi Jurusan Tarbiyah. Progam Studi Pendidikan Agama Islam. Institut Agama Islam Negeri Salatiga.

Kata Kunci: Pendidikan, Orang tua, Anak, dan al-Qur‟an.

Penelitian ini merupakan penggalian ayat-ayat yang telah dibaca oleh peneliti. Yang berhubungan dengan pendidikan. di antaranya yaitu pendidikan

orang tua pada anak. yang terkandung dalam al-Qur‟an surat an-Nisā‟ ayat 9 dan

at-Tahrīm ayat 6. Pertanyaan yang akan dijawab oleh peneliti adalah: 1. Bagaimana konsep pendidikan orang tua pada anak yang terkandung dalam

al-Qur‟an surat an-Nisā‟ayat 9 dan at-Tahrīm ayat 6. 2. Bagaimana implementasi

pendidikan orang tua pada anak yang terkandung dalam al-Qur‟an surat an-Nisā‟

ayat 9 dan at-Tahrīm ayat 6. Untuk menjawab pertanyaan tersebut maka peneliti

menggunakan metode library research (kajian pustaka), dengan menjadikan

literatur kitab-kitab seperti al-Qur‟an dan hadits-hadits Nabi saw. Ataupun

buku-buku sebagai objek penelitian. Setelah itu mengumpulkan ayat-ayat al-Qur‟an

yang berkaitan ddengan pendidikan orang tua pada anak. setelah dikumpulkan maka ayat-ayat tersebut disusun dan dikaitkan antara ayat yang satu dengan ayat

yang lainnya, pada tahap selanjutnya menganalisis isinya (content analysis).

Temuan yang ada dalam penelitian ini memberi sedikit banyak pengetahuan tentang: pendidikan orang tua pada anak yang penting dan telah

dijelaskan di dalam al-Qur‟an surat an-Nisā‟ ayat 9 dan at-Tahrīm ayat 6. Selain

untuk menjaga keluarga dari siksa api neraka. Pendidikan yang dilakukan orang tua pada anak berfungsi sebagai bekal hidup anak ketika orang tua mereka telah meninggal. Sehingga orang yang mengimplementasikan pendidikan tersebut akan mudah dalam menjalani keimanan dan ketaqwaan kepada Allah dan Rasul-Nya. Karena pentingnya keimanan dan ketaqwaan kepada Allah dan Rasul-Nya, manusia harus memahami apa saja yang tersurat dan tersirat di dalamnya. Mengacu pada temuan tersebut, maka penelitian ini merekomendasikan bahwa,

pendidikan orang tua pada anak di dalam al-Qur‟an memang betul-betul harus

(12)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL... i

LEMBAR BERLOGO... ii

HALAMAN NOTA PEMBIMBING... iii

PENGESAHAN KELULUSAN ... iiv

PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN... v

MOTTO... vi

PERSEMBAHAN... vii

KATA PENGANTAR ... ix

ABSTRAK... xi

DAFTAR ISI... xii

BAB I PENDAHULUAN... 1

A. Latar Belakang Masalah... 1

B. Rumusan Masalah... 9

C. Tujuan Penelitian ... 10

D. Penegasan Istilah ... 10

E. Manfaat Penelitian ... 15

F. Metode Penelitian ... 17

G. Sistematika Pembahasan ... 20

BAB II KOMPILASI AYAT TENTANG PENDIDIKAN ANAK.... 22

1. Surat an-Nisā‟ ayat 9 ... 22

2. Surat at-Tahrīm ayat 6 ... 24

3. Surat al-Luqmān ayat 13-19 ... 26

(13)

5. Surat Shāffāt ayat 102-107 ... 36

6. Surat Yūsuf ayat 4-5 ... 40

7. Surat Maryam ayat 27-33 ... 41

BAB III ASBĀBUN NŪZUL DAN MUNASABAH AYAT... 45

A. Asbābul Nūzul ayat-ayat Pendidikan Orang Tua pada Anak... 45 Q.S an-Nisā‟ ayat 9 ... 46

B. Munasabah... 47

1. Q.S an-Nisā‟ ayat 9 ... 49

2. Q.S at-Tahrīm ayat 6 ... 49

BAB IV PEMBAHASAN... 51

A. Pandangan Beberapa Ahli Tafsir terhadap al-Qur‟an Surat an-Nisā‟ ayat9 dan at-Tahrim ayat 6 ... 51 1. Tafsir Surat an-Nisā‟ ayat 9... 51

a. Dalam Tafsir al-Misbah ... 51

b. Dalam Tafsir Ibnu Katsir... 52

c. Dalam Tafsir Departemen Agama RI... 53

2. Tafsir Surat at-Tahrīm ayat 6... 54

a. Dalam Tafsir al-Misbah ... 54

b. Dalam Tafsir Ibnu Katsir ... 56

c. Dalam Tafsir Departemen Agama RI ... 57

B. Pendidikan Orang Tua Pada Anak dari al-Qur‟an Surat an

-Nisā‟ ayat 9 dan at-Tahrīm ayat 6 ... 58

1. Pendidikan Orang Tua pada Anak dalam al-Qur‟an Surat

an-Nisā‟ ayat 9 ...

58

(14)

at-Tahrīm ayat 6 ... 61

C. Implementasi Pendidikan Orang Tua Pada Anak dari al-Qur‟an Surat an-Nisā‟ ayat 9 dan at-Tahrīm ayat 6 ... 63 1. Surat an-Nisā‟ ayat 9... 63

2. Surat at-Tahrīm ayat 6... 63

BAB V PENUTUP ... 65

A. Kesimpulan ... 65

B. Saran... 65

C. Penutup... 66

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN-LAMPIRAN

BAB I

(15)

A. Latar Belakang Masalah

Islam adalah agama yang mengajarkan umatnya agar dapat

menjalani kehidupan dunia dan akhirat dengan baik. Untuk itu, Islam

memberikan jalan tebaik agar seseorang mampu menggapainya. Islam

juga memberikan ajaran yang sangat universal demi keberlangsungan

hidup manusia. Hal itu diuraikan dalam al-Qur‟an dengan sangat

gamblang dan jelas. Di antaranya, bagaimana menjadikan kepribadian

lebih baik, mengembangkan potensi, membangun umat yang dapat

bekompetisi dengan kehidupan yang melaju sangat cepat, membangun

sebuah peradaban yang tidak bertentangan dengan norma agama maupun

fitrah manusia, dan mampu memberikan cara yang baik untuk membangun

suatu tempat menjadi tempat yang modern. (Ulwan, 2009: 19)

Al-Qur‟an diturunkan oleh Allah kepada Nabi Muhammad agar

menjadi pedoman bagi hidup manusia atau sebagai huda (petunjuk),

bayyinah (penjelas) atas petunjuk yang telah diberikan, serta furqon

(pembeda) antara yang haq (benar) dan yang bathil (salah). Fungsi

tersebut bertujuan agar manusia dapat hidup dengan berlandaskan moral

dan akhlak yang mulia. Disamping mengandung nilai moral, al-Qur‟an

juga berisikan tentang penjelasan bagi umat Islam khususnya bagi orang

tua, bagaimana membesarkan dan mendidik anak dengan baik, sehingga

anak akan tumbuh dan berkembang seperti harapan orang tua. Anak

mampu menjadi sebuah kebanggaan bagi kedua orang tuanya,

(16)

Jika kita perhatikan di zaman modern sekarang ini, atau yang lebih

dikenal dengan era globalisasi, banyak sekali kita jumpai berbagai

tindakan kriminal (tindak kejahatan) yang dilakukan oleh seorang anak.

Anak Sekolah Dasar (SD) membuli adik kelasnya, anak Sekolah

Menengah Pertama (SMP) berani kepada orang tua, berani mengambil

barang milik emannya, dan anak Sekolah Menengah Atas (SMA) tanpa

malu berdua-duan dengan lawan jenis yang bukan mukhrom, terlibat

dalam tawuran antar pelajar, balapan liar, geng motor, pergaulan bebas,

narkoba dan lain sebagainya yang semakin lama semakin meresahkan

masyarakat sekitar dan pengguna jalan lain yang melintas di area tersebut.

Bahkan yang lebih mencengangkan lagi, ada seorang pelajar yang berani

membunuh temannya sendiri karena suatu permasalahan yang sepele. Dan

masih banyak lagi tindak kriminal yang lainnya yang dilakukan oleh

seorang anak pada saat ini.

Masalah-masalah seperti inilah yang seringkali menghiasi layar

televisi, radio dan koran sehari-hari. Hal ini salah satunya disebabkan

karena lemahnya pengawasan dan pendidikan yang dilakukan oleh orang

tua kepada anak-anaknya. Orang tua hanya sibuk mencari uang, bermain

dengan teman kantor, dan lainnya, sehingga mereka lupa dengan

pengawasan dan pendidikan terhadap anak mereka. selain itu, banyak juga

orang tua yang sering memanjakan anak mereka, dengan selalu

memberikan setiap apa yang diinginkan oleh anak dengan alasan

(17)

berlebihan dapat mengarahkan mereka ke jalan yang tidak benar. Anak

yang sering dimanja akan tumbuh dan berkembang menjadi anak yang

egois, apatis, tidak mau memberi bantuan kepada temannya dan

menjadikan anak mudah mengeluh dalam segala hal.

Anak adalah sebuah kebanggaan begi kedua orang tuanya. yang

diharap kelak akan mampu mengharumkan nama baik keluarga. Akan

tetapi, yang lebih penting dari itu, anak adalah sebagai amanah yang

sangat agung dan mulia. Sebagai orang tua, kita sudah semestinya

berbangga dan juga merasa bahagia telah dipercayai oleh Allah unuk

memegang amanah itu, karena tidak semua orang bisa mendapatkan

amanah tersebut. (Mustafidz, 2009: 11)

Di dalam al-Qur‟an, Allah juga menyinggung beberapa masalah

amanah dan menganjurkan kepada hamba-Nya unuk bersungguh-sungguh

dalam melaksanakan amanah.

Pertama dalam al-Qur‟an surah an-Nisa‟ ayat 58, Allah SWT

berfirman:

















...

Artinya: “sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanah

kepada yang berhak menerimanya.”

Kedua, dalam al-Qur‟an surah al-Anfal ayat 27, Allah SWT

(18)



























Artinya: “wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menghianati Allah dan Rasul-Nya (Muhammad) dan (juga) janganlah kamu mengkhianati amanah-amanah yang dipercayakan kepadamu, sedang

kamu mengetahui.”

Kedua ayat di atas dengan jelas menegaskan kepada orang tua

untuk menjalankan amanah (seorang anak) yang Allah berikan kepada

para orang tua, bukan hanya menjaga anak mereka masing-masing

melainkan mereka (orang tua) juga wajib memberikan ilmu pendidikan

kepada anak-anaknya sebagai pertanggungjawaban orang tua pada anak

dan kepada Allah SWT baik di dunia maupun di akhirat nanti.

Memegang atau melaksanakan amanah itu bukanlah pekerjaan

yang mudah. Ia memerlukan perjuangan yang ekstra berat dan panjang.

Oleh karenanya, tidak semua akan mampu melaksanakan amanah itu, dan

orang-orang yang mampu melaksanakan amanah adalah mereka yang telah

lolos dari ujian Allah yang sangat besar itu.

Betapa riang jiwa. Betapa bening mata, ketika melihat buah

hatinya adalah anak-anak yang saleh salihah, yang bejalan di atas muka

bumi, ketika jantung hatinya adalah anak yang memperjuangkan agama

Allah di tengah-tengah jajaran manusia. Namun, apakah cukup bagi orang

tua dengan menunaikan tanggungjawab dan kewajiban tesebut, lantas ia

bersantai, atau hanya menyerahkan kepada guru dan lingkungan bermain

(19)

Rasulullah SAW bersabda :

Artinya: suruhlah anak-anakmu mengerjakan shalat, ketika mereka beusia tujuh tahun, dan pukullah mereka jika enggan, ketika mereka berusia sepuluh tahun. Dan pisahkanlah antara mereka ketika mereka tidur.

Hadist di atas menjelaskan kepada orang tua, hendaknya mereka

mengajari anak-anak mereka tentang hukum shalat, bilangan rekaatnya,

dan cara mengerjakannya. Sehingga anak mengetahui pemahaman tentang

shalat dengan baik. Dan mulai memisahkan tempat tidur putra-putrinya

ketika berusia tujuh tahun dan menjelaskan perbedaan antara laki-laki

dengan perempuan, apa yang boleh diperlihatkan ke lawan jenis dan apa

yang tidak boleh diperlihatkan, sehingga anak dapat mengetahui alasannya

dengan jelas.

Dalam kitab Sahih Bukhari no.1271 dijelaskan mengenai fitrah

anak, sebagai berikut:

ٍِِْبٍَ

Artinya: tidak ada anak dilahirkan, kecuali dilahirkan atas kesucian. Dua orang tuanyalah yang menyebabkan Yahudi, Nasrani atau Majusi (HR. Bukhari).

Hadits diatas menegaskan kepada kita semua bahwasannya anak

(20)

yang belum ada coretan dan isinya. Orang tua lah yang bertanggung jawab

memberikan pendidikan kepada anak-anak mereka, akan diberi tulisan apa

kertas tersebut, mau diisi apakah tabularasa tersebut. Apakah anak tersebut

akan di jadikan Yahudi,Nasrani, atau Majusi.

Anak dalam pendidikan Islam, tidak dipandang semata sebagai

manusia fisikal saja. Lebih dari itu, secara radikal pendidikan anak dalam

Islam berbeda dengan pendidikan Barat, karena proporsi al-Qur‟an sebagai

sumber normative memuat dasar-dasar pendidikan anak yang menitik

beratkan pada dimensi jasmani dan ruhani secara berimbang. Oleh

karenanya, pendidikan anak dalam Islam dengan mendasarkan pada

al-Qur‟an berbeda dengan pendidikan Barat (baik dalam pereode klasik

maupun modern) yang secara mendasar filsafat Barat bertolak dari

beberapa pandangan, diantaranya: humanisme, rasionalisme, empirisme

dan positivisme.

Humanisme memposisikan manusia memiliki kemampuan

mengatur dirinya dan alam. Rasionalisme mendasarkan kebenaran pada

pertimbangan ide rasional belaka. Empirisme yang mendasarkan

kebenaran pada peranan indra. Pandangan ini dikokohkan oleh aliran

realisme yang menegakkan kenyataan fisik sebagai kenyataan sebenarnya.

Postivisme menekankan kebenaran pada realitas logis dengan bukti

empiris yang terukur. (Huda, 2008: 9-10)

Selain itu, penulis juga mendengarkan ceramah dalam pengajian

(21)

Ulama (NU) di desa Tegalrejo, putra dari almarhum Bapak Khudlori.

Seorang Kiai yang sangat disegani dan dihormati di kota Magelang. Beliau

mengatakan “ semua orang tua itu wajib hukumnya mendidik p utra-putrinya dengan baik, terlebih lagi pendidikan keagamaan, pendidikan

agama kepada anak dapat diibaratkan seperti pondasi dalam sebuah

bangunan. jika kita ingin membuat rumah, langkah awal yang harus kita

lakukan adalah membuat atau memikirkan fondasinya terlebih dahulu,

barulah kemudian, kita membuat atau memikirkan tentang tiang, jendela,

pintu, atap dan lain sebagainya. Begitu juga dengan anak kita, jika kita

ingin menjadikan atau memikirkan masa depan anak, terlebih dahulu yang

harus kita lakukan adalah mendidiknya dengan ilmu agama, barulah kita

memberikan ilmu yang lainnya. sehingga, ketika anak tumbuh besar dan

memiliki jabatan dalam sebuah instansi, ia akan mampu menjalankan dan

bertanggungjawab atas pekerjaannya dengan baik. Setidaknya anak

tersebut bisa dipercaya dan diandalkan oleh Bos atau teman kerjanya”. Dari kutipan di atas dapat penulis simpulkan bahwasannya, betapa

pentingnya pendidikan Islam dalam keluarga, terlebih kepada

anak-anaknya. Jika kita menginginkan masa depan anak menjadi baik saat

mereka dewasa nanti, langkah awal yang harus orang tua lakukan adalah

mendidik anak dengan pendidikan agama.

Allah berfirman dalam al-Qur‟an mengenai pendidikan anak,

dalam beberapa ayat, antara lain:

(22)



Artinya: harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia, tetapi amalan-amalan yang kekal lagi saleh adalah lebih baik pahalanya di sisi

tuhanmu serta lebih baik untuk menjadi harapan.

Kedua, Q.s. al-Furqon ayat 74





Artinya: Dan orang-orang yang berkata: “Ya Tuhan kami, anugrahkanlah

kepada kami istri-istri kami dan keturunan kami sebagtai penyenang hati

(kami), dan jadikan kami imam bagi orang-orang yang bertakwa.

Berdasarkan ayat-ayat di atas, istilah al-awlad dan al-banun

menandakan anak potensial menjadi impian yang menyenangkan,

manakala diberi pendidikan dengan baik, dan sebaliknya, akan menjadi

malapetaka (fitnah) jika tidak dididik. Inilah yang ditimbulkan, yaitu rasa

optimistis atau pesimistis. hal ini juga membawa pada pemahaman bahwa

manusia dilahirkan dengan fitrah dapat dididik yang juga berpotensi

menjadi tidak terdidik karena keabaian pendidikannya. (Huda, 2009: 10

Menurut Budiharjo, (2007: 19), kata al-awlad berasal dari walad

ytang artinya anak. sedangkan kata al-banun berasal dari kata ibn berarti

sesuatu yang dilahirkan oleh sesuatu. Kata tersebut dapat berarti:

a. Anak yang dijadikan oleh Allah menjadi ada karena adanya ayah.

(23)

c. Banyaknya pengabdian yang dilaksanakan sesuai dengan perintah.

Dari penjelasan di atas dapat diambil kesimpulan bahwa ibn adalah

seorang hamba yang banyak mengabdi dan menaati perintah-perintah

Allah, sampai-sampai digambarkan seperti hubungan antara orang tua

pada anak. karena begitu cintanya Allah pada hamba terebut.

Berdasarkan pemaparan-pemarapan di atas, maka penulis

memberanikan diri unuk malakukan peneliian dengan mengambil judul “

PENDIDIKAN ORANG TUA PADA ANAK: TELAAH PADA

AL-QUR‟AN SURAT AN-NISĀ‟ AYAT 9 DAN AT-TAHRĪM AYAT 6”

B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah merupakan upaya untuk menyatakan secara

tersurat pertanyaan-pertanyaan yang akan dicarikan jawabannya. Rumusan

masalah merupakan pertanyaan yang lengkap dan rinci mengenai ruang

lingkup masalah yang akan diteliti berdasarkan identifikasi dan cakupan

masalah yang telah dilakukan. (Dwiloka, 2012: 28)

Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai

berikut:

1. Bagaimana konsep pendidikan yang orang tua pada anak yang tersirat

(24)

2. Bagaimana Implementasi pendidikan orang tua pada anak yang

terkandung dalam al-Qur‟an surah an-Nisā‟ ayat 9 dan at-Tahrīm ayat

6 ?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian menegaskan maksud atau tujuan penelitian yang

terkait dengan pengembangan keilmuan atau manfaat praktis dari masalah

yang akan diteliti. Maksud adalah konsekuensi dari masalah penelitian.

Sedang tujuan merujuk pada hasil yang akan dicapai atau diperoleh dari

maksud penelitian. (Saraswati, 2011: 77)

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui konsep pendidikan yang ditanamkan orang tua pada

anak dalam al-Qur‟an surah an-Nisā‟ ayat 9 dan At-Tahrīm ayat 6.

2. Untuk mengetahui Implementasi pendidikan orang tua pada anak yang

terkandung dalam al-Qur‟an surah an-Nisā‟ ayat 9 dan at-Tahrīm ayat 6.

D. Penegasan Isilah

Untuk menghindari kesalahan dan kekeliruan terhadap judul

penelitian ini, maka penulis perlu untuk menjelaskan istilah-istilah yang

terdapa dalam judul ini, antara lain:

1. Pendidikan

Pendidikan adalah terjemahan dari bahasa yunani, yaitu

paedagogie. Asal katanya adalah pais yang artinya “anak”, dan again

(25)

paedagogie berarti “bimbingan yang diberikan kepada anak”. Orang

yang memberikan bimbingan kepada anak disebut paedagog. Dalam

perkembangannya pendidikan atau paedagogie tersebut berarti

bimbingan atau pertolongan yang diberikan dengan sengaja oleh orang

dewasa kepada anak agar ia menjadi dewasa. (Sudirrman, 1989: 4).

istilah pendidikan, dalam bahasa inggris “education”, berakar dari bahasa latin “educare”, yang dapat diartikan dengan pembimbingan

berkelanjutan (to lead forch). Jika diperluas, arti etimologis itu

mencerminkan keberadaan pendidikan yang berlangsung dari generasi

ke generasi sepanjang eksistensi kehidupan manusia. (Suhartono, 2008:

77)

Dalam arti sempit, pendidikan adalah seluruh kegiatan yang

direncanakan, dengan materi terorganisasi, dilaksanakan secara

terjadwal dalam sistem pengawasan, dan diberikan evaluasi berdasar

pada tujuan yang telah ditentukan. (Suhartono, 2008: 84). Sedangkan

dalam arti luas, pendidikan adalah kegiatan pembelajaran yang

berlangsung sepanjang zaman dalam segala situasi kegiatan kehidupan.

Pendidikan berlangsung disegala jenis, bentuk, dan tingkat lingkungan

hidup, yang kemudian mendorong pertumbuhan segala potensi yang

ada di dalam diri individu. Dengan kegiatan pembelajaran seperti itu,

individu mampu mengubah dan mengembangkan diri menjadi semakin

(26)

sistem proses perubahan menuju pendewasaan, pencerdasan, dan

pematangan diri. (Suhartono, 2008: 79)

Islam berasal dari kata salama artinya patuh atau menerima;

Berakar dari huruf sin lam mim (s-l-m). Kata dasarnya adalah salima

yang berarti sejahtera, tidak tercela, tidak tercacat. Dari kata itu

terbentuk kata masdar salāmat (yang dalam bahasa indonesia berarti

selamat). (Daud Ali, 1998: 49)

Menurut Djumransjah (2007: 21) Kata “Islam” yang bersumber

dari al-Qur‟an memiliki banyak pengertian, diantaranya adalah:

a. Kata Islam berasal dari kata kerja (fi‟il) aslama-yuslimu yang artinya

menyertahkan diri, menyelamatkan diri, taat, patuh dan tunduk.

b. Dilihat dari segi kata dasar “salima” yang berarti selamat, sejahtera, sentosa, bersih, dan bebas dari cacat dan cela.

c. Dilihat dari kata dasar “salaam” maka berarti damai, aman tentram.

Pendidikan Islam adalah suatu proses penggalian, pembentukan,

pendayagunaan dan pengembangan pikir, dzikir dan kreasi serta

potensi manusia, melalui pengajaran, bimbingan, latihan dan

pengabdian yang dilandasi dan dinapasi oleh nilai-nilai ajaran Islam,

sehingga terbentuk pribadi muslim yang sejati, mampu mengontrol,

mengatur dan merekayasa kehidupan dengan penuh tanggungjawab

berdasar nilai-nilai ajaran Islam. (Ahid, 2010: 153). Pendidikan Islam

pada hakekatnya adalah pendidikan yang berdasarkan atas al-Qur‟an

(27)

menjadi lebih baik. Karena manusia pada dasarnya lahir dalam

keadaan fitrah, (bertaukhid), pendidikan adalah upaya seseorang untuk

mengembangkan potensi taukhid agar dapat mewarnai kualitas

kehidupan pribadi seseorang. (Thoha, 1996: 25)

Menurut Achmadi, (1992: 20), pendidikan Islam adalah “segala

usaha untuk memelihara dan mengembangkan fitrah manusia serta

sumberdaya insani yang ada padanya menuju terbenuknya manusia

seutuhnya (insan kamil) sesuai dengan norma islam.”

2. Orang Tua (Keluarga)

Orang tua adalah ayah ibu kandung, orang yang dianggap tua

(cerdik, pandai, ahli), orang yang dihormati dan disegani di kampung.

(KBBI, 2007: 802). Orang tua atau keluarga adalah lembaga yang

pertama dan utama yang dikenal oleh anak. Hal ini disebabkan, karena

kedua orang tuanyalah orang yang pertama dikenal dan diterimanya

pendidikan. Bimbingan, perhatian, dan kasih sayang yang terjalin antara

kedua orang tua dengan anak-anaknya, merupakan basis yang ampuh

bagi pertumbuhan dan perkembangan psikis serta nilai-nilai soaial dan

religius pada diri anak didik. (Ahid, 2010: 61)

Dari penjelasan di atas dapat disempulkan bahwa orang tua adalah

ayah dan ibu dari anak, yang melahirkan dan memberikan pendidikan

atau membiayai pendidikannya dan orang yang paling pertama

memberikan pendidikan kepada anaknya.

(28)

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, (2007: 41), disebutkan

bahwa anak adalah manusia yang masih kecil (berumur 6th). Anak

merupakan tumpuan harapan zaman depan, bukan saja sebagai

penyambung keturunan, tetapi anak juga sebagai penerus yang akan

melanjutkan cita-cita dan perjuangan. (Fachruddin, 1992: 113)

Dari pengertian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa, anak

adalah manusia yang masih kecil (0-6th) yang akan menjadi

penyambung keturunan dan sekaligus sebagai penerus cita-cita dan

perjuangan orang tua.

4. Al-Qur‟an surah an-Nisā‟ayat 9 dan at-Tahrīm aya 6

Al-Qur‟an merupakan bentuk masdar dari qa-ra-a, sehingga

al-Qur‟an dimengerti oleh setiap orang sebagai nama kitab suci yang

mulia. (Ash-Shalih, 1993: 10). “Al-Qur‟an” menurut bahasa, ialah:

bacaan atau yang dibaca. al-Qur‟an adalah “masdhar” yang diartikan

dengan arti isimmaf‟ul, yaitu “maqru= yang dibaca.”

Menurut istilah ahli agama („uruf syara‟), al-Qur‟an ialah: “nama bagi kalamullah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW yang

ditulis dalam mashhaf.” (Ash-Shiddieqy, 1990: 1)

Ali as-Sabuni dalam bukunya at-Tibyan mendefinisikan bahwa

al-Qur‟an adalah kalam Allah yang tiada tandingannya, diturunkan kepada Nabi Muhammad, penutup para Nabi dan Rasul, dengan perantaraan

Jibril, dan ditulis pada mushaf-mushaf yang kemudian disampaikan

(29)

membaca dan mempelajarinya merupakan ibadah, yang dimulai dengan

surah an-Fatihah dan ditutup dengan surah an-Nas. (Faizah, 2008: 97)

Surah an-Nisā‟ (Arab:

ءبضْىا

, an-Nisā‟, “wanita”) adalah surah

yang ke-4 dalam al-Qur‟an. Surah ini terdiri dari 176 ayat yang

diturunkan setelah surah al-Mumtahanah. Dinamai an-Nisā‟ karena

surat ini banyak menceritakan tentang wanita. Semua ayatnya

diturunkan di Madinah. (Ash-Shiddieqy, TT: 337)

Surah at-Tahrīm (Arab

:

ٌٝ شحخىا

, at-Tahrīm ”mengharamkan”).

Surah ini adalah surah yang ke-105 dari segi perurutan turunnya surah

al-Qur‟an, surah ini turun setelah surah al-Hujarat dan sebelum surah al-Jumuah. Jumlah ayat-ayatnya menurut berbagai cara perhitungtannya

adalah 12 ayat. (Shihab, jilid 14. 2009. 161) Surah ini termasuk

golongan surah madaniyah. dinamai surah at-Tahrīm karena pada awal

surah ini terdapat kata “tuharrim” yang kata dasarnya adalah at-Tahrīm

yang berarti “mengharamkan”. E. Manfaat Penelitian

Mengungkapkan secara spesifik manfaat yang hendak dicapai dari

aspek teoretis (keilmuan) dengan menyebutkan manfaat teoretis apa yang

dapat dicapai dari masalah yang diteliti. Juga dari aspek praktis

(guna-laksana) dengan menyebutkan manfaat apa yang dapat dicapai dari

(30)

Adapun beberapa manfaat dari penelitian yang dilakukan adalah

sebagai berikut:

1. Manfaat teoretis

a. Memberikan sumbangan pemikiran ilmu tentang pendidikan orang

tua pada anak, terutama mengenai pendidikan orang tua pada anak

yang terkandung dalam al-Qur‟an surah an-Nisā‟ ayat 9 dan at

-Tahrīm ayat 6.

b. Penelitian ini memiliki relevansi dengan ilmu agama Islam

khususnya progam studi agama Islam, sehingga hasil

pembahasannya berguna untuk menambah literatur atau bacaan

tentang pendidikan orang tua pada anak dalam al-Qur‟an surah an

-Nisā‟ ayat 9 dan at-Tahrīm ayat 6.

c. Penelitian ini semoga dapat memberikan kontribusi positif bagi

orang tua dan calon orang tua khususnya bagi peneleti untuk

mengetahui dan mendalami pendidikan orang tua pada anak ytang

terkandung dalam al-Qur‟an surah an-Nisā‟ ayat 9 dan at-Tahrīm

ayat 6.

2. Manfaat praktis

Memberikan kontribusi positif untuk dijadikan pertimbangan

berfikir dan bertindak. Secara khusus penelitian ini dapat dipergunakan

sebagai berikut:

a. Dengan adanya penelitian ini, diharapkan dapat menjadi motivasi

(31)

pendidikan orang tua pada anak di masyarakat sesuai dengan aturan

ajaran agama Islam.

b. Diharapkan penelitian ini dapat menjadi bahan acuan khususnya bagi

orang tua agar dapat mengaplikasikan pendidikan Islam pada anak

dalam kehidupan sehri-hari.

c. Dengtan skripsi ini, juga diharapkan dapat bermanfaat bagi pembaca

pada umumnya dan khususnya bagi penulis sendiri.

F. Metode Penelitian

1. Jenis penelitian

Jenis penelitian yang digunakan oleh peneliti tergolong penelitian

pustaka (library research), penelitian tersebut dengan mengumpulkan

data-data yang berhubungan dengan objek penelitian, dengan

mengumpulkan data-data yang diperlukan, baik yang primer maupun

yang sekunder, dicari dari sumber-sumber kepustakaan (seperti buku,

majalah, artikel, jurnal). (Kuswaya, 2009: 11)

2. Pendekatan penelitian

Untuk melakukan penelitian ini, peneliti menggunakan metode

tematik, tafsir tematik atau disebut dengan tafsir maudhu‟i yaitu

membahas ayat-ayat al-Qur‟an sesuai dengan tema atau judul yang

telah ditetapkan.

Menurut Baidan, (2000: 152), dijelaskan bahwa dalam penerapan

metode tematik atau Maudhu‟i, ada beberapa langkah yang harusdi

(32)

a. Menghimpun ayat-ayat yang berkenaan dengan judul tersebut sesuai

dengan kronologi urutan turunnya. Hal ini diperlukan untuk

mengetahui kemungkinan adanya ayat yang mansukhah, dan

sebagainya.

b. Menelusuri latar belakang turun (asbab nuzul) ayat-ayat yang telah

dihimpun (kalau ada).

c. Meneliti dengan cermat semua kata atau kalimat yang dipakai dalam

ayat tersebut, teruama kosa kata yang menjadi pokok permasalahan

di dalam ayat itu. Kemudian mengkajinya dari semua aspek yang

berkaitan dengannya, seperti bahasa, budaya, sejarah, munasabat,

pemakaian kata ganti (dhamir), dan sebagainya.

d. Mengkaji pemahaman ayat-ayat itu dari pemahaman dari aliran dan

pendapat para mufasir, baik yang klasik maupun yang kontemporer.

e. Semua itu dikaji secara tuntas dan saksama dengan menggunakan

penalaran yang objektif melalui kaidah-kaidah tafsir yang mu‟abar,

serta didukung oleh fakta (kalau ada), dan argumen-argumen dari

al-Qur‟an, hadits, atau fakta-fakta sejarah yang dapat ditemukan.

Walaupun di atas dijelaskan menghimpun ayat-ayat yang

berkenaan dengan judul sesuai dengan kronologi urutan turunnya.

Namun dalam penelitian ini, peneliti hanya akan membahas surat

an-Nisā ayat 9 dan at-Tahrīm ayat6.

(33)

Metode yang digunakan peneliti adalah metode yang bersifat

library research dalam pengumpulan data yang akan digunakan untuk

penelitian, maka penulis membagi sumber data menjadi dua bagian:

a. Sumber data primer, yaitu sumber data yang langsung berkaitan

dengan penelitian yaitu al-Qur‟an surat an-Nisā ayat 9 dan at-Tahrīm

ayat 6 beserta tafsirnya baik berupa hadits-hadits maupun penjelasan

dan Tafsir para Ulama‟ diantaranya adalah Tafsir al-Misbah karya Prof. Dr. Quraish Shihab, Tafsir Ibnu Katsir karya karya Muhammad

Nasib Ar-Rifa‟i, dan Al-Qur‟an dan Tafsirnya karya Departemen

Agama RI.

b. Sumber data sekunder, yaitu sumber data yang mengandung dan

melengkapi sumber-sumber data primer. Adapun sumber data

sekunder berupa buku-buku pendidikan orang tua pada anak,

internet, dan informasi lainnya yang berhubungan dengan judul

skripsi ini.

4. Metode Analisis

Analisis non-statis sesuai untuk data deskriptif atau data textual.

Data deskriptif sering hanya dianalisis menurut isinya, dan karena itu

analisis macam ini juga disebut analisis isi (content analysis)

(Suryabrata, 1995: 85). Disini peneliti menggunakan metode content

analysis dalam menguraikan makna yang terkandung dalam redaksi

(34)

secara mendalam dan saksama guna menjawab permasalahan yang ada

dari rumusan masalah yang telah dipaparkan oleh peneliti.

G. Sistematika Pembahasan

Untuk memudahkan pembahasan dalam penelitian ini, maka

penelitian ini disusun dalam lima bab, yang terdiri dari sub-sub bab yang

bersifat saling keterkaitan antara satu bab dengan yang lainnya, yang mana

sistematikanya disusun sebagai berikut:

Bab I pada bab ini dikemukakan tentang latar belakang masalah,

rumusan masalah, tujuan penelitian, penegasan istilah, manfaat penelitian,

metode penelitian dan sistematika pembahasan.

Bab II sebagai kelanjutan dari bab awal yang lebih spesifik dalam

sistematika penulisan, bab yang ke dua menjelaskan tentang kompilasi

ayat-ayat al-Qur‟an yang berhubungan dengan pendidikan orang tua pada

anak.

Bab III menguraikan tentang sebab-sebab turunnya al-Qur‟an dan

sebab-sebab turunnya hadist yang menerangkan tentang pendidikan orang

tua pada anak selain itu dalam bab ini juga menerangkan tentang ayat-ayat

atau hadist yang berhubungan dengan ayat atau hadist tentang pendidikan

orang tua pada anak, atau dalam kata lain mencakup juga

keterangan-keterangan yang berkaitan dengan pendidikan orang tua pada anak.

Bab IV dalam bab ini peneliti lebih memfokuskandalam inti

pembahasan tentang pendidikan orang tua pada anak dalam al-Qur‟an

(35)

mengimplementasikan pendidikan orang tua pada anak dalam al-Qur‟an

surah an-Nisā‟ ayat 9 dan surah at-Tahrīm ayat 6 dalam kehidupan s

ehari-hari untuk mencari ridlo Allah swt.

Bab V memaparkan tentang kesimpulan atas pembahasan yang

telah diuraikan dalam penelitian.

BAB II

(36)

1. Surat an-Nisā ayat 9

Artinya: Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan

Perkataan yang benar.

Kosa kata(Ya-Salaam, jilid 2, 1993: 121)

شخٞىٗ

: walyakhsya : dan hendaklah takut

٘مشح٘ى

ا : lau tarakū : bila meninggalkan

ٌٖفيخ

: khalfihim : dibelakan mereka

تّّٝسر

: zurriyyatan : keturunan/anak

ؼظ

بف

: di‟āfan : lemah

٘فبخ

ا

: khāfū : mereka khawatir/takut

٘قّخٞيف

ا

: falyattaqū : hendaklah mereka bertaqwa

ٗ

٘ى٘قٞى

ا

: walyaqūlū : dan mengucapkan

لَ٘ق

: qaulan : perkata

(37)

Kata (

شخٝ

) yakhsya, berasal dari kata (

ٜشخ

) khasyiya yang

artinya takut kepadanya, sedangkan kata (ا

٘فبخ

) khāfū besaral dari kata

(

فبخ

) khāfa, (

٘فبخٝ

) yakhāfu, (

بف٘خ

) khaufan yang artinya takut sesuatu.

(Al-Habsyi, 1991: 82 & 88)

Kata (

شخٝ

) yakhsya, dapat diartikan sebagai takut terhadap barang

yang terlihat. Yaitu ciptaan-ciptaan Allah yang besar. Karena Allah

mampu menciptakan alam semesta yang sangat besar. Contohnya takut

terhadap siksa dan azab dari Allah karena kesalahan yang ia lakukan.

Kata (

٘فبخ

) khāfū, merupakan sinonim dari kata (

٘ق

ح

) taqwa,

artinya rasa takut saat mengahap Allah (yang ghoib) karena dosa-dosa

yang telah ia lakukan. Sebagai contohnya adalah takut akan murka Allah.

(http://nasimfauzi.blogspot.com.diakses pada 25 Agustus)

Kata ( ا

ذٝذص

) sadīdan, terdiri dari kata sīn dan dāl yang berarti

istīqomah/konsistensi. Kata ini juga digunakan untuk menunjuk pada

sasaran. Dengan demikian, kata sadīdan diatas, tidak sekedar berarti

benar, tetapi ia juga harus berati tepat sassaran. (Shihab, jilid 2, 2002:

426)

Ayat di atas mengingatkan kepada orang tua dan para pengasuh

anak-anak yatim untuk memberikan ilmu pengetahuan kepada anak

dengan tepat dan benar dan takut bila meninggalkan anak-anak yang

(38)

sendiri apabila mereka tinggal mati dalam keadaan yatim dan miskin papa,

serta tidak mempunyai daya dan upaya untuk bertahan hidup. Apakah

mereka merasa senang apabila anak-anak mereka tidak terurus, lemah

tidak berdaya, dan hidup miskin papa. (Al-Qarni, jilid 1, 2008: 359)

2. Surat at-Tahrīm ayat 6



Artinya: Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.

Kosa kata (Al-Maragi, 1993: 259)

ٌنضفّاا٘ق

: qū anfusakum : jadilah dirimu itu pelindung dari api neraka dengan meninggalkan maksiat.

ٌنٞيٕاٗ

: wa ahlīkum : membawa keluargamu kepada hal itu dengan nasehat dan pelajaran.

د٘ق٘ىا

: al-waqūd : kayu bakar.

ةسبجحىا

: al-hijārah : berhala-berhala yang disembah.

تنئٰيٍ

: malāikah : para penjaga neraka yang sembilan belas orang.

ظلَغ

: gilāz : kesat hati dan tidak mau mengasihi apabila mereka diminta belas kasihan.

(39)

Kata (

ٌنضفّأا٘ق

) qū anfusakum, secara kebahasan, terdiri dari dua

suku kata, yaitu qū yang merupakan bentuk amr lil jama‟ (kata perintah

bentuk plural) dari waqā yang berarti janganlah oleh kalian, dan kata

anfusakum yang berarti diri kalian. Dengan demikian kata qū anfusakum

dalam konteks ayat ini bermakna perintah untuk senantiasa menjaga diri

dan keluarga dari sengatan api neraka. (Depag RI, jilid 10, 2009: 203)

Malaikat yang disifati dengan (

ظلَغ

) gilāzh/kasar bukanlah dalam

arti jasmaninya, karena malaikat adalah makhluk-makhluk halus yang

tercipta dari cahaya. Atas dasar ini, kata tersebut harus dipahami dalam arti

kasar perlakuannya atau ucapannya. Karena mereka telah diciptakan Allah

khusus untuk menangani neraka. “Hati” mereka tidak iba atau tersentuh

oleh rintisan, tangisan atau permohonan belas kasih, mereka diciptakan

Allah dengan sifat sadis, dan karena itu maka mereka (

داذش

) syidād/keras,

yakni makhluk-makhluk Allah yang keras hatinya dan keras pula

perlakuannya.

Ayat di atas menggambarkan bahwa dakwah dan pendidikan harus

bermula dari rumah. Walau secara redaksional ayat di atas tertuju kepada

kaum pria (ayah), bukan berarti hanya tertuju kepada mereka. Ayat ini

tertuju kepada perempuan dan laki-laki (Ibu dan ayah) untuk

bertanggungjawab kepada anak-anak dan juga pada pasangannya

masing-masing sebagaimana masing-masing-masing-masing bertanggungjawab atas kelakuannya.

(40)
(41)

14. dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu- bapanya; ibunya telah mengandungnya dalam Keadaan lemah

yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun.

bersyukurlah kepadaku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya

kepada-Kulah kembalimu .

15. dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, Maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik, dan ikutilah jalan orang yang kembali Ku, kemudian hanya kepada-Kulah kembalimu, Maka Kuberitakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan.

16. (Luqman berkata): "Hai anakku, Sesungguhnya jika ada (sesuatu perbuatan) seberat biji sawi, dan berada dalam batu atau di langit atau di dalam bumi, niscaya Allah akan mendatangkannya (membalasinya). Sesungguhnya Allah Maha Halus lagi Maha mengetahui.

17. Hai anakku, dirikanlah shalat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu Termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah).

18. dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri.

19. dan sederhanalah kamu dalam berjalan dan lunakkanlah suaramu. Sesungguhnya seburuk-buruk suara ialah suara keledai.

Ayat 13: kata (

ٔظؼٝ

) ya‟izhuhū terambil dari kata (

عػٗ

) wa‟zh

yaitu nasihat menyangkut berbagai kebajikan dengan cara yang menyentuh

hati. Ada juga yang mengartikannya sebagai ucapan yang mengandung

peringatan dan ancaman. Penyebutan kata ini sesudah kata dia berkata

untuk memberi gambaran tentang bagaimana perkataan itu beliau

sampaikan, yakni tidak membentak, tetapi penuh kasih sayang

(42)

Sementara kata (

عػٗ

) wa‟zh, dalam arti ucapan yang

mengandung peringatan dan ancaman, berpendapat bahwa kata tersebut

mengisyaratkan bahwa anak luqmān itu adalah seorang musyrik sehingga

sang ayah yang menyandang hikmah itu terus-menerus menasehatinya

sampai akhirnya sang anak mengakui tauhid. Namun pendapat yang antara

lain dikemukakan oleh Thārir Ibn „Asyūr ini sekedar dugaan yang tidak

memiliki dasar yang kuat.

Kata(

ّْٜب

) bunayya adalah patron yang menggambarkan

kemungilan. Asalnya adalah (

ْٜبئ

) ibny dari kata (

ِبئ

) yakni anak lelaki.

Pemungilan tersebut mengisyaratkan kasih sayang. Ayat diatas memberi

isyarat bahwa mendidik hendaknya didasari oleh rasa kasih sayang

terhadap peserta didik.

Ayat 14: kata (

بْٕٗ

) wahana berarti kelemahan atau kerapuhan.

Yang dimaksud disini kurangnya kemampuan memikul beban kehamilan,

penyusuan, dan pemeliharaan anak. Patron kata yang digunakan ayat ini

mengisyaratkan betapa lemahnya sang ibu sampai-sampai ia dilukiskan

bagai kelemahan itu sendiri, yakni segala sesuatu yang berkaitan dengan

kelemahan telah menyatu pada dirinya dan dipikulnya.

Kalimat (

ٍِٞبػ ٜف ٔىبصفٗ

) wa fishāluhū fī „āmain/dan

penyapiannya didalam dua tahun mengisyaratkan betapa penyusuan anak

sangat penting dilakukan oleh ibu kandung. Tujuan penyusuan ini bukan

(43)

lebih-lebih untuk menumbuhkembangkan anak dalam kondisi fisik yang

prima.

Ayat 15: kata (

كاذٕبج

) jāhadāka terambil dari kata (

ذٖج

) juhd

yakni kemampuan. Ayat ini menggambarkan adanyan upaya

sungguh-sungguh.

Yang dimaksud dengan (

ٌيػ ٔب لى شٞى بٍ

) mā laisa laka bihi

„ilm/yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu adalah tidak ada

pengetahuan tentang kemungkinan terjadinya. Tiadanya pengetahuan

berarti tidak adanya objek yang diketahui. Ini berarti tidak wujudnya

sesuatu yang dapat dipersekutukan dengan Allah SWT.

Kata (

بفٗشؼٍ

) ma‟rufan mencakup segala hal yang dinilai oleh

masyarakat baik selama tidak bertentangan dengan akidah Islamiyah.

Dalam konteks ini, diriwayatkan bahwa Asmā‟, putri Sayyidinā Abū

Bakar RA pernah didatangi oleh ibunya yang ketika itu masih Musyrikah.

Asmā‟ bertanya kepada Nabi bagaimana seharusnya ia bersikap. Maka,

Rasul SAW Memerintahkannya untuk tetap menjalin hubungan baik,

menerima dan memberinya hadiah serta mengunjungi dan menyambut

kunjungannya.

Ayat 16: ketika menafsirkan kata (

هدشخ

) khardal pada

QS.al-Anbiyā: 47, penulis mengutip penjelasan Tafsīr al-Muntakhab yang

melukiskan biji khardal/moster terdiri atas 913.000 butir. Dengan

(44)

atau ± 1 mg., dan merupakan biji-bijian teringan yang diketahui umat

manusia sampai sekarang. Oleh karena itu, biji ini sering digunakan oleh

al-Qur‟an untuk menunjuk sesuatu yang sangat kecil dan halus.

Kata (

فٞطى

) lathīf terambil dari kata (

فطى

) lathafa yang hurufnya

terdiri dari (

ه

) lām, (

غ

) thā‟, dan (

ف

) fā‟. Kata ini mengandung makna

lembut halus dan kecil dari makna ini kemudian lahir makna

ketersembunyian dan ketelitian.

Ayat 17: kata (

شبص

) shabr berasal dari tiga huruf (

ص

) shād, (

ة

)

, dan (

س

) rā. Maknanya berkisar pada tiga hal: 1) menahan, 2)

ketinggian sesuatu, dan 3) menjadi batu. Dari makna menahan, lahir

makna konsisten/bertahan karena yang bersabar bertahan menahan diri

pada satu sikap. seseorang yang menahan gejolak hatinya dinamai

bersabar. Yang ditahan dipenjara sampai mati dinamai mashbūrah. Dari

makna kedua lahir kata shubr, yang berarti puncak sesuatu. Dan dari

makna ketiga muncul kata ash-shubrah, yakni batu yang kukuh lagi kasar,

atau potongan besi.

Kata (

ًزػ

) „azm dari segi bahasa berarti keteguhan hati dan tekad

untuk melakukan sesuatu. Kata ini berpatron mashdar, tetapi maksudnya

adalah objek sehingga makna penggalan ayat itu adalah shalat, amr ma‟ruf

dan nahi mungkar, serta kesabaran, merupakan hal-halyang telah

(45)

Ayat 18: kata (

شّؼصح

) tusha‟ir terambil dari kata (

شؼّصىا

)

ash-sha‟ir yaitu penyakit yang menimpa unta yang menjadikan lehernya

keseleo sehingga ia memaksakan dia dan berupaya keras agar berpaling

sehingga tekanan tidak tertuju pada syaraf lehernya dari rasa sakit. Dari

ayat inilah menggambarkan upaya keras dari seseorang untuk bersikap

ankuh dan menghina orang lain.

Kata (

ضسلأا ٜف

) fi al-ardh/di bumi disebut oleh ayat di atas

untuk mengisyaratkan bahwa asal kejadian manusia dari tanah sehingga

hendaknya jangan menyombongkan diri dan melangkah angkuh ditempat

itu.

Kata (

لَبخخٍ

) mukhtālan terambil dari akar kata yang sama dengan

(

هبٞخ

) khayāl/khayal. Karenanya, kata ini pada mulanya berarti oraang

yang tingkah lakunya diarahkan oleh khayalan, bukan oleh kenyataan yang

ada pada dirinya. Dan kata (

اس٘خف

) fakhūran, yakni sering kali dipahami

dengan membanggakan dirinya.

Kata (

طعغا

) ughdhudh terambil dari kata (

ّطغ

) ghadhdh

dalam arti penggunaan sesuatu tidak dalam potensinya yang sempurna.

Mata dapat memandang ke kiri dan ke kanan secara bebas. Perintah

ghadhdh, jika ditunjukkan kepada mata, kemampuan itu hendaknya

dibatasi dan tidak digunakan secara maksimal. Demikian pula dengan

(46)

sekuat kemampuannya, tetapi dengan suara perlahan namun tidak harus

berbisik. (Shihab, jilid 10, 2002: 295)

Materi pendidikan yang diterapkan oleh Luqmān Hakim kepada

anaknya di atas dapat diambil tiga hal, yaitu: (Huda, 2008: 126)

a) Pendidikan keimanan („aqīdah). pendidikan ini pertama kali dilakukan Luqman kepada anaknya. Luqman menanamkan keyajinan bahwa Allah

sebagai Zat Yang Maha Esa yangharus disembah dan sekaligus

melarang perbuatan syirik (QS luqmān ayat 13).

b) Pendidikan ibadah (syarī‟ah). Ruang lingkup syarīah meliputi interaksi

vertikal seorang hamba dengan Allah yang direalisasikan melalui

ibadah, dan interaksi horizontal yang dilakukan dengan sesama

manusia (mu‟āmalah). Dalam hal ibadah ini. Luqmān mengajarkan shalat kepada anaknya (ayat 17).

c) Pendidikan akhlak. Dalam bidang akhlak, terbagi menjadi dua, yaitu

akhlak personal dan akhlak sosial. Pendidikan akhlak personal

dilakukan Luqmān kepada anaknya dengan memperkenalkan etika baik terhadap kedua orang tua (ayat 14). Prinsip berbakti ini dengan cara

melakukan segala yang diperintahnya dan menjauhi segala larangannya

selama dalam batas tidak melanggar syariat islam (ayat 15). Sedangkah

akhlak sosial mencakup pendidikan dakwah/amar ma‟rūf nahi munkar

dan bersabar (ayat 17). Juga pendidikan etika ayat 18-19) yang

(47)
(48)

Artinya:

42. dan bahtera itu berlayar membawa mereka dalam gelombang laksana gunung. dan Nuh memanggil anaknya, sedang anak itu berada di tempat yang jauh terpencil: "Hai anakku, naiklah (ke kapal) bersama Kami dan janganlah kamu berada bersama orang-orang yang kafir."

43. anaknya menjawab: "Aku akan mencari perlindungan ke gunung yang dapat memeliharaku dari air bah!" Nuh berkata: "tidak ada yang melindungi hari ini dari azab Allah selain Allah (saja) yang Maha Penyayang". dan gelombang menjadi penghalang antara keduanya; Maka jadilah anak itu Termasuk orang-orang yang ditenggelamkan.

44. dan difirmankan: "Hai bumi telanlah airmu, dan Hai langit (hujan) berhentilah," dan airpun disurutkan, perintahpun diselesaikan dan bahtera itupun berlabuh di atas bukit Judi, dan dikatakan: "Binasalah orang-orang yang zalim ."

45. dan Nuh berseru kepada Tuhannya sambil berkata: "Ya Tuhanku, Sesungguhnya anakku Termasuk keluargaku, dan Sesungguhnya janji Engkau Itulah yang benar. dan Engkau adalah hakim yang seadil-adilnya."

46. Allah berfirman: "Hai Nuh, Sesungguhnya Dia bukanlah Termasuk keluargamu (yang dijanjikan akan diselamatkan), Sesungguhnya (perbuatan)nya perbuatan yang tidak baik. sebab itu janganlah kamu memohon kepada-Ku sesuatu yang kamu tidak mengetahui (hakekat)nya. Sesungguhnya aku memperingatkan kepadamu supaya kamu jangan Termasuk orang-orang yang tidak berpengetahuan."

Ayat 42: Ayat ini menunjukkan betapa naluri manusia sangat cinta

kepada anaknya, kendati sang anak durhaka, dan betapa anak durhaka

melupakan kebaikan dan ketulusan orang tuanya. Hal ini dapat dilihat dari

cara Nabi Nūh AS menyeru anaknya dengan panggilan yang mesra yaitu

(

ّْٜب

) bunayya adalah bentuk tashghīr/perkecilan dari kata (

ْٜبئ

)

ibnī/anakku. Bentuk itu antara lain digunakan untuk menggambarkan

kasih sayang karena kasih sayang biasanya tercurah kepada anak, apalagi

(49)

Ayat 43: kalimat (

ٌحس ٍِ ّلَئ

) illā man rahim ada yang

memahaminya dalam arti tetapi siapa yang dirahmati Allah maka dialah

yang akan terpelihara. Ada juga yang ulama yang memahami illā dalam

arti kecuali sehingga penggalan ayat ini, menurut mereka, bagaikan

menyatakan “tidak ada satupun saat ini tempat yang dapat melindungimu,

baik gunung maupun selainnya, kecuali satu tempat, yaitu tempat siapa

yang dirahmati dan diselamatkan Allah SWT, tempat itu adalah bahtera

ini”.

Ayat 44: kata (

ّٛد٘جىا

) al-jūdi dipahami oleh banyak ulama

sebagai nama sebuah gunung. Sementara ulama menyebut bahwa

lokasinya membentang antara Irak dan Armenia. Ada lagi yang menyebut

tempatnya secara persis adalah Mūshil atau Kūffah di Irak.

Ayat 46: kalimat (

ليٕأ ٍِ ش

ٞى ّّٔئ

) innahu laisa min

ahlik/sesungguhnya dia bukanlah termasuk keluargamu sama sekali bukan

berarti sebagaimana diduga oleh sementara penuntut ilmu, bahwa anaknya

itut bukan anak kandung Nabi Nūh AS tetapi anak zina. Namun, ayat ini

bermaksud menyatakan dia bukan termasuk keluargamu yang dijanjikan

akan memperoleh keselamatan, atau bukan keluargamu yang wajar engkau

jalin dengannya hubungan kasih sayang, karena dia telah mendurhakai

Allah SWT.

Kalimat (

ِٞيٕبجىا ٍِ ُ٘نح

ُأ

) antakūna min al-jāhilīn/agar

(50)

dikemukakan bahwa redaksi semacam ini mengandung makna yang lebih

dalam dan mantap dari pada menyatakan agar engkau tidak menjadi

seorang jahil. (Shihab, jilid 5, 2002: 634)

Ayat di atas menjelaskan pendidikan Nūh kepada Kan‟ān menyangkut pendidikan akidah dan moral: (Huda, 2008: 91)

a) Pada pendidikan akidah: dapat dilihat ketika Nabi Nūh mengajak

Kan‟ān kembali ke agama Allah.

b) Pada pendidikan moral dapat dilihat dari sikap Nūh yang ingin

memberdayakan moralitas Kan‟ān dengan meninggalkan pergaulan

bersama orang-orang kafir.

(51)

diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku Termasuk orang-orang yang sabar".

103. tatkala keduanya telah berserah diri dan Ibrahim membaringkan anaknya atas pelipis(nya), (nyatalah kesabaran keduanya ).

104. dan Kami panggillah dia: "Hai Ibrahim,

105. Sesungguhnya kamu telah membenarkan mimpi itu Sesungguhnya Demikianlah Kami memberi Balasan kepada orang-orang yang berbuat baik.

106. Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang nyata.

107. dan Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar.

Maka Allah melarang menyembelih Ismail dan untuk meneruskan korban, Allah menggantinya dengan seekor sembelihan (kambing). Peristiwa ini menjadi dasar disyariatkannya Qurban yang dilakukan pada hari raya haji.

Ayat 102: ayat di atas menggunakan bentuk kata kerja mudhāri

(masa kini damasa datang) pada kata-kata (

ٛسأ

) arā/saya melihat dan

(

لحبرأ

) adzsbahuka/sayamenyembelihmu. Demikian juga kata (

شٍإح

)

tu‟mar/diperintahkan. Ini untuk mengisyaratkan bahwa apa yang beliau

lihat itu seakan-akan masih terlihat hingga saat penyampaiannya itu.

Sedang, penggunaan bentuk tersebut untuk kata menyembelihmu untuk

mengisyaratkan bahwa perintah Allah yang dikandung mimpi itu belum

selesai dilaksanakan, tetapi hendaknya segera dilaksanakan.

Ucapan sang anak: (

شٍإحبٍ وؼفئ

) if‟al mā tu‟mar/laksanakanlah

apa yang diperintahkan kepadamu, bukan kata: “sembelihlah aku”,

mengisyaratkan sebab kepatuhannya, yakni karena hal tersebut adalah

(52)

Ucapan sang anak: (

ِٝشببّصىا ٍِ الله ءبشّئ ّٜذجخص

) satajidunī

insyā Allā min ash-shābirīn/engkan akan mendapatiku insya Allah

termasuk para penyanbar, dengan mengaitkan kesabarannya dengan

kehendak Allah sambil menyebut terlebih dahulu kehendak-Nya,

menunjukkan betapa tingginya akhlak dan sopan santun sang anak kepada

Allah SWT.

Ayat 103-106: kata (

ّٔيح

) tallahu terambil dari kata (

وّخى

أ

) at-tall

yakni tempat tinggi. Ada juga yang memahaminya dalam arti tumpukan

pasir/tanah yang keras. Kata tallahu dari segi bahasa berarti melempar

atau menjatuhkan seseorang ke atas tumpukan. Maksud ayat ini adalah

memberingkan dan meletakkan pelipisnya dengan mantap pada suatu

tempat yang mantap dan keras agar tidak bergerak.

Kalimat (

بٝؤّشىبخقذص

) shaddaqta ar-ru‟yā/telah membenarkan

mimpi itu, yakni melaksanakan sesuai dengan batas kemampuanmu apa

yang diperintahkan oleh Allah melalui mimpi itu. Maksudnya, Nabi

Ibrahim AS telah membenarkan perintah yang dikandung mimpi sampai

batas waktu yang dikehendaki Allah.

Firman Allah: (

ِٞبَىا ءلَبىا ٖ٘ى ازٕ ُّئ

) inna hādzā lahuwa al

-balā‟u al-mubīn/sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang nyata,

agaknya dapat diketahui dengan membayangkan Nabi Ibrahim AS ketika

itu. Anak yang telah beliau nantikan bertahun-tahun lamanya, kini harus

(53)

tiga belas tahun. Anak itu, disamping buah hati dan harapannya, ia pun

dilukiskan oleh ayat di atas sebagai (

ٜؼّضىا ٔؼٍ غيب

) balagha ma‟ahu as

-sa‟ya/berusaha bersama dengannya. Lalu yang lebih memilukan hati lagi

adalah bahwa anak itu harus disembelih sendiri. (Shihab, jilid 11, 2002:

280)

Berdasarkan uraian di atas, interaksi pendidikan Ibrahim AS

terhadap Isma‟il AS dapat disimpulkan sebagai berikut: (Huda, 2008:

157)

a) Uji kepatuhan keimanan betujuan untuk pemberdayaan hidup yang

humanis (memanusiakan manusia) yang dibangun melalui totalitas

pengabdian kepada Allah. Hal ini dibuktikan oleh Nabi Ibrahim AS

yang rela menyembelih Nabi Isma‟il AS yang sangat ia cintai demi

membuktikan keimanan dan ketakwaannya kepada Allah SWT.

b) Uji kepatuhan sebagai realisasi keimanan

c) Interaksi pendidikan terjadi denggan metode dialogis-demokratis, yakni

pendidik memberi kesempatan anak didik untuk memberi konsep

kebenaran materi yang diajarkan.

d) Pendidik memiliki kompetensi demokratis, yang bertujuan untuk

menghindari intervensi hak hidup Isma‟il AS secara otoritatif.

e) Etika patuh anak didik mendorong keberhasilan pendidikan. Sikap

(54)

f) Konstruksi epistimologi pendidikan termasuk dalam kategori

intuitif-demokratis. Yakni, pendidikan berkurban diperoleh Ibrahim as. Melalui

wahyu dengan pendekatan pengajaran demokratis.

6. Surat Yūsuf ayat 4-5 Sesungguhnya aku bermimpi melihat sebelas bintang, matahari dan bulan; kulihat semuanya sujud kepadaku."

5. Ayahnya berkata: "Hai anakku, janganlah kamu ceritakan mimpimu itu kepada saudara-saudaramu, Maka mereka membuat makar (untuk membinasakan) mu. Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagi manusia."

Ayat 4: kata (

بٝ

) yā/wahai. Lalu, diikuti dengan kata (

جبأ

)

abati/ayahku dia menggambarkannya kedekatannya kepada beliau.

kedekatannya kepada ayahnya diakui oleh ayat ini sehingga bukan nama

ayahnya yang disebut oleh ayat ini, tetapi kedudukannya sebagai orang

tua. Ayat ini tidak berkataingatlah ketika Yūsuf berkata kepada Ya‟qūb,

tetapi ketika Yūsuf berkata kepada ayahnya.

Ayat 5: kata (

ّْٜب

) bunayya adalah bentuk tashghīr/perkecilan dari

(55)

menggambarkan kasih sayang karena kasih sayang biasanya tercurah

kepada anak, apalagi yang masih kecil. (Shihab, 2002: 14-16)

Secara implisit/tersurat materi pendidikan Ya‟qūb terhadap Yūsuf

dapat dipahami dalam lingkup berikut: (Huda, 2008: 123)

a) pendidikan akidah, dengan mengenalkan konsep ketuhanan ialah Allah

yang telah memilih Yūsuf menjadi nabi dan mengajarkan ta‟bir mimpi.

b) pendidikan akhlak, dilakukan dengan mewaspadai perbuatan makar

saudara-saudaranya dan merahasiakan nikmat dari orang yang

menyebabkan hasud kepadanya.

7. Surat Maryam ayat 27-33

(56)

28. Hai saudara perempuan Harun, ayahmu sekali-kali bukanlah seorang yang jahat dan ibumu sekali-kali bukanlah seorang pezina",

29. Maka Maryam menunjuk kepada anaknya. mereka berkata: "Bagaimana Kami akan berbicara dengan anak kecil yang masih di dalam ayunan?"

30. berkata Isa: "Sesungguhnya aku ini hamba Allah, Dia memberiku Al kitab (Injil) dan Dia menjadikan aku seorang Nabi,

31. dan Dia menjadikan aku seorang yang diberkati di mana saja aku berada, dan Dia memerintahkan kepadaku (mendirikan) shalat dan (menunaikan) zakat selama aku hidup;

32. dan berbakti kepada ibuku, dan Dia tidak menjadikan aku seorang yang sombong lagi celaka.

33. dan Kesejahteraan semoga dilimpahkan kepadaKu, pada hari aku dilahirkan, pada hari aku meninggal dan pada hari aku dibangkitkan hidup kembali".

Ayat 27-28: kata (

بّٝشف

) farīyyan terambil dari kata (

ٙشف

) firā yang

pada mulanya berarti sesuatu yang terpotong dan pasti. Pasti yang

dimaksud disini adalah sesuatu yang telah pasti lagi diragukan

keburukannya, yaitu perzinaan. Ada juga yang memahaminya dalam arti

sesuatu yang sangat besar, yakni apa yang mereka duga Maryam itu adalah

sesuatu yang sangat besar keburukan dan dosanya.

Istilah (

ُٗسبٕ جخأ

) ukht Hārūn menjadi bahan perbincangan para

ulama. Sementara cendekiawan non-muslim menjadikan istilah tersebut

sebagai bukti kesalahan al-Qur‟an karena, menurut mereka, antara Hārūn

yang merupakan saudara Mūsā. Dan maryam terdapat jarak ratusan tahun.

Sementara ulama menyatakan bahwa sebenarnya kebenaran ini bukanlah

Referensi

Dokumen terkait

(1) Maksud RTBL Kawasan Kerajinan Tikar Purun Kecamatan Haur Gading (Kluster A) Kabupaten Hulu Sungai Utara adalah merupakan panduan rancang bangun lingkungan

Berdasarkan penjelasan yang telah diberikan dapat diketahui bahwa siswa CL dengan tipe climber melakukan proses berpikir asimilasi baik pada tahap memahami masalah,

Sagala (2007: 99) berpendapat bahwasannya dalam proses pendidikan guru memiliki peranan sangat penting dan strategis dalarn proses membimbing peserta didik ke arah

1) Keputusan Gubernur Maluku Nomor: 225.a Tahun 2016 Tentang Pembentukan Tim kajian Penyelesaian Permasalahan PETI di Gunung Botak dan Gogrea Kabupaten Buru,

Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat- malaikat yang

Subtajuk 7.3 (Isu & Subtajuk 7.3 (Isu & Cabaran) juga akan Cabaran) juga akan menggunakan menggunakan kemahiran yang kemahiran yang diperoleh dalam tajuk 6 diperoleh dalam

Digunakan untuk menutupi atau mengganti pakaian biasa atau seragam lain, pada saat merawat pasien yang diketahui atau dicurigai menderita penyakit menular melalui

Data tentang nilai ankle brachial index (ABI) yang memberikan gambaran distribusi timbulnya peripheral arterial disease (PAD) sebagai prediktor kejadian diabetic foot