• Tidak ada hasil yang ditemukan

stakeholders dalam melaksanakan program pengembangan jagung secara

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "stakeholders dalam melaksanakan program pengembangan jagung secara"

Copied!
98
0
0

Teks penuh

(1)

i

KATA PENGANTAR

Jagung merupakan komoditas tanaman pangan yang memiliki peranan penting dan strategis dalam pembangunan nasional. Sekarang ini jagung tidak hanya digunakan sebagai bahan pangan tetapi juga digunakan sebagai bahan pakan dan industri bahkan di luar negeri sudah mulai digunakan sebagai bahan bakar alternatif (biofuel). Permintaan jagung terus mengalami peningkatan berbanding lurus dengan pertumbuhan penduduk, sebagai dampak dari peningkatan kebutuhan pangan, konsumsi protein hewani dan energi.

Sebagian besar dari pemenuhan konsumsi protein hewani masyarakat bersumber dari daging ayam. Dalam hal ini jagung merupakan bahan baku utama pakan ternak, dan menentukan keberlanjutan produksi daging nasional. Selain itu, jagung akan semakin diperhitungkan kegunaannya, sebagai bahan baku energi alternatif (biofuel) seiring dengan makin berkurangnya cadangan minyak bumi dunia.

Menyadari fungsi dan peran penting jagung tersebut, maka pemerintah berupaya untuk mewujudkan peningkatan produksi jagung berbasis kawasan agribisnis tahun 2015 melalui Gerakan Penerapan Pengelolaan Tanaman Terpadu (GP-PTT) Jagung. Kebijakan swasembada jagung ditetapkan dengan kriteria terpenuhinya kebutuhan pangan, bahan baku industri pakan ternak, bahan baku industri lainnya (biofuel) dari produksi dalam negeri. Untuk mencapai hal ini, maka produksi jagung ditetapkan meningkat 5% per tahun.

(2)

ii

Buku Pedoman Pelaksanaan GP-PTT 2015 ini berisi kebijakan, strategi dan langkah aksi bagi pemerintah (pusat, provinsi dan kabupaten/kota) bersama

stakeholders dalam melaksanakan program pengembangan jagung secara

sinergis dan berkesinambungan untuk bersama-sama mencapai target produksi jagung dan mewujudkan swasembada jagung.

Pedoman teknis ini disusun untuk menjadi acuan bagi seluruh pihak yang akan melaksanakan kegiatan ini. Kepada semua pihak yang memberikan bantuan dalam pelaksanaan kegiatan ini, disampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih.

Jakarta, Januari 2015 Direktur Jenderal Tanaman Pangan,

Hasil Sembiring NIP 196002101988031001

(3)

iii

Lampiran

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL TANAMAN PANGAN NOMOR : Tanggal :

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI... iii

DAFTAR TABEL... vi

DAFTAR GAMBAR ... vii

DAFTAR LAMPIRAN ... viii

I. PENDAHULUAN ... 1

A.Latar Belakang ………... B.Tujuan dan Sasaran ... C.Pengertian – Pengertian ... 1 4 5 II. TANTANGAN PRODUKSI JAGUNG TAHUN 2015-2019 ….. 9

A. Trend Kebutuhan Jagung 2015-2019 ..………... B. Sasaran Produksi Jagung 2015-2019 ... C. Sasaran Neraca Produksi Jagung 2015 ……… 9 12 14 III. STRATEGI DAN UPAYA PENINGKATAN PRODUKSI JAGUNG ... 15 A.Kendala, Masalah, dan Peluang Peningkatan Produksi Jagung

………... B. Strategi Peningkatan Produksi Jagung Berkelanjutan Berbasis Kawasan ... C. Skenario Pencapaian Sasaran Produksi Jagung 2015 …………..

15 17 21

(4)

iv

IV. PRINSIP – PRINSIP GP-PTT JAGUNG ... 23

A.Prinsip Umum GP-PTT Jagung …... B.Kelembagaan GP-PTT ... C.Pemberdayaan GP-PTT ……... D.Model Kemitraan Agribisnis Jagung ...

23 24 25 28 V. PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU (PTT) JAGUNG …….. 30

A.Tahapan Penerapan PTT ... B.Komponen PTT Jagung ... C.Peran Komponen PTT ... D.Pemilihan Teknologi PTT ... E. Keuntungan Penerapan Teknologi PTT ...

30 31 32 33 34 VI. GERAKAN PENERAPAN PTT (GP-PTT) JAGUNG ... 35

A.Model Kawasan Tanaman Pangan ... B.Penentuan Calon Lokasi ... C.Persyaratan Kelompok Tani Pelaksana GP-PTT ... D.Bantuan Pelaksanaan GP-PTT dan Pemanfaatannya ...

35 37 38 40 VII. PENGORGANISASIAN DAN OPERASIONAL GP-PTT ... 47

A.Pengorganisasian GP-PTT ... B.Operasionalisasi GP-PTT ...

47 47 VIII TATA KELOLA PENCAIRAN BANTUAN SOSIAL TRANSFER

UANG (SARANA PRODUKSI)... 49 A.Prosedur Pengajuan Bantuan Sosial Sarana Produksi ... B.Penetapan Penerima Bantuan Sosial... C.Prosedur Pencairan dan dan Penyaluran Dana Bantuan Sosial

untuk Sarana Produksi ... D.Prosedur Pengadaan Sarana Produksi ...

49 49 50 51

(5)

v

E. Prosedur Pemanfaatan Bantuan Sosial ... 53

IX. KRITERIA TEKNIS BANTUAN SOSIAL ... 54

A.Benih ... 54

B.Pupuk Urea, NPK dan Organik ... 54

C.Pestisida ... 54

X. BIMBINGAN/PEMBINAAN DAN PENDAMPINGAN ... 55

XI. MONITORING, EVALUASI DAN PELAPORAN ... 57

XII. PENUTUP ... 59

LAMPIRAN ... 61

(6)

vi

DAFTAR TABEL

Hal Tabel 1. Sasaran Luas Tanam, Luas Panen, Produktivitas dan

Produksi Jagung Periode 2015 – 2019 ... 12 Tabel 2. Neraca Produksi Terhadap Kebituhan Jagung Tahun

2015 ... 14 Tabel 3. Skenario Pencapaian Sasaran Produksi Jagung 2015 ... 22

(7)

vii

DAFTAR GAMBAR

Hal Gambar 1. Strategi Umum Peningkatan Produksi Jagung ... 18 Gambar 2. Perbandingan SL-PTT Tahun 2014 dengan GP-PTT

(8)

viii

DAFTAR LAMPIRAN

Hal Lampiran 1. Sasaran Indikatif Luas Tanam, Panen, Produktivitas dan

Produksi Jagung Tahun 2015 ... 62 Lampiran 2. Rekapitulasi Areal GP-PTT Jagung Tahun 2015 ... 63 Lampiran 3. Lokasi GP-PTT Jagung Tahun 2015 ... 64 Lampiran 4. Daftar Calon Petani dan Calon Lokasi Penerima Bansos

GP-PTT Tahun 2015 ... 70 Lampiran 5. Data Calon Petani dan Calon Lokasi (CP/CL) Pelaksana

Kegiatan GP-PTT Jagung Tahun 2015 (Format BPS) ... 71 Lampiran 6. Surat Keputusan Kepala Dinas Pertanian

Kabupaten/Kota Tentang Penetapan Kelompok Tani Penerima Dana Bantuan Sosial (Bansos) GP-PTT Tahun Anggaran 2015 ... 72 Lampiran 7. Lampiran Surat Keputusan Kepala Dinas

Kabupaten/Kota Penetapan Kelompok Tani Penerima Dana Bansos untuk Sarana Produksi dan Dana Pertemuan Kelompok GP-PTT Tahun 2015 ... 74 Lampiran 8. Rencana Usaha Kelompok (RUK) Pelaksana GP-PTT

Tahun 2015 ... 75 Lampiran 9. Surat Pernyataan Penerimaan Bansos dan Penggunaan

Bansos ... 76 Lampiran 10. Mekanisme Pencairan Dana Bantuan GP-PTT Pola

Bantuan Langsung Masyarakat (BLM) TA. 2015 ... 77 Lampiran 11. Rencana Pelaksanaan GP-PTT Jagung Tahun 2015 ... 78 Lampiran 12. Blangko Laporan Bulanan Kecamatan Realisasi GP-PTT

Kawasan/Non Kawasan Jagung Hibrida Tahun 2015 ... 79 Lampiran 13. Blangko Laporan Bulanan Kabupaten Realisasi GP-PTT

Kawasan/Non Kawasan Jagung Hibrida Tahun 2015 ... 80 Lampiran 14. Blangko Laporan Bulanan Provinsi Realisasi GP-PTT

(9)

ix

Lampiran 15. Blangko Laporan Akhir Provinsi/Kabupaten Realisasi

GP-PTT Kawasan/Non Kawasan Jagung Hibrida Tahun 2015 ... 82 Lampiran 16. Form Isian Hasil Ubinan GP-PTT Jagung Hibrida ... 83 Lampiran 17. Daftar Contoh Varietas Jagung Hibrida dengan Potensi

Hasil Minimal 11 ton per Hektar, rata-rata hasil minimal 9 ton/ha dan Tahan/Toleran/Agak Tahan Terhadap

(10)

1 I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pengembangan sektor tanaman pangan merupakan salah satu strategi kunci dalam memacu pertumbuhan ekonomi pada masa yang akan datang. Selain berperan sebagai sumber penghasil devisa yang besar, juga merupakan sumber kehidupan bagi sebagian besar penduduk Indonesia. Salah satu strategi yang dilakukan dalam upaya memacu peningkatan produksi dan produktivitas usaha tani padi dan jagung adalah dengan mengintegrasikan antar sektor dan antar wilayah dalam pengembangan usaha pertanian. Seiring dengan semakin meningkatnya jumlah penduduk di Indonesia, telah memunculkan kerisauan akan terjadinya keadaan “rawan pangan” di masa yang akan datang. Selain itu, dengan semakin meningkatnya tingkat pendidikan dan kesejahteraan masyarakat terjadi pula peningkatan konsumsi per kapita untuk berbagai jenis pangan, akibatnya Indonesia membutuhkan tambahan ketersediaan pangan guna mengimbangi laju pertambahan penduduk yang masih cukup tinggi.

Komoditi tanaman pangan memiliki peranan pokok sebagai pemenuh kebutuhan pangan, pakan dan industri dalam negeri yang setiap tahunnya cenderung meningkat seiring dengan pertambahan jumlah penduduk dan berkembangnya industri pangan dan pakan sehingga dari sisi Ketahanan Pangan Nasional fungsinya menjadi amat penting dan strategis. Salah satu komoditas tanaman pangan yang terus meningkat permintaannya adalah jagung.

(11)

2 Sebagai upaya untuk mememenuhi kebutuhan jagung yang terus meningkat, pemerintah telah menetapkan sasaran produksi jagung tahun 2015 sebesar 20.313.731 ton PK, dengan rincian sasaran per provinsi seperti pada Lampiran 1. Untuk mencapai sasaran ini diperlukan upaya peningkatan produksi yang luar biasa untuk mencapai sasaran tersebut. Upaya peningkatan produksi dan produktivitas sebagaimana telah dilaksanakan melalui Sekolah Lapangan Pengelolaan Tanaman Terpadu (SL-PTT) sejak tahun 2008 maupun melalui PTT atau peningkatan mutu intensifikasi pada tahun-tahun sebelumnya dirasa belum cukup sehinga diperlukan terobosan baru. Pelaksanaan SL-PTT sebagai pendekatan pembangunan tanaman pangan khususnya dalam mendorong peningkatan produksi padi dan jagung nasional memang telah terbukti mendorong peningkatan produktivitas, namun kedepan dengan tantangan yang lebih beragam sebagaimana dijelaskan di depan maka perlu penyempurnaan dan peningkatan kualitas. Oleh karena itu pada tahun 2015, untuk menyempurnakan SL-PTT maka upaya peningkatan produksi akan dilakukan melalui Gerakan Penerapan Pengelolaan Tanaman Terpadu (GP-PTT), yaitu kegiatan peningkatan produktivitas akan difokuskan melalui pola kawasan yang terintegrasi dari hulu sampai hilir, peningkatan jumlah paket bantuan sebagai instrumen stimulan, serta dukungan pendampingan dan pengawalan. Melalui GP-PTT petani diharapkan dalam menerapkan ilmu yang mereka peroleh saat mendapat kegiatan SL-PTT, mampu menganalisis, menyimpulkan dan menerapkan (melakukan/mengalami kembali), menghadapi dan memecahkan masalah-masalah terutama dalam hal teknik budidaya dengan mengkaji berdasarkan spesifik lokasi.

(12)

3 Pelaksanaan GP-PTT diharapkan akan mendapat dukungan dari Eselon I terkait diantaranya:

1. Badan Litbang Pertanian diharapkan akan mendukung dalam hal: a. Sosialisasi Varietas Baru;

b. Perbanyakan dan Penyediaan Benih Sumber;

c. Pendampingan Pengelolaan Teknologi Terpadu termasuk penyediaan teknologi spesifik lokasi dan kalender tanam.

2. Direktorat Jeneral Sarana Dan Prasarana diharapkan dapat memberikan dukungan dalam hal:

a. Penyediaan prasarana alat olah tanah (Traktor);

b. Penyediaan sarana irigasi (Pompa, Pipanisasi, Embung, dll);

c. Penyediaan Pupuk Organik atau Alat Pengolah Pupuk Organik (APPO); d. Pembangunan Jalan Usaha Tani.

3. BPPSDMP, diharapkan dapat memberikan dukungan dalam hal: a. Pelatihan bagi petugas pendamping dan kelompok tani; b. Penyuluhan;

c. Pengawalan.

Sehubungan dengan hal tersebut di atas agar pelaksanaan kegiatan GP-PTT tahun 2015 dapat mencapai sasaran yang diharapkan maka disusun Pedoman Teknis Gerakan Pengelolaan Tanaman Terpadu (GP-PTT) sebagai acuan bagi semua pihak yang terkait dalam pelaksanaan kegiatan tersebut di lapangan. Dengan adanya pedoman teknis ini, semua pihak terkait akan berkontribusi secara positif sehingga akhirnya kegiatan ini menjadi salah satu kegiatan

(13)

4 yang berkontribusi terhadap pencapaian sasaran produksi jagung. Mengingat tingginya keberagaman kondisi di masing-masing daerah dan kemampuan adopsi inovasi, maka pedoman teknis ini diharapkan dijabarkan lebih lanjut oleh Dinas Pertanian Provinsi menjabarkan dalam bentuk Petunjuk Pelaksanaan sehingga kegiatan tersebut dapat dilakukan tepat waktu dan tepat sasaran dan menghindari penafsiran yang berbeda atas isi pedoman teknis ini. Sedangkan Dinas Pertanian Kabupaten/Kota diharapkan menyusun Petunjuk Teknis Pelaksanaan Lapangan menyesuaikan dengan kondisi spesifik lokasi. Petunjuk Teknis Lapangan merupakan panduan operasional lebih rinci disesuaikan dengan kebutuhan di lapangan.

B. Tujuan dan Sasaran 1. Tujuan

Tujuan dari pelaksanaan kegiatan GP-PTT tahun 2015 adalah: a. Mensinergikan semua instansi terkait mulai dari hulu sampai hilir

(pusat, daerah, swasta) dalam peningkatkan produksi.

b. Meningkatkan produksi dan produktivitas jagung di daerah pelaksana GP-PTT menuju swasembada berkelanjutan.

2. Sasaran

Sasaran dari kegiatan GP-PTT 2015 adalah:

a. Terbangunnya embrio kawasan agribisnis jagung di daerah pelaksana. b. Meningkatnya produksi jagung di daerah pelaksana GP-PTT.

(14)

5 C. Pengertian-Pengertian dalam GP-PTT

1. Kawasan Tanaman Pangan adalah kawasan usaha tanaman pangan yang disatukan oleh faktor alamiah, sosial budaya, infrastruktur fisik buatan, serta dibatasi oleh agroekosistem yang sama sedemikian rupa sehingga mencapai skala ekonomi dan efektifitas manajemen usaha tanaman pangan. Kawasan tanaman pangan dapat berupa kawasan yang telah eksis atau calon lokasi baru, dan lokasinya dapat berupa hamparan atau spot partial namun terhubung dengan aksesbilitas yang memadai. 2. Pengelolaan Tanaman dan sumberdaya secara Terpadu (PTT) adalah

suatu pendekatan inovatif dalam upaya meningkatkan produktivitas dan efisiensi usahatani melalui perbaikan sistem/pendekatan dalam perakitan paket teknologi yang sinergis antar komponen teknologi, dilakukan secara partisipatif oleh petani serta bersifat spesifik lokasi. PTT merupakan inovasi baru untuk memecahkan berbagai permasalahan dalam peningkatan produktivitas padi. Teknologi intensifikasi jagung bersifat spesifik lokasi, bergantung pada masalah yang akan diatasi

(demand driven technology). Komponen teknologi PTT ditentukan

bersama-sama petani melalui analisis kebutuhan teknologi (need

assessment). Komponen teknologi PTT dasar/compulsory adalah

teknologi yang dianjurkan untuk diterapkan di semua lokasi. Komponen teknologi PTT pilihan adalah teknologi pilihan disesuaikan dengan kondisi, kemauan, dan kemampuan. Komponen teknologi PTT pilihan dapat menjadi compulsory apabila hasil KKP (Kajian Kebutuhan dan Peluang) memprioritaskan komponen teknologi yang dimaksud menjadi

(15)

6 keharusan untuk pemecahan masalah utama suatu wilayah, demikian pula sebaliknya bagi komponen teknologi dasar.

3. Kelompok tani adalah sejumlah petani yang tergabung dalam satu hamparan/wilayah yang dibentuk atas dasar kesamaan kepentingan untuk meningkatkan usaha agribisnis dan memudahkan pengelolaan dalam proses distribusi, baik itu benih, pestisida, sarana produksi dan lain-lain.

4. Rencana Usahatani Kelompok (RUK) adalah rencana kerja usahatani dari kelompok tani untuk satu periode musim tanam yang disusun melalui musyawarah dan kesepakatan bersama dalam pengelolaan usahatani sehamparan wilayah kelompok tani yang memuat uraian kebutuhan saprodi yang meliputi: jenis, volume, harga satuan dan jumlah uang yang diajukan untuk pembelian saprodi sesuai kebutuhan di lapangan (spesifik lokasi) dan atau pengeluaran lainnya (pertemuan kelompok tani) dan lainnya.

5. Pemandu Lapangan (PL) adalah Penyuluh Pertanian, Pengamat Organisme Pengganggu Tanaman (POPT), Pengawas Benih Tanaman (PBT) yang telah mengikuti pelatihan SL-PTT dan berperan sebagai pendamping dan pengawal pelaksanaan SL-PTT.

6. Pengawalan dan pendampingan oleh petugas dinas adalah kegiatan yang dilakukan oleh petugas Dinas Pertanian Provinsi dan Kabupaten/Kota termasuk Penyuluh, POPT, PBT, Mantri Tani dan atau petugas lainnya sesuai dengan kebutuhan di lapangan dalam melakukan pengawalan dan

(16)

7 pendampingan, guna lebih mengoptimalkan pelaksanaan kegiatan GP-PTT.

7. Pengawalan dan pendampingan oleh Aparat adalah kegiatan yang dilakukan oleh TNI-AD beserta jajarannya (Babinsa), Camat, Kades dan atau petugas lainnya sesuai dengan kebutuhan di lapangan dalam melakukan pengawalan dan pendampingan, guna lebih mengoptimalkan pelaksanaan kegiatan SL-PTT.

8. Pengawalan dan pendampingan oleh Peneliti adalah kegiatan yang dilakukan oleh peneliti Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) didukung oleh peneliti UK/UPT Lingkup Badan Litbang Pertanian guna meningkatkan pemahaman dan akselerasi adopsi PTT dengan menjadi narasumber pada pelatihan, penyebaran informasi, melakukan uji adaptasi varietas unggul baru, demplot, dan supervisi penerapan teknologi.

9. Pengawalan dan pendampingan oleh Penyuluh adalah kegiatan yang dilakukan oleh Penyuluh guna meningkatkan penerapan teknologi spesifik lokasi sesuai rekomendasi BPTP dan secara berkala hadir di lokasi GP-PTT dalam rangka pemberdayaan kelompok tani sekaligus memberikan bimbingan kepada kelompok dalam penerapan teknologi. Penyuluh diharapkan hadir pada setiap pertemuan kelompok tani di lapangan.

10. Pengawalan dan pendampingan oleh POPT (Pengawas Organisme Pengganggu Tanaman) adalah kegiatan pendampingan oleh Pengawas OPT dalam rangka pengendalian hama terpadu (PHT).

(17)

8 11. Pengawalan dan pendampingan oleh PBT (Pengawas Benih Tanaman) adalah kegiatan pendampingan oleh Pengawas Benih dalam rangka pengawasan mutu benih.

12. Pupuk organik adalah pupuk yang berasal dari tumbuhan mati, kotoran hewan dan/atau bagian hewan/atau limbah organik lainnya yang telah melalui proses rekayasa, berbentuk padat atau cair, dapat diperkaya dengan bahan mineral dan/atau mikroba, yang bermanfaat untuk meningkatkan kandungan hara dan bahan organik tanah serta memperbaiki sifat fisik, kimia dan biologi tanah.

14. Benih Varietas Unggul Bersertifikat adalah benih bina yang telah disertifikasi.

15. Benih bersubsidi adalah benih jagung bersertifikat yang mendapat subsidi bersumber dari dana APBN.

16. Swadaya adalah semua upaya yang dilakukan petani dengan sumber pembiayaan yang berasal dari modal petani sendiri.

(18)

9 II. TANTANGAN PRODUKSI JAGUNG

TAHUN 2015-2019

A. Trend Kebutuhan Jagung 2015-2019

Komoditas jagung mempunyai utility yang sangat strategis, baik dalam sistem ketahanan pangan maupun perannya sebagai penggerak roda ekonomi nasional. Jagung digunakan bahan sebagai food, feed, fuel dan polymer. Permintaan jagung baik untuk industri pangan, pakan, dan kebutuhan industri lainnya dalam lima tahun ke depan diproyeksikan akan terus meningkat seiring dengan terus bertambahnya jumlah penduduk, di mana menurut BPS laju pertumbuhan penduduk Indonesia per tahun sebesar 1,49 persen atau populasi diproyeksikan akan bertambah sekitar 3,5 juta jiwa setiap tahunnya. Selain itu, meningkatnya kebutuhan jagung juga didorong oleh pertumbuhan ekonomi Indonesia yang cukup tinggi yaitu rata-rata mencapai 5,8 persen per tahun, hal ini tentunya akan berimbas pada peningkatan pendapatan dan daya beli masyarakat terutama untuk pemenuhan kebutuhan akan daging ayam.

Menurut data United State Departement of Agriculture (USDA, 2014) kebutuhan jagung di Indonesia untuk pemenuhan konsumsi (dan industri) sebesar 5,45 juta ton. Kebutuhan jagung untuk konsumsi langsung sebesar 1,65 kg/kapita/tahun (data Susenas, 2013), dan berdasarkan data proyeksi jumlah penduduk Indonesia 2010-2035 BAPPENAS pada tahun 2014 jumlah penduduk Indonesia sebesar 252.164.800 jiwa, sehingga total kebutuhan jagung untuk konsumsi langsung adalah 416.071 ton per tahun. Dengan asumsi pertumbuhan penduduk sebesar 1,49 persen per tahun maka

(19)

10 kebutuhan jagung untuk konsumsi langsung meningkat 6.199 ton per tahun.

Trend penganekaragaman produk pangan olahan berbasis jagung terus menunjukkan peningkatan. Pati jagung merupakan bahan baku utama dalam beberapa industri makanan. Dalam industri pangan, jagung juga digunakan sebagai bahan baku untuk industri pati jagung/corn starch, industri tepung jagung, industri minyak goreng, industri fermentasi, industri polimerasi, industri pati termodifikasi, dan industri pemanis/sweetener. Diperkirakan, di masa mendatang permintaan produk-produk pangan olahan jagung akan terus meningkat seiring dengan perbaikan gaya hidup. Sebagai bahan pakan, jagung merupakan bahan baku utama dengan porsi mencapai 51 persen. Pertumbuhan industri pabrik pakan terus tumbuh dengan pesat dengan rata-rata pertumbuhan 10 persen per tahun dan akan terus bertambah karena semua populasi ternak akan terus bertumbuh dan ragamnya juga bertambah. Konsumsi unggas dan produk unggas akan terus meningkat mengikuti pertambahan penduduk dan daya beli masyarakat yang semakin tinggi. Dalam lima tahun terakhir ini, pertumbuhan permintaan/konsumsi daging ayam dan telur terus meningkat hingga mencapai 12,5 % per tahun. Pada tahun 2014 total kebutuhan jagung untuk bahan baku industri pabrik pakan sebesar 7,5 juta ton. Melihat trend pertumbuhan ini, maka diperkirakan dalam lima tahun ke depan permintaan daging dan telur akan menjadi dua kali lipat dari kebutuhan sekarang. Konsekwensi dari pertumbuhan tersebut maka diperkirakan dalam lima tahun kedepan kebutuhan jagung untuk industri

(20)

11 pakan ternak saja akan mencapai dua kali lipat dari sekarang yaitu sekitar 15 juta ton.

Selain oleh industri, pakan ternak juga diproduksi oleh peternak lokal yang melakukan pencampuran sendiri (self mixing). Kebutuhan jagung untuk bahan baku pakan peternak lokal/sebesar 4,96 juta ton per tahun. Sehingga jika dijumlahkan maka total kebutuhan jagung untuk bahan baku pakan sebesar 12,46 juta ton per tahun. Berdasarkan analisis tersebut di atas, maka diperkirakan total kebutuhan jagung mencapai 20,9 juta ton di tahun 2015.

Persoalan penyediaan jagung juga terkendala dengan sifat pertanaman jagung di Indonesia. Produksi jagung terutama tersebar di 17 propinsi sedangkan pasar jagung utama berada di pulau Jawa. Sebagian besar daerah produksi jagung ini masih belum memilki prasarana transportasi yang baik sehingga arus jagung dari daerah produksi menuju daerah pemasaran terkendala. Demikian pula, pertanaman jagung terutama masih dilakukan di lahan kering tadah hujan sehingga puncak produksi terjadi pada bulan-bulan Februari-April (60%). Padahal, kebutuhan industri relatif merata sepanjang tahun. Kondisi ini menyebabkan ketimpangan penyediaan jagung untuk industri, dan menyebabkan sebagian industri terpaksa melakukan impor. Tahun 2013 impor jagung untuk industri pakan telah mencapai 3,0 juta ton meningkat 1,7 juta ton tahun 2012. Pada tahun 2014, impor jagung diperkirakan akan mencapai 3,6 juta ton atau mengisi sekitar 50% kebutuhan jagung untuk industri pakan ternak nasional.

(21)

12 Kondisi seperti diuraikan di atas perlu diantisipasi agar tidak terjadi krisis jagung pada saatnya. Jika mengacu pada kondisi saat ini pertumbuhan produksi jagung rata-rata satu tahun hanya mencapai 5% per tahun. Sehingga jika tidak ada upaya khusus untuk peningkatan produksi jagung maka defisit (impor) jagung akan semakin meningkat. Kondisi ini tentunya akan mengganggu stabilitas ketahanan pangan nasional.

B. Sasaran Produksi Jagung 2015-2019

Menyikapi trend peningkatan kebutuhan jagung sebagaimana tersebut di atas, maka Direktorat Jenderal Tanaman Pangan menetapkan sasaran produksi jagung untuk tahun 2015-2019 sebagaimana dijelaskan pada Tabel 1. Dalam hal ini sasaran produksi tahun 2015 ditetapkan sebesar 20,3 juta ton. Untuk tahun selanjutnya (2015-2019) sasaran produksi ditetapkan meningkat sebesar lima persen per tahun.

Tabel 1. Sasaran Luas Tanam, Luas Panen, Produktivitas dan Produksi Jagung Periode 2015-2019

2015

4.243.514

4.031.338

50,39

20.313.731

-2016

4.317.696

4.101.811

52,00

21.329.418

5,00

2017

4.369.414

4.150.943

53,00

22.000.000

3,14

2018

4.502.924

4.277.778

54,00

23.100.000

5,00

2019

4.650.718

4.418.182

55,00

24.300.000

5,19

PERTUMBUHAN

(%)

TAHUN

LUAS TANAM

(Ha)

LUAS PANEN

(Ha)

PRODUKTIVITAS

(Ku/Ha)

PRODUKSI

(Ton)

(22)

13 C. Sasaran Neraca Produksi Jagung 2015

Dengan penetapan sasaran produksi jagung sebagaimana dijelaskan di atas, diharapkan neraca produksi dan kebutuhan jagung semakin proporsional yaitu dalam hal ini terjadinya defisit yang lebih kecil. Rancangan neraca produksi dan kebutuhan jagung nasional pada tahun 2015 dapat dijelaskan sebagaimana tercantum pada Tabel 2 di bawah ini.

(23)

14 Tabel 2. Neraca Produksi Terhadap Kebutuhan Jagung

Tahun 2015

Keterangan:

1. Produksi 2014 berdasarkan ARAM II BPS

2. Estimasi dari Asosiasi Peternak Lokal Indonesia bahwa self mixing 60% dari kebutuhan industri pakan

3. Estimasi kebutuhan industri pangan sebesar 23,93% dari total produksi (sumber: KADIN, 2014)

4. Estimasi kebutuhan indusri non pangan dan non pakan 15% dari total produksi (sumber: KADIN, 2014)

5. Angka Sementara dari Direktorat Pakan Ternak, Ditjen Nakeswan per tanggal 4 September 2014 impor sudah mencapai 2.013.707 ton.

Konsumsi langsung merupakan perkalian jumlah penduduk dengan tingkat konsumsi jagung berdasarkan Susenas BPS.

No. Uraian 2014 2015

1. Produksi Jagung 19.127.409 20.313.731

2 Kebutuhan : 19.974.076 22.097.677

- Konsumsi Langsung 426.421 421.512

- Kebutuhan Untuk Pakan 12.238.472 13.707.089

a. Industri Pakan 7.649.045 8.566.930

b. Peternak Lokal (self mixing) *2) 4.589.427 5.140.158

- Bahan Baku Industri 7.221.076 7.908.135

a. Industri Pangan *3) 4.438.745 4.861.076

b. Indusri Non Pangan dan Non Pakan *4) 2.782.331 3.047.060

- Kebutuhan Benih 57.382 60.941

3 Neraca (1-2) (846.667) (1.783.946)

4 Impor Jagung*5) 2.700.000 1.783.946

5 Expor Jagung

-Neraca ( (3+4)-5) 1.853.333

-6 Jumlah Penduduk (Jiwa) 252.164.800 255.461.700

(24)

15 III. STRATEGI DAN UPAYA PENINGKATAN

PRODUKSI JAGUNG

A. Kendala, Masalah, dan Peluang Peningkatan Produksi Jagung Upaya peningkatan produksi jagung diarahkan untuk mencapai swasembada jagung secara bekelanjutan. Namun demikian masih terdapat sejumlah kendala dan masalah yang perlu diselesaikan. Kendala dan masalah tersebut adalah belum teradopsinya sistem Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) secara penuh dan utuh di kalangan petani jagung. Beberapa masalah tersebut antara lain sebagai berikut:

1. Penggunaan Benih Unggul

Penggunaan benih unggul merupakan kunci utama untuk peningkatan produktivitas jagung. Dalam kaitan ini pemerintah mendorong penggunaan benih jagung hibrida unggul karena memiliki tingkat produktivitas yang tinggi. Sampai saat ini tingkat penggunaan benih jagung hibrida masih rendah yaitu baru sekitar 56% dari total pertananaman. Tingkat penggunaan benih unggul yang masih rendah ini antara lain disebabkan harga benih jagung hibrida relative tinggi sehingga tidak terjangkau oleh sebagaian besar petani. Selain masalah harga, distribusi benih unggul jagung hibrida yang belum meluas juga menjadi kendala bagi petani untuk menanam jagung varietas unggul. 2. Pemupukan Berimbang

Penerapan penggunaan pupuk berimbang juga belum sepenuhnya diterapkan oleh petani, sehingga masih menjadi kendala dalam pengembangan jagung. Saat ini sebagian besar petani belum

(25)

16 menerapkan prinsip pemupukan sesuai rekomendasi sehingga produktivitas hasil tidak maksimal sesuai potensi. Sejumlah kendala masih dihadapi oleh petani jagung dalam kaitan dengan hal ini yaitu keterbatasan modal dan ketersediaan pupuk tepat waktu dan tepat jumlah. Terkait dengan permodalan, sebagian besar petani jagung masih menggunakan modal sendiri tanpa dukungan dari perbankan atau lembaga permodalan lainnya. Akibatnya, petani memupuk sesuai dengan kemampuan keuangannya. Sementara itu, di sejumlah daerah distribusi pupuk juga masih belum lancar sehingga sering terjadi pupuk tidak tersedia pada saat diperlukan. Kondisi di atas menyebabkan produktivitas jagung di tingkat petani masih rendah.

3. Pasca Panen

Penanganan pasca panen sangat diperlukan mengingat hasil panen jagung mudah rusak jika tidak mendapat perlakuan pasca panen yang tepat. Sembilan jam setelah panen, jagung harus dikeringkan sampai kadar air mencapai 14-15%. Jika tidak maka jagung akan berjamur dan terkena aflatoxin. Kandungan aflatoxin yang tinggi bisa menyebabkan keracunan pada unggas yang memakannya.

Namun demikian sampai saat ini mayoritas petani belum melakukan penanganan pasca panen dengan baik dan benar. Setelah pemanenan, petani umumnya hanya mengeringkan di bawah sinar matahari. Pengeringan dengan cara ini sebenarnya cukup bisa menurunkan kadar air namun sulit untuk mencapai tingkat maksimum (15%). Selain itu, jika panen dilakukan pada musim hujan pengeringan akan terkendala oleh cuaca yang kurang baik (mendung, hujan, dan lain - lain).

(26)

17 Untuk mengatasi hal tersebut di atas seharusnya dilakukan pengeringan secara mekanis dengan menggunakan alat pengering (dryer). Namun ketersediaan dryer baik yang disediakan pemerintah maupun swasta masih sangat terbatas. Akibatnya kualitas jagung petani jarang mencapai tingkat terbaik (premium). Pengolahan pasca panen yang tidak maksimal ini juga menyebabkan susut hasil akibat kerusakan jagung.

B. Strategi Peningkatan Produksi Jagung Berkelanjutan Berbasis Kawasan

Sebagai upaya sistematis untuk meningkatkan produksi jagung, pemerintah melaksanakan strategi umum terpadu melalui pengembangan kawasan pangan yaitu dengan upaya simultan antara lain peningkatan luas tanam, peningkatan produktivitas, penurunan tingkat kehilangan hasil dan peningkatan kualitas mutu hasil. Pendekatan terpadu ini dilaksanakan pada satu kawasan dengan luasan minimum tertentu yang memenuhi skala ekonomis. Gambaran strategi umum peningkatan produksi jagung dijelaskan pada Gambar 1 di bawah ini.

(27)

18 Gambar 1. Strategi Umum Peningkatan Produksi Jagung

Langkah strategi peningkatan produksi tanaman jagung tersebut pada Gambar 1 di atas diuraikan sebagai berikut:

1. Peningkatan Produktivitas

Peningkatan produktivitas dilakukan melalui upaya penerapan pengelolaan tanaman terpadu (PTT) dengan komponen utama meliputi pemakaian benih varietas unggul bermutu termasuk jagung hibrida dan

(28)

19 jagung komposit, peningkatan populasi dengan pengaturan jarak tanam 75 cm x 20 cm atau 70 cm x 20 cm, satu biji per lubang atau 75 cm x 40 cm atau 70 cm x 40 cm, dua biji per lubang, pemupukan berimbang dan pemakaian pupuk organik, pupuk bio-hayati, pengapuran pada tanah masam dan pengelolaan pengairan. Selain itu, untuk memastikan PTT diterapkan maka dilakukan pengawalan, pendampingan agar jika ada masalah di lapangan dapat ditangani lebih dini. Strategi peningkatan produktivitas terutama dilaksanakan di wilayah yang sudah tidak memungkinkan dilakukan perluasan areal tanam, sehingga dengan penerapan teknologi spesifik lokasi produktivitas tanaman diharapkan masih dapat ditingkatkan.

Upaya peningkatan produktivitas juga dilakukan dengan upaya pengamanan produksi yaitu dengan mengurangi dampak perubahan iklim seperti kebanjiran dan kekeringan serta pengendalian organisme pengganggu tumbuhan (OPT).

2. Perluasan Areal Tanam

Perluasan areal tanam dilakukan melalui upaya penanaman di areal tanam baru atau dengan melakukan peningkatan indeks pertanaman baik di lahan kering atau lahan sawah di musim kemarau. Perluasan areal tanam baru bisa dilakukan di lahan bukaan baru (misalnya lahan eks peremajaan perkebunan, perhutani, dan lain-lain) atau di daerah yang selama ini belum pernah menanam jagung. Sedangkan peningkatan indeks pertanaman dapat dilakukan dengan pengaturan pola tanam di lahan kering yang sebelumnya ditanami jagung satu kali

(29)

20 menjadi dua kali atau di lahan sawah di musim kemarau (padi-padi-jagung).

Perluasan areal tanam juga dapat dilakukan di daerah eks pengembangan/perbaikan irigasi (seperti JITUT, JIDES dan Tata Air Mikro) karena dengan perbaikan irigasi akan dimungkinkan ketersediaan air di musim kemarau yang cukup untuk fase awal pertanaman jagung. Demikian pula, kawasan yang menerima program pengembangan irigasi air tanah (pompanisasi) juga sesuai untuk program peningkatan indeks pertanaman.

3. Penurunan Susut Hasil

Penurunan susut hasil khususnya akibat kehilangan pada waktu panen dilakukan dengan upaya panen yang tepat yaitu antara lain dengan menetapkan umur panen yang cukup yaitu sekitar umur panen 120 hari. Selain itu, juga diterapkan penggunaan alat panen dan alat pemipil yang baik untuk menghindari kehilangan dan kerusakan pipilan seperti patah, pecah, dan sebagainya.

4. Mempertahankan Kualitas

Peningkatan produksi jagung juga diupayakan dengan mempertahankan mutu produk sehingga memenuhi spesifikasi yang diinginkan pasar. Dalam kaitan ini budidaya jagung harus diikuti dengan pasca panen yang tepat yaitu khususnya pengeringan dan penyimpanan untuk mencegah tumbuhnya jamur yang menghasilkan aflatoxin.

(30)

21 5. Penguatan Manajemen Kawasan

Agar pelaksanaan program dapat berjalan sesuai rencana, diperlukan penyempurnaan manajemen yang telah ada. Penyempurnaan manajemen tersebut diperlukan karena dengan pendekatan GP-PTT ini proses budidaya dikendalikan secara terpadu dalam satu kawasan produksi. Salah satu tujuan GP-PTT antara lain adalah menumbuhkan kawasan produksi yang berkelanjutan, mencapai skala ekonomis serta mencapai produktivitas yang maksimal. Oleh sebab itu, maka kegiatan budidaya dalam kawasan GP-PTT perlu dikoordinasikan dalam satu manajemen, khususnya terkait dengan penyediaan input, penyediaan sarana alat dan mesin pertanian, pengelolaan pasca panen dan pemasaran. Diharapkan, dengan manajemen yang terpadu dan terkoordinasi ini akan diperoleh peningkatan produksi tanaman pangan sesuai dengan yang diharapkan dan pada akhirnya dapat mendukung pencapaian sasaran produksi tahun 2015.

C. Skenario Pencapaian Sasaran Produksi Jagung 2015

Guna mencapai sasaran produksi tahun 2015 sebesar 20,31 juta ton, Direktorat Jenderal Tanaman Pangan telah menyusun skenario pencapaian produksi sebagaimana dijelaskan pada Tabel 3.

(31)

22 Tabel 3. Skenario Pencapaian Sasaran Produksi Jagung Tahun 2015

(32)

23 IV. PRINSIP - PRINSIP GP-PTT JAGUNG

A. Prinsip Umum GP-PTT Jagung

Gerakan Penerapan Pengelolaan Tanaman Terpadu (GP-PTT) jagung merupakan sebuah pendekatan baru dalam mendorong peningkatan produksi jagung secara berkelanjutan. GP-PTT merupakan bentuk implementasi dari pendekatan peningkatan produksi pertanian dengan berbasis pengembangan kawasan. Di samping itu, karena karakteristik produk serta tata niaga yang spesifik/unik, maka jagung harus dikembangkan secara terpadu dari hulu hingga hilir pada skala usaha yang ekonomis. Urgensi pengembangan jagung pada skala ekonomis sangat diperlukan mengingat pasar komoditas jagung cenderung oligopsoni (pembelinya terbatas pada sejumlah industri).

Dengan landasan pemikiran tersebut di atas, maka GP-PTT akan dilaksanakan dengan mengadopsi sejumlah prinsip sebagai berikut:

1. Terpadu: GP-PTT akan dilaksanakan dengan pendekatan satu kawasan satu manajemen. Hal ini dimaksudkan agar semua faktor-faktor produksi dapat dikelola bersama (tidak secara individual oleh petani) dalam satu manajemen sehingga lebih efektif dan efisien. Demikian pula, keterpaduan juga diarahkan pada aspek pemasaran hasil nantinya. 2. Sinergis: Pengembangan jagung pada skala kawasan melalui GP-PTT perlu melibatkan pemangku kepentingan yang lain. Dalam kaitan ini seluruh sumberdaya para pemangku kepentingan dimanfaatkan seoptimal mungkin untuk mendorong produktivitas semaksimal

(33)

24 mungkin. Pemangku kepentingan yang dinilai penting untuk dilibatkan secara sinergis antara lain adalah produsen benih jagung, produsen pestisida, penyedia pupuk serta mitra pembeli jagung. Sinergi diharapkan terutama pada aspek transfer teknologi dan pendampingan. 3. Modern: Pengembangan GP-PTT juga diarahkan untuk mengadopsi

sistem budidaya pertanian yang modern yaitu antara lain dengan memanfaatkan kemajuan teknologi pertanian. Dalam kaitan ini GP-PTT akan mendorong mekanisasi pertanian sejak pra-panen hingga pasca panen dengan tujuan efisiensi usahatani serta menekan kehilangan hasil.

4. Spesifik Lokasi: GP-PTT memperhatikan karakteristik spesifik lokasi untuk menetapkan pilihan teknologi, pilihan varietas, serta pola tanam. Karakter spesifik lokasi yang perlu menjadi pertimbangan antara lain meliputi lahan dan iklim, sosial ekonomi, budaya dan aspek pemasaran. 5. Partisipatif: GP-PTT akan melibatkan partisipasi petani dan pemangku

kepentingan lainnya secara aktif. Partisipasi antara lain akan meliputi sejak perencanaan, akses dan pemanfaatan sumberdaya dan teknologi, pengambilan keputusan dalam organisasi dan kelembagaan pengelola GP-PTT.

B. Kelembagaan GP-PTT

Sesuai dengan prinsip keterpaduan, sinergis dan modern maka untuk menjamin efektivitas pelaksanaan GP-PTT maka petani peserta GP-PTT diorganisasikan dalam sebuah kelembagaan dengan mekanisme/ketentuan pengelompokan sebagai berikut.

(34)

25 1. Pengelompokan petani peserta:

a. Luasan satu kawasan diupayakan sekitar 500 hektar.

b. Satu kawasan akan dipecah menjadi unit-unit pelaksana yang ditetapkan berdasarkan batas - batas wilayah kerja kelompok tani. c. Satu kelompok tani ditetapkan sebagai satu unit pelaksana GP-PTT

tanpa memperhatikan batasan luas lahan usaha.

d. Seluruh anggota kelompok tani atau seluruh lahan usaha kelompok tani dapat menjadi pelaksana dari GP-PTT.

e. Petani peserta harus menjadi anggota kelompok tani. 2. Pengelolaan kawasan:

a. Satu kawasan (sekitar 500 ha) dikelola oleh Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan).

b. Pengurus gapoktan dipilih mewakili/dari pengurus kelompok tani peserta.

c. Gapoktan bertugas mengkoordinasikan pengadaan sarana produksi (benih, pupuk, pestisida, dan lain - lain), koordinasi dan pengadaan/penyewaan alsintan, pemasaran secara kolektif, dan sebagainya.

d. Gapoktan berwenang untuk menjalin kontrak kerjasama/kemitraan dengan pihak ketiga.

(35)

26 C. Pemberdayaan GP-PTT

Untuk menjamin kesuksesan pencapaian tujuan GP-PTT, maka diperlukan pendampingan dan pemberdayaan kepada kelompoktani/petani pelaksana. Pemberdayaan GP-PTT peningkatan kapasitas petani serta pembenahan manajemen kelompok tani.

1. Peningkatan kapasitas petani

Pemberdayaan dan peningkatan kapasitas petani peserta diarahkan untuk meningkatkan pemahaman dan pengetahuan petani di bidang budidaya jagung yang baik sesuai dengan kondisi spesifik lokasi sehingga pertanaman akan mencapai produktivitas yang optimal. Dalam kaitan ini petani akan diarahkan untuk mengadopsi sistem Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT). Jika dimungkinkan, petani mengadopsi seluruh komponen PTT ditambah dengan komponen teknologi lain dari sumber-sumber lain.

Sehubungan dengan tujuan tersebut maka peningkatan kapasitas petani akan dilakukan oleh penyuluh/BP3K/BPP didukung oleh BPTP dan Dinas Pertanian Provinsi/Kabupaten/Kota ditambah/diperkuat oleh pemangku kepentingan lain seperti produsen benih, pupuk, atau pestisida. Lembaga lain seperti LSM, perguruan tinggi serta instansi pemerintah lainnya juga diperbolehkan untuk berbagi teknologi kepada petani peserta GP-PTT.

Menganut prinsip spesifik lokasi dan partisipatif, peningkatan kapasitas petani peserta GP-PTT akan disesuaikan dengan kebutuhan spesifik lokasi. Dalam kaitan ini petani memilih topik pelatihan yang

(36)

27 dikehendaki sesuai dengan kebutuhannya atau topik pelatihan untuk memperkuat titik lemah sistem produksi. Selanjutnya, pelatihan bisa menghadirkan narasumber sesuai dengan topik yang dipilih. Pemangku kepentingan (khususnya produsen benih, pestisida dan pupuk) diminta memberikan pelayanan/pendampingan agar aplikasi produknya tepat sesuai arahan teknisnya.

2. Peningkatan kelembagaan pengelola GP-PTT

Salah satu penentu keberhasilan GP-PTT terletak pada kemampuan manajemen kelembagaan Gapoktan dalam mengorganisasikan faktor-faktor produksi yang diperlukan serta mendorong partisipasi aktif seluruh petani anggota. Agar Gapoktan dapat menjalankan fungsi tersebut maka perlu dilakukan pendampingan kepada pengurus dalam hal akuntabilitas organisasi, pengelolaan sumberdaya (termasuk sumberdaya modal dan keuangan), dan komunikasi dengan pihak ketiga.

Pendampingan di bidang akuntabilitas organisasi perlu meliputi aspek transparansi pengelolaan keuangan, partisipasi dalam pengambilan keputusan dan kesetaraan dalam akses terhadap manfaat program dan sumberdaya organisasi. Pendampingan di bidang pengelolaan sumberdaya antara lain meliputi manajemen pelayanan jasa alsintan dan pasca panen serta pengadaan sarana produksi. Sedangkan pemberdayaan di bidang komunikasi dengan pihak ketiga antara lain meliputi berbagai aspek (termasuk aspek hukum) terkait dengan

(37)

28 kemitraan atau kontrak kerjasama dengan pihak ketiga. Pemberdayaan kelompok/gapoktan dilaksanakan oleh penyuluh/BP3K.

D. Model Kemitraan Agribisnis Jagung

Guna menjamin pemasaran jagung dari hasil mendapatkan harga yang menguntungkan, kelompok tani/gabungan kelompok tani pelaksana disarankan untuk menjalin kemitraan dengan industri atau pengusaha. Bentuk-bentuk kemitraan yang dapat dilakukan antara lain adalah sebagai berikut:

1. Kontrak Penjualan (Contract Farming)

Kelompok tani dapat membuat kontrak/perjanjian penjualan dengan pengusaha sebelum musim panen/musim tanam. Dengan model kemitraan ini pengusaha dapat diminta memberikan kepastian harga pada waktu panen sedangkan kelompok tani diminta memberikan kepastian volume jagung yang disediakan. Bagi kedua pihak, model kemitraan ini akan saling menguntungkan.

2. Kerjasama Pasca Panen dan Pergudangan

Untuk mengatasi persoalan ketersediaan alat pasca panen yang terbatas, kelompok tani dapat melakukan kerjasama pemanfaatan fasilitas pasca panen dan pergudangan yang dimiliki oleh swasta atau BUMN. Salah satu perusahaan yang memiliki fasilitas ini adalah PT. Pertani (Persero) yang memiliki fasilitas pengering dan gudang. Kelompok tani dapat memanfaatkan fasilitas tersebut dengan membayar sejumlah fee.

(38)

29 3. Kerjasama Pembiayaan dan Dana Talangan

Untuk membiayai usaha tani, kelompok tani dapat mengajukan fasilitas Kredit Ketahanan Pangan dan Energi (KKPE) yang disalurkan melalui sejumlah bank pemerintah. KKPE dengan bunga rendah disediakan memang khusus untuk membantu pembiayaan bagi petani. Sedangkan untuk mengatasi anjloknya harga setelah panen, kelompok tani dapat memanfaatkan fasilitas resi gudang yaitu dengan menitipkan hasil panen ke lembaga pengelola resi gudang dan menerima dana talangan sebelum dilakukan penjualan. Kelompok tani/Gapoktan juga disarankan

bekerja sama dengan lembaga formal lainnya untuk mendapatkan pembiayaan usaha tani, misalnya dengan industri.

(39)

30 V. PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU (PTT) JAGUNG

Pengelolaan tanaman dan sumberdaya secara terpadu (PTT) merupakan inovasi baru untuk memecahkan berbagai permasalahan dalam peningkatan produktivitas. Teknologi intensifikasi bersifat spesifik lokasi, tergantung pada masalah yang akan diatasi (demand driven technology). Komponen teknologi PTT ditentukan bersama-sama petani melalui analisis kebutuhan teknologi

(need assessment).

PTT sebagai suatu pendekatan inovatif dalam upaya meningkatkan produktivitas dan efisiensi usaha tani serta sebagai suatu pendekatan pembangunan tanaman pangan khususnya dalam mendorong peningkatan produksi jagung akan terus dilaksanakan dan pada tahun 2015 difokuskan melalui gerakan penerapan di lapangan dengan lebih terkoordinasi pada areal 102.000 ha, yang terdiri dari kawasan GP-PTT seluas 10.500 ha dan non kawasan/rintisan kawasan seluas 91.500 ha. Rekapitulasi per provinsi dapat dilihat pada Lampiran 2.

A. Tahapan Penerapan PTT

1. Langkah pertama penerapan PTT adalah pemandu lapangan bersama petani melakukan Pemahaman Masalah dan Peluang (PMP) atau Kajian Kebutuhan dan Peluang (KKP). Identifikasi masalah peningkatan hasil di wilayah setempat dan membahas peluang mengatasi masalah tersebut, berdasarkan cara pengelolaan tanaman, analisis iklim/curah hujan, kesuburan tanah, luas pemilikan lahan, dan lingkungan sosial ekonomi.

(40)

31 2. Langkah kedua adalah merakit berbagai komponen teknologi PTT berdasarkan kesepakatan kelompok untuk diterapkan di lahan usahataninya.

3. Langkah ketiga adalah penyusunan RUK berdasarkan kesepakatan kelompok.

4. Langkah keempat adalah penerapan PTT.

5. Langkah kelima adalah pengembangan/replikasi PTT ke petani lainnya.

A. Komponen PTT Jagung

Komponen dasar dan pilihan disesuaikan spesifik wilayah setempat yang paling tepat diterapkan. Komponen PTT Jagung dasar yaitu : 1). Varietas unggul baru, hibrida atau komposit, 2). Benih bermutu dan berlabel, 3). Populasi 66.000-75.000 tanaman/ha dan 4). Pemupukan berdasarkan kebutuhan tanaman dan status hara tanah. Sedangkan komponen PTT Jagung pilihan adalah : 1). Penyiapan lahan, 2). Pemberian pupuk organik, 3). Pembuatan saluran drainase pada lahan kering, atau saluran irigasi pada lahan sawah, 4). Pembumbunan, 5). Pengendalian gulma secara mekanis atau dengan herbisida kontak, 6). Pengendalian hama dan penyakit, dan 7). Panen tepat waktu dan pengeringan segera.

Dalam rangka peningkatan Indeks Pertanaman (IP) 400 jagung, persyaratan yang harus dipenuhi adalah : 1). Lokasi tersedia cukup air saat diperlukan, terutama saat musim kemarau, 2). Lahan bebas genangan air saat musin hujan, 3). Tenaga kerja cukup tersedia setiap saat dan 4). Umur varietas yang ditanam tidak lebih 120 hari.

(41)

32 B. Peran Komponen PTT

Penggunaan benih varietas unggul bermutu akan menghasilkan daya perkecambahan yang tinggi dan seragam, tanaman yang sehat dengan perakaran yang baik, tanaman tumbuh lebih cepat, tahan terhadap hama dan penyakit, berpotensi hasil tinggi dan mutu hasil yang lebih baik.

Penanaman yang tepat waktu, serentak dan jumlah populasi yang optimal dapat menghindari serangan hama dan penyakit, menekan pertumbuhan gulma, terhindar dari kelebihan dan kekurangan air, memberikan pertumbuhan tanaman yang sehat dan seragam serta hasil yang tinggi.

Pemberian pupuk secara berimbang berdasarkan kebutuhan tanaman dan ketersediaan hara tanah dengan prinsip tepat jumlah, jenis, cara, dan waktu aplikasi sesuai dengan jenis tanaman akan memberikan pertumbuhan yang baik dan meningkatkan kemampuan tanaman mencapai hasil tinggi.

Pemberian air pada tanaman secara efektif dan efisien sesuai dengan kebutuhan tanaman dan kondisi tanah merupakan faktor penting bagi pertumbuhan dan hasil tanaman yaitu air sebagai pelarut sekaligus pengangkut hara dari tanah ke bagian tanaman. Kebutuhan akan air disetiap stadia tanaman berbeda-beda, pemberian air secara tepat akan meningkatkan hasil dan menekan terjadinya stres pada tanaman yang diakibatkan karena kekurangan dan kelebihan air.

Perlindungan tanaman dilaksanakan untuk mengantisipasi dan mengendalikan serangan OPT dan DPI dengan meminimalkan kerusakan

(42)

33 atau penurunan produksi akibat serangan OPT. Pengendalian dilakukan berdasarkan prinsip dan strategi Pengendalian Hama Terpadu (PHT). Khususnya pengendalian dengan pestisida merupakan pilihan terakhir bila serangan OPT berada di atas ambang ekonomi. Penggunaan pestisida harus memperhatikan jenis, jumlah dan cara penggunaannya sesuai dengan ketentuan dan peraturan yang berlaku sehingga tidak menimbulkan resurjensi atau resistensi OPT atau dampak lain yang merugikan lingkungan.

Penanganan panen dan pasca panen akan memberikan hasil yang optimal jika panen dilakukan pada waktu dan cara yang tepat yaitu tanaman dipanen pada masak fisiologis berdasarkan umur tanaman, kadar air dan penampakan visual hasil sesuai dengan diskripsi varietas. Pemanenan dilakukan dengan sistem kelompok yang dilengkapi dengan peralatan dan mesin yang cocok sehingga menekan kehilangan hasil. Hasil panen dikemas dalam wadah dan disimpan di tempat penyimpanan yang aman dari OPT dan perusak hasil lainnya sehingga mutu hasil tetap terjaga dan tidak tercecer.

C. Pemilihan Teknologi PTT

Komponen teknologi yang dipilih dan diterapkan oleh petani dalam melaksanakan GP-PTT adalah komponen teknologi PTT. Perakitan komponen teknologi budidaya dilakukan dengan cara penelusuran setiap alternatif komponen teknologi, jumlah yang mempengaruhi dan yang dipengaruhi. Apabila hal tersebut telah diketahui maka antar komponen teknologi dan aspek lingkungan dapat disinergikan. Pemilihan teknologi budidaya yang optimal dapat dilakukan dengan memaksimalkan

(43)

34 komponen teknologi yang saling sinergis dan meminimalkan komponen teknologi yang saling antagonis (berlawanan) sehingga diperoleh teknik budidaya dalam pendekatan PTT yang spesifik lokasi.

Kombinasi komponen teknologi yang digunakan pada lokasi tertentu dapat berbeda dengan lokasi lainnya, karena beragamnya kondisi lingkungan pertanaman. Setiap teknologi dan kombinasi teknologi yang sedang dikembangkan pada suatu lokasi dapat berubah sejalan dengan perkembangan ilmu dan pengalaman petani di lokasi setempat. Untuk menetapkan paket teknologi GP-PTT yang akan dilaksanakan di setiap unit agar Dinas Pertanian Kabupaten/Kota berkomunikasi dan atau berkonsultasi dengan Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) di masing–masing wilayah.

E. Keuntungan Penerapan Teknologi PTT

1. Meningkatkan kuantitas dan kualitas hasil usahatani,

2. Efisiensi biaya usaha tani dengan penggunaan teknologi yang tepat untuk masing-masing lokasi,

3. Kesehatan lingkungan tempat tumbuh pertanaman dan lingkungan kehidupan secara keseluruhan akan terjaga.

(44)

35 VI. GERAKAN PENERAPAN PTT (GP-PTT) JAGUNG

A. Model Kawasan Tanaman Pangan

Sesuai Peraturan Menteri Pertanian Nomor 50 Tahun 2012, tentang pedoman pengembangan kawasan pertanian, kawasan pertanian terdiri dari 1). Kawasan tanaman pangan, 2). Kawasan hortikultura, 3).Kawasan perkebunan dan 4). Kawasan peternakan. Adapun kawasan tanaman pangan adalah kawasan usaha tanaman pangan yang disatukan oleh faktor alamiah, sosial budaya, infrastruktur fisik buatan, serta dibatasi oleh agroekosistem yang sama sedemikian rupa sehingga mencapai skala ekonomi dan efektifitas manajemen usaha tanaman pangan. Kawasan tanaman pangan dapat berupa kawasan yang telah eksis atau calon lokasi baru, dan lokasinya dapat berupa hamparan atau spot partial namun terhubung dengan aksesbilitas yang memadai.

Pengembangan kawasan pertanian tanaman pangan, seperti jagung pada tahun 2015, dilakukan melalui Gerakan Penerapan Pengelolaan Tanaman Terpadu (GP-PTT). Untuk itu pada tahun 2015, tidak dikenal lagi SL-PTT Kawasan Pertumbuhan, Kawasan Pengembangan dan Kawasan Pemantapan. Kriteria khusus tanaman pangan/jagung dalam aspek luas agregat adalah 3.000 ha/2-4 kecamatan dan atau disesuaikan dengan kondisi di lapangan dengan fasilitasi GP-PTT seluas 1.500 ha. Rancangan kawasan jagung tahun 2015 di alokasikan di 166 Kabupaten/Kota pada 26 Provinsi seluas 102.000 ha, seperti tercantum pada Lampiran 3.

(45)

36 Pada kawasan GP-PTT jagung, dalam upaya pencapaian target produktivitas >1 ton/ha seluruh Eselon I lingkup Kementerian Pertanian dan Eselon II lingkup Direktorat Jenderal Tanaman Pangan akan memberikan kontribusi kegiatannya guna mendukung pelaksanaan GP-PTT secara optimal. Untuk itu koordinasi, replikasi, nilai tambah, keberhasilan dan regulasi menjadi kata kunci guna menjamin keberhasilan kegiatan tersebut di tingkat lapangan. Selanjutnya dalam upaya peningkatan produktivitas dan produksi, areal di luar kawasan (non kawasan/rintisan/regular) tetap mendapat perhatian melalui pelaksanaan GP-PTT jagung seluas 91.500 ha dengan luasan 500 ha per kabupaten. Pada GP-PTT jagung non kawasan ini, hanya akan mendapatkan stimulan dari kegiatan pengelolaan produksi tanaman serealia berupa bantuan saprodi termasuk benih, pertemuan kelompok dan pendampingan serta pengawalan tanpa dukungan kegiatan dari Eselon I lingkup Kementerian Pertanian dan atau Eselon II lingkup Direktorat Jenderal Tanaman Pangan.

GP-PTT dilaksanakan oleh kelompok tani yang sudah terbentuk dan masih aktif. Kelompok tani yang dimaksud diupayakan kelompok tani yang dibentuk berdasarkan hamparan, atau lokasi lahan usaha taninya diupayakan masih dalam satu hamparan setiap kelompok. Hal ini perlu untuk mempermudah interaksi antar anggota karena mereka saling mengenal satu sama lainnya dan diharapkan tinggal saling berdekatan sehingga bila teknologi GP-PTT sudah diadopsi secara individu akan mudah ditiru petani lainnya.

Peserta GP-PTT wajib mengikuti setiap tahap pertanaman dan mengaplikasikan kombinasi komponen teknologi yang sesuai spesifik lokasi mulai dari pengolahan tanah, budidaya, penanganan panen dan pasca panen.

(46)

37 Pada setiap tahapan pelaksanaan, petani peserta diharapkan melakukan serangkaian kegiatan yang sudah direncanakan dan dijadwalkan.

B. Penentuan Calon Lokasi

Pemilihan penempatan calon lokasi GP-PTT dengan prioritas produktivitas masih berpotensi untuk ditingkatkan dan petaninya responsif terhadap teknologi.

Pemilihan/penunjukan letak petak untuk pertemuan kelompok tani dengan pertimbangan terletak dibagian pinggir areal GP-PTT sehingga berbatasan langsung dengan areal di luar areal GP-PTT dengan harapan penerapan teknologi PTT mudah dilihat dan ditiru oleh petani diluar areal GP-PTT. Pertimbangan lainnya disesuaikan dengan kondisi di lapangan. Pemilihan/penunjukan letak petak pertemuan tersebut, dilakukan melalui musyawarah mufakat (disepakati bersama).Format CL dan CP disajikan pada Lampiran 4.

1. Penentuan Calon Lokasi

a. Lokasi dapat berupa lahan kering atau lahan sawah tadah hujan (padi-padi-jagung) yang produktivitas dan/atau indeks pertanamannya masih dapat ditingkatkan. Lokasi GP-PTT tahun anggaran 2015 diutamakan lokasi SL-PTT tahun anggaran 2014 dengan tetap memperhatikan kondisi di lapangan. Oleh karena itu Dinas Pertanian Provinsi dan Dinas Pertanian Kabupaten/Kota harus melakukan identifikasi lokasi-lokasi yang produktivitas masih dapat ditingkatkan. Untuk itu, CP/CL yang telah diverifikasi oleh Dinas Pertanian Provinsi, diharapkan sudah

(47)

38 disampaikan ke Direktorat Budidaya Serealia pada akhir bulan Januari 2015 sesuai format BPS sebagaimana pada Lampiran 5.

b. Diprioritaskan bukan daerah endemis hama dan penyakit, bebas dari bencana kekeringan, kebanjiran dan sengketa.

c. Areal GP-PTT, diusahakan agar berada dalam satu hamparan/kawasan yang strategis dan mudah dijangkau petani atau disesuaikan dengan kondisi di lapangan.

d. Setiap 25 ha areal GP-PTT, diberi papan nama sebagai tanda/identitas lokasi pelaksanaan kegiatan.

2. Penentuan Calon Petani/Kelompok Tani Peserta GP-PTT

a. Kelompok tani/petani yang dinamis, pro aktif dan bertempat tinggal dalam satu desa/wilayah yang berdekatan dan diusulkan oleh Kepala Desa, KCD dan atau Petugas/Penyuluh Lapangan.

b. Petani yang dipilih adalah petani aktif yang memiliki lahan atau pun penggarap/penyewadan mau menerima teknologi baru.

c. Bersedia mengikuti seluruh rangkaian kegiatan GP-PTT.

d. Kelompok tani GP-PTT ditetapkan dengan Surat Keputusan Kepala Dinas Pertanian Kabupaten/Kota yang membidangi tanaman pangan selaku KPA, sebagaimana contoh pada Lampiran 6.

C. Persyaratan Kelompok Tani Pelaksana GP-PTT

1. Kelompok tani tersebut masih aktif dan mempunyai kepengurusan yang lengkap yaitu minimal ada Ketua, Sekretaris dan Bendahara.

(48)

39 3. Kelompok tani penerima bantuan GP-PTT ditetapkan dengan Surat

Keputusan Kepala Dinas Pertanian Kabupaten/Kota selaku KPA.

4. Memiliki rekening yang masih berlaku/masih aktif di Bank Pemerintah (BUMN atau BUMD/Bank Daerah) yang terdekat dan bagi kelompok tani yang belum memiliki, terlebih dahulu harus membuka rekening di bank. 5. Rekening bank diutamakan berupa rekening bank setiap kelompok tani

namun dapat pula rekening gabungan kelompok tani (Gapoktan). Jika menggunakan rekening gapoktan, mekanisme pengaturan antar kelompok tani agar diatur lebih lanjut oleh Kepala Dinas Pertanian Kabupaten/Kota.

6. Membuat surat pernyataan bersedia dan sanggup menggunakan dana bantuan GP-PTT sesuai peruntukannya (RUK) dan sanggup mengembalikan dana apabila tidak sesuai peruntukannya sebagaimana terlihat dalam Lampiran 9. Adapun mekanisme pengembaliannya, sesuai peraturan perundangan yang berlaku.

7. Bersedia menambah biaya pembelian sarana produksi dan pendukung lainnya, bilamana bantuan Pemerintah Pusat tersebut tidak mencukupi/kurang.

8. Bersedia mengikuti seluruh rangkaian kegiatan GP-PTT.

9. Petani/kelompok tani penerima Bansos GP-PTT tidak diperkenankan menerima bansos dari kegiatan yang sama pada tahun anggaran berjalan.

(49)

40 D. Bantuan Pelaksanaan GP-PTT dan Pemanfaatannya

Guna mendukung pelaksanaan PTT jagung berbasis kawasan dan GP-PTT jagung non kawasan, seluruh areal yang ditetapkan dalam CP/CL akan mendapatkan fasilitasi berupa bantuan. Konsep ini berbeda dengan model SL-PTT Tahun 2014, seperti pada Gambar 2 berikut;

Gambar 2. Perbandingan SL-PTT Tahun 2014 dengan GP-PTT Tahun 2015

Areal GP-PTT jagung berbasis kawasan maupun non kawasan sebagai stimulan direncanakan mendapatkan sarana produksi (benih, pupuk, pestisida, dan pertemuan kelompok tani), sedangkan insentif/bantuan transport bagi petugas pendamping (petugas dinas dan atau aparat/disesuaikan dengan kebutuhan di lapangan), papan nama dan ubinan diberikan pada setiap 25 ha.

(50)

41 Bantuan saprodi yang diberikan dalam pelaksanaan GP-PTT Jagung, digunakan untuk:

1. Pembelian benih varietas unggul bersertifikat, dengan harga non subsidi. Tidak dibolehkan memanfaatkan/menggunakan benih bersubsidi yang disediakan pemerintah. Jumlah dan varietas yang akan digunakan dapat disesuaikan dengan kondisi setempat (spesifik lokasi), serta disetujui dan atau diketahui oleh Petugas Lapangan/Penyuluh, Dinas Pertanian Kabupaten/Kota dan BPTP setempat. Sumber benih dapat berasal dari kios benih, penangkar benih, produsen BUMN/BUMD/Swasta, dan atau dari sumber lain yang jelas, dan lain - lain. Kemasan dan label benih agar disimpan dengan baik.

2. Pembelian pupuk bersubsidi (urea, NPK, organik) dengan harga yang ditetapkan pemerintah. Untuk itu pastikan petani pelaksana telah tergabung dalam kelompok tani dan telah menyusun RDK dan RDKK. Adapun jenis pupuk dan dosis yang akan digunakan di lapangan, dapat disesuaikan dengan rekomendasi dan kondisi di masing-masing daerah (spesifik lokasi) serta disetujui dan atau diketahui oleh petugas lapangan/penyuluh, Dinas Pertanian Kabupaten/Kota dan BPTP setempat. Digunakan pula untuk pembelian pestisida yang jumlah dan dosis, disesuaikan dengan kebutuhan di lapangan. Apabila rekomendasi di suatu lokasi memerlukan pupuk/pestisida jenis lainnya, maka apabila dana masih memungkinkan dapat dibiayai dari dana yang tersedia tersebut. Pupuk yang belum digunakan agar disimpan dan dijaga dengan baik agar mutunya tetap terjaga saat digunakan. Kemasan pupuk disimpan dengan baik.

(51)

42 3. Membiayai pertemuan kelompok, yang jumlahnya minimal 4 kali dan atau disesuaikan dengan kebutuhan di lapangan. Pertemuan dilakukan oleh kelompok tani peserta GP-PTT dan bertempat di areal yang ditunjuk dan disepakati bersama (musyawarah mufakat). Peserta pertemuan adalah petani peserta dipandu oleh Petugas Lapangan (Penyuluh, POPT, PBT, Peneliti, Aparat dan petugas). Materi pertemuan, disesuaikan dengan kebutuhan di lapangan dalam mendukung pelaksanaan GP-PTT tersebut. Apabila dibutuhkan, anggaran yang tersedia dapat pula digunakan untuk pelaksanaan Temu Lapangan Petani (FFD) dalam rangka sosialisasi kepada masyarakat, dengan mengundang petani sekitarnya, pemuda/i tani, tokoh masyarakat, petugas lapangan, aparat, stakeholder, dan lain - lain.

Semua jenis pengeluaran saprodi, dituangkan dalam RUK (Rencana Usaha Kelompok), masing-masing Kelompok tani pelaksana GP-PTT baik kawasan maupun non kawasan/rintisan/regular.

Kebutuhan sarana produksi dan pendukung lainnya yang tidak difasilitasi Pemerintah Pusat maupun kekurangannya, agar ditanggung dan diusahakan secara swadaya oleh anggota kelompok tani atau dari sumber lainnya. Hal ini dimaksudkan agar petani/kelompoktani ikut memiliki sehingga mempunyai tanggung jawab moral untuk mensukseskan GP-PTT jagung dalam rangka mendukung pencapaian sasaran produksi tahun 2015.

Teknologi yang akan diterapkan pada GP-PTT (kawasan maupun non kawasan/rintisan/reguler), dikomunikasikan dan atau dikonsultasikan lebih dahulu dengan BPTP setempat dan sesuai dengan kondisi di lapangan

(52)

43 (spesifik lokasi) guna menjamin keberhasilan pelaksanaan kegiatan sehingga dapat menjadi pengungkit peningkatan produktivitas dan produksi.

Bantuan sarana produksi merupakan Belanja Bantuan Sosial (BANSOS) pada akun 573111 dan penggunaannya dengan mekanisme transfer langsung ke rekening kelompoktani dalam bentuk uang dan sesuai pedoman serta peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Disamping itu, guna mendukung pelaksanaan GP-PTT Jagung, pemerintah memberikan pula stimulan berupa anggaran untuk penyediaan papan nama, pendampingan dan ubinan, dengan rincian penggunaan seperti berikut: 1. Digunakan untuk penyediaan papan nama. Papan nama merupakan

identitas lokasi dimana kegiatan tersebut dilaksanakan. Papan nama diberikan setiap unit (@ 25 ha). Bahan dan ukuran disesuaikan dengan anggaran yang tersedia (tidak harus dalam bentuk papan, namun dapat berupa tripleks, plastik sablon, dan atau lainnya) dan atau disesuaikan dengan kondisi di masing-masing lokasi. Apabila dipandang perlu menambah biaya untuk keperluan tersebut, dapat diupayakan dari swadaya petani/kelompok tani atau dari sumber-sumber lain yang sah dan diketahui petugas lapangan dan Dinas Pertanian Kabupaten/Kota. 2. Digunakan untuk membiayai pendampingan dan pengawalan, kegiatan

GP-PTT baik kawasan maupun non kawasan di lapangan. Pendampingan dan atau pengawalan, dilakukan oleh petugas dinas kabupaten/kota termasuk Penyuluh, POPT, PBT, Mantri Tani atau Petugas lainnya sesuai kebutuhan di lapangan serta Aparat (Babinsa, Camat, Kades atau lainnya). Khusus pendampingan dan atau pengawalan oleh aparat,

(53)

44 keterlibatannya (pemanfaatan dan kebutuhan) disesuaikan dengan kebutuhan di lapangan. Jumlah kunjungan/pendampingan dan atau pengawalan ke lapangan, disesuaikan dengan anggaran yang tersedia. Untuk itu, diperlukan koordinasi antara Dinas Pertanian Kabupaten/Kota dengan Bapeluh, Kodim, Korem, Babinsa dan Aparat Kecamatan sampai desa.

3. Digunakan untuk membiayai pelaksanaan ubinan bersama. Ubinan dilaksanakan pada kawasan maupun non kawasan/rintisan/regula GP-PTT Jagung. Setiap 25 ha, difasilitasi 1 unit ubinan dengan anggaran yang disediakan sebesar Rp 180.000,-/unit, yang diperuntukkan untuk honor petugas ubinan (masing-masing 1 orang Mantri Tani dan 1 orang KSK) serta fasilitasi untuk pencatatan hasil ubinan dan pengirimannya ke pusat. Untuk itu, koordinasi dan sinergitas antara Dinas Pertanian Kabupaten/Kota dan BPS Kabupaten sangat diperlukan. Data ubinan merupakan salah satu indikator keberhasilan pelaksanaan GP-PTT baik pada kawasan maupun non kawasan/rintisan/reguler. Format ubinan seperti pada Lampiran 16.

Bantuan anggaran untuk pelaksanaan pengadaan papan nama, bantuan transport untuk pendampingan dan pengawalan petugas dan aparat serta ubinan dialokasikan pada Satker Dinas Pertanian Kabupaten/Kota yang membidangi tanaman pangan dan penggunaannya disesuaikan dengan kondisi di lapangan dan sesuai dengan pedoman serta peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pada Satker Dinas Pertanian Kabupaten/Kota yang membidangi tanaman pangan, disediakan pula anggaran untuk melaksanakan pembinaan dalam

(54)

45 arti luas yang mencakup perencanaan, pembinaan dan monitoring serta evaluasi, baik daerah yang mendapatkan alokasi GP-PTT Jagung maupun yang tidak. Untuk jelasnya rincian kegiatan dapat dilihat pada POK Pengelolaan Produksi Tanaman Serealia Tahun 2015.

Selanjutnya agar kegiatan GP-PTT berbasis kawasan tersebut berkontribusi pada produksi tahun 2015, maka diharapkan pelaksanaan GP-PTT Jagung diharapkan sudah dilaksanakan pada awal tahun 2015 (Akhir MH 2014/2015 sampai MK II 2015), kecuali secara teknis dan kondisi lapangan tidak memungkinkan dilaksanakan. Untuk itu, penyaluran dana bansos diharapkan terealisasi 100% pada akhir bulan Agustus 2015.

Di samping itu agar segera mengambil langkah-langkah dan mempersiapkan secara terencana, akurat dan efektif melalui koordinasi dengan instansi terkait antara lain Dinas Pengairan, BMKG, Penyedia Benih, Pupuk, Alsintan dan lain sebagainya agar pelaksanaan tepat waktu dan tepat sasaran.

Sebagai salah satu bentuk peningkatan kualitas GP-PTT Jagung di lapangan, maka pembinaan, pendampingan dan pengawalan yang telah dilakukan pada tahun 2013 perlu lebih ditingkatkan dengan melibatkan petugas dinas dan aparat. Untuk itu, Dinas Pertanian Kabupaten/Kota perlu melakukan koordinasi yang lebih intensif, sosialisasi serta sinergi kegiatan dengan instansi terkait baik di lingkup Kementerian Pertanian, TNI-AD (Pangdam, Dandim, Kodim, Korem, Babinsa) dan stake holders.

Pendampingan dan pengawalan dilakukan oleh Petugas Dinas Provinsi dan Kabupaten/Kota termasuk Penyuluh/PPL, POPT, PBT, KCD, Mantri Tani atau petugas lain sesuai kebutuhan di masing-masing lokasi; dan Aparat (TNI-AD

(55)

46 beserta jajarannya/BABINSA, Camat dan Kades atau lainnya) serta petugas pusat. Pengawalan GP-PTT dilakukan pula oleh para Peneliti BPTP di masing-masing lokasi yang penugasannya melalui Surat Keputusan Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian.

Selanjutnya Posko P2BN pada setiap tingkatan (Kabupaten/Kota dan Provinsi) harus lebih diaktifkan guna melakukan koordinasi dan sinergi dengan berbagai pihak dan instansi terkait untuk turun bersama memantau kondisi di lapangan, menggerakkan percepatan tanam/panen serentak, pemeliharaan tanaman dan mengetahui segala permasalahannya untuk selanjutnya diselesaikan agar tidak menjadi penghambat dalam merealisasikan kegiatan.

Hal-hal yang lebih teknis dan operasional di lapangan agar dapat diatur dan diuraikan dalam Petunjuk Teknis (JUKNIS) GP-PTT yang disusun/dibuat oleh Dinas Pertanian Kabupaten/Kota secara lebih rinci dan jelas guna menghindari penafsiran yang berbeda-beda oleh petugas lapangan sedangkan Dinas Pertanian Provinsi menjabarkan Pedoman Teknis dalam bentuk Petunjuk Pelaksanaan (JUKLAK) GP-PTT.

Gambar

Tabel 1. Sasaran Luas Tanam, Luas Panen, Produktivitas      dan Produksi Jagung Periode 2015-2019
Gambar 2. Perbandingan SL-PTT Tahun 2014 dengan  GP-PTT Tahun 2015

Referensi

Dokumen terkait

Nilai rata-rata kerapatan papan partikel yang dilapisi finir kayu aren menjadi papan komposit dengan kadar jumlah perekat yang berbeda disajikan pada Tabel 2.. Secara

Agar perancangan typeface dengan menggunakan simbol ikan sura dan buaya Kota Surabaya sebagai gagasannya ini dapat bermanfaat bagi masyarakat dan Kota Surabaya, media yang

Senada dengan Jejen Musfah menjelaskan kompetensi pedagogik adalah kemampuan dalam pengelolaan peserta didik yang meliputi: (a) pemahaman wawasan atau

Lokus SSR terpilih tersebut dengan tambahan marka identifier dapat digunakan untuk membuat ID varietas lokal kedelai Indonesia pada koleksi plasma nutfah.. Jadi set marka

PEARLS merupakan suatu metode yang dapat digunakan dalam sebuah lembaga keuangan untuk mengukur penilaian tingkat kesehatan lembaga keuangan dengan melakukan analisis pada

Dengan mengalirkan arus listrik pada suatu objek lingkaran seperti pada Gambar 2.5, kita dapat mengetahui beda potensial pada setiap bagian pada permukaan objek..

Rataan perbandingan jenis kelamin jantan terhadap betina (sex ratio) anak puyuh pada tetua yang diberi pakan tersuplementasi mineral Zn dan vitamin E dapat dilihat pada

Hal tersebut menunjukkan bahwa Good Corporate Governance yang terdiri dari (dewan komisaris, komite audit, ukuran dewan direksi, ukuran dewan komisaris) berpengaruh terhadap