• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II BAHAN RUJUKAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II BAHAN RUJUKAN"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

BAHAN RUJUKAN

2.1 Keadaan Geografi

Penduduk Kota Bandung menurut Registrasi Penduduk sampai dengan bulan Maret 2008 berjumlah 2.390.120 jiwa dengan luas wilayah 16.729,50 Ha. (167,67 Km2)). Komposisi penduduk warga negara asing yang berdomisili di Kota Bandung adalah sebesar 4.301 jiwa. Jumlah warga negara asing menurut catatan Kantor Imigrasi Bandung yang berdiam tetap di Kota Bandung setiap bulannya rata-rata sebesar 2.511 orang, sedangkan jumlah warga negara asing yang berdiam sementara di Kota Bandung setiap bulannya rata-rata sebesar 5.849 jiwa.

Dari Program Pemerintah dalam hal mengurangi kepadatan penduduk yang tinggi khususnya di Kota Bandung telah dilaksanakan Program Transmigrasi ke luar Pulau Jawa dengan jenis transmigrasi terbesar adalah Transmigrasi TU sebanyak 76 Kepala Keluarga dengan jumlah jiwa sebesar 86, sedangkan daerah tujuan Transmigrasi TU adalah Propinsi Riau dan Kalimantan tengah.

Dalam hal membuka kesempatan kerja yang ada pada Bursa Kesempatan Kerja jumlah kesempatan yang paling tinggi adalah dari lulusan SMU. Nampaknya dalam hal ini Pemerintah tetap harus bekerja keras dalam penyediaan lapangan pekerjaan, selain lowongan yang ada terus diciptakan dan kualitas sumber daya manusia juga harus ditingkatkan.

2.2 Pendapatan

Pendapatan adalah sesuatu yang sangat penting dalam setiap perusahaan. Tanpa ada pendapatan mustahil akan didapat penghasilan atau earnings, karena pendapatan merupakan salah satu elemen penentu laba rugi suatu perusahaan.

2.2.1 Pengertian Pendapatan

Pengertian pendapatan menurut Bastian dan Soepriyanto (2002:82) adalah arus masuk bruto manfaat ekonomi yang timbul dari aktivitas atau kegiatan operasi entitas pemerintah selama satu periode yang mengakibatkan kenaikan entitas, dan bukan berasal dari pinjaman yang harus dikembalikan.

(2)

Berdasarkan dalam buku Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 bahwa pendapatan adalah semua penerimaan khas daerah yang menambah ekuitas dana dalam periode tahun anggaran yang bersangkutan yang menjadi hak pemerintah daerah, dan tidak perlu dibayar kembali oleh pemerintah daerah.

Dari beberapa definisi di atas yang telah bahwa terdapat ciri-ciri yang melekat pada pengertian pendapatan yaitu suatu peningkatan nilai aset dari kewajiban yang berasal dari berbagai kegiatan perusahaan yang sedang berjalan dan bukan berasal dari suatu pinjaman yang harus dikembalikan.

2.2.2 Pendapatan Daerah

Pengertian pendapatan daerah menurut Peraturan Daerah Tahun 2006 Nomor 07 Pasal 1 tentang Pokok-Pokok Pengelolaan Keuangan Daerah adalah hak pemerintah daerah yang diakui sebagai penambah nilai kekayaan bersih.

Pendapatan daerah sebagaimana dijelaskan dalam Peraturan Daerah Tahun 2006 Nomor 07 Ayat 1 huruf (a) meliputi, semua penerimaan uang melalui Rekening Kas Umum Daerah, yang menambah ekuitas dana lancar, yang merupakan hak daerah dalam satu tahun anggaran yang tidak perlu dibayar kembali oleh Daerah. Pendapatan daerah terdiri atas :

1. Pendapatan Asli Daerah (PAD); 2. Dana Perimbangan; dan

3. Lain-lain pendapatan daerah yang sah.

Pendapatan asli daerah yang dimaksudkan pada Peraturan Daerah Tahun 2007 Nomor 07 ayat (1) terdiri atas :

a. Pajak daerah; b. Retribusi daerah;

c. Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan; dan d. Lain-lain Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang sah.

Menurut Peraturan Daerah Nomor 07 Tahun 2003 tentang Biaya Pemungutan Pendapatan Asli Daerah menjelaskan bahwa Pendapatan Asli Daerah (PAD) adalah penerimaan yang diperoleh daerah dari sumber-sumber dalam

(3)

wilayahnya sendiri yang dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Sumber pendapatan asli daerah menurut Peraturan Daerah Nomor 07 Tahun 2003 terdiri dari :

a. Hasil pajak daerah

Pajak Daerah adalah iuran wajib yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan kepada Daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang, yang dapat dipaksakan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan Daerah dan pembangunan Daerah.

b. Hasil retribusi daerah

Pungutan Daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian ijin tertentu yang khusus disediakan dan/ atau diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan.

c. Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang dipisahkan

Dalam usaha menggali sumber pendapatan daerah dapat dilakukan dengan berbagai cara, selama tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Salah satu sumber pendapatan asli daerah yang sangat penting dan perlu mendapat perhatian khusus adalah perusahaan daerah. Karena Perusahaan Daerah mempunyai tujuan untuk turut serta melaksanakan pembangunan daerah khususnya dan pembangunan kebutuhan rakyat dengan menggutamakan industrialisasi dan ketentraman serta ketenangan kerja menuju masyarakat yang adil dan makmur.

d. Lain-lain pendapatan asli daerah yang sah

Lain-lain pendapatan asli daerah yang sah adalah hasil penjualan aset daerah, jasa giro, dan pendapatan asli daerah di luar pajak daerah, retribusi daerah dan hasil perusahaan milik daerah.

Dalam penyusunan tugas akhir ini berdasarkan penelitian yang telah dilakukan di Pemerintah Kota Bandung pada Dinas Pengelolaan Keuangan Daerah bagian Pemberdayaan Aset, bahwa yang berasal dari lain-lain pendapatan

(4)

asli daerah yang sah yaitu pendapatan asli daerah diluar pajak daerah yang diperoleh dari pendapatan Sewa Tanah.

Di dalam pelaksanaan otonomi daerah, sumber keuangan yang berasal dari pendapatan asli daerah lebih penting dibandingkan dengan sumber-sumber diluar pendapatan asli daerah, karena pendapatan asli daerah dapat dipergunakan sesuai dengan prakarsa dan inisiatif daerah sedangkan bentuk pemberian pemerintah (non PAD) sifatnya lebih terikat. Dengan penggalian dan peningkatan pendapatan asli daerah diharapkan pemerintah daerah juga mampu meningkatkan kemampuannya dalam penyelenggaraan urusan daerah.

2.2.3 Dasar Hukum Pendapatan Daerah

1. Peraturan Daerah Nomor 07 Tahun 2003, tentang Biaya Pemungutan Pendapatan Asli Daerah.

2. Peraturan Daerah Nomor 07 Tahun 2006, tentang Pokok-Pokok Pengelolaan Keuangan Daerah.

2.3 Sewa Tanah

Dalam sewa menyewa harus ada barang yang disewakan, penyewa, pemberi sewa, imbalan dan kesepakatan antara pemilik barang dan yang menyewa barang. Sewa disini adalah bentuk pemanfaatan barang milik negara/ daerah berupa tanah. Penyewa dalam mengembalikan barang atau aset yang disewa harus mengembalikan barang secara utuh seperti pertama kali dipinjam tanpa berkurang maupun bertambah, kecuali ada kesepatan lain yang disepakati saat sebelum barang berpindah tangan.

2.3.1 Pengertian Sewa Tanah

Menurut Undang-Undang Peraturan Daerah Kota Bandung Nomor 09 Tahun 2008, tentang Pengelolaan Barang Milik Daerah pengertian sewa adalah Pemanfaatan barang milik negara/ daerah oleh pihak lain dalam jangka waktu tertentu dan menerima imbalan uang.

Undang-undang Peraturan Daerah Nomor 4 Tahun 2003 tentang Sewa Menyewa Kontrak Rumah Dan/ Atau Bangunan menjelaskan bahwa sewa tanah adalah

(5)

keadaan dimana tanah dan/ atau bangunan lainnya yang ditempati atau digunakan untuk tempat tinggal oleh pemilik berdasarkan kesepakatan antara pemberi jasa sewa selaku Pengelola Barang dengan penerimaan jasa sewa disertai pembayaran uang sewaan dalam jumlah tertentu untuk jangka waktu tertentu.

2.3.2 Pengertian Pendapatan Sewa Tanah

Pada pembahasan sebelumnya telah disebutkan bahwa bentuk-bentuk pemanfaatan barang milik negara/ daerah tanah dapat berupa:

1. Sewa;

2. Pinjam pakai;

3. Kerjasama pemanfaatan; dan

4. Bangun guna serah dan bangunan serah guna.

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006 Pasal 21 Bagian Ketiga tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/ Daerah, bahwa penyewaan barang milik negara/ daerah dilaksanakan dengan bentuk penyewaan barang milik negara atas tanah dan/ atau bangunan yang sudah diserahkan oleh pengguna barang kepada pengelola barang.

Pengelola barang milik negara/ daerah menurut Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006 meliputi:

1. Perencanaan kebutuhan dan penganggaran;

Perencanaan kebutuhan barang milik negara/ daerah disusun dalam rencana kerja dan anggaran kementrian negara/ lembaga/ satuan kerja perangkat daerah setelah memperhatikan ketersediaan barang milik negara/ daerah yang ada. Perencanaan kebutuhan barang milik negara/ daerah berpedoman pada standar barang, standar kebutuhan, dan standar harga. Standar barang dan standar kebutuhan ditetapkan oleh pengelola barang setelah berkoordinasi dengan instansi atau dinas teknis terkait. 2. Pengadaan;

Pengadaan barang milik negara/ daerah selain tanah diatur dengan Peraturan Presiden. Status pengadaan barang ditetapkan dengan ketentuan berikut:

(6)

a. barang milik negara oleh pengelolan barang;

b. barang milik daerah oleh gubernur/ bupati/ walikota. 3. Pemanfaatan;

Pemanfaatan barang milik negara berupa tanah dilaksanakan oleh pengelola barang setelah mendapat persetujuan gubernur/ bupati/ walikota.

4. Pengamanan dan pemeliharaan;

Pengamanan barang milik negara/ daerah meliputi pengamanan administrasi, pengamanan fisik, dan pengamanan hukum. Barang milik negara/ daerah berupa bangunan harus dilengkapi dengan bukti kepemilikan atas nama Pemerintah Republik Indonesia/ Pemerintah daerah yang bersangkutan. Pemeliharaan berpedoman pada Daftar Kebutuhan Pemeliharaan Barang (DKPB). Biaya pemeliharaan barang milik negara/ daerah dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara/ Daerah.

5. Penilaian;

Penilaian barang milik negara/ daerah dilakukan dalam rangka penyusunan neraca pemerintah pusat/ daerah, pemanfaatan, dan pemindahtanganan barang milik negara/ daerah. Penilaian barang milik negara/ daerah berupa tanah dan/atau bangunan dalam rangka pemanfaatan atau pemindahtanganan dilakukan oleh tim yang ditetapkan oleh pengelola barang, dan dapat melibatkan penilai independen yang ditetapkan oleh pengelola barang. Penilaian barang milik negara/ daerah dilaksanakan untuk mendapat nilai wajar, dengan estimasi terendah menggunakan Nilai Jual Objek Pajak yang selanjutnya akan disebut NJOP.

6. Penghapusan;

Penghapusan barang milik negara/ daerah meliputi, penghapusan dari daftar barang pengguna dan/ atau kuasa pengguna serta penghapusan dari daftar barang milik negara/ daerah. Penghapusan dilakukan dalam hal barang milik negara/ daerah dimaksud sudah beralih kepemilikannya, terjadi pemusnahan atau karena sebab-sebab lain.

(7)

7. Pemindahtanganan;

Pemindahtanganan barang milik negara/ daerah dimaksudkan untuk tanah dan/ atau bangunan. Bentuk-bentuk pemindahtanganan sebagai tindak lanjut atas penghapusan barang milik negara/ daerah yang meliputi:

a. penjualan; b. tukar-menukar; c. hibah;

d. penyertaan modal pemerintah pusat/ daerah. 8. Penatausahaan;

Penatausahaan meliputi pembukuan dan inventaris. Untuk hal pembukuan, kuasa pengguna barang dan pengelola barang harus melakukan pendaftaran dan pencatatan barang milik negara/ daerah ke dalam Daftar Barang Kuasa Pengguna (DBKP) menurut penggolongan dan kodefikasi barang. Pengguna barang melakukan inventarisasi barang milik negara/ daerah sekurang-kurangnya sekali dalam lima tahun, dikecualikan terhadap barang milik negara/ daerah yang berupa persediaan dan konstruksi dalam pengerjaan, pengguna barang melakukan inventarisasi setiap tahun dan pengguna barang lalu menyampaikan laporan hasil inventarisasi kepada pengelola barang selambat-lambatnya tiga bulan setelah selesainya inventarisasi.

9. Pembinaan, pengawasan dan pengendalian.

Menteri Keuangan menetapkan kebijakan umum pengelolaan barang milik negara/ daerah dan melakukan pembinaan pengelolaannya sesuai dengan kebijakan teknis. Pengguna barang melakukan pemantauan dan penertiban terhadap penggunaan, pemanfaatan, pemindahtanganan, penatausahaan, pemeliharaan, dan pengamanan barang milik negara/ daerah yang berada di bawah penguasaannya. Pelaksanaan pemantauan dan penertiban dimaksudkan untuk kantor/ satuan kerja dilaksanakan oleh kuasa pengguna barang.

(8)

Pada Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/ Daerah Bagian Kedua dari Bentuk Pemanfaatan Pasal 22 dijelaskan bahwa:

1. Barang milik negara/ daerah dapat disewakan kepada pihak lain sepanjang menguntungkan negara/ daerah.

2. Jangka waktu penyewaan barang milik negara/ daerah paling lama lima tahun dan dapat diperpanjang.

3. Penetapan formula besaran tarif sewa dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:

a. Barang milik negara oleh pengelola barang;

b. Barang milik daerah oleh gubernur/ bupati/ walikota.

4. Penyewaan dilaksanakan berdasarkan surat perjanjian sewa-menyewa, yang sekurang-kurangnya memuat:

a. Pihak-pihak yang terkait dalam perjanjian;

b. Jenis, luas atau jumlah barang, besaran sewa, dan jangka waktu sewa; c. Tanggung jawab penyewa atas biaya operasional dan pemeliharaan

selama jangka waktu penyewaan; d. Persyaratan lain yang dianggap perlu.

5. Hasil penyewaan merupakan penerimaan negara/ daerah dan seluruhnya wajib disetorkan ke rekening kas umum negara/ daerah.

Dari penjelasan yang dipaparkan diatas dapat disimpulkan bahwa pengertian pendapatan sewa tanah adalah hasil penerimaan yang diterima dari pelaksanaan pemanfaatan barang milik daerah berupa sewa tanah dan hasil dari pelaksanaan tersebut disetorkan ke rekening umum negara/ daerah.

2.3.3 Dasar Hukum Pendapatan Sewa Tanah

1. Undang-undang Peraturan Pemerintah Republikk Indonesia Nomor 6 Tahun 2006 Pasal 21 Bagian Ketiga tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/ Daerah.

2. Undang-undang Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2006 Pasal 22 Bagian Kedua Bentuk Pemanfaatan tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/ Daerah.

(9)

2.4 Objek dan Subjek Sewa Tanah

Dalam suatu perjanjian pada umumnya terdapat dua pihak yang menjadi subjek hukum suatu perjanjian yaitu, manusia pribadi dan badan hukum. Subjek disini adalah pembawa hak yaitu sesuatu yang mempunyai hak dan kewajiban. Objek dalam sewa menyewa terutama sewa tanah dapat diartikan sebagai suatu yang berguna bagi subjek hukum dan yang dapat menjadi objek dalam perjanjian sewa menyewa.

2.4.1 Objek Sewa Tanah

Yang dimaksud dengan objek sewa yang dituangkan dalam Peraturan Walikota Bandung Nomor 828 Tahun 2008 tentang Tata Cara Pelaksanaan Sewa Tanah Dan/ Atau Bangunan Milik Pemerintah Daerah adalah tanah dan/ atau bangunan. Objek sewa tanah dan/atau banguan meliputi:

1. Tanah dan/atau banguan yang sudah diserahkan oleh pengguan barang kepada Walikota

2. Sebagian tanah dan/ atau banguan yang masih dipergunakan oleh pengguna barang.

Objek sebagaimana dimaksud pada uraian diatas, meliputi untuk:

a. Sarana peribadatan murni yaitu sarana yang dipergunakan untuk Mesjid, Gereja, dan tempat peribadatan agama lain yang tidak bernaung di bawah pengelolaan yayasan;

b. Sarana sosial seperti sekolah, Yayasan, Rumah Sakit, Koperasi, Perkantoran Pemerintah dan non Pemerintah Daerah;

c. Rumah tinggal;

d. Usaha yang meliputi lokasi Industri, Pertokoan, Bidang Jasa, Perkantoran swasta, Badan Usaha Milik Negara/ Badan Usaha Milik Daerah, Pompa Bensin, Rumah tinggal yang dikontrakan dan sarana Sosial yang dikontrakan/ dikerjasamakan dengan pihak lain;

e. Penanaman utilitas umum yang berada baik diperlukan maupun di dalam tanah terdiri dari:

1) Bak kontrol dan gardu listrik/ telepon; 2) Tiang listrik dan tiang telepon;

(10)

3) Tiang reklama/ billboard dihitung berdasarkan meter;

4) Kabel telepon, kabel listrik, dan fiber optic dihitung berdasarkan meter; dan 5) Bangunan milik Pemerintah Daerah.

Pemanfaatan objek sewa sebagaimana dimaksudklan pada uraian diatas, dalam pelaksanaannnya harus mengikuti ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perizinan.

2.4.2 Subjek Sewa Tanah

Subjek perjanjian sewa menyewa adalah Pemerintah Daerah dengan pihak penyewa. Pihak penyewa yang dimaksudkan terdiri dari:

1. Warga negara Indonesia;

2. Instansi pemerintah non Pemerintah Daerah atau Badan hukum atau badan usaha lainya yang didirikan menurut hukum Indonesia serta berkedudukan di Indonesia;

3. Warga negara asing yang berkedududkan di Indonesia;

4. Badan hukum asing yang mempunyai perwakilan resmi di Indonesia.

2.5 Jangka Waktu Dan Biaya Sewa Tanah

Surat perjanjian sewa menyewa dapat diperpanjang, dengan ketentuan pihak kedua selaku penyewa harus mengajukan surat permohonan terlebih dahulu kepada pihak pertama selaku pemberi sewa dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan sebelum berakhirnya jangka waktu surat perjanjian sewa menyewa

2.5.1 Jangka Waktu Sewa Tanah

Menurut Peraturan Walikota Bandung Nomor 828 Tahun 2008 Pasal 4 tentang Tata Cara Pelaksanaan Sewa Menyewa Tanah dan/ atau Bangunan Milik Pemerintah Daerah Pasal 4 Bab III, jangka waktu sewa tanah dan/bagunan milik Pemerintah Daerah, paling lama 5 tahun dan dapat diperpanjang.

2.5.2 Biaya Sewa Tanah

Menurut pasal 5 UU Nomor 823 Tahun 2008 tentang Tata Cara Pelaksanaan Sewa Tanah Dan/ Atau Bangunan bahwa jangka waktu sewa dalam

(11)

pelaksanaannya harus diatur dan dituangkan dalam surat perjanjian sewa menyewa. Dimana pihak penyewa dikenakan biaya sewa yang dibayarkan sesuai dengan jangka waktu penyewaan. Biaya sewa ditetapkan dengan memperhatiakn jenis peruntukan pemanfaatan objek sewa, dan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) setempat dan/ atau NJOP yang berlaku di sekitar objek tanah dan/ atau bangunan yang berlaku 1 tahun sebelum ditetapkannya biaya sewa. Hasil penyewaan merupakan penerimaan daerah dan disetor ke kas daerah. Pembayaran biaya sewa harus dilakukan pada saat penandatangan surat perjanjian sewa menyewa oleh pihak lain.

Besaran biaya sewa Tanah dan/atau Bangunan ditetapkan pertahun sebagai berikut:

1. Untuk sarana peribadatan murni: 0,1% x NJOP X Luas Tanah

2. Untuk sarana sosial seperti Sekolah, Yayasan, Rumah Sakit, Koperasi, Perkantoran non Pemerintah Daerah:

0,3 x NJOP x Luas Tanah 3. Untuk rumah tinggal:

0,5 x NJOP x Luas Tanah

4. Usaha yang meliputi lokasi Industri, Biadang Jasa, Perkantoran Swasta, Badan Usaha Milik Negara/ Badan Uasaha Milik Daerah, Pompa Bensin, Rumah tinggal yang dikontrakan, dan Sarana Sosial yang dikontrakan dengan pihak lain:

0,1 x NJOP x Luas Tanah

5. Penaman utilitas umum yang berada di permukaan maupun di dalam tanah terdiri dari:

a. Untuk bak kontrol dan gardu listrik/telepon dihitung : 1% x NJOP x Luas Tanah

b. Tiang listrik dan tiang telepon sebesar Rp. 300,00 (Tiga ratus Rupiah) per tiang;

c. Untuk reklame/ billboard sebesar 1% x NJOP x Luas bidang Reklame. 6. Untuk pemakaian bangunan:

(12)

Menurut UU Pasal 7 Bab IV Nomor 828 Tahun 2008 tentang Tata Cara Pelaksanaan Sewa Tanah Dan/ Atau Bangunan Milik Pemerintah Daerah, pelaksanaan sewa Tanah dan/ atau Bangunan dilaksanakan oleh Pengelola Barang, setelah status penggunaannya ditetapkan oleh Walikota dan mendapatkan persetujuan Walikota.

2.6 Pendapatan Sewa atas Tanah Berdasarkan Standar Akuntansi

Pemerintah (SAP)

Dalam rangka penyusunan dan penghasilan Laporan Keuangan pemerintah yang baik dan benar, yaitu memenuhi prinsip tepat waktu dan disusun dengan mengikuti Standar Akuntansi Pemerintah yang ditetapkan presiden dalam Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2005, tentang Standar Akuntansi Pemerintahan yang selanjutnya akan disebut dengan SAP.

SAP merupakan persyaratan yang mempunyai kekuatan hukum dalam upaya peningkatan kualitas laporan keuangan pemerintah di Indonesia, sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 24 pada bagian Pengantar Standar Akuntansi Pemerintahan (2005:2) bahwa SAP adalah prinsip-prinsip akuntansi yang diterapkan dalam menyusun dan menyajikan laporan keuangan pemerintah.

SAP diterapkan dilingkungan pemerintahan, yaitu pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan satuan organisasi di lingkungan pemerintah pusat/ daerah, jika menurut peraturan perundang-undangan satuan organisasi dimaksud wajib menyajikan laporan keuangan.

Dibawah ini ada beberapa komponen-komponen yang terdapat dalam suatu set laporan keuangan sebagaimana yang terdapat pada Pernyataan Nomor 1 SAP (2005:7), yaitu:

a. Laporan Realisasi Anggaran

Laporan realisasi anggaran mengungkapkan kegiatan keuangan pemerintah pusat/daerah yang menunjukan ketaatan terhadap APBN/APBD. Laporan realisasi anggaran menyajikan ikhtisar sumber, alokasi dan penggunaan sumber daya ekonomi yang dikelola oleh pemerintah pusat/ daerah dalam suatu periode pelaporan.

(13)

Laporan realisasi anggaran menyajikan sekurang-kurangnya unsur-unsur sebagai berikut: 1. Pendapatan; 2. Belanja; 3. Transfer; 4. Surplus/ defisit; 5. Pembiayaan; 6. Penerimaan pembiayaan. b. Neraca

Neraca menggambarkan posisi keuangan suatu entitas pelaporan mengenai aset, kewajiban, dan ekuitas dana pada tanggal tertentu. Neraca mencantumkan sekurang-kurangnya pos-pos sebagai berikut:

1. Kas dan setara kas; 2. Investasi jangka pendek; 3. Piutang pajak dan bukan pajak; 4. Persediaan;

5. Investasi jangka panjang; 6. Aset tetap;

7. Kewajiban jangka pendek; 8. Kewajiban jangka panjang; dan 9. Ekuitas dana.

Pos-pos yang selain disebutkan diatas di sajikan dalam Neraca jika Standar Akuntansi Pemerintah mensyaratkan, atau jika penyajian demikian perlu untuk menyajikan secara wajar posisi keuangan suatu entitas pelaporan.

c. Laporan Arus Kas

Laporan Arus Kas menyajikan informasi mengenai sumber, penggunaan, perubahan kas dan setara kas selama periode akuntansi pada tanggal pelaporan. Arus masuk dan keluar kas diklasifikasikan berdasarkan aktivitas operasi, investasi aset nonkeuangan, pembiayaan dan non anggaran.

d. Catatan Atas Laporan Keuangan

Agar dapat digunakan oleh pengguna dalam memahami dan membandingkannya dengan laporan-laporan keuangan entitas lainnya, Catatan

(14)

Atas Laporan Keuangan sekurang-kurangnya disajikan dengan susunan sebagai berikut:

1. Informasi tentang kebijakan fiskal/ keuangan, ekonomi makro, pencapaian target Undang-undang Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN)/ Perda APBD (Anggaran Pendapatan Belanja Daerah), berikut kendala dan hambatan yang dihadapi dalam pencapaian target;

2. Ikhtisar pencapaian kinerja keuangan selama pelaporan;

3. Informasi tentang dasar penyusunan laporan keuangan dan kebijakan-kebijakan akuntansi yang dipilih untuk diterapkan atas transaksi-transaksi dan kejadian-kejadian penting lainnya;

4. Pengungkapan informasi yang diharapkan oleh Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan yang belum disajikan dalam lembar muka laporan keuangan;

5. Pengungkapan informasi untuk pos-pos aset dan kewajiban yang timbul sehubungan dengan penerapan basis akrual atas pendapatan dan belanja dan rekonsiliasinya dengan penerapan basis kas;

6. Informasi tambahan yang diperlukan untuk penyajian yang wajar, yang tidak disajikan dalam lembar muka laporan keuangan;

7. Daftar dan skedul.

Dalam keadaan tertentu masih dimungkinkan untuk mengubah susunan penyajian atas pos-pos tertentu dalam Catatan atas Laporan Keuangan, misalnya informasi tingkat bunga dan penyesuaian jatuh tempo nilai wajar dapat digabungkan dengan informasi jatuh tempo surat-surat berharga.

Komponen-komponen laporan keuangan tersebut disajikan oleh setiap entitas pelaporan, kecuali Laporan Arus Kas yang hanya disajikan oleh unit yang mempunyai fungsi perbendaharaan.

Referensi

Dokumen terkait

Menurut Syaiful Bahri Djamarah (dalam situmorang A.S., 2018) efektifitas dapat terjadi bila ada kesesuaian dari semua komponen pengajaran yang telah diprogramkan

Pada akhir minggu yang lalu (hari sabtu dan minggu) seberapa sering melakukan olahraga (sepak bola, kejar-kejaran sesama teman, atau menari yang

Pada hakekatnya tujuan pendidikan tinggi katolik adalah membentuk mahasiswa agar tumbuh & berkembang menjadi pribadi yang utuh, baik dari aspek profesional keilmuan maupun

Yudha Swasto dan Ruhana ( 2013 ) terdiri dari tiga variable dengan judul “ Pengaruh Motivasi Kerja dan Kemampuan Kerja terhadap Kinerja Karyawan PDAM Kota

Beberapa parameter yang mempengaruhi respon arus biosensor telah diteliti yaitu potensial yang digunakan, konsentrasi silika, dan jumlah enzim. Arus respon cenderung

adalah suatu perintah tertulis dari eksportir yg ditujukan kpada importir untuk melakukan pembayaran sejumlah tertentu pada jangka waktu tertentu, tanggal, kepada pihak yang

penerapan teknik pembelajaran Round Table dalam meningkatkan keaktifan peserta didik kelas XI pada mata pelajaran Fiqih materi. jinayah (Hukuman) di MA Matholi’ul

Di sini antara penutur dan mitra tutur terwujud hubungan saling membutuhkan informasi satu sama lain, (3) penutur dan mitra tutur memiliki konsepsi yang sama